STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM. docx
STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL DALAM PENANAMAN
BUDI PEKERTI UNTUK PEMBENTUKAN KARAKTER
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Strategi
Pembelajaran Akuntansi
Dosen Pengampu: Sukanti, M.Pd
Oleh:
Dyrian Haryatno
11403244026
JURUSAN PENDIDIKAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2013/ 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akhir-akhir ini marak berita tentang pelecehan seksual pada anak
kecil, berbagai media massa terus mencari kasus-kasus tentang pelecehan
anak diberbagai daerah. Bahkan, hal tersebut terjadi di sekolah dimana anak
menimba ilmu. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat untuk mendapatkan
ilmu dan bermain bersama teman, berubah menjadi tempat yang mengerikan
bagi anak korban pelecehan seksual. Masa anak-anak adalah masa dimana
anak masih belum matang cara berpikirnya, anak-anak masih menjadi peniru.
Jadi apabila anak melihat atau mengalami perilaku yang tidak sepantasnya
untuk anak kecil, maka akan mempengaruhi kondisi psikologis anak. Anak
belum bisa membedakan apakah hal itu baik atau buruk, anak akan meniru
dari apa yang mereka lihat. Walaupun hal tersebut perilaku yang tidak pantas,
tetapi jika anak tidak diberitahu maka anak akan menirukan hal tersebut.
Komunikasi orangtua kepada anak menjadi kunci penting untuk
mencegah terjadinya hal-hal yang tidak sepantasnya. Orangtua harus
mengetahui apa saja kegiatan yang dilakukan oleh anak selama dia di sekolah,
ajak anak untuk bercerita tentang sekolahnya. Orangtua juga berperan untuk
menanamkan budi pekerti, budi pekerti akan lebih tertanam dalam kebiasaan
anak jika diajarkan dirumah sejak dini. Tetapi, walaupun di rumah diajarkan
budi pekerti, sekolah seharusnya juga memasukkan budi pekerti kedalam
kurikulum sekolah. Menjadikan budi pekerti sebagai mata pelajaran akan
sangat membantu dalam menanamkan budi pekerti, paling tidak anak menjadi
tahu hal-hal yang dianggap benar sesuai dengan norma yang berlaku dalam
masyarakat. Ketika budi pekerti ditanamkan secara terus menerus, maka hal
itu akan mengendap dalam otak anak dan dapat membentuk karakter anak.
Seseorang yang melakukan hal menyimpang, bisa disebabkan
berbagai faktor. Yang pertama, seseorang melakukan hal yang menyimpang
karena kondisi psikologisnya yang memang bermasalah. Yang kedua, karena
trauma masa lalu, seseorang bisa menjadi menyimpang karena telah
mengalami sendiri dan membekas, sehingga membentuk kepribadian yang
menyimpang. Oleh karena itu, penanaman budi pekerti sejak dini dan kontrol
dari orang tua sangat penting.
Oleh karena itu, diperlukan strategi khusus untuk menanamkan
budi pekerti kepada anak. Banyak strategi pembelajaran yang bisa diterapkan
untuk menanamkan budi pekerti, tetapi kita memerlukan strategi yang paling
tepat dan efektif. Strategi pembelajaran contekstual menjadi strategi yang
paling tepat untuk menanamkan nilai sikap, karena dalam strategi ini siswa
terlibat langsung dalam menemukan materi. Implikasinya dalam penanaman
budi pekerti adalah dalam penanaman budi pekerti anak perlu melihat
langsung bagaimana itu sikap yang baik dan sesuai dengan norma yang
berlaku dalam masyarakat. Dalam makalah ini akan diulas lebih lanjut tentang
pembelajaran kontekstual dalam penanaman budi pekerti.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari budi pekerti?
2. Apa tujuan mempelajari budi pekerti?
3. Apa pengertian strategi pembelajaran?
4. Apa pengertian strategi pembelajaran Kontekstual?
5. Bagaimana penerapan strategi pembelajaran
kontekstual
dalam
penanaman budi pekerti?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari budi pekerti.
2. Untuk mengetahui tujuan mempelajari budi pekerti.
3. Untuk mengetahui strategi pembelajaran.
4. Untuk mengetahui pengertian strategi pembelajaran kontekstual.
5. Untuk mengetahui penerapan strategi pembelajaran kontekstual dalam
penanaman budi pekerti.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Budi Pekerti
Secara etimologi budi pekerti terdiri dari dua unsur kata, yaitu budi
dan pekerti. Budi dalam bahasa sangsekerta berarti kesadaran, budi,
pengertian, pikiran dan kecerdasan. Kata pekerti berarti aktualisasi,
penampilan, pelaksanaan atau perilaku. Dengan demikian budi pekerti
berarti kesadaran yang ditampilkan oleh seseorang dalam berperilaku.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) istilah budi pekerti
diartikan sebagai tingkah laku, perangai, akhlak dan watak. Budi pekerti
dalam bahasa Arab disebut dengan akhlak, dalam kosa kata latin dikenal
dengan istilah etika dan dalam bahasa Inggris disebtu ethics.
Senada dengan itu Balitbang Dikbud (1995) menjelaskan bahwa
budi pekerti secara konsepsional adalah budi yang dipekertikan
(dioperasionalkan, diaktualisasikan atau dilaksanakan) dalam kehidupan
seharihari dalam kehidupan pribadi, sekolah, masyarakat, bangsa dan
negara.
Pengertian pendidikan budi pekerti menurut Haidar (2004) adalah
usaha sadar yang dilakukan dalam rangka menanamkan atau
menginternalisasikan nilainilai moral ke dalam sikap dan perilaku peserta
didik agar memiliki sikap dan prilaku yang luhur (berakhlakul karimah)
dalam kehidupan seharihari, baik dalam berinteraksi dengan Tuhan,
dengan sesama manusia maupun dengan alam/lingkungan.
Budi pekerti secara operasional merupakan suatu perilaku positif
yang dilakukan melalui kebiasaan. Artinya seseorang diajarkan sesuatu
yang baik mulai dari masa kecil sampai dewasa melalui latihan-laihan,
misalnya cara berpakaian, cara berbicara, cara menyapa dan menghormati
orang lain, cara bersikap menghadapi tamu, cara makan dan minum dan
lain sebagainya.
Dari beberapa pengertian diatas, budi pekerti adalah kesadaran
positif yang diaktualisasikan kedalam tingkah laku dalam kehidupan
sehari-hari, baik dalam berinteraksi dengan Tuhan, dengan sesama
manusia maupun dengan alam/lingkungan.
Berkaitan dengan hal tersebut, Pusbangkurandik (1997)
mengkategorikan pendidikan budi pekerti menjadi tiga komponen yaitu:
a. Keberagamaan, terdiri dari nilainilai; (a) kekhusukan hubungan
denganTuhan, (b) kepatuhan kepada Agama, (c) niat baik dan
keikhlasan, (d)perbuatan baik, (e) pembalasan atas perbuatan baik dan
buruk.
b. Kemandirian, terdiri dari nilainilai; (a) harga diri, (b) disiplin, (c)
etos kerja (kemauan untuk berubah, hasrat mengejar kemajuan, cinta
ilmu, teknologi dan seni), (d) rasa tanggung jawab, (e) keberanian dan
semangat, (f) keterbukaan, (g) pengendalian diri.
c. Kesusilaan, terdiri dari nilainilai; (a) cinta dan kasih sayang, (b)
kebersamaan, (c) kesetiakawanan, (d) tolongmenolong, (e) tenggang
rasa, (f) hormat menghormati, (g) kelayakan (kapatutan), (h) rasa
malu, (i) kejujuran dan (j) pernyataan terima kasih, permintaan maaf
(rasa tahu diri).
2. Tujuan Mempelajari Budi Pekerti
Tujuan pendidikan budi pekerti berdasarkan kerangka pemikiran para ahli
yaitu sebagai berikut :
a. Siswa memahami nilai nilai budi pekerti di lingkungan keluarga,
lokal, nasional, dan internasional melalui adat istiadat, hukum,
undang undang dan tatanan antar bangsa.
b. Siswa mampu mengembangkan watak atau tabiatnya secara konsisiten
dalam mengambil keputusan budi pekerti di tengah tengah rumitnya
kehidupan bermasyarakat saat ini.
c. Siswa mampu menghadapi masalah nyata dalam masyarakat secara
rasional bagi pengambilan keputusan yang baik setelah melakukan
pertimbangan sesuai dengan norma pendidikan budi pekerti .
d. Siswa mampu menggunakan pengalaman budi pekerti yang baik bagi
pembentukan kesadaran dan pola perilaku yang berguna dan
bertanggung jawab batas tindakannya.
Secara umum bertujuan untuk memfasilitasi siswa agar mampu
menggunakan pengetahuan, mengkaji dan mempersonalisasikan nilai,
mengembangkan keterampilan sosial yang memungkinkan tumbuh dan
berkembang, berakhlak mulia dalam diri manusia serta mewujudkannya
dalam perilaku sehari hari, dalam berbagai konteks sosial budaya yang
berbhinneka sepanjang hayat.
Pendidikan Budi Pekerti bertujuan untuk :
a.
Membina kepribadian peserta didik berdasarkan nilai, norma, dan
moral luhur bangsa Indonesia yang tercermin dalam dimensi
keagamaan, kesusilaan, dan kemandirian.
b.
Membiasakan peserta didik untuk berpola pikir, bersikap, berkata,
dan bertindak yang mencerminkan nilai, norma, dan moral luhur
bangsa Indonesia yang tercermin dalam dimensi keagamaan,
kesusilaan, kemandirian
c.
Menciptakan suasana sekolah yang kondusif untuk berlangsungnya
pembentukan budi pekerti yang luhur.
d.
Pendidikan budi pekerti mempunyai sasaran kepribadian siswa ,
khususnya unsur karakter atau watak yang mengandun hati nurani
(conscience) sebagai kesadaran diri (consciousness) untuk berbuat
kebajikan (virtue).
3. Pengertian Strategi Pembelajaran
Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai a plan, method,
or series of activities designed to achieves a particular educational goal
(J.R. David, 1976). Jadi, dengan demikian strategi pembelajaran dapat
diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang
didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
( Wina Sanjaya, 2006) Ada dua hal yang patut dicermati dari
pengertian diatas. Pertama, strategi pembelajaran merupakan rencana
tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan
pemanfaatan berbagai sumber daya/ kekuatan dalam pembelajaran. Ini
berarti penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses penyusunan
rencana kerja belum sampai pada tindakan. Kedua, strategi disusun untuk
mencapai tujuan tertentu. Artinya , arah dari semua keputusan penyusunan
strategi adalah pencapaian tujuan. Dengan demikian, penyusunan langkah
langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar
semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan. Oleh sebab itu,
sebelum menentukan strategi, perlu dirumuskan tujuan yang jelas dapat
diukur keberhasilannya, sebab tujuan adalah rohnya dalam implementasi
suatu strategi.
Kemp (1995) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah
suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar
tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Senada
dengan pendapat diatas, Dick and Carey (1985) juga menyebutkan bahwa
strategi pembelajaran itu adalah suatu set materi dan prosedur
pembelajaran yang digunakan secara bersamasama untuk menimbulkan
hasil belajar pada siswa.
4. Strategi Pembelajaran Kontekstual (CTL)
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi
pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara
penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong
siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Dari konsep
tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami.
Pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk
menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses
pengalaman secara langsung. Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat
menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi
kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk menangkap hubungan antara
pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Ketiga, CTL
mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya
CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang
dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran dapat mewarnai
perilakunya dalam kehidupan seharihari.
Sehubungan dengan hal itu, terdapat lima karakteristik penting
dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL.
a. Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan
yang sudah ada, artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari
pengetahuan yang sudah dipelajari , dengan demikian pengetahuan
yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang
memiliki keterkaitan satu sama lain.
b. Pembelajaran kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh
dan menambah pengetahuan baru. Pengetahuan baru, itu diperoleh
dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan
mempelajari secara keseluruhan, kemudian memerhatikan detailnya.
c. Pemahaman pengetahuan (understansing knowledge), artinya
pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk
dipahami, diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari
yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan
tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan
d. Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying
knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya
harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak
perubahan perilaku siswa.
e. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi
pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik
untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.
5. Penerapan Strategi Pembelajaran Kontekstual dalam Penanaman Budi
Pekerti
Pola Pembelajaran CTL
a. Pendahuluan
1) Guru menjelaskan tiga komponen budi pekerti, yaitu keberagaman,
kemandirian, dan kesusilaan. Serta menjelaskan pentingnya budi
pekerti dalam pembentukan kepribadian.
2) Guru menjelaskan prosedur pembelajaran CTL :
a) Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan
jumlah siswa
b) Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi,
observasi dilakukan di lingkungan rumah masing masing siswa.
Setiap kelompok melakukan observasi di lingkungan tempat
tinggal masingmasing.
c) Melalui observasi siswa ditugaskan untuk mencatat berbagai
komponen dalam budi pekerti yang ditemukan dilingkungan
rumahnya
3) Guru melakukan Tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan
oleh setiap siswa.
b. Inti
Di lapangan
1) Siswa melakukan observasi dilingkungan rumah masingmasing
2) Siswa mencatat halhal yang mereka temukan tentang budi pekerti
di lingkungan rumah masingmasing
Di dalam kelas
1) Siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan
kelompoknya masing
2) Siswa melaporkan hasil diskusi
3) Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh
kelompok lain.
Penutup
1) Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi sekitar
masalah budi pekerti, dan menyampaikan tiga komponen budi
pekerti yang sesuai dengan hasil pengamatan siswa
2) Guru menugaskan siswa untuk mengimplementasikan tiga
komponen budi pekerti ke dalam kehidupan seharihari, kemudian
membuat laporan tentang apa yang sudah siswa implemetasikan.
Dengan pembelajaran kontekstual, anak mengalami langsung
dalam kehidupan nyata. Sehingga diharapkan, dengan melihat teladan
langsung dalam kehidupan sehariharinya, anak dapat menirukan hal
tersebut.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Budi pekerti adalah kesadaran positif yang diaktualisasikan kedalam
tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam berinteraksi dengan Tuhan,
dengan sesama manusia maupun dengan alam/lingkungan. Budi pekerti menjadi
sangat penting untuk pembentukan karakter anak. Pembelajaran kontekstual
menjadi strategi yang tepat untuk menanamkan budi pekerti, tiga komponen budi
pekerti yaitu Keberagamaan, terdiri dari nilainilai; (a) kekhusukan hubungan
denganTuhan, (b) kepatuhan kepada Agama, (c) niat baik dan keikhlasan,
(d)perbuatan baik, (e) pembalasan atas perbuatan baik dan buruk. Kemandirian,
terdiri dari nilainilai; (a) harga diri, (b) disiplin, (c) etos kerja (kemauan untuk
berubah, hasrat mengejar kemajuan, cinta ilmu, teknologi dan seni), (d) rasa
tanggung jawab, (e) keberanian dan semangat, (f) keterbukaan, (g) pengendalian
diri. Kesusilaan, terdiri dari nilainilai; (a) cinta dan kasih sayang, (b)
kebersamaan, (c) kesetiakawanan, (d) tolongmenolong, (e) tenggang rasa, (f)
hormat menghormati, (g) kelayakan (kapatutan), (h) rasa malu, (i) kejujuran dan
(j) pernyataan terima kasih, permintaan maaf (rasa tahu diri). Ketiga komponen
tersebut diharapak bisa menciptakan manusia yang bermoral, berkarakter,
berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur merupakan tujuan dari pembangunan
manusia Indonesia yang kemudian diimplementasikan ke dalam tujuan pendidikan
nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Balitbang Dikbud. 1997. Pedoman Pembelajaran Budi Pekerti,. Jakarta: Pusbang
kurrandik.
Cahyoto,2002.Budi Pekerti Dalam Perspektif Pendidikan. Malang : Depdiknas
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah – Pusat Penataran Guru IPS dan
PMP Malang
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan .1989.Kamus Besar Bahasa
Indonesia.Jakarta : Balai Pustaka
Haidar Putra Daulay, (2004). Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan
Nasional di Indonesia. Jakarta: Prenada Media, Cet. ke1.
Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara: Jakarta. 2001.
Sanjaya, Wina, 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta : KENCANA PREDANA MEDIA
Izzaty, Rita Eka dkk, 2008. Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta : UNY
PRESS
BUDI PEKERTI UNTUK PEMBENTUKAN KARAKTER
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Strategi
Pembelajaran Akuntansi
Dosen Pengampu: Sukanti, M.Pd
Oleh:
Dyrian Haryatno
11403244026
JURUSAN PENDIDIKAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2013/ 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akhir-akhir ini marak berita tentang pelecehan seksual pada anak
kecil, berbagai media massa terus mencari kasus-kasus tentang pelecehan
anak diberbagai daerah. Bahkan, hal tersebut terjadi di sekolah dimana anak
menimba ilmu. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat untuk mendapatkan
ilmu dan bermain bersama teman, berubah menjadi tempat yang mengerikan
bagi anak korban pelecehan seksual. Masa anak-anak adalah masa dimana
anak masih belum matang cara berpikirnya, anak-anak masih menjadi peniru.
Jadi apabila anak melihat atau mengalami perilaku yang tidak sepantasnya
untuk anak kecil, maka akan mempengaruhi kondisi psikologis anak. Anak
belum bisa membedakan apakah hal itu baik atau buruk, anak akan meniru
dari apa yang mereka lihat. Walaupun hal tersebut perilaku yang tidak pantas,
tetapi jika anak tidak diberitahu maka anak akan menirukan hal tersebut.
Komunikasi orangtua kepada anak menjadi kunci penting untuk
mencegah terjadinya hal-hal yang tidak sepantasnya. Orangtua harus
mengetahui apa saja kegiatan yang dilakukan oleh anak selama dia di sekolah,
ajak anak untuk bercerita tentang sekolahnya. Orangtua juga berperan untuk
menanamkan budi pekerti, budi pekerti akan lebih tertanam dalam kebiasaan
anak jika diajarkan dirumah sejak dini. Tetapi, walaupun di rumah diajarkan
budi pekerti, sekolah seharusnya juga memasukkan budi pekerti kedalam
kurikulum sekolah. Menjadikan budi pekerti sebagai mata pelajaran akan
sangat membantu dalam menanamkan budi pekerti, paling tidak anak menjadi
tahu hal-hal yang dianggap benar sesuai dengan norma yang berlaku dalam
masyarakat. Ketika budi pekerti ditanamkan secara terus menerus, maka hal
itu akan mengendap dalam otak anak dan dapat membentuk karakter anak.
Seseorang yang melakukan hal menyimpang, bisa disebabkan
berbagai faktor. Yang pertama, seseorang melakukan hal yang menyimpang
karena kondisi psikologisnya yang memang bermasalah. Yang kedua, karena
trauma masa lalu, seseorang bisa menjadi menyimpang karena telah
mengalami sendiri dan membekas, sehingga membentuk kepribadian yang
menyimpang. Oleh karena itu, penanaman budi pekerti sejak dini dan kontrol
dari orang tua sangat penting.
Oleh karena itu, diperlukan strategi khusus untuk menanamkan
budi pekerti kepada anak. Banyak strategi pembelajaran yang bisa diterapkan
untuk menanamkan budi pekerti, tetapi kita memerlukan strategi yang paling
tepat dan efektif. Strategi pembelajaran contekstual menjadi strategi yang
paling tepat untuk menanamkan nilai sikap, karena dalam strategi ini siswa
terlibat langsung dalam menemukan materi. Implikasinya dalam penanaman
budi pekerti adalah dalam penanaman budi pekerti anak perlu melihat
langsung bagaimana itu sikap yang baik dan sesuai dengan norma yang
berlaku dalam masyarakat. Dalam makalah ini akan diulas lebih lanjut tentang
pembelajaran kontekstual dalam penanaman budi pekerti.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari budi pekerti?
2. Apa tujuan mempelajari budi pekerti?
3. Apa pengertian strategi pembelajaran?
4. Apa pengertian strategi pembelajaran Kontekstual?
5. Bagaimana penerapan strategi pembelajaran
kontekstual
dalam
penanaman budi pekerti?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari budi pekerti.
2. Untuk mengetahui tujuan mempelajari budi pekerti.
3. Untuk mengetahui strategi pembelajaran.
4. Untuk mengetahui pengertian strategi pembelajaran kontekstual.
5. Untuk mengetahui penerapan strategi pembelajaran kontekstual dalam
penanaman budi pekerti.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Budi Pekerti
Secara etimologi budi pekerti terdiri dari dua unsur kata, yaitu budi
dan pekerti. Budi dalam bahasa sangsekerta berarti kesadaran, budi,
pengertian, pikiran dan kecerdasan. Kata pekerti berarti aktualisasi,
penampilan, pelaksanaan atau perilaku. Dengan demikian budi pekerti
berarti kesadaran yang ditampilkan oleh seseorang dalam berperilaku.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) istilah budi pekerti
diartikan sebagai tingkah laku, perangai, akhlak dan watak. Budi pekerti
dalam bahasa Arab disebut dengan akhlak, dalam kosa kata latin dikenal
dengan istilah etika dan dalam bahasa Inggris disebtu ethics.
Senada dengan itu Balitbang Dikbud (1995) menjelaskan bahwa
budi pekerti secara konsepsional adalah budi yang dipekertikan
(dioperasionalkan, diaktualisasikan atau dilaksanakan) dalam kehidupan
seharihari dalam kehidupan pribadi, sekolah, masyarakat, bangsa dan
negara.
Pengertian pendidikan budi pekerti menurut Haidar (2004) adalah
usaha sadar yang dilakukan dalam rangka menanamkan atau
menginternalisasikan nilainilai moral ke dalam sikap dan perilaku peserta
didik agar memiliki sikap dan prilaku yang luhur (berakhlakul karimah)
dalam kehidupan seharihari, baik dalam berinteraksi dengan Tuhan,
dengan sesama manusia maupun dengan alam/lingkungan.
Budi pekerti secara operasional merupakan suatu perilaku positif
yang dilakukan melalui kebiasaan. Artinya seseorang diajarkan sesuatu
yang baik mulai dari masa kecil sampai dewasa melalui latihan-laihan,
misalnya cara berpakaian, cara berbicara, cara menyapa dan menghormati
orang lain, cara bersikap menghadapi tamu, cara makan dan minum dan
lain sebagainya.
Dari beberapa pengertian diatas, budi pekerti adalah kesadaran
positif yang diaktualisasikan kedalam tingkah laku dalam kehidupan
sehari-hari, baik dalam berinteraksi dengan Tuhan, dengan sesama
manusia maupun dengan alam/lingkungan.
Berkaitan dengan hal tersebut, Pusbangkurandik (1997)
mengkategorikan pendidikan budi pekerti menjadi tiga komponen yaitu:
a. Keberagamaan, terdiri dari nilainilai; (a) kekhusukan hubungan
denganTuhan, (b) kepatuhan kepada Agama, (c) niat baik dan
keikhlasan, (d)perbuatan baik, (e) pembalasan atas perbuatan baik dan
buruk.
b. Kemandirian, terdiri dari nilainilai; (a) harga diri, (b) disiplin, (c)
etos kerja (kemauan untuk berubah, hasrat mengejar kemajuan, cinta
ilmu, teknologi dan seni), (d) rasa tanggung jawab, (e) keberanian dan
semangat, (f) keterbukaan, (g) pengendalian diri.
c. Kesusilaan, terdiri dari nilainilai; (a) cinta dan kasih sayang, (b)
kebersamaan, (c) kesetiakawanan, (d) tolongmenolong, (e) tenggang
rasa, (f) hormat menghormati, (g) kelayakan (kapatutan), (h) rasa
malu, (i) kejujuran dan (j) pernyataan terima kasih, permintaan maaf
(rasa tahu diri).
2. Tujuan Mempelajari Budi Pekerti
Tujuan pendidikan budi pekerti berdasarkan kerangka pemikiran para ahli
yaitu sebagai berikut :
a. Siswa memahami nilai nilai budi pekerti di lingkungan keluarga,
lokal, nasional, dan internasional melalui adat istiadat, hukum,
undang undang dan tatanan antar bangsa.
b. Siswa mampu mengembangkan watak atau tabiatnya secara konsisiten
dalam mengambil keputusan budi pekerti di tengah tengah rumitnya
kehidupan bermasyarakat saat ini.
c. Siswa mampu menghadapi masalah nyata dalam masyarakat secara
rasional bagi pengambilan keputusan yang baik setelah melakukan
pertimbangan sesuai dengan norma pendidikan budi pekerti .
d. Siswa mampu menggunakan pengalaman budi pekerti yang baik bagi
pembentukan kesadaran dan pola perilaku yang berguna dan
bertanggung jawab batas tindakannya.
Secara umum bertujuan untuk memfasilitasi siswa agar mampu
menggunakan pengetahuan, mengkaji dan mempersonalisasikan nilai,
mengembangkan keterampilan sosial yang memungkinkan tumbuh dan
berkembang, berakhlak mulia dalam diri manusia serta mewujudkannya
dalam perilaku sehari hari, dalam berbagai konteks sosial budaya yang
berbhinneka sepanjang hayat.
Pendidikan Budi Pekerti bertujuan untuk :
a.
Membina kepribadian peserta didik berdasarkan nilai, norma, dan
moral luhur bangsa Indonesia yang tercermin dalam dimensi
keagamaan, kesusilaan, dan kemandirian.
b.
Membiasakan peserta didik untuk berpola pikir, bersikap, berkata,
dan bertindak yang mencerminkan nilai, norma, dan moral luhur
bangsa Indonesia yang tercermin dalam dimensi keagamaan,
kesusilaan, kemandirian
c.
Menciptakan suasana sekolah yang kondusif untuk berlangsungnya
pembentukan budi pekerti yang luhur.
d.
Pendidikan budi pekerti mempunyai sasaran kepribadian siswa ,
khususnya unsur karakter atau watak yang mengandun hati nurani
(conscience) sebagai kesadaran diri (consciousness) untuk berbuat
kebajikan (virtue).
3. Pengertian Strategi Pembelajaran
Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai a plan, method,
or series of activities designed to achieves a particular educational goal
(J.R. David, 1976). Jadi, dengan demikian strategi pembelajaran dapat
diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang
didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
( Wina Sanjaya, 2006) Ada dua hal yang patut dicermati dari
pengertian diatas. Pertama, strategi pembelajaran merupakan rencana
tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan
pemanfaatan berbagai sumber daya/ kekuatan dalam pembelajaran. Ini
berarti penyusunan suatu strategi baru sampai pada proses penyusunan
rencana kerja belum sampai pada tindakan. Kedua, strategi disusun untuk
mencapai tujuan tertentu. Artinya , arah dari semua keputusan penyusunan
strategi adalah pencapaian tujuan. Dengan demikian, penyusunan langkah
langkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar
semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan. Oleh sebab itu,
sebelum menentukan strategi, perlu dirumuskan tujuan yang jelas dapat
diukur keberhasilannya, sebab tujuan adalah rohnya dalam implementasi
suatu strategi.
Kemp (1995) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran adalah
suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar
tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Senada
dengan pendapat diatas, Dick and Carey (1985) juga menyebutkan bahwa
strategi pembelajaran itu adalah suatu set materi dan prosedur
pembelajaran yang digunakan secara bersamasama untuk menimbulkan
hasil belajar pada siswa.
4. Strategi Pembelajaran Kontekstual (CTL)
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi
pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara
penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan
menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong
siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka. Dari konsep
tersebut ada tiga hal yang harus kita pahami.
Pertama, CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk
menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses
pengalaman secara langsung. Kedua, CTL mendorong agar siswa dapat
menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi
kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk menangkap hubungan antara
pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata. Ketiga, CTL
mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya
CTL bukan hanya mengharapkan siswa dapat memahami materi yang
dipelajarinya, akan tetapi bagaimana materi pelajaran dapat mewarnai
perilakunya dalam kehidupan seharihari.
Sehubungan dengan hal itu, terdapat lima karakteristik penting
dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL.
a. Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan
yang sudah ada, artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari
pengetahuan yang sudah dipelajari , dengan demikian pengetahuan
yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang
memiliki keterkaitan satu sama lain.
b. Pembelajaran kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh
dan menambah pengetahuan baru. Pengetahuan baru, itu diperoleh
dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan
mempelajari secara keseluruhan, kemudian memerhatikan detailnya.
c. Pemahaman pengetahuan (understansing knowledge), artinya
pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk
dipahami, diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan dari
yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan berdasarkan
tanggapan tersebut baru pengetahuan itu dikembangkan
d. Mempraktikan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying
knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya
harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak
perubahan perilaku siswa.
e. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi
pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan balik
untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.
5. Penerapan Strategi Pembelajaran Kontekstual dalam Penanaman Budi
Pekerti
Pola Pembelajaran CTL
a. Pendahuluan
1) Guru menjelaskan tiga komponen budi pekerti, yaitu keberagaman,
kemandirian, dan kesusilaan. Serta menjelaskan pentingnya budi
pekerti dalam pembentukan kepribadian.
2) Guru menjelaskan prosedur pembelajaran CTL :
a) Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan
jumlah siswa
b) Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan observasi,
observasi dilakukan di lingkungan rumah masing masing siswa.
Setiap kelompok melakukan observasi di lingkungan tempat
tinggal masingmasing.
c) Melalui observasi siswa ditugaskan untuk mencatat berbagai
komponen dalam budi pekerti yang ditemukan dilingkungan
rumahnya
3) Guru melakukan Tanya jawab sekitar tugas yang harus dikerjakan
oleh setiap siswa.
b. Inti
Di lapangan
1) Siswa melakukan observasi dilingkungan rumah masingmasing
2) Siswa mencatat halhal yang mereka temukan tentang budi pekerti
di lingkungan rumah masingmasing
Di dalam kelas
1) Siswa mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan
kelompoknya masing
2) Siswa melaporkan hasil diskusi
3) Setiap kelompok menjawab setiap pertanyaan yang diajukan oleh
kelompok lain.
Penutup
1) Dengan bantuan guru siswa menyimpulkan hasil observasi sekitar
masalah budi pekerti, dan menyampaikan tiga komponen budi
pekerti yang sesuai dengan hasil pengamatan siswa
2) Guru menugaskan siswa untuk mengimplementasikan tiga
komponen budi pekerti ke dalam kehidupan seharihari, kemudian
membuat laporan tentang apa yang sudah siswa implemetasikan.
Dengan pembelajaran kontekstual, anak mengalami langsung
dalam kehidupan nyata. Sehingga diharapkan, dengan melihat teladan
langsung dalam kehidupan sehariharinya, anak dapat menirukan hal
tersebut.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Budi pekerti adalah kesadaran positif yang diaktualisasikan kedalam
tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam berinteraksi dengan Tuhan,
dengan sesama manusia maupun dengan alam/lingkungan. Budi pekerti menjadi
sangat penting untuk pembentukan karakter anak. Pembelajaran kontekstual
menjadi strategi yang tepat untuk menanamkan budi pekerti, tiga komponen budi
pekerti yaitu Keberagamaan, terdiri dari nilainilai; (a) kekhusukan hubungan
denganTuhan, (b) kepatuhan kepada Agama, (c) niat baik dan keikhlasan,
(d)perbuatan baik, (e) pembalasan atas perbuatan baik dan buruk. Kemandirian,
terdiri dari nilainilai; (a) harga diri, (b) disiplin, (c) etos kerja (kemauan untuk
berubah, hasrat mengejar kemajuan, cinta ilmu, teknologi dan seni), (d) rasa
tanggung jawab, (e) keberanian dan semangat, (f) keterbukaan, (g) pengendalian
diri. Kesusilaan, terdiri dari nilainilai; (a) cinta dan kasih sayang, (b)
kebersamaan, (c) kesetiakawanan, (d) tolongmenolong, (e) tenggang rasa, (f)
hormat menghormati, (g) kelayakan (kapatutan), (h) rasa malu, (i) kejujuran dan
(j) pernyataan terima kasih, permintaan maaf (rasa tahu diri). Ketiga komponen
tersebut diharapak bisa menciptakan manusia yang bermoral, berkarakter,
berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur merupakan tujuan dari pembangunan
manusia Indonesia yang kemudian diimplementasikan ke dalam tujuan pendidikan
nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Balitbang Dikbud. 1997. Pedoman Pembelajaran Budi Pekerti,. Jakarta: Pusbang
kurrandik.
Cahyoto,2002.Budi Pekerti Dalam Perspektif Pendidikan. Malang : Depdiknas
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah – Pusat Penataran Guru IPS dan
PMP Malang
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan .1989.Kamus Besar Bahasa
Indonesia.Jakarta : Balai Pustaka
Haidar Putra Daulay, (2004). Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan
Nasional di Indonesia. Jakarta: Prenada Media, Cet. ke1.
Kurikulum dan Pembelajaran. Bumi Aksara: Jakarta. 2001.
Sanjaya, Wina, 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta : KENCANA PREDANA MEDIA
Izzaty, Rita Eka dkk, 2008. Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta : UNY
PRESS