SOCIAL DOMINANCE ORIENTATION SENIOR DAN

Bab I
Pendahuluan
1.1.

Latar Belakang
Ospek (Orientasi Pengenalan Kampus) merupakan salah satu

kegiatan pembekalan kehidupan kampus kepada mahasiswa baru di
Universitas

Airlangga.

Dalam

kegiatan

pembekalan

tersebut,

mahasiswa akan dikenalkan tentang berbagai fasilitas , kegiatan

UKM beserta para stake holder yang berperan dikampus. Selain itu,
mahasiswa baru juga mendapat berbagai materi tentang beasiswa
serta wawasan kebangsaan. Melalui pembinaan tersebut, mereka
diharapkan

akan

menjadi

manusia

yang

mandiri,

mudah

berinteraksi dengan seluruh civitas akademika, tanggung jawab,
berjiwa nasionalis, serta berkarater (character building). Kegiatan
Ospek ini rutin diselenggarakan tiap tahun mulai dari tingkat

universitas, fakultas sampai jurusan.
Dalam pelaksanaan Ospek tingkat universitas, pada umumnya
berjalan dengan lancar

tanpa unsur kekerasan karena mendapat

kontrol yang ketat dari pihak kampus. Namun, saat pelaksanaan
Ospek fakultas dan jurusan kita akan melihat realitas yang sangat
berbeda. Adanya hubungan Social Dominance Orientation dikubu senior
sering kali berujung penyelewengan kegiatan Ospek dengan aksi
“perpeloncoan” terselubung terhadap junior. Tindakan ini tentunya
memberikan efek tekanan psikis bagi mahasiswa baru. Bahkan
secara tidak langsung menimbulkan stigma bahwa senior adalah
kelompok

superior

bertentangan

yang


dengan

harus

nilai-nilai

dipatuhi.
demokratis,

Hal

ini

tentunya

keterbukaan

dan


humanis.
Keberadaan Ospek fakultas dan jurusan yang masih mengandung unsur
kekerasaan mengindikasikan adanya kontrol sosial yang lemah dari pihak kampus.
Hal ini dapat terlihat dari adanya beberapa program studi di FISIP Universitas
Airlangga yang masih melakukan kekerasan pada mahasiswa baru. Kekerasan
Laporan Penelitian Sosiologi Pendidikan

Page 1

tersebut biasanya berupa verbal bahkan kontak fisik. Padahal negara telah
menerbitkan Surat Keputusan dari Dirjen Jendral Pendidikan Tinggi
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indoesia nomor
25/DIKTI/Kep/2014

yang

mengatur

mengenai


Panduan

Umum

Pengenalan Kehidupan Kampus bagi mahasiswa baru. Melalui
regulasi tersebut, negara berharap mahasiswa baru terhindar dari
aksi perpeloncoan senior untuk menciptakan suasana Ospek yang
menyenangkan bagi mahasiswa baru.
Meskipun ada beberapa jurusan masih memelihara budaya
feodal berupa kekerasan simbolik, kekerasan verbal, atau bahkan
upacara inisiasi penerimaan anggota baru yang terkesan konyol,
tetapi

beberapa

mengemas

Ospek

jurusan


lain

telah

melakukan

transformasi

sebagai kegiatan yang mengesankan bagi

mahasiswa baru. Mereka mencoba mengubah main set mengenai
hubungan Social Dominance Orientation yang terjalin antara senior dan junior
sudah tidak boleh lagi bersifat kaku. Hubungan Social Dominance Orientation
yang mereka ciptakan tak ubahnya seperti hubungan seorang kakak yang menyayangi
adiknya. Sang kakak akan mengenalkan berbagai hal kepada sang adik, mulai dari
materi pelajaran yang akan mereka terima, organisasi-organisasi yang ada dikampus,
bahkan sharing mengenai masalah yang dihadapi oleh mereka selama kuliah. Mereka
juga menanamkan nilai kejujuran, tanggung jawab, cinta tanah air, serta
kepedulian kepada sesama mahluk dan lingkungan.

Berdasar realitas diatas, peneliti tertarik untuk meneliti
tentang “Hubungan Social Dominance Orientation Senior dan Persepsi Mahasiswa
terhadap Ospek sebagai Ajang Kekerasan.”. Peneliti melihat kekuatan hubungan
Social Dominance Orientation yang dimiliki senior berperanan besar dalam
mengonsep kegiatan Ospek ditingkat fakultas maupun jurusan. Bagi
senior yang masih menjunjung tinggi budaya feodal, mereka akan
menganggap bahwa diri mereka adalah kelompok (superior) dan
kekerasan berupa verbal atau fisik penting dilakukan menjadikan
mental junior semakin tangguh tanpa memikirkan efek psikologis
yang akan mereka terima. Sedang bagi senior yang sudah
menyadari

bahwa

kekerasan

Laporan Penelitian Sosiologi Pendidikan

bukan


Page 2

solusi

untuk

melakukan

pressing pada mahasiswa baru, maka mereka akan mengadakan
berbagai kegiatan Ospek yang menyenangkan guna meninggalkan
kesan positif bagi psikologis mahasiswa baru. Sehingga materi yang
mereka

berikan

bisa

diserap

dengan


baik.

Jadi,

keberadaan

hubungan Social Dominance Orientation secara tidak langsung menjadi
ujung tombak pelaksanaan Ospek dengaan kekerasan maupun anti
kekerasan.

Laporan Penelitian Sosiologi Pendidikan

Page 3

1.2.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana informan memandang kegiatan Ospek sebagai ajang

kekerasan?
2. Bagaimana sikap senior memperlakukan mahasiswa baru dalam
kegiatan Ospek?
1.3.

Tujuan

1. Mengetahui sejauh mana informan memandang kegiatan Ospek
sebagai ajang kekerasan.
2. Mengetahui sikap senior memperlakukan mahasiswa baru dalam
kegiatan Ospek.
1.4.

Manfaat
a) Manfaat Teoritis
 Mengembangkan
pendidikan

yang


kajian

ilmu

berhubungan

bidang
dengan

sosiologi
ospek

dan

kegiatan pengenalan kampus lainnya.
 Memperkaya literatur penelitian yang berhubungan
dengan

Ospek

dan

hubungan

social

dominance

orientation dalam dunia pendidikan.
b) Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan ataupun
saran bagi stake holder (pemerintah maupun pihak kampus)
dalam perancangan program intervensi yang bertujuan untuk
mengurangi probabilitas adanya kekerasan dalam kegitan
Ospek.

Laporan Penelitian Sosiologi Pendidikan

Page 4

BAB II
Kerangka Teoritik
Kerangka teoritik penelitian ini diawali dengan fenomena cybersex yang merambah
pada generasi muda milenial saat ini. Pada studi ini, kami menggunakan beberapa acuan
teori yang nantinya dapat menjawab realitas mengenai persepsi informan terhadap
cybersex serta sosial kontrol . Adapun beberapa teori yang kami gunakan untuk
menjawab realitas tersebut meliputi:
2.1. Teori Sosialisasi
Edwin Sutherland (1947) memperkenalkan teori Asosiasi Diferensial. Menurutnya
perilaku menyimpang merupakan suatu perbuatan yang didapatkan setelah melalui proses
belajar. Proses belajar yang dimaksud adalah mempelajari dan memahami norman-norma
yang menyimpang dari subkultur. Jadi, penyimpangan perilaku adalah fenomena yang
dipelajari oleh seseorang dari orang lain atau kelompok.
Proses belajar norma penyimpangan ini persis dengan proses belajar konformitas
(penyesuaian) dimana ada sosialisasi atas nilai-nilai yang disepakati bersama oleh suatu
kelompok masyarakat. Namun, yang membedakannya adalah jika konformitas adalah proses
belajar bagaimana menyesuaikan diri dengan nilai dan norma bersama serta berperilaku
terhadap orang lain sesuai dengan harapan kelompok, maka penyimpangan justru sebaliknya.
Peyimpangan adalah proses belajar bagaimana mempelajari nilai dan norma yang
menyimpang.
Menurut Sutherland, penyimpangan adalah konsekuensi dari kemahiran atau
penguasaan atas suatu sikap atau tindakan yang dipelajari dari norma-norma yang
menyimpang. Perilaku menyimpang dipelajari di dalam lingkungan sosial (eksternal), artinya
semua tingkah laku dapat dipelajari dengan berbagai cara.
Adapun 9 proposisi dari Teori Asosiasi Diferensial, yaitu:
-

Criminal behavior is learned (perilaku kriminal itu dipelajari)

Sutherland memandang bahwa perilaku kriminal bukan berasal dari dalam diri
seseorang maupun faktor genetik yang dibawa individu. Melainkan berasal dari proses belajar
nilai dan norma menyimpang. Semakin mahir seseorang mempelajari nilai dan norma yang
menyimpang, maka semakin dalam dia melakukan prilaku menyimpang. Begitu pula
sebaliknya, semakin sedikit atau tidak pernah seseorang mempelajari norma menyimpang,
semakin sulit dia melakukan penyimpangan.
-

Criminal behavior is learned in interaction with other person of
communication (perilaku kriminal/menyimpang dipelajari oleh seseorang dalam
interaksinya dengan orang-orang lain dan melibatkan proses komunikasi yang intens)

Laporan Penelitian Sosiologi Pendidikan

Page 5

Perilaku menyimpang itu dipelajari melalui interaksi yang intim. Dalam sosiologi
interaksi itu terdiri atas dua, kontak dan komunikasi. Melalui interaksi yang intim tersebut
seseorang akan mempelajari bagaimana nilai dan norma perilaku menyimpang tersebut.
-

The prinsiple of the learning of criminal behavior occurs within intiminate personal
groups (Bagian utama dari belajar tindakan kriminal/perilaku menyimpang terjadi di
dalam kelompok-kelompok personal yang intim atau akrab)

Perilaku menyimpang terjadi dalam kelompok-kelompok peribadi yang akrab. Sebab,
mempelajari nilai dan norma menyimpang tidak bisa dilakukan pada kelompok-kelompok
besar (publik) yang tidak memiliki kedekatan. Karena, proses belajar norma menyimpang
hanya bisa dilakukan dengan berkelanjutan dan dalam hubungan yang dekat. Maksudnya,
seseorang yang mempelajari norma menyimpang haruslah memiliki kedekatan dengan
kelompok-kelompok pribadi yang juga melakukan prilaku menyimpang. Mempelajari norma
menyimpang tidak bisa dilakukan hanya dengan menjalin interaksi semu dan jangka pendek.
Sebab, norma menyimpang tersebut diyakini Sutherland tidak akan terinternalisasi.
Merujuk pada pandangan Sutherland diatas, maka peran media massa dalam
menyampaikan nilai dan norma menyimpang tidak banyak berpengaruh terhadap proses
belajar penyimpangan. Sebab, media massa yang bukan merupakan kelompok personal
hanyalah memainkan peran sekunder dalam mempelajar penyimpangan.
Tentu pandangan Sutherland ini mulai tidak dapat dibuktikan. Akibat kemajuan
teknologi dan mulai memudarnya peran institusi-institusi (seperti keluarga, lingkungan
bermain, sekolah,dll) yang memiliki kewenangan untuk mensosialisasikan nilai dan norma
pada individu dan kemudian tergantikan oleh peran media massa dan jejaring sosial.
Kelompok personal lambat laun berubah menjadi kelompok sekunder dalam mengajarkan
penyimpangan dan digantikan oleh peran kelompok publik/massa.
-

When criminal behavior is learned, the learning includes, a) techniques of commiting
the crime, which are very complicated, sometimes very simple, b) the specific
direction of motives, drives, rationalizations and attitudes (ketika perilaku jahat
dipelajari, pembelajaran itu termasuk pula a) teknik melakukan kejahatan, yang
kadang-kadang sangat sulit, kadang-kadang sederhana, b) arah khusus dari motif,
dorongan rasionalisasi dan sikap-sikap)

Seseorang yang mempelajari perilaku menyimpang, berarti mempelajari berbagai hal
mengenai perilaku menyimpang tersebut. Ia akan belajar bagaimana teknik melakukan
prilaku menyimpang (kejahatan). Mereka yang melakukan prilaku menyimpang juga belajar
tentang motif melakukan prilaku menyimpang tersebut. Ada alasan-alasan yang dianggap
logis yang mendorong si pelaku untuk melakukan perilaku menyimpang. Ia juga belajar
bagaimana cara bersikap sesuai dengan kelompok atau orang yang telah melakukan perilaku
menyimpang tersebut.
-

The specific direction of motives and drives is learned from definition of legal code as
favorable or unfavorable (arah khusus dari motif dan dorongan dipelajari dari defenisi
aturan hukum yang menguntungkan atau tidak menguntungkan).

Laporan Penelitian Sosiologi Pendidikan

Page 6

Petunjuk khusus tentang motif dan dorongan untuk berperilaku menyimpang itu
dipelajar dari defenisi-defenisi tentang norma-norma yang baik atau tidak baik. Proposisi ini
mengakui keberadaan norma-norma untuk setia dan taat pada aturan-aturan yang sudah ada
dan ia mungkin dapat juga melakukan pelanggaran terhadap aturan-aturan yang sudah ada.
-

A person becomes delinquent because of an access of defenition favorable of
violation of law over definition un favorable to violation of law (seseorang menjadi
delinkuen disebabkan pemahaman terhadap defenisi yang menguntungkan dari
pelanggaran terhadap hukum melebihi defenisi-defenisi yang tidak menguntungkan
untuk melanggar hukum).

Seseorang yang berannggapan bahwa perbuatan menyimpang yang ia lakukan lebih
menguntungkan dari pada tidak melakukannya, maka ia akan memilih untuk melakukan
tindakan tersebut. Alasannya bisa beragam, seperti lemahnya sanksi, lemahnya ikatan dalam
masyarakat dan menguntungkan secara ekonomi, dengan keuntungan yang demikian, maka ia
akan lebih memilih untuk melanggar norma (melakukan prilaku menyimpang) dan
sebaliknya.
-

Differential Association may vary in frequency, duration, priority and
intensity (Asosiasi yang berbeda-beda mungkin beraneka ragam dalam frekuensi,
lamanya, prioritas dan intensitas)

-

The process of learning criminal behavior by association with criminal and
anticriminal patterns involves all the mechanism that are involved in any other
learning. ( proses pembelajaran perilaku jahat melalui persekutuan dengan pola-pola
kejahatan dan anti kejahatan meliputi seluruh mekanisme yang rumit dalam setiap
pembelajaran lainnya).

-

While a criminal behavior is an explanation of general needs and values, it is not
ecplained by those general needs and values since non criminal behavior is and
explaination the same need and values. (walaupun perilaku jahat merupakan
penjelasan dari kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai umum, tetapi hal itu tidak
dijelaskan oleh kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai umum tersebut. Karena perilaku
nonkriminal dapat tercermin dari kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai yang sama). [2]

2.2. Teori Kontrol Diri
2.3.

Hasil Penelitian yang Relevan
Berdasar hasil studi terdahulu yang dilakukan oleh Anys Noviana ( Mahasiswa
FKIP UNS menunjukan bahwa pelaksanaan Ospek di Universitas Sebelas
Maret Surakarta terbagi menjadi 3 Level, yakni universitas, fakultas, dan
jurusan. Pada level jurusan inilah sering terjadi pergeseran makna Ospek yang

Laporan Penelitian Sosiologi Pendidikan

Page 7

berujung pada kekerasan. Kekerasan ini sendiri terjadi karena adanya modal
sosial yang dimiliki oleh senior untuk menindas junior.

BAB III
Metodologi Penelitian
3.1. Pendekatan yang digunakan dalam Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang merupakan sebuah
prosedur penelitianyang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau tulisan serta
perilaku yang dapat diperoleh dari orang yang diteliti. Dasar teoritis dalam penelitian
ini adalah pendekatan fenomenologis dimana dalam hal ini peneliti berusaha untuk
memahami arti peristiwa dan kaitannya terhadap orang-orang yang terlibat dalam
situasi tertentu. Pada penelitian ini, peneliti terlibat dalam situasi dan setting
fenomena yang diteliti. Pendekatan kualitatif dirasa tepat menjelaskan lebih dalam
mengenai realitas sosial yang ada.
3.2. Lokasi Penelitian
Penelitian yang berjudul “Cyber Sex : Dilarang, tetapi, Dicari”
dilakukan pada dunia maya melalui media sosial, seperti, instagram,
LINE, Facebook dan twitter dengan informan yang tersebar di
berbagai kota. Alasan ilmiah peneliti mengambil lokasi di dunia maya karena
memiliki kriteria yang tepat untuk menemukan informan-informan yang akan
dijadikan sebagai sumber penelitian, yaitu pemaknaan cybersex dan kontrol diri
pengguna cybersex.
3.3. Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan pada pemuda dengan retang usia 19-25 tahun dengan
jumlah informan 8 orang. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua
jenis data, yaitu data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara
mendalam dengan informan, sedangkan data sekunder yang digunakan jurnal serta
artikel ilmiah.

Laporan Penelitian Sosiologi Pendidikan

Page 8

3.4. Analisis data
Analisis data yang dipergunakan adalah analisis data deskriptif. Teknik
analisis data deskriptif dipilih untuk mengeksplorasi sekaligus mengklarifikasi
mengenai suatu fenomena sosial dengan jalan mendeskipsikan sejumlah variabel
yang berkaitan dengan masalah yang diteliti baik melalui angka maupun kata-kata.
3.5. Teknik Pemilihan Informan
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan informan sejumlah 8 orang dari
latar belakang daerah yang berbeda. Teknik pengambilan sampel yang kami gunakan
yakni teknik purposive random sampling dan snowball random sampling untuk
pendekatan data kualitatif.

Laporan Penelitian Sosiologi Pendidikan

Page 9

Bab IV
Hasil Penelitian
Fenomena kekerasan dalam dunia pendidikan sudah sering kali kita dengar, baik
dimedia masa maupun elektronik. Ospek merupakan salah satu kegiatan pengenalan kampus
yang rentan akan unsur kekerasan dan perpeloncoan. Selain itu, Ospek juga seakan
melanggengkan budaya feodal mengenai hubungan Social Dominance Orientation
yang dimiliki oleh senior. Senior menganggap bahwa ia memliki kekuatan
(power) untuk memperlakukan junior sesuai perintahnya. Melalui modal
simbolik tersebut, senior dapat memanfaatkan kekuatan yang dimiliki
guna melakukan kekerasan simbolik kepada mahasiswa baru. Kekerasan
yang dimaksudkan disini tidak hanya terbatas pada kekerasan fisik, tetapi
juga kekerasan yang berimbas pada psikologis mahasiswa baru.
Fenomena kekerasan Ospek sesungguhnya merupakan suatu hal yang disesalkan
dalam dunia pendidikan. Namun sayangnya, pemerintah dan pihak kampus tak kunjung
mengambil langkah tegas dalam upaya menekan angka kekerasan dalam Ospek, sehingga
Ospek bisa berjalan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yakni mencetak generasi
cerdas, berkarakter, dan berjiwa pancasilais.
4.1.

Pendapat Informan Mengenai Pelaksanaan Kegiatan Ospek dan Kekerasan.
Pelaksanaan Ospek di Universitas Airlangga Surabaya dilaksanakan dalam tiga
tahap. Tahap pertama yakni merupakan Ospek universitas, fakultas dan jurusan. Kegiatan
Ospek universitas ini meliputi: pengukuhan seluruh mahasiswa baru di Airlangga
Convention Center dan dilanjutkan dengan pengenalan seputar fasilitas kampus serta para
stake holder yang terlibat didalamnya. Kegitan Ospek universitas ini dimulai pukul 7
sampai 12 siang.
Pada saat pelaksanaan Ospek universitas, mahasiswa baru mengaku datang satu
jam sebelum kegitan Ospek dimulai. Secara tersirat, alasan kedatangan mahasiswa baru
lebih awal dari jadwal yang ditentukan, mengindikasikan adanya rasa takut mendapat
hukuman jika mereka terlambat. Seluruh mahasiswa baru dilarang untuk memarkirkan
motor disekitar kampus. Sehingga sebagian dari mereka memilih untuk diantar orang tua,
naik kendaraan umum, atau parkir didaerah yang jauh dari kampus. Mahasiswa baru juga

Laporan Penelitian Sosiologi Pendidikan

Page 10

diminta untuk mengenakan baju putih, rok putih, sepatu phantofel, serta jas almamater
saat kegiatan pengukuhan mahasiswa baru yang di selenggrakan di Airlangga Convention
Center.
Berdasar wawancara terhadap beberapa informan, pelaksanaan ospek di Unair
konsepnya sama dengan pelaksanaan ospek yang pernah diikuti oleh penulis. Menurut
mahasiswa Komunikasi, :
“untuk pelaksanaan ospek pertama kali kita dikukuhkan oleh rektor di Airlangga
Convention Center, kita diwajibkan datang sebelum jam 7 pagi dengan atribut
almamater, hem putih bawahan juga putih, setelah upacara pengukuhan, kita
mendapat motivasi dari ketua BEM Unair yang dilanjut dengan pengenalan dari
masing-masing ukm-ukm. Setelah itu, besoknya kita digiring ke fakultas lain untuk
mendalami materi dan pengenalan tentang apa yang ada di kampus Unair”.

Jawaban informan tersebut menjelaskan bahwa kegiatan ospek di tingkat universitas
yang diisi dengan upacara yang dikemas dalam bentuk formal. Hal ini ditunjukan dengan
diharuskannya mahasiswa baru saat mengikuti upacara agar memakai seragam atasan putih
bawahan putih, dan memakai almamater. Pakaian ini juga dilengkapi dengan sepatu hitam
ikat pinggang hitam, dan kaos kaki putih. Penyeragaman ini tidak jelas maksudnya karena
tidak tertulis di buku pedoman bagi mahasiswa baru maupun adanya pemberitahuan pada
mahasiswa baru. Beberapa informan pun juga tidak tahu menahu kenapa harus memakai
pakaian seperti itu. Seperti apa yang dilontarkan oleh mahasiswa dari prodi ilmu komunikasi
“ya nggak nanya kan udah dikasih tahu suruh pakai itu ya udah pakai aja”. Penyeragaman
pakaian dalam Ospek merupakan salah satu bentuk identifikasi terhadap mahasiswa baru.
Identifikasi disini maksudnya adalah dengan memakai seragam putih-putih. dimaksudkan
agar setiap orang yang melihat tahu jika yang memakai seragam seperti itu adalah mahasiswa
baru Unair yang sedang mengikuti ospek. Menurut William H. Frederick (dalam Henk
Schulte Nordholt (2005:319) pakaian tidak pernah dianggap enteng. Ketika seseorang ingin
mengumumkan, menyembunyikan identitas sejatinya, atau untuk menentukan identitas orang
lain atau kelompok lain, pakaian dengan hati-hati diteliti untuk menemukan informasi yang
tersirat di dalamnya.
Seperti yang sudah tertulis, ospek pada level universitas dibuat formal dengan cara
penyeragaman yang bersifat wajib bagi mahasiswa baru. Selain masih bersifat formal,
Laporan Penelitian Sosiologi Pendidikan

Page 11

pelaksanaan ospek di universitas umumnya masih termonitoring dengan baik. Ini ditunjukan
dengan tidak adanya tindak kekerasan terhadap mahasiswa baru.
“Dari banyak serangkaian Ospek dikampus, saya paling senang adalah Ospek di
universitas Mbak. Alasannya sih karena acaraya tidak terlalu lama. Selain itu,
unsur kekerasan dari senior terhadap junior juga tidak ada. Meski ada rasa bosan
sih mengikuti acara wiyata mandala kampus.” Ujar salah satu mahasiswa IIP.
Setelah Ospek universitas selesai, maka akan dilanjutkan dengan Ospek di fakultas
masing-masing. Pelaksanaan Ospek fakultas berlangsung selama 3 hari yang dimulai pukul 7
sampai 5 sore. Menurut keterangan informan saat mengikuti Ospek Fakultas, mahasiswa baru
harus datang pukul 06.00 pagi dan membawa bekal sendiri.
“Saat Ospek fakultas, saya harus sudah berangkat dari Sidoarjo sejak pukul 05.00
pagi. Hal itu saya lakukan untuk menghindari kemacetan. Selain itu, kami juga harus sudah
tiba dikampus pukul 06.00 pagi dan membawa bekal untuk sarapan. Setelah jam 06.30
seluruh mahasiswa baru dipersilahkan memakan bekal yang dibawa sampai habis.”
(Mahasiswa Ilmu administrasi negara)
Adapun kegiatan yang dilakukan dalam Ospek fakultas meliputi: wawasan seputar
fasilitas dan stake holder FISIP, motivasi dari para alumni, serta inisiasi melalui kegiatan
simulasi demo.
Dalam kegitan Ospek Fakultas inilah, bibit-bibit kekerasan muncul akibat adanaya
hubungan Social Dominance Orientation. Senior merasa mereka adalah kelompok superior
yang memiliki hak kuasa terhadap mahasiswa baru. Hal ini terlihat saat acara ice breaking
dan pengumpulan mahasiswa baru diparkiran mobil dosen. Saat kegitan ice breaking
berlangsung, tiba-tiba senior masuk meminta mahasiswa baru untuk menundukan kepalanya.
Setelah itu, senior akan memeriksa id card serta kerapian pakaian mahasiswa baru.
Mahasiswa baru juga diuji daya kritisnya, melalui pemahaman mereka terhadap materi yang
disampaikan pemateri. Apabila mahasiswa baru melakukan pelanggaran dengan tidak
memakai atribut secara lengkap atau bahkan tidak mau berpendapat dalam forum, maka
senior akan membentak-bentak mereka dengan mengeluarkan kata-kata kotor, seperti:
goblok, dancok, ojok mbebek, ojok sok kemlinti dll. Mahasiswa baru perlakukan sedemikian
rupa karena dianggap tidak disiplin serta tidak menghargai senior yang telah
menyelenggarakan kegitan. Hal ini diperkuat dengan pendapat salah seorang mahasiswa
Laporan Penelitian Sosiologi Pendidikan

Page 12

Antropologi, “Ketika saya lupa tidak memakai ikat pinggang, saya dikasih ikat pinggang
dari tali rafia oleh timdis (tim disiplin).”
Selain itu beberapa informan mengaku schock dan trauma saat mendapat perlakuan
kekerasan verbal dari senior.
“Saat itu, saya kaget saat kegiatan ice breaking tiba tiba ada sekelompok senior
memakai baju merah. tiba-tiba mendobrak pintu. Setelah itu, mereka meminta kami
untuk menunjukan id card. Ada pula beberapa teman saya yang ditanya mengenai
materi yang mereka serap. Tiba-tiba mereka marah dan membentak-bentak saat ada
diantara kami yang melakukan kesalahan” (Mahasiswa Antropologi)
Selain itu, informan lain juga menyatakan bahwa:
“Ketika saya mencoba menyampaikan argumen saya mengenai materi yang
disampaikan oleh pemateri, timdis justru berbondong-bondong mendatangi saya dan
terus memperdebatkan argument saya. Ketika mereka datang berbondong-bondong
untuk memperdebatkan argument saya, disana saya merasakan ada sedikit tekanan
psikis.karena gugup” (Mahasiswa Hubungan Internasional)
Menurut mahasiswa Sosiologi, atribut dan penugasan paper dalam ospek fakultas masih
dikatakan normal dan cukup mendidik.
“Untuk pemakaian atribut Ospek tidak ada yang aneh-aneh. Kami hanya
diinstruskikan untuk memakai kemeja putih, rok hitam, dan bersepatu phantofel.
Hanya saja saya menyayangkan penugasan pembuatan id card yang harus membuat
tali dari rafia. Hal ini rasanya begitu konyol. Kenapa panitia tidak langsung membeli
id card saja. Selain efektifitas waktu, juga menjadi id card semakin rapi. “
“Penugasan dalam Ospek kali ini juga nggak aneh-aneh kok. Semua pure berkisar
mengenai issue-isue terbaru. Kami saat itu diberikan tugas mandiri untuk membuat
makalah tentang MEA dan tugas kelompk untuk membuat Essay mengenai 3
komponen dalam pembangunan negara yang meliputi: pemerintah, rakyat sipil, dan
pengusaha.” ujar mahasiswa Sosiologi.
Kegiatan Ospek fakultas ilmu sosial dan ilmu politik, ditutup dengan simulasi demo
yang dilakukan di lapangan parkiran motor FISIP. Demo saat itu menangkat issue mengenai
kebijakan UU Larangan Menghina Presiden. Dalam simulasi demo tersebut, mahasiswa baru
dibentuk dalam kelompok pro pemerintah dan kontra pemerintah. Sepanjang kegitan simulasi
Laporan Penelitian Sosiologi Pendidikan

Page 13

demo, mahasiswa baru menyanyikan lagu-lagu perjuangan khas mahasiswa seperti: darah
juang, Indonesia baru, buruh tani, When My Fisip dll. Setelah proses simulasi demo selesai,
dilanjut dengan proses inisiasi. Dari proses inisiasi tersebut, mahasiswa baru dinyatakan lulus
kegitan UFO (United FISIP Orientation). Kemudian seluruh mahasiswa mengucap Sumpah
Mahasiswa yang berbunyi :
“Kami mahasiswa Indonesia bersumpah bertanah air satu, tanah air tanpa penindasan.
Kami mahasiswa Indonesia bersumpah berbahasa satu, bahasa yang gandrung akan keadilan.
Kami mahasiswa Indonesia bersumpah berbahasa satu, bahasa tanpa kebohongan.”
Setelah mengucap Sumpah Mahasiswa, seluruh mahasiswa baru dan senior saling berjabat
tangan dan meminta maaf satu sama lain. Hal ini dibenarkan oleh informan kami dari jurusan
Hubungan Interasional yang berinisial YM :
“Pada hari terakhir kegitan UFO, kami melakukan kegiatan simulasi demo di
Lapangan Parkiran FISIP. Dalam simulasi demo tersebut, kami mengangkat isuee
tentang UU Larangan Menghina Presiden. Disana kami dibagi menjadi dua kubu,
yakni kubu pro dan kubu kontra. Saat simulasi demo berlangsung, kami disiram
dengan air sebagai pengganti gas air mata. Duh,, rasanya seperi demo beneran. Ini
sangat mengesankan. Selanjutnya, kami melakukan proses inisiasi untuk pengukukan
menjadi bagiaan dari FISIP. Selepas inisiasi, kami saling bersalaman dan berpelukan
dengan kakak-kakak senior.”
Berdasar uraian diatas, dapat dilihat bahwa penugasan makalah dalam Ospek fakultas
jauh lebih banyak dibanding dengan Ospek Universitas. Mahasiswa baru juga mengeluhkan
sikap timdis (tim disiplin) yang sewenang-wenang dan melontarkan kata-kata kotor terhadap
mereka. Selain itu, jadwal kedatangan mahasiswa baru pukul 06.00 adalah sesuatu yang
memberatkan, karena mereka

merasa terlalu pagi untuk datang jam segitu. Banyaknya

keluhan Ospek tingkat fakultas mengindikasikan sistem pengawasan Ospek tingkat fakultas
sudah mulai kendor. Semua ini telah menjadi wewenang BEM dan dekanat untuk
meminimalisir keluhan mahasiswa baru dalam kegitan Ospek fakultas.
Setelah Ospek fakultas selesai. mahasiswa baru harus kembali mengikuti rangakain
Ospek jurusan. Ospek jurusan diselenggrakan selama 3 hari. Pemilihan lokasi Ospek harus
diselenggrakan dikampus atau didalam kota. hal ini sebagaimana tertuang dalam Surat
Keputusan dari Dirjen Jendral Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan
Laporan Penelitian Sosiologi Pendidikan

Page 14

dan Kebudayaan Republik Indoesia nomor 25/DIKTI/Kep/2014 mengenai
Panduan Umum Pengenalan Kehidupan Kampus. Pelaksanaan Ospek jurusan ini
di dikendalikan sepenuhnya oleh panitia dari masing-masing prodi. Merekalah yang
menentukan bagaimana rangkaian acara pada Ospek jurusan dilakukan. Sebelum Ospek
jurusan dilaksanakan, panitia diharuskan membuat proposal kegiatan dan harus melalui
prosedur yang ditetapkan. Proposal ini harus mendapat persetujuan dari kepala departemen
masing-masing prodi, Wakil Dekan I, dan Dekan FISIP. Setelah mendapatkan ijin dari
semuanya barulah ospek jurusan bisa dilaksanakan. Sayangnya ada beberapa program studi
yang besikeras tetap menyelenggarakan Ospek diluar kota meski tanpa ada legalitas perijinan
dari fakultas maupun program studi. Adapun beberapa program studi yang tetap
menyelenggarakan Ospek jurusan diluar kota: Sosiologi, Politik, Antropologi, IIP, dan
Administrasi Negara.
Dalam pelaksanaan Ospek jurusan, pelanggaran terhadap regulasi Ospek semakin
menjadi. Mulai dari Ospek yang diselenggarakan diluar kota sampai beberapa kasus
kekerasan verbal atau bahkan kontak fisik terhadap mahasiswa baru.
Ketika pertama kali mahasiswa baru datang ketempat kemah, mereka langsung
mendapat perlakuan kurang menyenangkan dari kakak tingkat. Ada beberapa dari mereka
mendapat kekerasan verbal dari kakak tingkat karena mereka disuruh untuk menundukan
kepala. Peneliti menilai bahwa himbauan menundukan kepala kepada mahasiswa baru adalah
salah satu bentuk kekerasan simbolik bahwa senior telah berhasil menguasai mereka. Hal ini
terbukti dari kemauan mereka untuk dengan suka rela menundukan kepala sebagai wujud
takut terhadap senior. Menurut pengakuan informan kami dari prodi Sosiologi yang berinisial
AZ menyatakan bahwa:
“Saat itu kami menyenggarakan kegiatan Ospek jurusan di Claket Mojokerto.
Kegiatan tersebut dilaksanakan selama tiga hari. Saat pertama kali kami datang ke
ground, tiba-tiba ada para senior membentak-bentak dan menyuruh kami untuk
menundukan kepala. Jika kami tidak menundukan kepala, kami dianggap tidak
menghargai mereka. Selain itu, saat menyeleggrakan kegiatan JJM, kami kembali
dibentak-bentak oleh senior. Bahkan ada salah seorang teman saya yang di
cengkiwing sama senior. Kami terus-terusan mendapat ucapan kata-kata kotor dari
pos 1 sampai pos 3. Dan dipos 3 inilah bagaikan pos neraka, karena dihuni oleh
senior-senior yang sudah lama lulus.”

Laporan Penelitian Sosiologi Pendidikan

Page 15

Menurut keterangan salah satu informan dari mahasiswa prodi Antropologi yang
berinisial ZI menyatakan bahwa mereka harus mencium pohon, makan dicampur rumput,
bahkan tenda mereka tercium bau pesing seperti kencing.
“Saat mengikuti Ospek jurusan, saya disuruh oleh senior untuk mencium pohon.
Makanan kami juga dicampur dengan rumput dan mau tak mau kami harus
memakannya karena kami juga merasa lapar. Saat pagi-pagi, saya mencium bau tenda
yang begitu pesing seperti habis dikencingi. Sungguh saya tidak meresa nyaman
disana.”
Pada hakikatnya, tujuan dari Ospek jurusan adalah untuk mengakrabkan hubungan
antar antara senior dan junior. Apabila mereka bisa saling mengakrabkan diri, maka secara
tidak langsung akan tumbuh solidaritas diantara mereka. Sang kakak tingkat mengibaratkan
junior mereka adalah adik sendiri yang perlu dibimbing, dilindungi, serta disayangi. Namun
sayangnya, makna “menyayangi” disini disalahgunakan oleh para senior. Mereka terkadang
justru menjadikan momentum Ospek jurusan untuk ajang pendekatan dengan adik tingkat.
Mereka tak segan menggoda dan mendekati adik tingkat untuk dijadikan kekasih atau hanya
pelampiasan cinta beberapa hari. Berdasar penuturan informan kami dari prodi IIP yang
berinisial EP:
“Beberapa kakak tingkat terkadang mendekati teman-teman saya yang cantik-cantik
untuk bercengkrama. Dibalik cengkerama tersebut, sebenarnya ada udang dibalik
batu. Males banget gitu melihatnya.”
Dalam kegitan Ospek jurusan terkadang juga terdapat proses insiasi. Inisiasi
merupakan semacam ritual yang digunakan dalam proses menerima anggota baru dalam
suatu adat kebudayaan. Proses inisiasi ini memang agak aneh dan kurang rasional. Menurut
salah seorang informan kami dari Sosiologi yang berinisial AZ mengatakan bahwa:
“Ketika kami telah melakukan berbagai rangkaian Ospek jurusan yang meliputi:
pengenalan, aksi penunjukan bakat dan api unggun, jalan-jalan malam, serta proses
negosiasi. Lalu kami disuruh berkumpul kembali di ground untuk mengikuti proses
inisiasi penerimaan anggota baru. Dalam proses inisiasi tersebut, terdapat senior
yang menggunakan baju putih-putih seperti biksu dan membawa obor. Disamping
senior tersebut terdapat seperti seorang algojo yang membawa sang saka merah
putih. Proses inisiasi ini diawali dengan melewati sebuah gerbang buatan. Lalu kami
harus mencelupkan tangan dan muka pada air kembang. Setelah semua telah dilalui,
kami mencium bendera yang dibawa algojo dan dilanjut dengan memberi salam
penghormatan kepada senior yang membawa dupa dan memakai baju putih-putih
seperti biksu. Selama mengikuti ritual tersebut kita harus menyanyikan lagu Indonesia
pusaka dan darah juang dan diakhiri dengan jabat tangan antara junior dan senior

Laporan Penelitian Sosiologi Pendidikan

Page 16

sebagai wujud permintaan maaf. Setelah itu kami membersihkan ground dan bersiapsiap untuk pulang ke Surabaya”
Meskipun beberapa prodi di FISIP masih memaknai Ospek sebagai budaya feodal
untuk melanggengkan hubungan Social Dominance Orientation, tetapi ada beberapa prodi
yang sudah melakukan transformasi untuk mengemas Ospek jurusan menjadi sesuatu yang
mengesankan, memuat nilai-nilai humanis, dan media untuk mensolidkan seluruh angkatan.
Hal tersebut diungkapkan oleh informan kami dari IIP yang berisial EP:
“Kegiatan Ospek di jurusan IIP dilaksanakan di Pacet Mojokerto. Kegiatan Ospek
kami sangat fun banget. Kami bisa mengakrabkan diri dengan alumni dan kakak
tingkat melalui sharing pengalamandan pemberian motivasi oleh alumni yang telah
bekerja diberbagai Instansi. Kami juga saling bernyayanyi diiringi gitar sambil
bercengrama disepanjang acara api unggun. Pokoknya so sweet banget deh. Ospek
kami benar-benar tanpa kekerasan.”
Selain itu, mahasiswa dari program studi Hubungan Internasiol yang inisial YM juga
menceritakan mengenai kegitan Ospek mereka yang tanpa ada unsur kekerasan baik verbal
maupun fisik.
“ Kegiatan Ospek jurusan di HI berjalan dengan sangat baik. Didalamnya benarbenar tidak ada kekerasan verbal maupun fisik seperti yang saya dengar dari
beberapa program studi di FISIP. Dari berbagai rangkaian Ospek jurusan di HI,
saya paling berkesan dengan kegiatan simulasi diplomasi internasional. Melalui
simulasi diplomasi tersebut, kami belajar berbicara kritis dalam melihat berbagai
permasalahan di dunia internasional, baik permasalahan sosial, ekonomi, budaya,
politik, dll. Saya juga menjadi tahu mengenai suasana sidang internasional itu
seperti apa.”
Berdasar uraian pendapat informan kami dari berbagai program studi tersebut, dapat
digambarkan bahwa pelaksanaan Ospek di FISIP masih dipengaruhi oleh hubungan Social
Dominance Orientation yang sangat kuat bahkan berakibat pada perilaku kekerasan dan
bulliying terhadap junior. Namun, ada beberapa program studi juga yang menyatakan bahwa
pelaksanaan Ospek mereka tidak mengandung unsur kekerasan dan bulliying sama sekali.
Kegitan Ospek justru dikemas semenarik mungkin untuk meninggalkan kesan yang
mendalam bagi mahasiswa baru. Perbedaan gaya Ospek masing-masing prodi tersebut
Laporan Penelitian Sosiologi Pendidikan

Page 17

dipengaruhi

oleh kesadaran diri dari senior dan alumni untuk melakukan transformasi

terhadap kegitan Ospek yang anti kekerasan. Senior dan alumni harus menyadari jika
kekerasan merupakan budaya feodal peninggalan orde baru yang tidak lagi relevan
diterapkan saat ini. Karena pada realitasnya, senior tetap bisa menanamkan nilai-nilai
kedisiplinan, tata krama serta solidaritas terhadap junior dengan cara yang lebih beradab.
4.2.

Sikap Senior Memperlakukan Mahasiswa Baru dalam Kegiatan Ospek
Malam Keakraban atau yang akrab disebut sebagai MK merupakan kegiatan ospek

jurusan yang lazim dan wajib digelar oleh seluruh prodi di FISIP setiap tahunnya. Mulai dari
prodi Hubungan Internasional hingga Antropologi, ketujuh prodi di FISIP masing-masing
memiliki nama tersendiri bagi kegiatan MK yang dihelat, seperti BSK (Baur Sedalu
Komunikasi) untuk prodi Ilmu Komunikasi, IRFEST (International Relations Festival) dalam
prodi Hubungan Internasional dan LOGIS (Loyalty of Sociology) untuk prodi Sosiologi dan
KKA (Kemah Kekerabatan Antropologi) untuk prodi Antropologi.
Waktu penyelenggaraan MK di setiap program studi dilakukan dalam waktu yang
berbeda dan tidak serentak seperti Ospek Universitas yang sebelumnya telah dilaksanakan.
MK dalam setiap program studi dikemas dalam konsep dan kegiatan yang berbeda pula yang
umumnya kegiatan tersebut disusun oleh senior tiap angkatan maupun warga atau yang juga
lazim disebut sebagai alumni. Pelaksanaan MK pada umumnya diselenggarakan di luar kota
dengan konsep perkemahan selama satu hingga dua malam. Bulan September dan Oktober
merupakan bulan yang menjadi bulan yang tepat bagi penyelenggaraan MK di setiap
tahunnya.
Dikarenakan adanya perbedaan konsep dan jenis kegiatan yang dikemas oleh setiap
program studi, maka, peneliti mewawancara beberapai informan dari berbagai program studi
di FISIP Unair yang dulunya merupakan bagian dari panitia dalam terselenggaranya MK di
prodi masing-masing.
Menurut mahasiswa Komunikasi angkatan 2014 yang berinisial DS dan menjabat
sebagai Koordinator Perlengkapan dalam pelaksanaan BSK 2015 menyatakan bahwa,
“Memang, pada era tahun 1990 hingga tahun 2009, MK pada prodi Ilmu Komunikasi
masih mengadopsi unsur kekerasan, namun, setelah tahun 2009, konsep MK yaitu
BSK dirombak total menjadi ospek jurusan yang bersahabat dengan mahasiswa baru.
MK yang kami kemas sangat jauh dari bayang-bayang kekerasan, malah, panitia
Laporan Penelitian Sosiologi Pendidikan

Page 18

dituntut keras untuk mengemas konsep acara yang menarik, namun, edukatif. BSK
sangat berorientasi kepada mahasiswa baru dengan goal yaitu menciptakan fisrt
impression yang baik bagi para mahasiswa baru. Jenis kegiatan yang kami tawarkan
bagi para mahasiswa baru antara lain adalah penampilan dari setiap angkatan,
bercengkrama, sharing alumni, dan jelajah club. Jelajah klub bukan seperti jelajah
malam yang umumnya dilakukan. Prodi Ilmu Komunikasi memiliki 9 klub yang
berupa ekstrakulikuler, tetapi, berasal dari prodi Ilmu Komunikasi sendiri, seperti AV
yaitu wadah belajar dalam bidang perfilman, COCO yaitu wadah belajar design
visual SEO sebagai wadah belajar event organizer, dsb. Jadi, dalam sesi jelajah klub
akan ditampilkan berbagai keahlian dan informasi oleh kesembilan klub tadi di
hadapan para mahasiswa baru. Baik alumni maupun senior memiliki tujuan yang
sama, yaitu menciptakan “first impression” yang baik bagi para mahasiswa baru”
Jawaban yang diutarakan oleh informan tersebut menggambarkan bahwa suasana dan
kondisi pelaksanaan BSK atau MK Ilmu Komunikasi pada tahun 2015 bersifat informal. Hal
ini ditunjukkan oleh kegiatan yang santai dan mengedepankan “kesenangan” bagi para
mahasiswa baru prodi Ilkom, yaitu kegiatan bercengkrama sharing dengan alumni dalam
kelompok-kelompok kecil. Konsep dan jenis kegiatan yang dikemas juga menunjukkan tidak
adanya unsur kekerasan dalam pelaksanaan BSK 2015. Kegiatan edukatif yang dikemas
dengan konsep acara yang menyenangkan membuat BSK dirindukan oleh para mahasiswa
Ilmu Komunikasi yang telah mengikuti acara tersebut. Meskipun peranan senior adalah
dominan, namun, kesadaran para senior akan terciptanya kesan baik bagi mahasiswa baru
serta terciptanya solidaritas tanpa kekerasan membuat BSK tidak hanya sekedar menjadi
kegiatan ospek belaka, namun, juga sebagai alat bantu bagi fakultas untuk mengenalkan
budaya dan berbagai informasi baik dalam lingkup prodi maupun fakultas kepada mahasiswa
baru. Para senior di prodi Ilmu Komunikasi memperlakukan mahasiswa baru dengan hormat
dan mendidik. Pada realitasnya, prodi Ilmu Komunikasi sudah sejak lama menghapus budaya
“kekerasan” dalam kegiatan ospek jurusan dan mentransformasikan konsep lama yang kaku
dan tegang, menjadi sebuah konsep baru yang inovatif bersifat ramah dan bersahabat.
Berbeda dengan program studi Ilmu Komunikasi, program studi Hubungan
Internasional juga memiliki acara jurusan mereka sendiri, yaitu IRFEST. Menurut informan
yaitu mahasiswa Hubungan Internasional yang berisial SE turut serta dalam IRFEST 2015,
acara IRFEST yang dihelat tahun 2015 diselenggarakan dengan rincian sebagai berikut:
Laporan Penelitian Sosiologi Pendidikan

Page 19

“Waktu itu kami yaitu panitia menyiapkan IRFEST untuk mahasiswa baru tahun 2015
dengan berbagai rangkaian kegiatan acara mulai dari paper clinic, yaitu kegiatan
yang mengajarkan mahasiswa baru tentang tata cara pembuatan jurnal dengan
penggunaan referensi yang tepat, simulasi sidang PBB, kemah di luar kota, lebih
tepatnya di Coban Rondo, Malang, serta acara terakhir, yaitu closing party berupa
makan bersama dengan dosen dan alumni serta penampilan tiap angkatan aktif.
Meskipun, pengendalian acara IRFEST didominasi oleh angkatan 2014, namun,
keterlibatan alumni dalam kegiatan ini juga terasa, walaupun, hanya sekitar 15% saja
tingkat partisipasinya. Alumni hanya berperan sebagai pengontrol berlangsungnya
acara IRFEST serta membagikan pengalaman seputar lingkup HI. Baik senior aktif
maupun alumni tidak melakukan tindak kekerasan verbal maupun fisik dalam
pelaksanaan kegiatan IRFEST 2015 kemarin karena selain memang adanya tuntutan
dari departemen prodi untuk meniadakan kekerasan dalam pelaksanaan IRFEST
2015, kami juga sadar bahwa untuk mempererat solidaritas tidak harus melalui
kegiatan yang berbau kekerasan karena lingkup universitas dengan sekolah militer itu
jauh berbeda. Mempererat solidaritas dapat dilakukan dengan berbagai cara dan
tidak perlu ada kekerasan, lihat saja betapa suksesnya IRFEST 2015 tanpa ada embelembel kekerasan. Kami juga sadar betapa penting untuk mewujudkan tujuan
terlaksananya IRFEST 2015, selain untuk menyegarkan pikiran, dalam IRFEST 2015
mahasiswa baru dilatih kemampuannya untuk berani berargumen di depan umum.”
Berdasarkan wawancara diatas dapat kita simpulkan bahwa kegiatan MK di dalam
prodi Hubungan Internasional sudah mengalami transformasi, yaitu mengalami perubahan
konsep kegiatan IRFEST khususnya pada tahun 2015 yang tidak lagi mengikuti arus
mainstream budaya MK yang mengedepankan unsur kekerasan dalam kegiatan ospek
jurusan, melainkan merumuskan berbagai kegiatan akademis yang mendidik, namun,
menarik, seperti tersirat dalam pernyataan informan yang menyatakan bahwa “…panitia
menyiapkan IRFEST untuk mahasiswa baru tahun 2015 dengan berbagai rangkaian kegiatan
acara mulai dari paper clinic, yaitu kegiatan yang mengajarkan mahasiswa baru tentang
tata cara pembuatan jurnal dengan penggunaan referensi yang tepat, simulasi sidang PBB,
kemah di luar kota, lebih tepatnya di Coban Rondo, Malang, serta acara terakhir, yaitu
closing party…” Peran senior dalam kegiatan tersebut juga dinilai positif dan membangun
para mahasiswa junior. Kesadaran dan kepekaan para senior untuk mengemas kegiatan MK
Laporan Penelitian Sosiologi Pendidikan

Page 20

yang bebas dari kekerasan adalah hal krusial untuk menciptakan pengenalan akan lingkungan
kampus yang efektif dan inovatif.
Sama halnya dengan prodi Hubungan Internasional dan Ilmu Komunikasi yang sukses
menyelenggarakan MK program studi, jurusan Sosiologi pun menyelenggarakan MK.
Berdasarkan wawancara peneliti dengan para senior dari prodi Sosiologi berinisial FL dari
angkatan 2014 yang berperan dalam Divisi Medis dan mahasiswa prodi Sosiologi berinisial
EA dari angkatan 2013 yang mengambil bagian menjadi Koor di Divisi Perlengkapan untuk
MK prodi Sosiologi tahun 2015, yaitu LOGIS 2015, berikut rincian gambaran peran senior
dalam acara LOGIS 2015:
EA menyatakan bahwa,
“Sebelum hari H, panitia untuk LOGIS 2015 melakukan persiapan mental, fisik dan
pikiran. Kita tahu bahwa pada tahun 2014 hingga 2015 adalah era dimana isu
“kekerasan” dalam ospek jurusan hangat diperbincangkan, diperdebatkan, bahkan
dikecam pelaksanaannya. Panitia LOGIS 2015 mendapatkan pengaruh serta tekanan
psikis dan pikiran dari pihak-pihak pro dan kontra akan pelaksanaan LOGIS di tahun
2015. Tekanan yang kami dapatkan pun tidak hanya dari mahasiswa saja, melainkan
juga dari dosen-dosen prodi Sosiologi, dekanat dan alumni. Tidak hanya itu, tekanan
lain seperti, tekanan fisik yang mengharuskan kami aktif dalam keikutsertaan rapat
dan berkontribusi aktif dalam perumusan serta pematangan konsep hingga perijinan.
Selanjutnya, ada perbedaan intensitas peranan alumni dalam pelaksanaan MK dalam
prodi Sosiologi, FL menambahkan bahwa, “Dominasi alumni tidak hanya pada saat
hari dimana LOGIS 2015 dilaksanakan, melainkan, jauh hari sebelum acara
berlangsung, alumni juga ikut campur dalam sosialisasi panitia dan terlihat jelas
pada saat LOGIS 2015 berlangsung, yaitu ketika sesi JJM (JelaJah Malam), tidak
hanya mahasiswa baru saja yang para alumni pressing, melainkan panitia baru,
khususnya dari angkatan 2014 yang menolak untuk melakukan kekerasan dipaksa
untuk melakukan konsep kekerasan yang disusun oleh para alumni. Panitia angkatan
2014 dibuat takut sampai tidak berdaya, sehingga, panitia 2014 tidak bisa melakukan
apapun, karena ketua panitia sendiri pun juga merasa takut terhadap alumni. LOGIS
2015 disayangkan oleh berbagai pihak, yaitu dosen, dekanat dan mahasiswa baru.
Konsep acara yang sudah disusun dengan baik tanpa ada unsur kekerasan malah
diubah secara sepihak oleh para alumni.”
Laporan Penelitian Sosiologi Pendidikan

Page 21

Jawaban yang dilontarkan oleh kedua informan seperti yang telah dijabarkan di atas,
tidak dapat dipungkiri bahwa penghapusan unsur kekerasan dalam ospek jurusan dalam
setiap prodi tidak selalu berjalan mulus, melainkan, pada sebagian prodi penghapusan unsur
kekerasan mengalami hambatan, salah satunya dalam prodi Sosiologi. Hal itu terjadi bahwa
kurangnya kesadaran alumni atau senior akan krusialnya ospek jurusan yang bebas tanpa
kekerasan, serta, perbedaan kepentingan dari para senior, mengutip pernyataan FL yang
menyatakan bahwa “kegiatan MK merupakan saluran untuk kaderisasi HIMA”. Melalui
jawaban yang tersirat secara eksplisit yang dijelaskan oleh kedua informan diatas dapat
dimaknai bahwa, LOGIS 2015 yaitu, MK prodi Sosiologi pada tahun 2015 dinilai masih
konvensional serta mengikuti arus mainstream yang tidak relevan lagi. Para alumni yang
seharusnya menjadi role model bagi para juniornya malah tidak mencerminkan sikap teladan,
bukan malah, melakukan tindak kekerasan verbal yang dinilai kurang menghargai sesama,
tidak beradab dan kurang mendidik. Besar harapan dari para keluarga besar Sosiologi untuk
melaksanakan MK secara bermartabat. FL mengharapkan bahwa MK selanjutnya konsepnya
dapat diubah dan upaya untuk mempererat solidaritas dapat ditempuh dengan berbagai upaya
yang positif dan sosiologis, seperti outbond, diskusi, temu kenal dengan senior yang
berprestasi selama menjadi mahasiswa Sosiologi, sedangkan, pressing dapat dititikberatkan
pada kegiatan asah otak dalam bentuk problem solving.

Laporan Penelitian Sosiologi Pendidikan

Page 22

Bab V
Penutup
5.1. Kesimpulan
 Ospek merupakan kegiatan pengenalan kampus bagi mahasiswa
baru di Universitas Airlangga yang dilaksanakan baik ditingkat
universitas, fakultas sampai jurusan.
 Ospek ditingkat universitas berjalan lancar tanpa kekerasan
karena

adanya

kontrol

yang

ketat

dari

pihak

kampus.

Penyimpangan peraturan Ospek yang menggunakan kekerasan
biasanya terjadi ditingkat fakultas maupun jurusan.
 Kekerasan dalam Ospek dikarenakan adanya modal hubungan
Social Dominance Orientation yang dimiliki senior untuk melakukan kekerasan,
baik simbolik, fisik, maupun verbal. Hubungan Social Dominance Orientation
yang terjalin diantara senior dan alumni menimbulkan anggapan bahwa mereka
adalah kelompok superior dan mahasiswa baru adalah kelompok inferior.
 Sebagian mahasiswa informan menyatakan bahwa Ospek dibeberapa program
studi di FISIP masih dipengaruhi oleh hubungan Social Dominance Orientation
yang sangat kuat yang berakibat pada perilaku kekerasan dan bulliying terhadap
junior. Namun, beberapa program studi sudah melakukan transformasi dengan


mengemas kegitan Ospek semenarik mungkin.
Perbedaan gaya Ospek masing-masing prodi tersebut dipengaruhi oleh kesadaran diri
dari senior dan alumni untuk melakukan transformasi terhadap kegitan Ospek
yang anti kekerasan. Bagi senior yang masih menjunjung tinggi
budaya feodal, mereka akan melakukan kekerasan verbal atau
fisik untuk menjadikan mental junior mereka semakin tangguh
tanpa memikirkan efek psikologis. Sedang bagi senior yang anti
pada kekerasan, mereka akan mengadakan berbagai kegiatan
Ospek yang menyenangkan guna meninggalkan kesan positif
bagi psikologis mahasiswa baru. Sehingga mereka bisa menyerap
materi dengan sebaik mungkin.

Laporan Penelitian Sosiologi Pendidikan

Page 23

5.2. Saran
Dari hasil temuan dan analisis data di atas, ada beberapa hal yang dapat dijadikan
sebagai masukan :
 Bagi Dosen:
1. Dosen dan jajaran petinggi kampus diharapkan melakukan monitoring dan
evaluasi pelaksanaan Ospek agar tidak muncul korban kekerasan dalam
Ospek.
2. Dosen dan jajaran petinggi kampus diharapkan memberikan sanksi yang
tegas kepada panitia jika melakukan kekerasan dalam pelaksanaan Ospek.
 Bagi Mahasiswa Senior :
1. Ospek hendaknya dilaksanakan sesuai dengan tujuan awal yaitu
memperkenalkan lingkungan kampus bagi mahasiswa baru. Maka para
panitia Ospek diharapkan mengemas acara Ospek menjadi benar-benar
berguna bagi mahasiswa baru dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
2. Senior harus sudah mulai memiliki kesadaran akan pentingnya Ospek
tanpa kekerasan. Karena penanaman nilai-nilai kedisiplinan, tata krama
serta solidaritas terhadap junior dapat dilakukan dengan cara yang lebih
beradab.

Laporan Penelitian S