LAPORAN BAB I DAN Pendahuluan

LEMBAR PENGESAHAN

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH DOSEN MATA KULIAH:

Bandung, ... Maret 2017

Dosen mata kuliah pembelajaran IPS SD,

Abdul Mukmin Sa’ud, S. Sos., M. Pd

i

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan. Adapun tujuan dari pada di susunnya laporan tentang
Ringkasan Teori – Teori Belajar Menurut Para Ahli Mengenai Pembelajaran IPS
Ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas dan menempuh mata kuliah Psikologi
Pendidikan oleh Dosen Pembina Abdul Mukmin Sa’ud, S. Sos., M. Pd.
Namun tidak lepas dari semua itu, penulis menyadar sepenuhnya bahwa

ada kekurangan baik dari segi penyusunan bahasanya maupun segi lainnya. Oleh
karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka penulis membuka selebarlebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada penulis,
sehingga penulis dapat memperbaiki laporan ini.
Akhir kata, penulis mengharapkan semoga dari laporan tentang Ringkasan
Teori – Teori Belajar Menurut Para Ahli Mengenai Pembelajaran IPS ini dapat
diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap
pembaca.

Penulis
Bandung

Maret 2017

ii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN............................................................................................. i
KATA PENGANTAR.................................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................... 1
1.3 Tujuan.............................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................... 3
2.1 Teori Behavioristik.............................................................................................. 3
Hakikat teori behavioristik................................................................................... 3

a
b.

Tokoh- tokoh penganut aliran teori behavioristik.....................................................4

c.

Penerapannya dalam pembelajaran IPS.................................................................6

2.2 Teori Belajar Kognitivistik.................................................................................... 8
a)


Hakikat teori kognitivistik.................................................................................8

b)

Tokoh- tokoh penganut aliran teori behavioristik...................................................10

c)

Penerapan teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran IPS..................................11

2.3 Teori Belajar Sibernetik...................................................................................... 12
a.

Hakikat teori belajar sibernetik.........................................................................12

b.

Tokoh yang menganut teori belajar sibernetik......................................................14

c.


Penerapan Teori Belajar Sibernetik dalam pembelajaran IPS....................................15

BAB III PENUTUP................................................................................................... 17
3.1 Kesimpulan..................................................................................................... 17
3.2 Saran............................................................................................................. 18
BAB IV DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 19

iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, pendidikan terus berkembang untuk berupaya memberikan pengetahuanpengetahuan baru kepada mereka yang haus akan ilmu. Pendidikan itu sendiri adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya dan masyarakat (UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 ). Jadi khusus
nya bagi mereka yang masih di tahap perkembangannya yang menuju manusia dewasa dalam
meningkatkan kemampuan potensinya agar dapat berguna bagi dirinya maupun orang lain.
Dengan begitu banyak nya penerapan teori belajar dari berbagai ahli, sebagai tolak ukur

dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran dimana guru sebagai garda terdepan dari
pendidikan haruslah cermat dalam memilih teori belajar mana yang cocok untuk di
implementasikan kepada peserta didik.
Dengan demikian, isi dari laporan akan membahas mengenai; apa itu teori belajar
behavioristik, siapa tokoh penganutnya, dan bagaimana penerapannya dalam pembelajaran
IPS ; apa itu teori kognitifistik, siapa saja tokoh penganutnya, dan bagaimana
implementasinya dalam pembelajaran IPS ; apa itu teori sibernetik, siapa tokoh yang
menganut teori ini dan bagaimana penerapannya dalam pembelajaran IPS.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu teori belajar behavioristik ?
2. Siapa tokoh penganut teori belajar behavioristik ?
3. Bagaimana penerapan teori belajar behavioristik dalam pembelajaran IPS ?
4. Apa itu teori belajar Kognitifistik ?
5. Siapa tokoh penganut teori belajar Kognitifistik ?
6. Bagaimana penerapan teori belajar Kognitifistik dalam pembelajaran IPS ?
7. Apa itu teori belajar Sibernetik ?
8. Siapa tokoh penganut teori belajar Sibernetik?
9. Bagaimana penerapan teori belajar Sibernetik dalam pembelajaran IPS ?

1


1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui hakikat teori belajar behavioristik, kognitifistik, dan sibernetik.
2. Untuk mengetahui tokoh mana saja yang menganut teori belajar behavioristik, kognitifistik,
dan sibernetik
3. Untuk mengetahui penerapan dari teori belajar behavioristik, kognitifistik, dan sibernetik

2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Teori Behavioristik
a
Teori

Hakikat teori behavioristik
belajar

behavioristik adalah

sebuah


teori

yang

dicetuskan

oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman [1].
Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah
pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran
behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil
belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang
yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan
metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila
diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan

akibat


adanya interaksi antara stimulus dan

respon

(Slavin,

2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus
dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada
pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang
diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon tidak penting
untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati
adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa
yang diterima oleh pebelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini
mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat
terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan
(reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan
semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative reinforcement) maka
respon juga semakin kuat.

Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement and
Punishment; (2) Primary and Secondary Reinforcement; (3) Schedules of Reinforcement; (4)

3

Contingency Management; (5) Stimulus Control in Operant Learning; (6) The Elimination of
Responses (Gage, Berliner, 1984).
Tokoh-tokoh aliran behavioristik di antaranya adalah Thorndike, Watson, Clark
Hull, Edwin Guthrie, dan Skinner. Berikut akan dibahas karya-karya para tokoh aliran
behavioristik dan analisis serta peranannya dalam pembelajaran.
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon.
Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan,
atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi
yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau
gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud
konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati.
Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat
menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori
Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni (1) hukum efek; (2) hukum

latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan
bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon
b. Tokoh- tokoh penganut aliran teori behavioristik
1. Teori Belajar Menurut Thorndike
Menurut Thorndike, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus
adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal
lain yang dapat ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang
dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan, atau
gerakan/tindakan. Jadi perubahan tingkah laku akibat kegiatan belajar dapat berwujud
konkrit, yaitu yang dapat diamati, atau tidak konkrit yaitu yang tidak dapat diamati.
Meskipun aliran behaviorisme sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat
menjelaskan bagaimana cara mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori
Thorndike ini disebut pula dengan teori koneksionisme (Slavin, 2000).
Ada tiga hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni (1) hukum efek; (2) hukum
latihan dan (3) hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan
bagaimana hal-hal tertentu dapat memperkuat respon.

4

1. Teori Belajar Menurut Watson

Watson mendefinisikan belajar sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon,
namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat
diukur. Jadi walaupun dia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri
seseorang selama proses belajar, namun dia menganggap faktor tersebut sebagai hal yang
tidak perlu diperhitungkan karena tidak dapat diamati. Watson adalah seorang behavioris
murni,

karena

kajiannya

tentang

belajar

disejajarkan

dengan

ilmu-ilmu

lain

seperi Fisika atau Biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu
sejauh mana dapat diamati dan diukur.
2. Teori Belajar Menurut Clark Hull
Clark Hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon untuk
menjelaskan pengertian belajar. Namun dia sangat terpengaruh oleh teori evolusi Charles
Darwin. Bagi Hull, seperti halnya teori evolusi, semua fungsi tingkah laku bermanfaat
terutama untuk menjaga agar organisme tetap bertahan hidup. Oleh sebab itu Hull
mengatakan kebutuhan biologis (drive) dan pemuasan kebutuhan biologis (drive reduction)
adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga
stimulus (stimulus dorongan) dalam belajarpun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan
biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat berwujud macam-macam.
Penguatan tingkah laku juga masuk dalam teori ini, tetapi juga dikaitkan dengan kondisi
biologis (Bell, Gredler, 1991).
3. Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulusstimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh
gerakan yang sama (Bell, Gredler, 1991). Guthrie juga menggunakan variabel hubungan
stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena
gerakan terakhir yang dilakukan mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain
yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak
hilang dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan
respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering
mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih kuat dan menetap.
Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses
5

belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku
seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat.
Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru
tidak boleh memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak (Bell, Gredler, 1991).
4. Teori Belajar Menurut Skinner
Konsep-konsep yang dikemukanan Skinner tentang belajar lebih mengungguli konsep
para tokoh sebelumnya. Ia mampu menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun
lebih komprehensif. Menurut Skinner hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi
melalui interaksi dengan lingkungannya, yang kemudian menimbulkan perubahan tingkah
laku, tidaklah sesederhana yang dikemukakan oleh tokoh tokoh sebelumnya. Menurutnya
respon yang diterima seseorang tidak sesederhana itu, karena stimulus-stimulus yang
diberikan akan saling berinteraksi dan interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon
yang

dihasilkan.

Respon

yang

diberikan

ini

memiliki

konsekuensi-konsekuensi.

Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya mempengaruhi munculnya perilaku (Slavin,
2000). Oleh karena itu dalam memahami tingkah laku seseorang secara benar harus
memahami hubungan antara stimulus yang satu dengan lainnya, serta memahami konsep
yang mungkin dimunculkan dan berbagai konsekuensi yang mungkin timbul akibat respon
tersebut. Skinner juga mengemukakan bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan
mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya
masalah. Sebab setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian seterusnya.
c. Penerapannya dalam pembelajaran IPS
Aliran psikologi belajar yang sangat besar pengaruhnya terhadap arah pengembangan
teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran behavioristik. Aliran
ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar. Teori
behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang belajar
sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode drill
atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan reinforcement
dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran IPS tergantung dari beberapa
hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pelajar, media dan
6

fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori
behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah.
Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan,
sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang
yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah untuk menjiplak struktur
pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat dianalisis dan dipilah,
sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini ditentukan oleh karakteristik
struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama
terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa yang dipahami oleh pengajar atau guru
itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif yang selalu
membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para pendidik
mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standar-standar tertentu
dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar. Begitu juga dalam proses
evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata dan dapat diamati sehingga
hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam proses evaluasi.
Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang
memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi, bereksperimentasi dan
mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem pembelajaran tersebut bersifat
otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus dan respon sehingga terkesan seperti
kinerja mesin atau robot. Akibatnya pebelajar kurang mampu untuk berkembang sesuai
dengan potensi yang ada pada diri mereka.
Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan
teratur, maka pebelajar atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan yang
jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat
esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan
disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan
sebagai kesalahan yang perlu dihukum dan keberhasilan belajar atau kemampuan
dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan
pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. Pebelajar atau peserta didik
adalah objek yang berperilaku sesuai dengan aturan, sehingga kontrol belajar harus dipegang
oleh sistem yang berada di luar diri pebelajar.
7

Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan pengetahuan,
sedangkan

belajar

sebagi

aktivitas

“mimetic”,

yang

menuntut

pebelajar

untuk

mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau
tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada ketrampian yang terisolasi atau
akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan
kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku
teks/buku wajib dengan penekanan pada ketrampilan mengungkapkan kembali isi buku
teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya
menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar.
Maksudnya bila pebelajar menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini
menunjukkan bahwa pebelajar telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar
dipandang sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan
setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan
pebelajar secara individual.

2.2 Teori Belajar Kognitivistik
a) Hakikat teori kognitivistik
Teori ini lebih menekankan kepada proses belajar dari pada hasil belajar. Bagi yang
menganut aliran kognitivistik belajar tidak hanya melibatkan hubungan antara stimulus dan
respons. Lebih dari itu belajar adalah melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
Menurut teori kognitivistik, ilmu pengetahuan dibangun didalam diri seseorang melalui
proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidajk hanya berjalan
terpatah-patah, terpisahpisah, tetapi melalui proses mengalir, bersambung dan menyeluruh.
Menurut psikologi kognitif belajar dipandang sebagai usaha untuk mengerti sesuatu. Usaha
itu dilakukan secara aktif oleh siswa. Keaktifan itu dapat berupa mencari pengalaman,
mencari informasi, mencermati lingkungan, mempraktekkan sesuatu untuk mencapai suatu
tujuan tertentu. Para psikolog pendidikan kognitif berkeyakinan bahwa pengetahuan yang
dimiliki sebelumnya sangat menentukan keberhasilan mempelajari informasi atau
pengetahuan yang baru.

8

Salah satu aliran yang mempunyai pengaruh terhadap praktik belajar yang
dilaksanakan di sekolah adalah aliran psikologi kognitif. Aliran ini telah memberikan
kontribusi terhadap penggunaan unsur kognitif atau mental dalam proses belajar. Berbeda
dengan pandangan aliran behavioristik yang memandang belajar sebagai kegiatan yang
bersifat mekanistik antara stimulus dan respon, aliran kognitif memandang kegiatan belajar
bukanlah sekedar stimulus dan respon yang bersifat mekanistik, tetapi lebih dari itu, kegiatan
belajar juga melibatkan kegiatan mental yang ada di dalam diri individu yang sedang belajar.
Oleh karena itu, menurut aliran kognitif, belajar adalah sebuah proses mental yang aktif
untuk mencapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan. Sehingga perilaku yang tampak
pada manusia tidak dapat diukur dan diamati tanpa melibatkan proses mental seperti
motivasi, kesengajaan, keyakinan, dan lain sebagainya (Baharuddin & Wahyuni, 2007: 88).
Meskipun

pendekatan

kognitif

sering

dipertentangkan

dengan

pendekatan

behavioristik, tidak berarti psikologi kognitif anti terhadap aliran behaviorisme. Hanya,
menurut para ahli psikologi kognitif, aliran behaviorisme itu tidak lengkap sebagai sebuah
teori psikologi, sebab tidak memperhatikan proses kejiwaan yang berdimensi ranah cipta
seperti berpikir, mempertimbangkan pilihan dan mengambil keputusan. Selain itu, aliran
behaviorisme juga tidak mau tahu urusan ranah rasa.
Menurut perspektif psikologi kognitif, belajar pada asasnya adalah peristiwa mental,
bukan peristiwa behavioral (yang bersifat jasmaniah) meskipun hal-hal yang bersifat
behavioral tampak lebih nyata dalam hampir setiap peristiwa belajar siswa. Secara lahiriah,
seorang anak yang sedang belajar membaca dan menulis, misalnya, tentu menggunakan
perangkat jasmaniah (dalam hal ini mulut dan tangan) untuk mengucapkan kata dan
menggoreskan pena. Akan tetapi, perilaku mengucapkan kata-kata dan menggoreskan pena
yang dilakukan anak tersebut bukan semata-mata respons atas stimulus (rangsangan) yang
ada, melainkan yang lebih penting karena dorongan mental yang diatur oleh otaknya (Syah,
1999: 111).
Pandangan kognitivisme ini membawa kepada sebuah pemahaman bahwa pengetahuan
tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan, yakni belajar.
Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif
memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Selain itu, proses pembelajaran juga
sangat berkaitan erat dengan pembentukan dan penggunaan kemampuan berpikir. Peserta
didik akan lebih mudah mencerna konsep dan ilmu pengetahuan apabila di dalam dirinya
9

sudah ada struktur dan strata intelektual, sehingga ketika ia berhadapan dengan bahan atau
materi pembelajaran, ia mudah menempatkan, merangkai dan menyusun alur logis,
menguraikan dan mengobjeksinya
b) Tokoh- tokoh penganut aliran teori behavioristik
1. Robert M. Gagne
Salah satu teori yang berasal dari psikolog kognitiv adalah teori pemrosesan informasi
yang dikemukakan oleh Robert M. Gagne. Menurut teori ini belajar dipandang sebagai
proses pengolahan informasi dalam otak manusia. Sedangkan pengolahan otak manusia
sendiri dapat dijelaskan sebagai berikut: Reseptor (alat indera) : menerima rangsangan
dari lingkungan dan mengubahnya menjadi rangsaangan neural, memberikan symbol
informasi yang diterimanya dan kemudian di teruskan. Sensory register (penempungan
kesan-kesan sensoris) : yang terdapat pada syaraf pusat, fungsinya menampung kesankesan sensoris dan mengadakan seleksi sehingga terbentuk suatu kebulatan perceptual.
Informasi yang masuk sebagian masuk ke dalam memori jangka pendek dan sebagian
hilang dalam system. Short term memory ( memory jangka pendek ) : menampung hasil
pengolahan perceptual dan menyimpannya. Informasi tertentu disimpan untuk
menentukan maknanya. Memori jangka pendek dikenal juga dengan informasi memori
kerja, kapasitasnya sangat terbatas, waktu penyimpananya juga pendek. Informasi
dalam memori ini dapat di transformasi dalam bentuk kode-kode dan selanjutnya
diteruskan ke memori jangka panjang. Long Term memory (memori jangka
panjang) :menampung hasil pengolahan yang ada di memori jangka pendek. Informasi
yang disimpan dalam jangka panjang, bertahan lama, dan siap untuk dipakai kapan saja.
Response generator (pencipta respon) : menampung informasi yang tersimpan dalam
memori jangka panjang dan mengubahnya menjadi reaksi jawaban.
2. Jean Piaget
Menurut Piaget proses belajar sebenarnya terdiri atas tiga tahapan yaitu : • Asimilasi :
proses pengintegrasian informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada. •
Akomodasi : proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru. • Equilibrasi :
penyesuaian yang berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Piaget juga
mengemukakan bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan
kognitif yang dilalui siswa. Proses belajar yang dialami seorang anak berbeda pada tahap
satu debfab tahap lainnya yang secara umum semakin tinggi tingkat kognitif seseorang
maka semakin teratur dan juga semakin abstrak cara berpikirnya. Oleh karena itu guru
10

seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif anak didiknya serta
memberikan isi, metode, media pembelajaran yang sesuai dengan tahapannya.
3. Ausubel
Menurut Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya didefinisikan dan
kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa (advanced organizer),
dengan demikian akan mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar siswa. Advanced
organizer adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi seluruh isi pelajaran yang
akan dipelajari oleh siswa. Advanced organizer memberikan tiga manfaat yaitu :
Menyediakan suatu kerangka konseptual untuk materi yang akan dipelajari. Berfungsi
sebagai jembatan yang menghubungkan antara yang sedang dipelajari dan yang akan
dipelajari. Dapat membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.
4. Bruner
Sementara Bruner mengusulkan teori yang disebutnya free discovery learning. Teori ini
menjelaskan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan termasuk konsep,
teori, ide, definisi dan sebagainya melalui contoh-contoh yang menggambarkan atau
mewakili aturan yang menjadi sumbernya. Keuntungan belajar menemukan :
Menimbulkan rasa ingin tahu siswa sehingga dapat memotivasi siswa untuk menemukan
jawabannya. Menimbulkan keterampilan memecahkan masalahnya secara mandiri dan
mengharuskan siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi.
c) Penerapan teori belajar kognitivisme dalam pembelajaran IPS
Adapun

Impilikasi

Teori

Kognitivisme

dalam

dunia

pendidikan

yang

lebih

dispesifikasikan dalam Pembelajaran sesuai dengan Teori yang telah dikemukan diatas
sebagai berikut:


Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :

Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar
dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak; Anak-anak akan belajar
lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak
agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya; Bahan yang harus dipelajari anak
hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing; Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap
perkembangannya. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling
berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
11



Implikasi Teori Bruner dalam Proses Pembelajaran :

Menghadapkan anak pada suatu situasi yang membingungkan atau suatu masalah; anak akan
berusaha membandingkan realita di luar dirinya dengan model mental yang telah dimilikinya;
dan dengan pengalamannya anak akan mencoba menyesuaikan atau mengorganisasikan
kembali struktur-struktur idenya dalam rangka untuk mencapai keseimbangan di dadalam
benaknya.


Impilkasi Teori Bermakna Ausubel

Implikasinya dalam pembelajaran adalah seorang pendidik,, mereka harus dapat memahami
bagaimana cara belajar siswa yang baik, sebab mereka para siswa tidak akan dapat
memahami bahasa bila mereka tidak mampu mencerna dari apa yang mereka dengar ataupun
mereka tangkap. Dan dari ketiga macam teori diatas jelas masing-masing mempunya
implikasi yang berbeda, namun secara umum teori kognitivisme lebih mengarah pada
bagaimana memahami struktur kognitif siswa.

2.3 Teori Belajar Sibernetik
a. Hakikat teori belajar sibernetik
Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru dibandingkan teori-teori
belajar lainnya. Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu
informasi. Menurut teori sibernetik, belajar adalah pemrosesan informasi. Teori ini lebih
mementingkan sistem informasi dari pesan atau materi yang dipelajari. Bagaimana proses
belajar akan berlangsung sangat ditentukan oleh sistem informasi dari pesan tersebut. Oleh
sebab itu, teori sibernetik berasumsi bahwa tidak ada satu jenispun cara belajar yang ideal
untuk segala situasi. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi.
Sekilas, teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yang mementingkan proses.
Proses memang penting dalam teori sibernetik , namun, yang lebih penting lagi adalah sistem
informasi yang diproses. Informasi inilah yang akan menentukan proses.
Asumsi lain dari teori Sibernetik ini adalah bahwa tidak ada satu proses belajarpun yang
ideal untuk segala situasi, yang cocok untuk semua siswa. Oleh karena itu, sebuah informasi
mungkin akan dipelajari oleh seorang siswa dengan satu macam proses belajar, dan informasi
yang sama itu mungkin akan dipelajari siswa lain melalui proses belajar yang berbeda.
Komponen pemrosesan informasi dipilah berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk
informasi, serta proses terjadinya.
12

Ketiga komponen tersebut adalah :
Sensory Receptor (SR)
Sensory Receptor (SR) merupakan sel tempat pertama kali informasi diterima dari
luar. Di dalam SR informasi ditangkap dalam bentuk aslinya, bertahan dalam waktu sangat
singkat, dan informasi tadi mudah terganggu atau berganti.
Working Memory (WM)
Working Memory (WM) diasumsikan mampu menangkap informasi yang diberi
perhatian oleh individu. Karakteristik WM adalah memiliki kapasitas terbatas (informasi
hanya mampu bertahan kurang lebih 15 detik tanpa pengulangan) dan informasi dapat disandi
dalam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya. Artinya agar informasi dapat bertahan
dalam WM, upayakan jumlah informasi tidak melebihi kapasitas disamping melakukan
pengulangan.
Long Term Memory (LTM)
Long Term Memory (LTM) diasumsikan;
o Berisi semua pengetahuan yan telah dimiliki individu,
o Mempunyai kapasitas tidak terbatas,
o Sekali informasi disimpan di dalam LTM ia tidak akan pernah terhapus atau
hilang.
Bahwa proses pengolahan informasi dalam ingatan dimulai dari proses penyandian
informasi (encoding), diikuti dengan penyimpanan informasi (storage), dan diakhiri dengan
mengungkapkan kembali informasi-informasi yang telah disimpan dalam ingatan (retrieval).
Ingatan terdiri dari struktur informasi yang terorganisasi dan proses penelusuran bergerak
secara hirarkhis, dari informasi yang paling umum dan inklusif ke informasi yang paling
umum dan rinci, sampai informasi yang diinginkan diperoleh.

13

Teori ini telah dikembangkan oleh para penganutnya, antara lain seperti pendekatanpendekatan yang berorientasi pada pemrosesan informasi yang dikembangkan oleh Gage dan
Berliner, Biehler dan Snowman, Baine, serta Tennyson.
Dalam bentuknya yang lebih praktis, teori ini misalnya telah dikembangkan oleh Landa
(dalam pendekatan yang disebut algoritmik dan heuristik), pask dan Scott (dengan pembagian
siswa tipe menyeluruh atau wholist dan tipe serial atau serialist), atau pendekatan-pendekatan
lain yang berorientasi pada pengolahan informasi.

b. Tokoh yang menganut teori belajar sibernetik
 Landa
Landa merupakan salah seorang ahli Psikologi yang beraliran Sibernetik. Menurut Landa,
ada dua macam proses berpikir. Pertama, disebut proses berpikir algoritmik, yaitu proses
berpikir linier, konvergen, lurus menuju ke satu target tertentu. Jenis kedua adalah cara
berpikir heuristik, yakni cara berpikir divergen, menuju kebeberapa target sekaligus
(Budiningsih, 2002:81).
Proses belajar akan berjalan dengan baik jika apa yang hendak dipelajari itu atau masalah
yang hendak dipecahkan (atau dalam istilah yang lebih teknis yaitu sistem informasi yang
endak dipelajari) diketahui ciri-cirinya. Satu hal lebih tepat apabila disajikan dalam bentuk
“terbuka” dan memberi keleluasaan siswa untuk berimajinasidan berpikir. Misalnya, agar
siswa mampu memahami sebuah rumus matematika, biasanaya mengikuti urutan tahap demi
tahap yang sudah teratur dan mengarah kesatu target tertentu. Namun, utuk memahami
makna suatu konsep yang luas dan banyak memiliki interpretasi (misalnya konsep
“masyarakat”), maka akan lebih baik jika proses berpikir siswa dibimbing ke arah yang
“menyebar” (heuristik), dengan harapan pemahaman mereka terhadap konsep itu tidak
tunggal, monoton, dogmatis, dan linier.
 Pask dan Scott
Ahli lain adalah yang pemikirannya beraliran sibernetik adalah Pask dan Scott.
Pendekatan serialis yang diusulkan oleh Pask dan Scott sama dengan pendekatan algoritmik.
Namun, cara berpikir menyeluruh (wholist) tidak sama dengan heuristik. Cara berpikir
menyeluruh adalah berpikir yang cenderung melompat ke depan, langsung ke gambaran
lengkap sebuah sistem informasi. Ibarat melihat lukisan, bukan detail-detail yang kita amati

14

lebih dahulu, tetapi seluruh lukisan itu sekaligus, baru sesudah itu ke bagian-bagian yang
lebih kecil.
Pendekatan yang berorientasi pada pengelolaan informasi menekankan beberapa hal
seperti ingatan jangka pendek (short term memory), ingatan jangka panjang (long term
memory), dan sebagainya, yang berhubungan dengan apa yang terjadi dalam otak kita dalam
proses pengolahan informasi. Kita lihat pengaruh aliran Neurobiologis sangat terasa di sini.
Namun, menurut teori sibernetik ini, agar proses belajar berjalan seoptimal mungkin, bukan
hanya car kerja otak kita yang perlu dipahami, tetapi juga lingkungan yang mempengaruhi
mekanisme itu pun perlu diketahui.
Siswa tipe wholist atau menyeluruh cenderung mempelajari sesuatu dari tahap yang
paling umum kemudian bergerak ke yang lebih khusus. Sedangkan siswa tipe serialist
cenderung berpikir secara algoritmik

c. Penerapan Teori Belajar Sibernetik dalam pembelajaran IPS
Teori belajar pemrosesan informasi mendeskripsikan tindakan belajar merupakan proses
internal yang mencakup beberapa tahapan. Sembilan tahapan dalam peristiwa pembelajaran
sebagai cara-cara eksternal yang berpotensi mendukung proses-proses internal dalam
kegiatan belajar adalah (Suciati,2001:34) :
1. Menarik perhatian
2. Memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa
3. Merangsang ingatan pada pra syarat belajar
4. Menyajikan bahan peransang
5. Memberikan bimbingan belajar
6. Mendorong unjuk kerja
7. Memberikan balikan informative
8. Menilai unjuk kerja
9. Meningkatkan retensi dan alih belajar.

Aplikasi teori belajar sibernetik dalam pembelajaran IPS ialah:
1. Menentukan tujuan-tujuan instruksional.
2. Menentukan metode pelajaran.
15

3. Mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam materi tersebut.
4. Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan sistem informasi itu (apakah
algoritmik ataukah heuristik).
5. Menyusun materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan sistem informasinya.
6. Menyajikan materi dan membimbing siswa belajar dengan pola yang sesuai
dengan urutan materi pelajaran.

Kelebihan Teori Sibernetik :
 Cara berfikir yang berorientasi pada proses lebih menonjol.
 Penyajian pengetahuan memenuhi aspek ekonomis.
 Kapabilitas belajar dapat disajikan lebih lengkap.
 Adanya keterarahan seluruh kegiatan kepada tujuan yang ingin dicapai.
 Adanya transfer belajar pada lingkungan kehidupan yang sesungguhnya.
 Kontrol belajar memungkinkan belajar sesuai dengan irama masing-masing individu
 Balikan informative memberikan rambu-rambu yang jelas tentang tingkat unjuk kerja
yang telah dicapai dibandingkan dengan unjuk kerja yang diharapkan.
Kelemahan Teori Sibernetik :
Teori ini dikritik karena lebih menekankan pada sistem informasi yang dipelajari, dan kurang
memperhatikan bagaimana proses belajar. Selain itu teori ini tidak membahas proses belajar
secara langsung sehingga hal ini menyulitkan penerapannya.

o Kepercayaan pada diri pada siswa ditumbuhkan dengan membiasakan untuk
mawas diri
o Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar

16

BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Belajar merupakan suatu proses usaha sadar yang dilakukan oleh individu untuk
suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak memiliki sikap menjadi bersikap
benar, dari tidak terampil menjadi terampil melakukan sesuatu. Belajar tidak hanya sekedar
memetakan pengetahuan atau informasi yang disampaikan. Namun bagaimana melibatkan
individu secara aktif membuat atau pun merevisi hasil belajar yang diterimanya menjadi
suatu pengalamaan yang bermanfaat bagi pribadinya. Pembelajaran merupakan suatu sistim
yang membantu individu belajar dan berinteraksi dengan sumber belajar dan lingkungan.
Teori adalah seperangkat azaz yang tersusun tentang kejadian-kejadian tertentu dalam
dunia nyata dinyatakan oleh McKeachie dalam grendel 1991 : 5 (Hamzah Uno,
2006:4). Sedangkan Hamzah (2003:26) menyatakan bahwa teori merupakan seperangkat
preposisi yang didalamnya memuat tentang ide, konsep, prosedur dan prinsip yang terdiri dari
satu atau lebih variable yang saling berhubungan satu sama lainnya dan dapat dipelajari,
dianalisis dan diuji serta dibuktikan kebenarannya. Dari dua pendapat diatas Teori adalah
seperangkat azaz tentang kejadian-kejadian yang didalamnnya memuat ide, konsep, prosedur
dan prinsip yang dapat dipelajari, dianalisis dan diuji kebenarannya. Teori belajar adalah
suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian kegiatan belajar mengajar
antara guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas
maupun di luar kelas.
Jadi Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara
pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode
pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas. Namun teori belajar ini
tidak-lah semudah yang dikira, dalam prosesnya teori belajar ini membutuhkan berbagai
sumber sarana yang dapat menunjang, seperti : lingkungan siswa, kondisi psikologi siswa,
perbedaan tingkat kecerdasan siswa. Semua unsure ini dapat dijadikan bahan acuan untuk
menciptakan suatu model teori belajar yang dianggap cocok, tidak perlu terpaku dengan
kurikulum yang ada asalkan tujuan dari teori belajar ini sama dengan tujuan pendidikan.

17

3.2 Saran
Perkembangan dunia pendidikan terus berlangsung sejalan dengan tuntutan hidup
manusia untuk menjawab perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin hari
semakin maju dan kompleks. Dunia pendidikan juga dituntut untuk peka terhadap perubahan
dan perkembangan sekecil apapun dalam dunia ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam
konteks ini peran guru lah sebagai ujung tombak pelaksana pendidikan terdepan untuk terus
mengembangkan pengetahuan, kemampuan serta keterampilannya. Oleh karena itu
disarankan kepada semua yang berhubungan dengan dunia pendidikan dan khususnya guru
dan calon guru untuk dapat membaca dan memahami teori-teori belajar serta dengan cermat
menerapkannya kedalam pembelajaran.

18

BAB IV DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Belajar_Behavioristik

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/197012101998022IIP_SARIPAH/TEORI_pembelajaranx.pdf\

http://dire-laverite.blogspot.co.id/2012/03/teori-teori-belajar-dan-penerapannya.html

http://biologi-lestari.blogspot.co.id/2013/03/teori-teori-belajar-dan-pembelajaran.html

19