MAKALAH POLITIK DAN BIROKRASI DI INDONES
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belakangan ini, dalam segala aspek yang berhubungan dengan pemerintahan,
reformasi birokrasi menjadi isu yang sangat kuat untuk direalisasikan. Terlebih
lagi,birokrasi pemerintah Indonesia telah memberikan sumbangsih yang sangat besar
terhadap kondisi keterpurukan bangsa Indonesia dalam krisis multidimensi yang
berkepanjangan. Birokrasi yang telah dibangun oleh pemerintah sebelum era reformasi
telah membangun budaya birokrasi yang kental dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme
(KKN).
Akan tetapi, pemerintahan pasca reformasi pun tidak menjamin keberlangsungan
reformasi birokrasi terealisasi dengan baik. Kurangnya komitmen pemerintah pasca
reformasi terhadap reformasi birokrasi ini cenderung berbanding lurus dengan
kurangnya komitmen pemerintah terhadap pemberantasan KKN yang sudah menjadi
penyakit akut dalam birokrasi pemerintahan Indonesia selama ini. Sebagian masyarakat
memberikan cap negatif terhadap komitmen pemerintah pascareformasi terhadap
reformasi birokrasi. Ironisnya, sebagian masyarakat Indonesia saat ini, justru
merindukan pemerintahan Orde Baru yang dinggap dapat memberikan kemapanan
kepada masyarakat, walaupun hanya kemapanan yang bersifat semu.
Agar Indonesia tidak semakin jatuh maka birokrasi Indonesia perlu melakukan
reformasi secara menyeluruh. Reformasi itu sesungguhnya harus dilihat dalam
kerangka teoritik dan empirik yang luas, mencakup didalamnya penguatan masyarakat
sipil
(civil
society),
supremasi
hukum,
strategi
pembangunan
ekonomi
dan
pembangunan politik yang saling terkait dan mempengaruhi. Dengan demikian,
reformasi birokrasi juga merupakan bagian tak terpisahkan dalam buruknya birokrasi
saat ini.
1
B. Permasalahan
Permasalahan reformasi Birokrasi di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Efektivitas peraturan perundang-undangan
Peraturan perundang-undangan di bidang aparatur negara yang masih tumpang
tindih, inkonsisten, tidak jelas, multi tafsir, pertentangan antara peraturan
perundang-undangan yang satu dengan yang lain
2. Pola pikir (mind-set) dan budaya kerja (culture-set)
Belum sepenuhnya mendukung birokrasi yang profesional serta benar-benar
memiliki pola pikir yang melayani masyarakat dan pencapaian kinerja yang lebih
baik
3. Penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, bebas KKN dan akuntabel
Masih adanya praktek penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang dalam
proses penyelenggaraan pemerintahan, serta belum mantapnya akuntabilitas
kinerja pemerintah
4. Pelayanan Publik
Pelayanan publik belum dapat mengakomodasi kepentingan seluruh lapisan
masyarakat, dan memenuhi hak-hak dasar warga negara/penduduk
5. SDM Aparatur
Manajemen sumber daya manusia aparatur yang belum dilaksanakan secara
optimal untuk meningkatkan profesionalisme, kinerja pegawai dan organisasi
C. Tujuan
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengkaji bagaimana sebenarnya pelaksanaan
reformasi birokrasi di Indonesia. Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan untuk
mengkaji lebih dalam mengenai bagaimana proses dari reformasi birokrasi itu sendiri di
Indonesia guna mengatasi patologi birokrasi di Indonesia.
D. Manfaat
Manfaat yang didapat dari makalah ini adalah:
1. Dapat mengetahui wajah reformasi birokrasi di Indonesia.
2. Dapat mengetahui reformasi birokrasi di Indonesia saat ini.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Birokrasi
Birokrasi berasal dari kata “bureau” yang berarti meja atau kantor; dan kata
“kratia” (cratein) yang berarti pemerintah. Pada mulanya, istilah ini digunakan untuk
menunjuk pada suatu sistematika kegiatan kerja yang diatur atau diperintah oleh suatu
kantor melalui kegiatan-kegiatan administrasi (Ernawan, 1988). Dalam konsep bahasa
Inggris secara umum, birokrasi disebut dengan “civil service”. Selain itu juga sering
disebut dengan public sector, public service atau public administration.
Definisi birokrasi telah tercantum dalam kamus awal secara sangat konsisten.
Kamus akademi Perancis memasukkan kata tersebut pada tahun 1978 dengan arti
kekuasaan, pengaruh, dari kepala dan staf biro pemerintahan. Kamus bahasa Jerman
edisi 1813, mendefinisikan birokrasi sebagai wewenang atau kekuasaan yang berbagai
departemen pemerintah dan cabang-cabangnya memperebutkan diri untuk mereka
sendiri atas sesama warga negara. Kamus teknik bahasa Italia terbit 1823 mengartikan
birokrasi sebagai kekuasaan pejabat di dalam administrasi pemerintahan.
Birokrasi berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli adalah
suatu sistem kontrol dalam organisasi yang dirancang berdasarkan aturan-aturan yang
rasional dan sistematis, dan bertujuan untuk mengkoordinasi dan mengarahkan
aktivitas-aktivitas kerja individu dalam rangka penyelesaian tugas-tugas administrasi
berskala besar (disarikan dari Blau & Meyer, 1971; Coser & Rosenberg, 1976;
Mouzelis, dalam Setiwan,1998).
Birokrasi bukanlah suatu fenomena yang baru bagi kita karena sebenarnya
telah ada dalam bentuknya yang sederhana sejak beribu-ribu tahun yang lalu. Namun
demikian kecenderungan mengenai konsep dan praktek birokrasi telah mengalami
3
perubahan yang berarti sejak seratus tahun terakhir ini. Dalam Masyarakat yang
modern, birokrasi telah menjadi suatu organisasi atau institusi yang penting. Pada masa
sebelumnya ukuran negara pada umumnya sangat kecil, namun pada masa kini
negara-negara modern memiliki luas wilayah, ruang lingkup organisasi, dan
administrasi yang cukup besar dengan berjuta-juta penduduk.
B. Pengertian Reformasi
Reformasi adalah mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih baik
daripada yang sudah ada. Reformasi ini diarahkan pada perubahan masyarakat yang
termasuk di dalamnya masyarakat birokrasi, dalam pengertian perubahan ke arah
kemajuan. Dalam pengertian ini perubahan masyarakat diarahkan pada development
(Susanto, 180). Karl Mannheim sebagaimana dimaksud oleh Susanto menjelaskan
bahwa
perubahan
masyarakat
adalah
berkaitan
dengan
norma-normanya.
Development adalah perkembangan yang tertuju pada kemajuan keadaan dan hidup
anggota masyarakat, dimana kemajuan kehidupan ini akhirnya juga dinikmati oleh
masyarakat. Dengan demikian maka perubahan masyarakat dijadikan sebagai
peningkatan martabat manusia, sehingga hakekatnya perubahan masyarakat berkait
erat dengan kemajuan masyarakat. Dilihat dari aspek perkembangan masyarakat
tersebut maka terjadilah keseimbangan antara tuntutan ekonomi, politik, sosial dan
hukum, keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta konsensus antara prinsipprinsip dalam masyarakat(Susanto:185-186).
Reformasi ini harus dilakukan oleh pejabat tertinggi, seperti presiden dalam
suatu negara atau menteri/ kepala lembaga pada suatu departemen dan kementerian
negara/ lembaga negara, sebagai motor penggerak utama. Reformasi birokrasi di
Indonesia belum berjalan dengan maksimal. Indikasinya adalah buruknya pelayanan
publik dan masih maraknya perkara korupsi.
4
C. Pengertian Reformasi Birokrasi
Reformasi birokrasi merupakan salah satu cara untuk membangun kepercayaan
rakyat. Reformasi Birokrasi adalah suatu usaha perubahan pokok dalam suatu sistem
yang tujuannya mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang
sudah lama. Ruang lingkup reformasi birokrasi tidak hanya terbatas pada proses dan
prosedur, tetapi juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur dan sikap serta
tingkah laku. Hal ini berhubungan dengan permasalahan yang bersinggungan dengan
wewenang dan kekuasaan.
Reformasi birokrasi adalah sebuah harapan masyarakat pada pemerintah agar
mampu memerangi KKN dan membentuk pemerintahan yang bersih serta keinginan
masyarakat untuk menikmati pelayanan publik yang efisien, responsif dan akuntabel.
Maka dari itu masyarakat perlu mengetahui reformasi birokrasi yang dilakukan saat ini
agar kehidupan bernegara berjalan dengan baik, msyarakat juga berposisi sebagai
penilai dan pihak yang dilayani pemerintah.
Pada dasarnya Reformasi Birokrasi adalah suatu perubahan signifikan elemenelemen
birokrasi
seperti
kelembagaan,
sumber
daya
manusia
aparatur,
ketatalaksanaan, akuntabilitas, aparatur, pengawasan dan pelayanan publik, yang
dilakukan secara sadar untuk memposisikan diri (birokrasi) kembali, dalam rangka
menyesuaikan diri dengan dinamika lingkungan yang dinamis. Perubahan tersebut
dilakukan untuk melaksanakan peran dan fungsi birokrasi secara tepat, cepat dan
konsisten, guna menghasilkan manfaat sesuai diamanatkan konstitusi. Perubahan ke
arah yang lebih baik, merupakan cerminan dari seluruh kebutuhan yang bertitik tolak
dari fakta adanya peran birokrasi saat ini yang masih jauh dari harapan. Realitas ini,
sesungguhnya menunjukan kesadaran bahwa terdapat kesenjangan antara apa yang
sebenarnya diharapkan, dengan keadaan yang sesungguhnya tentang peran birokrasi
dewasa ini.
5
BAB III
PEMBAHASAN
A. Reformasi Birokrasi
Birokrasi bukanlah suatu fenomena yang baru bagi kita karena sebenarnya telah
ada dalam bentuknya yang sederhana sejak beribu-ribu tahun yang lalu. Namun
demikian kecenderungan mengenai konsep dan praktek birokrasi telah mengalami
perubahan yang berarti sejak seratus tahun terakhir ini. Dalam Masyarakat yang
modern, birokrasi telah menjadi suatu organisasi atau institusi yang penting. Pada masa
sebelumnya ukuran negara pada umumnya sangat kecil, namun pada masa kini
negara-negara modern memiliki luas wilayah, ruang lingkup organisasi, dan
administrasi yang cukup besar dengan berjuta-juta penduduk.
Reformasi adalah mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih baik daripada
yang sudah ada. Reformasi ini diarahkan pada perubahan masyarakat yang termasuk
didalamnya masyarakat birokrasi, dalam pengertian perubahan ke arah kemajuan.
Dalam pengertian ini perubahan masyarakat diarahkan pada development (Susanto,
180). Karl Mannheim sebagaimana disitir oleh Susanto menjelaskan bahwa perubahan
masyarakat
adalah
berkaitan
dengan
norma-normanya.
Development
adalah
perkembangan yang tertuju pada kemajuan keadaan dan hidup anggota masyarakat,
dimana kemajuan kehidupan ini akhirnya juga dinikmati oleh masyarakat. Dengan
demikian maka perubahan masyarakat dijadikan sebagai peningkatan martabat
manusia, sehingga hakekatnya perubahan masyarakat berkait erat dengan kemajuan
masyarakat. Dilihat dari aspek perkembangan masyarakat tersebut maka terjadilah
keseimbangan antara tuntutan ekonomi, politik, sosial dan hukum, keseimbangan
antara hak dan kewajiban, serta konsensus antara prinsip-prinsip dalam masyarakat.
(Susanto: 185-186).
6
Reformasi ini harus dilakukan oleh pejabat tertinggi, seperti presiden dalam
suatu negara atau menteri/kepala lembaga pada suatu departemen dan kementerian
negara/lembaga negara, sebagai motor penggerak utama. Reformasi birokrasi di
Indonesia belum berjalan dengan maksimal. Indikasinya adalah buruknya pelayanan
publik dan masih maraknya perkara korupsi.
Reformasi birokrasi merupakan salah satu cara untuk membangun kepercayaan
rakyat. Reformasi birokrasi adalah suatu usaha perubahan pokok dalam suatu sistem
yang tujuannya mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang
sudah lama. Ruang lingkup reformasi birokrasi tidak hanya terbatas pada proses dan
prosedur, tetapi juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur dan sikap serta
tingkah laku. Hal ini berhubungan dengan permasalahan yang bersinggungan dengan
wewenang dan kekuasaan.
Reformasi birokrasi adalah sebuah harapan masyarakat pada pemerentah agar
mampu memerangi KKN dan membentuk pemerintahan yang bersih serta keinginan
masyarakat untuk menikmati pelayanan public yang efisien,responsip dan akuntabel.
Maka dari itu masyarakat perlu mengetahui reformasi birokrasi yang dilakukan saat ini
agar kehidupan bernegara berjalan dengan baik,msyarakat juga berposisi sebagai
penilai dan pihak yang dilayani pemerintah.
Pada dasarnya Reformasi Birokrasi adalah suatu perubahan signifikan elemenelemen
birokrasi
seperti
kelembagaan,
sumber
daya
manusia
aparatur,
ketatalaksanaan, akuntabilitas, aparatur, pengawasan dan pelayanan publik, yang
dilakukan secara sadar untuk memposisikan diri (birokrasi) kembali, dalam rangka
menyesuaikan diri dengan dinamika lingkungan yang dinamis. Perubahan tersebut
dilakukan untuk melaksanakan peran dan fungsi birokrasi secara tepat, cepat dan
konsisten, guna menghasilkan manfaat sesuai diamanatkan konstitusi. Perubahan
kearah yang lebih baik, merupakan cerminan dari seluruh kebutuhan yang bertitik tolak
dari fakta adanya peran birokrasi saat ini yang masih jauh dari harapan. Realitas ini,
sesungguhnya menunjukan kesadaran bahwa terdapat kesenjangan antara apa yang
sebenarnya diharapkan, dengan keadaan yang sesungguhnya tentang peran birokrasi
dewasa ini.
7
B. Tujuan Reformasi Birokrasi
Tujuan Reformasi birokrasi adalah :
a) Memperbaiki kinerja birokrasi agar lebih efektif dan efisien.
b) Terciptanya birokrasi yang profesional, netral, terbuka, demokratis, mandiri, serta
memiliki integritas dan kompetensi dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya selaku abdi masyarakat dan abdi negara.
c) Pemerintah yang bersih (clean government).
d) Bebas KKN.
e) Meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat.
C. Pokok-pokok Reformasi Birokrasi Pemerintahan
Reformasi Birokrasi harus dimulai dari penataan kelembagaan dan sumberdaya
manusia aparatur. Langkah selanjutnya adalah membuat mekanisme, pengaturan,
sistem, dan prosedur yang sederhana tidak berbelit-belit, menegakkan akuntabilitas
aparatur, meningkatkan dan menciptakan pengawasan yang komprehensif, dan
meningkatkan kualitas pelayanan publik menuju pelayanan publik yang berkualitas dan
prima. Reformasi birokrasi perlu diprioritaskan pada unit-unit kerja pelayanan publik
seperti imigrasi, bea-cukai, pajak, pertanahan, kepolisian, kejaksaan, pemerintahan
daerah dan pada institusi atau instansi pemerintah yang rawan KKN, seperti pemerintah
pusat/daerah, kepolisian, kejaksaan, legislatif, yudikatif, dan departemen dengan
anggaran besar seperti departemen pendidikan, departemen agama, dan departemen
pekerjaan umum.
Pokok-pokok Pikiran Tentang Reformasi Birokrasi Aparatur Negara dapat
digambarkan sebagai berikut :
1. Penataan Kelembagaan atau Orgnisasi.
Untuk menata lembaga atau sebuah organisasi ada beberapa hal yang harus
dilakukan, diantaranya : perampingan struktur organisasi yang banyak atau kaya
fungsi, menciptakan organisasi yang efektif dan efesien, rasional, dan proporsional,
organisasi disusun berdasarkan visi, misi, dan strategi yang jelas, mengedepankan
kompetensi dan profesionalitas dalam pelaksanaan tugas, menerapkan strategi
8
organisasi pembelajaran (learning organization) yang cepat beradaptasi dengan
terhadap perubahan.
2. Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur.
SDM yang ingin dibangun adalah PNS yang profesional, netral, dan sejahtera,
manajemen kepegawaian modern, PNS yang profesional, netral, sejahtera,
berdayaguna, berhasilguna, produktif, transparan, bersih dan bebas KKN untuk
melayani dan memberdayakan masyarakat, jumlah dan komposisi pegawai yang
ideal (sesuai dengan tugas, fungsi dan beban kerja yang ada di masing-masing
instansi pemerintah), penerapan sistem merit dalam manajemen PNS, klasifikasi
jabatan, standar kompetensi, sistem diklat yang mantap, standar kinerja,
penyusunan pola karier PNS, pola karir terbuka, PNS sebagai perekat dan
pemersatu bangsa, membangun sistem manajemen kepegawaian unified berbasis
kinerja, dan dukungan pengembangan database kepegawaian, sistem informasi
manajemen kepegawaian, sistem remunerasi yang layak dan adil, menuju
manajemen modern.
3. Tata Laksana atau Manajemen.
Ketatalaksanaan aparatur pemerintah disederhanakan, ditandai oleh mekanisme,
sistem, prosedur, dan tata kerja yang tertib, efisien, dan efektif, melalui pengaturan
ketatalaksanaan yang sederhana: standar operasi, sistem, prosedur, mekanisme,
tatakerja, hubungan kerja dan prosedur pada proses perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan, evaluasi dan pengendalian, proses korporatisasi dan privatisasi,
pengelolaan sarana dan prasarana kerja, penerapan perkantoran elektronis dan
pemanfaatan teknologi informasi (e-government), dan apresiasi kearsipan. Juga
penataan birokrasi yang efisien, efektif, transparan, akuntabel, hemat, disiplin, dan
penerapan pola hidup sederhana. Efisiensi kinerja aparatur dan peningkatan budaya
kerja, terwujudnya sistem dan mekanisme kerja yang efektif dan efisien (dalam
administrasi pemerintahan maupun pelayanan kepada masyarakat), sistem
kearsipan yang andal (tepat guna, tepat sasaran, tepat waktu, efektif dan efisien),
otomatisasi administrasi perkantoran, dan sistem manajemen yang efisien dan
efektif. Unit organisasi pemerintah yang mempunyai potensi penerimaan keuangan
9
negara, statusnya didorong menjadi unit korporatisasi dalam bentuk Badan Layanan
Umum (BLU), BHMN, BUMD, Perum, Persero, UPT, UPTD, atau bentuk lainnya.
4. Akuntabilitas Kinerja Aparatur
Pemahaman tentang akuntabilitas terus ditingkatkan dan diupayakan agar
diciptakan Kinerja Instansi pemerintah yang berkualitas tinggi, akuntabel dan bebas
KKN, ditandai oleh Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang
efektif, sistem dan lingkungan kerja yang kondusif: berdasarkan peraturan dan tertib
administrasi, terlaksananya sistem akuntabilitas instansi yang berguna sebagai
sarana penilaian kinerja instansi dan individu oleh stakeholders (atasan,
masyarakat, dan pihak lain yang berkepentingan) didukung sistem informasi dan
pengolahan data elektronik yang terpadu secara nasional dan diterapkan di semua
departemen/lembaga di bidang perencanaan dan penganggaran, organisasi dan
ketalaksanaan, kepegawaian, sistem akuntansi keuangan negara yang dikaitkan
dengan indikator kinerja dan pelayanan masyarakat, dan aparatur negara yang
bebas KKN (kondisi yang terkendali dari praktek-praktek penyalahgunaan
kewenangan dan penyimpangan serta pelanggaran disiplin, tingginya kinerja
sumber daya aparatur dan kinerja pelayanan publik).
5. Pengawasan.
Pengawasan ini dilakukan dengan harapan terbangunnya sistem pengawaan
nasional dengan elemen-elemen pengawasan fungsional, pengawasan internal,
pengawasan eksternal, dan pengawasan masyarakat, ditandai oleh sistem
pengendalian dan pengawasan yang tertib, sisdalmen/waskat, wasnal, dan wasmas,
koordinasi, integrasi dan sinkronisasi aparat pengawasan, terbentuknya sistem
informasi pengawasan yang mendukung pelaksanaan tindak lanjut, serta jumlah dan
kualitas auditor profesional yang memadai, intensitas tindak lanjut pengawasan dan
penegakan hukum secara adil dan konsisten.
6. Pelayanan Publik.
Pelayanan publik sebagai barometer transparansi dan akuntabilitas, diharapkan
dapat didorong upaya mewujudkan pelayanan publik yang prima dalam arti
10
pelayanan yang cepat, tepat, adil, dan akuntabel ditandai oleh pelayanan tidak
berbelit-belit, informatif, akomodatif, konsisten, cepat, tepat, efisien, transparan dan
akuntabel, menjamin rasa aman, nyaman, dan tertib, kepastian (persyaratan biaya
waktu pelayanan dan aturan hukum), dan tidak dijumpai pungutan tidak resmi.
Kondisi kelembagaan, SDM aparatur, ketatalaksanaan, dan pengawasan, mampu
mendukung penyelenggaraan pelayanan publik yang berkualitas dan mendorong
munculnya praktek-praktek pelayanan yang lebih menghargai para pengguna jasa;
perubahan paradigma aparatur yang terarah dalam upaya revitalisasi manajemen
pembangunan ke arah penyelenggaraan good governance: menjadi entrepreneurial
competitive government (pemerintahan yang kompetitif), customer driven dan
accountable
government
(pemerintahan
tanggap/responsive),
serta
global-
cosmopolit orientation government (pemerintahan yang berorientasi global.
7. Budaya Kerja Produktif, Efisien dan Efektif.
Pelaksanaan Budaya Kerja Produktif, Efisien dan Efektif iniadalah untuk
membangun kultur birokrasi pemerintah yang produktif, efisien, dan efektif
terciptanya iklim kerja yang berorientasi pada etos kerja dan produktivitas yang
tinggi, melalui Pengembangan Budaya Kerja yang mengubah mindset, pola pikir,
sikap dan perilaku serta motivasi kerja; menemukenali kembali karakter dan jati diri,
membangun birokrat berjiwa entrepreneur, dengan pengembangan budaya kerja
yang tinggi (terbentuk pola pikir, sikap, tindak dan perilaku, serta budaya kerja
pegawai yang etis, bermoral, profesional, disiplin, hemat, hidup sederhana, jujur,
produktif, menghargai waktu, menjadi panutan dan teladan, serta mendapat
kepercayaan masyarakat).
8. Koordinasi, Integrasi, dan Sinkronisasi
Koordinasi, Integrasi, dan Sinkronisasi ini Perlu ditingkatkan koordinasi program dan
pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, pengawasan dan pengendalian program
pendayagunaan aparatur negara.
11
9. Practices.
Best practices yaitu Mengamati contoh keberhasilan beberapa Pemerintah Daerah
dalam melaksanakan reformasi birokrasi dan meningkatkan kualitas pelayanan
publik, antara lain Provinsi (DI Yogyakarta, Sumatera Barat, Riau, Bali, Kalimantan
Selatan, dan Kalimantan Timur), Kabupaten (Solok, Tanah Datar, Sidoarjo, Takalar,
Sragen, Karanganyar, Sleman, Bantul, Kebumen, Jembrana, Gianyar, dan
Tabanan), dan Kota (Balikpapan, Tarakan, Malang, Sawahlunto, dan Pekanbaru).
D. Tahap-tahap Reformasi Birokrasi yang Ideal dan Strategi Reformasi Birokrasi
1) Tahap-tahap Reformasi Birokrasi yang Ideal
Agar reformasi birokrasi dapat berjalan baik, perlu dilakukan langkahlangkah
manajemen
mendiagnosis,
perubahan.
menginisialisasi,
Manajemen
perubahan
mengimplementasi,
dan
adalah
proses
mengintegrasi
perubahan individu, kelompok, atau organisasi dalam rangka menyesuaikan diri
dan mengantisipasi perubahan lingkungannya agar tetap tumbuh, berkembang,
dan menghasilkan keuntungan. Ada tujuh langkah manajemen perubahan yang
dikutip dari Harvard Business Essentials tahun 2005, yaitu sebagai berikut:
a) Memobilisasi energi dan komitmen para anggota organisasi melalui
penentuan cita-cita, tantangan, dan solusinya
oleh semua
anggota
organisasi. Pada tahap ini, setiap lini dalam instansi pemerintah harus tahu
apa yang dicita-citakan instansi, apa yang mereka hadapi, dan cara
menghadapi atau menyelesaikan masalah itu secara bersama-sama. Agar
mereka tergerak untuk menjalankan solusi bersama, mereka perlu dilibatkan
dalam diskusi dan pengambilan keputusan.
b) Mengembangkan visi bersama, bagaimana mengatur dan mengorganisasi
diri maupun organisasi agar dapat mencapai apa yang dicita-citakan.
c) Menentukan kepemimpinan. Di dalam instansi pemerintahan, kepemimpinan
biasanya dipegang para pejabat eselon. Padahal, kepemimpinan harus ada
pada semua level agar dapat mengontrol perubahan. Pemimpin tertinggi
harus memastikan orang-orang yang kompeten dan jujurlah yang berperan
sebagai pemimpin pada level-level di bawahnya.
12
d) Fokus pada hasil kerja. Langkah itu dilakukan dengan membuat mekanisme
asessment yang dapat mengukur hasil kerja tiap pegawai atau tiap tim yang
diberi tugas tertentu.
e) Mulai mengubah unit-unit kecil di instansi kemudian dorong agar perubahan
itu menyebar ke unit-unit lain di seluruh instansi.
f) Membuat peraturan formal, sistem, maupun struktur untuk mengukuhkan
perubahan, termasuk cara untuk mengukur perubahan yang terjadi.
g) Mengawasi dan menyesuaikan strategi untuk merespons permasalahan yang
timbul selama proses perubahan berlangsung.
2) Strategi Reformasi Birokrasi
a) Pada level kebijakan, harus diciptakan berbagai kebijakan yang mendorong
Birokrasi yang berorientasi pada pemenuhan hak-hak sipil warga (kepastian
hukum, batas waktu, prosedur, partisipasi, pengaduan, gugatan).
b) Pada level organisational, dilakukan melalui perbaikan proses rekrutmen
berbasis kompetensi, pendidikan dan latihan yang sensitif terhadap
kepentingan masyarakat, penciptaan Standar Kinerja Individu, Standar
Kinerja Tim dan Standar Kinerja Instansi Pemerintah.
c) Pada level operasional, dilakukan perbaikan melalui peningkatan service
quality meliputi dimensi tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan
emphaty.
d) Instansi Pemerintah secara periodik melakukan pengukuran kepuasan
pelanggan dan melakukan perbaikan.
Strategi birokrasi yang profesional dalam pelayanan publik ini ditandai dengan
beberapa karakteristik antara lain:
a) Perubahan yang besar pada orientasi administrasi negara tradisional menuju
ke perhatian yang lebih besar pada pencapaian hasil dan pertanggung
jawaban pribadi pimpinan.
b) Keinginan untuk keluar dari birokrasi klasik dan menjadikan organisasi,
pegawai, masa pengabdian dan kondisi pekerjaan yang lebih luwes.
13
c) Tujuan organisasi dan individu pegawai disusun secara jelas sehingga
memungkinkan dibuatkannya tolok ukur prestasi lewat indikator kinerjanya
masing-masing, termasuk pula sistem evaluasi program-programnya.
d) Staf pimpinan yang senior dapat memiliki komitmen politik kepada
pemerintah yang ada, dan dapat pula bersikap non partisan dan netral.
e) Fungsi-fungsi pemerintah bisa dinilai lewat uji pasar (market test) seperti
misalnya dikontrakkan pada pihak ketiga tanpa harus disediakan atau
ditangani sendiri oleh pemerintah.
f) Mengurangi peran-peran pemerintah misalnya lewat kegiatan privatisasi.
g) Birokrasi harus steril dari akomodasi politik yang menghambat efektivitas
pemerintahan.
h) Rekruitmen dan penempatan pejabat birokrasi yang bebas dari kolusi,
korupsi dan nepotisme.
E. Reformasi Birokrasi Di Indonesia
Reformasi yang terjadi menyusul jatuhnya Rezim Orde Baru ternyata tidak
seperti yang diharapkan, yaitu reformasi yang mampu mengadakan perubahan
kehidupan yang berarti bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Selain itu reformasi
juga diharapkan untuk mampu memerangi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ( KKN ) dan
membentuk pemerintahan yang bersih ternyata masih jauh dari realita. Praktek KKN
dalam birokrasi pemerintahan dan pelayanan public masih terus berlangsung malah
semakin merajalela. Keinginan masyarakat untuk menikmati pelayanan public yang
efisien, responsive dan akuntabel masih jauh dari harapan. Masuknya orang-orang baru
dalam pemerintahan, baik di legislatif maupun eksekutif juga tidak mampu menciptakan
perubahan yang berarti dalam kinerja pemerintahan. Bahkan banyak diantara mereka
akhirnya terperangkap dalam lumpur KKN dan ikut memperburuk kinerja birokrasi dan
pelayanan publik.
Pada masa orde reformasi dan orde sesudahnya (hingga saat ini), reformasi
birokrasi telah banyak diwacanakan dan diagendakan,bahkan mungkin telah betul-betul
secara serius dilaksanakan. Beberapa diantaranya adalah diberlakukannya PP No.8
tahun 2003 tentang restrukturisasi organisasi pemerintah daerah dengan konsep MSKF
14
(Miskin Struktur Kaya fungsi). Tujuannya jelas adalah untuk rasionalisasi birokrasi di
lingkup pemerintahan daerah. Kemudian juga ada perubahan paradigma dari UU
Nomor 5 tahun 1974 yang menggunakan the structural efficensy model menuju UU
Nomor 22 tahun 1999 yang selanjutnya diperbaharui dengan UU Nomor 32 tahun 2004
yang lebih cenderung menggunakan the local democracy model (Tim Fisipol
Unwar,2006) . Agenda reformasi tersebut tampaknya merupakan jawaban atas semakin
meningkatnya tuntutan masyarakat serta banyak didorong oleh konsep konsep
perubahan yang datang dari luar Indonesia seperti entrepreneurial bureaucracy,
reinventing government, good governance dan sebagainya.
Good governance misalnya, adalah suatu mekanisme kerja,dimana aktivitas
pemerintahan berorientasi pada terwujudnya keadilan social dimana pemerintah
diharapkan mampu secara maksimal melaksanakan 3 fungsi dasarnya yakni
service,development,empowerment. Adapun konsekuensi dari pelaksanaan good
governance,setidaknya terlihat dari 3 hal berikut :
a) Pemerintah mengambil posisi sebagai fasilitator dan advocator kepentingan public.
b) Adanya perlindungan yang nyata terhadap “ruang dan wacana” public,serta
c) Mengakui dan menghormati kemajemukan politik dalam rangka mendorong
partisipasi dan mewujudkan desentralisasi.
Meskipun
banyak
agenda
reformasi
telah
diintrodusir,dalam
prakteknya
perubahan tersebut cukup sulit dilakukan. Beberapa data membuktikan bahwa birokrasi
public di Indonesia pada era reformasi belum sepenuhnya siap menghadapi perubahan.
a) Laporan dari the world competitivness yearbook tahun 1999 yang menyatakan
bahwa birokrasi Indonesia berada pada kelompok Negara Negara yang memiliki
indeks competitivness yang paling rendah diantara 100 negara yang diteliti (Cullen&
Cushman,2000).
b) Hasil penelitian PSKK UGM tahun 20000 di 3 provinsi yang menyimpulkan bahwa
kinerja birokrasi dalam pelayanan public masih amat buruk disebabkan oleh kuatnya
pengaruh paternalisme (Dwiyanto,20003).
c) Hasil kajian political and economic risk consultancy di 14 negara tahun
2001,menyatakan adanya indikasi kinerja birokrasi di Indonesia yang makin buruk
dan korup (Kompas,22 juni 2001)
15
Sementara itu, dalam lokus Negara berkembang, studi Dwight King (1989)
mengungkapkan beberapa sisi buram ciri birokrasi di negara berkembang seperti :
a) Tidak efisien, antara lain ditandai dengan adanya :
Tumpang tindih kegiatan antar instansi Struktur, norma, nilai,dan regulasi yang ada
juga masih berorientasi pada kekuasaan Budaya birokrasi yang masih bersifat
“dilayani” daripada “melayani”, dan Banyaknya posisi-posisi terpenting dalam
lembaga birokrasi kita yang tidak diisi oleh orang-orang yang berkompeten.
Padahal, birokrasi pada suatu negara merupakan suatu lembaga penting yang
merupakan alat negara dalam melayani masyarakat. Oleh karena itu, suatu
perubahan pada birokrasi kita harus dilaksanakan, atau melaksanakan reformasi
birokrasi.
b)
c)
d)
e)
Jumlah pegawai yang berlebihan.
Tidak modern atau ketinggalan jaman
Seringkali menyalahgunakan wewenang.
Tidak ada perhatian atau mengabaikan daerah daerah miskin dan tidak tanggap
atas keragaman kebutuhan dan kondisi daerah setempat.
Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Pemerintah di Indonesia pada dasarnya
dimulai sejak akhir tahun 2006 yang dilakukan melalui pilot project di Kementerian
Keuangan,
Mahkamah Agung,
dan
Badan
Pemeriksa
Keuangan.
Sejak
itu,
dikembangkan konsep dan kebijakan Reformasi Birokrasi yang komprehensif yang
ditetapkan dengan Peraturan Presiden No.81 Tahun 2010 tentang Grand Design
Reformasi Birokrasi 2010-2025, dan Permenpan-rb No. 20 Tahun 2010 tentang Road
Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. Selain itu, diterbitkan pula 9 (sembilan) Pedoman
dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi yang ditetapkan dengan Permenpan-RB
No. 7 sampai dengan No. 15 yang meliputi pedoman tentang Pengajuan dokumen
usulan sampai dengan mekanisme persetujuan pelaksanaan reformasi birokrasi dan
tunjangan kinerja.
Pelaksanaan reformasi birokrasi di masing-masing instansi pemerintah dilakukan
berdasarkan kebijakan/program/kegiatan yang telah digariskan dalam Grand Design
16
Reformasi Birokrasi dan Road Map reformasi Birokrasi, serta berbagai pedoman
pelaksanaannya.
Selanjutnya, pelaksanaan reformasi birokrasi memerlukan sistem monitoring dan
evaluasi yang solid dan kredibel dan dapat mencerminkan suatu sistem pengukuran
yang objektif, dan pengguna dapat menerima dan menindaklanjuti hasil dari sistem
tersebut. Dalam rangka itu, ditetapkan Permenpanrb No. 1 Tahun 2012 tentang
Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi, dan untuk operasionalisasinya
ditetapkan Permenpanrb No. 31 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Mandiri
Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Secara Online.
Pedoman dan Petunjuk Teknis Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi
Birokrasi (PMPRB) tersebut merupakan acuan bagi instansi pemerintah untuk
melakukan penilaian upaya pencapaian program Reformasi Birokrasi sejalan dengan
pencapaian sasaran, indikator dan target nasional. PMPRB mengkaitkan penilaian atas
output dan outcome pelaksanaan program reformasi birokrasi di instansi pemerintah,
serta pencapaian Indikator Kinerja Utama masing-masing instansi pemerintah dengan
indikator keberhasilan reformasi birokrasi secara nasional.
Sistem Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB), berperan
sangat penting dalam mengetahui dan menilai serta mengawal pencapaian reformasi
birokrasi sebagaimana diharapkan.
F. Birokrasi Indonesia Sebelum Reformasi
Birokrasi di Indonesia menurut Karl D Jackson merupakan bureaucratic polity.
Model ini merupakan birokrasi dimana negara menjadi akumulasi dari kekuasaan dan
menyingkirkan peran masyarakat dari politik dan pemerintahan. Ada pula yang
berpendapat bahwa birokrasi di Indonesia merupakan birokrasi Parkinson dan Orwel.
Hal ini disampaikan oleh Hans Dieter Evers. Birokrasi Parkinson merujuk pada
pertumbuhan jumlah anggota serta pemekaran struktural dalam birokrasi yang tidak
terkendali. Birokrasi Orwel merujuk pada pola birokratisasi yang merupakan proses
perluasan kekuasaan pemerintah yang dimaksudkan sebagai pengontrol kegiatan
17
ekonomi, politik dan social dengan menggunakan regulasi yang bila perlu ada suatu
pemaksaan.
Dari model yang diutarakan di atas dapat dikatakan bahwa birokrasi yang
berkembang di Indonesia pada masa Orde Baru adalah birokrasi yang berbelit-belit,
tidak
efisien
dan
mempunyai
pegawai
birokrat
yang
makin
membengkak.
Keadaan ini pula yang menyebabkan timbulnya penyimpangan-penyimpangan berikut,
seperti :
a) Maraknya tindak KKN
b) Tingginya keterlibatan birokrasi dalam partai politik sehingga pelayanan terhadap
masyarakat tidak maksimal
c) Pelayanan publik yang diskriminatif
d) Penyalahgunaan wewenang
e) Pengaburan antara pejabat karir dan non-karir
Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Guna Mengatasi Patologi Birokrasi
Beberapa perubahan yang perlu dilakukan pemerintah guna merespon kesan
buruk birokrasi. Birokrasi perlu melakukan beberapa perubahan sikap dan perilakunya
antara lain:
a) Birokrasi harus lebih mengutamakan sifat pendekatan tugas yang diarahkan pada
hal
pengayoman
dan
pelayanan
masyarakat;
dan
menghindarkan
kesan
pendekatan kekuasaan dan kewenangan.
b) Birokrasi perlu melakukan penyempurnaan organisasi yang bercirikan organisasi
modern, ramping, efektif dan efesien yang mampu membedakan antara tugastugas yang perlu ditangani dan yang tidak perlu ditangani (termasuk membagi
c)
tugas-tugas yang dapat diserahkan kepada masyarakat).
Birokrasi harus mampu dan mau melakukan perubahan sistem dan prosedur
kerjanya yang lebih berorientasi pada ciri-ciri organisasi modern yakni : pelayanan
cepat, tepat, akurat, terbuka dengan tetap mempertahankan kualitas, efesiensi
biaya dan ketepatan waktu.
d) Birokrasi harus memposisikan diri sebagai fasilitator pelayan publik dari pada
sebagai agen pembaharu pembangunan.
18
e) Birokrasi harus mampu dan mau melakukan transformasi diri dari birokrasi yang
kinerjanya kaku (rigid) menjadi organisasi birokrasi yang strukturnya lebih
desentralistis, inovatif, fleksibel dan responsif.
Dari pandangan ini, dapat disimpulkan bahwa organisasi birokrasi yang mampu
memberikan pelayanan publik secara efektif dan efesien kepada masyarakat, salah
satunya jika strukturnya lebih terdesentralisasi daripada tersentralisasi. Sebab, dengan
struktur yang terdesentralisasi diharapkan akan lebih mudah mengantisipasi kebutuhan
dan kepentingan yang diperlukan oleh masyarakat, sehingga dengan cepat birokrasi
dapat menyediakan pelayanannya sesuai yang diharapkan masyarakat pelanggannya.
Sedangkan dalam kontek persyaratan budaya organisasi birokrasi, perlu dipersiapkan
tenaga kerja atau aparat yang benar-benar memiliki kemampuan (capabelity), memiliki
loyalitas kepentingan (competency), dan memiliki keterkaitan kepentingan (consistency
atau coherency).
Oleh karena itu, untuk merealisasikan kriteria ini Pemerintah sudah seharusnya
segera menyediakan dan mempersiapkan tenaga kerja birokrasi professional yang
mampu menguasai teknik-teknik manajemen pemerintahan yang tidak hanya
berorientasi pada peraturan (rule oriented) tetapi juga pada pencapaian tujuan (goal
oriented).
BAB IV
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Fenomena birokrasi selalu ada bersama kita dalam kehidupan kita sehari-hari
dan setiap orang seringkali mengeluhkan cara berfungsinya birokrasi sehingga pada
akhirnya orang akan beranggapan bahwa birokrasi tidak ada manfaatnya karena
19
banyak disalahgunakan oleh pejabat pemerintah (birokratisme) yang merugikan
masyarakat. Oleh karena itu diperlukan adanya reformasi birokrasi.
Penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan demokratis mensyaratkan kinerja
dan akuntabilitas aparatur yang makin meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa
reformasi birokrasi merupakan kebutuhan dan harus sejalan dengan perubahan tatanan
kehidupan politik, kemasyarakatan, dan dunia usaha. Dalam peta tantangan nasional,
regional, dan internasional, aparatur negara dituntut untuk dapat mewujudkan
profesionalisme, kompetensi dan akuntabilitas. Pada era globalisasi, aparatur negara
harus siap dan mampu menghadapi perubahan yang sangat dinamis dan tantangan
persaingan dalam berbagai bidang. Saat ini masyarakat Indonesia sedang memasuki
era yang penuh tuntutan perubahan serta antusiasme akan pengubahan. Ini merupakan
sesuatu yang di Indonesia tidak dapat dibendung lagi. Oleh karena itu, reformasi di
tubuh birokrasi indonesia harus terus dijalankan demi tidak terciptanya lagi patologi
birokrasi di Indonesia.
Usaha untuk mendorong peningkatan kompetensi aparat birokrasi pemerintah,
baik di pusat maupun di daerah, sebagai wujud profesionalisme dalam pelaksanaan
tugas dan fungsinya, harus memerhatikan tiga hal pokok di bawah ini :
a) Peningkatan kesejahteraan aparat birokrasi pemerintah.
b) Peningkatan etika dan moral birokrasi pemerintah.
c) Peningkatan profesionalisme birokrasi pemerintah.
Tujuan reformasi birokrasi: Memperbaiki kinerja birokrasi, Terciptanya good
governance, yaitu tata pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa, Pemerintah
yang bersih (clean government), bebas KKN, meningkatkan kualitas pelayanan
terhadap masyarakat.
3.2. S a r a n
a) Diharapkan kepada Pemerintah untuk memperhatinkan pelayanan yang optimal
kepada masyarakat.
b) Untuk Peningkatan pelayanan, pemerintah harus memberikan pelayanan yang
merata di berbagai aspek
20
c)
Masyarakat bukan hanya sebagai pihak yang dilayani tetapi juga pengawas
pelayanan maka pemerintah haruslah memperbaiki system pelayanan hal ini di
karenakan takutnya ketidak percayaan masyarakat kepada pemerintah yang
menjalankan pelayanan.
d) Diharapkan juga kepada masyarakat agar lebih berpartisipatif dalam pelaksanaan
reformasi
birokrasi,
prinsip-prinsip
good
governance,
pelayanan
publik,
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang baik, bersih, dan
berwibawa, serta pencegahan dan percepatan pemberantasan korupsi.
e) Mengupayakan penataan perundang-undangan, dengan menyelesaikan rancangan
undang-undang yang telah ada, Agar reformasi birokrasi guna mencegah buruknya
birokrasi dapat berjalan dengan baik dengan adanya legalitas secara hukum dalam
pelaksanaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Tjakra Negara, R. Soegiatno. 1992. Hukum tata usaha dan birokrasi Negara.Rineka
Cipta: jakarta
Benveniste, Guy. 1997. Birokrasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Osborn david dan plastrik peter, 2000.memangkas birokrasi: lima strategi menuju
pemerintahan wirausaha, PPM: Jakarta
Martin Albrow, 2004 Birokrasi, Cet.3, wacana : Yogyakarta.
Yunus Yasril dkk ,2006. pengantar ilmu administrasi Negara , unp press:Padang
21
Poltak sinambela ,lijan, dkk. 2006. reformasi pelayanan public: teori,kebijakan dan
implementasi, bumi aksara : Jakarta
Dwiyanto, Agus, dkk. 2006. reformasi birokrasi public di Indonesia. Yogyakarta: UGM
press.
Pasolong harbani,2007. Teori Administrasi Publik, alfabeta :bandung
Qodri azizy, abdul. 2007. Change management dalam reformasi birokrasi. jakarta:
gramedia,
Thoha, Miftah. 2007. Birokrasi dan Politik di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
www.slidefinder.net/b/birokrasi-kuliah-3-blog1/32514643
MAKALAH
“PENGAWASAN DALAM REFORMASI BIROKRASI”
22
Disusun Oleh :
Drs. H. IWAN RIDWAN
INSPEKTUR KABUPATEN SUKABUMI
PALABUHANRATU, PEBRUARI 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis sembahkan kepada ALLAH SWT, yang telah melimpahkan
rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
makalah ini yang berjudul “Reformasi Birokrasi di Indonesia”. dan tidak lupa pula
solawat
beriring
salam
penulis hadiahkan kepada
junjungan
alam
yakni Nabi
Muhammad S.A.W sebagai pembawa syari’at Islam, keluarga dan sahabat, serta para
pengikutnya hingga akhir zaman.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan oleh sebab itu, penulis mohon maaf atas segala kesalahan dan
23
kekurangannya. Penulis mengharapkan keritik dan saran yang sifatnya membangun
untuk kesempurnaan penulis makalah berikutnya.
Palabuhanratu,
Pebruari 2015
Penulis
DAFTAR ISI
i
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………........
i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah …………………………………………………………
1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………………..
2
1.3 Tujuan Penulisan …………………………………………………………………
2
24
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Reformasi Birokrasi ……………………………………………………………….
3
2.2 Tahap-tahap Reformasi Birokrasi yang Ideal Dan Strategi reformasi
Birokrasi …………………………………………………………………………….
8
2.3 Reformasi Birokrasi Di Indonesia ………………………………………………..
10
2.4 Birokrasi Indonesia Sebelum Reformasi ……………………………………….
14
2.5 Pelaksanaan Reformasi Birokrasi guna mengatasi Patologi Birokrasi ……..
15
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………….... 17
3.2 Saran ……………………………………………………………………….............. 18
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………..
i
25
19
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Belakangan ini, dalam segala aspek yang berhubungan dengan pemerintahan,
reformasi birokrasi menjadi isu yang sangat kuat untuk direalisasikan. Terlebih
lagi,birokrasi pemerintah Indonesia telah memberikan sumbangsih yang sangat besar
terhadap kondisi keterpurukan bangsa Indonesia dalam krisis multidimensi yang
berkepanjangan. Birokrasi yang telah dibangun oleh pemerintah sebelum era reformasi
telah membangun budaya birokrasi yang kental dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme
(KKN).
Akan tetapi, pemerintahan pasca reformasi pun tidak menjamin keberlangsungan
reformasi birokrasi terealisasi dengan baik. Kurangnya komitmen pemerintah pasca
reformasi terhadap reformasi birokrasi ini cenderung berbanding lurus dengan
kurangnya komitmen pemerintah terhadap pemberantasan KKN yang sudah menjadi
penyakit akut dalam birokrasi pemerintahan Indonesia selama ini. Sebagian masyarakat
memberikan cap negatif terhadap komitmen pemerintah pascareformasi terhadap
reformasi birokrasi. Ironisnya, sebagian masyarakat Indonesia saat ini, justru
merindukan pemerintahan Orde Baru yang dinggap dapat memberikan kemapanan
kepada masyarakat, walaupun hanya kemapanan yang bersifat semu.
Agar Indonesia tidak semakin jatuh maka birokrasi Indonesia perlu melakukan
reformasi secara menyeluruh. Reformasi itu sesungguhnya harus dilihat dalam
kerangka teoritik dan empirik yang luas, mencakup didalamnya penguatan masyarakat
sipil
(civil
society),
supremasi
hukum,
strategi
pembangunan
ekonomi
dan
pembangunan politik yang saling terkait dan mempengaruhi. Dengan demikian,
reformasi birokrasi juga merupakan bagian tak terpisahkan dalam buruknya birokrasi
saat ini.
1
B. Permasalahan
Permasalahan reformasi Birokrasi di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Efektivitas peraturan perundang-undangan
Peraturan perundang-undangan di bidang aparatur negara yang masih tumpang
tindih, inkonsisten, tidak jelas, multi tafsir, pertentangan antara peraturan
perundang-undangan yang satu dengan yang lain
2. Pola pikir (mind-set) dan budaya kerja (culture-set)
Belum sepenuhnya mendukung birokrasi yang profesional serta benar-benar
memiliki pola pikir yang melayani masyarakat dan pencapaian kinerja yang lebih
baik
3. Penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, bebas KKN dan akuntabel
Masih adanya praktek penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang dalam
proses penyelenggaraan pemerintahan, serta belum mantapnya akuntabilitas
kinerja pemerintah
4. Pelayanan Publik
Pelayanan publik belum dapat mengakomodasi kepentingan seluruh lapisan
masyarakat, dan memenuhi hak-hak dasar warga negara/penduduk
5. SDM Aparatur
Manajemen sumber daya manusia aparatur yang belum dilaksanakan secara
optimal untuk meningkatkan profesionalisme, kinerja pegawai dan organisasi
C. Tujuan
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengkaji bagaimana sebenarnya pelaksanaan
reformasi birokrasi di Indonesia. Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan untuk
mengkaji lebih dalam mengenai bagaimana proses dari reformasi birokrasi itu sendiri di
Indonesia guna mengatasi patologi birokrasi di Indonesia.
D. Manfaat
Manfaat yang didapat dari makalah ini adalah:
1. Dapat mengetahui wajah reformasi birokrasi di Indonesia.
2. Dapat mengetahui reformasi birokrasi di Indonesia saat ini.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Birokrasi
Birokrasi berasal dari kata “bureau” yang berarti meja atau kantor; dan kata
“kratia” (cratein) yang berarti pemerintah. Pada mulanya, istilah ini digunakan untuk
menunjuk pada suatu sistematika kegiatan kerja yang diatur atau diperintah oleh suatu
kantor melalui kegiatan-kegiatan administrasi (Ernawan, 1988). Dalam konsep bahasa
Inggris secara umum, birokrasi disebut dengan “civil service”. Selain itu juga sering
disebut dengan public sector, public service atau public administration.
Definisi birokrasi telah tercantum dalam kamus awal secara sangat konsisten.
Kamus akademi Perancis memasukkan kata tersebut pada tahun 1978 dengan arti
kekuasaan, pengaruh, dari kepala dan staf biro pemerintahan. Kamus bahasa Jerman
edisi 1813, mendefinisikan birokrasi sebagai wewenang atau kekuasaan yang berbagai
departemen pemerintah dan cabang-cabangnya memperebutkan diri untuk mereka
sendiri atas sesama warga negara. Kamus teknik bahasa Italia terbit 1823 mengartikan
birokrasi sebagai kekuasaan pejabat di dalam administrasi pemerintahan.
Birokrasi berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli adalah
suatu sistem kontrol dalam organisasi yang dirancang berdasarkan aturan-aturan yang
rasional dan sistematis, dan bertujuan untuk mengkoordinasi dan mengarahkan
aktivitas-aktivitas kerja individu dalam rangka penyelesaian tugas-tugas administrasi
berskala besar (disarikan dari Blau & Meyer, 1971; Coser & Rosenberg, 1976;
Mouzelis, dalam Setiwan,1998).
Birokrasi bukanlah suatu fenomena yang baru bagi kita karena sebenarnya
telah ada dalam bentuknya yang sederhana sejak beribu-ribu tahun yang lalu. Namun
demikian kecenderungan mengenai konsep dan praktek birokrasi telah mengalami
3
perubahan yang berarti sejak seratus tahun terakhir ini. Dalam Masyarakat yang
modern, birokrasi telah menjadi suatu organisasi atau institusi yang penting. Pada masa
sebelumnya ukuran negara pada umumnya sangat kecil, namun pada masa kini
negara-negara modern memiliki luas wilayah, ruang lingkup organisasi, dan
administrasi yang cukup besar dengan berjuta-juta penduduk.
B. Pengertian Reformasi
Reformasi adalah mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih baik
daripada yang sudah ada. Reformasi ini diarahkan pada perubahan masyarakat yang
termasuk di dalamnya masyarakat birokrasi, dalam pengertian perubahan ke arah
kemajuan. Dalam pengertian ini perubahan masyarakat diarahkan pada development
(Susanto, 180). Karl Mannheim sebagaimana dimaksud oleh Susanto menjelaskan
bahwa
perubahan
masyarakat
adalah
berkaitan
dengan
norma-normanya.
Development adalah perkembangan yang tertuju pada kemajuan keadaan dan hidup
anggota masyarakat, dimana kemajuan kehidupan ini akhirnya juga dinikmati oleh
masyarakat. Dengan demikian maka perubahan masyarakat dijadikan sebagai
peningkatan martabat manusia, sehingga hakekatnya perubahan masyarakat berkait
erat dengan kemajuan masyarakat. Dilihat dari aspek perkembangan masyarakat
tersebut maka terjadilah keseimbangan antara tuntutan ekonomi, politik, sosial dan
hukum, keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta konsensus antara prinsipprinsip dalam masyarakat(Susanto:185-186).
Reformasi ini harus dilakukan oleh pejabat tertinggi, seperti presiden dalam
suatu negara atau menteri/ kepala lembaga pada suatu departemen dan kementerian
negara/ lembaga negara, sebagai motor penggerak utama. Reformasi birokrasi di
Indonesia belum berjalan dengan maksimal. Indikasinya adalah buruknya pelayanan
publik dan masih maraknya perkara korupsi.
4
C. Pengertian Reformasi Birokrasi
Reformasi birokrasi merupakan salah satu cara untuk membangun kepercayaan
rakyat. Reformasi Birokrasi adalah suatu usaha perubahan pokok dalam suatu sistem
yang tujuannya mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang
sudah lama. Ruang lingkup reformasi birokrasi tidak hanya terbatas pada proses dan
prosedur, tetapi juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur dan sikap serta
tingkah laku. Hal ini berhubungan dengan permasalahan yang bersinggungan dengan
wewenang dan kekuasaan.
Reformasi birokrasi adalah sebuah harapan masyarakat pada pemerintah agar
mampu memerangi KKN dan membentuk pemerintahan yang bersih serta keinginan
masyarakat untuk menikmati pelayanan publik yang efisien, responsif dan akuntabel.
Maka dari itu masyarakat perlu mengetahui reformasi birokrasi yang dilakukan saat ini
agar kehidupan bernegara berjalan dengan baik, msyarakat juga berposisi sebagai
penilai dan pihak yang dilayani pemerintah.
Pada dasarnya Reformasi Birokrasi adalah suatu perubahan signifikan elemenelemen
birokrasi
seperti
kelembagaan,
sumber
daya
manusia
aparatur,
ketatalaksanaan, akuntabilitas, aparatur, pengawasan dan pelayanan publik, yang
dilakukan secara sadar untuk memposisikan diri (birokrasi) kembali, dalam rangka
menyesuaikan diri dengan dinamika lingkungan yang dinamis. Perubahan tersebut
dilakukan untuk melaksanakan peran dan fungsi birokrasi secara tepat, cepat dan
konsisten, guna menghasilkan manfaat sesuai diamanatkan konstitusi. Perubahan ke
arah yang lebih baik, merupakan cerminan dari seluruh kebutuhan yang bertitik tolak
dari fakta adanya peran birokrasi saat ini yang masih jauh dari harapan. Realitas ini,
sesungguhnya menunjukan kesadaran bahwa terdapat kesenjangan antara apa yang
sebenarnya diharapkan, dengan keadaan yang sesungguhnya tentang peran birokrasi
dewasa ini.
5
BAB III
PEMBAHASAN
A. Reformasi Birokrasi
Birokrasi bukanlah suatu fenomena yang baru bagi kita karena sebenarnya telah
ada dalam bentuknya yang sederhana sejak beribu-ribu tahun yang lalu. Namun
demikian kecenderungan mengenai konsep dan praktek birokrasi telah mengalami
perubahan yang berarti sejak seratus tahun terakhir ini. Dalam Masyarakat yang
modern, birokrasi telah menjadi suatu organisasi atau institusi yang penting. Pada masa
sebelumnya ukuran negara pada umumnya sangat kecil, namun pada masa kini
negara-negara modern memiliki luas wilayah, ruang lingkup organisasi, dan
administrasi yang cukup besar dengan berjuta-juta penduduk.
Reformasi adalah mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih baik daripada
yang sudah ada. Reformasi ini diarahkan pada perubahan masyarakat yang termasuk
didalamnya masyarakat birokrasi, dalam pengertian perubahan ke arah kemajuan.
Dalam pengertian ini perubahan masyarakat diarahkan pada development (Susanto,
180). Karl Mannheim sebagaimana disitir oleh Susanto menjelaskan bahwa perubahan
masyarakat
adalah
berkaitan
dengan
norma-normanya.
Development
adalah
perkembangan yang tertuju pada kemajuan keadaan dan hidup anggota masyarakat,
dimana kemajuan kehidupan ini akhirnya juga dinikmati oleh masyarakat. Dengan
demikian maka perubahan masyarakat dijadikan sebagai peningkatan martabat
manusia, sehingga hakekatnya perubahan masyarakat berkait erat dengan kemajuan
masyarakat. Dilihat dari aspek perkembangan masyarakat tersebut maka terjadilah
keseimbangan antara tuntutan ekonomi, politik, sosial dan hukum, keseimbangan
antara hak dan kewajiban, serta konsensus antara prinsip-prinsip dalam masyarakat.
(Susanto: 185-186).
6
Reformasi ini harus dilakukan oleh pejabat tertinggi, seperti presiden dalam
suatu negara atau menteri/kepala lembaga pada suatu departemen dan kementerian
negara/lembaga negara, sebagai motor penggerak utama. Reformasi birokrasi di
Indonesia belum berjalan dengan maksimal. Indikasinya adalah buruknya pelayanan
publik dan masih maraknya perkara korupsi.
Reformasi birokrasi merupakan salah satu cara untuk membangun kepercayaan
rakyat. Reformasi birokrasi adalah suatu usaha perubahan pokok dalam suatu sistem
yang tujuannya mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang
sudah lama. Ruang lingkup reformasi birokrasi tidak hanya terbatas pada proses dan
prosedur, tetapi juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur dan sikap serta
tingkah laku. Hal ini berhubungan dengan permasalahan yang bersinggungan dengan
wewenang dan kekuasaan.
Reformasi birokrasi adalah sebuah harapan masyarakat pada pemerentah agar
mampu memerangi KKN dan membentuk pemerintahan yang bersih serta keinginan
masyarakat untuk menikmati pelayanan public yang efisien,responsip dan akuntabel.
Maka dari itu masyarakat perlu mengetahui reformasi birokrasi yang dilakukan saat ini
agar kehidupan bernegara berjalan dengan baik,msyarakat juga berposisi sebagai
penilai dan pihak yang dilayani pemerintah.
Pada dasarnya Reformasi Birokrasi adalah suatu perubahan signifikan elemenelemen
birokrasi
seperti
kelembagaan,
sumber
daya
manusia
aparatur,
ketatalaksanaan, akuntabilitas, aparatur, pengawasan dan pelayanan publik, yang
dilakukan secara sadar untuk memposisikan diri (birokrasi) kembali, dalam rangka
menyesuaikan diri dengan dinamika lingkungan yang dinamis. Perubahan tersebut
dilakukan untuk melaksanakan peran dan fungsi birokrasi secara tepat, cepat dan
konsisten, guna menghasilkan manfaat sesuai diamanatkan konstitusi. Perubahan
kearah yang lebih baik, merupakan cerminan dari seluruh kebutuhan yang bertitik tolak
dari fakta adanya peran birokrasi saat ini yang masih jauh dari harapan. Realitas ini,
sesungguhnya menunjukan kesadaran bahwa terdapat kesenjangan antara apa yang
sebenarnya diharapkan, dengan keadaan yang sesungguhnya tentang peran birokrasi
dewasa ini.
7
B. Tujuan Reformasi Birokrasi
Tujuan Reformasi birokrasi adalah :
a) Memperbaiki kinerja birokrasi agar lebih efektif dan efisien.
b) Terciptanya birokrasi yang profesional, netral, terbuka, demokratis, mandiri, serta
memiliki integritas dan kompetensi dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya selaku abdi masyarakat dan abdi negara.
c) Pemerintah yang bersih (clean government).
d) Bebas KKN.
e) Meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat.
C. Pokok-pokok Reformasi Birokrasi Pemerintahan
Reformasi Birokrasi harus dimulai dari penataan kelembagaan dan sumberdaya
manusia aparatur. Langkah selanjutnya adalah membuat mekanisme, pengaturan,
sistem, dan prosedur yang sederhana tidak berbelit-belit, menegakkan akuntabilitas
aparatur, meningkatkan dan menciptakan pengawasan yang komprehensif, dan
meningkatkan kualitas pelayanan publik menuju pelayanan publik yang berkualitas dan
prima. Reformasi birokrasi perlu diprioritaskan pada unit-unit kerja pelayanan publik
seperti imigrasi, bea-cukai, pajak, pertanahan, kepolisian, kejaksaan, pemerintahan
daerah dan pada institusi atau instansi pemerintah yang rawan KKN, seperti pemerintah
pusat/daerah, kepolisian, kejaksaan, legislatif, yudikatif, dan departemen dengan
anggaran besar seperti departemen pendidikan, departemen agama, dan departemen
pekerjaan umum.
Pokok-pokok Pikiran Tentang Reformasi Birokrasi Aparatur Negara dapat
digambarkan sebagai berikut :
1. Penataan Kelembagaan atau Orgnisasi.
Untuk menata lembaga atau sebuah organisasi ada beberapa hal yang harus
dilakukan, diantaranya : perampingan struktur organisasi yang banyak atau kaya
fungsi, menciptakan organisasi yang efektif dan efesien, rasional, dan proporsional,
organisasi disusun berdasarkan visi, misi, dan strategi yang jelas, mengedepankan
kompetensi dan profesionalitas dalam pelaksanaan tugas, menerapkan strategi
8
organisasi pembelajaran (learning organization) yang cepat beradaptasi dengan
terhadap perubahan.
2. Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur.
SDM yang ingin dibangun adalah PNS yang profesional, netral, dan sejahtera,
manajemen kepegawaian modern, PNS yang profesional, netral, sejahtera,
berdayaguna, berhasilguna, produktif, transparan, bersih dan bebas KKN untuk
melayani dan memberdayakan masyarakat, jumlah dan komposisi pegawai yang
ideal (sesuai dengan tugas, fungsi dan beban kerja yang ada di masing-masing
instansi pemerintah), penerapan sistem merit dalam manajemen PNS, klasifikasi
jabatan, standar kompetensi, sistem diklat yang mantap, standar kinerja,
penyusunan pola karier PNS, pola karir terbuka, PNS sebagai perekat dan
pemersatu bangsa, membangun sistem manajemen kepegawaian unified berbasis
kinerja, dan dukungan pengembangan database kepegawaian, sistem informasi
manajemen kepegawaian, sistem remunerasi yang layak dan adil, menuju
manajemen modern.
3. Tata Laksana atau Manajemen.
Ketatalaksanaan aparatur pemerintah disederhanakan, ditandai oleh mekanisme,
sistem, prosedur, dan tata kerja yang tertib, efisien, dan efektif, melalui pengaturan
ketatalaksanaan yang sederhana: standar operasi, sistem, prosedur, mekanisme,
tatakerja, hubungan kerja dan prosedur pada proses perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan, evaluasi dan pengendalian, proses korporatisasi dan privatisasi,
pengelolaan sarana dan prasarana kerja, penerapan perkantoran elektronis dan
pemanfaatan teknologi informasi (e-government), dan apresiasi kearsipan. Juga
penataan birokrasi yang efisien, efektif, transparan, akuntabel, hemat, disiplin, dan
penerapan pola hidup sederhana. Efisiensi kinerja aparatur dan peningkatan budaya
kerja, terwujudnya sistem dan mekanisme kerja yang efektif dan efisien (dalam
administrasi pemerintahan maupun pelayanan kepada masyarakat), sistem
kearsipan yang andal (tepat guna, tepat sasaran, tepat waktu, efektif dan efisien),
otomatisasi administrasi perkantoran, dan sistem manajemen yang efisien dan
efektif. Unit organisasi pemerintah yang mempunyai potensi penerimaan keuangan
9
negara, statusnya didorong menjadi unit korporatisasi dalam bentuk Badan Layanan
Umum (BLU), BHMN, BUMD, Perum, Persero, UPT, UPTD, atau bentuk lainnya.
4. Akuntabilitas Kinerja Aparatur
Pemahaman tentang akuntabilitas terus ditingkatkan dan diupayakan agar
diciptakan Kinerja Instansi pemerintah yang berkualitas tinggi, akuntabel dan bebas
KKN, ditandai oleh Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang
efektif, sistem dan lingkungan kerja yang kondusif: berdasarkan peraturan dan tertib
administrasi, terlaksananya sistem akuntabilitas instansi yang berguna sebagai
sarana penilaian kinerja instansi dan individu oleh stakeholders (atasan,
masyarakat, dan pihak lain yang berkepentingan) didukung sistem informasi dan
pengolahan data elektronik yang terpadu secara nasional dan diterapkan di semua
departemen/lembaga di bidang perencanaan dan penganggaran, organisasi dan
ketalaksanaan, kepegawaian, sistem akuntansi keuangan negara yang dikaitkan
dengan indikator kinerja dan pelayanan masyarakat, dan aparatur negara yang
bebas KKN (kondisi yang terkendali dari praktek-praktek penyalahgunaan
kewenangan dan penyimpangan serta pelanggaran disiplin, tingginya kinerja
sumber daya aparatur dan kinerja pelayanan publik).
5. Pengawasan.
Pengawasan ini dilakukan dengan harapan terbangunnya sistem pengawaan
nasional dengan elemen-elemen pengawasan fungsional, pengawasan internal,
pengawasan eksternal, dan pengawasan masyarakat, ditandai oleh sistem
pengendalian dan pengawasan yang tertib, sisdalmen/waskat, wasnal, dan wasmas,
koordinasi, integrasi dan sinkronisasi aparat pengawasan, terbentuknya sistem
informasi pengawasan yang mendukung pelaksanaan tindak lanjut, serta jumlah dan
kualitas auditor profesional yang memadai, intensitas tindak lanjut pengawasan dan
penegakan hukum secara adil dan konsisten.
6. Pelayanan Publik.
Pelayanan publik sebagai barometer transparansi dan akuntabilitas, diharapkan
dapat didorong upaya mewujudkan pelayanan publik yang prima dalam arti
10
pelayanan yang cepat, tepat, adil, dan akuntabel ditandai oleh pelayanan tidak
berbelit-belit, informatif, akomodatif, konsisten, cepat, tepat, efisien, transparan dan
akuntabel, menjamin rasa aman, nyaman, dan tertib, kepastian (persyaratan biaya
waktu pelayanan dan aturan hukum), dan tidak dijumpai pungutan tidak resmi.
Kondisi kelembagaan, SDM aparatur, ketatalaksanaan, dan pengawasan, mampu
mendukung penyelenggaraan pelayanan publik yang berkualitas dan mendorong
munculnya praktek-praktek pelayanan yang lebih menghargai para pengguna jasa;
perubahan paradigma aparatur yang terarah dalam upaya revitalisasi manajemen
pembangunan ke arah penyelenggaraan good governance: menjadi entrepreneurial
competitive government (pemerintahan yang kompetitif), customer driven dan
accountable
government
(pemerintahan
tanggap/responsive),
serta
global-
cosmopolit orientation government (pemerintahan yang berorientasi global.
7. Budaya Kerja Produktif, Efisien dan Efektif.
Pelaksanaan Budaya Kerja Produktif, Efisien dan Efektif iniadalah untuk
membangun kultur birokrasi pemerintah yang produktif, efisien, dan efektif
terciptanya iklim kerja yang berorientasi pada etos kerja dan produktivitas yang
tinggi, melalui Pengembangan Budaya Kerja yang mengubah mindset, pola pikir,
sikap dan perilaku serta motivasi kerja; menemukenali kembali karakter dan jati diri,
membangun birokrat berjiwa entrepreneur, dengan pengembangan budaya kerja
yang tinggi (terbentuk pola pikir, sikap, tindak dan perilaku, serta budaya kerja
pegawai yang etis, bermoral, profesional, disiplin, hemat, hidup sederhana, jujur,
produktif, menghargai waktu, menjadi panutan dan teladan, serta mendapat
kepercayaan masyarakat).
8. Koordinasi, Integrasi, dan Sinkronisasi
Koordinasi, Integrasi, dan Sinkronisasi ini Perlu ditingkatkan koordinasi program dan
pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, pengawasan dan pengendalian program
pendayagunaan aparatur negara.
11
9. Practices.
Best practices yaitu Mengamati contoh keberhasilan beberapa Pemerintah Daerah
dalam melaksanakan reformasi birokrasi dan meningkatkan kualitas pelayanan
publik, antara lain Provinsi (DI Yogyakarta, Sumatera Barat, Riau, Bali, Kalimantan
Selatan, dan Kalimantan Timur), Kabupaten (Solok, Tanah Datar, Sidoarjo, Takalar,
Sragen, Karanganyar, Sleman, Bantul, Kebumen, Jembrana, Gianyar, dan
Tabanan), dan Kota (Balikpapan, Tarakan, Malang, Sawahlunto, dan Pekanbaru).
D. Tahap-tahap Reformasi Birokrasi yang Ideal dan Strategi Reformasi Birokrasi
1) Tahap-tahap Reformasi Birokrasi yang Ideal
Agar reformasi birokrasi dapat berjalan baik, perlu dilakukan langkahlangkah
manajemen
mendiagnosis,
perubahan.
menginisialisasi,
Manajemen
perubahan
mengimplementasi,
dan
adalah
proses
mengintegrasi
perubahan individu, kelompok, atau organisasi dalam rangka menyesuaikan diri
dan mengantisipasi perubahan lingkungannya agar tetap tumbuh, berkembang,
dan menghasilkan keuntungan. Ada tujuh langkah manajemen perubahan yang
dikutip dari Harvard Business Essentials tahun 2005, yaitu sebagai berikut:
a) Memobilisasi energi dan komitmen para anggota organisasi melalui
penentuan cita-cita, tantangan, dan solusinya
oleh semua
anggota
organisasi. Pada tahap ini, setiap lini dalam instansi pemerintah harus tahu
apa yang dicita-citakan instansi, apa yang mereka hadapi, dan cara
menghadapi atau menyelesaikan masalah itu secara bersama-sama. Agar
mereka tergerak untuk menjalankan solusi bersama, mereka perlu dilibatkan
dalam diskusi dan pengambilan keputusan.
b) Mengembangkan visi bersama, bagaimana mengatur dan mengorganisasi
diri maupun organisasi agar dapat mencapai apa yang dicita-citakan.
c) Menentukan kepemimpinan. Di dalam instansi pemerintahan, kepemimpinan
biasanya dipegang para pejabat eselon. Padahal, kepemimpinan harus ada
pada semua level agar dapat mengontrol perubahan. Pemimpin tertinggi
harus memastikan orang-orang yang kompeten dan jujurlah yang berperan
sebagai pemimpin pada level-level di bawahnya.
12
d) Fokus pada hasil kerja. Langkah itu dilakukan dengan membuat mekanisme
asessment yang dapat mengukur hasil kerja tiap pegawai atau tiap tim yang
diberi tugas tertentu.
e) Mulai mengubah unit-unit kecil di instansi kemudian dorong agar perubahan
itu menyebar ke unit-unit lain di seluruh instansi.
f) Membuat peraturan formal, sistem, maupun struktur untuk mengukuhkan
perubahan, termasuk cara untuk mengukur perubahan yang terjadi.
g) Mengawasi dan menyesuaikan strategi untuk merespons permasalahan yang
timbul selama proses perubahan berlangsung.
2) Strategi Reformasi Birokrasi
a) Pada level kebijakan, harus diciptakan berbagai kebijakan yang mendorong
Birokrasi yang berorientasi pada pemenuhan hak-hak sipil warga (kepastian
hukum, batas waktu, prosedur, partisipasi, pengaduan, gugatan).
b) Pada level organisational, dilakukan melalui perbaikan proses rekrutmen
berbasis kompetensi, pendidikan dan latihan yang sensitif terhadap
kepentingan masyarakat, penciptaan Standar Kinerja Individu, Standar
Kinerja Tim dan Standar Kinerja Instansi Pemerintah.
c) Pada level operasional, dilakukan perbaikan melalui peningkatan service
quality meliputi dimensi tangibles, reliability, responsiveness, assurance dan
emphaty.
d) Instansi Pemerintah secara periodik melakukan pengukuran kepuasan
pelanggan dan melakukan perbaikan.
Strategi birokrasi yang profesional dalam pelayanan publik ini ditandai dengan
beberapa karakteristik antara lain:
a) Perubahan yang besar pada orientasi administrasi negara tradisional menuju
ke perhatian yang lebih besar pada pencapaian hasil dan pertanggung
jawaban pribadi pimpinan.
b) Keinginan untuk keluar dari birokrasi klasik dan menjadikan organisasi,
pegawai, masa pengabdian dan kondisi pekerjaan yang lebih luwes.
13
c) Tujuan organisasi dan individu pegawai disusun secara jelas sehingga
memungkinkan dibuatkannya tolok ukur prestasi lewat indikator kinerjanya
masing-masing, termasuk pula sistem evaluasi program-programnya.
d) Staf pimpinan yang senior dapat memiliki komitmen politik kepada
pemerintah yang ada, dan dapat pula bersikap non partisan dan netral.
e) Fungsi-fungsi pemerintah bisa dinilai lewat uji pasar (market test) seperti
misalnya dikontrakkan pada pihak ketiga tanpa harus disediakan atau
ditangani sendiri oleh pemerintah.
f) Mengurangi peran-peran pemerintah misalnya lewat kegiatan privatisasi.
g) Birokrasi harus steril dari akomodasi politik yang menghambat efektivitas
pemerintahan.
h) Rekruitmen dan penempatan pejabat birokrasi yang bebas dari kolusi,
korupsi dan nepotisme.
E. Reformasi Birokrasi Di Indonesia
Reformasi yang terjadi menyusul jatuhnya Rezim Orde Baru ternyata tidak
seperti yang diharapkan, yaitu reformasi yang mampu mengadakan perubahan
kehidupan yang berarti bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Selain itu reformasi
juga diharapkan untuk mampu memerangi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme ( KKN ) dan
membentuk pemerintahan yang bersih ternyata masih jauh dari realita. Praktek KKN
dalam birokrasi pemerintahan dan pelayanan public masih terus berlangsung malah
semakin merajalela. Keinginan masyarakat untuk menikmati pelayanan public yang
efisien, responsive dan akuntabel masih jauh dari harapan. Masuknya orang-orang baru
dalam pemerintahan, baik di legislatif maupun eksekutif juga tidak mampu menciptakan
perubahan yang berarti dalam kinerja pemerintahan. Bahkan banyak diantara mereka
akhirnya terperangkap dalam lumpur KKN dan ikut memperburuk kinerja birokrasi dan
pelayanan publik.
Pada masa orde reformasi dan orde sesudahnya (hingga saat ini), reformasi
birokrasi telah banyak diwacanakan dan diagendakan,bahkan mungkin telah betul-betul
secara serius dilaksanakan. Beberapa diantaranya adalah diberlakukannya PP No.8
tahun 2003 tentang restrukturisasi organisasi pemerintah daerah dengan konsep MSKF
14
(Miskin Struktur Kaya fungsi). Tujuannya jelas adalah untuk rasionalisasi birokrasi di
lingkup pemerintahan daerah. Kemudian juga ada perubahan paradigma dari UU
Nomor 5 tahun 1974 yang menggunakan the structural efficensy model menuju UU
Nomor 22 tahun 1999 yang selanjutnya diperbaharui dengan UU Nomor 32 tahun 2004
yang lebih cenderung menggunakan the local democracy model (Tim Fisipol
Unwar,2006) . Agenda reformasi tersebut tampaknya merupakan jawaban atas semakin
meningkatnya tuntutan masyarakat serta banyak didorong oleh konsep konsep
perubahan yang datang dari luar Indonesia seperti entrepreneurial bureaucracy,
reinventing government, good governance dan sebagainya.
Good governance misalnya, adalah suatu mekanisme kerja,dimana aktivitas
pemerintahan berorientasi pada terwujudnya keadilan social dimana pemerintah
diharapkan mampu secara maksimal melaksanakan 3 fungsi dasarnya yakni
service,development,empowerment. Adapun konsekuensi dari pelaksanaan good
governance,setidaknya terlihat dari 3 hal berikut :
a) Pemerintah mengambil posisi sebagai fasilitator dan advocator kepentingan public.
b) Adanya perlindungan yang nyata terhadap “ruang dan wacana” public,serta
c) Mengakui dan menghormati kemajemukan politik dalam rangka mendorong
partisipasi dan mewujudkan desentralisasi.
Meskipun
banyak
agenda
reformasi
telah
diintrodusir,dalam
prakteknya
perubahan tersebut cukup sulit dilakukan. Beberapa data membuktikan bahwa birokrasi
public di Indonesia pada era reformasi belum sepenuhnya siap menghadapi perubahan.
a) Laporan dari the world competitivness yearbook tahun 1999 yang menyatakan
bahwa birokrasi Indonesia berada pada kelompok Negara Negara yang memiliki
indeks competitivness yang paling rendah diantara 100 negara yang diteliti (Cullen&
Cushman,2000).
b) Hasil penelitian PSKK UGM tahun 20000 di 3 provinsi yang menyimpulkan bahwa
kinerja birokrasi dalam pelayanan public masih amat buruk disebabkan oleh kuatnya
pengaruh paternalisme (Dwiyanto,20003).
c) Hasil kajian political and economic risk consultancy di 14 negara tahun
2001,menyatakan adanya indikasi kinerja birokrasi di Indonesia yang makin buruk
dan korup (Kompas,22 juni 2001)
15
Sementara itu, dalam lokus Negara berkembang, studi Dwight King (1989)
mengungkapkan beberapa sisi buram ciri birokrasi di negara berkembang seperti :
a) Tidak efisien, antara lain ditandai dengan adanya :
Tumpang tindih kegiatan antar instansi Struktur, norma, nilai,dan regulasi yang ada
juga masih berorientasi pada kekuasaan Budaya birokrasi yang masih bersifat
“dilayani” daripada “melayani”, dan Banyaknya posisi-posisi terpenting dalam
lembaga birokrasi kita yang tidak diisi oleh orang-orang yang berkompeten.
Padahal, birokrasi pada suatu negara merupakan suatu lembaga penting yang
merupakan alat negara dalam melayani masyarakat. Oleh karena itu, suatu
perubahan pada birokrasi kita harus dilaksanakan, atau melaksanakan reformasi
birokrasi.
b)
c)
d)
e)
Jumlah pegawai yang berlebihan.
Tidak modern atau ketinggalan jaman
Seringkali menyalahgunakan wewenang.
Tidak ada perhatian atau mengabaikan daerah daerah miskin dan tidak tanggap
atas keragaman kebutuhan dan kondisi daerah setempat.
Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Pemerintah di Indonesia pada dasarnya
dimulai sejak akhir tahun 2006 yang dilakukan melalui pilot project di Kementerian
Keuangan,
Mahkamah Agung,
dan
Badan
Pemeriksa
Keuangan.
Sejak
itu,
dikembangkan konsep dan kebijakan Reformasi Birokrasi yang komprehensif yang
ditetapkan dengan Peraturan Presiden No.81 Tahun 2010 tentang Grand Design
Reformasi Birokrasi 2010-2025, dan Permenpan-rb No. 20 Tahun 2010 tentang Road
Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. Selain itu, diterbitkan pula 9 (sembilan) Pedoman
dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi yang ditetapkan dengan Permenpan-RB
No. 7 sampai dengan No. 15 yang meliputi pedoman tentang Pengajuan dokumen
usulan sampai dengan mekanisme persetujuan pelaksanaan reformasi birokrasi dan
tunjangan kinerja.
Pelaksanaan reformasi birokrasi di masing-masing instansi pemerintah dilakukan
berdasarkan kebijakan/program/kegiatan yang telah digariskan dalam Grand Design
16
Reformasi Birokrasi dan Road Map reformasi Birokrasi, serta berbagai pedoman
pelaksanaannya.
Selanjutnya, pelaksanaan reformasi birokrasi memerlukan sistem monitoring dan
evaluasi yang solid dan kredibel dan dapat mencerminkan suatu sistem pengukuran
yang objektif, dan pengguna dapat menerima dan menindaklanjuti hasil dari sistem
tersebut. Dalam rangka itu, ditetapkan Permenpanrb No. 1 Tahun 2012 tentang
Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi, dan untuk operasionalisasinya
ditetapkan Permenpanrb No. 31 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Mandiri
Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Secara Online.
Pedoman dan Petunjuk Teknis Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi
Birokrasi (PMPRB) tersebut merupakan acuan bagi instansi pemerintah untuk
melakukan penilaian upaya pencapaian program Reformasi Birokrasi sejalan dengan
pencapaian sasaran, indikator dan target nasional. PMPRB mengkaitkan penilaian atas
output dan outcome pelaksanaan program reformasi birokrasi di instansi pemerintah,
serta pencapaian Indikator Kinerja Utama masing-masing instansi pemerintah dengan
indikator keberhasilan reformasi birokrasi secara nasional.
Sistem Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB), berperan
sangat penting dalam mengetahui dan menilai serta mengawal pencapaian reformasi
birokrasi sebagaimana diharapkan.
F. Birokrasi Indonesia Sebelum Reformasi
Birokrasi di Indonesia menurut Karl D Jackson merupakan bureaucratic polity.
Model ini merupakan birokrasi dimana negara menjadi akumulasi dari kekuasaan dan
menyingkirkan peran masyarakat dari politik dan pemerintahan. Ada pula yang
berpendapat bahwa birokrasi di Indonesia merupakan birokrasi Parkinson dan Orwel.
Hal ini disampaikan oleh Hans Dieter Evers. Birokrasi Parkinson merujuk pada
pertumbuhan jumlah anggota serta pemekaran struktural dalam birokrasi yang tidak
terkendali. Birokrasi Orwel merujuk pada pola birokratisasi yang merupakan proses
perluasan kekuasaan pemerintah yang dimaksudkan sebagai pengontrol kegiatan
17
ekonomi, politik dan social dengan menggunakan regulasi yang bila perlu ada suatu
pemaksaan.
Dari model yang diutarakan di atas dapat dikatakan bahwa birokrasi yang
berkembang di Indonesia pada masa Orde Baru adalah birokrasi yang berbelit-belit,
tidak
efisien
dan
mempunyai
pegawai
birokrat
yang
makin
membengkak.
Keadaan ini pula yang menyebabkan timbulnya penyimpangan-penyimpangan berikut,
seperti :
a) Maraknya tindak KKN
b) Tingginya keterlibatan birokrasi dalam partai politik sehingga pelayanan terhadap
masyarakat tidak maksimal
c) Pelayanan publik yang diskriminatif
d) Penyalahgunaan wewenang
e) Pengaburan antara pejabat karir dan non-karir
Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Guna Mengatasi Patologi Birokrasi
Beberapa perubahan yang perlu dilakukan pemerintah guna merespon kesan
buruk birokrasi. Birokrasi perlu melakukan beberapa perubahan sikap dan perilakunya
antara lain:
a) Birokrasi harus lebih mengutamakan sifat pendekatan tugas yang diarahkan pada
hal
pengayoman
dan
pelayanan
masyarakat;
dan
menghindarkan
kesan
pendekatan kekuasaan dan kewenangan.
b) Birokrasi perlu melakukan penyempurnaan organisasi yang bercirikan organisasi
modern, ramping, efektif dan efesien yang mampu membedakan antara tugastugas yang perlu ditangani dan yang tidak perlu ditangani (termasuk membagi
c)
tugas-tugas yang dapat diserahkan kepada masyarakat).
Birokrasi harus mampu dan mau melakukan perubahan sistem dan prosedur
kerjanya yang lebih berorientasi pada ciri-ciri organisasi modern yakni : pelayanan
cepat, tepat, akurat, terbuka dengan tetap mempertahankan kualitas, efesiensi
biaya dan ketepatan waktu.
d) Birokrasi harus memposisikan diri sebagai fasilitator pelayan publik dari pada
sebagai agen pembaharu pembangunan.
18
e) Birokrasi harus mampu dan mau melakukan transformasi diri dari birokrasi yang
kinerjanya kaku (rigid) menjadi organisasi birokrasi yang strukturnya lebih
desentralistis, inovatif, fleksibel dan responsif.
Dari pandangan ini, dapat disimpulkan bahwa organisasi birokrasi yang mampu
memberikan pelayanan publik secara efektif dan efesien kepada masyarakat, salah
satunya jika strukturnya lebih terdesentralisasi daripada tersentralisasi. Sebab, dengan
struktur yang terdesentralisasi diharapkan akan lebih mudah mengantisipasi kebutuhan
dan kepentingan yang diperlukan oleh masyarakat, sehingga dengan cepat birokrasi
dapat menyediakan pelayanannya sesuai yang diharapkan masyarakat pelanggannya.
Sedangkan dalam kontek persyaratan budaya organisasi birokrasi, perlu dipersiapkan
tenaga kerja atau aparat yang benar-benar memiliki kemampuan (capabelity), memiliki
loyalitas kepentingan (competency), dan memiliki keterkaitan kepentingan (consistency
atau coherency).
Oleh karena itu, untuk merealisasikan kriteria ini Pemerintah sudah seharusnya
segera menyediakan dan mempersiapkan tenaga kerja birokrasi professional yang
mampu menguasai teknik-teknik manajemen pemerintahan yang tidak hanya
berorientasi pada peraturan (rule oriented) tetapi juga pada pencapaian tujuan (goal
oriented).
BAB IV
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Fenomena birokrasi selalu ada bersama kita dalam kehidupan kita sehari-hari
dan setiap orang seringkali mengeluhkan cara berfungsinya birokrasi sehingga pada
akhirnya orang akan beranggapan bahwa birokrasi tidak ada manfaatnya karena
19
banyak disalahgunakan oleh pejabat pemerintah (birokratisme) yang merugikan
masyarakat. Oleh karena itu diperlukan adanya reformasi birokrasi.
Penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan demokratis mensyaratkan kinerja
dan akuntabilitas aparatur yang makin meningkat. Hal ini mengindikasikan bahwa
reformasi birokrasi merupakan kebutuhan dan harus sejalan dengan perubahan tatanan
kehidupan politik, kemasyarakatan, dan dunia usaha. Dalam peta tantangan nasional,
regional, dan internasional, aparatur negara dituntut untuk dapat mewujudkan
profesionalisme, kompetensi dan akuntabilitas. Pada era globalisasi, aparatur negara
harus siap dan mampu menghadapi perubahan yang sangat dinamis dan tantangan
persaingan dalam berbagai bidang. Saat ini masyarakat Indonesia sedang memasuki
era yang penuh tuntutan perubahan serta antusiasme akan pengubahan. Ini merupakan
sesuatu yang di Indonesia tidak dapat dibendung lagi. Oleh karena itu, reformasi di
tubuh birokrasi indonesia harus terus dijalankan demi tidak terciptanya lagi patologi
birokrasi di Indonesia.
Usaha untuk mendorong peningkatan kompetensi aparat birokrasi pemerintah,
baik di pusat maupun di daerah, sebagai wujud profesionalisme dalam pelaksanaan
tugas dan fungsinya, harus memerhatikan tiga hal pokok di bawah ini :
a) Peningkatan kesejahteraan aparat birokrasi pemerintah.
b) Peningkatan etika dan moral birokrasi pemerintah.
c) Peningkatan profesionalisme birokrasi pemerintah.
Tujuan reformasi birokrasi: Memperbaiki kinerja birokrasi, Terciptanya good
governance, yaitu tata pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa, Pemerintah
yang bersih (clean government), bebas KKN, meningkatkan kualitas pelayanan
terhadap masyarakat.
3.2. S a r a n
a) Diharapkan kepada Pemerintah untuk memperhatinkan pelayanan yang optimal
kepada masyarakat.
b) Untuk Peningkatan pelayanan, pemerintah harus memberikan pelayanan yang
merata di berbagai aspek
20
c)
Masyarakat bukan hanya sebagai pihak yang dilayani tetapi juga pengawas
pelayanan maka pemerintah haruslah memperbaiki system pelayanan hal ini di
karenakan takutnya ketidak percayaan masyarakat kepada pemerintah yang
menjalankan pelayanan.
d) Diharapkan juga kepada masyarakat agar lebih berpartisipatif dalam pelaksanaan
reformasi
birokrasi,
prinsip-prinsip
good
governance,
pelayanan
publik,
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang baik, bersih, dan
berwibawa, serta pencegahan dan percepatan pemberantasan korupsi.
e) Mengupayakan penataan perundang-undangan, dengan menyelesaikan rancangan
undang-undang yang telah ada, Agar reformasi birokrasi guna mencegah buruknya
birokrasi dapat berjalan dengan baik dengan adanya legalitas secara hukum dalam
pelaksanaannya.
DAFTAR PUSTAKA
Tjakra Negara, R. Soegiatno. 1992. Hukum tata usaha dan birokrasi Negara.Rineka
Cipta: jakarta
Benveniste, Guy. 1997. Birokrasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Osborn david dan plastrik peter, 2000.memangkas birokrasi: lima strategi menuju
pemerintahan wirausaha, PPM: Jakarta
Martin Albrow, 2004 Birokrasi, Cet.3, wacana : Yogyakarta.
Yunus Yasril dkk ,2006. pengantar ilmu administrasi Negara , unp press:Padang
21
Poltak sinambela ,lijan, dkk. 2006. reformasi pelayanan public: teori,kebijakan dan
implementasi, bumi aksara : Jakarta
Dwiyanto, Agus, dkk. 2006. reformasi birokrasi public di Indonesia. Yogyakarta: UGM
press.
Pasolong harbani,2007. Teori Administrasi Publik, alfabeta :bandung
Qodri azizy, abdul. 2007. Change management dalam reformasi birokrasi. jakarta:
gramedia,
Thoha, Miftah. 2007. Birokrasi dan Politik di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
www.slidefinder.net/b/birokrasi-kuliah-3-blog1/32514643
MAKALAH
“PENGAWASAN DALAM REFORMASI BIROKRASI”
22
Disusun Oleh :
Drs. H. IWAN RIDWAN
INSPEKTUR KABUPATEN SUKABUMI
PALABUHANRATU, PEBRUARI 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis sembahkan kepada ALLAH SWT, yang telah melimpahkan
rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
makalah ini yang berjudul “Reformasi Birokrasi di Indonesia”. dan tidak lupa pula
solawat
beriring
salam
penulis hadiahkan kepada
junjungan
alam
yakni Nabi
Muhammad S.A.W sebagai pembawa syari’at Islam, keluarga dan sahabat, serta para
pengikutnya hingga akhir zaman.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan oleh sebab itu, penulis mohon maaf atas segala kesalahan dan
23
kekurangannya. Penulis mengharapkan keritik dan saran yang sifatnya membangun
untuk kesempurnaan penulis makalah berikutnya.
Palabuhanratu,
Pebruari 2015
Penulis
DAFTAR ISI
i
KATA PENGANTAR ………………………………………………………………........
i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah …………………………………………………………
1
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………………..
2
1.3 Tujuan Penulisan …………………………………………………………………
2
24
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Reformasi Birokrasi ……………………………………………………………….
3
2.2 Tahap-tahap Reformasi Birokrasi yang Ideal Dan Strategi reformasi
Birokrasi …………………………………………………………………………….
8
2.3 Reformasi Birokrasi Di Indonesia ………………………………………………..
10
2.4 Birokrasi Indonesia Sebelum Reformasi ……………………………………….
14
2.5 Pelaksanaan Reformasi Birokrasi guna mengatasi Patologi Birokrasi ……..
15
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………….... 17
3.2 Saran ……………………………………………………………………….............. 18
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………..
i
25
19