LINGKUNGAN DAN INTERAKSI SOSIAL PEMULUNG
LINGKUNGAN DAN INTERAKSI SOSIAL
Diajukan Oleh:
EKSA ZELMI SAPUTRA (12146453)
BUNGA INDAH LESTARI (12146569)
CANDRA MARTIANA PUTRI (12141685)
CHINTIA ANGGRAENI (12146852)
DIMAS NUGRAHA SIREGAR (12147005)
RUKMAN RUSDIAN (12147362)
RISKY AKHBAR (12146886)
SUSI IRAWATI (12146110)
PROGRAM STUDI MANAJEMEN INFORMATIKA
AKADEMI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER
BINA SARANA INFORMATIKA
2016
LINGKUNGAN DAN INTERAKSI SOSIAL PEMULUNG
A.Latar Belakang Masalah
Pemulung dipandang sebagai strata kasta paling bawah di dalam masyarakat kita.
Mungkin karena pekerjaan mereka yang bersinggungan langsung dengan sampah.Bahwasanya
hanya beberapa orang saja dari masyarakat kita yang menyadari sesungguhnya betapa besar
peran pemulung dalam pengelolaan sampah.
Apa yang dilakukan olehnya merupakan salah satu bentuk nyata dalam pengelolaan
lingkungan hidup, karena sampah-sampah yang diambil oleh pemulung adalah rata-rata
merupakan sampah organik seperti botol/gelas plastik air mineral, kardus-kardus
bekas, besi rongsokan, kaca dsb. Dan ternyata kesemuanya itu masih memiliki nilai
jual.Yang disisakan oleh pemulung adalah sampah-sampah organik yang bagian pengelolaannya
adalah tugas dari Pemerintah Daerah dalam hal ini adalah tugas dari Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kota.
Kami memilih tema ini karena kami merasa pemukiman pemulung selama ini
dianggap kumuh, kotor dan sampah masyarakat. Oleh sebab itu kami mengangkat tema ini agar
dapat menepis opini masyarakat dan kami juga ingin lebih mengetahui lebih dalam mengenai
pemukiman pemulung dan kehidupan sebagai pemulung. Kami melakukan observasi di
pemukiman pemulung di Gang sukun, Pondok aren, Tangerang. Alasan kami memilih di daerah
tersebut karena pemukiman pemulung itu berada di antara perumahan penduduk yang serba
mewah. Dalam lapak pemukiman pemulung tersebut, hanya terdiri dari 6 kepala keluarga yang
diantaranya, Bu Umi Kalsum. Saat diwawancarai beliau sangat ramah dan menjawab dengan
baik atas semua pertanyaan kami.
Sudah saatnya pemerintah memberikan konstribusi yang baik bagi pemulung agar
bisa dipandang positif untuk masyarakat. Tempatkan mereka pada posisi yang baik.Berikanlah
modal untuk bisa mengembangkan usaha ataupun membuat lapangan pekerjaan baru.Berikan
pendidikan yang layak agar mereka bisa menjadi anak bangsa yang berprestasi.
Pemulung adalah seseorang yang memiliki pekerjaan sebagai pencari barang yang sudah tidak
terpakai atau dalam kenyataan sehari-hari, maka orang yang berkecimpung dalam proses
pemulungan atau sebagai pemulung adalah orang yang bekerja sebagai pengais sampah, dimana
antara pemulung dan sampah sebagai dua sisi mata uang, dimana ada sampah pasti ada
pemulung dan dimana ada pemulung disitu ada sampah.
Dalam menjalani pekerjaannya, pemulung dapat dibedakan menjadi dua yaitu, pemulung
yang menetap dan pemulung yang tidak menetap. Pemulung menetap adalah pemulung yang
bermukim di gubuk-gubuk kardus, tripleks, terpal atau lainnya di sekitar tempat pembuangan
akhir sampah. Sedangkan yang termsuk dalam kelompok pemulung tidak menetap adalah
pemulung yang mencari sampah dari gang ke gang, jalanan, tong sampah warga, pinggir sungai
dan lainnya.
Tidak semua mereka yang berprofesi sebagai pemulung, seratus persen menggantungkan
penghasilannya dari memulung, tetapi ada juga yang hanya menjadikan memulung sebagai
pekerjaan sampingan atau untuk mencari uang tambahan.
Berikut beberapa alasan seseorang menggeluti profesi sebagai pemulung yang penulis dapatkan
dari hasil wawancara dengan pemulung di kawasan Kompleks Villa Bintaro Regency, Tangerang:
-
Faktor ekonomi (berasal dari keluarga yang kurang mampu.
Sulitnya mencari pekerjaan
Tingkat pendidikan yang rendah dan tidak memiliki keterampilan
Tidak ada modal untuk membuka suatu usaha
Pendidikan merupakan dasar dari pengembangan produktifitas kerja. Tingkat pendidikan
yang rendah, membuat pola pikir yang relatif sempit. Sebagian besar pemulung hanya tamat
pendidikan sekolah dasar. Kemudian didukung oleh faktor ekonomi keluarga yang tidak
berkecukupan.
Faktor yang lain adalah modal yang dimiliki sangat terbatas, sehingga sarana yang
digunakan oeh pemulung sangat sederhana. Yaitu, karung plastik dan gancu untuk mengungkit
sampah atau barang bekas.
B. KONDISI SOSIAL PEMULUNG
Kelompok masyarakat pemulung tidak memiliki organisasi formal atau yang bersifat
akademik namun secara informal, pemulung memiliki hubungan kerja sama yang serupa dengan
kegiatan kelompok organisasi. Pemulung biasanya diorganisir oleh beberapa kelompok.
Dari hasil observasi dan wawancara dengan beberapa pihak terkait, diketahui bahawa status
sosial pemulung dapat dibagi menjadi tiga yaitu,
· Pemulung
· Bos kecil
· Bos besar
Pemulung merupakan status sosial yang paling rendah. Ia bekerja untuk mengumpulkan sampah
seperti kaleng bekas, botol minuman bekas yang dikumpulkan dalam karung, kemudiam
diserahkan kepada bos kecil. Dalam ekonomi, pemulung dapat disetarakan dengan produsen.
Bos kecil merupakan orang yang menampung sampah-sampah dari para pemulung..
Sampah-sampah tersebut ditimbang untuk kemudian dihitung berapa berat sampah tersebut. Ia
memiliki tempat penampungan sampah. Rata-rata dari mereka dapat menampung hingga 2-5 ton
per hari. Dalam ekonomi, bos kecil apat disetarakan dengan peran pedagang pengumpul
(collector).
Bos besar memiliki tempat penampungan yang lebih besar dari bos kecil. Ia adalah
pengadah dari hasil kumpulan sampah bos kecil. Dalam ekonomi, bos besar dapat disetarakan
sebagai lembaga pemasaran atau agen.
Status sosial dan peran pemulung, membedakan tingkat pendapatannya. Dari hasil wawancara
dengan pemulung kawasan komplek, biasanya menghasilkan Rp 25.000,- per harinya.
Sedangkan bos kecil, dapat menghasilkan sekitar Rp 200.000,- dan bos besar menghasilkan Rp
500.000,- per hari.
Meskipun pemulung terlihat kumuh, tetapi secara finansial, mereka mampu menghidupi
keluarganya. Dalam sebulan, pemulung dapat menghasilkan sekitar Rp 700.000,-.
C. Interaksi Sosial Pemulung
Para pemulung umumnya memiliki pergaualan yang terbatas dan reasi yang sempit.
Jaringan sosial pemulung secara horizontal (hubungan dengan sesama pemulung), terlihat cukup
baik. Mereka saling tolong menolong sesamanya. Jika ada diantara mereka yang terkena
musibah, mereka meminta pertolongan dengan kawan seprofesi.
Jaringan sosial pemulung secara vertikal (hubungan dengan kelompok atas dan bawah),
terlihat cukup baik pula. Antara kelompok atas dan bawah saling berkepentingan. Kelompok
bawah (pemulung) membutukan kelompok atas (bos kecil atau agen) yang menjadi pengadah
hasil kumpulan barang bekas yang dikumpulkan pemulung. Tidak hanya kelompok bawah yang
bergantung kepada kelompok atas. Namun, kelompok atas pun memiliki kepentingan dengan
kelompok bawah. Para agen, membeli barang-barang bekas kumpulan pemulung.
Bagi agen, biasanya menyediakan minum dan makan sebagai biaya sosial. hal itu juga
untuk mempertahankan hubungan baik antara pemulung dengan pengadah atau agen. Dan jika
memerlukan uang untuk biaya pendidikan anaknya, misalnya, biasanya pemulung tidak segan
juga untuk meminjam uang kepada agen/bos kecil.
Pemulung-pemulung dapat melakukan kerjasama dalam bentuk uang yang disumbangkan
secara sukarela terhadap sesama pemulung yang terkena musibah. Sedangkan dari pihak bos
kecil/bos besar/agen biasanya memberikan bantuan seperti pinjaman uang (jika dalam jumlah
yang besar). Sedangkan jika dalam jumlah kecil, biasanya diberikan secara sukarela.
Diantara para pemulung, dalam menjalankan tugasnya juga terdapat persaingan, seperti
untuk mendapatkan hasil pulungan yang banyak dan wilayah operasi. Faktor kecekatan tangan,
keterampilan, dan daya tahan fisik yang akan menentukan seberapa banyak mereka dapat
mengumpulkan barang-barang bekas yang masih memiliki nilai ekonomi. Siapa yang kuat
fisiknya, pagi, siang, sore bahkan malam hari, dapat melakukan aktivitasnya sebagai pemulung,
maka akan lebih banyak juga barang-barang bekas yang didapat.
Persaingan antara pemulung dengan agen, biasanya berkaitan dengan harga pulungan.
Biasanya dihitung berdasarkan berat. Jika dalam kondisi ekonomi yang sedang sulit seperti
sekarang ini, biasanya harga barang hasil pulungan cenderung turun.
Dalam kepemilikan media komunikasi, dalam hal ini penggunaan telepon genggam,
hanya beberapa pemulung saja yang memiliki telepon genggam. Biasanya mereka adalah
pemulung masih remaja dan menggunakan telepon genggam untuk berkomunikasi dengan
teman-temannya.
D. Konflik Sosial Pemulung
Dalam kehidupan sosial suatu masyarakat, adanya persaingan yang tidak sehat, perbedaan
kepentingan dan komunikasi yang tidak terjalin dengan baik, dapat menimbulkan konflik sosial.
Kehidupan pemulung sebagai masyarakat miskin yang kumuh, tidak terlepas dari
konflik-konflik kehidupan. Selain mengembangkan jaringan sosial, juga berusaha memenuhi
kebutuhan hidupnya. Biasanya para pemulung memiliki pekerjaan sampingan lainnya seperti
beternak, membuka usaha warung makanan, atau bisa juga, memulung untuk tambahan uang
saja. Hal itu dilakukan untuk mengatasi himpitan kesulitan ekonomi.
Agar mampu bertahan hidup, mereka mengerahkan keluarganya untuk bekerja. Misalnya,
Ayah memulung di pagi, siang dan sore hari. Ibu, memulung di pagu hari saja dan Anak
memulung di sore hari, sepulang sekolah.
Menurut hasil obervasi yang didapat penulis, konflik-konflik kecil juga dapat terjadi di
kalangan pemulung dan agen. Biasanya masalah yang terjadi adalah pemulung menjual hasil
pulungannya kepada pihak lainnya (bos kecil) dengan alasan untuk menghindari dipotongnya
penghasilan untuk membayar utang si pemulung tersebut. Atau bisa juga untuk mencari selisih
harga beli yang lebih menguntungkan.
Melihat profesi pemulung yang akrab dengan sampah dan barang-barang bekas, tak jarang
mereka yang tak kuat fisiknya terserang penyakit. Dalam hal ini, jaminan kesehatan untuk
pemulung masih sangat minim. Tak jarang pemulung dianggap penduduk ilegal sehingga
terkadang, mereka tidak mendapat perlakuan kesejahteraan yang sama dengan masyarakat
lainnya.
Mengenai status kependudukan mereka pun terkadang tidak jelas. Sebagian pemulung tidak
memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP). Kalaupun ada, KTP tersebut berasal dari tanah lahir
mereka dan bukan KTP dari daerah mereka bermukim. Misalnya, Pemulung yang berasal dari
daerah Bandung kemudian bermukim di Jakarta. Namun, identitas KTP-nya daerah Bandung.
Tetapi secara umum, konflik-konflik yang terjadi di kalangan pemulung, masih dapat
dikendalikan dengan baik dan kehidupan sosial ekonomi pemulung berjalan dengan baik.
E. Penilaian Masyarakat Umum Terhadap Pemulung
Penilaian pemulung di mata masyarakat masih dianggap kurang baik. Hal ini disebabkan
oleh tingkah laku beberapa pemulung yang suka jahil mencuri. Sudah banyak terjadi kasus
pemulung yang memasuki kawasan perumahan, mencuri sepeda motor milik warga. Oleh karena
itu sudah banyak warga yang melarang pemulung memasuki kawasan perumahannya karena
dianggap meresahkan warga.
Namun, tidak semua masyarakat beranggapan negatif terhadap pemulung. Karena. di
balik sisi negatif para pemulung yang suka jahil mengambil barang berharga milik warga,
pemulung juga memiliki peran yang mulia. Pemulung memilki kontribusi nyata alam
mewujudkan sebuah kota yang bersih dari sampah.
Masyarakat juga enggan untuk berinteraksi sacara langsung atau untuk menjalin
hubungan kekerabatan dengan pemulung. Hal ini dikarenakan pemulung yang berpakaian kotor
dan cenderung kumuh.
Perhatian masyarakat terhadap pemulung dan keluarga pemulung juga kurang. Padahal
sebenarnya mereka membutuhkan perhatian dan dorongan materil maupun sosial dari
masyarakat sekitarnya.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Faktor yang menyebabkan seseorang berprofesi sebagai pemulung antara lain adalah
faktor ekonomi, keterbatasan pendidikan atau ilmu dan keterbatasan modal. Mereka memilih
pekerjaan tersebut karena memulung merupakan pekerjaan informal yang tidak menuntut syarat
akademik.
Interaksi sosial bagi pemulung, memudahkan sirkulasi pengumpulan dan jual beli barang bekas.
Strategi yang dikembangkan pemulung agar tetap bertahan hidup adalah dengan cara
mempertahankan jaringan sosial baik secara vertikal maupun horizontal.
Banyak orang yang memandang sebelah mata profesi pemulung. Padahal keberadaan mereka
sangat membantu masyarakat maupun pemerintahan setempat, terutama dalam upaya
membersihkan limbah plastik yang tidak terurai dari dalam tanah.
Meski cukup memberi banyak jasa terhadap masyrakat sekitar, namun perhatian masyarakat
umum terhadap pemulung relatif kecil.
B. Saran
1. Hendaknya pemerintah dan masyarakat memperhatikan kesehatan para pemulung.
2. Para pemulung melegalkan status kependudukan mereka agar lebih mudah memperoleh
pelayanan seperti pelayanan kesehatan, bantuan dari pemerintahan dan sebagainya.
3. Adanya program sekolah gratis bagi anak pemulung.
4. Pemukiman pemulung tidak kumuh dan kotor. Karena lingkungan yang kumuh dan kotor
adalah sumber penyakit.
Diajukan Oleh:
EKSA ZELMI SAPUTRA (12146453)
BUNGA INDAH LESTARI (12146569)
CANDRA MARTIANA PUTRI (12141685)
CHINTIA ANGGRAENI (12146852)
DIMAS NUGRAHA SIREGAR (12147005)
RUKMAN RUSDIAN (12147362)
RISKY AKHBAR (12146886)
SUSI IRAWATI (12146110)
PROGRAM STUDI MANAJEMEN INFORMATIKA
AKADEMI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER
BINA SARANA INFORMATIKA
2016
LINGKUNGAN DAN INTERAKSI SOSIAL PEMULUNG
A.Latar Belakang Masalah
Pemulung dipandang sebagai strata kasta paling bawah di dalam masyarakat kita.
Mungkin karena pekerjaan mereka yang bersinggungan langsung dengan sampah.Bahwasanya
hanya beberapa orang saja dari masyarakat kita yang menyadari sesungguhnya betapa besar
peran pemulung dalam pengelolaan sampah.
Apa yang dilakukan olehnya merupakan salah satu bentuk nyata dalam pengelolaan
lingkungan hidup, karena sampah-sampah yang diambil oleh pemulung adalah rata-rata
merupakan sampah organik seperti botol/gelas plastik air mineral, kardus-kardus
bekas, besi rongsokan, kaca dsb. Dan ternyata kesemuanya itu masih memiliki nilai
jual.Yang disisakan oleh pemulung adalah sampah-sampah organik yang bagian pengelolaannya
adalah tugas dari Pemerintah Daerah dalam hal ini adalah tugas dari Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kota.
Kami memilih tema ini karena kami merasa pemukiman pemulung selama ini
dianggap kumuh, kotor dan sampah masyarakat. Oleh sebab itu kami mengangkat tema ini agar
dapat menepis opini masyarakat dan kami juga ingin lebih mengetahui lebih dalam mengenai
pemukiman pemulung dan kehidupan sebagai pemulung. Kami melakukan observasi di
pemukiman pemulung di Gang sukun, Pondok aren, Tangerang. Alasan kami memilih di daerah
tersebut karena pemukiman pemulung itu berada di antara perumahan penduduk yang serba
mewah. Dalam lapak pemukiman pemulung tersebut, hanya terdiri dari 6 kepala keluarga yang
diantaranya, Bu Umi Kalsum. Saat diwawancarai beliau sangat ramah dan menjawab dengan
baik atas semua pertanyaan kami.
Sudah saatnya pemerintah memberikan konstribusi yang baik bagi pemulung agar
bisa dipandang positif untuk masyarakat. Tempatkan mereka pada posisi yang baik.Berikanlah
modal untuk bisa mengembangkan usaha ataupun membuat lapangan pekerjaan baru.Berikan
pendidikan yang layak agar mereka bisa menjadi anak bangsa yang berprestasi.
Pemulung adalah seseorang yang memiliki pekerjaan sebagai pencari barang yang sudah tidak
terpakai atau dalam kenyataan sehari-hari, maka orang yang berkecimpung dalam proses
pemulungan atau sebagai pemulung adalah orang yang bekerja sebagai pengais sampah, dimana
antara pemulung dan sampah sebagai dua sisi mata uang, dimana ada sampah pasti ada
pemulung dan dimana ada pemulung disitu ada sampah.
Dalam menjalani pekerjaannya, pemulung dapat dibedakan menjadi dua yaitu, pemulung
yang menetap dan pemulung yang tidak menetap. Pemulung menetap adalah pemulung yang
bermukim di gubuk-gubuk kardus, tripleks, terpal atau lainnya di sekitar tempat pembuangan
akhir sampah. Sedangkan yang termsuk dalam kelompok pemulung tidak menetap adalah
pemulung yang mencari sampah dari gang ke gang, jalanan, tong sampah warga, pinggir sungai
dan lainnya.
Tidak semua mereka yang berprofesi sebagai pemulung, seratus persen menggantungkan
penghasilannya dari memulung, tetapi ada juga yang hanya menjadikan memulung sebagai
pekerjaan sampingan atau untuk mencari uang tambahan.
Berikut beberapa alasan seseorang menggeluti profesi sebagai pemulung yang penulis dapatkan
dari hasil wawancara dengan pemulung di kawasan Kompleks Villa Bintaro Regency, Tangerang:
-
Faktor ekonomi (berasal dari keluarga yang kurang mampu.
Sulitnya mencari pekerjaan
Tingkat pendidikan yang rendah dan tidak memiliki keterampilan
Tidak ada modal untuk membuka suatu usaha
Pendidikan merupakan dasar dari pengembangan produktifitas kerja. Tingkat pendidikan
yang rendah, membuat pola pikir yang relatif sempit. Sebagian besar pemulung hanya tamat
pendidikan sekolah dasar. Kemudian didukung oleh faktor ekonomi keluarga yang tidak
berkecukupan.
Faktor yang lain adalah modal yang dimiliki sangat terbatas, sehingga sarana yang
digunakan oeh pemulung sangat sederhana. Yaitu, karung plastik dan gancu untuk mengungkit
sampah atau barang bekas.
B. KONDISI SOSIAL PEMULUNG
Kelompok masyarakat pemulung tidak memiliki organisasi formal atau yang bersifat
akademik namun secara informal, pemulung memiliki hubungan kerja sama yang serupa dengan
kegiatan kelompok organisasi. Pemulung biasanya diorganisir oleh beberapa kelompok.
Dari hasil observasi dan wawancara dengan beberapa pihak terkait, diketahui bahawa status
sosial pemulung dapat dibagi menjadi tiga yaitu,
· Pemulung
· Bos kecil
· Bos besar
Pemulung merupakan status sosial yang paling rendah. Ia bekerja untuk mengumpulkan sampah
seperti kaleng bekas, botol minuman bekas yang dikumpulkan dalam karung, kemudiam
diserahkan kepada bos kecil. Dalam ekonomi, pemulung dapat disetarakan dengan produsen.
Bos kecil merupakan orang yang menampung sampah-sampah dari para pemulung..
Sampah-sampah tersebut ditimbang untuk kemudian dihitung berapa berat sampah tersebut. Ia
memiliki tempat penampungan sampah. Rata-rata dari mereka dapat menampung hingga 2-5 ton
per hari. Dalam ekonomi, bos kecil apat disetarakan dengan peran pedagang pengumpul
(collector).
Bos besar memiliki tempat penampungan yang lebih besar dari bos kecil. Ia adalah
pengadah dari hasil kumpulan sampah bos kecil. Dalam ekonomi, bos besar dapat disetarakan
sebagai lembaga pemasaran atau agen.
Status sosial dan peran pemulung, membedakan tingkat pendapatannya. Dari hasil wawancara
dengan pemulung kawasan komplek, biasanya menghasilkan Rp 25.000,- per harinya.
Sedangkan bos kecil, dapat menghasilkan sekitar Rp 200.000,- dan bos besar menghasilkan Rp
500.000,- per hari.
Meskipun pemulung terlihat kumuh, tetapi secara finansial, mereka mampu menghidupi
keluarganya. Dalam sebulan, pemulung dapat menghasilkan sekitar Rp 700.000,-.
C. Interaksi Sosial Pemulung
Para pemulung umumnya memiliki pergaualan yang terbatas dan reasi yang sempit.
Jaringan sosial pemulung secara horizontal (hubungan dengan sesama pemulung), terlihat cukup
baik. Mereka saling tolong menolong sesamanya. Jika ada diantara mereka yang terkena
musibah, mereka meminta pertolongan dengan kawan seprofesi.
Jaringan sosial pemulung secara vertikal (hubungan dengan kelompok atas dan bawah),
terlihat cukup baik pula. Antara kelompok atas dan bawah saling berkepentingan. Kelompok
bawah (pemulung) membutukan kelompok atas (bos kecil atau agen) yang menjadi pengadah
hasil kumpulan barang bekas yang dikumpulkan pemulung. Tidak hanya kelompok bawah yang
bergantung kepada kelompok atas. Namun, kelompok atas pun memiliki kepentingan dengan
kelompok bawah. Para agen, membeli barang-barang bekas kumpulan pemulung.
Bagi agen, biasanya menyediakan minum dan makan sebagai biaya sosial. hal itu juga
untuk mempertahankan hubungan baik antara pemulung dengan pengadah atau agen. Dan jika
memerlukan uang untuk biaya pendidikan anaknya, misalnya, biasanya pemulung tidak segan
juga untuk meminjam uang kepada agen/bos kecil.
Pemulung-pemulung dapat melakukan kerjasama dalam bentuk uang yang disumbangkan
secara sukarela terhadap sesama pemulung yang terkena musibah. Sedangkan dari pihak bos
kecil/bos besar/agen biasanya memberikan bantuan seperti pinjaman uang (jika dalam jumlah
yang besar). Sedangkan jika dalam jumlah kecil, biasanya diberikan secara sukarela.
Diantara para pemulung, dalam menjalankan tugasnya juga terdapat persaingan, seperti
untuk mendapatkan hasil pulungan yang banyak dan wilayah operasi. Faktor kecekatan tangan,
keterampilan, dan daya tahan fisik yang akan menentukan seberapa banyak mereka dapat
mengumpulkan barang-barang bekas yang masih memiliki nilai ekonomi. Siapa yang kuat
fisiknya, pagi, siang, sore bahkan malam hari, dapat melakukan aktivitasnya sebagai pemulung,
maka akan lebih banyak juga barang-barang bekas yang didapat.
Persaingan antara pemulung dengan agen, biasanya berkaitan dengan harga pulungan.
Biasanya dihitung berdasarkan berat. Jika dalam kondisi ekonomi yang sedang sulit seperti
sekarang ini, biasanya harga barang hasil pulungan cenderung turun.
Dalam kepemilikan media komunikasi, dalam hal ini penggunaan telepon genggam,
hanya beberapa pemulung saja yang memiliki telepon genggam. Biasanya mereka adalah
pemulung masih remaja dan menggunakan telepon genggam untuk berkomunikasi dengan
teman-temannya.
D. Konflik Sosial Pemulung
Dalam kehidupan sosial suatu masyarakat, adanya persaingan yang tidak sehat, perbedaan
kepentingan dan komunikasi yang tidak terjalin dengan baik, dapat menimbulkan konflik sosial.
Kehidupan pemulung sebagai masyarakat miskin yang kumuh, tidak terlepas dari
konflik-konflik kehidupan. Selain mengembangkan jaringan sosial, juga berusaha memenuhi
kebutuhan hidupnya. Biasanya para pemulung memiliki pekerjaan sampingan lainnya seperti
beternak, membuka usaha warung makanan, atau bisa juga, memulung untuk tambahan uang
saja. Hal itu dilakukan untuk mengatasi himpitan kesulitan ekonomi.
Agar mampu bertahan hidup, mereka mengerahkan keluarganya untuk bekerja. Misalnya,
Ayah memulung di pagi, siang dan sore hari. Ibu, memulung di pagu hari saja dan Anak
memulung di sore hari, sepulang sekolah.
Menurut hasil obervasi yang didapat penulis, konflik-konflik kecil juga dapat terjadi di
kalangan pemulung dan agen. Biasanya masalah yang terjadi adalah pemulung menjual hasil
pulungannya kepada pihak lainnya (bos kecil) dengan alasan untuk menghindari dipotongnya
penghasilan untuk membayar utang si pemulung tersebut. Atau bisa juga untuk mencari selisih
harga beli yang lebih menguntungkan.
Melihat profesi pemulung yang akrab dengan sampah dan barang-barang bekas, tak jarang
mereka yang tak kuat fisiknya terserang penyakit. Dalam hal ini, jaminan kesehatan untuk
pemulung masih sangat minim. Tak jarang pemulung dianggap penduduk ilegal sehingga
terkadang, mereka tidak mendapat perlakuan kesejahteraan yang sama dengan masyarakat
lainnya.
Mengenai status kependudukan mereka pun terkadang tidak jelas. Sebagian pemulung tidak
memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP). Kalaupun ada, KTP tersebut berasal dari tanah lahir
mereka dan bukan KTP dari daerah mereka bermukim. Misalnya, Pemulung yang berasal dari
daerah Bandung kemudian bermukim di Jakarta. Namun, identitas KTP-nya daerah Bandung.
Tetapi secara umum, konflik-konflik yang terjadi di kalangan pemulung, masih dapat
dikendalikan dengan baik dan kehidupan sosial ekonomi pemulung berjalan dengan baik.
E. Penilaian Masyarakat Umum Terhadap Pemulung
Penilaian pemulung di mata masyarakat masih dianggap kurang baik. Hal ini disebabkan
oleh tingkah laku beberapa pemulung yang suka jahil mencuri. Sudah banyak terjadi kasus
pemulung yang memasuki kawasan perumahan, mencuri sepeda motor milik warga. Oleh karena
itu sudah banyak warga yang melarang pemulung memasuki kawasan perumahannya karena
dianggap meresahkan warga.
Namun, tidak semua masyarakat beranggapan negatif terhadap pemulung. Karena. di
balik sisi negatif para pemulung yang suka jahil mengambil barang berharga milik warga,
pemulung juga memiliki peran yang mulia. Pemulung memilki kontribusi nyata alam
mewujudkan sebuah kota yang bersih dari sampah.
Masyarakat juga enggan untuk berinteraksi sacara langsung atau untuk menjalin
hubungan kekerabatan dengan pemulung. Hal ini dikarenakan pemulung yang berpakaian kotor
dan cenderung kumuh.
Perhatian masyarakat terhadap pemulung dan keluarga pemulung juga kurang. Padahal
sebenarnya mereka membutuhkan perhatian dan dorongan materil maupun sosial dari
masyarakat sekitarnya.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Faktor yang menyebabkan seseorang berprofesi sebagai pemulung antara lain adalah
faktor ekonomi, keterbatasan pendidikan atau ilmu dan keterbatasan modal. Mereka memilih
pekerjaan tersebut karena memulung merupakan pekerjaan informal yang tidak menuntut syarat
akademik.
Interaksi sosial bagi pemulung, memudahkan sirkulasi pengumpulan dan jual beli barang bekas.
Strategi yang dikembangkan pemulung agar tetap bertahan hidup adalah dengan cara
mempertahankan jaringan sosial baik secara vertikal maupun horizontal.
Banyak orang yang memandang sebelah mata profesi pemulung. Padahal keberadaan mereka
sangat membantu masyarakat maupun pemerintahan setempat, terutama dalam upaya
membersihkan limbah plastik yang tidak terurai dari dalam tanah.
Meski cukup memberi banyak jasa terhadap masyrakat sekitar, namun perhatian masyarakat
umum terhadap pemulung relatif kecil.
B. Saran
1. Hendaknya pemerintah dan masyarakat memperhatikan kesehatan para pemulung.
2. Para pemulung melegalkan status kependudukan mereka agar lebih mudah memperoleh
pelayanan seperti pelayanan kesehatan, bantuan dari pemerintahan dan sebagainya.
3. Adanya program sekolah gratis bagi anak pemulung.
4. Pemukiman pemulung tidak kumuh dan kotor. Karena lingkungan yang kumuh dan kotor
adalah sumber penyakit.