Rilis Diskusi Online MILITER DAN MAHASIS
Rilis Diskusi Online: MILITER DAN MAHASISWA
Dewan Mahasiswa Justicia
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
2017
Militer dan Mahasiswa
Modern ini militer di Indonesia kembali memperlihatkan dirinya
dalam beberapa
kesempatan pada kehidupan masyarakat sipil umum terutama di beberapa kampus negeri
dengan wujud menanamkan nasionalisme melalui sosialisasi-sosialisasi atau seminar umum
kebangsaan dan bela negara. Kemudian pertanyaannya adalah nasionalisme seperti apa yang
hendak ditanamkan? Sebab masih terdapat anggapan di sebagian lingkup masyarakat
bahwasanya nasionalisme yang dimiliki militer masih sempit berupa tindakan konfrontasi,
agresi yang berkaitan dengan pertahanan sehingga dianggap kurang humanis. Kemudian dari
hal inilah pemaknaan nasionalisme pun membutuhkan definisi umum yang dapat diterima
setiap elemen masyarakat tanpa terkecuali.
Jika kita kembali mencermati fungsi awal militer yakni fungsi pertahanan. Kemudian muncul
pertanyaan apa dan siapa yang sesungguhnya dipertahankan oleh militer? Mengapa muncul
kesan bahwa militer mempertahankan diri dari masyarakatnya sendiri? Terlihat dari tindakan
dari militer itu sendiri pada beberapa waktu kejadian yang ada di masyarakat yang seringkali
berbentuk konflik-konflik vertikal pemerintah dan masyarakat. Dimana sebenarnya
keberpihakan militer, apakah pada penguasa yang memiliki legitimasi? Atau pada rakyat?
Atau dapat memiliki agenda internal sendiri?
Menurut Samuel Finer (1969) militer sebagai perangkat yang memiliki beberapa sifat yang
khas yakni (1) komando yang terpusat, (2) disiplin (3) organisasi yang bersifat hierarkies (4)
kemampuan berkomunikasi dengan cepat (5) adanya jiwa korsa (esprit de corps)
Jika dilihat secara historis, contoh saat masa awal militer Indonesia Panglima Besar TNI
Jendral Sudirman, yang mana militer dan rakyat memiliki hubungan yang erat karena
bersama-sama mengusir Belanda saat agresi militer belanda tahun 1948. Yang mana saat itu
militer murni hanya untuk mempertahankan dari tindakan konfrontasi penjajah yang dibentuk
oleh Jendral Sudirman yang bahkan memiliki latar belakang seorang pendidik, tokoh agama,
tokoh yang memiliki penjiwaan merakyat, pun dengan tokoh-tokoh militer yang lain saat itu.
Lalu yang menjadi pertanyaan saat ini kenapa militer jadi seakan tajam kebawah dalam
beberapa kasus agraria, industri dan sosial yang beberapa merupakan program pemerintah
atau swasta.
Setelah itu pada masa Soekarno dengan Demokrasi Terpimpin juga ada kedekatan antara
rakyat terkhusus mahasiswa dengan militer terutama Angkatan Darat saat itu karena melihat
kondisi pemerintahan Soekarno yang semakin cenderung pada arah otoritarian dan tendensi
kebijakan politik. Baru kemudian pada saat masa orde baru terlebih saat ada kebijakan
NKK/BKK hubungan baik antara mahasiswa dengan militer kian renggang karena militer
dijadikan instrumen pemerintahan orde baru untuk “menormalkan” situasi kampus dan
“menyeragamkan” mahasiswa dengan kedok Demokrasi Pancasila yang di gencarkan untuk
mereduksi pola pikirr kritis mahasiswa terhadap kebijakan orde baru. Ditambah lagi dengan
adanya dwi fungsi ABRI, yang mana sifat satu komando dari militer benar-benar telah
dimanfaatkan sebagai kekuatan politik yang kuat. Baru kemudian saat reformasi mencapai
puncak perjuangan mahasiswa terhadap penguasa dan militer sebagai alatnya.
Namun disisi lain terdapat juga pandangan masyarakat yang menilai militer sekarang lebih
dapat dipercaya bahkan daripada pemerintah sendiri. Yang mana kini terdapat juga cukup
banyak kegiatan-kegiatan militer yang turun pada tataran masyarakat sipil untuk mengadakan
seperti kegiatan sosial, kegiatan peduli lingkungan dan beberapa hal lain yang cukup rutin.
Hal ini dapat dinilai sebagai wujud rekonstruksi ulang pemikiran masyarakat terhadap militer
yang mana dahulu di era rezim orde baru militer dengan dwi fungsi ABRI nya cukup
membuat antipati masyarakat pada militer.
Kemudian pada kaitannya hubungan Militer dan mahasiswa terutama masa ini, tentunya
keduanya tidak bisa digabungkan pemikiran atau ranah gerak perjuangannya. Mengapa
militer berbeda dengan mahasiswa adalah adanya sifat satu komando atau hirarki wewenang
yang
mana
prajurit
militer
tidak
memiliki
kebebasan
ataupun
membantah
komando atasannya, berbeda jauh dengan mahasiswa yang memiliki kebebasan berfikir dan
bisa menyuarakan pemikiran dalam rangka kebebasan akademik. Selain itu relitas yang
terjadi dilapangan mahasiswa dan pergerakan serta keberpihakannya kepada rakyat cukup
sering timbul konflik vertikal yang mana militer berada dipihak yang bersebrangan. Contoh
keterlibatan militer dalam beberapa kasus atau konflik agraria di Indonesia yang cenderung
memihak kepada pihak korporasi atau swasta.
Di sisi lain, Mahasiswa mendukung rakyat dengan kebebasan berfikirnya sampai membuat
berbagai riset dan kajian secara akademik. Mahasiswa memiliki peran sebagai kelompok
penekan yang bebas terkait keberpihakannya, saat baik akan di dukung saat dinilai
bertentangan akan ditentang. Berbeda dengan militer yang terpusat pada sistem komando
tertingginya. Ini pandangan secara teori, yang mana secara teori militer dan mahasiswa
memiliki jarak perbedaan. Namun secara praktek tergantung situasi politik dan hal yang
disepakati mahasiswa. Hal yang disepakati ini pun akan menjadi dialektika pemikiran yang
panjang dalam tubuh mahasiswa itu sendiri. Sehingga bukan dikotomi mutlak mengenai
kebangsaan, tetapi mendikotomikan sifat-sifat di atas.
Pendekatan yang dilakukan militer terhadap mahasiswa dan masyarakat tentu akan menemui
berbagai macam respon dan tanggapan, seperti contoh ada yang apatis dan benar-benar tidak
peduli, ada pula yang menerima dan terbuka karena dapat memberi rasa aman, antisipatif dan
memiliki kepentingan yang sama atau satu pandangan. Ada yang menolak dan waspada
berdasar atas dikotomi diatas dan alasan lain, ada yang mewajarkan segala tindakan militer
karena kesadarannya yakni apa yang dilakukan adalah menjalankan tugas atasan. Ataupun
ada yang melihat sesuai konteks, sehingga tidak dapat digeneralisir meskipun secara
keseluruhan dan/atau sebagian melakukan tindakan-tindakan tertentu.
Anggapan diatas adalah realitas yang ada di masyarakat khususnya mahasiswa, sangat
dinamis tergantung konteks permasalahan dan masih memungkinkan ada anggapan lain dari
mahasiswa.
Dalam konteks masyarakat pada umumnya dan mahasiswa pada khususnyanya seperti dalam
pasal 30 ayat 1 dan 2 UUD NRI 1945 yakni (1) tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara (2) usaha pertahanan dan kemanan
negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan kemanan rakyat semesta oleh Tentara
Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia sebagai kekuatan utama, dan rakyat
sebagai kekuatan pendukung. Bentuk kekuatan pendukung inipun tidak dapat diartikan
sesempit dengan cara militer atau konfrontasi. Tetapi dengan cara mahasiswa pula.
Dari sedikit pemikiran-pemikiran tersebutlah dapat dikatakan bahwasannya militer di
Indonesia atau TNI sudah semestinya lebih menyadari akan fungsi utamanya untuk
melindungi rakyat Indonesia bukan justru sebaliknya serta dalam kondisi bagaimanapun juga
selama tidak saling bertentangan secara konstitutif. Serta kurang bijak pula ketika
kesalahan-kesalahan yang terjadi lantas membuat kita menutup mata atas jasa-jasa militer
Indonesia yang telah diberikan pada bangsa dan negara ini. Dalam kaitannya tersebut pula,
pada hakikatnya hubungan militer dan mahasiswa sama sekali tidak bertentangan jika
didasarkan pada semangat pembelaan rakyat dan iktikad kepedulian sosial dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Dari kejadian-kejadian kelam sikap militer masa yang lalu, sudah
sepantasnya militer melihat kembali konteks nasionalisme dan bela negara seperti apa yang
saat ini sedang dibutuhkan bangsa dan negara dalam penerapannya di masyarakat.
Dewan Mahasiswa Justicia
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
2017
Militer dan Mahasiswa
Modern ini militer di Indonesia kembali memperlihatkan dirinya
dalam beberapa
kesempatan pada kehidupan masyarakat sipil umum terutama di beberapa kampus negeri
dengan wujud menanamkan nasionalisme melalui sosialisasi-sosialisasi atau seminar umum
kebangsaan dan bela negara. Kemudian pertanyaannya adalah nasionalisme seperti apa yang
hendak ditanamkan? Sebab masih terdapat anggapan di sebagian lingkup masyarakat
bahwasanya nasionalisme yang dimiliki militer masih sempit berupa tindakan konfrontasi,
agresi yang berkaitan dengan pertahanan sehingga dianggap kurang humanis. Kemudian dari
hal inilah pemaknaan nasionalisme pun membutuhkan definisi umum yang dapat diterima
setiap elemen masyarakat tanpa terkecuali.
Jika kita kembali mencermati fungsi awal militer yakni fungsi pertahanan. Kemudian muncul
pertanyaan apa dan siapa yang sesungguhnya dipertahankan oleh militer? Mengapa muncul
kesan bahwa militer mempertahankan diri dari masyarakatnya sendiri? Terlihat dari tindakan
dari militer itu sendiri pada beberapa waktu kejadian yang ada di masyarakat yang seringkali
berbentuk konflik-konflik vertikal pemerintah dan masyarakat. Dimana sebenarnya
keberpihakan militer, apakah pada penguasa yang memiliki legitimasi? Atau pada rakyat?
Atau dapat memiliki agenda internal sendiri?
Menurut Samuel Finer (1969) militer sebagai perangkat yang memiliki beberapa sifat yang
khas yakni (1) komando yang terpusat, (2) disiplin (3) organisasi yang bersifat hierarkies (4)
kemampuan berkomunikasi dengan cepat (5) adanya jiwa korsa (esprit de corps)
Jika dilihat secara historis, contoh saat masa awal militer Indonesia Panglima Besar TNI
Jendral Sudirman, yang mana militer dan rakyat memiliki hubungan yang erat karena
bersama-sama mengusir Belanda saat agresi militer belanda tahun 1948. Yang mana saat itu
militer murni hanya untuk mempertahankan dari tindakan konfrontasi penjajah yang dibentuk
oleh Jendral Sudirman yang bahkan memiliki latar belakang seorang pendidik, tokoh agama,
tokoh yang memiliki penjiwaan merakyat, pun dengan tokoh-tokoh militer yang lain saat itu.
Lalu yang menjadi pertanyaan saat ini kenapa militer jadi seakan tajam kebawah dalam
beberapa kasus agraria, industri dan sosial yang beberapa merupakan program pemerintah
atau swasta.
Setelah itu pada masa Soekarno dengan Demokrasi Terpimpin juga ada kedekatan antara
rakyat terkhusus mahasiswa dengan militer terutama Angkatan Darat saat itu karena melihat
kondisi pemerintahan Soekarno yang semakin cenderung pada arah otoritarian dan tendensi
kebijakan politik. Baru kemudian pada saat masa orde baru terlebih saat ada kebijakan
NKK/BKK hubungan baik antara mahasiswa dengan militer kian renggang karena militer
dijadikan instrumen pemerintahan orde baru untuk “menormalkan” situasi kampus dan
“menyeragamkan” mahasiswa dengan kedok Demokrasi Pancasila yang di gencarkan untuk
mereduksi pola pikirr kritis mahasiswa terhadap kebijakan orde baru. Ditambah lagi dengan
adanya dwi fungsi ABRI, yang mana sifat satu komando dari militer benar-benar telah
dimanfaatkan sebagai kekuatan politik yang kuat. Baru kemudian saat reformasi mencapai
puncak perjuangan mahasiswa terhadap penguasa dan militer sebagai alatnya.
Namun disisi lain terdapat juga pandangan masyarakat yang menilai militer sekarang lebih
dapat dipercaya bahkan daripada pemerintah sendiri. Yang mana kini terdapat juga cukup
banyak kegiatan-kegiatan militer yang turun pada tataran masyarakat sipil untuk mengadakan
seperti kegiatan sosial, kegiatan peduli lingkungan dan beberapa hal lain yang cukup rutin.
Hal ini dapat dinilai sebagai wujud rekonstruksi ulang pemikiran masyarakat terhadap militer
yang mana dahulu di era rezim orde baru militer dengan dwi fungsi ABRI nya cukup
membuat antipati masyarakat pada militer.
Kemudian pada kaitannya hubungan Militer dan mahasiswa terutama masa ini, tentunya
keduanya tidak bisa digabungkan pemikiran atau ranah gerak perjuangannya. Mengapa
militer berbeda dengan mahasiswa adalah adanya sifat satu komando atau hirarki wewenang
yang
mana
prajurit
militer
tidak
memiliki
kebebasan
ataupun
membantah
komando atasannya, berbeda jauh dengan mahasiswa yang memiliki kebebasan berfikir dan
bisa menyuarakan pemikiran dalam rangka kebebasan akademik. Selain itu relitas yang
terjadi dilapangan mahasiswa dan pergerakan serta keberpihakannya kepada rakyat cukup
sering timbul konflik vertikal yang mana militer berada dipihak yang bersebrangan. Contoh
keterlibatan militer dalam beberapa kasus atau konflik agraria di Indonesia yang cenderung
memihak kepada pihak korporasi atau swasta.
Di sisi lain, Mahasiswa mendukung rakyat dengan kebebasan berfikirnya sampai membuat
berbagai riset dan kajian secara akademik. Mahasiswa memiliki peran sebagai kelompok
penekan yang bebas terkait keberpihakannya, saat baik akan di dukung saat dinilai
bertentangan akan ditentang. Berbeda dengan militer yang terpusat pada sistem komando
tertingginya. Ini pandangan secara teori, yang mana secara teori militer dan mahasiswa
memiliki jarak perbedaan. Namun secara praktek tergantung situasi politik dan hal yang
disepakati mahasiswa. Hal yang disepakati ini pun akan menjadi dialektika pemikiran yang
panjang dalam tubuh mahasiswa itu sendiri. Sehingga bukan dikotomi mutlak mengenai
kebangsaan, tetapi mendikotomikan sifat-sifat di atas.
Pendekatan yang dilakukan militer terhadap mahasiswa dan masyarakat tentu akan menemui
berbagai macam respon dan tanggapan, seperti contoh ada yang apatis dan benar-benar tidak
peduli, ada pula yang menerima dan terbuka karena dapat memberi rasa aman, antisipatif dan
memiliki kepentingan yang sama atau satu pandangan. Ada yang menolak dan waspada
berdasar atas dikotomi diatas dan alasan lain, ada yang mewajarkan segala tindakan militer
karena kesadarannya yakni apa yang dilakukan adalah menjalankan tugas atasan. Ataupun
ada yang melihat sesuai konteks, sehingga tidak dapat digeneralisir meskipun secara
keseluruhan dan/atau sebagian melakukan tindakan-tindakan tertentu.
Anggapan diatas adalah realitas yang ada di masyarakat khususnya mahasiswa, sangat
dinamis tergantung konteks permasalahan dan masih memungkinkan ada anggapan lain dari
mahasiswa.
Dalam konteks masyarakat pada umumnya dan mahasiswa pada khususnyanya seperti dalam
pasal 30 ayat 1 dan 2 UUD NRI 1945 yakni (1) tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut
serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara (2) usaha pertahanan dan kemanan
negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan kemanan rakyat semesta oleh Tentara
Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia sebagai kekuatan utama, dan rakyat
sebagai kekuatan pendukung. Bentuk kekuatan pendukung inipun tidak dapat diartikan
sesempit dengan cara militer atau konfrontasi. Tetapi dengan cara mahasiswa pula.
Dari sedikit pemikiran-pemikiran tersebutlah dapat dikatakan bahwasannya militer di
Indonesia atau TNI sudah semestinya lebih menyadari akan fungsi utamanya untuk
melindungi rakyat Indonesia bukan justru sebaliknya serta dalam kondisi bagaimanapun juga
selama tidak saling bertentangan secara konstitutif. Serta kurang bijak pula ketika
kesalahan-kesalahan yang terjadi lantas membuat kita menutup mata atas jasa-jasa militer
Indonesia yang telah diberikan pada bangsa dan negara ini. Dalam kaitannya tersebut pula,
pada hakikatnya hubungan militer dan mahasiswa sama sekali tidak bertentangan jika
didasarkan pada semangat pembelaan rakyat dan iktikad kepedulian sosial dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Dari kejadian-kejadian kelam sikap militer masa yang lalu, sudah
sepantasnya militer melihat kembali konteks nasionalisme dan bela negara seperti apa yang
saat ini sedang dibutuhkan bangsa dan negara dalam penerapannya di masyarakat.