POTRET SEJARAH POLITIK PENDIDIKAN ISLAM

POTRET SEJARAH POLITIK
PENDIDIKAN ISLAM
Oleh
Fridiyanto
A. PENDAHULUAN
Politik dan pendidikan memiliki hubungan erat dalam sejarah Islam. Hal ini
dapat dilihat dengan banyaknya didirikan madrasah di Timur Tengah yang
disponsori oleh penguasa politik. Contoh paling terkenal adalah Madrasah
Nidzamiyah1 di Baghdad yang didirikan oleh Wazir Dinasti Saljuk, Nizam alMulk sekitar tahun 1064. Di Madrasah Nidzamiyah ini Al-Ghazali pernah
menjadi guru besar.2 Pada masa Nizam al-Mulk madrasah dibangun berdasarkan
wakaf dengan membiayai mudarris, imam, dan mahasiswa yang menerima
beasiswa. Hal ini dilakukan untuk kepentingan memperkenalkan ideologi
Asy’ariah yang dianut pemerintah, yang masa itu relatif baru. 3 Menurut Stanton
bahwa wakaf untuk Nidzhamiyah harus untuk kepentingan penganut mazhab
Syafi’i.

1

Madrasah Nizhamiyah terletak di Baghdad di dekat sungai Diljah di tengah-tengah Pasar
Salasah. Mulai dibangun pada tahun 457 H/1065M dan selesai pada tahun 459 H. Madrasah
Nizhamiyah tetap hidup sampai pertengahan abad ke-14 Masehi. Menurut Mahmud Yunus dalam

bukunnya Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1992),hlm.138, motivasi
pendirian Madrasah Nizhamiyah adalah untuk mengambil simpati rakyat, mengharap pahala dan
ampunan Allah, memelihara kehidupan anak-anak dikemudian hari, dan memperkuat aliran
keagamaan (teologi As’ariyah) bagi sultan dan pembesar. Sebagaimana yang ditulis Ahmad
Qurtubi, Pertumbuhan Madrasah pada Periode Awal Sebelum Lahirnya Madrasah Nizhamiyah
dalam Abuddin Nata (Ed.), Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Rajawali Pers,2004), hlm.61-63,
bahwa Madrasah Nizhamiyah didirikan juga sebagai persiapan melawan ideologi Syi’ah yang
pada masa itu dikembangkan di Al-Azhar oleh Dinasti Fatimiyah di Mesir. Menurut Qurtubi
bahwa pembangunan Madrasah Nizhamiyah sering dihubungkan dengan kebijakan birokratis
formal dan kebijakan politik pemerintah atau penguasa Dinasti Saljuk.
2
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru,hlm.61.
3
Karena pengaruh Al-Ghazali melalui tulisan dan ceramahnya, maka paham Asy’ariyah dengan
begitu mudah menjadi kuat dan merupakan bagian arus utama dunia ilmiah dan hukum Islam,
sebagaimana ditulis Charles Michael Stanton,op.cit.,hlm.46-47.

Para penguasa politik pada masa klasik Islam sangat berkepentingan terhadap
lembaga-lembaga pendidikan, karena melalui madrasah-madrasah yang didirikan
dapat menanamkan paham-paham yang dianut oleh pemerintah.

B. PEMBAHASAN
1. Sejarah Politik Pendidikan dalam Islam
Menurut Harun Nasution terdapat lima periodisasi pendidikan Islam: 1) Masa
hidupnya Nabi Muhammad SAW (571-632 M); 2) Masa hidupnya Khulafaur
Rasyidin (632-661 M); 3) Masa hidupnya Daulah Umayyah di Damsyik (661-750
M); 4) Masa hidupnya Daulah Abbasiyah di Baghdad (750-1250 M); 5) Jatuhnya
kekuasaan khalifah di Baghdad (tahun 1250 M sampai dengan sekarang).4
Mayoritas peneliti Barat bahwa Islam berkontribusi sebagai jembatan antara
capaian-capaian Yunani dengan Eropa pada abad menengah. 5 Namun kontribusi
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan pada periode-periode klasik Islam
sangat tergantung atas sikap politik dan kebijakan yang dianut oleh pemimpin
masa itu.

Dari sekian banyak penguasa politik dan kebijakan-kebijakan

pendidikan yang pernah diambil, dalam pembahasan ini hanya akan dibahas
beberapa sistem pemerintahan politik Islam dan kebijakan-kebijakan pendidikan
yang pernah diambil dari setiap fase.
a. Politik Pendidikan Masa Nabi Muhammad Saw
Pada masa Nabi Muhammad Saw pendidikan diselenggarakan rumah Arqam

ibn

Arqam,

kuttab.6

Penulis

lain

mengatakan

masa Nabi pendidikan

4

Harun Nasution, Pembaharuan terhadap Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: Bulan
Bintang,1975), hlm. 11.
5


Kontribusi Islam terhadap ilmu ini dibahas oleh H.J.J. Winter, Eastern Science (London: John
Murray, 1952); Donald Campbell, Arabic Medicine (Londone: Kegan; Trench, 1926); Giorgio de
Santilla dalam Seyyed Hossein Nasr, Science and Civilization in Islam (New York: New American
Library, 1968).
6
Rumah Arqam ibn Arqam merupakan tempat pertama berkumpulnya kaum Muslim bersama
Rasulullah untuk belajar hukum-hukum dasar dan ajaran Islam. Rumah Arqam menjadi lembaga
pendidikan Islam yang pertama (dikuti dari Kamaruzzaman, Pola Pendidikan Islam pada Periode
Rasulullah: Mekkah dan Medinah, dalam Abuddin Natta, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri
Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah sampai Indonesia, Jakarta: Kencana,2007, hlm. 36).
Sedangkan Kuttab merupakan berasal dari kata kataba (menulis), para pakar pendidikan Islam
mengatakan bahwa lembaga ini merupakan tempat pengajaran membaca dan menulis yang

diselenggarakan di mesjid7, As-Shuffah8 Model pembelajaran Nabi ini menyebar
ke luar Medinah. Pada masa Nabi Muhammad Saw salah satu kebijakan yang
diambil berkenaan dengan pendidikan adalah ketika adanya kebijakan
membebaskan tawanan, setelah tawanan tersebut memberikan pengajaran kepada
beberapa kaum muslim. Kebijakan yang diambil Nabi Muhammad ini
mencerminkan bahwa majunya dunia pendidikan ketika seorang pemimpin
memiliki konsep tentang pentingnya pendidikan dan mengimplementasikannya

dalam kebijakan dan program untuk pendidikan masyarakat.
b. Politik Pendidikan Masa Khulafaur Rasyidin
Pada masa Khulafaur Rasyidin, as-shuffah sangat diperhatikan, misalnya
Umar bin Khatab yang mengangkat para sahabat Nabi yang memiliki ilmu
pengetahuan luas menjadi Panglima dan Gubernur.9 Hal ini berdampak pada
pembiayaan

yang

disediakan

oleh

pemerintah.

Kebijakan

khalifah

ini


digambarkan oleh Thomas W.Arnold “..demikianlah dalam hubungan ini,
Khalifah Umar mengangkat dan menunjuk guru-guru untuk setiap negeri. Betapa
besarnya perhatian khalifah dalam pendidikan agama ini dapat diketahui dari fakta

kemudian ditingkatkan menjadi pengajaran Al-Qur’an dan pengetahuan agama tingkat dasar.
Namun Abdullah Fajar dalam “Peradaban dan Pendidikan Islam (Jakarta: Rajawali
Pers,1996),hlm.16, mengatakan bahwa maktab adalah istilah untuk zaman klasik, sedangkan
kuttab adalah istilah untuk zaman modern. Philip K Hitti mengatakan bahwa kurikulum kuttab
berorientasi pengajaran Al-Qur’an dan juga terdapat pelajaran menulis, kaligrafi, gramatikal
bahasa Arab, Sejarah Nabi dan hadits. Sementara Charles Michael Stanton membagi kuttab ke
dalam dua jenis: Kuttab sekuler, dan Kuttab dan Kuttab Agama. Kuttab sekuler mengajarkan
sastra, menulis, dan aritmatika dan guru yang mengajar mendapat imbalan walau sederhana.
Sedangkan Kuttab Agama memberikan pengajaran agama dan gurunya tidak diberikan imbalan.
Kedua jenis guru di dua kuttab tersebut mendapat status sosial yang tinggi namun tetap dituntut
untuk hidup sedrehana.
7
Menurut Ahmad Shalabi dalam “History of Moslem Education” (Beirut,1954), hlm.16, sejak
zaman Nabi Saw, mesjid telah menjadi pusat kegiatan dan informasi berbagai masalah kaum
Muslimin. Namun mesjid juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan terutama penyampaian

ajaran-ajaran Islam.
8
Mafthuhah,”Pendanaan Pendidikan Islam Masa Klasik” menjelaskan bahwa As-shuffah ketika
Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, Nabi memerintahkan para sahabat untuk membangun mesjid
yang salah satu bagian dari mesjid tersebut digunakan untuk mengajar para sahabat sekaligus
pemondokan bagi mereka yang sangat miskin. Ruangan ini disebut As-shuffah.dalam Abuddin
Natta, Op.cit. Sejarah...,hlm.218.
9
Ibid, hlm.218.

bahwa di Kota Kuffah, misalnya orang yang dipercaya menjalankan tugas itu
adalah bendaharawan kota itu sendiri.”10
c. Politik Pendidikan Masa Daulah Umayyah
Pada masa Dinasti Umayyah yang kurang lebih berkuasa selama 91 tahun,
cukup banyak perkembangan dalam pendidikan dan teknologi. Sistem pendidikan
yang berlangsung masih melanjutkan sebagaimana masa Rasulullah dan khlafaur
rasyidin, yaitu kuttab yang pusat kegiatanya di mesjid.11 Pemerintah Dinasti
Umayyah mendorong kemajuan pendidikan dan ilmu pengetahuan dengan
penyediaan sarana dan prasarana agar para ilmuwan, seniman dapat melakukan
aktifitas dan kaderisasi ilmu.12 Menurut Musyrifah Sunanto pada masa Dinasti

Umayyah ilmu yang berkembang adalah:
1. Ilmu agama, seperti: Al-Qur’an, Hadis, dan Fikih: Kodifikasi hadis terjadi
pada masa Khalifah Umar ibn Abdul Azis (99-10 H) hingga ilmu hadis
berkembang pesat.
2. Ilmu Sejarah dan Geografi, masa ini berkembang ilmu yang membahas
perjalanan hidup, kisah, dan riwayat. Salah satu ulama yang terkenal
dalam bidang ini adalah Ubaid ibn Syariyah Al-Jurhumi.
3. Ilmu pengetahuan bahasa, masa ini berkembang nahu dan saraf.
4. Filsafat, Ilmu Mantik, Kimia, Astronomi, Ilmu Hitung, Kedokteran juga
mengalami perkembangan pada masa ini.13
d. Politik Pendidikan Masa Abbasiyah
Masa Abbasiyah tercatat sebagai kekhalifahan yang mendukung paham
Mu’tazilah. Dengan ditterimanya rasionalisme sebagai salah satu menuju
kebenaran menjadi dorongan berkembangnya ilmu pengetahuan dan mulai
10

Sebagaimana dikutip Soekarno dan Ahmad Supardi,Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam
(Bandung: Angkasa,1985),hlm.51 dalam Abuddin Natta,Op.cit, Sejarah...,hlm.219.
11
Ali Nupiah, Pola dan Perkembangan Pendidikan Islam pada Periode Abbasiyah, dalam

Samsul Rizal, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah
sampai Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007), hlm.53.
12
Ibid, hlm.59.
13
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam (Jakarta:
Kencana,2004) dalam Ali Nupiah, Op.cit., hlm. 59.

beridirinya lembaga-lembaga pendidikan yang mendapat perhatian pemerintah.14
Pada masa khalifah-khalifah Abbasiyah, khususnya al-Manshur, al-Rasyid, dan
al-Ma’mun merupakan khalifah yang sangat gandrung akan ilmu, sehingga pada
masa ini penterjemahan buku berlangsung dari tahun 750 dan 850.15
Pada masa Dinasti Abbasiyah pembangunan Mesjid Jami’ banyak
bermunculan dengan dibiayai oleh pemerintah sepenuhnya. Dalam Mesjid Jami’ 16
ini terdapat pengajian yang dipimpin oleh seorang syaikh yang diangkat oleh
khalifah untuk mengajarkan bidang kajian tertentu.17 Pada masa Abbasiyah
sebelum pengrusakan yang dilakukan oleh bangsa Mongol, di Baghdad terdapat
100 toko buku yang memberi andil terhadap perkembangan intelektual. 18
Pemerintahan Abbasiyah memandang bahwa ilmu pengetahuan sebagai hal yang
sangat penting dan mulia. Maka para khalifah membuka kesempatan seluasluasnya bagi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. 19 Maka kebebasan

berpikir dianggap sebagai hak asasi manusia sepenuhnya.20 Sehingga pada masa
Abbasiyah, dunia Islam melahirkan banyak model ilmuwan multi-disipliner.21
1. Khalifah al-Ma’mun
Puncak kejayaan tertinggi penterjemahan buku terjadi pada masa Khalifah alMa’mun.22 Begitu besarnya perhatian al-Ma’mun terhadap penterjemah buku,
14

Charles Michael Stanton,op.cit,hlm.125.
Ibid,hlm.81.
16
Maafthuhah menjelaskan bahwa Mesjid Jami’ bahwa periode klasik terdapat dua tipe mesjid:
mesjid jami’ dan mesjid lokal. Mesjid Jami’ umumnya adalah bangunan besar yang dihiasi dengan
indah dengan menggunakan biaya negara dan difungsikan sebagai tempat informasi masalah
kenegaraan dan masalah keagamaan. Sedangkan MesjidLokal dibangun untuk kebutuhan
kelompok masyarakat tertentu, hlm. 219.
17
Ibid, hlm.219.
18
Stanton mencatat masa Abbasiyah toko-toko buku berkembang di wilayah Timur Tengah,
Afrika Utara, Baghdad, dan Semenanjung Iberia, dan kota-kota seperti: Sharaz, Mosul, Basrah,
Kairo, Kordova, Fez, dan Tunis. Toko-toko buku ini juga berperan sebagai lingkaran studi bagi

para peminat ilmu.
19
Ali Nupiah, Op.cit., hlm.68.
20
Ibid,hlm.68.
21
Charles Michel Stanton, op.cit.,hlm. 89. Stanton menjelaskan bahwa Muslim periode klasik
mengembangkan konsep keilmuan berdasarkan teosofi Al-Qur’an dan Hadis. Sehingga
perkembangan ilmu pada masa itu tidaklah dikotomis dengan adanya ilmu agama, filsafat,
matematika, atau sains. Dengan dasar Al-Qur’an dan Hadis membuat ilmu pengetahuan
merupakan kegiatan kultural dan intelektual.
22
Ibid,hlm.82.
15

hingga ia tidak berkeberatan membayar Hunayn23 dengan emas seberat lembaranlembaran yang ia terjemahkan ke bahasa Arab.24 Khalifah al-Ma’mun merupakan
seorang penganut Mu’tazilah yang sangat gandrung belajar filsafat, sementara
pada saat itu di dunia Barat belum mengenal filsafat sebagaimana kata Philip K
Hitti.
“Semua ini berlangsung pada saat Eropa hampir tidak mengenal sama sekali
pemikiran dan ilmu-ilmu Yunani. Sebab, sementara al-Rasyid dan al-Ma’mun
sedang mempelajari filsafat Yunani dan Persia, orang-orang yang sezaman
dengan mereka, Charlemagne dan raja-rajanya dilaporkan sedang mencobacoba belajar meuliskan nama mereka.”25
Menurut Charles Michael Stanton sejak awal periode penterjemahan yang
dilakukan al-Ma’mun membuat pendidikan tinggi dalam Islam mengembangkan
kurikulum yang beraneka ragam, mencakup seluruh area pengetahuan yang
dikenal di dunia Helenistik.26
Pada masa al-Ma’mun kecerdasan al-Kindi menarik perhatian Khalifah alMa’mun, sehingga al-Kindi menjadi salah seorang yang bekerja dengan
sekelompok ilmuwan dan penerjemah yang bekerja di Bayt al-Hikmah.27 Di Bayt
al-Hikmah al-Kindi mendirikan sekolah berbahasa Arab yang mengajarkan
filsafat peripatetik yang kemudian dikembangkan oleh al-Farabi, Ibnu Sina, dan
Ibnu Rusyd.28 Di Bayt al-Hikmah jugalah al-Khawarazmi

mengembangkan

filsafat, teologi, matematika dan penelitiandi laboratorium perbintangan.29 Al23

Ishaq Ibnu Hunayn (809-873) adalah seorang penganut Nestoris yang fasih bahasa Yunani dan
Syria. Hunay diberikan tempat khusus oleh al-Ma’mun untuk memimpin penterjemahan bukubuku. Di bawah kepemimpinan Hunayn berkembang sistem penterjemahan yang menggunakan
pendekatan kontekstual yang lebih mudah dipahami daripada sebelumnya yang literal kata perkata.
24
Ibid, hlm. 83.
25
Phillip K.Hitti, History of the Arabs (London: Macmillan, 1956), hlm.313.
26
Charles Michel Stanton, op.cit.,hlm. 84.
27
Menurut Stanton, Bait al-Hikmah awalnya merupakan sebuah lembaga pendidikan pribadi
pertama, yang didirikan oleh Khalifah al-Ma’mun. Perkembangannya Bait al-Hikmah menjadi
tempat penterjemahan dan penyebaran teologi dan filsafat Mu’tazilah. Lembaga ini mengundang
para ilmuwan untuk hadir mempelajari berbagai buku dan berdebat dalam bidang agama, filsafat,
matematika, dan ilmu-ilmu alam. Bait al-Hikmah sangat berkontribusi terhadap perluasan kosa
kata bahasa Arab dan memunculkan konsep-konsep ilmiah. Namun pada perkembangannya Bayt
al-Hikmah mengalami penurunan ketika adanya pemberangusan paham Mu’tazilah yang
dilakukan oleh khalifah-khalifah setelah al-Mutawakkil. Sampai penghancuran yang dilakukan
oleh bangsa Mongol yang dipimpin oleh Hulagu pada tahun 1258.
28
Ibid,hlm. 169.
29
Ibid, hlm.169.

Ma’mun sangat berambisi terhadap berbagai jenis ilmu, sehingga kebijakannya
sangat menguntungkan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan.
2. Politik Pendidikan Harun al-Rasyid
Harun al-Rasyid berada pada Dinasti Abbasiyah pada periode awal (750847).30 Khalifah Al-Rasyid sendiri merupakan ulama dan sangat mencintai ilmu
pengetahuan.31 Masa Khalifah Harun al-Rasyid adalah masa yang paling produktif
dalam pemikiran dan karya intelektual, yang sebagian besar karya-karya itu tetap
berpengaruh kepada seluruh kaum Muslimin sampai saat ini. Oleh banyak ahli,
Harun al-Rasyid merupakan tonggak sejarah perkembangan paham Sunni.32 Harun
al-Rasyid sangat peduli dengan dunia pendidikan, hal ini dapat dilihat dalam
ungkapannya ketika berbicara dengan guru yang mendidik anaknya, al-Amin,
sebagaimana yang ditulis oleh Ahmad Syalaby.
“Aku serahkan kepadamu anakku, buah sulbiku; aku memberimu kekuasaan
atasnya dan membuatnya patuh kepadamu. Karenanya kamu harus
membuktikan diri sebagai orang yang layak menerima kedudukan ini.
Ajarilah dia Al-Qur’an, sejarah, puisi, hadis, dan penghargaan terhadap
kefasihan bahasa. Cegah dia dari tertawa, kecuali pada kesempatan yang
sesuai. Biasakan dia untuk menghormati para pemuka Bani Hasyim dan untuk
memberikan tempat yang sesuai kepada pemimpin-pemimpin militer bila
mereka menghadiri majlisnya. Jangan biarkan waktu berlalu tanpa pelajaran
yang bermanfaat baginya, tetapi jangan buat ia sedih. Jangan terlalu baik
padanya, sebab dengan begitu ia akan menjadi malas. Didiklah ia dengan
lemah lembut, tetapi kalau itu tidak cukup, engkau boleh memperlakukannya
dengan keras.”33

30

Masa Dinasti Abbasiyah dibagi empat periode: 1. Periode Awal (750-847); 2. Periode Lanjutan
(847-945); 3. Periode Buwaihi (945-1055 ); 4. Periode Saljuk. Dalam Dewan Editor, Ensikilopedi
Tematis Dunia Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,tth), hlm. 83-85.
Nurcholish Madjid dalam “Lagi, tentang Kaum Jama’ah”, Op.cit. Pintu-pintu., hlm. 229, menulis
Khalifah Harus al-Rasyid menjadi Khalifah pada 167-192 Hijri (789-809 M).
31
Hasan Ibrahim Hasan, Tarikh Al-Islam Jilid II (Mesir,1980) dalam Ali Nupiah, Op.cit.,hlm.70.
Selanjutnya Hasan Ibrahim Hasan sebagaimana dikutip Ali Nupiah bahwa kebiasaan Khalifah AlRasyid ketika menjalankan ibadah haji akan ikut bersamanya 100.000 orang ulama. Pada masa AlRasyid lah muncul ulama terkenal diantaranya: Imam Malik bin Anas, Al-Laisy bin Saad (Ahli
Fiqih dari Mesir), Abu Yusuf (Penulis Al-Kharraj), Imamm Sibaweih, dan Marwan bin Abi
Habsyah.
32
Nurcholish Madjid dalam “Lagi, tentang Kaum Jama’ah”, Op.cit. Pintu-pintu., hlm. 229,
33
Harun al-Rasyid dalam Ahmad Syalaby, History of Muslim Education (Beirut: Dar al-Kashshaf,
1954)

Dari kutipan ucapan Harun al-Rasyid di atas dapat dilihat bagaimana bijaknya
Harun al-Rasyid dalam memahami pendidikan dan ingin agar itu diterapkan oleh
guru anaknya. Terdapat kompleksitas Harun al-Rasyid dalam mengoperasionalkan
dasar-dasar pendidikan, apakah itu kurikulum, metode, dan cara mendidik yang
baik. Jika dilihat dengan wacana pendidikan saat ini, bisa dikatakan bahwa konsep
Harun al-Rasyid di atas merupakan sebuah konsep kebijakan pendidikan karakter,
yang tidak hanya diterapkan bagi anakanya, tetapi pada lembaga pendidikan yang
berkembang pada masa pemerintahannya.
Pada masa Harun al-Rasyid dikenal sebagai era keemasan perkembangan ilmu
pengetahuan. Harun al-Rasyid memberikan gaji yang tinggi pada ulama dan
ilmuwan, membangun gedung pendidikan, gencarnya penterjemahan dan
penelitian, dan adanya lembaga pengembangan ilmu pengetahuan. 34 Pada masa
Harun al-Rasyid, lembaga pendidikan tidak lagi hanya kuttab dan masjid. Tetapi
telah berkembang dalam bentuk salon-salon kesusastraan, ribat35, observatorium36,
Dar al-hikmah, Bait al-Hikmah, dan Dar al-Ilmi (Dar al-Kutub).37 Harun alRasyid dapat memahsyurkan pendidikan dibanding masa-masa sebelumnya. Hal
ini dikarenakan perhatiannya yang tinggi terhadap pengembangan ilmu
pengetahuan disertai kepemimpinan yang tangguh.38 Menurut Nurcholish Madjid
suksesnya Khalifah Harul al-Rasyid dalam membangun peradaban Islam

34

Usman, Institusi Pendidikan Islam pada Masa Harun al-Rasyid. Suwito (ed), Sejarah Sosial
Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2005), hlm.99.
35

Ribath adalah tempat kegiatan kaum sufi yang beruzlah (mengasingkan diri) agar dapat
konsentrasi beribadah. Selain itu mereka juga beraktifitas keilmuandengan dipimpin oleh seorang
Syeikh. Pada masa Dinasti Saljuk banyak madrasah dilengkapi dengan Ribath yang oleh kebijakan
penguasa politik yaitu kembali kepada ortodok Sunni.
36
Menurut Stanton Kalifah al-Ma’mun mendirikan laboratorium perbintangan dan mengangkat alKhawarazmi untuk menjadi penelitinya. Setelah abad ke 10 banyak observatori didirikan untuk
penjelajahan dunia angkasa lebih jauh. Hal ini dilakukan untuk menentukan hari yang paling
menguntungkan dan merugikan untuk penyelenggaran kegiatan politik tertentu. Pada tahun 1023,
Ratu al-Daulah di Hamdan Persia juga mendirikan obsevatorium untuk Ibnu Sina. Sedangkan pada
pemerintahan Dinasti Saljuk di Baghdad pada tahun 1100 dibangun sebuah observatorium untuk
Umar Khayam untuk menyusun penanggalan yang lebih tepat. Dalam Charles Michael
Stanton,op.cit. ,hlm.172.
37
Ibid, hlm.100.
38
Ibid, hlm.101.

dikarenakan adanya semangat inklusivisme, yaitu semangat persatuan dan
persaudaraan yang meliputi seluruh umat Islam.39
3. Dinamika Politik Pendidikan di Al-Azhar
Universitas Al-Azhar didirikan oleh Jendral Jauhar.40 Awalnya Universitas AlAzhar merupakan sebuah mesjid yang oleh Khalifah Fatimiyah dijadikan tempat
menyebarkan dakwah. Pada masa ini intervensi pemerintah sangat tinggi, seorang
guru yang mengajar harus diangkat oleh khalifah.41

Pada era ini Al-Azhar

merupakan tempat pengajaran Fiqih aliran Syi’ah.42 Al-Azhar juga merupakan
tempat kaderisasi penyebar ideologi Syi’ah43
Pada masa berikutnya aliran Syi’ah yang dijadikan dasar pembelajaran di AlAzhar dirubah oleh Shalahuddin al-Ayyubi karena Daulat Fatimiyah berhasil
ditaklukkanyya pada tahun 567 H (1171 M).44 Kebijakan-kebijakan yang diambil
oleh Shalahuddin terhadap Al-Azhar adalah:
1. Pembekuan kegiatan khutbah di al-Azhar selama hampir seratus tahun,
yaitu sejak tahun 567 H (1171 M) sampai masa Sultan al-Mamluki alDzahir pada tahun 665 H (1266 M).
2. Melakukan renovasi pembangunan al-Azhar oleh Amir Edmir dan Sultan
Berbes atau Sultan al-Dzohir Berbes.
3. Al-Azhar menjadi pusat studi Islam yang amat penting, terutama ketika
Kairo menjadi kiblat bagi para ulama, fuqaha, dan mahasiswa.45

39

Nurcholish Madjid, Op.cit.,235.
Van Houve dalam “Ensiklopedi Islam” menyebut bahwa Al-Azhar berdiri tahun 359 H/970 M.
Mahmud Yunus dalam buku “Sejarah Pendidikan Islam” menulis tahun 358 H. Syahril dalam
“Modernisasi Pendidikan Islam :Al-Azhar dan Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia) dalam
Abuddin Nata (Ed),Op.cit, Sejarah...,hlm.189, Universitas Al-Azhar didirikan Jendral Jauhar
setelah pendirian Kota Kairo tahun 358 H/969 M.
41
Fauzan, Menimbang Sisi Positif Perlunya Pembaruan Pendidikan Islam dalam Suwito , Sejarah
Sosial Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2005), hlm.180
42
Ibid, hlm.180-181.
43
Abuddin Nata.Op.cit. Sejarah..hlm.189.
44
Ibid, hlm.181.
45
Ibid. 181-182.
40

Pada masa Mamalik, kebijakan dan perhatian pemerintah terhadap al-Azhar
sangat kondusif. Al-Azhar banya menerima wakaf dari para Sultan dan umara
untuk keberlanjutan keilmuan di al-Azhar.
Menurut Azyumardi Azra, kemasyhuran al-Azhar mulai menurun pada masa
Dinasti Usmani (1517-1798 M). Hingga pada masa Muhammad Ali al-Azhar
diintervensi oleh kekuasaan, sehingga independensi al-Azhar sebagai lembaga
akademis lenyap.46
C. PENUTUP
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa maju mundurnya
dunia ilmu pengetahuan dan pendidikan sangat tergantung pada sebuah rezim
yang sedang berkuasa. Pemimpin politk memiliki kepentingan terhadap lembaga
pendidikan yang berkembang dalam wilayah kekuasaannya. Olehkarena itu ketika
seorang penguasa yang menyadari tentang betapa pentingnya pendidikan, maka
pemimpin tersebut akan segera mengambil peran untuk mengelola sesuai
kepentingan dan sesuai visi misi pemerintahannya.

46

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, 2000), hlm.243-244.