TINJAUAN UU ITE TERHADAP PENGGUNAAN MEDI

TINJAUAN UU ITE TERHADAP PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL DI
INDONESIA

Oleh :
Teguh Kartiko Wibowo
55416110017
Manajemen Telekomunikasi, Universitas Mercu Buana
Mata Kuliah Regulasi dan Hukum ICT,
Dosen DR. Ir. Iwan Krisnadi, MBA

TINJAUAN UU ITE TERHADAP PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL DI INDONESIA
Abstrak
Tuntunan terhadap akses telekomunikasi yang tinggi menjadi alasan penggunaan
internet terutama media sosial sebagai media untuk menyampaikan berpendapat
dan berserikat atau berorganisasi. Regulasi dan hukum penggunaan dan
pemanfaatan media sosial telah diatur dalam Undang-Undang no.11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan diperbarui di UndangUndang No. 18 Tahun 2016 Tentang Perubahan UU no 11 Tahun 2008. Terdapat
dampak positif maupun dampak negative dalam pemanfaatan media sosial, oleh
karena itu pemahaman dan sosialisasi mutlak perlu dilaksanakan baik oleh
masyarakat maupun pemerintah. Sebab sebaik apapun Undang-Undang (ITE)
dibuat jika tanpa kesadaran akan hukum dari masyarakat tidak akan berpengaruh.

Dan yang terpenting sebagai pengguna dapat menjaga etika dan bijak dalam bermedia sosial.
Kata kunci : Media sosial, UU ITE, Hukum dan regulasi

1.

PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi dan komunikasi yang begitu pesar membawa banyak
perubahan di berbagai bidang tak terkecuali internet, yang dimana saat ini
mengaharuskan agar informasi disampaikan serba cepat, tanpa mengenal batas jarak
dan waktu. Telekomunikasi memiliki peran penting dan stategis dalam kehidupan
terutama untuk menunjang dan mendorong kegiatan perekonomian, memantapkan
pertahanan dan keamanan, memperlancar pemerintahan, mencerdaskan kehidupan bangsa,
memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, serta meningkatkan hubungan antar
bangsa[1].
Indonesia sekarang ini menjadi negara dengan pertumbuhan jumlah pengguna
Internet terbesar di dunia. Pengguna Internet pada tahun 2017 mencapai 132,7 juta naik 51
persen dibandingkan tahun 2016 yang mencapai 88,1 juta pengguna. Pertumbunhan
pengguna internet turut diiringi oleh meningkatnya pengguna media sosial. Hanya
berjumlah 79 juta pada tahun lalu, angka tersebut kini telah naik menjadi 106 juta
pengguna. Para pengguna yang secara aktif menggunakan media sosial di

perangkat mobile pun naik dari angka 66 juta menjadi 92 juta. Dari segi pertambahan
jumlah pengguna di layanan media sosial tersebut, Indonesia bahkan menempati posisi

ketiga di dunia mengalahkan Brazil dan Amerika Serikat, dan hanya kalah dari Cina dan
India [2].

Gambar 1 Jumlah Pengguna internet di Indonesia
Hal ini menjadikan media sosial memiliki peran kuat dalam menunjang dan
mendorong kemajuan suatu negara. Salah satu di Indonesia yang mayoritas penggunanya
memanfaatkan media sosial sebagai sarana untuk berekspresi menyampaikan pendapat serta
berinteriaksi dengan orang lain, baik dalam lingkup nasional maupun lingkup internasional.
Salah satunya pada bidang ekonomi (e-commarce). Media sosial menjadi sarana yang tepat
bagi pelaku usaha kecil menengah untuk mengembangkan usahanya dengan memanfaatkan
fitur-fitur di media sosial.

Gambar 2 Pengguna dan pendapatan e-commarce tahun 2016

Selain memberikan manfaat, media sosial juga memiliki potensi sebagai alat
penyalahgunaan tindak kriminal di internet atau kejahatan siber (cyber crime).
2. POLEKMIK MEDIA SOSIAL

Media sosial adalah sebuah media online, dimana para pengguna dapat dengan
mudah berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi. Media sosial meliputi blog, jejaring
sosial, wiki, forum dan dunia virtual. Blog, jejaring sosial dan wiki merupakan bentuk
media sosial yang paling umum digunakan oleh masyarakat di seluruh dunia.
Andreas Kaplan dan Michael Haenlein mendefinisikan media sosial sebagai "sebuah
kelompok aplikasi berbasis internet yang membangun di atas dasar ideologi dan teknologi
Web 2.0 , yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran user-generated content".
Menurut Kaplan dan Haenlein ada enam jenis media sosial :
Pertama, Proyek Kolaborasi yaitu website yang mengijinkan user dapat mengubah,
menambah, ataupun remove konten yang ada di website. Contoh media ini adalah
wikipedia.
Kedua, Blog dan Microblog, dimana user lebih bebas mengekspresikan sesuatu di blog ini
seperti ‘curhat’ ataupun mengritik kebijakan pemerintah. Contoh media ini adalah twitter.
Ketiga, Konten, yaitu web dimana para user dari pengguna website ini saling share konten
media, baik video, e-book, gambar, dan lain-lain. Contohnya youtube.
Keempat, Situs Jejaring Sosial, yaitu aplikasi yang mengijinkan user untuk dapat terhubung
dengan cara membuat informasi pribadi, sehingga dapat terhubung dengan orang lain.
Informasi pribadi itu bisa seperti foto-foto. Contoh jejaring sosial adalah facebook.
Kelima, Virtual Game World, yaitu dunia virtual, yang mengreplikasikan lingkungan 3D,
dimana user bisa muncul dalam bentuk avatar-avatar yang diinginkan serta berinteraksi

dengan orang lain selayaknya di dunia nyata. Contohnya game online.
Keenam, Virtual Social World, yaitu dunia virtual dimana penggunanya merasa hidup di
dunia virtual, sama seperti virtual game world, berinteraksi dengan yang lain. Namun,
Virtual Social World lebih bebas dan lebih ke arah kehidupan. Contohnya second life.
Varian media sosial demikian beragam, sehingga masyarakat dapat mengakses
dengan mudah dan memanfaatkannya untuk interaksi sosial. Demikian mudah interaksi
sosial dijalin melalui media sosial, maka komunikasi dua arah ini bisa menjadi bersifat
privat maupun terbuka. Pada ruang komunikasi yang bersifat terbuka, sering tidak disadari
bahwa ada norma-norma yang mengikat interaksi tersebut.
Salah satu norma yang berimplikasi pada ruang sengketa adalah norma hukum.
Keberadaan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 310 Ayat (1) juncto UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), pada
dasarnya menjadi rambu-rambu dalam interaksi sosial melalui internet. UU ITE mengatur
berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya,

baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Pada UU ITE ini juga diatur berbagai
ancaman hukuman bagi kejahatan melalui internet. Sementara dalam KUHP, khususnya
Pasal 310 Ayat (1), juga diatur masalah pencemaran nama baik.
Setidaknya ada 2 (dua) kasus yang sudah dijerat dengan UU ITE, yaitu Kasus Prita
Mulyasari dan Kasus Yogi Santani. Prita Mulyasari didakwa dengan Pasal 27 Ayat (3)
Undang-Undang ITE tentang pencemaran nama baik lewat dunia maya. Berawal dari rasa

kecewa Prita atas pelayanan RS Omni Internasional yang ditumpahkan melalui email dan
disebarkan melalui mailing list. Berita kecewa itu menyebar dari satu email ke email
lainnya dan dari milis A ke milis B, hingga akhirnya terbaca oleh pihak RS. Omni.
Penyelesaian yang ditempuh dari pihak RS. Omni adalah memperkarakan Prita dengan
delik aduan pencemaran nama baik. Prita Mulyasari dijerat dengan Pasal 27 Ayat (3) yang
bunyi selengkapnya : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran
nama baik”.
Pada Kasus Yogi Sentani, penyidik Mabes Polri menuduh Yogi melanggar Pasal 35
jo Pasal 51 Ayat (1) UU ITE. Ancaman pidana pasal itu di atas lima tahun. Yogi diduga
menyebarkan foto korban Sukhoi Superjet 100 di Cijeruk Gunung Salak, beberapa waktu
lalu, yang ternyata foto tersebut adalah korban tragedi pesawat di India pada tahun 2010.
Penyebaran foto itu berdampak pada kejiwaan keluarga korban yang masih menunggu
proses evakuasi dari tempat kejadian. Pasal 35 UU ITE menyebutkan “Setiap orang
dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan,
perubahan, penghilangan, pengrusakan informasi elektronik dan atau dokumen elektronik
dengan tujuan agar informasi elektronik dan atau dokumen elektronik tersebut dianggap
seolah-olah data yang otentik”. Pasal 51 Ayat (1) menyebutkan, “Setiap orang yang
memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara

paling lama 12 tahun dan atau denda paling banyak Rp12 miliar”.[3]
3.

UNDANG – UNDANG ITE
Pembentukan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE), berfungsi untuk melindungi kepentingan negara, publik, dan swasta dari
kejahatan siber (cyber crime). Secara gasris besar terdapat tiga pasal yang berafiliasi
dengan penggunaan internet terutama media sosial, yaitu tentang pencemaran nama baik
(defamation), Suku, Ras, Agama, dan Antar golongan (SARA), dan ancaman melalui
dokumen elektronik atau secara online.[4] Terbitnya UU ITE sempat menjadi pro dan
kontra di kalangan pengguna media sosial, pasalnya undang-undang yang bertujuan untuk
mengurangi kejahatan siber cenderung menjadi senjata untuk mengkriminalisasikan
masyarakat yang memanfaatkan media sosial untuk beropini, menyampaikan keluhan,

hingga menyampaikan kritik terhadap layanan public atau bahkan terhadap kebijakan
pemerintah. Selain itu berdasarkan data dari Southeast Asia Freedom of Expression
Network (SAFEnet) sepanjang 2016 ada lebih dari 200 pelaporan ke polisi atas dasar
tuduhan pencemaran nama baik, penodaan agama, dan ancaman melalui dokumen
elektronik, yang berbasiskan UU ITE. SAFEnet juga mencatat munculnya 4 (empat) pola
pemidanaan baru, yaitu aksi balas dendam, barter hukum, membungkam kritik dan terapi

kejut yang sangat berbeda, jika tidak dapat disebut menyimpang dari tujuan awal ketika
UU ITE dibentuk. [5]

Gambar 2 Perbandingan jumlah pengguna media sosial yang terjerat UU ITE
Dalam revisi dari Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (ITE) ke Undang-Undang No. 18 Tahun 2016 Tentang Perubahan UU
no 11 Tahun 2008, salah satu pasal menyatakan pemerintah dalam hal ini Kementrian
Komunikasi dan Informatika dapat melakukan pemblokiran terhadap situs-situs tertentu
yang diduga digunakan secara menyimpang dari ketentuan peraturan perundangundangan.[6].
Salah satu yang menjadi perhatian public saat ini adalah pemblokiran akses aplikasi
Telegram oleh Kominfo. Pemblokiran akses berdasarkan temuan dari Kominfo dan
Kementrian atau lembaga terkait telah ditemukan konten-konten yang tidak sesuai dengan
Undang-undang yang berlaku di Indonesia terutama konten yang menyangkut penyebaran
radikalisme dan terorisme. Sebelumnya pihak Kominfo telah mengirimkan email ke pihak
Telegram perihal pembersihan konten-konten tersebut. Tapi karena tidak ada balasan dari
pihak Telegram sejak dari bulan Maret 2017 sampai bulan Juli 2017.
Pemblokiran akan dilakukan ke setiap media sosial selama dari masing-masing
pengelola tidak bekerjasama untuk mendukung kebijakan pemerintah Indonesia tentang
penapisan radikalisme, hate speech SARA dan hoax. [7]


4.

PENUTUP
Terlepas dari pro kontra yang terjadi, dampak positif maupun negative dari
pemanfaatan media sosial di Indonesia sangat luas mencakup berbagai bidang. Mesikipun
penggunaan dan pemanfaatannya menjadi hak bagi setiap warga negara Indonesia sebagai
sarana kebebasan untuk berpendapat yang telah dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945
yang tertuang dalam pasal 28, perlu adanya regulasi serta hukum yang khusus mengatur
pemanfaatkan dan penggunaan agar dapat meminimalisi tindak kejahatan siber (cyber
crime) yang dapat merugikan banyak pihak bahkan mengancam keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Selain regulasi serta hukum, pemahaman oleh masyarakat dan
sosialisasi oleh pihak berwenang tentang regulasi yang ada menjadi hal yang wajib untuk
dilaksanakan. Sebab sebaik apapun Undang-Undang (ITE) dibuat jika tanpa kesadaran
akan hukum dari masyarakat tidak akan berpengaruh. Dan yang terpenting sebagai
pengguna dapat menjaga etika dan bijak dalam ber-media sosial.

REFERENSI
[1] Indonesia, Undang-Undang Telekomunikasi, UU No. 36 tahun 1999, LN No. 154
Tahun 1999, TLN No. 3881, Penjelasan Umum
[2] Perkembangan Pengguna Internet dan Media sosial di Indonesia diambil dari

https://wearesocial.com
[3] Hati-hati Memanfaatkan Media Sosial, diambil dari http://www.bin.go.id
[4] Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ITE)
[5] UU ITE Baru dan Risiko Hukum Bagi Pengguna Media Sosial, diambil dari
http://www.hukumonline.com
[6] UU Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan UU no 11 Tahun 2008
[7] Biro Humas Kementrian Kominfo Siaran Pers Kementerian Komunikasi dan Informatika
No. 84/HM/KOMINFO/07/2017 Tentang Pemutusan Akses Aplikasi Telegram dan No.
86/HM/KOMINFO/07/2017 Tentang Perkembangan Terkini Mengenai Pemblokiran Akses
Aplikasi Telegram.