IDENTIFIKASI kapang JAMBAN DAN PERSYARATANNYA
IDENTIFIKASI JAMBAN DAN PERSYARATANNYA
Pengertian Jamban
Pembuangan tinja atau buang air besar disebut secara eksplisit dalam dokumen Millenium
Development Goals (MDGs). Dalam nomenklatur ini buang air besar disebut sebagai sanitasi yang
antra lain meliputi jenis pemakaian atau penggunaan tempat buang air besar, jenis kloset yang
digunakan dan jenis tempat pembuangan akhir tinja. Dalam laporan MDGs 2010, kriteria akses
terhadap sanitasi layak adalah bila penggunaan fasilitas tempat BAB milik sendiri atau bersama, jenis
kloset yang digunakan jenis ‘latrine’ dan tempat pembuangan akhir tinjanya menggunakan tangki
septik atau sarana pembuangan air limbah atau SPAL. Sedangkan kriteria yang digunakan Joint
Monitoring Program (JMP) WHO-UNICEF 2008, sanitasi terbagi dalam empat kriteria, yaitu
‘improved’, ‘shared’, ‘unimproved’ dan ‘open defecation’. Dikategorikan sebagai ‘improved’ bila
penggunaan sarana pembuangan kotoran nya sendiri, jenis kloset latrine dan tempat pembuangan
akhir tinjanya tangki septik atau SPAL.
Pengertin lain terkait jamban menyebutkan bahwa jamban keluarga adalah suatu bangunan yang
digunakan untuk tempat membuang dan mengumpulkan kotoran/najis manusia yang lazim disebut
kakus atau WC, sehingga kotoran tersebut disimpan dalam suatu tempat tertentu dan tidak menjadi
penyebab atau penyebar penyakit dan mengotori lingkungan pemukiman. Kotoran manusia yang
dibuang dalam praktek sehari-hari bercampur dengan air, maka pengolahan kotoran manusia
tersebut pada dasarnya sama dengan pengolahan air limbah. Oleh sebab itu pengolahan kotoran
manusia, demikian pula syarat-syarat yang dibutuhkan pada dasarnya sama dengan syarat
pembuangan air limbah.
menurut WSP (2008) kriterian Jamban Sehat (improved latrine), merupakan fasilitas
pembuangan tinja yang memenuhi syarat :
Tidak mengkontaminasi badan air.
Menjaga agar tidak kontak antara manusia dan tinja.
Membuang tinja manusia yang aman sehingga tidak dihinggapi lalat atau serangga
vektor lainnya termasuk binatang.
Menjaga buangan tidak menimbulkan bau
Konstruksi dudukan jamban dibuat dengan baik dan aman bagi pengguna
Menurut kriterian Depkes RI (1985), syarat sebuah jamban keluarga dikatagorikan jamban
sehat, jika memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Tidak mencemari sumber air minum, untuk itu letak lubang penampungan kotoran
paling sedikit berjarak 10 meter dari sumur (SPT SGL maupun jenis sumur lainnya).
Perkecualian jarak ini menjadi lebih jauh pada kondisi tanah liat atau berkapur yang
terkait dengan porositas tanah. Juga akan berbeda pada kondisi topografi yang
menjadikan posisi jamban diatas muka dan arah aliran air tanah.
2. Tidak berbau serta tidak memungkinkan serangga dapat masuk ke penampungan tinja.
Hal ini misalnya dapat dilakukan dengan menutup lubang jamban atau dengan sistem
leher angsa.
3. Air seni, air pembersih dan air penggelontor tidak mencemari tanah di sekitarnya. Hal
ini dapat dilakukan dengan membuat lantai jamban dengan luas minimal 1x1 meter,
dengan sudut kemiringan yang cukup kearah lubang jamban.
4. Mudah dibersihkan, aman digunakan, untuk itu harus dibuat dari bahan-bahan yang
kuat dan tahan lama dan agar tidak mahal hendaknya dipergunakan bahan-bahan yang
ada setempat;
5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna terang;
6. Cukup penerangan;
7. Lantai kedap air;
8. Luas ruangan cukup, atau tidak terlalu rendah;
9. Ventilasi cukup baik, dan
10. Tersedia air dan alat pembersih.
Pengertian Jamban
Pembuangan tinja atau buang air besar disebut secara eksplisit dalam dokumen Millenium
Development Goals (MDGs). Dalam nomenklatur ini buang air besar disebut sebagai sanitasi yang
antra lain meliputi jenis pemakaian atau penggunaan tempat buang air besar, jenis kloset yang
digunakan dan jenis tempat pembuangan akhir tinja. Dalam laporan MDGs 2010, kriteria akses
terhadap sanitasi layak adalah bila penggunaan fasilitas tempat BAB milik sendiri atau bersama, jenis
kloset yang digunakan jenis ‘latrine’ dan tempat pembuangan akhir tinjanya menggunakan tangki
septik atau sarana pembuangan air limbah atau SPAL. Sedangkan kriteria yang digunakan Joint
Monitoring Program (JMP) WHO-UNICEF 2008, sanitasi terbagi dalam empat kriteria, yaitu
‘improved’, ‘shared’, ‘unimproved’ dan ‘open defecation’. Dikategorikan sebagai ‘improved’ bila
penggunaan sarana pembuangan kotoran nya sendiri, jenis kloset latrine dan tempat pembuangan
akhir tinjanya tangki septik atau SPAL.
Pengertin lain terkait jamban menyebutkan bahwa jamban keluarga adalah suatu bangunan yang
digunakan untuk tempat membuang dan mengumpulkan kotoran/najis manusia yang lazim disebut
kakus atau WC, sehingga kotoran tersebut disimpan dalam suatu tempat tertentu dan tidak menjadi
penyebab atau penyebar penyakit dan mengotori lingkungan pemukiman. Kotoran manusia yang
dibuang dalam praktek sehari-hari bercampur dengan air, maka pengolahan kotoran manusia
tersebut pada dasarnya sama dengan pengolahan air limbah. Oleh sebab itu pengolahan kotoran
manusia, demikian pula syarat-syarat yang dibutuhkan pada dasarnya sama dengan syarat
pembuangan air limbah.
menurut WSP (2008) kriterian Jamban Sehat (improved latrine), merupakan fasilitas
pembuangan tinja yang memenuhi syarat :
Tidak mengkontaminasi badan air.
Menjaga agar tidak kontak antara manusia dan tinja.
Membuang tinja manusia yang aman sehingga tidak dihinggapi lalat atau serangga
vektor lainnya termasuk binatang.
Menjaga buangan tidak menimbulkan bau
Konstruksi dudukan jamban dibuat dengan baik dan aman bagi pengguna
Menurut kriterian Depkes RI (1985), syarat sebuah jamban keluarga dikatagorikan jamban
sehat, jika memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Tidak mencemari sumber air minum, untuk itu letak lubang penampungan kotoran
paling sedikit berjarak 10 meter dari sumur (SPT SGL maupun jenis sumur lainnya).
Perkecualian jarak ini menjadi lebih jauh pada kondisi tanah liat atau berkapur yang
terkait dengan porositas tanah. Juga akan berbeda pada kondisi topografi yang
menjadikan posisi jamban diatas muka dan arah aliran air tanah.
2. Tidak berbau serta tidak memungkinkan serangga dapat masuk ke penampungan tinja.
Hal ini misalnya dapat dilakukan dengan menutup lubang jamban atau dengan sistem
leher angsa.
3. Air seni, air pembersih dan air penggelontor tidak mencemari tanah di sekitarnya. Hal
ini dapat dilakukan dengan membuat lantai jamban dengan luas minimal 1x1 meter,
dengan sudut kemiringan yang cukup kearah lubang jamban.
4. Mudah dibersihkan, aman digunakan, untuk itu harus dibuat dari bahan-bahan yang
kuat dan tahan lama dan agar tidak mahal hendaknya dipergunakan bahan-bahan yang
ada setempat;
5. Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna terang;
6. Cukup penerangan;
7. Lantai kedap air;
8. Luas ruangan cukup, atau tidak terlalu rendah;
9. Ventilasi cukup baik, dan
10. Tersedia air dan alat pembersih.