PENGARUH KEBIJAKAN BEA KELUAR TERHADAP P

PAPER INDIVIDU

PENGARUH KEBIJAKAN BEA KELUAR
TERHADAP PENAWARAN EKSPOR BIJI KAKAO
DARI INDONESIA KE MALAYSIA, SINGAPURA
DAN INDIA
MATA KULIAH
Ekonomika Mikro Terapan
Dosen : Prof. Catur Sugiyanto, M.A., Ph.D.

Nama

: Dwi Yulianto

NIM

: 17/417115/PEK/22678

No.urut

:8


PROGRAM MAGISTER EKONOMIKA PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA

TAHUN 2017

ABSTRAK
Salah satu komoditas utama yang menjadi unggulan dari sektor perkebunan adalah kakao. Biji
kakao juga turut berperan dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan
agroindustri. Total produksi kakao Indonesia yang tinggi jika dibandingkan dengan tingkat
permintaan kakao dalam negeri yang rendah, maka sebagian besar hasil produksi kakao
ditujukan untuk ekspor. Tiga negara utama tujuan ekspor biji kakao adalah Malaysia, Singapura
dan India. Penelitian ini bertujuan untuk mencari pengaruh kebijakan bea keluar biji kakao
terhadap volume ekspor biji kakao ke negara Malaysia, Singapura dan India. Variabel penjelas
utama yaitu pengenaan kebijakan bea keluar, sedangkan variabel yang digunakan sebagai kontrol
adalah jumlah produksi kakao di Indonesia, Harga kakao Indonesia, Kurs Rupiah terhadap dollar,
dan pertumbuhan PDB negara Malaysia, Singapura dan India. Hasil dari penelitian ini adalah
kebijakan pengenaan bea keluar berpengaruh secara signifikan terhadap volume ekspor biji
kakao Indonesia ke negara Malaysia, Singapura dan India.

Keywords: ekspor, biji kakao, bea keluar
TUJUAN


Mengetahui pengaruh kebijakan bea keluar ekspor biji kakao terhadap volume penawaran
ekspor biji kakao ke negara Malaysia, Singapura dan India.

LATAR BELAKANG
Sektor perkebunan Indonesia merupakan salah satu yang berperan penting bagi perekonomian
nasional karena mengandalkan beberapa hasil komoditas unggulan yang dipasarkan
diperdagangan internasional. Salah satu komoditas utama yang menjadi unggulan dari sektor
perkebunan adalah kakao. Biji kakao juga turut berperan dalam mendorong pengembangan
wilayah dan pengembangan agroindustri (Puspita, 2015).
Dewan Kakao Indonesia (Dekaindo) juga menyatakan bahwa Indonesia berada diperingkat
ketiga dunia sebagai produsen kakao terbesar di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana pada

3

tahun 2013 serta mendapat pengakuan dan sudah resmi bergabung dengan organisasi kakao
internasional atau ICCO (International Cocoa Council Oganization).

Berdasarkan data hasil produksi kakao di Indonesia, tingkat permintaan kakao dalam negeri
masih terbilang sedikit dibandingkan dengan total produksi kakao. Permintaan kakao dapat
dilihat berdasarkan tingkat konsumsi dan kebutuhan masyarakat di suatu egara. Total produksi
kakao Indonesia yang tinggi jika dibandingkan dengan tingkat permintaan kakao dalam negeri
yang rendah, maka sebagian besar hasil produksi kakao ditujukan untuk ekspor.
Berdasarkan data BPS, eskpor biji kakao pada tahun 2016 sebesar 28,33 ribu ton atau senilai
USD 83,97 juta menurun dibandingkan ekspor kakao tahun sebelumnya yang 39,62 ribu ton atau
USD 114,98 juta. Negara tujuan utama ekspor biji kakao pada tahun 2016 adalah ke negara
Malaysia dengan sebesar 19,1 ribu ton atau sebanyak 67,52% dari total ekspor biji kakao dari
indonesia. Jumlah tersebut mengalami penurunan sebesar 32,42 persen dibandingkan tahun
sebelumnya yang sebanyak 28,31 ribu ton. Negara berikutnya yang menjadi negara tujuanutama
ekspor biji kakao adalah Singapura. Ekspor ‘biji kakao dari Indonesia ke Singapura pada tahun
2016 adalah sebanyak 7,4 ribu ton atau memiliki porsi sebesar 26,17 persen dari total ekspor biji
kakao. Ekspor pada tahun 2016 ini mengalami kenaikan dibandingkan ekspor tahun sebelumnya
yang naik sebanyak 26,73 persen dari volume ekspor tahun sebelumnya yang sebanyak 5,85 ribu
ton. Setelah singapura, negara tujuan utama ekspor biji kakao selanjutnya adalah ke negara india.
Ekspor biji kakao dari Indonesia ke negara india pada tahun 2016 adalah sebanyak 670 ton.
Mengalami peningkatan volume sebesar 123 persen dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar
300 ton.
Berbagai kebijakan telah dibuat pemerintah untuk terus mengembangkan komoditas ini, mulai

dari hulu sampai ke hilir. Di sektor hulu, pemerintah telah melakukan revitalisasi tanaman kakao
dalam bentuk peningkatan kuantitas dan kualitas produksi. Di sektor hilir pemerintah telah
banyak berupaya untuk meningkatkan perolehan nilai tambah dari komoditas ini.
4

Dalam kerangka kebijakan ini, pemerintah pun telah menghapus Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
sebesar 10 persen untuk seluruh komoditas primer, termasuk komoditas kakao, yang
diperdagangkan di dalam negeri agar mampu menumbuhkan industri pengolahan dalam negeri.
Kebijakan ini kemudian didukung dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 67/PMK.011/2010
tanggal 22 Maret 2010 tentang pengenaan bea keluar (BK) terhadap ekspor biji kakao yang telah
beberapa kali direvisi, yang terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan No.13/PMK.010/2017
tentang penetapan barang ekspor yang dikenakan bea keluar dan tarif bea keluar. Tujuan
kebijakan ini adalah untuk menjamin pasokan kakao dalam negeri agar industri-industri kakao di
dalam negeri berkembang baik. Banyaknya biji kakao yang diekspor kelihatannya telah
menyebabkan pasok domestik kakao semakin berkurang untuk memenuhi kebutuhan industri
dalam negeri.
Dengan adanya kebijakan mengenai bea keluar ekspor biji kakao, maka timbul pertanyaan
apakah kebijakan ini akan berpengaruh terhadap volume ekspor biji kakao ke tiga negara tujuan
ekspor biji kakao. Maka dari itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
kebijakan bea keluar ekspor biji kakao terhadap volume ekspor biji kakao ke tiga negara utama

tujuan ekspor yaitu Malaysia,Singapura dan India.
PENELITIAN SEBELUMNYA
Penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini antara lain:
Arsyad dkk (2011) dengan judul penelitian Analisis Dampak Kebijakan Pajak Ekspor Dan
Subsidi Harga Pupuk Terhadap Produksi Dan Ekspor Kakao Indonesia Pasca Putaran Uruguay.
Hasildari penelitian ini ekspor kakao dipengaruhi oleh harga ekspor, pertumbuhan produksi,
‘nilai tukar rupiah terhadap dollar dan tren waktu. Sedangkan dalam simulasi menunjukkan bila
terjadi pengenaan kebijakan bea keluar akan menurunkan produksi kakao dan akhirnya
menurunkan ekspor kakao dari Indonesia.
Puspita dkk (2015) Pengaruh Produksi Kakao Domestik, Harga Kakao Internasional, Dan Nilai
Tukar Terhadap Ekspor Kakao Indonesia Ke Amerika Serikat (Studi pada Ekspor Kakao Periode
5

Tahun 2010-2013) penelitian ini bertujuan mencari pengaruh Produksi Kakao Domestik, Harga
Kakao Internasional, dan Nilai Tukar terhadap volume Ekspor Kakao Indonesia ke Amerika
Serikat. Hasilnya produksi kakao domestik dan harga kakao internasional berpengaruh signifikan
terhadap ekspor biji kakao ke Amerika Serikat.
Lolowang (1999) Analisis Penawaran dan Permintaan Kakao Indonesia di Pasar Domestik dan
Internasional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku areal tanam dan produktifitas kakao berdasarkan kawasan, penawaran ekspor indonesia

serta perdagangan internasional. Selain itu juga menganalisa dampak kebijakan pemerintah dan
perubahan eksternal terhadap pasar domestik dan pasar internasional.
Pambudi (2011) analisis faktor-faktor yang mempengaaruhi ekspor biji kakao ke Malaysia dan
Singapura. Daripenelitian tersebut didapatkan hasil bahwa untuk model ekspor biji kakao ke
Malaysia terdapat tiga variabel yang signifikan yaitu harga biji kakao, GDP Malaysia, harga biji
kakao dari negara pesaing, dan untuk model ekspor biji kakao ke Singapura terdapat dua variabel
yang signifikan yaitu harga biji kakao dan harga biji kakao dari negara pesaing.
Penelitian lainnya yaitu yang dilakukan oleh Putri dkk (2014) yang berjudul Pengaruh Kebijakan
Pajak Ekspor (Bea Keluar) Terhadap Variabel-Variabel Perdagangan Biji Kakao Indonesia.
Tujuan daripenelitian ini adalah untuk melihat pengaruh kebijakan pajak ekspor terhadap volume
ekspor biji kakao dan untuk melihat pengaruh pajak ekspor terhadap ketersediaan domestik biji
kakao. Hasilnya adalah Pajak ekspor memiliki pengaruh terhadap volume ekspor, ketersediaan
domestik dan harga domestik. Kemudian analisis data menunjukkan bahwa pajak ekspor telah
menekan volume ekspor dan meningkatkan ketersediaan dalam negeri.
METODOLOGI PENELITIAN
Data yang digunakan merupakan data sekunder yang didapatkan dari BPS, Bank Indonesia,
Kementerian Pertanian, asosiasi kakao indonesia (ASKINDO), International Cocoa Organization
(ICCO) dan World Bank. Data-data yang digunakan dalam analisa yaitu nilai dan ekspor biji

6


kakao periode tahun 2001-2016, hasil produksi kakao, kurs nilai rupiah terhadap dollar amerika
serikat, harga kakao dunia, PDB Malaysia, Singapura dan India.
Metode analisis yang digunakan untuk mencari pengaruh kebijakan bea keluar terhadap volume
ekspor adalah menggunakan Ordinary Least Square (OLS). Dalam penelitian ini dilakukan 3
model penelitian, yaitu (1) model penelitian untuk mencari pengaruh kebijakan bea keluar
terhadap volume ekspor biji kakao ke Malaysia, (2) model penelitian untuk mencari pengaruh
kebijakan bea keluar terhadap volume ekspor biji kakao ke Singapura, dan (3) model penelitian
untuk mencari pengaruh kebijakan bea keluar terhadap volume ekspor biji kakao ke India.
Variabel kontrol yang digunakan untuk mengetahui pengaruh kebijakan bea keluar terhadap
volume ekspor adalah jumlah produksi kakao di Indonesia, Harga kakao Indonesia, Kurs Rupiah
terhadap dollar, dan pertumbuhan PDB negara Malaysia, Singapura dan India. Model-model
tersebut yaitu :
(1) Model pengaruh kebijakan bea keluar terhadap volume ekspor biji kakao ke Malaysia
XKM =α 0+ α 1 BK + α 2 PK + α 3 HKI + α 4 KRD+ α 5 GPDBM + α 6 tren+e
(2) Model pengaruh kebijakan bea keluar terhadap volume ekspor biji kakao ke Singapura
XKS=β 0 + β 1 BK + β 2 PK + β 3 HKI + β 4 KRD+ β 5 GPDBS + β 6 tren+ e

(3) Model pengaruh kebijakan bea keluar terhadap volume ekspor biji kakao ke India
XKI =γ 0+ γ 1 BK + γ 2 PK + γ 3 HKI + γ 4 KRD+ γ 5 GPDBI + γ 6 tren+e

Keterangan :
XKM : volume ekspor biji kakao Indonesia ke Malaysia
XKS : Volume ekspor biji kakao Indonesia ke Singapura
XKI : Volume ekspor biji kakao Indonesia ke India
BK : Variabel dummy, bernilai 1 jika kebijakan bea keluar diterapkan
PK : Jumlah produksi kakao di Indonesia
7

HKI : Harga biji kakao asal Indonesia
KRD : Nilai tukar rupiah terhadap dollar
GPDBM : Pertumbuhan PDB negara Malaysia
GPDBS : Pertumbuhan PDB negara Singapura
GPDBI : Pertumbuhan PDB negara India
Tren : tren waktu
Untuk menilai apakah analisis regresi bisa dilakukan untuk model persamaan diatas dilakukan uji
normalitas, uji autokrelasi,dan uji multikolinearitas.
HASIL ANALISIS
Tahap awal dalam pengujian regresi OLS adalah melakukan pengujian untuk menilai apakah
model dari persamaan yang dibentuk bisa dilakukan analisis lebih lanjut. Pengujian-pengujian
yang dilakukan adaah uji normalitas, uji autokorelasi, uji multikolinearitas. Selain itu juga

dilakukan uji homokedastisitas untuk ketiga model tersebut.
a. Uji Normalitas
Berdasarkan uji normalitas yang dilakukan terhadap error dari ketiga model didapatkan hasil
sebagai berikut :
Tabel 1. Shapiro-Wilk W test for normal data
Variable
eM
eS
eI

Obs
16
16
16

W
0.97891
0.97442
0.95372


V
0.427
0.518
0.938

z
-1.689
-1.305
-0.128

Prob>z
0.95438
0.90409
0.55088

Berdasarkan tabel 1 di atas, dapat dilihat bahwa residual dari ketiga model berdistribusi
normal. Hal ini karena pada uji normaitas menggunakan Shapiro-Wilk W test nilai Prob>z
untuk ketiga model lebih besar dari 0,05.
b. Uji Autokorelasi


8

Untuk melihat adanya autokorelasi apa tidak, pengujian yang dilakukan menggunakan
Durbin Watson test. Hasil dari pengujian ini untuk ketiga model yaitu :
Batas bawah (dL) = 7
Batas atas (dU) = 16
Nilai DW :
Model Malaysia = 3.138403
Model Singapura = 1.497426
Model India = 2.274864
Dari ketiga model di atas, nilai statistik Durbin watsonnya < batas bawah. Hal ini berarti
untuk ketiga model di atas ada gejala autokorelasi. Ada korelasi positif atau kecenderungan ρ
= 1.
c. Uji Multikolinearitas
Pengujian untuk melihat adanya korelasi antara variabel independent menggunakan Variance
Inflation Factor (VIF). Hasil dari pengujian tersebut adalah


Model Malaysia : ada korelasi yang cukup tinggi antara variabel tren dengan variabel BK
dan HKI.



Model Singapura : ada korelasi yang cukup tinggi antara variabel tren dengan variabel
BK.



Model India : ada korelasi yang cukup tinggi antara variabel tren dengan variabel BK.

d. Uji Homokesdastisitas
Uji homokedastisitas digunakan untuk melihat apakah model tersebut memiliki varians yang
konstan. Metode yang digunakan adalah Breusch-Pagan test. Hasilnya sebagai berikut :
Variabel
XKM

chi2(1)
0.01

Prob > chi2
0.9385
9

XKS
XKI

0.57
0.97

0.4487
0.3247

Dari hasil diatas berarti untuk ketiga model di atas tidak terdeteksi adanya heterokedastisitas
atau berarti variannya konstan (homokedastisitas).
Hasil dari pemodelan regresi yang didapat untuk ketiga model di atas adalah sebagai berikut :
1. Model pengaruh kebijakan bea keluar terhadap volume ekspor biji kakao ke Malaysia
Hasil dari model regresi yang dilakukan adalah sebagai berikut :
XKM = 315.368,4 – 105807 BK + 0,155 PK – 26,25 HKI – 30,809 KRD – 4.554,291
GPDBM + 15024 tren + eM
Source

SS

df

MS

Model
Residual

5.4599e+10
4.2798e+09

6
9

9.0999e+09
475535563

Total

5.8879e+10

15

3.9253e+09

XKM

Coef.

BK
PK
HKI
KRD
GPDBM
tren
_cons

-105807
.1546616
-26.24968
-30.80876
-4554.291
15024.38
315368.4

Std. Err.
33590.5
.1404514
19.55683
10.35836
2851.672
6317.261
175431

t
-3.15
1.10
-1.34
-2.97
-1.60
2.38
1.80

Number of obs
F(6, 9)
Prob > F
R-squared
Adj R-squared
Root MSE

P>|t|
0.012
0.299
0.212
0.016
0.145
0.041
0.106

=
=
=
=
=
=

16
19.14
0.0001
0.9273
0.8789
21807

[95% Conf. Interval]
-181794
-.1630614
-70.49031
-54.241
-11005.22
733.7446
-81484.02

-29820
.4723846
17.99095
-7.376513
1896.639
29315.02
712220.9

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa kebijakan bea keluar mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap volume ekspor kakao Indonesia ke Malaysia. Hal ini dapat dilihat dari
nilai P>|t| = 0,012 yang lebih rendah dari 0,05. Artinya dengan adanya kebijakan bea keluar
maka nilai ekspor biji kakao Indonesia ke Malaysia berkurang sebanyak 105,81 ribu ton.
Selain variabel kebijakan bea keluar yang signifikan, variabel kontrol yang signifikan pada
level 0,05 adalah variabel nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan tren waktu. Untuk tanda
koefisien regresi, hanya variabel pertumbuhan PDB yang tidak sesuai harapan. Kebijakan
bea keluar memiliki hubungan negatif dengan volume ekspor. Dengan diberlakukannya

10

kebijakan bea keluar akan mengurangi ekspor biji kakao. variabel produksi kakao memiliki
hubungan positif dengan volume ekspor, dengan meningkatnya volume produksi kakao
dalam negeri akan menambah volume ekspor biji kakao. Variabel harga kakao Indonesia dan
kurs nilai tukar rupiah terhadap dollar memiliki hubungan yang negatif dengan volume
ekspor. Jika harga kakao mengalami peningkatan maka volume ekspor kakao yang
ditawarkan ke Malaysia akan turun. Begitu juga ketika rupiah mengalami appresiasi terhadap
dollar maka volume ekspor biji kakao akan turun.
Kemudian dilihat dari nilai F = 19,14 dengan probabilitasnya = 0,0001 < 0,05 maka secara
bersama-sama variabel tidak bebas berpengaruh secara signifikan terhadap variabel volume
ekspor biji kakao Indonesia ke Malaysia. Sedangkan nilai R-squared-nya sebesar 0,9273 atau
92,73 persen data dapat diwakili oleh model tersebut.
2. Model pengaruh kebijakan bea keluar terhadap volume ekspor biji kakao ke Singapura
Hasil dari model regresi yang dilakukan adalah sebagai berikut :
XKS =179.973,1 – 38.023,73 BK – 0,04 PK – 4,23 HKI – 13,21 KRD – 1.544,99 GPDBS +
5.199,95 tren + eS
Source

SS

df

MS

Model
Residual

2.9159e+09
428125906

6
9

485982465
47569545.1

Total

3.3440e+09

15

222934713

XKS

Coef.

BK
PK
HKI
KRD
GPDBS
tren
_cons

-38023.73
-.0368663
-4.229302
-13.21885
-1544.986
5199.947
179973.1

Std. Err.
11876.3
.0453383
6.383206
3.672185
605.2147
2233.558
59046.51

t
-3.20
-0.81
-0.66
-3.60
-2.55
2.33
3.05

Number of obs
F(6, 9)
Prob > F
R-squared
Adj R-squared
Root MSE

P>|t|
0.011
0.437
0.524
0.006
0.031
0.045
0.014

11

=
=
=
=
=
=

16
10.22
0.0014
0.8720
0.7866
6897.1

[95% Conf. Interval]
-64889.78
-.1394287
-18.66912
-21.52591
-2914.077
147.2881
46400.65

-11157.68
.065696
10.21051
-4.91179
-175.8952
10252.61
313545.6

Dilihat dari nilai uji F = 10,22 dengan prob > F = 0,0014 < 0,05 maka secara bersama-sama
variabel bebas berpengaruh terhadap ‘variabel tak bebas. Kemudian nia R-squared = 0,872,
artinya 87,2 persen data dapat dijelaskan oleh model tersebut.
Tanda koefisien untuk variabel BK, HKI, KRD telah sesuai dengan perkiraan. Sedangkan
untuk variabel PK dan GPDBS belum sesuai karena seharusnya apabila terjadi kenaikan
produksi ataupun kenaikan pertumbuhan PDB negara Singapura akan meningkatkan volume
ekspor biji kakao.
Koefisien regresi variabel kebijakan bea keluar (BK) bernilai -38.023,73, artinya dengan
adanya pengenaan bea keluar ekspor biji kakao mengurangi volume ekspor sebesar 38,02
ribu ton. Variabel ini berpengaruh secara signifikan karena nilai uji –nya memiliki p>|t| =
0,011 atau kurang dari batas kritis 0,05.
3. Model pengaruh kebijakan bea keluar terhadap volume ekspor biji kakao ke India
Hasil dari model regresi yang dilakukan adalah sebagai berikut :
XKI = - 14.105,38 + 6.856,23 BK + 0,02 PK + 4,23 HKI +2,16 KRD – 24,32 GPDBI –
721,83 tren + eI
Source

SS

df

MS

Model
Residual

64071810.5
27199277.2

6
9

10678635.1
3022141.91

Total

91271087.8

15

6084739.18

XKI

Coef.

BK
PK
HKI
KRD
GPDBI
tren
_cons

6856.227
.018425
2.158301
.251964
-24.31815
-721.8264
-14105.38

Std. Err.
2828.173
.0109176
1.607103
.7516147
283.9168
509.4028
12908.17

t
2.42
1.69
1.34
0.34
-0.09
-1.42
-1.09

Number of obs
F(6, 9)
Prob > F
R-squared
Adj R-squared
Root MSE

P>|t|
0.038
0.126
0.212
0.745
0.934
0.190
0.303

12

=
=
=
=
=
=

16
3.53
0.0442
0.7020
0.5033
1738.4

[95% Conf. Interval]
458.4544
-.0062724
-1.477219
-1.448307
-666.5825
-1874.176
-43305.69

13254
.0431223
5.793822
1.952235
617.9462
430.5228
15094.93

Pada model pengaruh pengenaan bea keluar ekspor biji kakao terhadap volume ekspor biji
kakao Indonesia ke India tanda koefisien variabel bebasnya hampir semua tidak sesuai.
Hanya variabel PK yang tanda koefisien regresinya benar yaitu berhubungan positif.
Dari model tersebut niai koefisien regresi untuk variabel BK sebesar 6.856 artinya dengan
adanya pengenaan bea keluar ekspor malah membuat volume ekspor biji kakao Indonesia ke
India bertambah. Dan pengaruh tersebut signifikan pada level 0,05. Hubungan yang positif
antara pengenaan bea keluar dengan volume ekspor biji kakao kemungkinan dikarenakan
adanya faktor-faktor lain yang belum dimasukkan ke dalam model yang mempengaruhi
peningkatan impor biji kakao oleh India dari negara Indonesia.
Jika diihat dari nilai uji-F = 3,53 atau prob > f bernilai 0,044 kurang dari titik kritis 0,05
sehingga secarabersama-sama semua variabel berpengaruh signifikan terhadap volume
ekspor biji kakao Indonesia ke India. Kemudian nilai R-squared-nya sebesar 0,702 yang
berarti 70,2 persen data dapat diwakili oleh model.

13

KESIMPULAN
Kebijakan pengenaan bea keluar berpengaruh terhadap volume ekspor biji kakao dari
Indonesia ke negara Malaysia, Singapura dan India.
SARAN PENELITIAN BERIKUTNYA :
1. Data yang digunakan sebaiknya data bulanan atau kuartalan, sehingga nantinya dalam
membentuk model menggunakan jumlah data yang lebih banyak sehingga memenuhi teori
limit pusat.
2. Menggunakan model AR (1) dikarenakan adanya gejala autokorelasi.
3. Menggunakan metode analisis 2SLS (two Stage Least Square) dalam menganalisa pengaruh
kebijakan bea keluar terhadap volume ekspor biji kakao.
4. Mencari

tahu

faktor-faktoryang

mempengaruhi

menurunnya

produksi

kakao

Indonesia,apakah hal ini juga dipengaruhi oleh kebijakan pengenaan bea keluar biji kakao.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad M, Sinaga Bonar, Yusuf S, 2011.Analisis Dampak Kebijakan Pajak Ekspor dan Subsidi
Harga Pupuk terhadap Produksi dan Ekspor Kakao Indonesia Pasca Putaran Uruguay.
Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, Volume 8, Nomor 1, Februari 2011.
Lolowang, T.F. 1999. Analisis Penawaran dan Permintaan Kakao Indonesia di Pasar Domestik
dan Internasional.Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Nachrowi, N.D., Usman, H. 2006. Pendekatan Populer Dan Praktis Ekonometrika Untuk Analisis
Ekonomi Dan Keuangan. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.
Pambudi, Archibald Damar. 2011. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ekspor Biji Kakao
Indonesia ke Malaysia dan Singapura. Semarang: Universitas Diponegoro.
Puspita, R., Hidayat, K., Yulianto, E. 2015. Pengaruh Produksi Kakao Domestik, Harga Kakao
Internasional, Dan Nilai Tukar Terhadap Ekspor Kakao Indonesia Ke Amerika Serikat.
Jurnal Administrasi Bisnis (JAB). Vol. 27 No. 1 Oktober 2015.
Putri, A., Osmet, Khairati K. Pengaruh Kebijakan Pajak Ekspor (Bea Keluar) Terhadap VariabelVariabel Perdagangan Biji Kakao Indonesia. Jurnal Agribisnis Kerakyatan, Volume 4,
Nomor 1, Maret 2014, hal. 59 – 64.
14

LAMPIRAN
Command STATA
import excel "D:\4. MEP UGM\3. MIKRO TERAPAN\paper individu\data regresi.xlsx",
sheet("data2") firstrow
sort tahun
gen tren = tahun-2000
* 'perhitungan 1
tsset tren
* model malaysia
reg XKM BK PK HKI KRD GPDBM tren
predict eM, res
swilk eM
hettest
estat dwatson
estat vif
* model Singapura
reg XKS BK PK HKI KRD GPDBS tren
predict eS, res
swilk eS
hettest
estat dwatson
estat vif
* model india
reg XKI BK PK HKI KRD GPDBI tren
predict eI, res
swilk eI
hettest
estat dwatson
estat vif

1

Output STATA
. do "D:\4. MEP UGM\3. MIKRO TERAPAN\paper individu\model1.do"
. import excel "D:\4. MEP UGM\3. MIKRO TERAPAN\paper individu\data regresi.xlsx", sheet("data2") firstrow
. sort tahun
. gen tren = tahun-2000
.
. * 'perhitungan 1
. tsset tren
time variable:
delta:

tren, 1 to 16
1 unit

. * model malaysia
. reg XKM BK PK HKI KRD GPDBM tren
Source

SS

df

MS

Model
Residual

5.4599e+10
4.2798e+09

6
9

9.0999e+09
475535563

Total

5.8879e+10

15

3.9253e+09

XKM

Coef.

BK
PK
HKI
KRD
GPDBM
tren
_cons

-105807
.1546616
-26.24968
-30.80876
-4554.291
15024.38
315368.4

Std. Err.
33590.5
.1404514
19.55683
10.35836
2851.672
6317.261
175431

t

Number of obs
F(6, 9)
Prob > F
R-squared
Adj R-squared
Root MSE

P>|t|

-3.15
1.10
-1.34
-2.97
-1.60
2.38
1.80

=
=
=
=
=
=

[95% Conf. Interval]

0.012
0.299
0.212
0.016
0.145
0.041
0.106

-181794
-.1630614
-70.49031
-54.241
-11005.22
733.7446
-81484.02

. predict eM, res
. swilk eM
Shapiro-Wilk W test for normal data
Variable

Obs

eM

16

W

V

0.97891

0.427

z

Prob>z

-1.689

. hettest
Breusch-Pagan / Cook-Weisberg test for heteroskedasticity
Ho: Constant variance
Variables: fitted values of XKM
chi2(1)
Prob > chi2

=
=

0.01
0.9385

. estat dwatson
Durbin-Watson d-statistic(

7,

16) =

3.138403

. estat vif
Variable

VIF

1/VIF

tren
BK
KRD
HKI
PK
GPDBM

28.53
8.90
7.86
6.58
5.45
1.31

0.035047
0.112388
0.127246
0.152031
0.183519
0.765902

Mean VIF

9.77

16
19.14
0.0001
0.9273
0.8789
21807

2

0.95438

-29820
.4723846
17.99095
-7.376513
1896.639
29315.02
712220.9

. estat vif
Variable

VIF

1/VIF

tren
BK
KRD
HKI
PK
GPDBM

28.53
8.90
7.86
6.58
5.45
1.31

0.035047
0.112388
0.127246
0.152031
0.183519
0.765902

Mean VIF

9.77

.
. * model Singapura
. reg XKS BK PK HKI KRD GPDBS tren
Source

SS

df

MS

Model
Residual

2.9159e+09
428125906

6
9

485982465
47569545.1

Total

3.3440e+09

15

222934713

XKS

Coef.

BK
PK
HKI
KRD
GPDBS
tren
_cons

-38023.73
-.0368663
-4.229302
-13.21885
-1544.986
5199.947
179973.1

Std. Err.
11876.3
.0453383
6.383206
3.672185
605.2147
2233.558
59046.51

t

Number of obs
F(6, 9)
Prob > F
R-squared
Adj R-squared
Root MSE

P>|t|

-3.20
-0.81
-0.66
-3.60
-2.55
2.33
3.05

=
=
=
=
=
=

[95% Conf. Interval]

0.011
0.437
0.524
0.006
0.031
0.045
0.014

-64889.78
-.1394287
-18.66912
-21.52591
-2914.077
147.2881
46400.65

. predict eS, res
. swilk eS
Shapiro-Wilk W test for normal data
Variable

Obs

eS

16

W

V

0.97442

0.518

z

Prob>z

-1.305

. hettest
Breusch-Pagan / Cook-Weisberg test for heteroskedasticity
Ho: Constant variance
Variables: fitted values of XKS
chi2(1)
Prob > chi2

=
=

0.57
0.4487

. estat dwatson
Durbin-Watson d-statistic(

7,

16) =

1.497426

. estat vif
Variable

VIF

1/VIF

tren
BK
KRD
HKI
PK
GPDBS

35.66
11.12
9.87
7.00
5.68
2.04

0.028045
0.089936
0.101280
0.142757
0.176177
0.490656

Mean VIF

11.89

16
10.22
0.0014
0.8720
0.7866
6897.1

3

0.90409

-11157.68
.065696
10.21051
-4.91179
-175.8952
10252.61
313545.6

.
. * model india
. reg XKI BK PK HKI KRD GPDBI tren
Source

SS

df

MS

Model
Residual

64071810.5
27199277.2

6
9

10678635.1
3022141.91

Total

91271087.8

15

6084739.18

XKI

Coef.

BK
PK
HKI
KRD
GPDBI
tren
_cons

6856.227
.018425
2.158301
.251964
-24.31815
-721.8264
-14105.38

Std. Err.
2828.173
.0109176
1.607103
.7516147
283.9168
509.4028
12908.17

t

Number of obs
F(6, 9)
Prob > F
R-squared
Adj R-squared
Root MSE

P>|t|

2.42
1.69
1.34
0.34
-0.09
-1.42
-1.09

=
=
=
=
=
=

[95% Conf. Interval]

0.038
0.126
0.212
0.745
0.934
0.190
0.303

458.4544
-.0062724
-1.477219
-1.448307
-666.5825
-1874.176
-43305.69

. predict eI, res
. swilk eI
Shapiro-Wilk W test for normal data
Variable

Obs

eI

16

W

V

0.95372

0.938

z

Prob>z

-0.128

. hettest
Breusch-Pagan / Cook-Weisberg test for heteroskedasticity
Ho: Constant variance
Variables: fitted values of XKI
chi2(1)
Prob > chi2

=
=

0.97
0.3247

. estat dwatson
Durbin-Watson d-statistic(

7,

16) =

2.274864

. estat vif
Variable

VIF

1/VIF

tren
BK
HKI
KRD
PK
GPDBI

29.19
9.92
6.99
6.51
5.18
1.57

0.034254
0.100756
0.143078
0.153591
0.193024
0.636916

Mean VIF

9.89

16
3.53
0.0442
0.7020
0.5033
1738.4

.
end of do-file
.

4

0.55088

13254
.0431223
5.793822
1.952235
617.9462
430.5228
15094.93