Pendahuluan: Pada bab ini penulis akan membahas secara Pelaksanaan perjanjian Open Sky di ASEAN: Pada bab ini Kedaulatan atas Ruang Udara: Pada bab ini penulis akan Tinjauan yuridis terhadap Open Sky 2015 dan regulasinya terhadap penerbangan di Indonesi

21

BAB I Pendahuluan: Pada bab ini penulis akan membahas secara

sistematis mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian, keaslian penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan itu sendiri.

BAB II Pelaksanaan perjanjian Open Sky di ASEAN: Pada bab ini

penulis akan menguraikan lebih lanjut pemahaman teoritis mengenai ASEAN Association of South East Asian Nation dan Open Sky itu sendiri termasuk prosedur ataupun aturan penerbangan antar negara-negara di ASEAN.

BAB III Kedaulatan atas Ruang Udara: Pada bab ini penulis akan

membahas mengenai pengertian hukum udara dan kedaulatan negara menurut Konvensi Internasional.

BAB IV Tinjauan yuridis terhadap Open Sky 2015 dan regulasinya terhadap penerbangan di Indonesia:

Pada bab ini penulis akan membahas mengenai Upaya-upaya penerbangan di Indonesia dalam menghadapi Open Sky ASEAN 2015, dan Penerapan prosedur pelaksanaan Open Sky ASEAN di Indonesia 22 BAB II PELAKSANAAN PERJANJIAN OPEN SKY ASEAN 2015 A. Association of South East Asia Nation ASEAN 1 Sejarah ASEAN Association of South East Asia Nations atau disebut sebagai ASEAN merupakan suatu organisasi internasional yang mana didirikan oleh 5 negara pendiri yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Perjanjian tersebut di sahkan di Bangkok, Thailand pada tanggal 8 Agustus 1967 yang mana pada saat itu ditandatangani oleh Menteri Luar negeri masing-masing negara yaitu : Menteri Luar Negeri Indonesia : Adam Malik Menteri Luar Negeri Filipina : Narsisco Ramos Wakil Perdana Menteri Malaysia : Tun Abdul Razak Menteri Luar Negeri Singapura : Sinatambi Rajaratnam Menteri Luar Negeri Thailand : Thanat Koman Negara-negara yang menandatangani Deklarasi Bangkok akan secara resmi langsung menjadi anggota ASEAN. Adapun isi dari Deklarasi Bangkok tersebut adalah : 1. Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional di setiap negara 2. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan perkembangan kebudayaan di kawasan Asia Tenggara 3. Memelihara kerja sama yang baik diantara organisasi regional maupun organisasi internasional 23 4. Meningkatkan kerjasama untuk memajukan pendidikan dan penelitian di kawasan Asia Tenggara 5. Meningkatkan kerja sama dan saling membantu untuk kepentingan bersama dalam bidang ekonomi, sosial, teknik, ilmu pengetahuan, dan administrasi Pada tanggal 7 Januari 1984, Brunei Darussalam memutuskan untuk bergabung menjadi anggota ASEAN yang mana menjadi anggota ASEAN pertama diluar dari negara pendiri Indonesia, Thailand, Singapura, Malaysia, dan Filipina. Sebelas tahun kemudian, Vietnam memutuskan bergabung menjadi anggota ASEAN yang mana menjadi anggota ketujuh pada tanggal 28 Juli 1995. Myanmar dan Laos kemudian menyusul menjadi anggota ASEAN dua tahun kemudian pada tanggal 23 Juli 1997. Pada tanggal 16 Desember 1998, ASEAN kembali menerima anggota baru yaitu Kamboja. Rencana Kamboja untuk bergabung dengan ASEAN sempat ditunda karena adanya masalah politik internal yang terjadi di negara Kamboja. Setelah kesemua negara di Asia Tenggara telah bergabung dengan ASEAN, Timor Leste, yang tak lain merupakan pecahan dari Indonesia memutuskan untuk bergabung di dalam ASEAN walaupun keanggotaannya belum terpenuhi sepenuhnya 9 9 Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara, Op.Cit 24 2 Pengertian ASEAN Dari segi geografis, negara-negara Asia Tenggara terletak di antara 2 benua, yaitu Benua Asia dan Benua Australia, dan terletak di antara 2 samudera, yaitu samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Dengan letak yang demikian itu maka negara-negra Asia Tenggara merupakan suatu daerah regional yang mudah saling mengadakan hubungan 10 . Association of Southeast Asia Nations atau yang sering disebut sebagai ASEAN merupakan suatu Organisasi Internasional antar negara asia tenggara yang mencakup masalah politik, budaya dan ekonomi yang didirikan di Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967 yang didasarkan oleh Deklarasi Bangkok dimana mencakup Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina dan Thailand. Yang setelahnya terdapat negara-negara lain yang kemudian bergabung kedalam ASEAN yaitu Brunei Darussalam, Vietnam, Myanmar, Laos, dan Kamboja. ASEAN meliputi wilayah daratan seluas 4.46 juta km² atau setara dengan 3 total luas daratan di Bumi, dan memiliki populasi yang mendekati angka 600 juta orang atau setara dengan 8.8 total populasi dunia. Luas wilayah laut ASEAN tiga kali lipat dari luas wilayah daratan . Organisasi ini didirikan dengan maksud untuk memajukan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, pengembangan kebudayaan negara-negara anggotanya, memajukan perdamaian dan stabilitas di tingkat regionalnya, serta meningkatkan 10 Sejarah berdirinya ASEAN dan tujuannya, sebagaimana dimuat di dalam http:sejarahnasionaldandunia.blogspot.com201304sudah-kita-bahas-pada-posting.html yang diakses pada tanggal 11 Maret 2015 25 kesempatan untuk membahas perbedaan di antara anggotanya dengan damai 11 1. Menghormati kemerdakaan, kedaulatan, kesamaan, integritas wilayah nasional, dan identitas nasional setiap negara . Adapun pada dasarnya ASEAN mempunyai Prinsip-prinsip sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 2 ayat 2 Piagam ASEAN yang mana sebagai berikut : 2. Adanya kerja sama efektif setiap negara anggot 3. Tidak mencampuri urusan internal negara sesama anggota 4. Menjunjung tinggi Piagam PBB dan Hukum Internasional termasuk hukum Humaniter Internasional yang disetujui oleh negara sesama anggota 5. Menolak penggunaan kekuatan yang dapat mematikanyang mana tidak tercantum di dalam Hukum Internasional 6. Kepatuhan terhadap aturan hukum, tata pemerintahan yang baik, prinsip-prinsip demokrasi dan pemerintahan yang konstitusional 7. Sentralitas ASEAN dalam hubungan politik, ekonomi, sosial dan budaya eksternal sambil tetap aktif terlibat, berwawasan ke luar, inklusif dan tidak diskriminatif 8. Penyelesaian perbedaan ataupun perdebatan dengan cara damai antar sesama anggota 11 Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara, sebagaimana dimuat dalam http:id.wikipedia.orgwikiPerhimpunan_Bangsa-Bangsa_Asia_Tenggara yang diakses pada tanggal 11 Maret 2015. 26 9. Berbagi komitmen dan tanggung jawab kolektif dalam meningkatkan perdamaian, keamanan dan kemakmuran regional 10. Menghormati perbedaan budaya, bahasa dan agama dari masyarakat ASEAN, sementara menekankan nilai-nilai bersama dalam semangat persatuan dalam keanekaragaman ASEAN sebagai Organisasi Internasional mempunyai tujuan sebagai berikut : 1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi dan kemajuan sosial budaya di kawasan Asia Tenggara 2. Memajukan perdamaian dan stabilitas regional Asia Tenggara 3. Memajukan kerjasama dan saling mambantu kepentingan bersama dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi 4. Memajukan kerja sama di bidang pertanian, industri, perdagangan, pengangkutan, dan komunikasi 5. Memajukan penelitian bersama mengenai masalah-masalah di Asia Tenggara 6. Memeliahara kerjasama yang lebih erat dengan Organisasi Internasional dan Regional 7. Memberikan bantuan di dalam sektor pendidikan, ekonomi,pertanian, profesi, teknik dan administrasi Dalam perjalanan ASEAN sejak dibentuknya 8 Agustus 1967 hingga pada saat ini, negara ASEAN sudah memiliki 392 perjanjian hukum di ASEAN. Sejak ASEAN memiliki Piagam pada tahun 2008, ASEAN 27 sendiri telah mempunyai legal personality yang dapat diartikan sebagai suatu kesepakatan antar negara ASEAN yang berisi : 1. Menghormati prinsip-prinsip territorial, kedaulatan integritas, non interverensim dan identitas nasional anggota ASEAN 2. Menegakkan Hukum Internasional sehubungan dengan hak asasi manusia, keadilan sosial dan perdagangan multilateral 3. Mendorong integrasi regional perdagangan 4. Menekankan sentralitas ASEAN dalam kerjasama di dalam ringkup regional 5. Peningkatan jumlah KTT Konverensi Tingkat Tinggi ASEAN menjadi dua kali dalam setahun dan kemampuan untuk menangani situasi darurat 6. Pengembangan hubungan eksternal ramah dam posisi dengan PBB seperti Uni Eropa 7. Penunjukan Perwakilan Sekretaris Jendral dan Tetap ASEAN 8. Pembentukan badan hak asasi manusia dan mekanisme sengketa yang belum terselesaikan, yang mana akan diputuskan di puncak ASEAN 9. Penggunaan bendera ASEAN, lagu kebangsaan, lambang dan perayaan hari ASEAN yang mana jatuh pada tanggal 8 Agustus 10. Menekankan sentralitas ASEAN dalam kerja sama regional 12 12 I Gusti Agung Wesaka Puja , Sosialisasi Komunitas ASEAN 2015 dan Lokakarya Isu- Isu Hukum di ASEAN untuk dosen hukum, 2014, hal 7 28 3 Bentuk-bentuk Kerjasama ASEAN ASEAN sendiri sebagai suatu organisasi tentunya mempunyai bentuk-bentuk kerja sama yang harus dilakukan guna mencapai terselenggaranya tujuan dan prinsip-prinsip dari ASEAN itu sendiri. Bentuk-bentuk kerjasama ASEAN antar negara antara lain di dalam bidang Ekonomi, Sosial-Budaya, dan Politik. a. Bidang Ekonomi Kerjasama ekonomi sebagaimana yang diamanatkan oleh Deklarasi Bangkok adalah tulang punggung kerjasama ASEAN. Oleh sebab itu, tidak heran bahwa kemajuan ASEAN seringkali diukur dari kemajuan ekonominya 13 . ASEAN juga telah menandatangani ASEAN PTA Prefential Tranding Arrangement yaitu pengaturan dagang presensial pada tanggal 24 February 1977 di Manila 14 1. Mempromosikan produk-produk usaha sesama ASEAN, Investasi usaha di beberapa negara ASEAN dan mengembangkan pariwisata yang dibangun para anggota ASEAN . Didalam bidang ekonomi ini sendiri membahas mengenai usaha ASEAN untuk menciptakan perdagangan yang saling menguntungkan antar negara anggota yang mana direalisasikan dalam bentuk : 2. Menyediakan cadangan pangan terutama beras untuk para anggota ASEAN 13 M.Sabir, Op.Cit, hal 90 14 Melia Galok, Bentuk Kerjasama dalam ASEAN, sebagaimana dicantumkan dalam http:sekelebatilmu.blogspot.com201307bentuk-kerjasama-dalam-asean.html yang diakses pada tanggal 16 Maret 2015 29 3. Membangun proyek-proyek industri ASEAN seperti proyek Pabrik pupuk urea ammonia di Indonesia dan Malaysia, Pabrik Industri Tembaga di Singapura dan Superfosfor di Thailand 15 b. Bidang Sosial-Budaya Bidang non-politik dan non-ekonomi ini sering pula disebut bidang fungsional dan dalam Deklarasi ASEAN yang mana bidang ini sama derajatnya dengan bidang ekonomi. Semula kerjasama Sosial-Budaya dan penerangan dikelola oleh Panitia Tetap mengenai Kegiatan-kegiatan Sosial-Budaya yang dibentuk di Manila pada tanggal 5 Januari 1972 dengan pokok acuan : 1. Mempertimbangkan dan menganjurkan untuk menyelenggarakan proyek sosial kemanusiaan seperti kesejahteraan sosial, pengawasan terhadap penyalahgunaan narkotika, dan kerjasama menanggulangi bencana alam 16 2. Pertukaran pelajar antar anggota ASEAN, Pemberantasan buta huruf, dan mengadakan kongres pemuda ASEAN 17 3. Membantu melestarikan pengembangan warisan seni-budaya negara-negara anggota dan organisasi pelayanannya diberbagai kegiatan dan media masa ASEAN 18 15 Macam-macam bentuk kerjasama ASEAN, sebagaimana dimuat dalam http:www.anneahira.comkerjasama-asean.htm yang mana telah diakses pada tanggal 16 Maret 2015 16 M. Sabir , Op.Cit, hal 102-103 17 Macam-macam bentuk kerjasama ASEAN, sebagaimana dimuat dalam http:www.anneahira.comkerjasama-asean.htm yang mana telah diakses pada tanggal 16 Maret 2015 18 M. Sabir , Op.Cit, hal 103 30 c. Bidang Politik Seperti tercantum dalam Deklarasi Bangkok, kerjasama regional ASEAN hanya dititikberatkan pada bidang ekonomi dan sosial budaya saja, namun dalam kenyataannya tidak dapat dipungkiri bahwa bidang politik berkembang sedemikan rupa. Hal ini dengan mudah dapat dimengerti mengingat bahwa politik mempunyai hubungan yang erat dengan ekonomi 19 . Di dalam bidang politik ini para anggota ASEAN sepakat jika terjadi suatu permasalahan di antara negara-negara anggota , maka akan diselesaiakan melalui meja perundingan. Para anggota ASEAN juga sepakat bahwa kawasan Asia Tenggara bebas dari senjata nuklir 20 atau disebut sebagai SEANWFZ South East Asian Nuclear Weapon Free Zone, dan salah satu prestasi yang cukup penting dari ASEAN adalah lahirnya Deklarasi ZOPFAN Zona Of Peace, Freedom, And Neutrality dicanangkan tanggal 27 November 1971. ASEAN akan mengusahakan pengakuan dan penghormatan wilayah Asia Tenggara sebagai zona bebas dan netral dari kekuasaan luar dan memperluas kerjasama dengan penuh solidaritas 21 . 19 Ibid, hal 113 20 Bentuk Kerjasama ASEAN, sebagaimana dimuat dalam http:www.binasyifa.com9295727bentuk-kerjasama-asean.htm yang diakses pada tanggal 16 Maret 2015 21 Bentuk Kerjasama dalam ASEAN, sebagaimana dimuat dalam http:sekelebatilmu. blogspot.com201307bentuk- kerjasama-dalam-asean.html yang diakses pada tanggal 16 Maret 2015 31 B. Open Sky Policy Pada kenyataannya Open Sky bukan merupakan suatu target yang baru dalam ruang lingkup ASEAN. Pada Desember 1995, para pemimpin ASEAN bertemu di Bangkok bertepatan dengan berlangsungnya the Fifth Summit dan memutuskan untuk memasukkan perkembangan terhadap Open Sky dalam the Plan of Action for Transport and Communication 1994-1996. Selama pertemuan pertama yang diselenggarakan di Bali pada tahun yang sama, the ASEAN Transport Minister setuju untuk melakukan kerjasama dalam the Development of a Competitive Air Transport Services Policy yang mana menjadi tahap awal menuju Open Sky policy di ASEAN. Open Sky secara spesifik merupakan : a. Perkembangan peraturan liberalisasi terhadap layanan angkutan udara b. Penerapan liberalisasi dan pengaturan layanan udara yang lebih fleksibel, khususnya pada sub-regional ASEAN Indonesia-Brunei- Malaysia-Filipina dan East ASEAN Growth Area BIMP-EAGA yaitu Laos, Myanmar, Kambodia, dan Vietnam 22 1 Pengertian Open Sky . Open Sky sendiri diartikan sebagai suatu kesepakatan Langit terbuka yang mana merupakan bentuk liberalisasi atas peraturan dan regulasi yang berkaitan dengan industri penerbangan, khususnya penerbangan komersil dengan tujuan untuk menciptakan lingkungan 22 Peter Forsyth dan John King, dkk, Preparing ASEAN For Open Sky, Monash International Pty Ltd, 2004, hal 1 32 pasar bebas dalam industri penerbangan 23 . Open Sky sendiri secara prakteknya tidak benar-benar dikatakan sebagai langit terbuka, bahkan bagi maskapai yang bertempat di negara anggota ASEAN sekalipun karna pada kebijakan ini tidak dicantumkan mengenai kebebasan ke tujuh, ke delapan dan kesembilan. ASEAN Open Sky tidaklah dapat sebebas pasar penerbangan tunggal di Uni Eropa tetapi setidaknya akan lebih bebas jika dibandingkan dengan perjanjian bilateral maupun perjanjian lainnya yang kini tengah diterapkan dalam maskapai penerbangan ASEAN 24 . Sebelumnya, Indonesia pernah menerapkan kebijakan Open Sky pada bulan Januari 2005 dimana bertujuan untuk mempermudah pengiriman bantuan dan misi kemanusiaan pasca bencana Tsunami di Aceh yang mana kebijakan tersebut memungkinkan penerbangan langsung ke bandara tujuan, sebagai contoh misalnya Singapore Airlines bisa terbang langsung pada rute Jakarta-Bangkok, atau Garuda Indonesia Airlines bisa terbang langsung Kuala Lumpur-Singapura 25 Dalam konteks ini, Open Sky policy sendiri akan diterapkan di dalam ruang lingkup ASEAN yang mana kesepakatan ini telah ditandatangani oleh 10 kepala negara ASEAN pada Bali Concord II yang dideklarasikan dalam KTT Konverensi Tingkat Tinggi ASEAN . 23 Open Skies, sebagaimana dimuat didalam http:en.wikipedia.orgwikiOpen_skies yang diakses pada tanggal 19 Maret 2015 24 Prakarsa Infrastruktur Indonesia , Jurnal Prakarsa Infrastruktur Indonesia, hal.19 25 Kebijakan Open Sky ASEAN dan Implikasinya bagi Indonesia, sebagaimana dimuat dalamhttps:jihanyulanda16.wordpress.comcategoryuncategorized yang diakses pada tanggal 27 Maret 2015 33 pada tahun 2003. Pokok tujuan Open Sky ASEAN adalah untuk membuka wilayah udara antar negara sesama anggota ASEAN, dan setelah diberlakukan maka ASEAN Open Sky akan membebaskan maskapai, pengelola bandar udara, pengatur penerbangan di darat ground handling, hingga pengatur lalu lintas penerbangan untuk bebas berusaha dan berekspansi. Tahap-tahap menuju Open Sky ASEAN itu sendiri telah dilakukan sejak 2008, diantaranya telah dihapuskannya hambatan penerbangan antar ibukota negara ASEAN, yang mana telah diterapkan dalam Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle IMT-GT yang telah melakukan kerjasama liberal. Selanjutnya, liberalisasi yang sama dijalankan tahun 2009 pada hak angkut kargo, diikuti kemudian hak angkut penumpang tahun 2010 dengan puncaknya pada ASEAN Single Aviation Market tahun 2015. Liberalisasi angkutan penerbangan ini tertuang dalam The ASEAN Air Transport Working Group, “The Roadmap for the Integration of ASEAN: Competitive Air Services Policy 26 . Open Sky akan menjadi komponen yang sangat penting terhadap integrasi ekonomi secara keseluruhan mengingat bahwa angkutan udara sangat penting khususnya untuk komunikasi bisnis yang mana memungkinkan kegiatan perdagangan dan investasi. Open Sky juga mengarah kepada kompetensi di bidang industri penerbangan yang mempunyai potensi yang sangat penting di bidang ekspor 27 26 Indonesia menghadapi ASEAN Open Sky 2015, sebagaimana dimuat dalam http:membunuhindonesia.net201501indonesia-menghadapi-asean-open-sky-2015 yang diakses pada tanggal 22 Maret 2015 27 Peter Forsyth dan John King, dkk, Loc.Cit juga 34 memungkinkan adanya pertambahan jasa penerbangan dalam konteks internasional dan juga menciptakan peluang bisnis terhadap perusahaan pengangkutan udara. Di dalam perjanjian Open Sky biasanya mengandung beberapa ketentuan yaitu : 1. Kompetisi Pasar Bebas Yang mana biasanya di tandai dengan dibebaskannya pembatasan-pembatasan yang berkaitan dengan rute, jumlah, kapasitas, jenis, frekuensi atas pesawat yang akan beroperasi. 2. Harga Ditentukan oleh kebutuhan Pasar Perjanjian Open Sky membebaskan perusahaan pengangkutan penerbangan memfleksibelkan harga sesuai dengan pasar. 3. Berkompetisi secara setara dan adil Yang mana mencakup di dalam perjanjian bahwasanya, misalnya, perusahaan pengangkutan diizinkan untuk membuka kantor pemasaran di negara yang mana telah menandatangani perjanjian. 4. Kerjasama dalam bidang pemasaran Biasanya perusahaan pengangkutan diizinkan untuk ikut serta dalam kerjasama di bidang pemasaran dan perjanjian sewa atas pesawat dari negara yang menjadi pihak dalam perjanjian tersebut 5. Penyelesaian atas perselisihan Perjanjian Open Sky mengikutsertakan prosedur-prosedur pernyelesaian perselisihan maupun perbedaan yang mungkin akan terjadi selama adanya perjanjian tersebut 35 6. Liberal Charter Agreement Dalam perjanjian Open Sky memuat adanya ketentuan yang membebaskan pasar bebas 7. Keselamatan dan keamanan Dalam hal ini pemerintah atas negara yang bersangkutan sepakat untuk lebih memperhatikan tingkat keamanan dan keselamatan penerbangan 8. Hak pilihan terhadap Cargo Dalam perjanjian Open Sky memuat bahwa pesawat negara anggota yang membawa muatankargo diperbolehkan untuk mengoperasikan layanan muatankargo murni antara negara anggota lain dan negara ketiga tanpa harus berhenti di negara asal muatankargo 28 2 Bentuk Kerjasama Open Sky di berbagai negara . Open Sky yang diartikan sebagai sebuah kebijakan liberal terhadap penerbangan nyatanya telah diterapkan di beberapa negara. Tidak dapat dipungkiri bahwasanya kurang lebih dua puluh lima tahun belakangan ini Open Sky policy telah membuat banyak perubahan terhadap peraturan penerbangan. Open Sky sendiri dapat dilakukan melalui hubungan bilateral maupun multilateral. 28 Ibid, hal 10-11 36 Beberapa negara telah menerapkan kebijakan Open Sky, yaitu: 29 1. Pesawat Cananda dan US bebas melewati cross-border services tanpa ada pembatasan ukuran, kapasitas, frekuensi atas pesawat US-CANADA Setelah mengikuti kebijakan konservatif pada tahun 1980 dan awal 1990, Canada mengadopsi kebijakan penerbangan internasional yang baru pada tahun 1994. Kebijakan tersebut berusaha memberikan konsumen pilihan yang lebih baik dengan cara melakukan pendekatan “use it or lose it” kepada Canadian International Route Right dan dengan cara memfasilitasi akses perusahaan pengangkutan asing kedalam pasar Canada. Kebijakan Open Sky diberlakukan terhadap Canada dan United States US pada tahun 1995 awal yang mana mempunyai beberapa ketentuan yaitu : 2. Perjanjian 1995 menyediakan perusahaan penerbangan Canada tempat terbatas di bandara Chicago O’Hare and New York La Guardia. 3. Proses untuk menyetujui bahwa tarif Canada-US telah diliberalisasi 29 Ibid, hal 12-30 37 4. Pesawat Cananda dan US bebas melewati cross-border cargo services Diikuti dengan ditandatanganinya perjanjian tersebut, lalu lintas udara Canada dan US meningkat, pada tahun 1994 penumpang mencapai 13,6 juta dan di tahun 1999 penumpang mengingkat menjadi mendekati 20 juta penumpang. Australia dan New Zealand telah membentuk kebijakan penerbangan regional pada tahun 1990. Hal ini di artikan bahwa pesawat dari kedua negara dapat beroperasi tanpa hambatan walaupun pembatasan hak masih berlaku. AUSTRALIA-NEW ZEALAND Pergerakan yang paling cepat terhadap Open Skies telah terlebih dahulu dicapai di Eropa. Sebelum kebijakan liberal, Eropa telah memiliki kebijakan transportasi udara sendiri air transport policy. Kebijakan ini dikemas dalam Bilateral Air Service Agreement antar masing-masing negara. Dalam kebijakan ini, terdapat ruang lingkup yang terbatas untuk berkompetensi dalam beberapa rute, dan rute-rute ini didominasi oleh rute berjadwal yang telah ditunjuk. Dalam lima tahun pertama penerbangan Eropa menunjukkan kemajuaannya meskipun tidak besar. EUROPEAN OPEN SKIES 38 Dalam 30 tahun belakangan ini, Amerika pada kenyataannya telah manandatangani lebih dari 100 perjanjian Open Sky yang bertujuan untuk menghilangkan pembatasan terhadap penerbangan yang mana dilihat menguntungkan oleh Amerika dalam bidang pariwisata karena dapat menurunkan tarif penerbangan dan meningkatkan pelayanan AMERICAN OPEN SKIES 30 Suatu langkah besar dilakukan oleh negara Belanda yang mana pada tahun 1992, Belanda menandatangani perjanjian Open Sky dengan Amerika secara bilateral meskipun otoritas Uni Eropa mengemukakan keberatan atas tindakan Belanda tersebut . Amerika sendiri telah mengikuti perjanjian Open Sky sejak tahun 1979 dan pada tahun 1982, Amerika menandatangani 23 perjanjian penerbangan bilateral khususnya dengan negara-negara yang lebih kecil yang mana pada tahun 1990 diikuti oleh ditandatanganinya perjanjian tersebut dengan beberapa negara Eropa secara individu. 31 30 Airlines Against Open Skies, sebagimana dimuat dalam http: www.nytimes.com 20150217opinionairlines-against-open-skies.html?_r=0 yang diakses pada tanggal 24 Maret 2015 . Dengan seiring berjalannya waktu maka pada tanggal 30 April 2007, Amerika menandatangani Open Sky Agreement dengan Uni- Eropa yang mana dilangsungkan di Washington DC, dan perjanjian tersebut mulai berjalan efektif pada tanggal 30 Maret 2008 yang 31 Open Skies Agreement, sebagaimana dimuat dalam http:mtu-hblog . blogspot.com 201101open-skies-agreement.html yang diakses pada tanggal 23 Maret 2015 39 mana perjanjian ini mengganti perjanjian lama terhadap Amerika dengan negara-negara individu Eropa 32 1. Pada tahun 2001 dalam Multilateral Agreement on Liberalization of International Air Transportation MALIAT dengan Selandia Baru, Singapura, Brunei, dan Chili yang mana juga diikuti oleh Tonga, Mongolia dan Samoa. . Amerika juga telah menegosiasikan 2 buah perjanjian multilateral yaitu : 2. Pada tahun 2007 dalam Air Transport Agreement with European Community dan 27 negara anggotanya 33 Dilihat dari keuntungan-keuntungan yang dihasilkan dari perjanjian Open Sky diatas, hal tersebut tak luput dari sisi negatifnya. Terkadang ada beberapa negara yang tidak sanggup untuk menjalankan peraturan tersebut dengan optimal. Salah satunya dapat dilihat dari kasus Open Sky yang diterapkan di Canada dan US, bahwa pada kenyataannya Canada sendiri kewalahan untuk menyaingi pesawat terbang milik US yang mana sudah pasti lebih mempunyai kemampuan daya saing yang lebih tinggi. Hasilnya, kebangkrutan pun melanda Canada karna dianggap tidak dapat menyaingi US. 32 EU–US Open Skies Agreement, sebagaimana dimuat dalam http: en.wikipedia. orgwikiEUE28093US_Open_Skies_Agreement yang diakses pada tanggal 23 Maret 2015 33 Open Skies Agreements, sebagaimana dimuat dalam http: www. State . goveebtraataindex.htm yang diakses pada tanggal 24 maret 2015 40 C. Prosedur mengenai Freedom of the Air Freedom of the Air atau sering disebut sebagai Hak kebebasan berudara dapat diartikan dengan peraturan terhadap penerbangan sipil yang mana memberikan hak istimewa terhadap perusahaan penerbangan di suatu negara untuk mendarat dan melewati ruang udara negara lain. Hal ini disebutkan didalam Konvensi Paris 1919 Pasal 15 paragraf 1 yang menyebutkan : “Every aircraft of contracting state has the right to across the airspace of another state without landing. In this case it shall follows the routes fixed by the state over which the flight takes place. However, for reason of national security, it will be obliged to land if ordered to do so by means of the signals provided in annex d 34 1. 1 st Freedom of the Air ” Hak suatu penerbangan baik berjadwal maupun tidak berjadwal untuk terbangmelintasi wilayah negara lain tanpa mendarat. Misalnya, Toronto-Mexico City terbang dengan pesawat Canada melintasi Amerika Serikat 34 Negara berhak melakukan penerbangan lintas wilayah negara asing tanpa mendarat namun pesawat udara tersebut harus mengikuti rute yang telah ditetapkan oleh negara dimana pesawat tersebut melakukan penerbangan. 41 2. 2 nd Freedom of the Air Hak suatu penerbangan baik berjadwal maupun tidak berjadwal untuk melintasi wilayah negara lain C . Apabila ada keadaan tertentu yang mendesak, maka penerbangan tersebut dapat mendarat di negara kedua B tanpa mengangkut ataupun menurunkan penumpang maupun barang. Keadaan mendesak yang dimaksud disini misalnya pesawat kehabisan bahan bakar atau mengalami gangguan. 3. 3 rd Freedom of the Air Hak suatu penerbangan untuk mengangkut penumpang dengan tujuan negara pertama yang mana berasal dari negara pesawat itu sendiri. 4. 4 th Freedom of the Air Hak suatu penerbangan untuk mengangkut penumpang dari negara tujuan kembali ke negara asal. 42 5. 5 th Freedom of the Air Hak suatu penerbangan untuk mengangkut penumpang maupun barang dari negara pertama menuju negara ketiga dengan persetujuan negara kedua. Misalnya, Garuda Indonesia mengangkut barangpenumpang dari Malaysia menuju Thailand. 6. 6 th Freedom of the Air Hak suatu penerbangan untuk mengangkut penumpang ke negara ketiga dengan menggunakan negara asalnya sebagai titik transit penerbangan. 7. 7 th Freedom of the Air 43 Hak suatu penerbangan untuk mengangkut penumpang maupun barang atar dua negara di luar dari negara asalnya. 8. 8 th Freedom of the Air Hak suatu pesawat asing untuk mengangkut penumpang, surat, dan kargo di dalam ruang lingkup domestic antar kota pada negara kedua. Pada dasarnya, secara teoritis Freedom of the Air meliput 8 hak. Tetapi pada praktiknya hanya 5 hak saja yang sering diterapkan sehingga lebih dikenal dengan sebutan Five freedom of the Air. Kebebasan berudara merupakan landasan dari jaringan rute penerbangan komersil. 44 BAB III KEDAULATAN NEGARA ATAS RUANG UDARA DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL A. Hukum Udara Air Law Hukum udara maupun hukum luar angkasa merupakan hukum yang relatif baru karena hukum ini mulai berkembang sejak permulaan abad ke 20 setelah munculnya pesawat udara. Oleh karena itu berbeda dengan hukum laut yang pada umumnya bersumber dari hukum kebiasaan, hukum udara didasarkan pada ketentuan-ketentuan konvensional, sedangkan hukum kebiasaan hanya mempunyai peranan tambahan dalam pembentukan hukum udara 35 . Menurut Diedriks Veschoor, Hukum Udara adalah peraturan-peraturan yang mengatur mengenai penggunaan ruang udara dan pemanfaatannya untuk penerbangan baik secara umum atau publik dan juga negara-negara di dunia. Hukum udara juga dapat diartikan sebagai mencakup kumpulan peraturan yang mengatur penggunaan ruang udara beserta manfaatnya bagi penerbangan, masyarakat dan negara-negara di dunia 36 . Istilah hukum udara ataupun hukum udara internasional itu sendiri, dalam penggunaannya saat ini,mengacu kepada bagian hukum internasional yang mana berhubungan dengan penerbangan sipil. Hukum udara sendiri mempunyai norma-norma hukum public internasional yang mengatur objek udara – misalnya tentang wilayah kedaulatan di udara 37 . 35 Prof.Dr.Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam era dinamika Global, 2011, Bandung, PT.Alumni, hal 422 36 I.M.Ph.Diederiks Verschoor, An Introduction to Air Law, Kluwer, 1982, hlm.1 37 E.Suherman, Op.Cit, hal 6 45 1. Hukum Udara ditinjau dari segi Nasional Indonesia yang telah menjadi anggota International Civil Aviation Organization ICAO sejak tanggal 27 April 1950 telah menyempurnakan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 mengacu kepada Konvensi Chicago 1944 dan meperhatikan kebutuhan pertumbuhan transportasi udara di Indonesia. Peraturan ini juga bermaksud memberi kesempatan kepada swasta maupun pemerintah daerah untuk ikut serta berperan dalam pembangunan penerbangan di Indonesia 38 Indonesia sebagai negara yang berdaulat mempunyai hak untuk menentukan bentuk negara,membuat undang-undang dasar dan peraturan pelaksanaannya, hingga mengatur wilayah darat dan udara untuk kepentingan negara. Berkenaan dengan adanya hak dan kewenangan negara melaksanakan penegakan hukum di udara tidak terlepas dari muatan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 . Sumber Hukum Udara nasional terdapat di berbagai peraturan perundang-undangan nasional sebagai implementasi Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu juga juga bersumber dari perjanjian angkutan udara internasional Bilateral Air transport Agreement. 39 “Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai yang berbunyi: 38 Prof.Dr.H.K.Martono, Dr.Amad Sudiro, Op.Cit, hal 233-234 39 UU No.5 tahun 1960 tentang Undang-undang Dasar Pokok Agraria, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomo 104 Tahun 1960 46 karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional” . Sehingga dengan adanya hak tersebut, Indonesia berhak menciptakan batas-batas wilayahnya sendiri, di daratan maupun udara. Terdapat 2 batas wilayah udara di Indonesia, yaitu 40 a Batas Wilayah Udara Horizontal : Negara yang memiliki kedaulatan wilayah udara secara horizontal adalah sama halnya dengan seluas wilayah darat negaranya, sedangkan negara yang berpantai batas wilayahnya bertambah dengan adanya ketentuan hukum yang diatur dalam Article 3 United Nation Convention on the Law of the Sea UNCLOS 1982 yang menyebutkan bahwa negara pantai dapat menetapkan lebar wilayah lautnya sampai maksimum 12 mil yang diukur dari garis pangkal 41 Tetapi ada beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Kanada mengajukan secara sepihak untuk menetapkan jalur tambahan Contiguous Zone di ruang udara yang dikenal dengan istilah Air Defence Identification Zone A.D.I.Z yaitu setiap pesawat udara yang terbang menuju negara Amerika Serikat atau Kanada dalam jarak , maka dari itu penyelesaian wilayah udara secara horizontal adalah melalui perjanjian antar negara tetangga seperti halnya yang diatur dalam hukum laut internasional. 40 Ibid, hal 257-259 41 Yang menyebutkan bahwa “ Every State has the right to establish the breadth of its territorial sea up to a limit not exceeding 12 nautical miles, measured from baselines determined in accordance with this Convention” 47 200 mil harus menyebutkan jati diri pesawat udara , hal ini dilakukan untuk keamanan negara dari bahaya yang datang melalui ruang udara 42 b Batas Wilayah Udara Vertikal . Belum ada sikap Indonesia secara jelas mengenai batasan horizontal ini sehingga disimpulkan batasan ini juga mengacu kepada Pasal 2 Konvensi Chicago 1944, yaitu di atas laut teritorial sampai ketinggian tidak terbatas sebagaimana ditafsirkan oleh Mahkamah Internasional Permanent Court of International Justice serta mengingat posisi Indonesia di Khatulistiwa. Dalam Undang-Undang Nomor 83 Tahun 1958 tentang Penerbangan tidak secara tegas dan jelas mengatur mengenai kedaulatan di udara, namun bukan berarti tidak mengatur sama sekali. Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan secara tegas mengatur mengenai wilayah udara yang dimuat di dalam Pasal 4 yang berbunyi “Negara Republik Indonesia berdaulat penuh dan utuh atas wilayah udara Republik Indonesia”. Tetapi dalam undang-undang tersebut di atas, tidak ada pembahasan secara rinci terhadap pengaturan mengenai batas wilayah udara secara vertikal, karena itu di dalam praktiknya dilaksanakan sesuai dengan hukum kebiasaan internasional. Kedaulatan Republik 42 Menetapkan batas kedaulatan wilayah udara, sebagaimana dimuat dalam http:max- tentua.blogspot.com201106menetapkan-batas-kedaulatan-wilayah.html yang diakses pada tanggal 3 April 2015 48 Indonesia secara vertikal juga tergantung pada kemapuan Indonesia untuk mempertahankan kedaulatannya di udara 43 Dengan tidak diaturnya ketentuan-ketentuan hukum internasional yang mengatur tentang batas ketinggian wilayah udara yang dapat dimiliki oleh negara bawah, maka banyak negara-negara di dunia melakukan secara sepihak menetapkan batas ketinggian wilayah udara nasionalnya seperti yang dilakukan oleh negara Amerika Serikat melalui Space Command menetapkan batas vertikal udara adalah 100 kilometer. Sehingga dengan adanya peraturan yang menjadi kebiasaan Internasional itulah, Indonesia memutuskan untuk mengatur batar wilayah udaranya yang dimuat pada Pasal 6 ayat 1 Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Pengelolaan Ruang Udara Nasional menyebutkan sebagai berikut : “Batas vertikal pengelolaan ruang udara nasional sampai ketinggian 110 seratus sepuluh kilometer dari konfiguarsi permukaan bumi” . 44 2. Hukum Udara ditinjau dari segi Internasional . Hukum Udara sendiri memiliki berbagai macam pengertian. Hal tersebut dapat diartikan sebagai peraturan yang mengatur penggunaan wilayah udara dan pemanfaatannya untuk aktifitas penerbangan, masyarakat umum, dan negara-negara di dunia. Hukum Udara telah muncul pada kegiatan penerbangan internasional yaitu penerbangan 43 Prof.Dr.H.K. Martono, Dr.Amad Sudiro, Op.Cit, hal 258-260 44 Wawasan Nusantara, sebagaimana dimuat dalam https:christianbudiman000.wordpress.comwawasan-nusantara yang diakses pada tanggal 3 April 2015 49 pertama kali antara Paris dan London yang mana pada saat itu Konvensi Paris disahkan pada tahun 1919, tahun yang sama dengan penerbangan tersebut dilakukan 45 Hukum Udara Internasional mempunyai 6 sumber hukum sebagaimana disebutkan dalam Pasal 38 1 Piagam Mahkamah Internasional PMI . 46 Hukum kebiasaan Internasional customary law pada kenyataannya penerapannya semakin berkurang dengan adanya konvensi- konvensi internasional. Hal ini didasarkan karna melihat hukum kebiasaan tidak dapat menjamin suatu kepastian hukum. Tetapi hukum kebiasaan telah dilaksanakan oleh beberapa negara, misalnya Amerika yang menetapkan peraturan sepihak yaitu A.D.I.Z yang mana peraturan tersebut menyebutkan bahwa pesawat udara diharuskan mematuhi identifikasi mengatakan bahwa sumber-sumber hukum udara internasional adalah Perjanjian Internasional, Hukum Kebiasaan, Prinsip Hukum Umum, dan Yurisprudensi. Perjanjian Internasional itu sendiri meliputi semua perjanjian yang telah ditandatangani dan diratifikasi dimana perjanjiankonvensi multilateral merupakan sumber hukum udara yang paling mendasar. Langkah-langkah penerapan peraturan juga ditemukan di dalam perjanjian internasional dan konvensi. Klasifikasi lain yang relevan terhadap hukum udara adalah instrumen bilateral, seperti Undang-undang nasional, perjanjian kontrak antara negara dengan perusahaan penerbangan dsb. 45 Tang Ut Fong, Air Law, hal 2 46 “Internasional custom as evidence of a general practice, accepted as law” 50 khusus dan prosedur tambahan yang menyangkut dan berkenaan dengan lalu lintas udara semata-mata untuk kepentingan dan keamanan nasional negara yang menerapkannya. Tindakan Amerika tersebut diikuti oleh Kanada yang mempunyai Canadian Air Defence Identification Zone CADIZ 47 Prinsip Hukum Umum General Principle of Law diatur atau dirumuskan dalam Pasal 38 1 Piagam Mahkamah Internasional . 48 a Prinsip Bonafide Good faith yang mencakup beberapa asas yaitu : b Pacta Sun servanda c Abus de droit d Nebis in Idem e Equality rights f Non lequit Prinsip hukum umum berlaku dalam seluruh maupun sebagian besar hukum nasional negara-negara walaupun hukumnya berbeda-beda tetapi prinsip pokoknya tetaplah sama. Sedangkan Yurisprudensi yang sebagaimana dikenal dengan putusan peradilan dapat juga dijadikan sebagai sumber hukum udara internasional. Membahas mengenai Hukum Udara, tidak akan pernah luput dengan aturan-aturannya. Hukum Udara Internasional itu sendiri pertama 47 Prof.Dr.H.K Martono, Dr.Amad Sudiro, Op.Cit, hal 5 48 Yang berbunyi “general principles of law recognized by civilized nations” 51 kali diatur di dalam Paris Convention 1919 Konvensi Paris 1919 yang mana menjadi tombak acuan terhadap Hukum Udara pada saat itu. Pada tahun 1910, konverensi internasional terhadap navigasi udara pertama kali diselenggarakan tetapi pada saat itu belom dapat menghasilkan suatu keputusan ataupun perjanjian. Pada tahun 1913 merupakan perjanjian bilateral mengenai International Air Services pertama kalinya antara Jerman dan Prancis. Langkah terbesar adalah dilaksanakannya Konvensi Paris 1919 49 Tidak lama setelah itu, pada tahun 1944 lahirnya Konvensi baru yang merupakan revisi dari Konvensi Paris yaitu Konvensi Chicago Chicago Convention 1944. Konvensi Chicago ini diselenggarakan di Chicago atas undangan oleh Amerika Serikat dan dihadiri oleh 53 negara . Konvensi ini diselenggarakan pada tanggal 13 Oktober 1919 yang mana ditandatangani oleh 27 negara yang terdiri dari negara sekutu dan Amerika Latin. Konvensi ini merupakan konvensi pertama mengenai peraturan Internasional secara umum menyangkut penerbangan udara yang mana mulai diberlakukan pada tanggal 11 Juli 1922. Awalnya konvensi ini bersifat tertutup, dengan artian konvensi ini dijalankan hanya dengan negara-negara yang menang dalam Perang Dunia I saja namun pada tahun 1929 setelah direvisi Protokol 15 Juli 1929, maka Konvensi Paris menjadi konvensi yang bersifat umum karena sejak berlakunya protokol tersebut pada tahun 1933, terdapat 53 negara yang menjadi pihak. 49 Rudolf Bernhardt, Encyclopedia of Public International Law, 1989, Amsterdam, hal 6 52 tanpa Uni Soviet pada tanggal 1 November-7 Desember 1944 dan konvensi tersebut mulai berlaku pada tanggal 7 April 1947 50 1 Airspace Sovereignity . Hal ini dilatarbelakangi oleh kesadaran masyarakat internasional terhadap transportasi udara sehingga terdorong untuk menetapkan prinsip dan peraturan bersama guna mencapai standarisasi internasional yang berkaitan dengan prosedur penerbangan navigasi udara. Maka dari itu dibentuklah sebuah organisasi yang mana bertujuan mengembangkan teknik dan prinsip navigasi internasional dan memperkuat perencanaan dan pengembangan alat angkutan udara internasional sehingga dapat melakukan penerbangan sipil internasional secara aman dan teratur yang mana disebut sebagai International Civil Aviation Organization ICAO yang mana merupakan lembaga dari Perserikatan Bangsa-bangsa PBB. ICAO sendiri telah memiliki 191 negara anggota, termasuk Indonesia. Terdapat 4 prinsip Konvensi Chicago, yaitu : 2 Nationality of Aircraft 3 Condition to Fufill With Respect to Aircraft or by Their Operators 4 International Cooperation and Facilitation B. Kedaulatan Negara atas Ruang Udara Salah satu unsur dari pokok status kenegaraan adalah penguasaan suatu wilayah teritorialnya dimana dapat berlaku hukum negara tersebut. Sovereignity 50 Hukum Udara, yang mana dimuat didalam http:arvinradcliffe.blogspot.com201205 hukum-udara.html yang diakses pada tanggal 10 April 2015 53 atau biasa disebut sebagai kedaulatan secara umum diartikan suatu hak eksekutif yang merupakan kekuasaan tertinggi dari suatu negara. Kedaulatan itu sendiri bersifat tetap, selama negara yang bersangkutan masih berdiri dan juga tidak terbatas, artinya bahwa tidak ada yang dapat membatasi kedaulatan suatu negara itu sendiri dan apabila suatu kedaulatan itu terbatas, maka kedaulatan yang merupakan kekuasaan yang tertinggi pun akan lenyap. Kedaulatan suatu negara tidak lagi bersifat mutlak dan absolute, akan tetapi pada batas-batas tertentu harus menghormati kedaulatan negara lain yang diatur melalui Hukum Internasional sehingga hal ini dikenal dengan istilah kedaulatan negara bersifat relative Relative Sovereignty Of State dan konteks hukum internasional, negara yang berdaulat pada hakikatnya harus tunduk dan menghormati hukum internasional, maupun kedaulatan dan integritas wilayah negara lain 51 Kedaulatan Negara merupakan suatu prinsip yang fundamental dari Hukum Internasional. Hal ini dapat dilihat dari dalil Hukum Romawi yang berbunyi “cujus est solum ejus est usque ad coelum”, yang diartikan sebagai “barangsiapa memiliki sebidang tanah , maka dengan demikian memiliki segalau sesuatu yang berada di atas permukaan tanah tersebut sampai ke langit dan segala apa yang berada di dalam tanah” 52 51 Suryo Sakti Hadiwijoyo, Perbatasan negara dalam dimensi Hukum Internasional, 2011, Yogyakarta, Graha Ilmu, hal 41 52 Priyatna Abdurrasyid, Kedaulatan Negara di Ruang Udara, Jakarta, 1972, hal 49 dan juga dimuat konsep kedaulatan dimuat dalam Regulation of Aerial Navigation Pasal 1 yang mana menyebutkan kekuasaan tertinggi atas pihak-pihak Negara adalah memiliki hak eksklusif 54 terhadap wilayah udara di bawah wilayah teritorialnya 53 . Indonesia, yang mana merupakan negara yang merdeka, mengakui bahwa kedaulatan merupakan suatu hal yang melekat dan ditaati oleh suatu negara yang merdeka. Hukum Internasional sendiri menentukan bahwa untuk memperoleh suatu kedaulatan, suatu negara harus diakui dan memiliki de facto dan de jure terhadap tanah, air dan wilayah udara di dalam batas-batas yang ditetapkan 54 Sebelum Perang Dunia Pertama, satu-satunya hak yang dimuat dalam perjanjian universal adalah bahwa ruang udara di atas laut lepas dan di atas wilayah yang tidak bertuan dikatakan bebas dan terbuka. Tetapi dengan pecahnya Perang Dunia Pertama pada tahun 1914, karena alas an darurat dianggap bahwa satu-satunya teori yang diterima oleh semua negara adalah teori kedaulayan dari negara kolong subjacent state atas ruang udara adalah tidak terbatas, atau dapat disebut sebagai usque ad coelum dan teori ini dipakai tidak hanya pada negara yang sedang berperang tetapi juga oleh negara netral. Teori tersebut dinyatakan dalam Konvensi Paris 1919 untuk pengaturan Navigasi Udara, dimana pihak- pihak dalam perjanjian tersebut mengakui bahwa setiap negara memiliki kedaulatan lengkap dan eksklusif atas ruang udara di atas wilayah teritorialnya . 55 Dalam permasalahan hukum udara, adanya kedaulatan atas ruang udara dinilai sangat penting. Hal ini bertujuan untuk perlindungan dari negara itu sendiri, perlindungan yang disebut disini adalah perlindungan keamanan nasional dari suatu negara untuk menghindari adanya bahaya yang diakibatkan oleh . 53 Article 1, “the High contracting parties recognize that every power has complete and exclusive sovereignty over the airspace above its territory” 54 E. Saefullah Wiradipradja, The Indonesian Sovereignty over its Airspace and its urgency for national economic development, Fakultas Padjajaran, Bandung, hal 1 55 J.G Starke, Pengantar Hukum Internasional, , Jakarta, Sinar Grafika, 1995, hal 224 55 masuknya pesawat-pesawat asing yang terbang tanpa batas di atas wilayah udara negara. Salah satu contoh kasus dalam pelanggaran kedaulatan wilayah udara adalah ditembaknya pesawat Korean Airlines KA Flight 007 pada tahun 1983 karena masuk kedalam wilayah udara Soviet yang mana pada saat itu ditembak oleh tentara militer di Soviet 56 1 The Air Freedom Theory, yang berisi : . Pembahasan mengenai kepemilikan wilayah udara ini, pada sekitar tahun 1913 timbul 2 teori, yaitu : a Kebebasan ruang udara tanpa batas b Kedaulatan ruang udara yang dilekati beberapa hak khusus negara kolong c Kebebasan ruang udara, tetapi hanya bagi wilayah territorial dimana hak-hak tertentu negara kolong dapat dilaksanakan 2 The Air Sovereignty Theory, yang berisi : a Negara kolong berdaulat penuh hanya terhadap satu ketinggian tertentu di ruang udara b Negara kolong berdaulat penuh tetapi dibatasi oleh hak lintas damai bagi navigasi pesawat-pesawat udara asing c Negara kolong berdaulat penuh tanpa batas 57 56 E. Saefullah Wiradipradja , Loc.Cit 57 Kedirgantaraan dan Konsepsi Kedaulatan Suatu Negara di Udara, https:dennylorenta.wordpress.comtagkonvensi-paris-1919, yang diakses pada tanggal 15 April 2015 56 Dalam teori kedua sudah tampak jelas bahwa sudah ada batasan negara atas wilayah udaranya sehingga apabila terdapat pesawat asing yang melintas melewati wilayah udara negara lain dapat menimbulkan akibat yang berbeda. Penetapan kedaulatan udara sendiri sampai saat ini masih dalam perdebatan hangat hal ini dikarenakan belum ada peraturan yang jelas dan mutlak mengenai penetapan batas wilayah ruang udara itu sendiri, berbeda dengan hukum laut yang mana wilayah kedaulatannya diukur menurut Economic Exclusive Zone atau sering disebut sebagai Zona Ekonomi Eksklusif ZEE yang mana hak suatu negara atas wilayah maritimnya diukur dari 200 mil laut dari garis dasar pantai, sedangkan atas wilayah udara belum ada aturan batasan terhadap wilayah suatu negara. 1 Paris Convention 1919 Konvensi Paris 1919 Pengaturan mengenai wilayah kedaulatan di udara salah satunya diatur dalam Konvensi Paris 1919. Masalah status hukum ruang udara pertama kali mulai dibahas pada Konferensi Paris 1910 yang dilaksanakan pada tanggal 10 Mei yang berakhir pada 29 Juni 1910. Latar belakang dilaksanakannya Konferensi ini adalah adanya kenyataan bahwa banyaknya penerbangan yang berlangsung di Eropa, tanpa memperhatikan kedaulatan negara dibawahnya negara kolong, yang mana pada saat itu belum ada aturan yang mengaturnya yang mana situasi pada saat itu Balon Udara maupun pesawat yang bebas tinggal landas dari suatu negara ke negara lain tanpa adanya izin dari negara yang bersangkutan yang dianggap dapat 57 membahayakan dan mengancam keamanan nasional negara di bawahnya 58 Kedaulatan atas negara secara jelas di atur dalam Pasal 1 Konvensi Paris 1919 yang berbunyi “The High Contracting Parties recognize that every Power has complete and exclusive sovereignty over the air space above its territory” diartikan bahwa setiap penguasa mempunyai kedaulatan yang penuh dan utuh atas ruang udara di atas wilayahnya. Penguasa disini diartikan sebagai negara yang merdeka dan berdaulat yang memiliki wilayah teritorial. Pernyataan dalam Pasal 1 di atas telah menekankan kata “complete and exclusive” atas kedaulatan atas ruang udara disetiap negara, bukan hanya negara yang terlibat dalam perjanjian saja. Pasal tersebut sebenarnya telah terbentuk berdasarkan hukum kebiasaan internasional yang mana telah terjadi sejak Inggris melakukan tindakan sepihak unilateral action dalam The Aerial Navigation Act of 1911 yang diikuti oleh negara Eropa lainnya. The Aerial Navigation Act of 1911 memuat bahwa Inggris mempunyai kedaulatan penuh dan utuh atas ruang udara di atas wilayahnya dan juga mempunyai hak mutlak untuk mengawasi segala bentuk pesawat . Tujuan perjanjian ini juga untuk menegakkan kedaulatan negara terhadap wilayah udaranya dan untuk membentuk aturan-aturan dan ketentuan bagi pengguna ruang udara. Keyakinan negara-negara untuk menggunakan pesawat terbang sebagai alat transportasi internasional mendorong mereka untuk segera menerapkan kaidah dan prinsip bersama untuk dijadikan landasan beroprasinya angkutan udara internasional. 58 Dr.H.K Martono, Dr.Amad Sudiro, Op.Cit, hal 11 58 udara militer maupun sipil 59 2 Chicago Convention 1944 Konvensi Chicago 1944 . Konvensi Paris Convention Relating to the Regulating of Aerial Navigation merupakan upaya pengaturan internasional pertama yang membahas dan mengatur mengenai penerbangan udara yang mana pada mulanya belum mengatur mengenai penerbangan berjadwal. Pada hakikatnya Konvensi Chicago 1944 ini merupakan revisi dari Konvensi Paris 1919 itu sendiri sehingga tidak ada perubahan yang signifikan terhadap peraturan-peraturan yang terdapat dalam konvensi tersebut. Hal tersebut tampak jelas pada Bab I-III yang mana lebih menjelaskna peraturan umum, yang mana membahas mengenai kedaulatan eksklusif negara atas ruang udaranya. Yang mana pada Pasal 1 Konvensi Chicago 1944 menyebutkan “The contracting States recognize that every State has complete and sovereignty over the airspace above its territory”. Pasal ini menjelaskan bahwa setiap negara mempunyai kekuasaan maupun hak penuh atas kedaulatan ruang udaranya di bawah wilayah teritorialnya. Negara, dalam hal ini tidak hanya terhadap negara yang mengikuti ataupun meratifikasi perjanjian saja tetapi juga negara-negara di luar anggota. Salah satu hal yang penting menurut Konvensi ini adalah bahwa pesawat udara negara termasuk di dalamnya pesawat militer maupun sipil tidak mempunyai hak terbang lintas atau mendarat di wilayah negara-negara lain tanpa pemberian hak khusus negara kolong. Kewajiban-kewajiban yang ditetapkan oleh Konvensi secara umum bahwa negara kolong harus 59 Ibid , hal 28 59 memberikan perlakuan yang sama dan tidak diskriminatif terhadap negara- negara lain yang telah menggunakan wilayah udaranya, dan juga negara harus mengambil tindakan sedemikian rupa yang dianggap perlu untuk membuat penerbangan internasional menjadi lebih aman dan lancar 60 1 Airspace sovereignty . Konvensi Chicago 1944 di dalamnya memuat 4 prinsip, yaitu : 2 Nationality of Aircraft 3 Condition to fulfill with Respect to Aircraft or bya the Operators 4 International Cooperation and Facilitation Konvensi ini juga menghasilkan perjanjian-perjanjian antara lain : a International Air Service Transit Agreement, yang mana mengatur dua kebebasan, pertama yaitu terbang tanpa melakukan pendaratan dan hak mendarat untuk tujuan non-trafik di wilayah asing. Perjanjian ini memuat bahwa suatu negara yang menjadi peserta perjanjian dapat menentukan rute mana yang harus diikuti di dalam wilayah udaranya dan Bandar udara yang dapat digunakan. b International Air Transport Agreement, yang mana mengatur Five Freedom of the Air. Negara peserta yang ikut dalam perjanjian ini dapat menolak pesawat udara asing untuk melintas di wilayah udaranya. Tetapi dalam kenyataannya, Kebebasan ketiga, keempat dan 60 J.G. Starke, Op.Cit, hal 228 60 kelima kurang mendapat pengakuan umum sebagai prinsip mutlak dari hukum internasional 61 Dalam Konvensi Chicago 1944, pada Pasal 5 dan Pasal 6 menegaskan mengenai penerbangan berjadwal dan tidak berjadwal. Hal ini dapat disangkutpautkan dengan kedaulatan di wilayah udara suatu negara. Pada Pasal 5 Konvensi Chicago menyebutkan bahwa “Each contracting State agrees that all aircraft of the other contracting States, being aircraft not engaged in scheduled international air services shall have the right, subject to the observance of the terms of this Convention, to make flights into or in transit non-stop across its territory and to make stops for non-traffic purposes without the necessity of obtaining prior permission, and subject to the right of the State flown over to require landing. Each contracting State nevertheless reserves the right, for reasons of safety of flight, to require aircraft desiring to proceed over regions which are inaccessible or without adequate air navigation facilities to follow prescribed routes, or to obtain special permission for such flights” Yang mana pasal tersebut dapat diartikan bahwa setiap pesawat terbang negara peserta yang bukan merupakan penerbangan berjadwal non- scheduled flight mempunyai hak untuk melintasi wilayah udara negara peserta lainnya in transit nonstop across dengan maksud untuk turun dan bukan dengan maksud melakukan kegiatan pengangkutan baik penumpang maupun barang non traffic. Kegaiatan pengangkutan penumpang dapat juga dilakukan dengan cara harus mematuhi dan mengikuti syarat-syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan sebagaimana yang di cantumkan dalam Pasal 5 ayat 2 Konvensi Chicago 1944 62 61 Ibid, hal 226 . 62 Chicago Convention 1944 Article 5 , “ Such aircraft, if engaged in the carriage of passengers, cargo,or mail for remuneration or hire on other than scheduled international air services, shall also, subject to the provisions of Article 7, have the privilege of taking on or discharging passengers, cargo, or mail, subject to the right of any State where such embarkation 61 Dalam Pasal 5 Konvensi Chicago ini terdapat poin-poin yang terkandung dalam pasal tersebut antara lain : a Hak pesawat terbang untuk terbang dan hak untuk turun bukan untuk kegiatan traffic, sebagai contoh : untuk mengisi bahan bakar ataupun untuk keperluan teknis apabila terdapat gangguan pada pesawat selama melakukan penerbangan sehingga dibutuhkan pendaratan darurat. b Hak untuk menaikkan penumpang, menurunkan penumpang dan kegiatan traffic lainnya akan tetapi harus mematuhi peraturan-peraturan maupun syarat-syarat pembatasan yang telah ditentukan. Sedangkan pada Pasal 6 Konvensi Chicago 1944 yang mana memuat mengenai penerbangan berjadwal, “No scheduled international air service may be operated over or into the territory of a contracting State, except with the special permission or other authorization of that State, and in accordance with the terms of such permission or authorization” yang mana diartikan bahwa penerbangan berjadwal untuk dapat beroperasi dan melakukan kegiatan penerbangan di wilayah negara lain maka harus memiliki izin dari negara yang bersangkutan. Sehingga dapat dilihat perbedaan antara penerbangan berjadwal dan tidak berjadwal bahwasanya, penerbangan berjadwal hak lintas untuk terbang maupun mendarat bergantung dengan persetujuan dari negara kolong sedangkan penerbangan or discharge takes place to impose such regulations, conditions or limitations as it may consider desirable ” 62 tidak berjadwal dengan hak-hak terbatas untuk melintas dan mendarat tetap berlanjut 63 Jika dilihat dalam Pasal 5 Konvensi Chicago 1944 sebagaimana yang telah diuraikan diatas bahwa pasal tersebut mengandung adanya pembatasan terhadap kedaulatan wilayah udara suatu negara. Seperti yang diutarakan Nicolas Matte, bahwa “Article 5 is inspired by relatively liberal spirit and is he basis for more liberal regulatory regime for non scheduled services and flight” . 64 63 J.G Starke, Op.Cit, hal 228 64 Kedirgantaraan dan Konsepsi Kedaulatan Suatu Negara di Udara, https:dennylorenta.wordpress.comtagkonvensi-paris-1919, yang diakses pada tanggal 18 April 2015 63 BAB IV TINJAUAN YURIDIS TERHADAP OPEN SKY 2015 DAN REGULASINYA TERHADAP PENERBANGAN DI INDONESIA A. Penerapan Open Sky Policy di ASEAN Pada zaman ini, transportasi udara kian marak di dunia Internasional. Jika dibandingkan dengan transportasi lain, masyarakat tampak lebih memilih untuk menggunakan jasa transportasi udara untuk bepergian daripada transportasi lain, misalnya transportasi darat dan laut. Kelebihan dari transportasi udara itu sendiri disamping efektifitas waktu, adalah keamanan dan kenyamanan. Transportasi udara juga merupakan salah satu faktor pendongkrak perekonomian di ASEAN yang mana menjadi salah satu factor yang mendukung terealisasinya ASEAN Economic Community AEC. Open Sky policy yang tidak asing lagi pada dunia penerbangan merupakan suatu strategi yang melibatkan dunia penerbangan dan transportasi udara. Peraturan ini sudah terlebih dahulu diterapkan di negara- negara maju, misalnya Amerika Serikat dan Eropa. Pada tahun 2015 ini, Open Sky policy mulai akan diterapkan di ASEAN yang mana pada tahun 2008 yang lalu, tahap-tahap menuju integrasi angkutan udara sudah mulai dilaksanakan dengan penghapusan pembatasan negara antar ibu kota negara. Dengan adanya peraturan Open Sky yang akan diberlakukan tersebut maka masing-masing negara anggota ASEAN mulai mempersiapkan maskapai-maskapai andalan dan terbaik untuk siap menghadapi ASEAN Open Sky policy yang akan diterapkan pada tahun 2015 ini. Beberapa anggota negara mengaku sudah siap seperti misalnya Singapura dan Malaysia yang 64 telah diketahui beberapa tahun belakangan ini maskapai dari kedua negara tersebut telah mengalami kemajuan yang siknifikan dibandingkan dengan Indonesia. Tidak terkecuali Singapura yang tidak dapat diragukan lagi yang mana telah memiliki jasa angkutan udara yang bertaraf internasional, baik maskapai penerbangannya, keamanan dan kenyamanan penerbangan, maupun bandar udara yang bertaraf Internasional. Berbeda dengan Indonesia, yang mana dapat dikatakan masih belum dapat menyaingi Singapura dalam hal angkutan penerbangan sehingga diragukan bahwa Indonesia dapat dengan maksimal untuk melaksanakan perjanjian-perjanjian yang tercantum dalam Open Sky policy. Untuk mewujudkan Open Sky itu sendiri haruslah ada persiapan dan juga keseimbangan yang matang terhadap masing-masing industri penerbangan di masing-masing negara jika tidak maka Open Sky bukannya memberikan keuntungan terhadap negara berkembang tetapi lebih menguntungkan negara maju yang mana memiliki jasa penerbangan yang lebih memadai dan pada akhirnya dapat terjadi sistem monopoli yang mana negara-negara maju menguasai lalu lintas udara. Open Sky policy yang diterapkan di ASEAN melibatkan 10 negara yaitu Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, Laos, Myanmar, Brunei Darusalam, Kambodia, Thailand dan Vietnam. Di masing-masing negara telah ditetapkan titik dimana Open Sky policy akan diterapkan diberbagai kota di tiap negara. Kota-kota yang terlibat adalah 65 65 Indonesia National Air Carrier Association INACA, 2012, Jakarta, hal 26 : 65 Country Point Indonesia Jakarta, Medan, Surabaya, Makassar, Denpasar Singapore Singapore Brunei Bandar Seri Begawan Malaysia Semua Kota dengan bandara Internasional saat ini terdapat 8 bandara Thailand Semua Kota dengan bandara Internasional saat ini terdapat 9 bandara Filipina Semua Kota dengan bandara Internasional saat ini terdapat 12 bandara Cambodia Semua Kota dengan bandara Internasional saat ini terdapat 3 bandara Laos Semua Kota dengan bandara Internasional saat ini terdapat 3 bandara Myanmar Semua Kota dengan bandara Internasional saat ini terdapat 3 bandara Vietnam Semua Kota dengan bandara Internasional saat ini terdapat 8 bandara Untuk menghadapi Open Sky 2015, Indonesia menghadapi beberapa masalah yaitu salah satunya adalah dengan banyaknya bandara internasional yang ada di Indonesia mencapai 29 bandara sehingga hal tersebut dianggap dapat merugikan Indonesia. Misalnya, Singapura dapat mengakses lima 66 bandara internasional yang terdapat di Indonesia sedangkan sebaliknya, Indonesia hanya bisa beroperasi di satu Bandar udara di Singapura yaitu Changi International Airport. Sehingga Pemerintah Indonesia telah menetapkan 5 bandara Internasional yang akan berpartisipasi dalam Open Sky policy yaitu Soekarno- Hatta, Kuala Namu, Ngurah Rai, Juanda, dan Sultan Hassanudin. Kelima bandara tersebut dianggap layak dan memiliki taraf Internasional dan juga dianggap berada di daerah yang pertumbuhan ekonominya relatif tinggi dibandingkan daerah lain. Penetapan kelima bandara tersebut yang nantinya akan membuka pintu masuk Indonesia melalui jalur barat,tengah dan timur. Sedangkan maskapai yang dianggap layak untuk beroperasi dalam Open Sky policy, di Indonesia sendiri adalah Garuda Indonesia dan Lion Airlines yang dianggap menguasai pasar industri penerbangan. Malaysia dan Singapura pun memiliki maskapai penguasa industry penerbangan yaitu Malaysia Airlines dan Singapore Airlines yang pengoperasiannya dalam penerbangan tidak dapat diragukan lagi sehingga merajai penerbangan di beberapa negara ASEAN maupun di luar negara ASEAN. Penerapan Open Sky Policy di ASEAN ini juga diharapkan dapat mendorong perekonomian masing-masing negara. Apabila dilaksanakan dengan bijak, maka perjanjian tersebut dapat menguntungkan bagi negara, sebaliknya jika tidak maka perusahaan penerbangan dapat mengalami kebangkrutan dengan adanya liberaliasasi penerbangan ini. Sehingga diperlukan kesiapan yang sedemikian rupa untuk menghadapi Open Sky yang akan mulai diratifikasi pada tahun 2015 ini. Singapura misalnya, telah jauh hari 67 mempersiapkan diri untuk menyambut kebijakan Open Sky dan dapat diwaspadai akan menguasai pasar apabila Open Sky ASEAN terwujud dan terlaksana. Tidak mengherankan bahwasanya Singapura cukup menggebu-gebu untuk mempercepat adanya Open Sky ini. Tidak mengherankan karena Singapura telah lama melakukan kenbijakan Open Sky terhadap negara-negara maju yaitu Asia, Eropa, bahkan Amerika Serikat yang bebas terbang ke Singapura dan sebaliknya. Persiapan seperti bandara dan maskapai penerbangan tentu sangat penting. Dari segi landasan udara, suatu bandara haruslah layak untuk digunakan beroperasi yang mana Indonesia masih kurang dalam hal tersebut, seperti yang diketahui saat ini bahwa bandar udara di Indonesia masuk kepada kategori II yang mana masuk kedalam kategori keamaanan yang lemah. Berbeda dengan Singapura yang memiliki Changi International Airports yang mana tidak diragukan untuk masalah kualitas dan kuantitas sehingga dianggap sangat siap untuk menghadapi kebijakan Open Sky yang akan berlangsung. B. Pengaruh Open Sky Policy terhadap kedaulatan wilayah udara di Indonesia Sovereignty atau yang biasa dikenal dengan Kedaulatan merupakan suatu hak eksekutif yang paling tertinggi untuk menguasai wilayah pemerintahan dan masyarakat. Sedangkan dalam Hukum Internasional, konsep kedaulatan terkait dengan suatu pemerintahan yang memiliki kuasa penuh atas negaranya sendiri dalam teritorialnya maupun geografisnya. Seperti yang dicantumkan dalam Chicago Convention 1944 dalam Pasal 1 yang 68 menyebutkan “The contracting States recognize that every State has complete and exclusive sovereignty over the airspace above its territory” yang mana diartikan sebagai setiap negara memiliki kedaulatan penuh dan eksklusif terhadap wilayah udaranya diatas wilayah teritorialnya. Prinsip kedaulatan di Indonesia juga diatur di dalam Undang-Undang Nomor.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dalam Pasal 5 yang menyebutkan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia berdaulat penuh dan eksklusif atas wilayah udara Republik Indonesia “. Dengan adanya kedaulatan bagi tiap-tiap negara, maka negara berhak untuk membuat peraturan tersendiri terhadap penerbangan di negaranya. Kedaulatan negara dilaksanakan dengan maksud untuk melindungi negara itu sendiri dari ancaman bahaya ataupun pesawat asing yang memasuki wilayah udara negara lain, juga untuk kepentingan penerbangan nasional, perekonomian nasional, dan untuk pertahanan negara. Untuk merealisasikan tanggung jawab dan kewajiban negara terhadap kedaulatan negara itu maka pemerintah Indonesia menetapkan kawasan udara yang dilarang dan terbatas. Hal ini dilakukan khususnya untuk menjamin keamanan negara, pertahanan negara serta keselamatan penerbangan. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan diatur mengenai larangan terbang itu sendiri tepatnya pada Pasal 7 yang berbunyi : 69 Pasal 7 1 Dalam rangka melaksanakan tanggungjawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pemerintah menetapkan kawasan udara terlarang dan terbatas. 2 Pesawat udara Indonesia atau pesawat udara asing dilarang terbang melalui kawasan udara terlarang. 3 Larangan terbang sebagaimana dimaksud pada ayat 2 bersifat permanen dan menyeluruh. 4 Kawasan udara terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya dapat digunakan untuk penerbangan pesawat udara negara Didalam Pasal 66 ayat 1 dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 3 tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan juga menetapkan bahwa : a. Kawasan Udara Terlarang Prohibited Area Merupakan ruang udara tertentu diatas daratan maupun perairan yang dimana pesawat udara dilarang terbang karna pertimbangan keamanan dan pertahanan negara serta keselamatan penerbangan b. Kawasan Udara Terbatas Restricted Area Merupakan ruang udara tertentu diatas daratan maupun perairan yang mana dikarenakan adanya pertimbangan kemanan, pertahanan, keselamatan penerbangan, maupun kepentingan umum maka berlaku pembatasan penerbangan bagi pesawat udara yang melalui ruang udara tersebut c. Kawasan Udara Berbahaya Danger Area Merupakan ruang udara tertentu diatas daratan maupun perairan yang mana sewaktu-waktu terjadi aktivitas yang membahayakan pesawat udara Mengenai larangan terbang juga diatur dalam Paris Convention 1919 dalam Pasal 3 yang berbunyi : “Each contracting State is entitled for military reasons or in the interest of public safety to prohibit the aircraft of the other contracting States, under the penalties provided by its legislation and subject to no distinction being made in this respect between its private aircraft and those of the other contracting States from flying over certain areas of its territory. In that case the locality and the extent of the prohibited areas shall be published and notified beforehand to the other contracting States” 70 Zona larangan terbang ini semata-mata untuk melindungi keamanan dan kedaulatan dari negara terkait. Sehingga apabila pesawat terbang negara asing melanggar kedaulatan dengan cara memasuki wilayah zona larangan terbang maka pesawat tersebut diperingatkan dan diperintahkan untuk langsung meninggalkan wilayah udara oleh pemandu lalu lintas penerbangan dan segera mendarat di Bandar udara terdekat. Contoh atas kasus zona larangan terbang dapat dilihat pada kasus penembakan pesawat udara Airbus-A-300 milik Iran oleh Amerika Serikat pada 3 Juli 1988. Diduga bahwa pesawat udara tersebut adalah pesawat udara F-14 yang akan menyerang kapal induk Amerika Serikat. Penembakan tersebut menewaskan 290 jiwa. Amerika serikat mengaku bahwa pesawat terbang Iran Airbus A-300 telah diperingatkan 7 kali tetapi diabaikan sehingga terjadi penembakan. Kasus serupa juga dialami Indonesia, tetapi tidak sampai terjadi baku tembak. Pesawat Sukhoi dari Skuadron 11 Lanud Hassanudin di Makassar berhasil menghentikan pesawat asing yang melewati wilayah kedaulatan Indonesia tanpa izin. Pesawat jenis Cessna 208 nomor ekor N-354 RM tersebut dicegat dan dipaksa untuk melakukan pendaratan darurat di Lanud Balikpapan, Kalimantan Timur 66 Hal yang sedang diperbincangkan di ranah Internasional terkait dengan Industri Penerbangan adalah Open Sky. Open Sky merupakan kebijakan langit terbuka atau liberaliasasi udara. Dalam konteks ini Open Sky akan diterapkan di ASEAN yang mana diartikan bahwa ASEAN Open Sky policy merupakan kebijakan langit terbuka dan liberalisasi penerbangan antara negara . 66 Kedaulatan Udara Indonesia dalam bahaya, sebagaimana dimuat dalam http:www.citraku.comberitaberita20121121283Kedaulatan-Udara-Indonesia-Dalam-Bahaya yang diakses pada tanggal 2 Mei 2015 71 anggota ASEAN. Jika dilihat inti dari Open Sky diatas, dapat dilihat bahwa prinsip tersebut bertentangan dengan prinsip kedaulatan. Open Sky sendiri menganut prinsip liberalisasi yang mana membebaskan adanya proses lintas udara terhadap negara-negara anggota ASEAN. Hal ini dapat disimpulkan bahwasanya akan terjadi persaingan pasar bebas antar maskapai penerbangan masing-masing negara dalam menggarap pasar penerbangan di ASEAN. Sedangkan dilihat dari prinsip kedaulatan adalah bahwasanya setiap negara mempunyai kedaulatan penuh atas ruang udaranya yang mana tidak dapat diganggu gugat dan tidak ada pesawat terbang yang dapat terbang di wilayah udara suatu negara tanpa memperoleh izin terlebih dahulu. Ancaman kedaulatan terhadap Indonesia khususnya, juga dapat berpengaruh terhadap keamanan negara itu sendiri. Sebagai contoh adalah kemungkinan dengan mudahnya masuk sindikat terorisme ke wilayah negara Indonesia yang mana dapat mengancam kemanan negara. Dari sisi keamanan, kedaulatan Indonesia juga dapat terancam. Apabila Indonesia tidak cukup siap dalam segala aspek dan tidak memadai untuk menjamin keamanan penerbangan, tidak menutup kemungkinan bahwa wewenang pengaturan lalu lintas di wilayah udara Indonesia dapat diserahkan kepada negara lain yang dianggap lebih siap dan lebih dapat menjamin keamanan penerbangan. Pada kenyataannya dalam hal ini Indonesia memang masih jauh tertinggal dari negara-negara lain seperti Singapura dan Thailand yang mana sudah lama mempersiapkan diri. Di sisi lain, dapat dilihat pada fakta yang ada bahwa terjadinya trespassing pesawat- 72 pesawat asing melintasi wilayah udara Indonesia yang melakukan kegiatan pengamatan surveillance terhadap wilayah kedaulatan Indonesia. Hal ini mengakibatkan adanya potensi Indonesia kehilangan hak untuk menentukan jalur dan frekuensi penerbangan di lintas angkasanya. Tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dan mempunyai ruang udara yang cukup strategis yaitu antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik serta merupakan jalur hubungan Internasional yang menghubungkan Australia dan Asia. Hal ini tidak mengherankan dengan adanya kekuatan asing yang tertarik untuk menguasai wilayah udara Indonesia karna dapat membuka perluang lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi yang mana dapat mengendalikan jalur transportasi dan perdagangan di Asia-Pasifik. Tetapi dalam beberapa aspek tentunya hal tersebut sangat merugikan Indonesia sendiri. Maka dari itu apabila Indonesia tidak berbenah diri, tidak menutup kemungkinan Open Sky policy ini dapat merugikan Indonesia sendiri dalam berbagai aspek. Misalnya kedaulatan wilayah udara di Indonesia yang akan semakin terancam, juga kerugian yang dialami oleh perusahaan penerbangan nasional. C. Dampak dan Upaya Penerbangan di Indonesia terhadap Open Sky Policy dan Regulasinya Open Sky policy yang mana merupakan regim liberalisasi penerbangan telah dicanangkan dan ditargetkan akan dilangsungkan dan diterapkan pada tahun 2015 ini. Open Sky merupakan salah satu target dari “The Roadmap or 73 the Integration for ASEAN : Competitive Air Service Policy” yang telah dipersiapkan oleh ASEAN Air Transport Working Group. Open Sky policy ini dianggap penting karna dapat mendongkrak integrasi ekonomi di wilayah ASEAN. Pengaturan ini juga dapat menimbulkan kompetensi terhadap industri penerbangan dan juga memberikan kesempatan bagi perusahaan penerbangan dan maskapai penerbangan untuk berkompetisi didalam rute ASEAN. Hal ini juga dapat memberikan fleksibelitas terhadap perkembangan rute penerbangan. Tidak dapat dipungkiri, suatu peraturan tidak akan dibuat apabila tidak memiliki keuntungan kepada para pihaknya, termasuk Open Sky policy ini. Penerapan Open Sky policy di ASEAN dianggap dan juga diharapkan dapat menguntungkan negara-negara yang berpartisipasi. Dampak utama yang ditimbulkan dalam proses liberalisasi dapat dilihat dari : a. Penumpang, yang mana akan meningkat dengan diberlakukannya tarif rendah dan pelayanan yang lebih baik b. Penerbangan, yang mana akan lebih berkembang dengan akses pasar yang baru dan lebih luas Khususnya bagi Indonesia, Open Sky juga memberikan keuntungan. Dalam keuntungan Sosial Ekonomi terdapat 4 analisis yang penting : a. Memperkuat maupun menambah aktifitas ekonomi economy activity di dalam ekonomi Indonesia baik secara nasional maupun provinsi dikarenakan adanya pertumbuhan lintas udara yang diterapkan pada Open Sky policy. 74 b. Dampak ASEAN Open Sky terhadap kesejahteraan ekonomi dan sosial secara keseluruhan yang berfokus pada perubahan biaya, memeriksa dampak atas pengguna dari biaya penerbangan dan perjalanan yang menghemat waktu, pemilik Bandar udara dan pesawat udara dalam mengolah surplus, dan pendapatan pemerintah dari pajak yang diterima. c. Dampak dari liberalisasi dalam hubungan bisnis, dapat menimbulkan ketertarikan untuk berinvestasi di Indonesia. d. Menilai dampak yang lebih luas dengan penerapan Open Sky ASEAN terhadap Indonesia yang tahan terhadap kuantifikasi yang efektif 67 Keuntungan dalam segi ekonomi tidak dipungkiri menjadi faktor utama penerapan kebijakan liberalisasi udara atau Open Sky itu sendiri yang akan membantu mendorong terealisasinya AEC. Di Indonesia sendiri penerapan Open Sky menimbulkan dampak-dampak yang positif yaitu meningkatnya kesempatan dan tantangan baru bagi perusahaan penerbangan di Indonesia. Peluang ini muncul dengan adanya peningkatan permintaan atas jasa penerbangan yang mana diperkirakan dapar meningkatkan PBD hingga 7 Triliun rupiah dan juga dapat meningkatkan jumlah tenaga kerja sebanyak 32.000 lapangan kerja baru untuk peningkatan perekonomian Indonesia pada tahun 2025 . 68 Open Sky policy juga memberikan dampak yang cukup besar dalam perkembangan pariwisata khususnya di Indonesia. Dengan diterapkannya . 67 Peter Forsyth,John King dkk, Preparing ASEAN for Open Sky, Monash International Pty Ltd, 2004, hal 6 68 ASEAN OPEN SKY : Persaingan yang memaksa perubahan, yang mana dimuat dalam http:www.markplusinstitute.comwho_we_aredetail_article19 yang diakses pada tanggal 4 Mei 2015 75 peraturan tersebut maka pariwisata Indonesia pun akan semakin berkembang. Tidak dapat dipungkiri bahwa peningkatan layanan udara juga menjadi salah satu faktor meningkatnya angka pariwisata negara. Tarif yang lebih murah juga jasa penerbangan yang baik akan mendorong peningkatan pariwisata. Sebagai contoh misalnya, Bali. Bali merupakan kota yang salah satu bandaranya terpilih untuk penerapan peraturan Open Sky. Hal ini dapat memperkuat kepercayaan terhadap Bali, sebagai salah satu pariwisata di Indonesia yang paling dikunjungi oleh wisatawan. Ini juga merupakan strategi dari pemerintah untuk meningkatkan perekonomian Indonesia melalui pariwisata. Tidak terkecuali juga dalam dunia perdagangan. Kebijakan Open Sky berperan cukup besar dalam mendorong peningkatan perdagangan nasional maupun Internasional. Misalnya dengan kegiatan Ekspor-Impor yang akan berjalan dengan lancar, cepat juga murah dengan cara mengandalkan jasa transportasi udara. Penerapan Open Sky dianggap menjadi tantangan bagi Indonesia. Dapat dilihat dari kesiapan Indonesia yang belum cukup matang dalam menghadapi adanya liberalisasi di udara yang mana akan segera dihadapi. Dari segi pengendalian lalu lintas udara Air Traffic Control yang dicantumkan dalam Federal Aviation Administration FAA, Indonesia bahkan masuk kedalam “kategori 2” yang mana dikatrgorikan sebagai tidak layak dan tidak aman yang mana setara dengan negara-negara kecil seperti Zimbabwe, Kongo, dan Serbia. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Indonesia belum mempunyai standar 76 keamanan rata-rata yang mana sesuai dengan peraturan International Civil Aviation Organization ICAO. Dilihat juga dari segi Bandar udara dan maskapai yang masih kalah jauh dengan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Dari segi kedaulatan juga menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia. Kedaulatan wilayah Indonesia dapat terancam apabila Indonesia tidak mampu dan tidak memadai untuk melindungi dan menjamin keselamatan penerbangan sehingga wewenang pengaturan lalu lintas udara di wilayah kedaulatan Indonesia dapat jatuh ke tangan negara lain. dan Dalam target liberalisasi ASEAN mendatang, disediakan fasilitas mekanisme ASEAN-X baca : ASEAN minus X yang mana diartikan bahwa X berarti negara yang belum siap. Dengan kenyataan bahwa Indonesia belum berbenah diri maka Indonesia dapat masuk ke dalam kategori X sambil mempersiapkan diri untuk menghadapi kebijakan Open Sky tersebut. Indonesia memiliki pekerjaan rumah yang sangat banyak untuk siap menghadapi liberalisasi penerbangan ini. Seperti yang dibahas dalam pembahasan sebelumnya bahwa Indonesia masih jauh tertinggal dalam segi keamanan, kelayakan dan keamanan untuk dapat bersaing dengan negara- negara lain. Dilihat dari negara tetangga yaitu Singapura dan juga Malaysia yang jauh lebih siap dalam menghadapi kebijakan Open Sky mendatang. Hal ini tentu menjadi sebuah tantangan yang besar bagi Indonesia karna apabila Indonesia tidak siap maka tidak menutup kemungkinan bahwa kerugian dari kebijakan ini menimpa Indonesia. Kebijakan Open Sky sendiri dapat 77 menguntungkan bagi pihak yang cerdik dan cermat juga memiliki kesiapan penuh untuk bersaing dengan negara lain. Sebaliknya, apabila lengah maka kebijakan ini dapat menjadi bencana bagi negara yang bersangkutan. Tak tanggung-tanggung dampak dari kegagalan kebijakan ini adalah terjadinya kebangkrutan terhadap maskapai nasional, berkurangnya kedaulatan wilayah di negara sendiri, juga terjadi praktik monopoli. Maka dari itu kesiapan negara yang ikut serta dalam kebijakan ini menjadi kunci paling pertama. Indonesia wajib berbenah. Dari segi keamanan dan pertahanan, penempatan pangkalan udara sebagai ujung tombak pertahanan Republik Indonesia perlu ditata agar sinkron dengan strategi pertahanan nasional, baik di kawasan tertentu maupun kawasan-kawasan lainnya 69 Dari segi kelayakan, perkiraan lalu lintas udara Indonesia untuk saat ini dari kurang lebih 100 juta akan naik menjadi lebih dari 300 juta pada tahun 2025 sehingga untuk mengimbangi perkembangan tersebut maka diperlukan pembenahan bandara di Indonesia. Hal ini diperlukan adanya peningkatan kapasitas terminal, penambahan posisi parkir pesawat udara, pembangunan infrastruktur serta perbaikan tata cara keseharian dan metode kerja 70 Dari segi keamanan, Indonesia perlu meningkatkan hal tersebut. Tercatat dari tahun 2005 sampai dengan 2010, 33 kecelakaan telah terjadi di 1 Indonesia dan ditahun 2010. Upaya-upaya untuk memperbaiki dan meminimalisir angka kecelakaan telah dilakukan Indonesia. Terlihat bahwa telah dihapuskannya lima maskapai penerbangan yang dianggap tidak . 69 Mieke Komar Kantaatmadja, Hukum Angkasa dan Hukum Tata Ruang, 1994, Bandung, Mandar Maju, hal 121 70 Jurnal prakarsa Infrastruktur Indonesia, edisi 9, 2012, hal 23 78 diizinkan untuk beroperasi di wilayah negara anggota. Dari segi maskapai, kemungkinan tersebar yang akan terkena dampak kebijakan Open Sky adalah Garuda Indonesia, Lion Air, dan Indonesia Airasia. Dari segi sumber daya manusia, dapat dilihat bahwa Indonesia masih kurang dalam segi sumber daya manusia khususnya Pilot. Hal ini menandakan bahwa kurang berminatnya pemuda-pemuda Indonesia dalam menggeluti bidang penerbangan. Terbukti dalam sepanjang tahun 2011-2015 kebutuhan Pilot di Indonesia mencapai 4000 orang, sementara produksi dari Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia STPI hanya mencapai 1600 personil yang mana berarti terjadi defisit pilot sampai 2400 personil dalam tahun 2015 71 1 Pembukaan pasar angkutan udara menuju ruang udara tanpa batasan hak angkut udara Open Sky dari dan ke Indonesia untuk perusahaan angkutan udara niaga asing dilaksanakan secara bertahap berdasarkan perjanjian bilateral atau multilateral dan pelaksanaannya melalui mekanisme yang mengikat para pihak. . Di Indonesia, pengaturan mengenai kebijakan Open Sky sendiri telah disinggung dalam Undang-Undang No,1 tahun 2009 tentang Penerbangan. Walaupun tidak diatur secara komprehensif didalam undang-undang tersebut tetapi ada beberapa pasal yang berkaitan dengan kebijakan Open Sky tersebut. Yaitu pada Pasal 90 Undang-Undang No.1 Tahun 2009 yang mengatur mengenai Open Sky yang menyebutkan : Pasal 90 2 Perjanjian bilateral atau multilateral sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dibuat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan mempertimbangkan kepentingan nasional berdasarkan prinsip keadilan dan timbal balik. 71 http:www.markplusinstitute.comwho_we_aredetail_article19, yang diakses pada tanggal 5 Mei 2015

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN