WACANA DAN PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA

KAJIAN WACANA

WACANA DAN PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA

Oleh:
YOLA MERINA
1021215102

PROGRAM STUDI LINGUISTIK
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2011 - 2012

0

WACANA DAN PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA
I.

PENDAHULUAN
Kajian wacana dan perubahan sosial budaya ditulis oleh Fairclough antara


tahun 1989 dan 1992 dan mewakili perubahan yang menekankan pada periode ini
dari pengembangan CDA (Critical Discourse Analysis) atau dalam bahasa Indonesia
adalah Analisis Wacana Kritis (AWK) sebagai bentuk kritik ideology untuk
mengunakan CDA yang berfokus pada wacana untuk penelitian perubahan sosial.
Ada tiga makalah yang dibahas pada bab ini yang berhubungan dengan
wacana dan perubahan sosial budaya diantaranya adalah:
a. Critical discourse analysis and the marketization of public discourse: the
university
Makalah yang berhubungan tentang Analisis Wacana Kritis (CDA) ini
dipublikasikan pada tahun 1993. Ini sudah memiliki suatu nilai sejarah
dalam menganalisis tahap awal secara keseluruhan dari transformasi yang
mendalam yang masih berlangsung dan hal ini tidak hanya berkaitan
dengan universitas akan tetapi pada hakekatnya semua pelayanan publik
dan institusi di Inggris dan Negara lainnya. Dan semuanya sudah ditata
dengan model pasar comoditi. Pada bagian ini menjelaskan apakah CDA
bisa memberikan konstibusinya pada penelitian tentang perubahan sosial.
b. Discourse, change and hegemony
Makalah yang berhubungan dengan wacana, perubahan dan hegemoni
menghubungkan ‘makro’ yakni ranah kekuasaan, pemerintah, dan politik

dengan ‘mikro’ yakni ranah dari praktek wacana dengan cara dari
pengunaan konsep “tegnologisasi dari wacana”. Teknologisasi dari
wacana merupakan sebuah kontemporer khusus dari maju mundurnya
intervensi (campurtangan) untuk mengubah praktek wacana dan menata
kembali hegemoni dalam perintah wacana (contohnya ditempat kerja)
sebagai salah satu elemen didalam perluasan perjuangan merekonstruksi
hegemoni dalam praktek institusi dan budaya.

1

c. Ideology and identity change in political television (ideologi dan
perubahan identitas politik televisi)
Makalah yang berhubungan tentang ini memberikan pendapat bahwa
praktek wacana dari program mengakibatkan restrukturisasi urutan
wacana

politik,

kehidupan


pribadi

(the

lifeworld),

hiburan

(entertainment), melalui gabungan dari beberapa konstituen genrenya dan
wacana. Salah satu kehadiran penting adalah kemunculan genre televisi
dari 'chatting' yang merupakan simulasi dilembagakan dari percakapan
biasa sebagai bentuk hiburan dan humor. Humor merupakan fitur
rancangan dari perpaduan genre sebuah program; peserta ditunjukkan
untuk

berorientasi

pada

peraturan


setempat

yang

memerlukan

pembicaraan politik yang serius yang akan disenang dengan adanya
humor. Praktek wacana kompleks dipandang sebagai bagian dari praktek
sosial yang tidak stabil dan bergeser, skenario Habermes sebut sebagai
transformasi struktural ruang publik 'dari publik (Herbermas, 1989) di
mana ranah politik sedang direstrukturisasi melalui gambar ulang dari
batas-batasnya dengan waktu luang dan media dan dengan dunia
kehidupan. praktek Wacana kompleks diwujudkan dalam heterogeneities
makna dan bentuk dalam teks.
II. ANALISIS WACANA KRITIS (CDA) DAN MARKETISASI WACANA
PUBLIK: UNIVERSITAS
A. Menuju teori sosial wacana
Wacana merupakn kategori yang digunakan oleh sosial teori dan analis
(Faucault 1972, Franser 1989) dan ahli bahasa (Stubbs 1983, van Dijk 1987). Faucult

(1995) mengatakan dia mengunakan wacana untuk merujuk terutama lisan atau
tertulis dalam penggunaan bahasa, meskipun dia juga ingin memperluas wacana
untuk memasukkan praktek semiotik dalam modalitas semiotik lain seperti
fotography dan non- verba (seperti bahasa tubuh) dalam komunikasi.
Melihat penggunaan bahasa sebagai praktek sosial mengimplementasikan:
a. Bahasa adalah gaya beraksi atau modus tindakan (Austin 1962, Levinson
1983)

2

b. Bahasa merupakan modus sosial dan historis terletak pada tindakan,
dalam hubungan dialektis dengan aspek lain dari sosial (kontek sosial)
Analisis Wacana Kritis (CDA) menyelidiki tekanan antara dua sisi dari
pengunaan bahasa yakni bentuk secara sosial dan secara sosial konstitutif
(pokoknya), dari pada memilih sepihak untuk posisi strukturalis (Pecheux,1982) atau
posisi actionalis (sebagai contoh, yang cendrung digunakan dalam kajian pragmatik).
Pengunaan bahasa selalu secara bersama- sama behak mengangkat:
a. Identitas sosial
b. Hubungan sosial
c. System pengetahuan dan keyakinan, dan hal ini setiap tingkat akan

memiliki akan memiliki kasus yang berbeda- beda.
Dalam hal ini juga membutuhkan teori bahasa seperti Halliday (1978, 1994b)
menekankan mulifungi bahasa untuk melihat setiap teks secara serentak
memberlakukan bahwa Haliday menyebutnya fungsi “ideational’, ‘interpersonal’
dan fungsi‘textual’ bahasa. Dengan Analisis Wacana Kritis (CDA), Fairclough (1995,
93) mengartikan analisis wacana bertujuan untuk secara sistimatik sering menyelidiki
kekaburan hubungan dari kausalitas (sebab akibat) dan determinasi (penentuan)
antara:
a. Praktek wacana, peristiwa, dan teks
b. Sosial yang luas dan struktur budaya, hubungan dan proses;


untuk menyelidiki bagaimana praktek, peristiwa dan teks
terungkap dan secara ideology dibentuk oleh hubungan kekuasaan,
pertarungan kekuasaan



untuk menyelididiki keburaman hubungan antara wacana dan
masyarakat itu sendiri sebuah faktor pengaman kekuasaan dan

hegemoni.

B. Kerangka analisa
Fairclough (1995, 94) mengunakan 3 dimensi kerangka analisa untuk
meneyelidiki keterkaitan dalam peristiwa wacana secara khusus. Setiap peristiwa
mempunyai 3 dimensi atau aspek yakni:

3

a. Teks pada bahasa lisan atau bahasa tulis
b. Sebuah contoh dari praktek wacana yang melibatkan produksi dan
interpretasi teks
c. Bagian dari praktek sosial
Dalam menganalisis praktek sosial Fairclough (1995) berfokus pada politik
terhadap peristiwa wacana yang behubungan dengan kekuasaan dan dominasi. Fitur
dari kerangka analisis Fairclough (1995) yakni mencoba utuk mengkombinasikan
teori kekuasaan berdasarkan pada konsep Gramsci dari hegemoni denga teori praktek
wacana berdasarkan pada konsep intertextuality (lebih tepatnya interdiscursivity/
anta wacana). Analisis praktek wacana berhubungan dengan aspek sosiokognitif
untuk memproduksi teks dan interpretasi yang bertentangan dengan aspek

kelembagaan sosial. Analisis menyankut penjelasan detail momen ke momen dan
bagaimana [artisipan memproduksi dan menafsirkan teks dan analisis juga berfokus
pada hubungan peristiwa wacana dan aturan wacana.
Untuk membantu pembaca, ada beberapa istilah yang utama diperkenalkan
disisini diantaranya adalah:
a. Discourse atau wacana (nomina abstarak): penggunaan bahasa dipahami
sebagai praktek sosial
b. Discursive event (peristiwa wacana): contoh dari penggunaan bahasa,
dianalisis sebagai teks, praktek wacana, praktek sosial
c. Text : bahasa tulis atau bahasa lisan diproduksi dalam peristiwa wacana
atau discursive event
d. Discourse practice : produksi, distribusi dan konsumsi dari sebuak teks
e. Interdiscursivity : konstitusi/ susunan teks dari beragam wacana dan
genre
f. Discourse (count noun): cara menandakan pengalaman dari perspektif
tertentu
g. Genre : menggunakan bahasa yang terkait dengan aktivitas sosial tertentu
h. Order of discourse : totalitas dari praktek diskursif (berpinda-pinadah)
dari institusi dan hubungan antara mereka


4

C. Bahasa dan wacana pada akhir masyarakat kapitalis
Analisis Wacana Kritis (CDA) cendrung dipandang secara umum oleh banyak
depertemen linguistic sebagai area marginal dari studi bahasa. Namun menurut
pandangan Fairclough (1995) wacana menjadi pusat dari rekonstruksi disiplin ilmu
dari linguistic yang sebenarnya merupakan teoris sosial dari bahasa. Tujuan dari
Fairclough (1995, 96) dalam hal ini adalah:
a. Menyarankan bahwasanya dorongan yang kuat pada posisi ini adalah
berasal dari analisis dari bagian bahasa dan wacana (perintah/ urutan
wacana) dalam masyarakat kontemporer, jika kajian bahasa adalah untuk
menghubungkan pengunaan bahasa contemporer yang benar atau actual ,
harus ada pergantian sosial, critis dan sejarahnya.
b. Tujuan kedua adalah untuk mengisi kontek yang lebih luas dari proses
marketisasi dari wacana publik.
Dasar pemikiran Fairclough pada seksi ini adalah bawasanya hubungan
antara wacana dan aspek lainnya dari sosial bukanlah lintas sejarah yang konstan
akan tetapi merupakan sebuah variasi sejarah. Bahasa dan wacana dalam phenomena
modern dari standarisasi bahasa yakni lebih dekat kaitannya dalam pemodernan
(pembaharuan); satu fitur baru adalah untuk menyatukan perintah atau urutan wacana

dari pasar linguistic (Bourdieu, 1991) melalui penerapan bahasa standarsebagai level
nasional dari Negara.
3 set perkembangan saling berhubungan dalam praktek wacana kontemporer
adalah:
1. Contemporary society is post- traditional (Giddens, 1991)
2. Reflexivity, in the sense of the systematic use of knowledge about sosial
life for organizing and transforming it, is a fundamental feature of
contemporary society (Giddens)
3. Contemporary culture has been characterized as ‘promotional’ or
‘consumer’ culture (Wernick 1991, Featherstone, 1991). Konsep dari
promosi sebagai fungsi dari komunikatif dimana wacana sebagai
tarnsportasi dari penjualan barang, servis, organisasi, ide dari orang
menguraikan urutan wacana.

5

D. Marketisasi wacana publik: universitas
Pemasaran atau marketisasi dari discursive event merupakan satu dimensi
marketisasi dari pendidikan tinggi dalam arti yang lebih umum. Institusi dari
pendidikan tinggi muncul dengan meningkat untuk beropersi dibawah tekanan

pemerintah seolah-olah mereka memiliki persaingan bisnis yang biasa untuk menjual
produk mereka kepada konsumen. Sebagai contoh adalah:
Universitas dituntut untuk meningkatkan proporsi pada modal atau dananya
dari sumber-sumber swasta, dan meningkatkan hal tersebut untuk ikut serta ke dalam
tender yang kompetitif demi mendapatkan modal (sebagai contoh: untuk
mendapatkan mahasiswa tambahan dalam bidang- bidang subjek yang khusus).
Jadi dapat disimpulkan dalam memasarkan istitusi dari perguruan tinggi,
mereka juga mengunakan bahasa yang menarik demi mendapatkan pendapatan
tambahan dan bahasanya dikemas dalam wacana yang baik sehinga konsumen. yakni
calon mahasiswa, tetarik dengan iklan yang ditulis. Peran wacana disini adalah untuk
memasarkan dan mempromosikan universitas atau institusi pada konsumennya yakni
mahasiswa.
III. WACANA, PERUBAHAN DAN HEGEMONI
A. Wacana dan hegemoni
Gramsci menghubungkan hegemoni dari fungsi bagian sebagai etika negara:
setipa negara memiliki etika dalam fungsi yang sangat penting sekali untuk
meningkatkan massa yang besar dari jumlah populasi tehadap budaya dan level
moral, level atau tipe moral yang berkoresponden pada kebutuhan tenaga produktif
dari perkembangannya jadi hal ini untuk kepentingan kasus yang berkuasa (Forgacs,
1998: 234). Salah satu aspek dari hegemoni dikarnakan budaya dan etika teknik,
pembentukan kembali subjektivitas dan diri dan teknilogisasi wacana merupakan
salah satu aspek dari proses wacana juga.
Ada hubungan ganda dari wacana untuk hegemoni:
a. Wacana mengimplikasikan penyerapan tuturan dan tulisan, reproduksi
dan negosiasi hubungan kekuasaan dan dalam proses ideology dan
perjuangan

ideology.

Konsep

dari

hegemoni

mengimplikasikan

perkembangan di berbagai ranah masyarakat sipil (seperti, pekerjaan,

6

pendidikan, waktu luang) dari paraktek yang berhubungan dengan natural
dan ideology dan praktek yang diskursif.
b. Aspek kedua hubungan wacana terhadap hegemoni yakni wacana itu
sendiri bagian dari budaya hegemoni, dan kelas dan kelompok hegemoni
meliputi semua masyarakat dan semua sektor yang khusus (saat sekarang
ini, hegemoni dalam skala antarbangsa) dan hal ini merupakan bagian dari
kapasitas untuk membentuk praktik diskursif dan urutan wacana.
Kedua aspek hubungan wacana terhadap hegemoni yang disebutkan diatas
tentunya saling berhubungan dan ini merupakan praktik diskursif yang konkret
bahwa penataan hegemonic dari urutan wacana di produksi, direproduksi, ditantang
dan dirubah.
B. Pendekatan kritis analisis wacana
Kritis pendekatan analisis wacana dalam arti bahwa ia menetapkan untuk
membuatnya terlihat melalui analisis, dan mengkritik, hubungan antara properti dari
teks dan proses sosial dan hubungan (relasi kekuasaan dan ideologi) yang umumnya
tidak jelas bagi orang yang memproduksi dan menafsirkan teks dan efektivitas yang
tergantung pada keburaman ini.
Pendekatan kritis analisis wacana ini diadopsi dan berdasarkan pada tiga
konsep dimensi dari wacana dan berkoreesponden dengan 3 dimensi metode dari
analisis wacana. Wacana dan beberapa contok spesifik dari discursive practice dilihat
secara bersamaan pada:
a. Teks bahasa baik tulis maupun lisan
b. Praktek wacana (produksi teks dan interpretasi teks)
c. Praktek sosial budaya
Fairclough

(1995,

132)

mengilustraisikan

pendekatan

ini

dengan

menerapkannya pada contoh yang sesuai yakni:
1. Teks dengan heterogen dan kontradiktif fitur
2. Hubungan komplek antara praktik wacana (produksi teks) dan wacana
convensi, salah satunya dapat menunjukan hubungan kompleks yang
mirip antara interpretasi teks dan konvensi (kebiasaan)

7

3. Hubungan antara seperti fitur tekstual heterogen dan poses wacana
compleksitas dan proses dari perubahan sosial budaya.
C. Teknologisasi wacana
Teknologisasi wacana merupakan proses dari intervensi (campur tanggan)
dalam lingkungan praktek wacana dengan tujuan membangun hegemoni baru di
urutan wacana institusi atau organisasi yang bersangkutan, sebagai bagian dari
perjuangan yang umum untuk memaksakan hegemoni direstrukturisasi pada praktekpraktek institusi dan budaya. Dalam hal metode analisis memperkenalkan
bahwasanaya hal ini melibatkan upaya untuk membentuk sebuah sintesis baru antara
praktek wacana , praktek sosial budaya dan teks. Teknologi wacana secara spesifik
disebut sebagai ’the technologies of government’ oleh Rose and Miller: ‘strategi,
teknik dan prosedure dengan cara kekuatan yang berbeda berusaha untuk
mengoperasikan program, jaringan, dan yang berhubungan dengan menyampaikan
aspirasi dari otoritas (penguasa) dengan kegiatan individu dan kelompok.
Fairclough (1995) menyebutkan 5 karakteristik dari teknologisasi wacana
sebagai kerangka untuk menguraikan hal yang berubungan dengan wacana ini yakni:
1. Munculnya ahli yang berhubungan dengan teknologi wacana
2. Pergeseran dari ketertiban paraktek wacana
3. Merancangdan memperkirakan konteks bebas teknik wacana
4. Secara tegas memotifasi simulasi dari wacana
5. Tekanan terhadap standardisasi praktik wacana
Berdasarkan penjelasan diatas dapat diperkenalkan teknologisasi wacana
sebagai domain yang muncul dari kebijakan bahasa dan perencanaannya dan
menempatkan pandangan sosial dan perubahan budaya yang menyoroti aturan dari
wacana.
IV. IDEOLOGI DAN PERUBAHAN IDENTITAS POLITIK TELEVISI
Pada pembahasan ini membahas tentang program televise yang bersifat
politik, dan untuk menganalisisnya memerlukan kerangka dengan penjelasan CDA.
Hal ini diwujudkan melalui perpaduan dari genre dan wacana dan termasuk
didalamnya perpaduan dari elemen berikut ini yakni:
a. Wawancara politik konvensional

8

b. Simulasi konvensional
c. Enterteiment dan performa seperti ‘tindakan’ dan bahkan temasuk
didalamnya rutin komedi.
Dalam hal ini kemunculan dari hegemoni baru diwilayah politik dan politik
brokesting sehinga berasosiasi dengan perubahan ideology yang nantinya
mempengaruhi identitas sosial, hubungan sosial, dan pengetahuan. Dunia televisi
mampu merubah ideology seseorang dalam dalam berbagai bidang yang salah
satunya adalah dibidang sosial dan budaya.
A. Ambivalensi (sikap yang mendua)
Salah satu konsekuensi atau akibat dari percampuran genre nantinya dapat
menciptakan serta memproduksi banyaknya ambivalensi.Dimana genre dihubungkan
dengan prinsip dari penafsiran yang khusus sehinga penafsiran dari teks linguistik
yang diberikan akan bergantung pada bagaimana genre dikontektualisasikan secara
umum.
Jika terlalu banyak muncul genre dalam wacana maka akan muncul
interpertasi yang bersifat amnivalensi dimana seseorang nantinya bisa menafsirkan
wacana yang ada dalam televisi itu dalam dua versi. Prinsipnya, inteperatif
berhubungan dengan wawancara yang disajikan.
B. Disfluency (ketidak lancaran)
Program yang ada ditelevisi juga ditandai dengan tingginya kejadian dari
disfluency (Fairclough, 153). Disfluency tampaknya untuk mendaftarkan kesulitan
peserta yang dihadapkan dengan percobaan untuk menegosiasikan genre campuran
dari sebuah program. Sebagai contoh dari disfluency yang digambarkan dalam
sebuah program televise dimana seorang reporter atau jurnalis memiliki posisi suara
seperti (uh, um) dan ini merupak bukti dari ketidak lancara dalam menggungkapkan
sesuatu. Terkadang seorang reporter menjeda suaranya sebentar atau disebut dengan
‘unvoiced pauses”, dan juda kesalahan dalam memulia acara. Tekdang seorang
reporter atau pembawa acara di program televise memulainya atau membuka acara
dengan joking yang mana secara nyata untuk mengusahakan acara tersebut berda
pada konstribusi yang koheren.

9

V. KESIMPULAN
Makalah yang ditulis oleh Fairclough menganalisis kajian tentang wacana dan
perubahan sosial budaya dan menghubungkannya dengan CDA (Analisis Wacana
Kritis). Pada bagian ini Fairclough memaparkan hal yang berubungan dengan
wacana dan perubahan sosial budaya ini dengan tiga model makalah yakni
diantaranya adalah Critical discourse analysis and the marketization of public
discourse: the university, wacana, perubahan dan hegemoni dan ideology and
identity change in political television (ideologi dan perubahan identitas politik
televisi). Dalam makalah ini memaparkan peranan CDA untuk menganalisis
perubahan sosial budaya yang ada dimasyarakat serta hal yang akan muncul sebagai
penyebab terjadinya perubahan sosial budaya.
REFERENSI
Fairclough, Norman.1995. Critical Discourse Analysis: The Critical Study of
Language. London and New York: Longman.

10