ETIKA DAN HUKUM KESMAS. docx

ETIKA KESEHATAN MASYARAKAT
ETIKA KESEHATAN MASYARAKAT
Andi Asri, SKM, M.Kes
A. Pengertian
Etika kesehatan masyarakat adalah suatu tatanan moral berdasarkan system nilai yang berlaku
secara universal dalam eksistensi mencegah perkembangan resiko pada individu, kelompok dan
masyarakat yang mengakibatkan penderitaan sakit dan kecacatan, serta meningkatkan
keberdayaan masyarakat untuk hidup sehat dan sejahtera.
Etika kesehatan masyarakat sangat berbeda dengan etika kedokteran yang menyatakan bahwa
dalam menjalankan pekerjaan kedokteran seorang dokter janganlah dipengaruhi oleh
pertimbangan-pertimbangan pribadi, seorang dokter harus senantiasa mengingat kewajiban
melindungi hidup makhluk insani, seorang dokter memperlakukan teman sejawatnya
sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan, seorang dokter harus tetap memelihara kesehatan
dirinya.
B. Dokter versus Tenaga Kesehatan Masyarakat
Dalam pelayanan kesehatan tidak jarang dokter mengetahui penyakit pasien yang merupakan aib
untuk diri pasien atau rahasia pribadi pasien yang terpaksa disampaikan oleh pasien tersebut
sebagai bagian dari proses pengobatan penyakit. Sejak masa Hipocrates rahasia pasien tetap
aman di kalangan tenaga kesehatan. Jarang sekali terjadi rahasia pasien yang tidak terjaga oleh
dokter.
Dokter berkewajiban menyimpan rahasia kedokteran yang dipercayakan kepadanya dan

dituangkan ke dalam medical record sebagai kewajiban profesinya, di sini penerjemahan etika
profesi kedokteran. Hal ini sejalan dengan doktrin profesinya bahwa “saya akan merahasikan
segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya sebagai dokter”.
Rahasia kedokteran diterjemahkan sebagai segala sesuatu yang diketahui oleh orang-orang
tersebut pada waktu atau selama melakukan pekerjaan dalam lapangan pengobatan. Segala
sesuatu yang diketahui adalah segala fakta yang di dapat dalam pemeriksaan penderita,
intrepretasinya untuk menegakkan diagnosa dan melakukan pengobatan dari anamnesa,
pemeriksaan jasmaniah, dan pemeriksaan dengan alat-alat kedokteran.

Dalam dimensi kesehatan masyarakat rahasia tidak dikenal, bahkan tranparansi merupakan
kekuatan dari penyelesaian problema. Prosedur kerja tenaga kesehatan masyarakat adalah
akuntabiltas dari masyarakat sebagai indicator dari kualitas. Ketika terjadi suatu upaya
penyembuyian fakta-fakta dari tenaga kesehatan masyarakat, maka di situlah kegagalan dari
pekerjaannya, karena fakta-fakta masalah kesehatan akan terus berkembang dan hadir sebagai
sesuatu yang kongkrit melalui wabah penyakit, ataupun dalam bentuk KLB (kejadian luar biasa).
C. Konsep Etika
Etika adalah usaha manusia dalam memakai akal budi dan daya pikirnya untuk menyelesaikan
masalah bagaimana ia harus hidup, kalau ia mau menjadi baik.
Alasan etika dibutuhkan saat ini adalah:
1.


Masyarakat semakin pluralistic, termasuk dalam hal moralitas, norma-norma moral sendiri

masih diperdebatkan misalnya dalam bidang etika seksual, hubungan anak dan orang tuanya,
kewajiban terhadap negara, sopan santun dalam pergaulan.
2.

Desakan transformasi pada dimensi kehidupan manusia, sehingga manusia secara evolusi,

dan radikal menganut nilai-nilai baru yang sesungguhnya tidak sesuai dengan tatanan sosialnya.
3.

Eksploitasi modernisasi dari kelompok tertentu untuk kepentingan sepihak, dan seringkali

manusia tidak sadar, bahwa modernisasi bukanlah untuk mengabaikan tata nilai, tetapi justeru
memberikan kemudahan dalam pencapaian derajat kesejahteraan.
4.

Kaum agama memubutuhkan perbandingan tata nilai yang bersumber dari norma-norma


budaya secara universalistic dalam kapasitas untuk memberikan kemudahan logic pada manusia
dalam memahami keyakinan agama.
Di tengah masyarakat terdapat banyak norma yang berlaku secara khusus dan umum. Normanorma tersebut adalah:
Norma sopan santun, yaitu tentang sikap lahiria manusia yang bersifat moral.
Norma hokum, yaitu norma yang tidak boleh dilanggar karena memiliki sanksi.
Norma moral, yaitu norma yang mengatur tentang tuntutan suara hati dalam suatu kesadaran
tertinggi yang memiliki substansi sopan santun dan norma hokum.
Etika selalu berkaitan dengan dengan moralitas, dimana dibutuhkan pertanggung-gugatan dari
manusia sebagai individu dan anggota dari individu-individu lainnya pada suatu system atau
tatanan social. Pertanggung-gugatan itu sendiri dipengaruhi oleh kebebasan social dan eksistensi.

Kebebasan social adalah kebebasan yang diterima dari orang lain, yaitu kebebasan jasmani,
kebebasan rohani dan kebebasan normative. Sedangkan kebebasan eksistensi adalah kebebasan
dalam arti kemampuan kita untuk menentukan tindakan kita sendiri. Kebebasan ini berakar pada
kebebasan rohani dalam penguasaan manusia terhadap batinnya, pikiran dan kehendaknya,
dalam pola yang otonom sehingga bukan dipengaruhi oleh rasa takut dan tertekan, melainkan
lahir dari suatu kesadaran karena adanya nilai dan makna. Manifestasi dari kebebasan eksistensi
inilah yang melahirkan suara hati.
Suara hati adalah kesadaran moral dalam situasi yang konkrit. Kita sadar pada apa yang
sesungguhnya kita tuntut, dengan memutuskan sendiri apa yang harus dikatakan dengan segala

konsekwensi dari apa yang telah kita putuskan. Suatu keputusan akan melahirkan pertanggunggugatan moralitas apakah karena menyebabkan resiko atau manfaat.
Sebagai gerbang paling akhir dari suatu tindakan spritual untuk berbuat, suara hati merupakan
pusat kemandirian manusia, yang bertataran pada lembaga-lembaga normative, yaitu:
Komunitas, yang meliputi keluarga, dan anggota keluarga, serta karib dan kerabat.
Superego, yang merupakan perasaan moral spontan yang memiliki manifestasi dalam rasa malu
atau bersalah secara otomatis dalam diri kita, jika kita melanggar norma-norma yang telah kita
adopsi dari lingkungan kita.
Ideologi, yang merupakan ajaran atau dogma-dogma tentang dasar dan makna hidup, dimana
terjadi pengaruh yang kuat untuk menghadirkan kontrol ajaran atau dogma pada setiap tindakan
dan pemikiran individu-individu.
Thoreau dalam karyanya, “life without principle” (1861), menulis:
“Jika seseorang berjalan-jalan di siang hari menelusuri hutan karena ia pencinta alam, mudah
dekali ia dicap pemalas. Tetapi kalau ia menghabiskan seluruh harinya untuk menjadi speculator
dan menebangi hutan itu dan menggunduli dunia sebelum waktunya, maka ia pasti dianggap
seorang warga negara yang rajin berusaha dan membangun. Seakan-akan kota tak ada kaitannya
dengan hutan, kecuali untuk ditebangi!…”
Ilustrasi pada hidup tanpa prinsip dalam karya Thoreau secara dalam ingin memberikan
kedalaman spritual pada suatu akuntabilitas, dan tentu saja bukan pemandangan sempit
sebagaimana “pencinta alam” dianggap pemalas, dan “perusak lingkungan” dianggap rajin,
karena pada satu segi keduanya melahirkan perbedaan makna pengakuan bahwa tindakan

kebenaran adalah sesuatu yang universal, bukan hanya dimaknai untuk tujuan kebendaan. Alam

adalah roh kehidupan. Manusia ditentukan keberlangsungannya oleh roh-nya. Pelepasan roh
dengan jasad sudah ditentukan oleh Tuhan YME, ketika manusia bunuh diri, manusia tidak
percaya pada apa yang sudah ditentukan secara pasti oleg sang khalik. Begitu pula dengan alam,
manusia hanya bisa mengambil manfaat dari apa yang disediakan oleh alam sesuai hakekatnya,
bukan menurut sekehendaknya sendiri sebagai sesuatu yang harus dimanfaatkan. Hutan raya
memiliki fungsi sebagai pengendali kehidupan dalam arti yang seutuhnya, memanfaatkan hutan
bukan berarti mengurangi kapasitasnya sebagai hutan, karena terkandung suatu upaya pelepasan
fungsi-fungsi hutan itu sendiri secara alamiah. Ketika area hutan disulap sebagai lahan industri,
dan menggantikannya dengan hutan buatan pada area yang berbeda, maka kapasitas hutan sudah
dilepaskan dalam dimensi keutuhannya. Sebab hutan adalah asumsi dari sesuatu yang
tersembunyi pada perut bumi yang membutuhkan perlindungan seperti pusat-pusat dari mata air
yang tidak bisa tergantikan pada area yang lain.
Emile Durkheim menyebut, “Individu dan kelompok sudah tidak lagi berfungsi secara
memuaskan, bahwa individu dan kelompok hidup dalam kondisi anomie—yaitu kurangnya
kehidupan social yang terstruktur dan bermakna, sehingga individu-individu semakin mengikuti
suatu gerakan yang gelisah, suatu perkembangan yang tak terencana, dan tujuan hidup yang tidak
lagi mempunyai criteria nilai. Didalamnya kebahagiaan selalu terletak di masa depan dan tak
pernah ada kemajuan masa kini”.

Pendapat Durkheim ini seringkali menjadi sesuatu yang dimaknai sebagai kenyataan pada
kehidupan sekarang. Banyaknya pencemaran lingkungan yang banyak menghadirkan
penderitaan pada manusia, secara bermakna adalah lahir dari suatu kegelisahan manusia pada
hidupnya yang tidak pernah merasa cukup, dan ingin terus menambah tanpa mempertimbangkan
nilai-nilai penderitaan bagi orang lain. Industrialisasi kemudian dijadikan asumsi kesejahteraan,
tetapi justeru yang menikmatinya kelompok tertentu saja, dan manusia-manusia yang lemah
disekitarnya menjadi korban-korban secara lahirian, dan batiniah.
Kata Mayo, “…maka kita dihadapkan pada kenyataan, bahwa di dalam upaya penting
pemahaman dan kontrol manusia, kita menganggap sepi fakta-fakta dan kodrat manusia;
oportunisme kita dalam administrasi dan penelitian social justeru membuat kita tidak berdaya
untuk berbuat apapun kecuali penelitian impoten terhadap malapetaka yang semakin
menumpuk…maka kita terpaksa menunggu apakah organisme social itu dapat pulih atau binasa,
tanpa ada upaya penyembuhan yang memadai”

http://andiasri.blogspot.com/2012/01/etika-kesehatan-masyarakat.html

Etika adalah ilmu tentang baik dan buruk serta tentang kewajiban dan hak. Etika dapat diartikan
sebagai kumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan ahlak. Etika adalah nilai benar dan
salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Etika terdiri dari etika deskriptif dan etika
normatif. Etika deskriptif menggam-barkan tingkah laku manusia apa adanya, sedangkan etika

normatif menilai tingkah laku tersebut. Etika secara sistematis dibedakan atas etika umum dan
etika khusus. Etika umum melahirkan teori, sedangkan etika khusus melahirkan etika individual
dan etika sosial. Etika umum ”lebih” bersifat deskriptif, sedangkan etika khusus ”lebih” bersifat
normatif. Sifat deskriptif etika umum terlihat dari paparan filosof tertentu pada ajaran, doktrin
atau teorinya. Sifat normatif etika khusus terlihat, misal-nya pada etika profesi.
Pemahaman seseorang mengenai etika sering-kali kurang tepat. Ada yang mengartikan etika
seba-gai tentang apa yang yang baik dan apa yang buruk, tapi banyak pula yang mengartikan
etika sebagai nilai mengenai benar dan salah. Ada pula yang mengartikan etika sebagai
kumpulan nilai-nilai yang berkenaan dengan ahlak. Pemahaman yang demikian disebabkan oleh
karakteristik etika yang bersifat deskriptif dan nor-matif, sehingga dinamakan sebagai etika deskriptif dan etika normatif. Etika deskriptif membe-rikan gambaran mengenai suatu norma tanpa
mem-berikan penilaian, sedangkan etika normatif mem-berikan penilaian terhadap norma yang
berlaku, tidak sekedar menggambarkan norma-norma terse-but.
Etika Jawa misalnya, seringkali digambar-kan sebagai serangkaian norma yang berlaku dalam
masyarakat Jawa. Norma tingkah laku yang berlaku dikalangan masyarakat Jawa seringkali
dipandang sebagai nilai-nilai yang dikagumi oleh masyarakat jawa, namun oleh masyarakat
selain Jawa belum tentu demikian. Etika bersifat normatif, menilai tingkah laku seseorang atau
sekelompok masya-rakat, apakah memang demikian? Penilaian tentang norma-norma tingkah
laku tentunya bermuara kepada suatu tujuan. Apakah tujuan yang dimaksud?

Secara sistematis, etika terbagi atas etika umum dan etika khusus. Etika umum berbentuk teori,

sedangkan etika khusus yang terdiri dari etika individual dan etika sosial. Salah satu bentuk etika
khusus adalah etika profesi. Etika umum ”lebih” bersifat deskriptif, sedangkan etika profesi
”lebih” bersifat normatif.
Etika umum melahirkan berbagai ragam etika yang berhubungan dengan ajaran-ajaran atau
doktrin yang dicetuskan oleh para filosof. Etika khusus, terutama etika sosial menghasilkan
berbagai etika, seperti etika keluarga, etika bisnis, etika pro-fesi dan sebagainya.
Etika profesi mempunyai dinamika tersen-diri yang berbeda dibandingkan dengan bentuk etikaetika sosial lainnya. Dalam kehidupan beror-ganisasi atau menjalankan profesinya, seorang individu atau kelompok seringkali dihadapkan pada permasalahan yang menyangkut etika
manajemen. Bagaimanakah seharusnya seorang manajer menam-pilkan tingkah lakunya dalam
kehidupan beror-ganisasi? Apakah seorang manajer sudah menjalan-kan perannya sesuai etika
manajemen ?
Untuk memberikan pemahaman yang tepat, maka perlu dilakukan penelaahan yang lebih mendalam tentang hakekat etika, baik yang bersifat nor-matif maupun yang bersifat deskriptif,
termasuk tujuan sebuah etika dan etika yang berlaku sebagai etika profesi. Penelaahan dilakukan
dengan studi literatur dan dikaitkan dengan berbagai fenomena yang ditemui dalam kehidupan
empiris.
Etika menganalisis makna yang dikandung dalam predikat kesusilaan dan menyelidiki penggunaan predikat dalam kehidupan sehari-hari. Dari sini lahirlah apa yang disebut sebagai etika
deskrip-tif
Etika deskriptif menggambarkan suatu obyek secara cermat mengenai segala yang bersang-kutan
dengan bermacam-macam predikat dan tanggapan, terutama predikat dan tanggapan kesusi-laan
yang telah diterima dan digunakan dalam masyarakat.
Etika Jawa digambarkan sebagai norma yang dianut dalam masyarakat Jawa, khususnya Jawa

Tengah, Daerah Istimewa Jogjakarta dan Jawa Timur. Masyarakat Jawa Barat lebih mengenal
etika Sunda dibanding etika jawa, walaupun masih ter-letak di daerah Jawa.
Salah satu etika Jawa adalah etika perka-winan yang banyak menggunakan ritual adat Jawa yang
digambarkan dalam acara panggih. Panggih merupakan acara yang dijalankan sebelum kedua
mempelai dipersandingkan di pelaminan. Acara panggih dilaksanakan setelah mempelai laki-laki
tiba di kediaman atau tempat perhelatan perkawinan dan disambut oleh mempelai perempuan.

Acara panggih diawali dengan pertemuan kedua mempelai yang diiringi alhnan musik kebogiro.
Dalam pertemuan pertama, kedua mem-pelai saling melempar daun sirih yang dilipat sedemikian
rupa kepada pasangannya dalam acara balang sirih. Ritual ini menggambarkan asal mula kedua
mempelai bertemu dengan saling melempar kasih. Daun sirih yang bentuknya seperti lambang
cinta dilambangkan sebagai hati masing-masing kedua mempelai. Keduanya saling melempar
sirih, saling melempar lambang hati atau saling melempar cinta. Pertemuan mereka adalah
kehendak hati masing-masing, tidak dipertemukan berdasarkan paksaan pihak lain.
Kedua mempelai akan dibimbing oleh kedua orang tua memasuki rumah atau tempat per-helatan.
Keduanye dibimbing dengan menggunakan kain selendang untuk mengikuti prosesi selanjutnya,
yakni acara menginjak telur.
Acara menginjak telur dilakukan oleh mempelai laki-laki, kemudian kedua kaki mempelai lakilaki tersebut dibasuh oleh mempelai perem-puan. Ritual ini menggambarkan kesiapan mempe-lai
laki-laki untuk membuahi mempelai perempuan untuk melanjutkan keturunan dengan simbol
meme-cahkan telur. Mempelai perempuan digambarkan kesiapannya untuk merawat buah

perkawinan dengan mengurus dan memelihara keturunan yang diberikan oleh mempelai lakilaki.
Kedua mempelai terus didampingi oleh kedua orang tua mempelai perempuan menuju ke tempat
pelaminan dipeluk dengan sehelai selen-dang. Ritual ini melambangkan adanya pendam-pingan
kedua orang tua mempelai untuk menempati rumah tangga yang baru yang dilambangkan dalam
bentuk pelaminan.
Di pelaminan kedua mempelai melakukan acara pangkon, kacar-kucur, suap-suapan dan sebagainya. Pangkon artinya kedua mempelai berpang-kuan, mempelai laki-laki memangku
mempelai perempuan. Pangkon menggambarkan peran seo-rang suami untuk memangku
tanggung jawab terhadap istri dan keluarganya.
Dalam acara kacar-kucur, mempelai laki-laki mengucurkan sekantung beras ke dalam kan-tung
beras yang dipegang mempelai perempuan. Kacar-kucur merupakan gambaran kewajiban mempelai laki-laki untuk memberikan nafkah kepada istri dan keluarga.
Suap-suapan adalah saling suap kedua mempelai yang menggambarkan keharusan saling
memberi dan menerima antara kedua mempelai. Suami memberi kepada istri dan menerima dari
sang istri. Sang istri pun memberi kepada suami, tidak hanya menerima dari sang suami.

Etika deskriptif melukiskan segala sesuatu secara secara netral dan tidak memberikan peni-laian.
Etika deskriptif hanya memberikan gambaran apa adanya, berikut makna-makna yang
terkandung dalam setiap perbuatan dan tidak memberikan peni-laian. Etika tidak hanya bersifat
deskriptif, tetapi juga normatif. Etika tidak terbatas pada pemantauan terhadap moralitas, tetapi
melakukan juga penilaian dengan refleksi kritis, metodis dan sistematis ten-tang tingkah laku
manusia berkaitan dengan norma.

Penilaian tersebut merupakan refleksi ilmiah tentang tingkah laku manusia dari sudut norma atau
sudut baik dan buruk. Etika normatif membicarakan apa yang seharusnya dikerjakan, apa yang
seharusnya terjadi atau apa yang memung-kinkan seseorang melakukan hal yang bertentangan
dengan seharusnya.
Etika normatif mengemukakan penilaian tentang perilaku manusia dan menilai perilaku terse-but
sesuai dengan norma tertentu. Etika normatif tidak sekedar melukiskan suatu tingkah laku tetapi
menentukan benar tidaknya tingkah laku seseorang. Etika normatif tidak deskriptif, tetapi
bersifat preskriptif (memerintahkan).
Dalam etika normatif, etika Jawa yang digambarkan dalam uraian di atas diberikan peni-laian.
Acara balang sirih mengharuskan kedua mempelai yang berkehendak untuk bersatu dalam cinta
hendaknya saling membuka hati dan diri mereka agar keduanya saling terbuka, semakin
mencintai atau belajar saling mencintai satu sama lain.
Mereka melempar sirih dengan kehendak sendiri tidak dipaksa oleh siapa pun untuk bersatu
dalam cinta. Oleh karena itu mereka harus berani menerima persamaan dan perbedaan dengan
penuh kesadaran. Orang tua atau pun pihak lain mana pun tidak dapat dipersalahkan jika
sewaktu-waktu diantara keduanya timbul ketidakcocokkan, walau-pun orang tua akan selalu siap
mengiringi perja-lanan rumah tangga keduanya. Hal ini dilambangkan dengan sampiran kain
selendang yang mengiringi kedua mempelai mengikuti prosesi selanjutnya.
Perkawinan dalam adat Jawa tidak meng-hilangkan pertalian antara orang tua dengan anakanaknya. Orang tua tidak akan melepaskan tanggung jawab terhadap anak-anaknya yang sudah
menikah. Anaknya yang sudah menikah tetap diberikan pen-dampingan untuk menapaki
kehidupan berumah tangga. Pendampingan yang dilakukan orang tua bersifat membimbing dan
tidak mencampuri urusan yang masuk dalam wilayah pribadi. Orang tua dinilai baik jika
melakukan peran yang demikian, sebaliknya jika orang tua tidak melakukannya akan dipandang
tidak etis oleh masyarakat.

Prosesi menginjak telur melambangkan bahwa perkawinan yang berlangsung akan menghasilkan keturunan. Sebuah keluarga akan lengkap jika di dalamnya hadir keturunan-keturunan
hasil pernikahan kedua mempelai. Kehadiran putra-putri dalam sebuah keluarga ibarat sebuah
pelita yang memberikan sina kebahagiaan dalam kehidupan berumah tangga. Rumah tangga
yang tidak dihiasi oleh keturunan dipandang sebagai keluarga yang belum sukses dalam mengisi
bahtera keluarga.
Kehadiran putra-putri dalam sebuah perka-winan harus direncanakan dengan baik dan setelah
hadir di tengah-tengah keluarga juga harus dirawat dengan sebaik-baiknya. Keluarga yang
mampu mengurus putra-putri mereka dengan baik akan dipandang sebagai keluarga yang
bahagia dan sejahtera.
Kedua mempelai wajib secara mandiri mengatur kehidupan rumah tangga masing-masing dan
tidak bergantung kepada pihak lain, termasuk kepada kedua orang tuanya. Kedua orang tua
hanya melakukan pendampingan, tidak boleh larut dengan mencampuri persoalan keluarga kedua
mempelai.
Kemandirian kedua mempelai diwujudkan dalam bentuk kewajiban sang suami melindungi istri,
mencari nafkah dan menyerahkannya kepada sang istri. Sang istri pun wajib menerima dan
mengolah apa pun yang diberikan oleh sang suami. Keluarga yang tidak menjalankan peran
seperti itu akan dinilai tidak baik oleh masyarakat.
Pada situasi tertentu, seorang suami mung-kin tidak mampu memberikan nafkah kepada sang
istri. Pada situasi inilah sang istri akan berjuang membantu suami mencari nafkah, bahkan tidak
jarang menggantikan posisi sang suami sebagai pencari nafkah keluarga. Peran seorang
perempuan dalam keluarga Jawa umumnya menggunakan pola hidup seperti ini dan dianggap
sebagai sesuatu yang etis.
Dalam kehidupan berumah tangga, suami dan istri harus bekerja sama dengan saling memberi
dan saling menerima. Proses memberi dan mene-rima bukan hanya berbentuk lahiriah seperti
men-cari nafkah, namun juga bersifat batiniah.
Sang suami yang hanya mementingkan diri sendiri atau sang istri yang tidak memperdulikan
keperluan suami dipandang kurang elok oleh masyarakat, disamping menimbulkan berbagai
persoalan diantara keduanya. Kebersamaan yang ditunjukkan oleh sepasang suami istri akan
menja-dikan keduanya mampu menghadapi berbagai per-soalan hidup baik suka maupun duka
dalam bahtera rumah tangga. Etika deskriptif memberikan gambaran mengenai berbagai ajaran,

doktrin, teori dan prinsip moral yang dapat dijadikan sebagai pedoman untuk menilai baik atau
buruk tindakan seseorang. Ajaran, doktrin, teori atau prinsip moral merupakan aspek-aspek yang
dipelajari dalam etika umum. Oleh karenanya, etika umum ”lebih” bersifat deskriptif.
Etika normatif merupakan norma-norma yang menuntun manusia bertindak secara baik dan
menghindarkan hal-hal yang buruk sesuai dengan kaidah yang berlaku di masyarakat. Etika
normatif melakukan penilaian terhadap tingkah laku manusia secara individual ataupun
kelompok (sosial). Seba-gai individu, manusia terikat oleh kewajiban dan berupaya mencapai
akhlak yang luhur atau menjadi orang yang bajik. Sebagai anggota kelompok, manusia berkaitan
dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, berinteraksi dengan individu lain atau kelompok
baik formal ataupun non formal.
Etika khusus berkaitan dengan etika indivi-dual dan etika sosial. Etika individual berbicara
tentang perilaku manusia terhadap dirinya sendiri untuk mencapai ahlak yang luhur. Etika sosial
ber-bicara mengenai kewajiban, sikap dan perilaku sebagai anggota masyarakat yang mempunyai
nilai-nilai tertentu seperti saling berinteraksi, saling menghormati, dan sebagainya. Etika sosial
melahir-kan berbagai ragam etika seperti etika keluarga, etika bisnis, etika profesi dan
sebagainya. Etika khusus, termasuk di dalamnya adalah etika sosial dan etika individual ”lebih”
bersifat normatif. Etika profesi yang merupakan bagian dari etika sosial juga ”lebih” bersifat
normatif.
Etika merupakan ilmu yang menetapkan ukuran atau kaidah yang mendasari pemberian tanggapan atau penilaian terhadap perbuatan manusia. Kaidah atau norma adalah nilai yang mengatur
dan memberikan pedoman atau patokan tertentu bagi setiap orang atau masyarakat untuk
berperilaku sesuai dengan peraturan yang telah disepakati.
Kaidah atau norma biasanya berisi tentang perintah yang merupakan keharusan bagi seseorang
untuk berbuat sesuatu karena akibatnya dipandang baik, Kaidah atau norma juga biasanya berisi
tentang larangan yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk tidak berbuat sesuatu karena
akibatnya dipandang tidak baik.
Kaidah atau norma-norma tersebut umum-nya berbentuk norma agama, susila, kesopanan dan
norma hukum. Norma-norma tersebut menghasilkan etika agama, moral, etiket, kode etik dan
seba-gainya. Etika agama atau moral terwujud dalam predikat moral baik dan buruk, etiket
terwujud dalam bentuk sopan santun, sedangkan norma hukum yang berbentuk kode etik
berbentuk tata tertib yang memelihara perilaku profesional

Etika profesi adalah perilaku yang dianjur-kan secara tepat dalam bertindak sesuai dengan nilainilai moral yang pada umumnya diterima oleh masyarakat. Etika profesi dihasilkan dari
penerapan pemikiran etis yang berkaitan dengan perilaku profesi tertentu. Profesi manajer
misalnya, seharus-nya mempunyai etika yang berkaitan dengan kedudukannya sebagai seorang
pemimpin. Etika kepemimpinan yang seharusnya dicapai oleh seo-rang manajer adalah etika
kepemimpinan yang memberdayakan.
Andi Kirana dalam bukunya yang berjudul Etika Manajemen menyatakan bahwa kepemimpi-nan
yang memberdayakan adalah menghormati orang lain, menghargai kekuatan dan kontribusi
mereka yang berbeda, menekankan pentingnya komunikasi yang terbuka dan jujur, bertanggung
jawab untuk bekerja sama dengan yang lain, menga-lami nilai pertumbuhan dan perkembangan
pribadi.
Menghormati orang lai, teruma orang yang menjadi bawahan tidak akan membuat kehormatan
pemimpin menjadi berkurang. Pemimpin yang menghormati para bawahannya justru akan
menumbuhkan rasa hormat orang lain, sehingga makin besar pengaruh yang dimilikinya
terhadap orang lain.
Usaha atau kontribusi yang diberikan oleh bawahan hendaknya dihargai secara wajar, terlepas
dari segala kekurangan dan kelebihannya. Pemim-pin hendaknya menyadari hakekat manusia
yang berbeda-beda dalam kemampuannya.
Komunikasi, sebagai salah satu elemen penting dalam kepemimpinan hendaknya dikem-bangkan
untuk mewujudkan etika kepemimpinan yang memberdayakan. Dengan komunikasi yang
terbuka dan jujur, pengaruh seorang pemimpin terhadap bawahan yang dipimpinnnya akan lebih
efektif.
Etika kepemimpinan yang memberdayakan juga mementingkan kepuasan pelanggan, berusaha
memenuhi kebutuhan pelanggan, mempunyai kesadaran akan adanya perbaikan sebagai suatu
proses yang tetap sehingga setiap orang harus ikut ambil bagian secara aktif. Kepuasan
pelanggan dapat terwujud apabila kebutuhan yang diharapkan dapat terpenuhi.
Pelanggan adalah pihak yang terkena dampak langsung maupun tidak langsung dari produk atau
proses. Pemimpin banyak melakukan interaksi dengan berbagai pelanggan, baik pelang-gan
internal maupun eksternal. Bawahan merupakan pelanggan internal pemimpinnya, sebagaimana
pemimpin juga adalah pelanggan internal para bawahan.

Sebagai anak buah, bawahan mempunyai berbagai kebutuhan baik yang kebutuhan fisik maupun
lebih dari sekedar kebutuhan yang bersifat fisiologis. Semua kebutuhan tersebut, baik kebu-tuhan
fisiologis (physiologis needs), kemanan (safety needs), sosial (social needs), harga diri (esteem
needs) ataupun aktualisasi diri (self actualization needs) akan memberikan kepuasan bila
terpenuhi sesuai tingkatannya.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, seorang pemimpin hendaknya dapat menggunakan teknik
kepemimpinan yang sesuai. Salah satu teknik kepe-mimpinan yang dipandang efektif untuk
memuaskan tujuan tersebut adalah kepemimpinan transfor-masional.
Pemimpin transformasional adalah seorang yang memiliki kekuatan untuk mendatangkan perubahan di dalam diri para anggota tim dan di dalam organisasi secara keseluruhan Kepemimpinan
ini sangat di perlukan untuk meningkatkan kinerja seseorang, kelompok, dan organisasi secara
drastis.
Ciri –ciri kepemimpinan ini adalah:
Kharisma: Seseorang yang memiliki visi yang jelas untuk organisasi dan mudah mengkomunikasikan visi tersebut kepada anggota tim .
Keyakinan: Mempunyai naluri bisnis yang baik dan mampu melihat keputusan apa yang berpengaruh positif terhadap organisasi, serta mem-bangkitkan kepercayaan diantara para anggota
tim .
Rasa hormat dan pengabdian : Dapat membang-kitkan rasa hormat dan pengabdian dalam diri
tiap-tiap orang dengan menyediakan waktu untuk menyatakan mereka penting.
Pujian terbuka: Memberikanpujian terhadap orang–orang yang menyelesaikan pekerjaan dengan
baik dan menyatakan betapa besar kon-tribusi mereka terhadap kesuksesan organisasi.
Inspirasi: Membantu orang-orang yang ragu dalam melakukan sesuatu pekerjaan.
Dapat disimpulkan bahwa:
Etika mempunyai berbagai pengertian yang membuat seseorang berbeda pendapat dan melahirkan adanya etika deskriptif dan etika nor-matif.
Etika deskriptif bersifat menggambarkan ting-kah laku manusia apa adanya. Etika Jawa yang
diritualkan dalam acara panggih tergambar norma-norma yang dianut oleh masyarakat Jawa,
khususnya dalam menapaki bahtera rumah tangga.

Etika normatif menilai tingkah laku masyarakat dberdasarkan norma-norma tertentu. Etika normatif mengharuskan masyarakat bertingkah laku tertentu atau seharusnya agar dinilai etis atau
baik.
Etika sering disistematiskan menjadi etika umum dan etika khusus. Etika umum mela-hirkan
ajaran, doktrin atau teori, sedangkan etika khusus melahirkan etika individual dan etika sosial.
Etika umum ”lebih” bersifat deskriptif, sedang-kan etika khusus ”lebih” bersifat normatif. Sifat
deskriptif etika umum terlihat dari paparan filo-sof tertentu pada ajaran, doktrin atau teorinya.
Sifat normatif etika khusus terlihat, misalnya pada etika profesi.
Etika menetapkan kaidah atau norma yang berisi keharusan-keharusan untuk tidak berbuat
sesuatu. Norma terseut menghasilkan etika agama, moral, etiket, kode etik dan sebagainya.
Profesi manajer seharusnya mempunyai etika yang berkaitan dengan kedudukannya sebagai
seorang pemimpin. Etika kepemimpinan yang seharusnya dicapai oleh seorang manajer adalah
etika kepemimpinan yang memberdayakan.
http://kesmas-esaunggul.blogspot.com/2012/12/etika.html
RUANG LINGKUP ETIKA KESEHATAN• Etika kesehatan mencakup penilaian terhadap gejala
kesehatan baik yang disetujui maupun tidak disetujui, serta mencakup rekomendasi bagaimana
bersikap/bertindak secara pantas dalam bidang kesehatan.
 ETIKA KESEHATAN MASYARAKAT• Adalah cara/pendekatan dalam memahami dan
menilai kehidupan masyarakat terhadap kesehatan berdasarkan cara normatif (tolak ukur
tindakan kesehatan yang benar atau baik) dan cara deskriptif (tolak ukur kesehatan yang
dipercaya masyarakat dan bagaimana masyarakat mengaplikasikan kesehatan)
 12. KEDUDUKAN ETIKA KESEHATAN• Sebagai tantangan bagi konsep-konsep dari
kewajiban moral masyarakat umumnya dan tenaga kesehatan khususnya yang berlaku agar
hubungan dan tanggung jawab antara moral, kesehatan, dan masyarakat khususnya tenaga
kesehatan ; berjalan selaras/seimbang, sehingga permasalahan kesehatan dapat diatasi secara
optimal.
KEDUDUKAN ETIKA KESEHATAN• Adalah merupakan telaah dan penilaian perilaku
masyarakat terhadap kesehatan, apakah pelaksanaannya berlangsung sesuai dengan norma
kesopanan sehingga berlangsung tertib dan menyenangkan dalam hubungan antar sesama
didalam masyarakat; atau sesuai dengan norma hukum agar peraturan-peraturan yang dibuat/

yang ada bertujuan menciptakan kehidupan bersama dalam kesehatan masyarakat untuk
mencapai ketentraman dan kedamaian.
KEDUDUKAN ETIKA KESEHATAN• Sebagai modal penting bagi masyarakat dan tenaga
kesehatan dalam memberikan tanggapan/respon yang baik sehingga penerapan kesehatan yang
diharapkan dapat berjalan optimal dengan dukungan perilaku positif dari masyarakat dan tenaga
kesehatan untuk menciptakan kesehatan sesuai aturan yang berlaku.
www.slideshare.net/KULIAHISKANDAR/etika-dan-hukum-kesehatan
Materi Kuliah " Etika Hukum Kesehatan"
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam
suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan mengobati
penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, kelompok ataupun masyarakat.
Dalam pelayanan kesehatan tentu ada aturan-aturan yang berkaitan dengan kesehatan yaitu
bagaimana menghandle masalah-masalah itu tidak keluar dari etika dan hukum agar apa yang
dikerjakan tidak menimbulkan efek secara etika dan hukum terhadap diri sendiri dan orang lain.
Secara lebih luas, etika merupakan norma-norma, nilai-nilai atau pola tingkah laku kelompok
profesi tertentu dalam memberikan pelayanan jasa kepada masyarakat. Pekerjaan profesi antara
lain dokter, apoteker, ahli kesehatan masyarakat, perawat, wartawan, hakim, pengacara, akuntan,
dan lain-lain.
Etika maupun hukum dalam suatu masyarakat mempunyai tujuan yang sama, yakni terciptanya
kehidupan masyarakat yang tertib, aman dan damai. Oleh sebab itu, semua masyarakat harus
mematuhi etika dan hukum yang ada. Apabila tidak maka bagi pelanggar etika sanksinya adalah
‘moral” sedangkan bagi para pelanggar hukum, sanksinya adalah hukuman (pidana atau
perdata).1
Petugas kesehatan dalam melayani masyarakat, juga akan terkait pada etika dan hukum, atau
etika dan hukum kesehatan. Dalam pelayanan kesehatan masyarakat, perilaku petugas kesehatan

harus tunduk pada etika profesi (kode etik profesi) dan juga tunduk pada ketentuan hukum,
peraturan. Perudangan-undangan yang berlaku. Apabila petugas kesehatan melanggar kode etik
profesi akan memperoleh sanksi etika dari organisasi profesinya, dan mungkin apabila juga
melanggar ketentuan peraturan atau perudangan-undangan, juga akan memperoleh sanksi hukum
(pidana atau perdana).
Persoalan biaya pelayanan kesehatan di rumah sakit semangkin kompleks dan krusial, karena
pada saat otonomi daerah diberlakukan, rumah sakit tidak lagi sebagai unit pelaksana teknis,
tetapi rumah sakit menjadi lembaga teknis. Akibatnya, masyarakat yang tergolong tidak mampu
semangkin jauh dari jangkauan harapan untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Persoalan
klasik yang dihadapi adalah menyangkut masalah biaya pengobatan dan perawatan di rumah
sakit yang kian tak terjangkau.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian diatas, maka rumusan masalah dari makalah ini adalah bagaimana rumah sakit
dilema etik dan komersialisasi dalam pelayanan kesehatan
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui rumah sakit dilema etik dan
komersialisasi dalam pelayanan kesehatan
Tujuan Khusus
a.

Untuk mengetahui konsep dasar etika

b.

Untuk mengetahui pelayanan kesehatan

c.

Untuk mengetahui rumah sakit dilema etik dan komersialisasi dalam pelayanan kesehatan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Etika
2.1.1

Pengertian Dasar Etika

Secara etimologis etika diambil dari bahasa Yunani Ethos yang artinya adalah adat istiadat atau
kebiasaan. Di dalam pengertian ini etika dan etiket memiliki makna yang kurang lebih sama.
Namun dalam perkembanganya etika dihubungkan dengan hal-hal yang berkait erat dengan niali,
sehingga etika menjadi bagian dari ranah aksiologi yang bahkan sering di sebut dengan filsafat
tingkah laku manusia. 1[1]
Pengertian ini kemudian menjadikan etika sebagai sesuatu yang sangat berbeda dengan istilah
sebelumnya yaitu adat isstiadat, namun mempnyai landasan pemikiran atau suatu kerangka
berfikir yang akhirnya melahirkan suatu sikap yang lebih bernilai. Di dalam bukunya Bertens
juga membedakan etika di dalam 3 pengertian yaitu :
1.

Etika dalam arti nilai atau moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok

untuk mengatur tingkah laku yang di dalam hal ini bisa disamakan dengan adat, istiadat, ataupun
kebiasaan.
2.

Etika diartikan sebagai kumpulan asa atau nilai moral yang juga lebih di kenal dengan kode

etik.
3.

Etika yang mempunyai arti sebagai ilmu tentang baik dan buruk. Didalam hal ini etika baru

menjadi ilmu apabila kemungkinan-kemungkinan etis yang begit saja diterima dalam suatu
masyarakat menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis.
2.1.2

Definisi Moral

Moral adalah suatu istilah yang sering juga dihubungkan dengan etika, dan oleh karenanya
memiliki arti yang kurang lebih sama dengan etika di dalam konteks baik dan buruk atau lebih
tepatnya di dalam konteks nilai. Moral didefinisikan sebagai wejangan, khotbah, patokan,
kumpulan peraturan dan ketetapan baik lisan maupun tertulis tentang bagaiman manusia harus
hidup dan bertindak agar dapat menjadi manusia yang baik.
Fungsi utama moral adalah memberi rambu pada tindakan manusia di dalam tataran konsep,
sehingga jika diberlakukan secara kaku maka kesan yang ditimbulkan menjadi dingin dan kejam.
Sebagai contoh aborsi.2[2]

1
2

2.1.3

Hubungan Moral dan Etika

Hubungan moral dan etika sangat erat, mengingat etika membutuhkan moral sebagai landasan
atau pijakan di dalam melahirkan sikap tertentu. Moral dan etika secara etimologis tidak ada
bedanya yaitu suatu norma atau nilai yang menjadi pegangan seseorang atau suatu kelompok.
Sehingga jika terjadi pelanggaran atas norma tersebut seringkali seseorang dikaatakan bahwa
perbuatannya tidak etis atau tingkah lakunya bejat dan tidak bernilai. Etika tidak menentukan
benar dan salah, karena hal itu diatur oleh konsep moral. Kebenaran etika ditentukan oleh baik
faktor internal maupun eksternal. 3[3]
1.

Faktor internal yang melandasi tindakan etis :

-

Kepercayaan atau keimanan seseorang

-

Pendidikan

-

Kepribadian dan aspek psikologisnya

2.

Faktor eksternal yang melandasi tindakan etis :

-

Aspek politik

-

Aspek ekonomi

-

Aspek teknologi dan ilmu pengetahuan

-

Aspek hukum dan adat istiadat

-

Aspek sosial

2.2 Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam
suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan mengobati
penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, kelompok ataupun masyarakat.4[4]
2.2.1

Batas-batas pelayanan kesehatan

Pelayanan Kesehatan pada masa ini sudah merupakan industri jasa kesehatan utama dimana
setiap rumah sakit bertanggung gugat terhadap penerima jasa pelayanan kesehatan yang
diberikan ditentukan oleh nilai-nilai dan harapan dari penerima jasa pelayanan tersebut.
Disamping itu, penekanan pelayanan kualitas yang tinggi tersebut harus dapat dicapai dengan
biaya yang dapat dipertanggung jawabkan.
3
4

Sesuai dengan batasan diatas, pelayanan kesehatan memiliki bentuk dan jenis yang bermacammacam yang ditentukan oleh:
1.

Pengorganisasian pelayanan, apakah dilaksanakan secara sendiri atau bersama-sama dalam

suatu organisasi.
2.

Ruang lingkup kegiatan, apakah hanya mencakup kegiatan pemeliharaan kesehatan,

peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dari padanya.
3.

Sasaran pelayanan kesehatan, apakah perorangan, keluarga, kelompok atau masyarakat

secara keseluruhan.
2.2.2
1.

Syarat-syarat pelayanan kesehatan
Tersedianyan dan berkesinambungan (Available and continue)

Pelayanan Kesehatan harus tersedia dimasyarakat dan dilaksanakan secara berkesinambungan.
2.

Dapat diterima dan wajar (Acceptable and appropriate)

Pelayanan Kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan yang dapat diterima dan wajar.
3.

Mudah dijangkau (Affortable)

Terjangkaunya dari segi pembiayaan yang sesuai dengan kemampuan ekomoni-ekonomi
masyarakat.
4.

Mudah dicapai (Accesible)

Pelayanan yang mudah dicapai lokasinya
5.

Bermutu (Quality)

Pelayanan Kesehatan satu pihak memuaskan pemakai jasa dan pihak lain memberikan
pelayanan sesuai dengan kode etik dan standar yang telah ditetapkan.
2.2.3

Ciri-Ciri pelayanan kesehatan

1.

Pleasantness : Seorang petugas harus mampu menyenangkan pelanggan

2.

Eagernees to help others : Seorang memiliki keinginan yang kuat dari dalam dirinya untuk

membantu dan menyukai pelanggan
3.

Respect for other people : Seorang harus menghargai dan menghormati pelanggan

4.

Sens of responsibility is a realization that what one does and says is important : Seorang

harus memiliki rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan dan perkataannya terhadap pelangan
5.

Oderly mind is essential nethodical and accurate work : Seorang harus memiliki jalan

pemikiran yang terarh dan terorganisasi untuk melakukan pekerjaan dengan metode baik dan
tingakat ketepatan yang tinggi.

6.

Neatnees indicates pride in self and job : Seorang harus memiliki kerapian diri dan bangga

dengan pekerjaannya sendiri
7.

Accurate in everything done and is of permanent importance : Seorang harus melakukan

pekerjaan dengan keakuratan atau ketelitian, hal ini merupakan sebuah nilai yang sangat penting.
8.

Loyality to bith management and collaugues make good temwork : Seorang harus bersikap

setia kepada mnenejemen dan rekan kerja, merupakan kunci membangun kerjasama
9.

Intelligence use of common sens at all time : Seorang senantiasa mengunakan akal sehat

dalam memahami pelanggan dari waktu ke waktu.
10. Tact saying and doing the righ thing at the righ time: Seorang memiliki keperibadian,
berbicara bijaksana dan melakukan pekerjaan secara benar
11. Yearning to be good servive clerk ang love of the work is essential : Seorang mempunyai
keinginan menjadi pelayan yang baik serta mencintai pekerjaannya.
2.2.4

Faktor -faktor yang menentukan bentuk dan jenis pelayanan kesehatan.

1.

Pengorganisasian pelayanan

2.

Ruang lingkup kegiatan

3.

Sasaran Pelayanan Kesehatan

2.2.5
1.

Macam- macam pelayanan kesehatan
Pelayanan Kesehatan masyarakat

Pelayanan Kesehatan yang termasuk dalam kelompok Pelayanan Kesehatan masyarakat ditandai
dengan cara pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam satu organisasi, tujuan
utamanya adalah untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit dan
sasarannya terutama kelompok dan masyarakat.
2.

Pelayanan Kedokteran

Pelayanan Kesehatan yang ternasuk dalam kelompok ini Pelayanan Kedokteran ditandai dengan
cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri, tujuan utamanya untuk menyembuhkan
penyakit dan memulihkan kesehatan dan sasarannya terutama untuk perorangan dan keluarga.
2.2.6 Sistem pelayanan kesehatan
1. Pelayanan Kesehatan Dasar
Pada umumnya pelayanan dasar dilaksanakan di puskesmas, puskesmas pembantu, puskesmas
keliling dll selain rumah sakit.
2. Pelayanan Kesehatan rujukan

Pelayanan umum dilakukan dirumah sakit. Pelayanan keperawatan diperlukan baik dalam
pelayanan kesehatan dasar maupun pelayanan kesehatan rujukan.
2.3

Rumah Sakit Dilema Etik dan Komersialisasi Dalam Pelayanan Kesehatan

2.3.1 Pengertian, Fungsi, dan Tugas Rumah Sakit
a. Pengertian Rumah Sakit
Kata rumah sakit adalah merupakan suatu terjemahan dari istilah bahasa inggris yaitu dari kata
Hospital. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, rumah sakit diartikan sebagai rumah tempat
merwat orang sakit; tempat memberikan pelayanan kesehatan yang meliputi berbagai masalah
kesehatan.5[5]
Selanjutnya, J. Guwandi menjelaskan bahwa rumah sakit adalah suatu usaha yang menyediakan
pemodokan yang memberikan jasa pelayanan medik jangka pendek dan jangka panjang yang
terdiri dari atas tindakan observasi, diagnostik, terapeutik dan rehabilitatif untuk orang-orang
yang menderita sakit, terluka dan untuk mereka yang melahirkan.
Dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No. 159b/Men.Kes/per/II/1988 tentang Rumah Sakit
dikatakan bahwa :
Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan
kesehatan. Pelayanan kesehatan di rumah sakit merupakan kegiatan pelayanan berupa pelayanan
rawat jalan, rawat inap dan gawat darurat yang mencakup pelayanan medis maupun
penunjangnya. Di samping itu, untuk rumah sakit tertentu dapat dimanfaatkan bagi pendidikan
tenaga kesehatan maupun untuk penelitian.
b. Fungsi dan Tugas Rumah Sakit
Dalam peraturan Menteri Kesehatan RI. No. 159b/Men.Kes/Per/II/1998 tentang Rumah Sakit
dijelaskan tentang tugas dan fungsi rumah sakit. Dalam pasal 8 dikatakan bahwa tugas rumah
sakit adalah :
Melaksanakan pelayanan kesehatan dengan mengutamakan kegiatan penyembuhan penderita dan
pemeliharaan keadaan cacat badan dan jiwa yang dilaksanakan secara terpadu dengan upaya
peningkatkan (promotif) dan pencegahan (preventif), serta melaksanakan upaya rujukan.
Dalam pasal 9 dijelaskan bahwa fungsi rumah sakit adalah :
1.
5

Menyediakan dan menyelenggarakan

a.

Pelayanan medik

b.

Pelayanan penunjang medik

c.

Pelayanan perawatan

d.

Pelayanan rehabilitasi

e.

Pencegahan dan peningkatan kesehatan.

2.

Sebagai tempat pendidikan dan/atau latihan tenaga medik dan para medik

3.

Sebagai tempat penelitian dan pengembangan ilmu dan teknologi di bidang kesehatan

2.3.2 Pelayanan Kesehatan dan Pelayanan Medis
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau bersama-sama dalam
suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan mengobati
penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, kelompok ataupun masyakat.
Pelayanan medis merupakan suatu upaya atau kegiatan untuk mencegah, mengobati penyakit,
serta memulihkan kesehatan atas dasar hubungan antara pelayanan medis dan individu yang
membutuhkan.
Pelayanan medis sebagai suatu upaya untuk mencegah, mengobati penyakit, memulihkan
kesehatan atas dasar hubungan individu tersebut, menurut Benyamin Lumenta dalam bukunya
Pelayanan Medis, Citra, Peran dan Fungsi Tinjauan Fenomena Sosial menjelaskan bahwa
pelayanan medis merupakan suatu upaya dan keegiatan pencegahan dan pengobatan penyakit,
semua upaya dan kegiatan peningkatan dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan atas dasar
hubungan individu antara ahli pelayanan medis dan individu yang membutuhkan.
2.3.3 Rumah Sakit Dilema Etika dan Komersialisasi
Etika medis mempunyai tugas pokok untuk memahami niali-nilai manusiawi yang perlu
dipertahankan dan dikembangkan dalam pelayanan kesehatan dan pelayanan medis. Etika itu
berusaha memahami prisip-prinsip dasar kehidupan manusia yang tidak boleh dilupakan oleh
orang-orang yang bergerak dalam bidang medis, yang berurusan dengan kehidupan, kesehatan
dan kematian manusia.
Etika medis merupakan bagian dari etika yang secara khusus memperhatikan pelaksanaan dan
perencanaan pelayanan medis, semangat yang mendasarinya mencoba memahami pelayanan
medis yang dilakukan oleh para dokter dan perawat.

Etika rumah sakit sebagai institusi yang berkembang dari etika profesi individu, juga bertopang
pada asas-asas atau prinsip-prinsip yang pada dasarnya sama. Asas atau prinsip-prinsip itu dapat
dikatakan sudah setua sejarah perkembangan rumah sakit itu sendiri.
Oleh karena itu, dalam benak setiap orang banyak (masyarakat) sudah tertanam pemahaman
bahwa rumah sakit tidak lain kecuali berfungsi sosial. Secara tradisional masyarakat mengartikan
fungsi sosial rumah sakit sebagai kedermawanan, belaskasihan, memberi pertolongan kepada
orang miskin, karya tanpa pamrih untuk diri sendiri, beramal tanpa mengharapkan imbalan.
Ada kecenderungan pemanfaatan teknologi secara tidak tepat, seperti penggunaan berlebihan,
duplikasi pemeriksaan, penggunaan tanpa indikasi yang tepat dan sebagainya denga tujuan
pengembalian dana investasi.
Biaya-biaya itu tentu akan dibebankan kepada masyarakat (pasien), sehingga mengakibatkan
biaya perawatan dan pengobatan di rumah sakit akan menjadi sangat mahal. Dengan demikian
sudah dapat dipastikan bahwa masyarakat golongan ekonomi lemah semangkin sulit memperoleh
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Rumah sakit adalah tempat pelayanan yang terjangkau, bermutu, dan memadai bagi seluuh
rakyat. Tegasnya rumah sakit memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan
medis tanpa diskriminasi terutama dari aspek ekonomi masyarakat (pasien).
Berikut adalah contoh kasus yang mencerminkan persolan itu. Misalnya, kasus ibu dan anaknya
tidak diijinkan pulang sebelum melunisi biaya operasi melahirkan sebesar Rp. 800.000,- dari
jumlah yang dibebankan sebesar Rp. 3. 200.000.
Tindakan penolakan apalagi penahanan terhadap pasien oleh pihak rumah sakit apakah dapat
diperkenankan? dari kacamata etika profesi tindakan itu jelas melanggar asas-asas atau prinsipprinsip etika profesi sebagaimana telah dijelaskan di atas. Jika dilihat dari kacamata hukum maka
tindakan penahanan (penyanderaan) di atur dalam pasal 209 HIR. Ketentuan ini hanya dikenal
pada lembaga utang piutang.
Dalam perkembangannya rumah sakit telah menjadi suatu institusi yang berorientasi profit tidak
dapat dielakan lagi. Hal ini tentu saja sudah disadari oleh kalangan profesi medis sendiri. Pada
Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI) yang lama (1986) sudah ada pernyataan : rumah
sakit sebagai uni sosio-ekonomi tidak semata-mata mencari keuntungan.
Situasi kontradiktif antara etika medis dan komersialisasi jasa medis sudah tercipta. Untuk
mengembalikan rumah sakit pada rel karitatif seperti semula tidaklah mudah, karena tarik

menarik antara kedua kutup itu telah berlangsung dan ternyata sisi bisnis lebih dominan. Karena
itu yang perlu dilakukan tidak lain adalah membenahi sistem nilai tentang layanan medis
terutama berkaitan dengan dengan etika sosial /tanggung jawa sosial yaitu yang berkaitan dengan
aspek profesi dan aspek pembiayaan. Dari aspek profesi medis harus sesuai denga asas-asas atau
prinsip-prinsip etika medis.
http://fitria-utami.blogspot.com/2012/04/materi-kuliah-etika-hukum-kesehatan.html
Etika berhubungan dengan moral orang. Hukum kesehatan merupakan aturan-aturan dalam
kesehatan .Etika berbicara tentang aturan-aturan, norma serta tata cara dalam berbuat sesuatu
kepada seseorang atau sekelompok orang tergantung jenis profesi, dalam hal ini berkaitan
dengan orang-orang yang terlibat dalam pelayanan kesehatan. Hukum adalah peraturan
perundang-undangan yang dibuat oleh suatu kekuasaan dalam mengatur pergaulan hidup dalam
masyarakat agar masyarakat bisa teratur.
Hukum kesehatan menurut Anggaran Dasar Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia
(PERHUKI), adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan /
pelayanan kesehatan dan penerapannya. Hal ini menyangkut hak dan kewajiban baik dari
perorangan dan segenap lapisan masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan maupun dari
pihak penyelenggara pelayanan kesehatan dalam segala aspeknya, organisasi, sarana, pedoman
standar pelayanan medik, ilmu pengetahuan kesehatan dan hukum serta sumber-sumber hukum
lainnya. Hukum kedokteran merupakan bagian dari hukum kesehatan, yaitu yang menyangkut
asuhan / pelayanan kedokteran (medical care / sevice).
Landasan pembentukan perundang-undangan pelayanan kesehatan (Van Der Mijn 1982):
Kebutuhan akan pengaturan pemberian jasa keahlian
Kebutuhan akan tingkat kualitas keahlian tertentu
Kebutuhan akan keterarahan
Kebutuhan akanpengendalian biaya
Kebutuhan akan kebebasan warga masyarakat untuk menentukan kepentingannya dan
identifikasi kewajiban pemerintah
Kebutuhan pasien akan perlindungan hukum
Kebutuhan akan perlindungan hukum bag