Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Fotografi (Studi Terhadap Undang-Undang Hak Cipta No. 28 Tahun 2014)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

SUMBER BUKU / KARYA ILMIAH

Abdul Kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, 2001, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

Achmad Zen Umar Purba, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, 2005, PT. Alumni, Bandung.

Adrian Sutedi, Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2009, Sinar Grafika, Jakarta. Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, 2005, PT. RajaGrafindo

Persada, Jakarta.

Budi Agus Riswandi, M. Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, 2005, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, 2013.

Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, 2005, PT. Alumni, Bandung.

Gatot Supramono, Hak Cipta dan Aspek-Aspek Hukumnya, 2010, PT. Rineka Cipta, Jakarta.

Hak Atas Kekayaan Intelektual Perundang-Undangan Dan Perspektif Hakim, 2002, Mahkamah Agung RI, Jakarta.

Henry Soelistyo, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, 2011, Rajawali Pers, Jakarta. H. OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property

Rights), 2007, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Kamus Besar Bahas Indonesia, 1988, Balai Pustaka, Jakarta

Latrah, Perlindungan Hukum Atas Karya Cipta Fotografi, 2012. Skripsi. Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin, Makassar

Much, Nurachmad, Segala Tentang HAKI Indonesia, 2012, Buku Biru, Jogjakarta.

Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia), 2003, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Soeprapto Soedjono, Pot-Pourri Fotografi, 2007, Universitas Trisakti, Jakarta. Suyud Margono, Hukum Hak Cipta Indonesia, 2010, PT. Ghalia Indonesia,

Bogor.

Tim Lindsey, dkk (ed), Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, 2011, PT. Alumni, Bandung.


(2)

Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global : Sebuah Kajian Kontemporer, 2009, Graha Ilmu, Yogyakarta.

PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.

SUMBER INTERNET

http://abcdanis.blogspot.co.id/2013/05/hak-kekayaan-intelektual_15.html diakses Minggu 4 Oktober 2015 jam 22:14 WIB

http://kelasfotografi.wordpress.com/2013/08/25/pengertian-dan-sejarah-singkat-fotografi/ diakses Minggu 4 Oktober 2015 jam 23:26 WIB

http://www.facebook.com/PecintaSeniPhotography/posts/460345467358240 diakses Minggu 4 Oktober 2015 jam 23:37 WIB

http://egistepz.blogspot.co.id/2014/09/jenis-jenis-fotografi.html diakses Senin 5 Oktober 2015 jam 00:15 WIB

http://dhaniagustian800.blogspot.co.id/2012/11/sejarah-singkatlatar-belakang-dan.html diakses Senin 5 Oktober 2015 jam 22:03 WIB

https://academia.edu/5079927/SEJARAH_HAKI diakses Senin 5 Oktober 2015 jam 22:36 WIB

http://seputarpengertian.blogspot.co.id/2014/01/seputar-pengertian-perlindungan-hukum.html diakses Rabu 7 Oktober 2015 jam 07:34 WIB

http://tesishukum.com/pengertian-perlindungan-hukum-menurut-para-ahli/ diakses Rabu 7 Oktober 2015 jam 08:03 WIB


(3)

BAB III

HAK CIPTA ATAS KARYA FOTOGRAFI

A. Definisi dan Sejarah Hak Cipta

Kata “hak cipta” merupakan kata majemuk yang terdiri dari dua suku kata, yaitu “hak” dan “cipta”. Kata “hak” berarti kekuasaan untuk berbuat sesuatu karena telah ditentunkan oleh Undang-Undang. Sedangkan kata “cipta” menyangkut daya kesanggupan batin (pikiran) untuk mengadakan sesuatu yang baru, terutama di lapangan kesenian.21

Pengertian Hak Cipta asal mulanya menggambarkan hak untuk menggandakan atau memperbanyak suatu karya cipta, Istilah copyright (Hak Cipta) tidak jelas siap yang pertama memakainya, tidak ada 1 (satu) pun perundang-undangan yang secara jelas menggunakannya pertama kali. Menurut Stanley Rubenstain, sekitar tahun 1740 tercatat pertama kali orang menggunakan istilah “copyright”. Di Inggris pemakaian istilah Hak Cipta (copyright) pertama kali berkembang untuk menggambarkan konsep guna melindungi penerbit dari tindakan penggandaan buku oleh pihak lain yang tidak mempunyai hak untuk menerbitkannya.22

Istilah Hak Cipta merupakan pengganti Auteursrechts atau Copyrights yang kandungan artinya lebih tepat dan luas, istilah Auteursrechts sendiri disadur dari istilah bahasa Belanda yang mempunyai arti hak pengarang. Secara yuridis, istilah

21Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1988 22 Muhammad Dhumhana dan Djubaedillah, Op. Cit, hlm 47


(4)

Hak Cipta telah dipergunakan dalam Undang-Undang Hak Cipta Tahun 1982 sebagai pengganti istilah hak pengarang yang dipergunakan dalam Auteurswet 1912.

Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2014 Bab I, Ketentuan Umum, tentang Hak Cipta diberikan pengertian bahwa :

“Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu Ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” (Pasal 1 ayat (1) UU Hak Cipta)

“Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu Ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.” (Pasal 1 ayat (2) UU Hak Cipta)

“Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.” (Pasal 1 ayat (3) UU Hak Cipta)

“Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai pemilik Hak Cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah.” (Pasal 1 ayat (4) UU Hak Cipta)

“Lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi


(5)

atas Ciptaannya atau produk Hak Terkait dengan syarat tertentu.” (Pasal 1 ayat (20) UU Hak Cipta)

“Royalti adalah imbalan atau pemanfaatan Hak Ekonomis suatu Ciptaan atau Produk Hak Terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait.” (Pasal 1 ayat (21) UU Hak Cipta)

Sejak tahun 1886, di kalangan negara-negara di kawasan barat Eropa telah diberlakukan Konvensi Bern 1886, yang ditujukan bagi perlindungan ciptaan-ciptaan di bidang sastra dan seni, dan dapat dikatakan bahwa Konvensi Bern ini adalah suatu pengaturan perlindungan hukum hak cipta yang dianggap modern untuk waktu itu.

Kecenderungan negara-negara Eropa Barat untuk menjadi peserta pada Konvensi ini, hal ini yang mendorong kerajaan Belanda untuk memperbaharui undang-undang hak ciptanya yang sudah berlaku sejak 1881 dengan suatu undang-undang hak cipta baru pada tanggal 1 November tahun 1912, yang dikenal dengan Auteurswet 1912. Tidak lama setelah pemberlakuan undang-undang ini, kerajaan Belanda mengikatkan diri tanggal 1 April 1912 pada Konvensi Bern 1886. Indonesia sebagai negara jajahan Belanda diikutsertakan pada konvensi ini sebagaimana diumumkan dalam Staatsblad 1914 Nomor 797.23

Setelah Indonesia merdeka, ketentuan Auteurswet 1912 ini masih dinyatakan berlaku sesuai dengan ketentuan peralihan yang terdapat dalam Aturan Peralihan Pasal 1 UUD 1945, yaitu “Segala Peraturan Perundang-Undangan yang


(6)

ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.”

Secara umum pembentukan Peraturan Perundang-Undangan di bidang Hak Cipta di Indonesia didasarkan pada ratifikasi terhadap perjanjian-perjanjian internasional di bidang Hak Cipta, beberapa perjanjian itu adalah : 24

1. Konvensi Bern 1886 tentang Perlindungan Karya Sastra dan Seni; 2. Konvensi Hak Cipta Universal 1955 atau Universal Copyright

Convention;

3. Konvensi Roma 1961; 4. Konvensi Jenewa 1967;

5. TRIPs 1994 (Trade Related Aspects on Intellectual Property Rights 1944).

Pembentukan perundang-undangan Hak Cipta di Indonesia dimulai dari Auteurswet Staatsblad 1912 Nomor 600, kemudian diubah dan diganti dengan Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3217), yang disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 April 1982, kemudian diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3362), disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 19 September 1987, yang diubah lagi dengan Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 2679),


(7)

disahkan dan diundangkan pada tanggal 7 Mei 1997, yang kemudian diubah lagi dengan Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 2002 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4220), yang disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 29 Juli 2002, dan terakhir diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5599), yang disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 16 Oktober 2014.

B. Ruang Lingkup, Karakteristik dan Prinsip Dasar Hak Cipta

Mengacu pada Undang-Undang Hak Cipta, maka Ciptaan yang mendapat perlindungan hukum ada dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Dari tiga bidang ini Undang-Undang merincikan lagi di antaranya seperti yang ada pada ketentuan Pasal 40 Undang-Undang Hak Cipta. Menurut ketentuan Pasal 40 Undang-Undang Hak Cipta, Ciptaan yang dilindungi terdiri atas :

1. Buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya;

2. Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan sejenis lainnya;

3. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;

4. Lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;


(8)

6. Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung atau kolase;

7. Karya seni terapan; 8. Karya arsitektur; 9. Peta;

10.Karya seni batik atau seni motif lain; 11.Karya fotografi;

12.Potret;

13.Karya sinematografi;

14.Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi;

15.Terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi, atau modifikasi ekpresi budaya tradisional;

16.Kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan program komputer maupun media lainnya;

17.Kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli;

18.Permainan video; dan 19.Program komputer.

Di samping Ciptaan di atas ada lagi beberapa Ciptaan yang dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta. Sebagaimana yang dituangkan dalam ketentuan Pasal 39 ayat (1)(2) dan (3) yang menyatakan :


(9)

1. Dalam hal Ciptaan tidak diketahui Penciptanya dan Ciptaan tersebut belum dilakukan pengumumuan, Hak Cipta atas Ciptaan tersebut dipegang oleh negara untuk kepentingan Pencipta.

2. Dalam hal Ciptaan telah dilakukan Pengumuman tetapi tidak diketahui Penciptanya, atau hanya terterna nama aliasnya atau samaran Penciptanya, Hak Cipta atas Ciptaan tersebut dipegang oleh pihak yang melakukan pengumuman untuk kepentingan Pencipta.

3. Dalam hal Ciptaan telah diterbitkan tetapi tidak diketahui Pencipta dan pihak yang melakukan pengumuman, Hak Cipta atas Ciptaan tersebut dipegang oleh Negara untuk kepentingan Pencipta.

Sedangkan untuk karakteristik Hak Cipta dapat ditemukan pada ketentuan pasal 16 ayat (1) dan (2) yang berbunyi :

1. Hak Cipta merupakan benda bergerak tidak berwujud.

2. Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruh maupun sebagian karena :

a. Pewarisan; b. Hibah; c. Wakaf; d. Wasiat;

e. Perjanjian tertulis; atau

f. Sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


(10)

Syarat utama apabila Hak Cipta dialihkan kepada pihak penerima hak maka pengalihan tersebut tidak dapat dilakukan secara lisan melainkan harus secara tertulis dengan akta otentik.

Hak Cipta mengandung beberapa prinsip dasar (basic principles) yang secara konseptual digunakan sebagai landasan pengaturan Hak Cipta di semua negara, baik itu yang menganut Civil Law System maupun Common Law System. Beberapa prinsip yang dimaksud adalah : 25

1. Yang dilindungi Hak Cipta adalah ide yang telah terwujud dan asli. Prinsip ini adalah prinsip yang paling mendasar dari perlindungan Hak Cipta, maksudnya yaitu bahwa Hak Cipta hanya berkenaan dengan bentuk perwujudan dari suatu Ciptaan. Prinsip ini dapat diturunkan menjadi beberapa prinsip lain sebagai prinsip-prinsip yang berada lebih rendah atau sub-principles, yaitu :

a. Suatu Ciptaan harus mempunyai keaslian (orisinil) untuk dapat menikmati hak-hak yang diberikan oleh Undang-Undang. Keaslian sangat erat hubungannya dengan perwujudan suatu Ciptaan.

b. Suatu Ciptaan, mempunyai Hak Cipta jika Ciptaan yang bersangkutan diwujudkan dalam bentuk tulisan atau bentuk material yang lain. Ini berarti suatu ide atau suatu pikirann belum merupakan suatu Ciptaan.

c. Karena Hak Cipta adalah hak eksklusif dari pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, hal


(11)

tersebut berarti bahwa tidak ada orang lain yang boleh melakukan hak tersebut tanpa seizin pencipta atau Pemegang Hak Cipta.

2. Hak Cipta timbul dengan sendirinya (otomatis)

Suatu Hak Cipta akan eksis pada saat seorang pencipta mewujudkan idenya dalam bentuk yang berwujud, dengan adanya wujud dari suatu ide maka suatu Ciptaan akan lahir dengan sendirinya. Ciptaan tersebut dapat diumumkan atau tidak diumumkan, tetapi jika suatu Ciptaan tidak diumumkan maka Hak Ciptanya tetap ada pada pencipta.

3. Suatu Ciptaan tidak selalu perlu diumumkan untuk memperoleh suatu Hak Cipta. Suatu Ciptaan yang diumumkan maupun yang tidak diumumkan kedua-duanya dapat memperoleh Hak Cipta.

4. Hak Cipta suatu Ciptaan merupakan suatu hak yang diakui hukum (legal right) yang harus dipisahkan dan harus dibedakan dari penguasaan fisik suatu Ciptaan.

5. Hak Cipta bukan hak mutlak (absolut)

Hak Cipta bukan merupakan suatu monopoli mutlak melainkan hanya suatu limited monopoli terbatas. Hak Cipta yang secara konseptual tidak mengenal konsep monopoli penuh, sebab mungkin saja seorang pencipta menciptakan suatu Ciptaan yang sama dengan Ciptaan yang telah tercipta lebih dahulu, dengan syarat tidak terjadi suatu bentuk penjiplakan atau plagiat, asalkan Ciptaan yang tercipta kemudian tidak merupakan duplikasi atau penjiplakan murni dari Ciptaan terdahulu.


(12)

C. Hak-Hak Yang Terkandung Dalam Hak Cipta

Pasal 4 Undang-Undang Hak Cipta membedakan Hak Cipta menjadi 2 (dua) jenis hak, yakni hak moral (moral rights) dan hak ekonomi (economy rights).

Hak moral adalah hak yang melindungi kepentingan pribadi atau reputasi pencipta atau penemu. Hak moral melekat pada pribadi pencipta atau penemu. Apabila Hak Cipta atau Paten dapat dialihkan kepada pihak lain, maka Hak Moral tidak dapat dipisahkan dari pencipta atau penemu karena bersifat pribadi dan kekal. Termasuk dalam hak moral ada hak-hak yang sebagai berikut :26

1. Hak untuk menuntut kepada Pemegang Hak Cipta atau Paten supaya nama pencipta atau penemu tetap dicantumkan pada Ciptaan atau penemuannya.

2. Hak untuk tidak melakukan perubahan pada Ciptaan atau penemuan tanpa persetujuan pencipta, penemu, atau ahli warisnya.

3. Hak pencipta atau penemu untuk mengadakan perubahan pada Ciptaan atau penemuan sesuai dengan tuntutan perkembangan dan kepatutan dalam masyarakat.

Pasal 5 Undang-Undang Hak Cipta menjelaskan bahwa hak moral merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri pencipta untuk :

1. Tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian Ciptaannya untuk umum;

2. Menggunakan nama aliasnya atau samarannya;


(13)

3. Mengubah Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat; 4. Mengubah judul dan anak judul Ciptaan; dan

5. Mempertahankan haknya dalam hak terjadi distorsi Ciptaan atau hal yang bersifat merugikan kehormatan atau reputasinya.

Sedangkan, Hak Ekonomi (economy right) adalah hak untuk memperoleh keuntungan ekonomi atau manfaat ekonomi atas Hak Kekayaan Intelektual. Dikatakan hak ekonomi karena Hak Kekayaan Intelektual adalah benda yang dapat dinilai dengan uang. Hak ekonomi tersebut berupa keuntungan sejumlah uang yang diperoleh karena penggunaan oleh pihak lain berdasarkan lisensi. Hak ekonomi itu diperhitungkan karena Hak Kekayaan Intelektual dapat digunakan atau dimanfaatkan oleh pihak lain dalam perindustrian atau perdagangan yang mendatangkan keuntungan.

Pasal 9 Undang-Undang Hak Cipta menjelaskan bahwa Pencipta atau Pemegang Hak Cipta memiliki hak ekonomi untuk melakukan :

1. Penerbitan Ciptaan;

2. Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya; 3. Penerjemahan Ciptaan;

4. Pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan; 5. Pendistribusian Ciptaan atau salinannya;

6. Pertunjukan Ciptaan; 7. Pengumuman Ciptaan; 8. Komunikasi Ciptaan; dan 9. Penyewaan Ciptaan.


(14)

Jenis hak ekonomi pada setiap klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual dapat berbeda-beda. Pada Hak Cipta, jenis hak ekonomi lebih banyak dibandingkan dengan Paten dan Merek. Jenis hak ekonomi pada Hak Cipta adalah sebagai berikut :27

1. Hak perbanyakan (penggandaan), yaitu penambahan jumlah Ciptaan dengan pembuatan yang sama, hampir sama, atau menyerupai Ciptaan tersebut dengan menggunakan bahan-bahan yang sama maupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan Ciptaan.

2. Hak adaptasi (penyesuaian), yaitu penyesuaian dari satu bentuk ke bentuk lain.

3. Hak pengumuman (penyiaran), yaitu pembacaan, penyuaraan, penyiaran, atau penyebaran Ciptaan dengan menggunakan alat apapun dan dengan cara sedemikian rupa, sehingga Ciptaan dapat dibaca, didengan, dilihat, dijual, atau disewa oleh orang lain.

4. Hak pertunjukan (penampilan), yaitu mempertontonkan, mempertunjukkan, mempergelarkan, memamerkan Ciptaan dibidang seni oleh musisi, dramawan, seniman, peragawati.

Menurut Djumhana, hak ekonomi umumnya di setiap Negara meliputi jenis hak :

1. Hak Reproduksi atau Penggandaan (reproduction right)

Hak pencipta untuk menggandakan Ciptaannya, ini merupakan penjabaran dari hak ekonomi si pencipta. Bentuk penggandaan atau


(15)

perbanyakan ini dapat dilakukan secara tradisional maupun melalui peralatan modern. Hak reproduksi ini juga mencakup perubahan bentuk Ciptaan satu ke Ciptaan lainnya.

2. Hak Adaptasi (adaptation right)

Hak untuk menggandakan adaptasi, dapat berupa penerjemahan bahasa, aransemen musik, dramatisasi dari nondramatik, mengubah cerita fiksi dari karangan nonfiksi atau sebaliknya. Hal ini diatur dalam Konvensi Bern maupun Konveni Universal (Universal Copyrights Convention). 3. Hak Distribusi (distribution right)

Hak distribusi adalah hak untuk menyebarkan kepada masyarakat setiap hasil Ciptaan dalam bentuk penjualan atau penyewaan.

4. Hak Pertunjukan (performance right)

Hak pertunjukan adalah hak untuk mengungkapkan karya seni dalam bentuk pertunjukan atau penampilan oleh pemusik, dramawan, seniman, peragawati. Setiap orang atau badan yang menampilkan atau mempertunjukkan suatu karya cipta, harus meminta izin dari si pemilik hak pertunjukan tersebut. Hak ini diatur dalam Bern Convention, Universal Copyright Convention, dan Rome Convention.

5. Hak Penyiaran (broadcasting right)

Hak untuk menyiarkan bentuknya berupa mentransmisikan suatu Ciptaan. Hak penyiaran ini meliputi penyiaran ulang dan mentransmisikan ulang. Ketentuan hak ini telah diatur Bern Convention, Universal Copyright Convention, Rome Convention 1961.


(16)

6. Hak Program Kabel (cablecasting right)

Hak program kabel adalah hak untuk menyiarkan Ciptaan melalui kabel. Hak ini hampir sama dengan hak penyiaran hanya saja mentransmisikan melalui kabel.

7. Droit de Suite

Droit de Suite adalah hak pencipta. Ketentuan droit de suite ini merupakan hak tambahan yang bersifat kebendaan.

8. Hak Pinjam Masyarakat (public lending right)

Hak ini dimiliki oleh pencipta yang karyanya tersimpan di perpustakaan, yaitu dia berhak atas suatu pembayaran dari pihak tertentu karena karya yang diciptakannya seiring dipinjam oleh masyarakat dari perpustakaan milik pemerintah.

Berdasarkan penjelasan Hak Cipta yang memunculkan hak moral dan hak ekonomi ini pada dasarnya khusus untuk hak ekonomi dapat dimiliki si pencipta satu atau lebih hak ekonomi. Namun dalam hak-hak pada hakikatnya dapat dimiliki oleh si pencipta berupa orang atau badan hukum. Ciptaan yang penciptanya lebih dari satu orang, maka menurut ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Hak Cipta, maka Ciptaan itu dimiliki oleh orang yang mengawasi atau memimpin penyelesaian seluruh Ciptaan itu, sedangkan hak moral tidak demikian. Hak moral ini tetap mengikuti dan melekat pada diri Pencipta, walaupun hak ekonomi dari Hak Cipta tersebut telah beralih atau dialihkan kepada orang lain.


(17)

D. Jangka Waktu dan Prosedur Pendaftaran

Secara umum pengaturan tentang masa berlaku Hak Cipta dan Hak Terkait di Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta adalah :

1. Hak moral Pencipta berlaku tanpa batas waktu (Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta).

2. Masa berlaku Hak Ekonomi atas Ciptaan berupa : buku, pamflet, dan semua hasil karya tulis lainnya; ceramah, kuliah, pidato dan Ciptaan sejenis lainnya; alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; lagu atau musik dengan atau tanpa teks; drama, drama musikal, tari koreografi, pewayangan, dan pantomim; karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase; karya arsitektur; peta; dan karya seni batik atau seni motif lain, berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia. Dalam hal Ciptaan yang dimiliki oleh 2 (dua) orang atau lebih, perlindungan Hak Cipta berlaku selama hidup pencipta yang meninggal dunia paling akhir dan berlangsung selama 70 (tujuh puluh) tahun sesudahnya. Untuk perlindungan Hak Cipta atas Ciptaan yang dipegang oleh badan hukum berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman (Pasal 58 Undang-Undang Hak Cipta). 3. Masa berlaku Hak Ekonomi atas Ciptaan berupa : karya fotografi;

potret; karya sinematografi; permainan video; program komputer; perwajahan karya tulis; terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis


(18)

data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi; terjemahan, adaptasi, aransemen, transformasi atau modifikasi ekspresi budaya tradisional; kompilasi Ciptaan atau data, baik dalam format yang dapat dibaca dengan program komputer atau media lainnya; dan kompilasi ekspresi budaya tradisional selama kompilasi tersebut merupakan karya yang asli, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman. Untuk Ciptaan berupa karya seni terapan berlaku selama 25 (dua puluh lima) tahun sejak pertama kali dilakukan pengumuman (Pasal 59 Undang-Undang Hak Cipta).

4. Hak Cipta atas ekpresi budaya tradisional yang dipegang oleh negara berlaku tanpa batas waktu (Pasal 60 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta).

5. Hak Cipta atas Ciptaan yang penciptanya tidak diketahui yang dipegang oleh negara berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebut pertama kali dilakukan pengumuman (Pasal 60 ayat (2) Undang-Undang Hak Cipta).

6. Hak Cipta atas Ciptaan yang dilaksanakan oleh pihak yang melakukan pengumaman berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Ciptaan tersebut pertama kali dilakukan pengumuman (Pasal 60 ayat (3) Undang-Undang Hak Cipta).

7. Masa berlaku Hak Ekonomi atas : Pelaku Pertunjukan berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertunjukannya difiksasi dalam Fonogram


(19)

atau audiovisual; Produser Fonogram berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak Fonogramnya difiksasi; dan Lembaga Penyiaran berlaku selama 20 (dua puluh) tahun sejak karya siarannya pertama kali disiarkan. (Pasal 63 Undang-Undang Hak Cipta)

Permohonan pendaftaran Hak Cipta diajukan kepada Menteri Kehakiman melalui Direktorat Jenderal HAKI dengan surat rangkap dua, ditulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas polio berganda. Dalam surat permohonan itu tertera :28

1. Nama, kewarganegaraan dan alamat pencipta;

2. Nama, kewarganegaraan dan alamat Pemegang Hak Cipta; 3. Nama, kewarganegaraan dan alamat kuasa;

4. Jenis dan judul Ciptaan;

5. Tanggal dan tempat Ciptaan diumumkan untuk pertama kali; 6. Uraian Ciptaan rangkap tiga.

Apabila surat permohonan pendaftaran Ciptaan telah memenuhi syarat-syarat tersebut, Ciptaan yang dimohonkan pendaftarannya didaftarkan oleh Direktorat Hak Cipta, Paten dan Merek dalam daftar umum Ciptaan degnan menerbitkan surat pendaftaran Ciptaan dalam rangkap 2 (dua). Kedua lembar surat pendaftaran Ciptaan tersebut ditandatangani oleh Direktur Jenderal HAKI atau pejabat yang ditunjuk, sebagai bukti pendaftaran, sedangkan lembar kedua surat pendaftaran Ciptaan tersebut beserta surat permohonan pendaftaran Ciptaan

28 H. Ok. Saidin, Op. Cit., hlm. 94


(20)

dikirim kepada pemohon dan lembar pertama disimpan di Kantor Direktorat Jenderal HAKI. Dalam daftar umum Ciptaan dimuat keterangan sebagai berikut:29

1. Nama, kewarganegaraan dan alamat pencipta;

2. Nama, kewarganegaraan dan alamat Pemegang Hak Cipta; 3. Jenis dan judul Ciptaan;

4. Tanggal dan tempat Ciptaan diumumkan untuk pertama kali; 5. Uraian Ciptaan;

6. Tanggal dan jam surat permohonan diterima; 7. Tanggal dan surat permohonan lengkap; 8. Nomor pendaftaran Ciptaan;

9. Kolom-kolom untuk pemindahan hak perubahan nama, perubahan alamat, penghapusan dan pembatalan.

Setelah dimuat dalam daftar umum Ciptaan, Hak Cipta yang telah didaftarkan tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Ciptaan Ditjen HAKI yang berisikan keterangan tentang :

1. Nama, kewarganegaraan, dan alamat pencipta;

2. Nama, kewarganegaraan dan alamat Pemegang Hak Cipta; 3. Jenis dan judul Ciptaan;

4. Tanggal dan tempat Ciptaan diumumkan untuk pertama kali; 5. Uraian Ciptaan;

6. Nomor pendaftaran; 7. Tanggal pendaftaran; 29Ibid, hlm. 96


(21)

8. Pemindahan hak, perubahan nama, perubahan alamat, penghapusan pembatalan;

9. Lain-lain yang dianggap perlu.

Seluruh rangkaian proses pendaftaran Hak Cipta tersebut dikenakan biaya. Besarnya biaya tergantung pada jenis permohonan. Permohonan pendaftaran Ciptaan, permohonan pemindahan hak, permohonan perubahan nama dan alamat serta permohonan untuk mendapatkan petikan, harus memenuhi biaya-biaya tersebut dimaksudkan sebagai penerimaan Negara yang harus disetorkan seluruhnya ke kas negara sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku

Bagan Tentang Prosedur Pendaftaran Hak Cipta30

30Ibid, hlm. 98

SENI

SASTRA IPTEK

PERMINTAAN PENDAFTARAN

PEMOHON

DITJEN HAKI BUKTI

PERMOHONAN

PEMERIKSAAN

ORISINAL TIDAK

ORISINAL


(22)

E. Pembatasan Hak Cipta

Undang-Undang Hak Cipta memberikan beberapa pembatasan terhadap pemanfaatan Hak Cipta. Beberapa pembatasan atas pemanfaatan Hak Cipta tetapi tidak dikategorikan sebagai pelanggaran Hak Cipta di antaranya :

1. Pengumuman, pendistribusian, komunikasi dan/atau penggandaan lambang negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli ; 2. Pengumuman, pendistribusian, komunikasi dan/atau penggandaan

segala sesuatu yang dilaksanakan oleh atau atas nama pemerintah, kecuali dinyatakan dilindungi oleh peraturan perundang-undangan, pernyataan pada Ciptaan tersebut, atau ketika terhadap Ciptaan tersebut dilakukan pengumuman, pendistribusian, komunikasi dan/atau penggandaan.

3. Pengambilan berita aktual, baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, lembaga penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lainnya dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap; 4. Pembuatan dan penyebarluasan konten Hak Cipta melalui media

teknologi informasi dan komunikasi yang bersifat tidak komersial dan/atau menguntungkan pencipta atau pihak terkait, atau pencipta tersebut menyatakan tidak keberatan atas pembuatan dan penyebarluasan tersebut.

5. Penggandaan, pengumuman dan/atau pendistribusian Potret Presiden, Wakil Presiden, mantan Presiden, mantan Wakil Presiden, Pahlawan Nasional, pimpinan lembaga negara, pimpinan kementerian/lembaga


(23)

pemerintah non kementerian, dan/atau kepala daerah dengan memperhatikan martabat dan kewajaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

6. Penggunaan, pengambilan, penggandaan, dan/atau pengubahan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait secara seluruh atau sebagian yang substansial tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara lengkap untuk keperluan :

a. Pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta; b. Keamanan serta penyelenggaraan pemerintah legislatif, dan

peradilan;

c. Ceramah yang hanya untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.

7. Fasilitasi akses atas suatu Ciptaan untuk penyandangan tuna netra, penyandang kerusakan penglihatan atau keterbatasan dalam membaca, dan/atau penggunaan huruf braille, buku audio, atau sarana lainnya, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara lengkap, kecuali bersifat komersial.


(24)

8. Penggandaan sebanyak 1 (satu) salinan atau adaptasi program komputer yang dilakukan oleh pengguna yang sah dapat dilakukan tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta jika salinan tersebut digunakan untuk :

a. Penelitian dan pengembangan program komputer tersebut; dan b. Arsip atau cadangan atas program komputer yang diperoleh secara

sah untuk mencegah kehilangan, kerusakan, atau tidak dapat dioperasikan.

7. Penggandaan untuk kepentingan pribadi atas Ciptaan yang telah dilakukan pengumuman hanya dapat dibuat sebanyak 1 (satu) salinan dan dapat dilakukan tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta. Penggandaan untuk kepentingan pribadi ini tidak mencakup karya arsitektur dalam bentuk bangunan atau konstruksi lain, seluruh atau bagian yang substansial dari suatu buku atau notasi musik, seluruh atau bagian substansial dari database dalam bentuk digital, program komputer dan penggandaan untuk kepentingan pribadi yang pelaksanaannya bertentangan dengan kepentingan yang wajar dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.

8. Penggandaan, penyiaran, atau komunikasi atas Ciptaan untuk tujuan informasi yang menyebutkan sumber dan nama Pencipta secara lengkap tidak dianggap pelanggaran Hak Cipta dengan ketentuan Ciptaan berupa :


(25)

a. Artikel dalam berbagai bidang yang sudah dilakukan pengumuman baik dalam media cetak maupun media elektronik kecuali yang salinannya disediakan oleh Pencipta, atau berhubungan dengan penyiaran atau komunikasi atas suatu Ciptaan;

b. Laporan peristiwa aktual atau kutipan singkat dari Ciptaan yang dilihat atau didengan dalam situasi tertentu; dan

c. Karya ilmiah, pidato, ceramah, atau Ciptaan sejenis yang disampaikan kepada publik.

9. Penggandaan sementara atas Ciptaan tidak dianggap pelanggaran Hak Cipta jika penggandaan tersebut memenuhi ketentuan :

a. Pada saat dilaksanakan transmisi digital atau pembuatan Ciptaan secara digital dalam media penyimpanan;

b. Dilaksanakan oleh setiap orang atas izin Pencipta untuk mentransmisi Ciptaan; dan

c. Menggunakan alat yang dilengkapi mekanisme penghapusan salingan secara otomatis yang tidak memungkinkan Ciptaan tersebut ditampilkan kembali.

Selanjutnya Undang-Undang Hak Cipta tidak saja memberikan beberapa pengecualian, namun Undang-Undang Hak Cipta juga menentukan mekanisme pelisensian wajib atau compulsory licensing.

Pembatasan lainnya, yakni terkait dengan pengumuman suatu Ciptaan yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk kepentingan nasional radio, televisi dan/atau sarana lain dapat dilakukan dengan tidak meminta izin kepada pemegang


(26)

Hak Cipta dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pemegang Hak Cipta, dan kepada Pemegang Hak Cipta diberikan imbalan yang layak.

F. Pelanggaran Hak Cipta

Pelanggaran Hak Cipta adalah segala bentuk usaha dengan memanfaatkan hasil karya orang lain yang dapat mendatangkan keuntungan bagi seseorang tanpa memperoleh izin dari pencipta karya tersebut. Selain itu usaha untuk meniru karya orang lain yang dapat merusak integritas karya tersebut dapat juga dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran Hak Cipta.

Perbuatan pelanggaran Hak Cipta pada dasarnya ada 2 (dua) kelompok, yaitu :31

1. Dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan, memperbanyak suatu Ciptaan, atau memberi izin untuk itu. Termasuk perbuatan pelanggara ini antara lain melanggar larangan untuk mengumumkan, memperbanyak atau memberi izin untuk itu setiap Ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan dan ketertiban umum.

2. Dengan sengaja memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta.

Selain pelanggaran terhadap ketentuan pidana di bidang Hak Cipta untuk kemungkinan terjadi adanya pelanggaran terhadap perjanjian-perjanjian yang


(27)

berhubungan dengan masalah Hak Cipta yang bersifat keperdataan. Di beberapa negara, penyelesaian persengketaan yang timbul di sekitar masalah Hak Cipta biasanya diselesaikan dalam pengadilan khusus.

Umumnya, Hak Cipta dilanggar jika materi Hak Cipta tersebut digunakan tanpa izin dari Pencipta yang mempunyai hak eksklusif atas ciptaannya. Untuk terjadinya pelanggaran, harus ada kesamaan antara dua ciptaan yang ada. Namun, Pencipta atau Pemegang Hak Cipta harus membuktikan bahwa karyanya telah dijiplak atau karya lain tersebut berasal dari karyanya. Hak Cipta juga dilanggar jika seluruh atau bagian substansial dari suatu Ciptaan yang dilindungi Hak Cipta diperbanyak.

Cara lain yang dianggap sebagai pelanggaran oleh seseorang terhadap suatu Hak Cipta adalah saat seseorang :32

1. Memberi wewenang (berupa persetujuan atau dukungan) kepada pihak lain untuk melanggar Hak Cipta;

2. Memiliki hubungan dagang/komersial dengan barang bajakan ciptaan-ciptaan yang dilindungi Hak Cipta;

3. Mengimpor barang-barang bajakan ciptaan yang dilindungi Hak Cipta untuk dijual eceran atau didistribusikan;

4. Memperoleh suatu tempat pementasan umum untuk digunakan sebagai tempat melanggar pementasan atau penayangan karya yang melanggar Hak Cipta.

32 Tim Lindsey, Eddy Damian, Simon Butt, Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Ctk. Keenam, Asian Law Group Pty. Ltd & PT. Alumni, Bandung, 2011, hlm. 123


(28)

Jika suatu ciptaan itu ternyata hasil pelanggaran Hak Cipta, maka Pencipta atau Pemegang Hak Cipta berhak mengajukan gugatan ke Pengadilan yang berwenang dengan tidak mengurangi tuntuan pidana terhadap pelanggaran Hak Cipta.

G. Pengertian Fotografi

Fotografi berasal dari kata Yunani yaitu “photos” yang berarti cahaya, dan

graphos” yang berarti melukis atau menulis. Fotografi adalah proses melukis

atau menulis dengan menggunakan media cahaya. Sebagai istilah umum, fotografi berarti proses atau metode untuk menghasilkan gambar atau foto dari suatu obyek dengan merekam pantulan cahaya yang mengenai obyek tersebut pada media yang peka cahaya. Alat yang digunakan untuk menangkap cahaya ini disebut kamera.33 Prinsip dasar fotografi adalah memfokuskan cahaya dengan bantuan pembiasaan sehingga mampu membakar medium penangkapan cahaya.

Pada dasarnya tujuan dan hakekat fotografi adalah sebagai media komunikasi. Suatu karya fotografi dapat disebut memiliki nilai komunikasi ketika dalam penampilan subjeknya digunakan sebagai medium penyampaian pesan atau merupakan ide yang terekspresikan kepada pemirsanya sehingga terjalin suatu kontak pemahaman makna. Dalam hal ini karya foto tersebut juga dapat dikatakan sebagai medium yang memiliki nilai guna fungsional dan sekaligus sebagai

33https://kelasfotografi.wordpress.com/2013/08/25/pengertian-dan-sejarah-singkat-fotografi/ diakses Minggu 4 Oktober 2015 jam 23:26 WIB


(29)

instrumen karena dijadikan alat dalam proses komunikasi penyampaian pesan/ide si pencipta karya foto.34

Sebuah karya fotografi yang dirancang dengan konsep tertentu dengan memilih objek yang terpilih dan yang diproses dan dihadirkan bagi kepentingan si pemotretnya sebagai luapan ekspresi artistik dirinya, maka karya tersebut bisa menjadi sebuah karya fotografi ekspresi. Karya fotografi yang diciptakannya lebih merupakan karya seni murni fotografi (fine art photography) karena bentuk penampilannya yang menitikberatkan pada nilai ekspresi-estetis seni itu sendiri. Karya fotografi juga dapat dimaknakan memiliki nilai sosial karena difungsikan sebagai medium yang melengkapi suatu kegunaan tertentu dalam bentuk pengesahan jati diri seseorang dalam suatu pranata kemasyarakatan.35

H. Sejarah Singkat Fotografi

Teknologi fotografi dimulai dengan sebuah kotak penangkap bayangan gambar, sebuah alat yang mulanya untuk meneliti konstalasi bintang yang dipatenkan oleh Gemma Fricius pada tahun 1554. Namun sebenarnya, cikal bakal teknologi ini adalah seorang ahli filsafat Cina bernama Mo Ti pada abad ke-5 SM, Aristoteles pada abad ke-3 SM, dan seorang Arab bernama Ibnu Al-Haitham pada abad ke-10 M.

34 Soeprapto Soedjono, Pot-Pourri Fotografi, Universitas Trisakti, Jakarta 2007, hlm 13 35Ibid, hlm 27


(30)

Pada 1727, Johann Heinrich Schulze menemukan bahwa cairan tertentu akan berubah warnanya jika diekspor ke sinar. Kemudian pada awal abad ke-19, Thomas Wegwood melakukan sebuah percobaab. Ia berhasil menangkap citra sebuah objek. Namun sayangnya citra tersebut tidak bertahan lama karena belum ditemukannya metode untuk membuat citra menjadi permanen.36

Foto pertama berhasil dibuat seniman Lithography Perancis bernama Nicephore Niepce pada tahun 1824. Niepce membuat foto dengan plat logam yang disinari dalam kamera obscura selama delapan jam. Merasa kurang puas, Niepce bekerja sama dengan pelukis asal Perancis bernama Louis Jacques Mande Daguerre untuk menyempurnakan penelitiannya yang kemudian disebut heliografi. Dalam bahasa Yunani, “helios” adalah matahari dan “graphos” berarti menulis.

Sebelum menunjukkan hasil yang optimal, Niepce meninggal dunia pada tahun 1833. Kemudian pada tanggal 19 Agustus 1839. Daguerre dinobatkan sebagai orang pertama yang berhasil membuat foto yang sebenarnya, sebuah gambar permanen pada lembaran plat tembaga perak yang dilapisi larutan iodin yang disinari selama satu setengah jam cahaya langsung dengan pemanas merkuri (neon). Proses ini disebut daguerreotype. Untuk membuat gambar permanen, plat dicuci larutan garam dapur dan air sulingan.

Beberapa bulan sebelumnya, seorang ilmuwan inggris bernama William Henry Fox Talbot sudah pula menemukan lukisan fotografi juga menemukan

36 https://www.facebook.com/PecintaSeniPhotography/posts/460345467358240 diakses Minggu 4 Oktober 2015 jam 23:37 WIB


(31)

kamera obscura, tapi ia buat positifnya pada sehelai kertas klorida perak. Kemudian pada tahun yang sama Talbot menemukan cikal bakal film negatif modern yang terbuat dari lembar kerta beremulsi yang bisa digunakan untuk mencetak foto dengan cara contact print, juga bisa digunakan untuk cetak ulang layaknya film negatif modern. Proses ini disebut Calotype yang kemudian dikembangkan menjadi Talbotypes.

Temuan teknologi makin maju sejalan dengan masuknya fotografi ke dunia jurnalistik. Karena belum bisa membawa foto ke dalam proses cetak, surat kabar mulanya menyalin foto ke dalam gambar tangan. Dan surat kabar pertama yang memuat gambar sebagai berita adalah The Daily Graphic pada 16 April 1877. Gambar berita pertama dalam surat kabar tersebut adalah sebuah peristiwa kebakaran.

Pada tahun 1880 ditemukanlah proses cetak half tone yang memungkinkan foto dibawa ke dalam surat kabar. Pada Juni 1888, seorang ilmuwan Amerika bernama George Eastman menciptakan revolusi fotografi dunia. Ia menjual produk baru dengan merek Kodak yang terkenal dengan nama Eastman’s Kodak, yaitu berupa sebuah kamera kotak kecil yang berisi rol film. Kamera Kodak inilah yang kemudian mengalami berbagai penyesuaian teknologi sehingga menjadi kamera yang kita gunakan sekarang.


(32)

I. Jenis-Jenis Fotografi

Fotografi merupakan bidang yang sangat luas karena hampir setiap aspek kehidupan manusia tidak lepas dari fotografi. Adapun beberapa macam atau jenis dari fotografi adalah :37

1. Fotografi Jurnalistik (Photojournalism)

Fotografi jurnalistik membutuhkan fotografernya untuk memotret sesuai dengan fakta aslinya, tidak ada perubahan atau tidak ada manipulasi terhadap peristiwa aslinya. Foto dari fotografi jurnalistik sering berupa foto yang bermakna kuat yang melibatkan pemirsa atau pembacanya ke dalam suatu cerita.

2. Fotografi Dokumenter (Documentary Photography)

Foto dokumenter menceritakan sebuah peristiwa dengan gambar. Perbedaan utama antara fotografi jurnalistik dan fotografi dokumenter adalah bahwa fotografi dokumenter dimaksudkan sebagai dokumen sejarah era politik atau sosial, sementara fotografi jurnalistik berisi peristiwa tertentu atau kejadian tertentu saja.

3. Fotografi Aksi (Action Photography)

Seorang fotografer profesional yang mengambil foto aksi dapat mengkhususkan diri dalam berbagai objek yang berbeda, fotografi olahraga adalah salah satu jenis aksi tercepat dan paling menarik dari fotografi.

37 http://egistepz.blogspot.co.id/2014/09/jenis-jenis-fotografi.html diakses Senin, 5 Oktober 2015 jam 00:15


(33)

4. Fotografi Makro (Macro Photography)

Fotografi makro adalah jenis fotografi dengan pengambilan gambar dari jarak dekat. Fotografi ini membutuhkan peralatan yang canggih dan mahal, akan tetapi fotografer amatir dapat berlatih dengan menggunakan mode macro pada kamera digital. Objek fotografi makro dapat berupa serangga, bunga, bulir air, atau benda lain yang kalau di close up akan menghasilkan detail yang menarik.

5. Fotografi Mikro (Micro Photography)

Fotografi mikro menggunakan kamera khusus dan mikroskop untuk menangkap gambar objek yang sangat kecil. Kebanyakan aplikasi fotografi mikro paling cocok untuk dunia ilmiah.

6. Fotografi Glamour (Glamour Photography)

Orang awam kadang-kadang menyamakannya dengan pornografi, mungkin karena menampilkan keseksian dan erotis tetapi sebenarnya bukanlah suatu hal yang porno. Fotografi glamour berusaha untuk menangkap objek dalam pose yang menekankan kurva dan bayangan. 7. Fotografi Aerial (Aerial Photography)

Seorang fotografer aerial mempunyai spesialisasi dalam mengambil foto dari udara. Foto dapat digunakan untuk survei atau konstruksi, untuk memotret burung atau cuaca pada film atau untuk tujuan militer. Fotografer aerial biasanya menggunakan pesawat, parasut, balon dan pesawat remote control untuk mengambil foto dari udara.


(34)

8. Fotografi Bawah Air (Underwater Photography)

Fotografi bawah air biasanya digunakan oleh penyelam atau perenang. Mengambil gambar bawah air dapat menjadi sesuatu yang sulit, karena kacamata scuba yang besar dan mendistorsi visi fotografer.

9. Fotografi Seni Rupa (Fine Art Photography)

Fotografi seni rupa, juga dikenal hanya sebagai fotografi seni, mengacu pada cabang fotografi yang didedikasikan untuk memproduksi foto untuk tujuan murni estetika.

10.Fotografi Pernikahan (Wedding Photography)

Fotografi pernikahan adalah campuran dari berbagai jenis fotografi. Meskipun album pernikahan adalah sebuah foto dokumenter dari hari pernikahan, foto pernikahan dapat diolah dan diedit untuk menghasilkan berbagai efek. Sebagai tambahan, seorang fotografer pernikahan harus memiliki keahlian dalam fotografi potret, mereka juga harus menggunakan teknik foto yang glamor untuk mengabadikan momen terbaik.

11.Fotografi Periklanan (Advertising Photography)

Fotografi memainkan peran penting dalam periklanan, fotografer profesional banyak memutuskan karir mereka sebagai fotografer periklanan. Fotografi iklan butuh hasil yang unik dan eye catching, hal ini berarti fotografer dapat memainkan beberapa jenis fotografi, termasuk fotografi makro dan fotografi glamor.


(35)

12.Fotografi Perjalanan (Travel Photography)

Fotografi perjalanan adalah jenis fotografi yang melibatkan dokumentasi pemandangan suatu daerah, orang, budaya, adat istiadat dan sejarah. Society of America mendefinisikan foto perjalanan sebagai foto yang mengekpresikan perasaan dari waktu dan tempat, menggambarkan daerah, orang-orangnya, atau budaya dalam keadaan aslinya, dan tidak memiliki keterbatasan geografis.

13.Fotografi Vernakular(Vernacular Photography)

Fotografi vernakular sering disebut juga fotografi amatir karena mengacu kepada penciptaan foto oleh fotografer amatir atau fotografer yang tidak dikenal yang mengambil foto kehidupan sehari-hari dan hal-hal yang umum sebagai objek.

14.Fotografi Jalanan (Street Photography)

Fotografi jalanan adalah jenis fotografi dokumenter yang menampilkan objek dalam situasi candid di tempat umum seperti jalanan, taman, pantai, mall, dll

15.Fotografi Malam (Night Photography)

Fotografi malam, seperti namanya adalah pengambilan foto outdoor di senja atau pada malam hari. Karena kurangnya cahaya yang tersedia dalam fotografi malam hari, fotografer akan menggunakan pencahayaan buatan atau menggunakan eksposur yang lama untuk memastikan bahwa sensor cukup menerima cahaya dari objek.


(36)

16.Fotografi Infra Merah (Infra Red Photography)

Fotografi infra merah mengacu pada jenis fotografi di mana foto yang diambil sensitif terhadap cahaya infra meraj. Dalam fotografi infra merah, biasanya fotografer menggunakan filter yang hanya melewatkan panjang gelombang inframerah menuju sensor dan menghasilkan sebuah foto. Hasil dari foto infra merah bisa menjadi foto hitam-putih yang kontras atau foto false color, seperti contohnya warna daun yang hijau segar akan terlihat putih, pemandangan yang panas akan tampak seperti di musim salju dan seperti di dunia lain.

17.Fotografi Balistik (Balistic Photography)

Fotografi balistik adalah jenis fotografi yang berhubungan dengan pengambilan foto dari peluru yang ditembakkan dari pistol atau peluru yang menembus target masing-masing. Teknik-teknik yang terlibat dengan mengambil foto terkait balistik adalah sama dengan yang untuk setiap subjek lain dari fotografi kecepatan tinggi, seperti gambar dari percikan cairan atau popping balon.

18.Fotografi Hitam-Putih (Black and White Photography)

Pada awal sejarah fotografi, fotografi hitam-putih adalah salah satunya pilihan seorang fotografer untuk mengambil gambar. Bahkan ketika foto berwarna sudah tersedia, foto hitam-putih pada awalnya mempunyai kualitas yang lebih baik dan lebih murah untuk mengembangkan daripada foto berwarna.


(37)

19.Fotografi Peperangan (War Photography)

Fotografi peperangan menangkap foto dari konflik bersenjata dan kehidupan di daerah yang dilanda perang. Meskipun foto-foto dapat memberikan representasi yang lebih langsung daripada lukisan atau gambar, foto-foto tersebut kadang-kadang dimanipulasikan sehingga menciptakan foto yang tidak objektif dalam jurnalistik.

20.Fotografi Busana (Fashion Photography)

Fotografi busana adalah jenis fotografi yang berkonsentrasi pada mengambil foto dari pakaian atau aksesoris (pada model atau sendirian) yang akan diterbitkan di majalah fashion, iklan atau beredar di kalangan desainer.

21.Chrono Photography

Chrono Photography, seperti namanya adalah fotografi menangkap pergerakan dari waktu ke waktu melalui serangkaian gambar diam, yang biasanya digabungkan menjadi satu foto untuk analisis selanjutnya.

22.Forensic Photography

Forensic Photography adalah seni menghasilkan reproduksi yang akurat dari TKP atau lokasi kecelakaan untuk kepentingan pengadilan atau untuk membantuk dalam penyelidikan. Ini adalah bagian dari proses pengumpulan bukti.


(38)

23.Foto Manusia

Foto manusia adalah semua foto yang obyek utamanya manusia, baik anak-anak sampai orang tua, muda maupun tua. Unsur utama dalam foto ini adalah manusia, yang dapat menawarkan nilai dan daya tarik untuk divisualisasikan. Foto ini dibagi lagi menjadi beberapa kategori yaitu :

a. Portrait, adalah foto yang menampilkan ekspresi dan karakter manusia dalam kesehariannya. Karakter manusia yang berbeda-beda akan menawarkan image tersendiri dalam membuat foto portrait. Tantangan dalam membuat foto portrait adalah dapat menangkap ekspresi obyek (mimik, tatapan, kerut wajah) yang mampu memberikan kesan emosional dan menciptakan karakter seseorang.

b. Human Interest, dalam karya fotografi adalah foto yang

menggambarkan kehidupan manusia atau interaksi manusia dalam kehidupan sehari-hari serta ekspresi emosional yang memperlihatkan manusia dengan masalah kehidupannya, yang mana kesemuanya itu membawa rasa ketertarikan dan rasa simpati bagi para orang yang menikmati foto tersebut.

c. Stage Photography, adalah semua foto yang menampilkan aktivitas

/ gaya hidup manusia yang merupakan bagian dari budaya dan dunia entertainment untuk dieksploitasi dan menjadi bahan yang menarik untuk divisualisasikan.


(39)

d. Sport atau foto olahraga adalah jenis foto yang menangkap aksi menarik dan spektakuler dalam event dan pertandingan olahraga. Jenis foto ini membutuhkan kecermatan dan kecepatan seorang fotografer dalam menangkap momen terbaik.

24.Foto Nature

Dalam jenis foto nature obyek utamanya adalah benda dan makhluk hidup alami (natural) seperti hewan, tumbuhan, gunung, hutan dan lain-lain. Kategori yang termasuk kedalam foto nature diantaranya :

a. Foto Flora, jenis foto dengan obyek utama tanaman dan tumbuhan dikenal dengan jenis foto flora. Berbagai jenis tumbuhan dengan segala keanekaragamannya menawarkan nilai keindahan dan daya tarik untuk direkam dengan kamera.

b. Foto Fauna, adalah jenis foto dengan berbagai jenis binatang sebagai obyek utama. Foto ini menampilkan daya tarik dunia binatang dalam aktifitas dan interaksinya.

c. Foto Lanskap, adalah jenis foto yang begitu popular seperti halnya foto manusia. Foto lanskap merupakan foto bentangan alam yang terdiri dari unsur langit, daratan dan air, sedangkan manusia, hewan, dan tumbuhan hanya sebagai unsur pendukung dalam foto ini. Ekspresi alam serta cuaca menjadi momen utama dalam menilai keberhasilan membuat foto lanskap


(40)

25.Foto Arsitektur

Kemanapun anda pergi akan menjumpai bangunan-bangunan dalam berbagai ukuran, bentuk, warna dan desain. Dalam jenis foto ini menampilkan keindahan suatu bangunan baik dari segi sejarah, budaya, desain dan konstruksinya. Memotret suatu bangunan dari berbagai sisi dan menemukan nilai keindahannya menjadi sangat penting dalam membuat foto ini.

26.Foto Still Life

Foto still life adalah menciptakan sebuah gambar dari benda atau obyek mati. Membuat gambar dari benda mati menjadi hal yang menarik dan tampak hidup, komunikatif, ekspresif dan mengandung pesan yang akan disampaikan merupakan bagian yang paling penting dalam penciptaan karya foto ini. Jenis foto ini merupakan jenis foto yang menantang dalam menguji kreatifitas, imajinasi, dan kemampuan teknis

Seiring dengan perkembangan zaman, dunia fotografi juga mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini ditandai dengan munculnya berbagai jenis fotografi yang baru yang merupakan turunan dari jenis-jenis fotografi yang sudah ada. Perkembangan dunia fotografi juga diikuti dengan berkembangnya teknologi kamera yang digunakan sebagai media menghasilkan karya fotografi. Hal ini bisa dilihat dengan berkembangnya media penyimpanan foto yang sebelumnya menggunakan media film, yang kemudian berkembang menggunakan media penyimpanan berupa file digital.


(41)

BAB IV

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK CIPTA FOTOGRAFI

A. Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Bagi Pencipta Karya Fotografi

Menurut CST Kansil, perlindungan hukum adalah berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan berbagai ancaman dari pihak manapun.

Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum, baik yang bersifat preventif maupun represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.38

Pada perlindungan hukum preventif, subyek hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan

38 http://seputarpengertian.blogspot.co.id/2014/01/seputar-pengertian-perlindungan-hukum.html diakses Rabu 7 Oktober 2015 jam 7:34 WIB


(42)

adanya perlindungan hukum yang preventif, pemerintah terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan kebijaksanaan, pertimbangan atau keadilan (diskresi).

Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.39

Perlindungan hukum merupakan upaya yang diatur oleh undang-undang guna mencegah terjadi pelanggaran Hak Kekayan Intelektual oleh orang yang tidak berhak. Jika terjadi pelanggaran, maka pelanggar tersebut harus diproses secara hukum, dan bila terbukti melakukan pelanggaran akan dijatuhi hukuman sesuai dengan ketentuan undang-undang bidang Hak Kekayaan Intelektual yang dilanggar itu. Undang-undang bidang Hak Kekayaan Intelektual mengatur jenis perbuatan pelanggaran serta ancaman hukumannya, baik secara perdata maupun secara pidana.

Perlindungan hukum Hak Kekayaan Intelektual merupakan suatu sistem hukum yang terdiri dari unsur-unsur sistem berikut :40

1. Subjek perlindungan. Subjek yang dimaksud adalah pihak pemilik atau pemegang hak, aparat penegak hukum, pejabat pendaftaran dan pelanggar hukum.

2. Objek perlindungan. Objek yang dimaksud adalah semua jenis Hak Kekayaan Intelektual yang diatur oleh undang-undang, seperti Hak

39 http://tesishukum.com/pengertian-perlindungan-hukum-menurut-para-ahli/ diakses Rabu 7 Oktober 2015 jam 8:03 WIB


(43)

Cipta, Merek, Paten, Desain Industri, Rahasia Dagang, Tata Letak Sirkuit Terpadu, Perlindungan Varietas Baru Tanaman.

3. Pendaftaran perlindungan. Hak Kekayaan Intelektual yang dilindungi hanyalah yang sudah terdaftar dan dibuktikan dengan sertifikat pendaftaran, kecuali apabila undang-undang mengatur lain.

4. Jangka waktu perlindungan. Jangka waktu yang dimaksud adalah lamanya Hak Kekayaan Intelektual itu dilindungi oleh undang-undang. 5. Tindakan hukum perlindungan. Apabila terbukti telah terjadi

pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual, maka pelanggar harus dihukum, baik secara pidana maupun secara perdata.

Undang-undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang baru diberlakukan dan disahkan tanggal 16 Oktober 2014 menyatakan bahwa : “Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Pasal 4 Undang-Undang Hak Cipta menjelaskan lebih lanjut tentang hak eksklusif, yaitu hak eksklusif terdiri atas hak moral dan hak ekonomi. Kandungan hak ekonomi meliputi hak untuk mengumumkan dan hak untuk memperbanyak. Sedangkan pelaksanaan perlindungan hak moral semakin terabaikan. Kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi yang secara progresif telah memfasilitasi revolusi digital, semakin menurunnya kebebasan dan keleluasaan dalam mengeksploitasi karya cipta.


(44)

Pengakuan lahirnya hak atas Hak Cipta adalah sejak suatu gagasan itu dituangkan atau diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Pengakuan lahirnya hak atas Hak Cipta tersebut tidak diperlukan suatu formalitas atau bukti tertentu, berbeda dengan hak-hak daripada Hak Kekayaan Intelektual lainnya, seperti Paten, Merek, Desain Industri, dan Desan Tata Letak Sirkuit Terpadu.

Timbulnya atau lahirnya hak tersebut diperlukan suatu formalitas tertentu yaitu dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan pemberian hak. Dengan demikian lahirnya hak atas Paten, Merek, Desain Industri dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu terlebih dahulu melalui suatu permohonan, tanpa adanya permohonan maka tidak ada pengakuan terhadapnya. Berbeda dengan Hak Cipta, para prinsipnya Hak Cipta diperoleh bukan karena pendaftaran, tetapi otomatis lahir sejak ciptaan itu diciptakan atau diwujudkan dalam bentuk nyata. Sehingga tidak ada kewajiban bagi pencipta untuk mendaftarkan ciptaannya.

Konsep dasar lahirnya Hak Cipta akan memberikan perlindungan hukum terhadap suatu karya cipta yang memiliki bentuk yang khas dan menunjukkan keaslian sebagai ciptaan seseorang atas dasar kemampuan dan kreatifitasnya yang bersifat pribadi. Sifat pribadi yang terkandung di dalam Hak Cipta melahirkan konsepsi hak moral bagi si pencipta. Hak moral tersebut dianggap sebagai hak pribadi yang dimiliki oleh seorang pencipta untuk mencegah terjadinya penyimpangan atas karya ciptanya dan untuk mendapatkan penghormatan atau penghargaan atas karyanya tersebut. Hak moral tersebut merupakan perwujudan dari hubungan yang terus berlangsung antara si pencipta dengan hasil karya ciptanya walaupun si penciptanya telah meninggal atau telah memindahkan Hak


(45)

Ciptanya kepada orang lain, sehingga apabila pemegang hak menghilangkan nama pencipta, maka pencipta atau ahli warisnya berhak untuk menuntut kepada pemegang Hak Cipta supaya nama pencipta tetap dicantumkan dalam ciptaannya.

Disamping itu juga pemegang Hak Cipta tidak diperbolehkan mengadakan perubahan suatu ciptaan kecuali dengan persetujuan pencipta atau ahli warisnya dan apabila pencipta telah menyerahkan Hak Ciptanya kepada orang lain, maka selama penciptanya masih hidup diperlukan persetujuannya untuk mengadakan perubahan, tetapi apabila penciptanya telah meninggal dunia diperlukan izin dari ahli warisnya. Dengan demikian, sekalipun hak moral itu sudah diserahkan baik seluruhnya maupun sebagian kepada pihak lain, maka tidak mengurangi hak pencipta atau pemegang ahli warisnya untuk menggugat seseorang yang tanpa persetujuannya : 41

1. Meniadakan nama pencipta yang tercantum pada ciptaan itu. 2. Mencantumkan nama pencipta pada penciptanya.

3. Mengganti atau mengubah judul ciptaan itu. 4. Mengubah isi ciptaan itu.

Hak moral utama yang terdapat dalam Undang-Undang Hak Cipta adalah :

1. Hak untuk memperoleh pengakuan, yaitu hak pencipta untuk memperoleh pengakuan publik sebagai pencipta suatu karya guna mencegah pihak lain mengklaim karya tersebut sebagai hasil kerja mereka, atau untuk mencegah pihak lain memberikan pengakuan pengarang karya tersebut kepada pihak lain tanpa seijin pencipta.

41 OK. Saidin, Op. Cit. hlm 101


(46)

2. Hak Integritas, yaitu hak untuk mengajukan keberatan atas perubahan yang dilakukan terhadap suatu karya tanpa sepengetahuan si pencipta. Terkait dengan masalah perlindungan terhadap hasil karya seni termasuk karya fotografi di Indonesia juga semakin berkembang seiring diberlakukannya Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dimana negara memberikan perlindungan secara eksklusif melalui Undang-Undang tersebut.

Permasalahan Hak Cipta karya fotografi pada dasarnya sering kali timbul karena kemajuan teknologi dan semakin berkembangnya dunia fotografi digital dengan menggunakan kamera digital. Kamera jenis ini tidak memerlukan film karena gambar-gambar hasil jepretan disimpan dalam bentuk file digital pada kartu memori. File digital tersebut sangat mudah untuk digandakan dan diambil oleh setiap orang untuk dimanfaatkan dalam berbagai kepentingan, tanpa sepengatahuan penciptanya.

Umumnya, untuk terjadi pelanggaran harus ada kesamaan antara dua ciptaan yang ada. Namun pencipta atau pemegang Hak Cipta harus bisa membuktikan bahwa hasil karyanya telah digunakan atau dijiplak. Bentuk pelanggaran terhadap Hak Cipta pada dasarnya dibedakan menjadi dua hal pokok, yaitu :

1. Mengutip sebagian ciptaan orang lain dan dimasukkan ke dalam ciptaan sendiri seolah-olah itu ciptaan sendiri, atau mengakui ciptaan orang lain seolah-olah itu ciptaan sendiri.

2. Mengambil ciptaan orang lain untuk diperbanyak dan diumumkan sebagaimana aslinya tanpa mengubah bentuk, isi, dan pencipta.


(47)

Dalam hal pembuktian pemilik atau Hak Cipta atas karya fotografi dapat dilakukan dengan cara pembuktian melalui :42

1. Pemberian tanda air atau watermark pada hasil foto. Kebanyakan fotografer memberikan tanda air atau watermark di dalam fotonya untuk menandakan karya foto tersebut merupakan hasil karyanya atau ciptaannya. Tanda air atau watermark ini bisa berupa nama si fotografer ataupun lambang khusus yang diciptakan oleh si fotografer.

2. File mentah (file raw). File digital asli dari foto yang diciptakan. Berbeda dengan file dengan format jpeg, tif, png, atau format foto lainnya yang bisa dihasilkan melalui aplikasi atau sofware pengolah foto. File raw hanya bisa dihasilkan oleh kamera yang digunakan fotografer. Dengan kata lain, apabila seorang fotografer memiliki file raw, maka dialah pemilik aslinya.

3. Melihat resolusi atau ukuran dari foto tersebut, yang mana resolusi yang lebih besar dinyatakan asli.

4. Metadata atau exif. Sebuah kamera digital menghasilkan metadata atau

exif yang berisikan informasi lengkap mengenai file foto tersebut. Informasi ini bisa berupa, tanggal pembuatan, ukuran foto, resolusi, jenis kamera dan lensa yang digunakan, dan informasi-informasi penting lainnya mengenai file foto tersebut.

Terhadap hak moral ini, walaupun hak penciptanya telah diserahkan seuluruhnya atau sebagian, pencipta tetap berwenang menjalankan suatu tuntutan


(48)

hukum untuk mendapatkan ganti rugi terhadap seseorang yang melanggar hak moral pencipta. Hal ini sesuai dengan ketentan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan bahwa : “Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seseorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

Pasal 5 Undang-Undang Hak Cipta juga menjelaskan lebih lanjut tentang hak moral ini, pencipta dari suatu karya cipta memiliki hak untuk :

1. Tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaanya untuk umum.

2. Menggunakan nama aliasnya atau samarannya.

3. Mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat. 4. Mengubah judul dan anak judul ciptaan.

5. Mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hak moral pada karya cipta fotografi dianggap sebagai hak pribadi yang dimiliki oleh pencipta untuk mencegah terjadinya pelanggaran yang merupakan perwujudan dari hubungan antara pencipta dengan hasil karyanya walaupun penciptanya telah meninggal dunia, tetapi ia masih berhak dicantumkan namanya.

Disamping hak moral tersebut, Hak Cipta juga berhubungan dengan kepentingan-kepentingan yang bersifat ekonomi. Adanya kepentingan-kepentingan yang bersifat ekonomi di dalam Hak Cipta tersebut, merupakan suatu


(49)

perwujudan dari sifat Hak Cipta itu sendiri, yaitu bahwa ciptaan-ciptaan yang merupakan produk olah pikir manusia itu mempunyai nilai, karena ciptaan-ciptaan tersebut merupakan suatu bentuk kekayaan, walaupun bentuknya tidak berwujud.

Hak ekonomi tersebut adalah hak yang dimiliki oleh seseorang pencipta untuk mendapatkan keuntungan atas ciptaannya. Secara umum, setiap negara miminal mengenal dan mengatur hak ekonomi tersebut meliputi jenis hak :

1. Hak Reproduksi atau Penggandaan (Reproduction Right); 2. Hak Adaptasi (Adaptation Right);

3. Hak Distribusi (Distribution Right);

4. Hak Pertunjukan (Publik Performance Right); 5. Hak Penyiaran (Broadcasting Right);

6. Hak Program Kabel (Cablecasting Right);

7. Droit de suite;

8. Hak Pinjam Masyarakat (Public Landing Right).

Walaupun dalam Undang-Undang Hak Cipta menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak eksklusif yang memberi arti bahwa selain pencipta, orang lain tidak berhak atasnya kecuali atas izin pencipta. Haknya akan timbul secara otomatis setelah ciptaan itu dilahirkan. Selain itu ditegaskan lagi dalam Penjelasan atas Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan hak eksklusif adalah hak yang hanya diperuntukkan bagi pencipta, sehingga tidak ada pihak lain yang memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pencipta. Pemegang Hak Cipta yang bukan pencipta hanya memiliki sebagian dari hak eksklusif berupa hak ekonomi.


(50)

Sifat Hak Cipta ditegaskan dalam Pasal 16 Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yaitu :

1. Hak Cipta merupakan benda bergerak tidak berwujud.

2. Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian karena :

a. Pewarisan; b. Hibah; c. Wakaf; d. Wasiat;

e. Perjanjian tertulis; atau

f. Sebab lain yang dibenarkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Hak Cipta dianggap sebagai benda bergerak, bahwa Hak Cipta dapat dipindahtangankan, dilisensikan, dialihkan, dan/atau dijual oleh pemiliknya, dengan batasan-batasan yang sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal beralih atau dialihkannya Hak Cipta tidak dapat dilakukan secara lisan, tetapi harus dilakukan secara tertulis baik dengan ataupun tanpa akta notaris.

Dalam pendaftaran Hak Cipta, ada dua jenis cara atau stelsel pendaftaran yaitu stelsel konstitutif dan stelsel deklaratif. Dalam stelsel konstitutif letak titik berat ada tidaknya hak cipta tergantung pada pendaftarannya. Jika didaftarkan dengan sistem konstitutif, Hak Cipta itu diakui keberadaannya secara de jure dan de facto. Sedangkan pada stelsel deklaratif titik beratnya diletakkan pada


(51)

anggapan sebagap pencipta terhadap hak yang didaftarkan itu, sampai orang lain dapat membuktikan sebaliknya. Pada sistem deklaratif sekalipun Hak Cipta itu didaftarkan undang-undang hanya mengakui seolah-olah yang bersangkutan sebagai pemiliknya, secara de jure harus dibuktikan lagi, jika ada orang lain yang menyangkal hak tersebut.

Pasal 64 ayat (2) menjelaskan bahwa :”Pencatatan ciptaan dan produk Hak Terkait bukan merupakan syarat untuk mendapatkan Hak Cipta dan Hak Terkait”. Timbulnya perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pendaftaran atau pencatatan. Hal ini berarti bahwa suatu ciptaa baik yang terdaftar maupun tidak terdaftar tetap dilindungi. Pendaftaran atau pencatatan ciptaan tidak mengandung arti sebagai pengesahan atas isi, arti atau bentuk dari ciptaan yang didaftarkan atau dicatatkan.

Pendaftaran Hak Cipta, tidak berarti secara substantif Ditjen HaKI bertanggung jawab atas kebenaran (sebagai pemilik) karya cipta tersebut. Karena Ditjen HaKI tidak memasukkan hal semacam ini sebagai bagian yang harus ditanggungjawabkan. Sistem pendaftaran deklaratif tidak mengenal pemeriksaan substantif, yakni pemeriksaan terhadap objek atau materi ciptaan yang akan didaftarkan tersebut.43

Pendaftaran ciptaan dimaksudkan untuk menciptakan ketertiban dan keteraturan masyarakat di bidang Hak Cipta, terutama dari segi administrasi. Juga dimaksudkan untuk memudahkan pembuktian dalam hal terjadi sengketa mengenai Hak Cipta. Pendaftaran Hak Cipta tidak mutlak diharuskan, karena


(52)

tanpa pendaftaran atau pencatatan pun Hak Cipta telah dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta, hanya mengenai ciptaan yang tidak didaftarkan akan lebih sukar dan lebih memakan waktu dalam pembuktiannya.

Ketentuan lain yang membuktikan bahwa Undang-Undang Hak Cipta menganut sistem pendaftara deklaratif dapat dilihat pada Pasal 31 Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang menyatakan bahwa : “Kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai pencipta yaitu orang yang namanya disebut dalam ciptaan, dinyatakan sebagai pencipta pada suatu ciptaan, disebutkan dalam surat pencatatan ciptaan, dan tercantum dalam daftar umum ciptaan sebagi pencipta”. Maka jika Hak Cipta itu didaftarkan atau dicatatkan, Undang-Undang menganggap nama yang tercatat dalam sertifikat itu sebagai pemiliknya. Apabila ada bantahan harus dilakukan oleh pihak yang keberatan. Apabila bantahan tersebut tidak terbukti kebenarannya, tetaplah hukum akan berpegang pada dokumen pendaftarannya.

Pendaftaran atau pencatatan diselenggarakan oleh Ditjen HaKI di bawah naungan Menteri Kehakiman dan dincantumkan dalam daftar umum ciptaan yang dapat dilihat oleh setiap orang. Mengenai cara pendaftaran akan diatur tersendiri dan diserahkan pengaturan selanjutnya melalui Keputusan Presiden.

Lembaga pendaftaran ciptaan ini bersifat fasilitatif, artinya negara menyediakan dan akan melayani bila ada pencipta atau pemegang hak cipta lainnya yang ingin mendaftarkan ciptaannya. Lembaga pendaftaran ciptaan ini biasanya diperlukan oleh pencipta atau pemegang hak cipta yang meingingkan bukti awal bagi kepemilikian haknya atas kekayaan intelektual yang dimilikinya.


(53)

Penyelenggaraan dan pencatatan pendaftaran ciptaan dalam daftar umum ciptaan dan pengumuman resmi tentang pendaftaran ciptaan itu dilakukan oleh Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia melalui Diretorat Jenderal HaKI.

Daftar umum ciptaan tersebut dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya di Kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Juga setiap orang dapat memperoleh untuk dirinya sendiri suatu petikan dari daftar umum ciptaan tersebut dengan dikenai biaya yang besarnya ditetapkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

B. Perlindungan Hukum Terhadap Ciptaan Fotografi Dengan Tanda Air atau Watermark

Konsep atau ide awal dari watermark telah ada sejak tahun 1990an, namun baru populer di tahun 1993 dan diperkenalkan oleh A. Z. Tirkel. Digital Watermarking didasarkan pada ilmu stenografi yaitu ilmu yang mengkaji tentang penyembunyian data. Digital image watermarking atau pemberian citra gambar pada objek visual adalah teknik pemberian informasi tertentu ke dalam citra visual. Informasi yang disisipkan inilah yang kemudian disebut dengan tanda air atau watermark.

Dalam bidang fotografi, tanda air atau watermark dianggap sebagai sidik digital atau stempel digital dari pemilik yang sah atas ciptaan fotografi tersebut, dan pada umumnya bentuk dari tanda air atau watermark ini bisa berupa nama dari pencipta atau lambang khusus yang diciptakan pencipta untuk menandakan


(54)

hasil karyanya. Pemberian tanda air atau watermark pada ciptaan fotografi ini dianggap salah satu metode terbaik untuk melindungi hak dan kepentingan pencipta, karena dengan jelas mencantumkan nama dari pemilik asli dari suatu ciptaan fotografi.

Dalam Undang-Undang Hak Cipta, pengaturan mengenai tanda air atau watermark sama sekali belum diatur. Namun, terdapat pengaturan yang memungkinkan dikenalnya suatu tanda air atau watermark. Pasal 31 Undang-Undang Hak Cipta menyatakan bahwa yang dianggap sebagai pencipta yaitu orang yang namanya disebut dalam ciptaan atau dinyatakan sebagai pencipta pada suatu ciptaan.

Berdasarkan pasal inilah, tanda air atau watermark dianggap memungkinkan untuk dibuat pada ciptaan fotografi, walaupun secara eksplisit dalam Undang-Undang Hak Cipta sama sekali belum diatur mengenai tanda air atau watermark.

Fotografi sebagai salah satu ciptaan yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta merupakan salah satu jenis ciptaan yang mengalami perkembangan yang sangat cepat mengikuti perkembangan dunia teknologi, hal itu itu disebabkan karena keterkaitan fotografi sebagai produk teknologi. Munculnya metode-metode baru dalam dunia fotografi tentu saja menuntut adanya pengaturan-pengaturan baru yang bertujuan untuk mengakomodir perkembangan dalam dunia fotografi yang sangat pesat, sehingga dapat menjamin kepentingan pencipta, baik dari hak moral maupun hak ekonominya.


(55)

Kemajuan teknologi di bidang fotografi tentu saja semakin memangkas kepentingan pencipta. Perbanyakan dan pemanfaatan ciptaan fotografi untuk komersial tanpa sepengetahuan pencipta adalah salah satu masalah serius dalam perlindungan ciptaan fotografi. Metode-metode baru kemudian diciptakan untuk lebih meminimalisir terjadinya pelanggaran Hak Cipta atas ciptaan fotografi, salah satunya adalah dengan cara pemberian tanda air atau watermark yang dibuat pada tubuh ciptaan fotografi.

Namun, apakah pemberian tanda air atau watermark ini diakui dan mendapat perlindungan hukum dari Undang-Undang Hak Cipta ? mengingat Undang-Undang Hak Cipta belum mengatur secara jelas mengenai tanda air atau watermark ini.

Namun dikalangan Fotografer, tanda air atau watermark ini adalah metode teraman dalam menjamin ciptaan fotografinya. Hal–hal seperti inilah yang kemudian membutuhkan sinkronisasi antara kebiasaan masyarakat dan pengaturan hukum yang berlaku untuk dapat menghasilkan produk hukum terbaru yang dapat lebih menjamin kepentingan pencipta, termasuk pencipta atas ciptaan fotografi.

Secara umum perlindungan hukum terhadap Hak Kekayaan Intelektual bertujuan untuk :

1. Memberikan kepastian hukum kepada para pencipta dan/atau penemu-penemu terhadap status hukum dari hasil ciptaan.

2. Menjamin rasa keadilan kepada para pencipta dan/atau penemu yang selama ini kurang mendapat perlindungan hukum atas hasil karya mereka.


(56)

3. Memberikan penghargaan yang tinggi kepada para pencipta dan/atau penemu.

4. Mendorong tumbuhnya daya kreatifitas di dalam masyarakat. 5. Mendorong tumbuhnya sektor ekonomi kreatif dan industri kreatif. 6. Mencegah kemungkinan terjadinya duplikasi dan peniran karya

intelektual.

7. Mendorong kemajuan di bidang pendidikan, penelitian dan pengembangan.

Hukum mengakui, hak cipta lahir secara otomatis sejak ciptaan selesai diwujudkan. Artinya selesai diwujudkan dalam material form (fixation) sesuai dengan keinginan pencipta dan sesuai dengan kekhasan karakter ciptaan44. Hal ini menunjukkan bahwa suatu ciptaan yang salah satunya adalah ciptaan fotografi, harus diwujudkan terlebih dahulu untuk mendapatkan perlindungan hukum, dan suatu ide atau gagasan tanpa perwujudan nyata dianggap sebagai bentuk abstrak saja yang dinilai belum dapat memperoleh perlindungan hukum.

Dalam hal ciptaan fotografi yang menggunakan tanda air atau watermark dalam perwujudannya tentu saja dianggap sebagai suatu kesatuan ciptaan yang saling mengikat. Sehingga dianggap patut mendapat perlindungan hukum, seperti ciptaan lainnya.

Suatu ciptaan fotografi dengan tanda air atau watermark yang bersumber dari ciptaan fotografi pihak lain, umumnya harus memenuhi syarat tertentu untuk


(1)

ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK CIPTA FOTOGRAFI (STUDI TERHADAP UNDANG-UNDANG HAK CIPTA

NO. 28 TAHUN 2014)

*) Imam Syahputra **) Dr. OK. Saidin, SH, M.Hum ***) Syamsul Rizal, SH, M.Hum

Fotografi merupakan salah satu karya cipta yang dilindungi oleh Undang-Undang, yaitu Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Namun dalam prakteknya sering kali terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap karya cipta fotografi yang merupakan hak milik dari seorang pencipta, yang disebut Fotografer. Hal yang sering terjadi adalah, kebanyakan para Fotografer tidak mengetahui bahwa karyanya dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta. Permasalahan yang timbul sekarang adalah bagaimana perlindungan hukum terhadap hak-hak bagi pencipta karya fotografi, bagaimana perlindungan hukum terhadap ciptaan fotografi dengan tanda air atau watermark, dan upaya hukum apa yang dapat dilakukan pencipta atas karya fotografi yang digunakan tanpa izin.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif kualitatif, yakni pendekatan dari sudut pandang menurut ketentuan hukum dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh ciptaan karya fotografi yang dihasilkan oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, sepanjang pihak yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa hasil karyanya adalah ciptaannya sendiri, yang dapat dibuktikan dengan cara mendaftarkan ciptaannya atau dengan cara apapun sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang mengaturnya. Perlindungan yang diberikan kepada karya cipta fotografi dapat dilakukan secara preventif yaitu perlindungan yang diberikan pemerintah dengan tujuan untuk mencegah terjadinya pelanggaran, dan secara represif yaitu perlindungan yang diberikan pemerintah dengan tujuan untuk menyelesaikan sengketa. Pemerintah telah menjamin adanya perlindungan hukum terhadap suatu ciptaan, tidak terkecuali pada ciptaan fotografi dengan tanda air atau watermark, selama tidak melanggar aturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam upaya penyelesaian pelanggaran hak cipta fotografi dapat dilakukan melalui jalur litigasi (pengadilan) baik mengajukan gugatan secara perdata ataupun pidana, maupun melalui jalur non litigasi (di luar pengadilan). Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Hak Cipta, Fotografi

*) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Departemen Hukum Keperdataan, NIM : 090200410

**) Dosen Pembimbing I, Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

***) Dosen Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Departemen Hukum Keperdataan.


(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, berkat rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Hak Cipta Fotografi (Studi Terhadap Undang-Undang Hak Cipta No. 28 Tahun 2014)”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat yang

harus dipenuhi guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, hal ini kiranya dapat dimaklumi karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang penulis miliki.

Terima kasih tak terhingga saya ucapkan untuk kedua orang tua saya tercinta, Ayahanda Syahrunsyah, SH, M.H dan Ibunda Dra. Imaniah atas segala pengorbanan yang beliau lakukan demi anaknya, terima kasih atas segala doa dan dorongan kepada penulis. Terima kasih untuk adik-adik saya Muhammad Syahnan, Syarah Hayati Ramadhani, Alvi Syahriza, Syaharani Ayatul Husna atas bantuan dan dorongan selama proses penyusunan skripsi ini.

Pada kesempatan ini, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada :

1. Prof. Dr Runtung Sitepu, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(3)

3. Bapak Syafruddin, SH, MH, DFM selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. OK Saidin, SH, M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan sekaligus Dosen Pembimbing I Penulis yang telah memberikan bimbingan dan arahan demi tercapainya hasil yang terbaik dalam penulisan skripsi ini.

5. Bapak Dr. Hasim Purba, SH, M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan nasihat dan arahan dalam penulisan skripsi ini. 6. Bapak Syamsul Rizal, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing II

Penulis yang penuh perhatian memberikan bimbingan, arahan dan saran yang membangun demi tercapainya hasil yang terbaik dalam penulisan skripsi ini.

7. Ibu Puspa Melati Hsb, SH, M.Hum selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis yang telah banyak memberikan bimbingan dan nasihat kepada penulis.

8. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi penulis.

9. Seluruh Staff Pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu atas kelancaran seluruh administrasi.


(4)

10.Keluarga besar Unit Kegiatan Mahasiswa Fotografi Universitas Sumatera Utara : Bg Irfan, Ican, Ferdian, Wira, Fajrin, Gantara, Joshua, dan yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas pelajaran dan pengalaman berharga yang kalian berikan.

11.Rekan-rekan se-almamater, khususnya rekan-rekan stambuk 2009 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara : Wisman, Jonathan, Jigoro, Ponco, Dina, Leo, Ivan, Ara, Surya, Ari, Yudi, Mario, Okto, Adit, Selvina, dan yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas beberapa tahun selama di bangku perkuliahan

12.Sahabat-sahabat penulis : Ican, Doly, Febry, Mukhlis, Sheila, Ilham, Deny, Iqbal, Yudi, Ari, terkhusus kepada Nurul Safitri, dan yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Terima kasih atas perhatian dan dorongan yang kalian berikan.

Akhir kata, skripsi ini dapat diselesaikan hanyalah karena izin Allah SWT semata, dengan memohon izinNya juga penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama bagi penulis

Medan, Desember 2015


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penulisan ... 7

D. Manfaat Penulisan ... 7

E. Metode Penulisan ... 8

F. Keaslian Penulisan ... 9

G. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL ... 12

A. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual ... 12

B. Ruang Lingkup Hak Kekayaan Intelektual ... 14

C. Teori Hak Kekayaan Intelektual ... 17

D. Sejarah Singkat Hak Kekayaan Intelektual ... 19

BAB III HAK CIPTA ATAS KARYA CIPTA FOTOGRAFI ... 23


(6)

B. Ruang Lingkup, Karakteristik dan Prinsip Dasar Hak Cipta ... 27

C. Hak-Hak Yang Terkandung Dalam Hak Cipta ... 32

D. Jangka Waktu dan Prosedur Pendaftaran ... 37

E. Pembatasan Hak Cipta ... 42

F. Pelanggaran Hak Cipta ... 46

G. Pengertian Fotografi ... 48

H. Sejarah Singkat Fotografi ... 49

I. Jenis-Jenis Fotografi ... 52

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK CIPTA FOTOGRAFI ... 61

A. Perlindungan Hukum Terhadap Hak-Hak Bagi Pencipta Karya Fotografi ... 61

B. Perlindungan Hukum Terhadap Ciptaan Fotografi Dengan Tanda Air atau Watermark ... 73

C. Upaya Hukum yang Dilakukan Pencipta Atas Karya Fotografi yang Digunakan Tanpa Izin ... 79

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 90

B. Saran ... 91