HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENG

TUGAS INDIVIDU
METODE PENELITIAN I
“HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN
PENYALAHGUNAAN NAPZA PADA REMAJA DI SMA NEGERI 1 KENDARI”

Oleh:
Andi Nurhikma
(30901201467)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Pada era globalisasi ini berbagai permasalahan yang dialami remaja sangatlah
kompleks dan beraneka ragam, tentu saja dengan sumber permasalahan yang berbedabeda pula.Permasalahan remaja yang terjadi berupa masalah penyesuain social seperti
masalah kenakalan remaja berupa tindakan pencurian, kekerasan dan pemerkosaan,
serta masalah penyesuaian perilaku seperti perilaku seks bebas, perilaku merokok,

mengkonsumsi narkoba bahkan masalah kriminalitas dan bunuh diri. Berdasarkan
data NSA (Nationnal Survey of Adolescent)jumlah remaja SMA yang melakukan
bunuh diri mengalami peningkatan dari 7,3 % pada tahun 1991 menjadi 8,4 % pada
tahun 2005.
Remaja menurut perkembangannya berada dalam kondisi yang labil baik
dalam fisik, psikis, emosi maupun perilakunya.Dalam kondisi demikian, remaja
mudah dipengaruhi sehingga mempunyai potensi yang besar terhadap berbagai
macam permasalahan seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Remaja dengan
karakteristik perkembangannya mengalami berbagai perubahan fisik dan mental
mengarahkan pada kebuthan remaja akan perlakuan khusus dari orang tua. Di satu sisi
remaja membutuhkan kesempatan untuk belajar meraih otonomi, mengatur diri
sendiri, membuat keputusan dan bertanggung jawab terhadap keputusan tersebut
sehingga cenderung menolak intervensi dari orag lain, dalam hal ini orang tua. Di sisi
lain remaja membutuhkan perhatian, pengawasan, serta bimbingan dari orag tua.
Hubungan Napza dengan generasi muda dewasa saat ini amat erat.Artinya
sangat banyak kasus kecanduan dan pengedaran Napza yang di dalamnya terlibat
generasi muda, khususnya remaja sekolah dan luar sekolah (putus sekolah).Usia
remaja memang merupakan "sasaran empuk" dan periode yang paling rawan terhadap

penyalahgunaan Napza, karena masa remaja merupakan masa pencarian identitas diri,

saat dimana remaja mulai muncul rasa penasaran, ingin tahu, serta ingin mencoba
berbagai hal yang baru dan bahkan beresiko tinggi. Oleh karenanya, sangat mungkin
jika semakin hari akan semakin bertambah jumlah pengedar dan pengguna Napza di
kalangan anak-anak dan remaja. Napza pada dasarnya merupakan jenis obat atau zat
yang berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan kesehatan seperti terapi,
contohnya adalah morfin, opium, sabu-sabu (amfetamina), PCP (halusinogen) dan
lain-lain (Rojak, 2005).
Napza adalah semua jenis obat yang menimbulkan ketergantungan, antara lain
adalah Narkotika sekelompok obat yang bersifat menenangkan syaraf dan mengurangi
rasa sakit, Depresants: jenis obat yang digunakan untuk menenangkan seseorang atau
dipakai untuk obat tidur, Stimulan, meningkatkan kemampuan fisik seseorang, namun
juga dapat menimbulkan kerusakan fisik, Kanabis; sejenis tanaman perdu yang
mengandung delta-gtetra kanobinol (THC), dan yang terakhir Hallusinogen: pada
pengguna dapat menimbulkan perasaan tidak rill, yang dapat meningkatkan halusinasi
menjadi persepsi yang salah. Pada awalnya, penyalahgunaan Napza terjadi pada
remaja melalui teman sebaya yang menawarkan Napza dengan disertai janji atau juga
melalui tekanan atau paksaan. Biasanya, terlebih dahulu akan ditawari dengan rokok
atau minuman keras, kemudian setelah terbiasa maka dengan mudah akan beralih
pada kebiasaan menggunakan jenis Napza lain, baik ganja, heroin, atau zat yang
lainnya.

Kasus penyalahgunaan Napza, khususnya pada remaja sering berawal dari
pengaruh pola pergaulan dan gaya berteman, di samping berasal dari keinginan
pribadi dan problem yang terjadi di masyarakat (Sayuti , 2005).
Orang tua adalah salah satu harta yang tak ternilai harganya yang kita miliki di
dunia ini. Tanpa orang tua kita tidak akan dapat terlahir seperti saat ini. Orang tua juga
menginginkan memiliki keluarga yang bahagia serta memiliki anak – anak yang

sukses dan membanggakan mereka. Dalam mengurus anak – anak misalnya, setiap
orang tua memiliki cara yang berbeda – beda dalam mendidik dan mengasuh anak –
anak mereka. Beberapa sebab dikemukakan dimana orang tua tidak menyadari
kesalahan atau kekurangan, misalnya orang tua yang sudah membanting tulang untuk
mencari nafkah dan memenuhi segala keinginan anaknya, tentu merasa sudah berhasil
karena semua permintaan anak akan materi telah terpenuhi. Padahal cara rekreasi
orang tua yang berjalan sendiri – sendiri sesuai dengan tugas dan pekerjaan masing –
masing telah menyebabkan anak menganggap tidak ada kesatuan lagi antara ayah dan
ibu maka anak kehilangan pegangan, dan hubungan dengan ayah atau ibu menjadi
sangat jarang dan kaku (Gunarsa, 2003).
Pola asuh orang tua merupakan pola interaksi antara anak dengan orang tua
yang meliputi bukan hanya pemenuhan fisik dan psikologis tetapi juga norma-norma
yang berlaku dimasyarakat agar dapat hidup selaras dengan lingkungan. Ada tiga jenis

pola asuh yaitu pertama: pola asuh otoriter dimana orang tua membatasi dan
menghukum, menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orangtua, Kedua: pola
asuh otoritatif yaitu pola asuh yang mendorong anak-anak agar mandiri tetapi masih
menetapkan batas-batas dan pengendalian atas tindakan-tindakan mereka, Ketiga:
pola asuh permisif: dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak,
Sedangkan yang terakhir adalah pola asuh uninvolved: dicirikan dengan orangtua
yang bersikap mengabaikan dan lebih mengutamakan kebutuhan dan keinginan orang
tua daripada kebutuhan dan keinginan anak, tidak adanya tuntutan, larangan ataupun
komunikasi terbuka antara orang tua dan anak (Adriani, 2005).
Pola asuh orang tua yang terlalu mengendalikan anak (otoriter) atau terlalu
membebaskan anak (permisif) dapat mengawali perilaku pengguna Napza.
Yusuf (2009) mengatakan bahwa keluarga yang hubungan antar anggota
keluarganya tidak harmonis, penuh konflik, atau gap communication dapat
mengembangkan masalah-masalah kesehatan mental (mental illness) bagi anak.

Penyalahgunaan Narkoba adalah salah satu masalah yang dihadapi saat
ini.Ada yang mengatakan bahwa ketika anak menyalahgunakan narkoba itu bukan
merupakan kesalahan orang tua karena orang tua sudah berusaha semampunya untuk
memenuhi kebutuhan dan menjaga anak agar terhindar dari penyalahgunaan narkoba.
Masalah penyalahgunaan narkoba telah menimbulkan banyak korban terutama

kalangan muda yang termasuk klasifikasi usia produktif yang tak hanya berdampak
negatif terhadap diri korban atau pengguna tetapi lebih luas lagi berdampak negatif
terhadap kehidupan keluarga dan masyarakat, perekonomian, kesehatan nasional
(HIV dan Hepatitis), mengancam dan membahayakan keamanan, ketertiban, bahkan
lebih jauh lagi mengakibatkan terjadinya biaya sosial yang tinggi (social high cost)
dan generasi yang hilang (lost generation) (Direktorat Jenderal Pelayanan Rehabilitasi
Sosial Departemen Sosial RI, 2004).
Pada akhir tahun 2003 diperkirakan jumlahnya mencapai 13,2 juta orang.
Sekitar 22% diantaranya hidup di negara maju, sedangkan sisanya berada di negara
yang sedang berkembang atau sedang mengalami transisi. Di Eropa Barat terdapat
sekitar 1 juta – 1,4 juta pengguna narkoba suntikan (9,41%), sedangkan di Eropa
Timur dan Asia Tengah mencapai 2,3 – 4,1 juta (24,18%). Di Asia Selatan dan Asia
Tenggara jumlahnya jauh lebih banyak lagi, yaitu mencapai 5.3 juta (25,36%).
Sementara di Asia Timur dan Pasifik 4 juta orang (17,66%), Afrika Utara dan Timur
Tengah 0,6 juta orang, Amerika Latin 1,3 juta, Amerika Utara 1,4 juta, Australia dan
Selandia Baru hanya sekitar 298 orang. Badan kesehatan Dunia WHO pada
pertemuan di Lisabon 13 – 15 juni 2005 juga sangat khawatir terhadap kondisi
ini(Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, 2005).
Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan Pelaksana Harian (Plh) Kalakhar
Badan Narkoba Nasional (BNN) Irjen Pol Drs H.M. Arifin Rachim yang mengatakan

sesuai hasil penelitian yang dilakukan BNN bekerjasama dengan Universitas

Indonesia (UI), ada 10 kota yang tertinggi persentase penyalahgunaan narkoba di
Indonesia, yakni pertama Palu (8,4%), kedua Medan (6,4%), ketiga Surabaya (6,3%)
dan keempat Maluku Utara (5,9%). Selanjutnya kelima Padang (5,5%), keenam
Bandung (5,1%), ketujuh Kendari (5%), kedelapan Banjarmasin (4,3%), kesembilan
Yogyakarta (4,1%), dan kesepuluh Pontianak (4,1%) sedangkan Jakarta tidak
dimasukkan dalam survei. Dan usia termuda penyalahguna narkoba sesuai hasil survei
nasional itu adalah tujuh tahun, sementara dari segi pendidikan, yang paling banyak
memiliki proporsi penyalahguna narkoba adalah mahasiswa (9,9%), menyusul SLTA
(4,8%), dan SLTP (1,4%)( Badan Narkotika Nasional Republik Indonesia, 2005).
Melihat pesatnya jumlah penyalahgunaan narkoba, pemerintah Indonesia
sendiri telah berupaya membuat landasan hukum yang mendasari pelaksanaan
rehabilitasi penyalahguna NAPZA dan mengantisipasi perkembangan penyalahgunaan
psikotropika sejak tahun 1992 yang didasarkan pada Undang-Undang No. 23 tahun
1992 kemudian Undang-Undang No. 5 Tahun 1975 dan Undang-Undang No. 22 tahun
1997 tentang Narkotika. Oleh sebab itu sebaiknya pecandu narkoba ataupun
penyalahguna narkoba bukan dimasukkan kedalam penjara tetapi diberi kesempatan
untuk menjalani program rehabilitasi seperti kebijakan yang telah dibuat oleh
pemerintah dan diperkuat Mahkamah Agung yang mengeluarkan surat edaran No. 7

tahun 2009 tentang Penempatan Pemakai Narkoba ke Panti terapi dan Rehabilitasi6
serta Undang-Undang Narkotika RI No.35 Tahun 2009 pasal 54 dan pasal 55 ayat 1
dan 2 ( Undang-Undang Narkotika, 2011).
Uraian latar belakang penelitian di atas menyatakan bahwa pola asuh orang
tua merupakan pola interaksi antara anak dengan orang tua yang meliputi bukan
hanya pemenuhan fisik dan psikologis tetapi juga norma-norma yang berlaku
dimasyarakat agar dapat hidup selaras dengan lingkungan.Dan pola asuh orang tua
yang terlalu mengendalikan anak (otoriter) atau terlalu membebaskan anak (permisif)

dapat mengawali perilaku pengguna Napza. Sesuai hasil penelitian yang dilakukan
BNN 2005 bekerjasama dengan Universitas Indonesia (UI) usia termuda
penyalahguna narkoba sesuai hasil survei nasional itu adalah tujuh tahun, sementara
dari segi pendidikan, yang paling banyak memiliki proporsi penyalahguna narkoba
adalah mahasiswa (9,9%), menyusul SLTA (4,8%), dan SLTP (1,4%). Inilah yang
melandasi peneliti untuk melakukan suatu penelitian dengan tujuan untuk mengetahui
apakah ada “Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua dengan Penyalahgunaan NAPZA
pada Remaja”.Hal ini membuktikan ada beberapa pola asuh orang tua dapat
memberikan atau menjadikan dampak buruk bagi generasi selanjutnya contohnya
seprti penyalahgunaan napza.
B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan permasalahannya
adalah:
“Apakah ada Hubungan antara Pola Asuh Orang Tua dengan Penyalahgunaan
NAPZA pada Remaja?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua
dengan penyalahunaan napza pada remaja.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui macam-macam pola asuh orang tua
b. Mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua
c. Mengetahui pengertian penyalahgunaan narkoba
d. Mengetahui jumlah frekuensi penyalahgunaan Napza pada remaja di Kendari
D. Manfaa Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian diharapkan dapat menambah wawasan keilmuwan dan
pengetahuan tentang penerapan pola asuh orang tua dengan penyalahgunaan
napza pada remaja.
2. Manfaat Praktis


a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi profesi keperawatan
sebagai bahan referensi mengenai berbagai pola asuh orang tua sebagai factor
resiko terjadinya penyalahgunaan napza serta menjadi dasar untuk
mengembangan teori yang sudah ada.
b. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi peneliti lain
dalam mengembangkan penelitian sejenis dan penelitian ini dapat dijadikan
sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
c. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan
bagi masyarakat umum bahwa pola asuh orang tua sangat berpengaruh
bagigenerasi selanjutnya ataupun sebagai factor resiko terjadinya
penyalahgunan napza pada generasi selanjutnya.
d. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberian masukan bagi pihak-pihak
terkait yang peduli terhadap permasalahan remaja yaitu dengan memberiakan
dukungan terhadap orang tua dalam pola pengasuhannya. Dengan demikian
dapat dlakukan sosialisasi mengenai bagaimana cara menyikapi karakteristik
remaja yang tidak sesuai dengan yang diharapkan dalm rangka menghindari
penyalahgunaan napza.