AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT JENGKOL (Pithecellobium jiringa) DENGAN TIGA PELARUT YANG BERBEDA KEPOLARAN

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT JENGKOL

  

( Pithecellobium jiringa) DENGAN TIGA PELARUT

YANG BERBEDA KEPOLARAN

Alfin Surya

  Program Studi D-3 Analis Kesehatan Akademi Analis Kesehatan Pekanbaru Jl. Riau Ujung No. 73 Pekanbaru

  E-mail :

  

Abstract

The skin of jengkol fruit (Pithecollobium lobatum Benth.) Contains flavonoid compounds based on

phytochemical schemes performed by FeCl 1%, 10% NaOH, Mg-HCl, and H SO (p) reagents. Against the

3 2 4

skin of jengkol fruits made by maceration extraction using methanol solvent (polar solvent) and subsequent

partition extraction using n-hexane (non-polar) solvent in order to separate non-polar substances such as

lipids (lipids). This study aims to determine the antioxidant activity based on different types of solvent in

Pithecellobium jiringa extract (jengkol skin), with maceration time for 24 hours. This research used DPPH

method to produce IC50 as follows: for hexane solvent = 2688,0460 g/mL, ethyl acetate solvent

1279,2719 g/mL while methanol equal to 51,1979g/mL Keywords: Antioxsidant, DPPH method, IC50 1.

   Pendahuluan Kulit Jengkol (Pithecellobium jiringa) selama ini tergolong limbah organik yang

berserakan di pasar tradisional dan tidak memberikan nilai ekonomis (Hutasuhut, 2012).

  

Namun, sebenarnya sudah ada penelitian yang dilakukan terhadap jengkol maupun

kulitnya. Para peneliti mencoba memanfaatkan kandungan dalam jengkol maupun kulitnya

untuk digunakan dalam kehidupan. Ekstrak etanol kulit jengkol dapat dimanfaatkan

sebagai antibakteri terhadap Streptococcus mutans, Staphylococcusaureus, dan

Escherichia coli. Senyawa-senyawa yang mempunyai potensi sebagai antioksidan

umumnya merupakan senyawa flavonoid, fenolik dan alkaloid. Senyawa flavonoid dan

polifenol bersifat antioksidan, antikanker, antiseptik, dan anti inflamasi (Nurussakinah,

2010). Pada saat ini penggunaan antioksidan sintetis, seperti BHT (Butylated

Hydroxytoluene ), BHA (Butylated Hydroxyanisole), TBHQ (Tertier Butylated

Hydroxyanisole ), tidak direkomendasikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan

karena diduga dapat menimbulkan penyakit kanker (carcinigen agent). Karena itu, perlu

dicari alternatif lain yang berasal dari bahan alam (Barus, 2009). Berdasarkan uraian

tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan studi Aktivitas Antioksidan pada kulit

  

jengkol (Pithecellobium jiringa) dengan mengunakan tiga pelarut dengan waktu maserasi

selama 24 Jam.

2. Landasan Teori 2.1. Morfologi Tumbuhan Jengkol

  Tumbuhan jengkol atau lebih dikenal dengan tumbuhan Jering adalah termasuk dalam famili

  

Fabaceae (suku biji-bijian). Tumbuhan ini memiliki nama latin Pithecellobium jiringa dengan

  nama sinonimnya yaitu A.Jiringa, Pithecellobium lobatum Benth., dan Archindendron

  

pauciflorum . Tumbuhan ini merupakan tumbuhan khas di wilayah Asia Tenggara dengan ukuran

pohon yang tinggi yaitu ± 20m, tegak bulat berkayu, licin, percabangan simpodial, cokelat kotor.

  Bentuk majemuk, lonjong, berhadapan, panjang 10

  • – 20 cm, lebar 5 – 15 cm, tepi rata, ujung runcing, pangkal membulat, pertulangan menyirip, tangkai panjang 0,5 – 1 cm, warna hijau tua.

  Struktur majemuk, berbentuk seperti tandan, diujung dan ketiak daun, tangkai bulat, panjang ± 3 cm, berwarna ungu kulitnya, bentuk buah menyerupai kelopak mangkok, benag sari kuning, putik silindris, kuning mahkota lonjong, putih kekuningan. Bulat pipih berwarna coklat kehitaman, berkeping dua dan berakar tunggang. Pohon Jengkol sangat bermanfaat dalam konservasi air di suatu tempat hal ini dikarenakan ukuran pohonnya yang sangat tinggi (Hutauruk, 2010). Nama jengkol di daerah sebagai beriku: Riau: Joghing, Gayo: jering, Batak: joring, Minangkabau: jarieng, Lampung: jaring, Bali: Blandingan, Sulawesi Utara: Lubi, Jawa: jingkol (Nurussakinah, 2010).

  Gambar 1 . Jengkol 2.2.

   Kandungan Kimia Jengkol dan Kulit Jengkol

  Bahan aktif dari kulit jengkol seperti alkaloid, terpenoid, saponin, dan asam fenolat dapat digunakan sebagai larvasida dengan cara mengekstrak kulit jengkol. Kulit jengkol digiling sampai berupa simplisia. Lalu, simplisia direbusdan dimaserasi selama tiga hari. Hasil maserasi disaring digunakan sebagai larutan ekstrak air kulit jengkol. Dalam hal ini, pelarut yang dipakai adalah menggunakan air biasa, karena dapat dengan mudah diperoleh dan mudah untuk pembuatan ekstrak. Hasilnya, kemampuan ekstrak air kulit jengkol dalam,mengendalikan populasi Aedes

  

aegypti dapat diamati melalui kemampuannya menurunkan indeks pertumbuhan jentik Aedes

aegypti (Dinata, 2009).

  Hasil skrinning fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak etanol kulit buah jengkol menunjukkan adanya kandungan senyawa kimia alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, glikosida, dan steroid/triterpenoid. Tanin dan flavonoid adalah senayawa aktif antibakteri. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nurussakinah di tahun 2010, ekstrak etanol kulit buah jengkol dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcusmutans, Staphylococcus aureus, dan Eschericia coli .

  2.3. Ekstraksi

  Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstrak senyawa aktif daari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hamper semjua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikan sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Utami, 2006).

  2.4. Antioksidan

  Salah satu metode yang biasa digunakan untuk menentukan kapasitas antioksidan suatu bahan adalah metode DPPH (2,2-diphenyl-l-picrylhydrazil atau 1,1- diphenyl-2-picrylhydrazil). DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang stabil dalamlarutan metanol dan berwarna ungu tua. Mekanisme yang terjadi adalah proses reduksisenyawa DPPH oleh antioksidan yang menghasilkan pengurangan intensitas warna darilarutan DPPH. Pemudaran warna akan mengakibatkan penurunan nilai absorbansi sinartampak dari spektofotometer (Taie et al.2008).

  Gambar 2. Reaksi DPPH dengan Antioksidan Dalam analisis, metode DPPH ini dilakukan dengan mengukur absorbansinya pada panjang gelombang 520 nm dan selanjutnya aktivitas antioksidan akan dihitung sebagai persentase inhibisi terhadap DPPH (Rohman, 2005).

2.5. Flavonoid

  Flavonoid merupakan salah satu jenis komponen yang terkandung dalam tanaman, dan dapat ditemukan pada semua tanaman vaskuler. Flavonoid adalah komponen yang mempunyai berat molekul rendah, dan pada dasarnya merupakan phenylbenzopyrones (phenylchromones) dengan berbagai variasi pada struktur dasarnya, yaitu tiga cincin utama yang saling melekat. Struktur dasar ini terdiri dari dua cincin benzen (A dan B) yang dihubungkan melalui cincin heterosiklik piran atau piron (dengan ikatan ganda) yang disebut cincin “C” dan struktur dasar flavonoid adalah rangkaian cincin karbon C C C (Rahmat, 2009). 6 3 6 Gambar 3. Struktur senyawa flavonoid

  Senyawa-senyawa flavonoida adalah senyawa-senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom karbon, terdiri dari dua cincin benzene yang dihubungkan menjadi satu oleh rantai linier yang terdiri dari tiga atom karbon. Senyawa-senyawa flavonoida adalah senyawa 1,3 diaril propana, senyawa isoflavonoida adalah 1,1 diaril propana. Istilah flavonoida deiberikan pada suatu golongan besar senyawa yang berasal dari kelompok senyawa yang paling umum, yaitu senyawa flavon; suatu jembatan oksigen terdapat diantara cincin A dalam kedudukan orto, dan atom karbon benzil yang terletak disebelah cincin B(Agestiawaji, 2009).

3. Metodologi Penelitian

3.1. Alat-alat yang digunakan

  Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:Satu unit rotary evaporator, maserator, lumpang, peralatan destilasi, timbangan analitik,seperangkat alat HPLC (Shimamdzu®, detektor SPD 20AD), seperangkat alat Microplate reader 96 well (Berthold), alat spektronik UV-Vis 10S Genesis, , vial, aluminium voil,dan alat-alat gelas yang umum digunakan di laboratorium.

  3.2. Bahan-bahan yang digunakan

  Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit jengkol Pithecellobium jiringa yang diperoleh dari pasar Panam Pekanbaru. Bahan yang digunakan adalahn-heksana, etil asetat, metanol, anisaldehid, metanol grade HPLC, 2,2diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH), vitamin C, kapas, aluminium foil dan aquades.

  3.3. Ekstraksi Sampel

  Kulit Jengkol dikeringkan dengan mengunakan oven pada suhu 40 C kemudian ditumbuk halus.Sampel yang sudah halusdimaserasi selama 2, 4, 8 dan 16 jam menggunakan pelarut n- heksanadan diultasonifikasi. Maserat dikumpulkan dan pelarutnya diuapkan dengan alat rotary hingga diperoleh ekstrak kentaln-heksana. Hal yang sama juga dilakukan dengan

  evaporator pelarut etil asetat, methanol untuk memperoleh ekstrak etil asetat dan ekstrak metanol.

  3.4. Uji Aktivitas Antioksidan

  Uji aktivitas antioksidan dilakukan menggunakan mikroplate readertwo fold delution dengan metoda DPPH (1,1- diphenyl

  • –2– picryl hydrazyl)pada panjang gelombang 520 nm. Sampel sebanyak 2 mg dilarutkan dalam 2 mL MeOH sehingga konsentrasi sampel menjadi 1000 µg/mL.

  Baris A dimasukkan sampel sebanyak 100 µL (plate terdiri dari baris A-H masing-masing berjumlah 12 sumur).

  Sebanyak 50 µL MeOH dimasukkan pada masing-masing sumur pada baris B-F. Baris A dipipet sebanyak 50 µL dan dimasukkan ke baris B, baris B dipipet 50 µL dimasukkan ke baris C dan dilakukan sampai baris F, baris F dipipet 50 µL lalu dibuang, sehingga didapatkan konsentrasi 1000 µg/mL, 500 µg/mL, 250 µg/mL, 125 µg/mL, 62,5 µg/mL dan 31,25 µg/mL. Sedangkan pada baris G-H diisi dengan MeOH50 µL, khusus pada baris H diisi hanya sumur 1-6. Baris A-G ditambahkan DPPH sebanyak 80 µL dengan konsentrasi 40 µg/mL, kemudian diinkubasi selama 30 menit. Aktivitas pengkapan radikal diukur sebagai penurunan absorbansi DPPH dengan

  

microplate reader dan olah data.Kontrol positif yang digunakan sebagai pembanding yaitu vitamin

  C dengan konsentrasi 50 µg/mL. Nilai % inhibisi dihitung dengan rumus sebagai berikut:

  

% Hambatan = x 100 (1)

  Keterangan : A kontrol = Absorbansi tidak mengandung sampel A sampel = Absorbansi sampel 4.

   Pembahasan

  Setelah mendapatkan persen hambatan, maka dibuat grafik untuk mendapat kan persamaan garis regresi antara Ln setiap konsentrasi dengan persen hambatan seperti : y = ax + b. Contoh perhitungan untuk pelarut methanol setelah didapat persamaa regresi.

  • – 15,57 50 = 16,66x
  • – 15,57 16,66Lnx = 65,57 Ln x = 3,9358 x = 51,1979 Jadi, IC

  31,25 3.442 0,4818 Etil Asetat 1000 6.9078 47,185

  6

  

4

  2

  50 100 150

  31,25 3.442 6,7148 y = 16.667x - 15.577 R² = 0.9975

  500 6.2146 39,235 250 5.5215 29,84 1279,2719 125 4.8283 22,885 62,5 4.1352 12,677

  500 6.2146 31,286 250 5.5215 21,620 2688,0460 125 4.8283 13,309 62,5 4.1352 6,9858

  

Gambar 4.GrafikPersamaan Garis Regresi ekstrak methanol

Perhitungan: y = 16,66Lnx

  IC 50 (µg/mL) Heksan 1000 6.9078 39,687

  

Tabel 1. Pengukuran antioksidan dengan DPPH

Maserasi (24 JAM) Konsentrasi (µg/mL) Ln Konsentrasi % Inhibisi

  setiap ekstrak pelarut yang digunakan dari kulit jengkol seperti terlihat pada tabel berikut :

  well (Berthold technologies) pada panjang gelombang 520 nm menghasilkan nilai IC 50 untuk

  Analisis aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH dengan microplate reader 96

  50 =51,1979

  8

  1000 6.9078 98,494 500 6.2146 88,377 250 5.5215 76,814 51,1979 Metanol

  4.8283 66,697 125 62,5 4.1352 52,424 31,25 3.442 41,223

  100 4,6051 98,8111

50 3,9120 84,0159

25 3,2188 72,2589 7,2849 Asam

  12,5 2,5257 60,5020 Askorbat 6,25 1,8325 48,4808 3,125 1,1394 33,5535

  Analisis aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH dengan microplate reader 96

  well (Berthold technologies) pada panjang gelombang 520 nm menghasilkan nilai IC 50 untuk setiap ekstrak pelarut yang digunakan dari kulit jengkol seperti terlihat pada Tabel 1.

  Pelarut yang digunakan dalam menentukan aktivitas antioksidan dalam penelitian ini adalah heksan, etil asetat dan metanol dengan metode DPPH dan mengunakan alat microplate reader 96

  

well pada panjang gelombang 520 nm, adapun sebagai indikator penentuan tingkat aktivitas

  antioksidan adalah nilai IC 50 .

  Nilai IC 50 merupakan konsentrasi senyawa antioksidan yang memberikan inhibisi sebesar 50% yang artinya pada konsentrasi tersebut antioksidan dapat menghambat radikal bebas sebesar 50%. Pada kontrol positif yang digunakan asamaskorbatmurni didapatkan IC 50 sebesar7,2849 µg/mL, aktivitas antioksidannya yang sangat kuat karena, merupakan senyawa yang sudah murni.Pada kulit jengkoldidapatkan nilai IC 50 berdasarkan waktu maserasi selama 24 jamadalah sebagai berikut : ekstrak heksan sebesar 2688,0460µg/mL, ekstrak etil asetat 1279,2719µg/mL, sedangkan ekstrak metanol sebesar 51,1979µg/mLdari hasil IC 50 yang diperoleh pada waktu maserasi 24yang menunjukkan aktivitas antioksidan hanya pada ekstrak methanol sedangkan pada pelarut etil asetat dan Heksan tidak menunjukan aktivitas antioksidan hal inidisebabkan methanol merupakan pelarut polar yang dapat menyerap seyawa polar seperti flavonoid dan Fenolik yang bersifat sebagai antioksidan.

5. Kesimpulan dan Saran 5.1. Kesimpulan

  Hasil analisis pengujian aktivitas antioksidan dengan waktu maserasi selama 24 jam diperoleh IC yang terkuat yaitu pada ekstrak methanolsebesar 51,1979 µg/mL, kemudian ekstrak 50 etil asetat sebesar 1279,2719 µg/mLsedangkan pada ekstrak heksan tidak memiliki aktivitas antioksidan.

5.2. Saran

  Adapun saran dalam penelitian ini adalah perlunya melakukan penelitian lanjutan tentang toksisitas dengan menggunakan metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test).

  Daftar Pustaka

  Agestiawaji, R., Sugrani, A., (2009), Flavonoid (Quercetin), Makalah Kimia OrganikBahan Alam

  Program S2 Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu PengetahuanAlam , Universitas Hasanuddin.

  Barus, P., Pemanfaatan Bahan Pengawet dan Antioksidan Alami pada Industri BahanMakanan,

  Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang IlmuKimia Analitik pada Fakultas MIPA diucapkan di Hadapan Rapat TerbukaUniversitas Sumatera Utara

  3 Oktober 2009. Dinata,

  A., (2009), Atasi Jentik DBD dengan Kulit Jengkol, http://miqraindonesia.blogspot.com/2009/07/atasi-jentik-dbd-dengan-kulit-jengkol.html, (diakses 20 Oktober 2014)

  Hutasuhut, A.B., 2012. Banjir, Jengkol, Rahudman,

  2/01/23377/banjir-jengkol-rahudman.html , 13 Oktober

  2014 Hutauruk, J.E., (2010), Isolasi Senyawa Flavonoida Dari Kulit Buah

  TanamanJengkol(Pithecellobium lobatum Benth.) , Skripsi, FMIPA, USU

  Nurussakinah, 2010.Skrinning Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Buah

  Tanaman Jengkol (Pithecellobium jiringa (Jack) Prain) Terhadap Bakteri Streptococcus mutans, Staphylococcus aureus, dan Eschericia coli , Skripsi,Fakultas Farmasi, USU,

  Medan. Rahmat, H., (2009), Identifikasi Senyawa Flavonoid Pada Sayuran Indigenous JawaBarat, Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

  Rohman, A., Riyanto, S., (2005), Daya Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Kemuning(Murraya

  paniculata (L) Jack) secara in vitro, Majalah Farmasi Indonesia, 16(3), 2005

  Taie,H.A.A, El-Mergawi, R. & Radwan, S. 2008. Isoflavonoid, flavonoid, phenolic acid, and antioxidant activity of soybean seeds as affected by organic and bioorganic fertilization. Journal of Agicultural and Environmental Science 4 (2): 207-213.

  Utami, S., Kosela, S., dan Hanafi, M., (2006), Efek Peredaman Radikal Bebas 1,1-Difenil-2- pikrilhidrazil (DPPH) dan Uji Toksisitas Pendahuluan Terhadap LarvaUdang Artemia

  Salina Leach dari Ekstrak Aseton Daging Buah Sesoot(Garcinia picrorrhiza MIQ.), Jurnal Kedokteran Yarsi , 14 (3), 2006.