IRIGASI DAN DRAINASE doc 1

IRIGASI DAN
DRAINASE
January 4, 2015Kuliah

1.


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Irigasi merupakan komponen penting bagi kegiatan pertanian di Indonesia yang
sebagian besar berada di wilayah perdesaan. Indonesia adalah negara yang
sebagian besar penduduknya hidup dari pertanian dengan makanan pokoknya
beras, sagu, dan ubi hasil produksi pertanian. Kebijakan pemerintah dalam
pembangunan sangat diperlukan untuk mendukung sektor tersebut antara lain
tentang pengelolaan sistem irigasi ditingkat usaha tani telah ditetapkan dalam 2
(dua) landasan hukum yaitu UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan
Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2006 tentang Irigasi.
Masyarakat Indonesia sejak awal telah akrab dengan budaya pengairan sehingga
disebut masyarakat hidrolik. Indonesia merupakan Negara agraris dimana
pembangunan dibidang pertanian merupakan prioritas pertama. Berdasarkan UU
nomor 7 tahun 1996 tentang pangan menyatakan bahwa perwujudan ketahanan

pangan merupakan kewajiban pemerintah bersama masyarakat (Partowijoto, 2003).
Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian
yang jenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa
dan irigasi rawa. Pembangunan saluran irigrasi sebagai penunjang penyediaan
bahan pangan nasional tentu sangat diperlukan, sehingga ketersediaan lahan akan
terpenuhi walaupun lahan tersebut berada jauh dari sumber air permukaan. Dalam
pertanian bahwa irigasi dan drainase merupakan suatu sub system pertanian yang
sangat penting. Jika salah satunya tidak terpenuhi maka pertanian tidak akan
berjalan. Irigasi merupakan proses pemberian air sedangkan drainase adalah proses
pembuangan air.
Pemanfaatan sumber daya air pada musim kemarau biasanya dirasasemakin
bertambah besar, namun dibalik itu ketersediaan jumlahnyaterbatas, seiring dengan
pertumbuhan jumlah penduduk dan aktivitasmasyarakat yang selalu meningkat,
keterbatasan air bagi pertanian bukan saja terjadi pada musim kemarau, namun di
musim hujanpun bisa terjadi. Hal ini disebabkan sebagian besar air hujan yang jatuh
menjadi aliran permukaan dan tidak termanfaatkan, sehingga ketersediaan air
menjadi berkurang dalam skala ruang dan waktu , keterbatasan air menyebabkan
berkurangnya luas tanam, jenis dan jumlah produksi pertanian. Untuk mengatasi
masalah tersebut diperlukan prioritas dan efisiensi penggunaan air. Efisiensi
penggunaan air yang tinggi dalam hal ini irigasi dapat terlaksana apabila manajemen


operasional yang ditetapkan tepat pada sasaran dan sarana jaringan irigasi yang
mewadahi baik jumlah maupun kualitasnya. Sarana yang dimaksud meliputi: saluran
air, bangunan penangkap air, bangunan sadap, bangunan bagi, alat ukur debit
danbangunan-bangunan lainnya. Bangunan ukur debit memegang peranan yang
sangat penting dalam mendistribusikan air, sehingga diperoleh jumlah air yang
diberikan akan sama jumlah air yang dibutuhkan. Apabila jumlah air yang diberikan
lebih besar yang diminta, maka efisiensinya rendah sehingga penggunaan air boros,
terbuang secara percuma. Demikian juga sebaliknya, jika jumlah air yang tidak
mencukupi untuk kebutuhan tanaman pertanian akan berakibat produktivitas hasil
pertanian menurun. Dengan demikian bangunan ukur debit harus tepat dalam
memberikan jumlah air sesuai yang dibutuhkan.


Tujuan
Bedasarkan latar belakang yang telah tertulis diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan
pembuatan laporan ini adalah :




Mengetahui jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman



Mengetahui sistem irigasi yang tepat guna (efisien) digunakan

1.

PEMBAHASAN



Cropwat Sebagai Aplikasi Perhitungan Kebutuhan Air Tanaman
Software Cropwat 8 CROPWAT 8,0 adalah program komputer untuk perhitungan
kebutuhan air tanaman dan kebutuhan irigasi berdasarkan data tanah, iklim dan
tanaman. Selain itu, program ini memungkinkan pengembangan jadual irigasi untuk
kondisi manajemen yang berbeda dan perhitungan pasokan skema air untuk
berbagai pola tanaman. CROPWAT 8,0 juga dapat digunakan untuk mengevaluasi
praktek-praktek irigasi petani dan untuk menilai kinerja tanaman yang berhubungan
dengan kebutuhan air. Prosedur perhitungan yang digunakan dalam semua

CROPWAT 8,0 didasarkan pada dua publikasi dari FAO Irigasi dan Drainase Series,
yaitu, No 56 “Evapotranspirasi Tanaman – Pedoman untuk kebutuhan air tanaman
komputasi” dan Nomor 33 berjudul “Tanggapan Hasil untuk air”. Sebagai titik awal,
dan hanya untuk digunakan saat data lokal tidak tersedia, CROPWAT 8,0 termasuk
tanaman standar dan data tanah. Ketika data lokal yang tersedia, file-file data dapat
dengan mudah diubah atau yang baru dapat diciptakan. Demikian juga, jika data
iklim lokal tidak tersedia, ini dapat diperoleh untuk lebih dari 5.000 stasiun di seluruh
dunia dari CLIMWAT, database iklim terkait. Perkembangan jadwal irigasi di
CROPWAT 8,0 didasarkan pada keseimbangan tanah-air setiap hari menggunakan
pilihan yang ditetapkan pengguna berbagai untuk suplai air dan kondisi pengelolaan
irigasi. Skema pasokan air dihitung sesuai dengan pola tanam yang ditentukan oleh
pengguna, yang dapat berisi hingga 20 tanaman.



Macam – macam metode irigasi

1.

Irigasi Permukaan (Surface Irrigation)

Metode ini merupakan cara aplikasi irigasi yang tua dan paling banyak digunakan.
Irigasi permukaan lebih cocok diterapkan pada lahan yang relatif seragam dan datar
(slope < 2%) serta tanah dengan kapasitas infiltrasi rendah sampai sedang.
Investasi awal yang diperlukan untuk membangun irigasi permukaan biasanya
rendah namun efisiensinya relatif rendah karena banyak kehilangan air melalui
evaporasi, perkolasi, run off maupun seepage. Beberapa tipe irigasi permukaan
yang sering dijumpai adalah sawah/genangan (basin), luapan (border), alur (furrow),
dan surjan.

1.1 Irigasi Genangan/Sawah (Basin Irrigation)
Sistem irigasi ini banyak digunakan untuk tanaman padi.Air diberikan melalui siphon,
saluran maupun pintu air ke kolam kemudian ditahan di kolam dengan kedalaman
dan selama waktu yang dikehendaki.
Irigasi sawah paling cocok untuk untuk tanah dengan laju infiltrasi sedang sampai
rendah (± 50 mm/jam). Topografi lahan yang sesuai adalah kemiringan kecil (slope =
0-0,5). Apabila lahan miring atau bergelombang perlu diratakan (levelling) atau
dibuat teras.
Operasi dapat dilaksanakan oleh tenaga yang tidak ahli. Teknik pemberiaan air
dengan genangan dapat digunakan untuk tanaman apapun dengan memperhatikan
desain, layout, dan prosedur operasinya.

Sumber : Sudjarwadi, 1990
Prosedur desain irigasi genangan:
1.

Menentukan layout petak



lokasi sumber air sedapat mungkin berada pada posisi yang memungkinkan
seluruh lahan diairi secara gravitasi



bentuk lahan biasanya mengikuti topografi, tetapi bila memungkinkan bentuk
bentuk segi empat merupakan bentuk yang paling menguntungkan



ukuran lahan (panjang dan lebar) ditentukan berdasarkan kapasitas infiltrasi
dan debit


2.
3.

Menentukan kebutuhan air irigasi
Menentukan waktu infiltrasi (opportunity time) yaitu waktu yang diperlukan
untuk air untuk meresap ke dalam tanah

4.

Menentukan debit irigasi



debit harus cukup besar untuk memberikan air yang seragam ke seluruh
lahan tetapi tidak terlalu besar sehingga dapat menimbulkan erosi

5.

Menentukan waktu pemberian air irigasi (inflow time) yaitu waktu yang

diperlukan untuk meresapkan sejumlah air yang diperlukan ke seluruh lahan.

1.2 Irigasi Luapan (Border)
Irigasi luapan dilakukan dengan membuat galengan yang sejajar untuk menggiring
selapis tipis air bergerak dari satu sisi ke sisi lahan yang lain. Lahan dibagi menjadi
beberapa strip sejajar yang dipisahkan oleh galengan kecil. Sifat irigasi luapa ini
adalah memberikan air irigasi dapal jumlah seragam di lahan.
Irigasi luapan dapat cocok diterapkan di lahan dengan permukaan relatif datar atau
dapat dibuat datar dengan murah dan tanpa mengurangi produksi.Umumnya irigasi
luapan baik untuk untuk tanah dengan kapasitas infiltrasi sedang sampai
rendah.Seringkali metode ini tidak cocok diterapkan di tanah pasiran kasar.
Tahap-tahap desain irigasi genangan dapat diterapkan untuk desain irigasi luapan.
Tahap terakhir ditambahkan menenetukan jumlah jalur yang akan diairi setiap
pemberian irigasi.

1.3 Irigasi Alur (Furrow Irrigation)
Irigasi alur dilakukan dengan mengalirkan air melalui alur-alur atau saluran kecil
yang dibuat searah atau memotong slope.Air masuk ke dalam permukaan tanah dari
dasar alur dan dinding alur.Teknik ini cocok untuk tanah berderet dengan tekstur
medium sampai halus untuk mengalirkan air vertikal dan horisontal.

Desain irigasi alur meliputi panjang alur, jarak antar alur, dan kedalaman
alur.Panjang alur berkisar 100-200 m dengan memperhatikan perkolasi
dan erosi.Jarak antar alur 1-2 m tergantung jenis tanaman dan sifat
tanah.Kedalaman alur 20-30 cm untuk memudahkan pengendalian dan penetrasi air.
Kelebihan dari irigasi alur ini adalah mengurangi kehilangan akibat evaporasi,
mengurangi pelumpran tanah berat, dan mempercepat pengolahan tanah setelah
pemberian air.Irigasi alur cocok untuk memberikan air pada tanaman yang mudah
rusak bila bagian tanamannya terkena air.Tenaga kerja yang diperlukan untuk
mengoperasikan sistem ini relatif lebih besar daripada irigasi kolam.
Sumber : Sudjarwadi, 1990

2.

Irigasi Sprinkle (Curah)
Sistem Irigasi curah atau sprinkler merupakan salah satu alternative metode
pemberian air dengan efisiensi pemberian air lebih tinggi dibandingkan dengan
irigasi permukaan (surface irrigation). Air yang disemprot akan seperti kabut,
sehingga tanaman mendapat air dari atas, daun akan basah lebih dahulu, kemudian
menetes ke akar. Penyemprotan dibuat dengan mengalirkan air bertekanan melalui
orifice kecil atau nozzle.Tekanan biasanya didapatkan dengan pemompaan. Untuk

mendapatkan penyebaran air yang seragam diperlukan pemilihan ukuran nozzle,
tekanan operasional, spasing sprinkler dan laju infiltrasi tanah yang sesuai. Irigasi
curah dapat digunakan untuk hampir semua tanaman, pada hampir semua
jenis tanah.Akan tetapi tidak cocok untuk tanah berstruktur liat halus, dimana laju
infiltrasi kurang dari 4 mm per jam dan atau kecepatan angin lebih besar dari 13
km/jam. Disamping untuk memenuhi kebutuhan air tanaman.Sistem ini dapat pula
digunakan untuk mencegah pembekuan, mengurangi erosi angin, memberikan
pupuk dan lain-lain. Pada irigasi curah air dialirkan dari sumber melalui jaringan pipa
yang disebut mainline dan sub-mainlen dan ke beberapa lateral yang masingmasing mempunyai beberapa mata pencurah.

3.

Irigasi Tetes
Irigasi Tetes adalah suatu sistem untuk memasok air (dan pupuk) tersaring ke dalam
tanah melalui suatu pemancar (emiter / dripper). Air akan menyebar di tanah baik ke
samping maupun ke bawah karena gaya kapiler dan gravitasi. Bentuk sebarannya
tergantung jenis tanah, kelembaban, permeabilitas tanah, dan jenis tanaman. Irigasi
tetes sering juga disebut sebagai irigasi mikro, irigasi bawah tanah, iigasi rembesan,
tau irigasi gelembung yang memiliki kriteri rancangan dan pengelolaan yang sama.


4.

Irigasi Tradisional dengan Ember
Di sini diperlukan tenaga kerja secara perorangan yang banyak sekali.Di samping itu
juga pemborosan tenaga kerja yang harus menenteng ember.

5.

Irigasi Lokal
Sistem ini air distribusikan dengan cara pipanisasi. Di sini juga berlaku gravitasi, di
mana lahan yang tinggi mendapat air lebih dahulu.Namun air yang disebar hanya
terbatas sekali atau secara lokal.

6.

Irigasi dengan Penyemprotan
Penyemprotan biasanya dipakai penyemprot air atau sprinkle. Air yang disemprot
akan seperti kabut, sehingga tanaman mendapat air dari atas, daun akan basah
lebih dahulu, kemudian menetes ke akar.

Irigasi Pompa Air

7.

Air diambil dari sumur dalam dan dinaikkan melalui pompa air, kemudian dialirkan
dengan berbagai cara, misalnya dengan pipa atau saluran. Pada musim kemarau
irigasi ini dapat terus mengairi sawah.
(Hansen, 2002)
Kondisi Iklim Lokasi



Wilayah provinsi Jawa Timur (misal : Halim Perdana Kusuma) termasuk tipe iklim C
dan D menurut klasifikasi iklim Schmit Ferguson dengan curah hujan rata-rata
sepanjang tahun 2.000 mm.

Tabel 1 Data Parameter Iklim Kawasan Halim Perdana Kusuma
Bulan

Temperatur rata-

Curah Hujan

Radiasi

Kelembaban Kecepatan angin

Januari

rata (˚)
18.23

(mm)
269.1

Matahari (%)
24.4

(%)
59.7

(knots)
2.2

Februari

23.59

536.6

40.3

75.4

3.4

Maret

23.91

199

50.1

74.4

2.9

April

26.93

214.6

60.5

82.7

3

Mei

24.36

144.7

62.2

73.6

2.6

Juni

26.77

87.6

69.4

79.6

2.8

Juli

26.43

97.6

75.1

78.3

3.2

Agustus

23.76

77.4

71.4

68.1

3

September 27.1

77.7

67.4

75.1

3.3

Oktober

156

57

69.1

2.5

24.52

November 27.23

186.9

53

78.3

3.9

Desember

216.7

43.9

81.4

3.5

26.52

Berdasarkan data pada tabel 1, menunjukkan data iklim selama 10 tahun yang
digunakan sebagai masukan pada parameter di program Cropwat 8.0, sehingga
dapat diperoleh jumlah evapotranspirasi acuan (ETo). Evapotranspirasi acuan ini
digunakan untuk menentukan besar evapotranspirasi tanaman (ETc). Berikut hasil
perhitungan evapotranspirasi acuan (ETo) pada program Cropwat 8.0
Gambar 1. hasil perhitungan evapotranspirasi acuan (ETo) pada program Cropwat
8.0
Pada gambar 1 menunjukkan hasil perolehan evapotranspirasi acuan (ETo). Nilai
evapotranspirasi acuan maksimum terjadi pada bulan September sebesar 4,60
mm/hari, dan nilai evapotranspirasi acuan minimum terjadi pada bulan Januari dan
Juni sebesar 3,48 mm/hari. Selanjutnya data curah hujan dimasukkan pada
menu rain sehingga diperoleh curah hujan efektif.
Gambar 2. Curah hujan efektif yang diperoleh dari program cropwat
Berdasarkan gambar 2 diketahui bahwa curah hujan efektif maksimum terjadi pada
bulan Februari sebesar 178,7 mm. Curah hujan efektif jumlah hujan yang jatuh
selama periode pertumbuhan tanaman dan hujan itu berguna untuk memenuhi
kebutuhan air tanaman (KAT). Jumlah curah hujan efektif pada areal tanaman
tergantung pada intensitas hujan, topografi lahan, sistem pengolahan tanah serta
tingkat pertumbuhan tanaman (Oldeman dan Syarifuddin, 1977 dalam Sari, N, Y,
2004).
Curah hujan memegang peranan pertumbuhan dan produksi tanaman pangan. Hal
ini disebabkan air sebagai pengangkut unsur hara dari tanah ke akar dan dilanjutkan
ke bagian-bagian lainnya. Fotosintesis akan menurun jika 30% kandungan air dalam
daun hilang, kemudian proses fotosintesis akan berhenti jika kehilangan air
mencapai 60% (Thornthwaite, 1974). Dalam kondisi alami, kelebihan air kurang
bermasalah jika dibandingkan dengan kekeringan. Menurut Thornthwaite (1974)
dalam Tjasyono (2004), kekeringan didefinisikan sebagai sebuah keadaan yang
membutuhkan air untuk transpirasi dan penguapan langsung melalui jumlah air yang
tersedia di tanah.


Kebutuhan Air Irigasi Tanaman

Kebutuhan air irigasi setiap tanaman di setiap wilayah dengan kondisi tertentu
berbeda beda. Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk
menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi air bawah
tanah, irigasi pompa dan irigasi rawa. Semua proses kehidupan dan kejadian di
dalam tanah yang merupakan tempat media pertumbuhan tanaman hanya dapat
terjadi apabila terdapat air di dalamnya. Oleh karena itu, sangat jelas bahwa air
merupakan sumber bagi kehidupan makhluk hidup. Dalam kata lain irigasi berarti
mengalirkan air secara buatan dari sumber air yang tersedia ke suatu lahan untuk
memenuhi kebutuhan tanaman (Dardji, 1979). Kondisi lingkungan sangat
menentukan jumlah air yang digunakan untuk mengairi lahan. Parameter-parameter
lingkungan yang menentukan adalah parameter yang dimasukkan ke dalam program
Cropwat 8.0.
Gambar 3 Tampilan Program Cropwat 8

Berdasarkan gambar 3 ditunjukkan nilai Kc jenis tanaman semakin tinggi sehingga
crop water requirement (CWR) semakin besar pula. Kemudian diketahui pula jadwal
dilakukan irigasi pada kawasan tersebut yaitu pada bulan Juli sampai September.
Kebutuhan air irigasi netto merupakan kebutuhan air irigasi yang dianggap sesuai
dengan kebutuhan tanaman. Tidak melebihi kapasitasnya, dan juga tidak
kekurangan, sehingga air yang diirigasikan ke lahan bisa diserap sepenuhnya oleh
tanaman. Berbeda dengan air irigasi gross. Air irigasi gross sudah memperhitungkan
air irigasi yang akan hilang di lahan karena beberapa penyebab. Diantaranya
limpasan permukaan dan perkolasi ke dalam tanah yang tidak terjangkau oleh
perakaran tanaman. Berikut ditampilkan CWR tanaman pisang pada program
Cropwat 8.0. Kemudian ditampilkan hasil evapotranspirasi tanaman (ETc).
Gambar 4. Tampilan menu crop pada cropwat 8.0
Berdasarkan gambar 4 diperoleh data nilai Kc pada tanaman pisang untuk
kebutuhan irigasi efektif sebesar 1,10. Hal ini parameter resistansi permukaan sering
digabungkan menjadi satu parameter, parameter resistansi permukaan ‘massal’
yang beroperasi di seri dengan resistansi aerodinamis. Resistansi permukaan, rs,
menggambarkan perlawanan uap mengalir melalui stomata bukaan, total area daun
dan tanah permukaan. Resistansi aerodinamis, ra, menggambLaporanarkan
perlawanan dari vegetasi ke atas dan melibatkan gesekan dari air yang mengalir di
atas permukaan vegetatif. Proses pertukaran di lapisan vegetasi terlalu rumit untuk
sepenuhnya dijelaskan oleh kedua faktor resistansi, korelasi yang baik dapat
diperoleh antara tingkat mengukur dan menghitung evapotranspirasinya, terutama
untuk rumput dengan permukaan seragam (Departemen Sumber Daya Alam dan
Lingkungan, 2006).
Gambar 5. Tampilan menu soil pada Cropwat 8.0

Berdasarkan pada gambar 5 dapat ditentukan jenis tanah yang akan ditanamkan
tanaman pisang. Sebagai contoh, jenis tanah yang dipilih adalah medium (loam).
Jenis tanah ini yang sangat diinginkan atau banyak diminati untuk lahan pertanian
untuk tanaman pisang. Sasaran dari pengelolaan air adalah tercapainya 4 tujuan
pokok: (1) efisiensi penggunaan air dan produksi tanaman yang tinggi; (2) efisiensi
biaya penggunaan air; (3) pemerataan penggunaan air atas dasar sifat keberadaan
air yang selalu ada tapi terbatas dan tidak menentu kejadian serta jumlahnya; (4)
tercapainya keberlanjutan sistem penggunaan sumberdaya air yang hemat
lingkungan (Sari, 2004).


PENUTUP



Kesimpulan
Berdasarkan analisis kebutuhan air tanaman dengan menggunakan program
Cropwat versi 8.0, kebutuhan air tanaman acuan di kawasan Halim Perdana
Kusuma berdasarkan kondisi iklimnya diperoleh evapotranspirasi acuan maksimum
terjadi pada bulan September sebesar 4,60 mm/hari, dan nilai evapotranspirasi
acuan minimum terjadi pada bulan Januari dan Juni sebesar 3,48 mm/hari.
Kemudian kebutuhan air tanaman semakin besar setiap bulannya. Selanjutnya,
kebutuhan irigasi air untuk tanaman pisang di kawasan Halim Perdana Kusuma
dilakukan pada bulan Juli sampai September.



Saran
Program Cropwat 8.0 ini dapat dijadikan sebagai pemecahan dalam menentukan
jadwal dan besar nilai kebutuhan air irigasi. Namun disamping itu, perludilakukan
pembagian air secara giliran, apabila debit air irigasi terbatas dengan melakukan
kajian penentuan koefisien Kc secara tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Dardji. 1979. Ilmu Pengairan (Irigasi). Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Departemen Kehutanan. 2013. Provinsi DKI Jakarta. [Terhubung
berkala].http://www.dephut.go.id/uploads/files/caab39cf305142d2390aae45634c0a4
e.pdf (Diakses tanggal 31 Desember 2014).
Departemen Sumber Daya Alam dan Lingkungan. 2006. FAO Penman-Monteith
Equation. [Terhubung berkala] http://www.fao.org/docrep/ (Diakses tanggal 31
Desember 2014).
Hansen, CV.C.O.W, Israel Son G.B. Stingherm., 2002. Dasar – Dasar dan Praktek
Irigasi. Erlangga; Jakarta.

Peraturan Pemerintah No.20. Tentang Irigasi. Tahun 2006
Sari, N, Y, 2004. Optimasi Pola Tanam Berdasarkan Ketersediaan Debit Air Irigasi di
Daerah Irigasi Situbala Kabupaten Bogor, Jawa Barat [Skripsi]. Jurusan Teknik
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Sudjarwadi, 1990.Teori dan Praktek Irigasi. Pusat Antar Universitas Ilmu Teknik.
UGM. Yogyakarta.
Tjasyono, Bayon. 2004. Klimatologi. Bandung : ITB