Gambaran Kompensasi dan Produktivitas Pekerja Housekeeping di Hotel Putra Mulia Medan

(1)

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Amirudin, Asikin H. Zainal, Pengantar Metode Penelitian Hukum,Jakarta: PT. Raja Grafindo,2004.

Badrulzaman Mariam Darus, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001.

Baros Wan Sadjaruddin, Beberapa Sendi Hukum Perikatan, cetakan pertama Medan: USU PERS, 1992.

Fuadi Munir, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Bisnis), Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007.

Harahap M.Yahya, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni, 1996.

_______________, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan ,

Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008

Hernoko Agus Yuda, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontra Komersial, cetakan pertama, Jakarta: Kencana, 2010.

H. S Salim, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta: Sinar Grafika, 2003.

J. Satrio, Hukum Perikatan Pada Umumnya, Bandung: PT. Alumni, 1999.

Kansil C. S.T., Christine S.T. Kansil, Modul Hukum Perdata Termasuk Asas-Asas Hukum

Perdata, cetakan keempat, Jakarta: PT. Pradnya Paramitha, 2004.

Komariah, Hukum Perdata, cetakan ketiga, Malang: Penerbitan Universitas Muhamadiyah, 2004.

Megarita, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Saham Yang Digadaikan, Medan: USU Press, 2007.

Miru Ahmad, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007.

Mertokusumo Sudikno, Mengenal Hukum, Yogyakarta: Liberty, 1991.


(2)

2004.

Muhamad Abdukadir, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT. Citra aditya Bakti, 2000.

Prakoso Djoko & Lany Bambang Riyadi, Dasar Hukum Persetujuan Tertentu di

Indonesia, Jakarta: Bina aksara, 1987.

Prodjodikoro Wiryono, Azas-Azas Hukum Perjanjian, Jakarta: Sumur Bandung, 1973. ___________________, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu,

Sumur Bandung, Jakarta, 1981.

Raharjo Handri, Hukum Perjanjian di Indonesia, cetakan pertama, Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009.

Rusli Hardijan, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993.

Santoso Lukman, Hukum perjanjian kontrak, Yogyakarta: Cakrawala, 2012.

Subekti R., Aneka Perjanjian. Cetakan Sepuluh, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995.

_________, Hukum Perjanjian, Cetakan Kesembilanbelas, Jakarta: Intermassa, 2002. Sugono Bambang, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Indonesia,

Jakarta, 2005.

Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Jakarta: Alfabet, 2004. Soeroso R, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Tutik Titik Triwulan, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta: Kencana, 2008.

Widjaja Gunawan, Memahami Prinsip Keterbukaan (AANVULLEND RECHT ) dalam

Hukum Perdata, Cetakan Pertama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006.

Winarta Frans Hendra, Bantuan Hukum,Jakarta: PT.Alexmediakomputindo, 2000.

2. Internet


(3)

http:

3.Undang-Undang

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Materai


(4)

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI KIOS

PASAR TRADISIONAL MERANTI BARU

A. Sejarah Pasar Tradisional Meranti Baru

Pasar Tradisional Meranti Baru berada di Jalan Muhamad Idris Gang Kondak, Kelurahan Sei Putih II, Kecamatan Medan Petisah yang merupakan pindahan dari Pasar Tradisional Mranti Lama yang berada Jalan Meranti. Pada tanggal 06 Februari 2010 diresmikan oleh PJ Walikota Medan H. Rahudman Harahap. Peresmian dengan penandatanganan prasasti. Kepala Pasar Tradisional Meranti bernama Syamsul Bahri Matondang. Pemindahan Pasar Tradisional Meranti Lama ke Pasar Tradisional Baru dikarenakan pemerintah ingin memperlebar jalan yang ada di jalan Gatot Subroto. Sekitar 100 kios dan stand yang dibangun diatas tanah pasar tersebut dengan ukuran kios 6 M2 (enam meter persegi) dan stand berukuran 80 cm.

Sebanyak 276 pedagang Pasar Tradisional Meranti Lama di relokasikan ke Pasar Tradisional Meranti Baru pada akhir tahun 2009. Pasar Tradisional merupakan pasar yang memiliki banyak keunggulan yang tidak dapat terpisahkan dari kegiatan masyarakat. Dengan diresmikannya Pasar Tradisional Meranti Baru ini diharapkan bisa

menjadi tulang punggung masyarakat dalam membantu meningkatkan pendapatan.85

B. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Jual Beli Kios Pasar Tradisional Meranti Baru

85


(5)

Dalam suatu masyarakat, dimana sudah ada peredaran uang berupa mata uang sebagai alat pembayaran yang sah, perjanjian jual beli merupakan suatu perjanjian yang paling lazim diadakan para anggota masyarakat. Wujud dari perjanjian jual beli ialah rangkaian hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari kedua belah pihak, yang saling berjanji, yaitu penjual dan pembeli.

Hukum menegaskan bilamana dianggap terjadi suatu jual beli dan bilamana tujuan jual beli yaitu pemindahan hak milik. Bagian hukum yang mengatur hal jual beli ini masuk bagian hukum perjanjian yang diartikan sebagai suatu perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan-kekayaan antara dua pihak, dimana satu pihak berjanji akan melakukan sesuatu hal atau akan tidak melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak lain berhak menuntut pelaksanaan.86

Jual beli termasuk, dalam kelompok perjanjian bernama, artinya undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan pengaturan secara khusus terhadap perjanjian ini. Pengaturan perjanjian bernama dapat diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maupun Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

Jual beli merupakan suatu perjanjian timbal balik dimana pihak yang satu (si penjual) berjanji untuk menyerahkan hak milik atau suatu barang, sedang pihak yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.87

Perjanjian jual beli diatur dalam Pasal 1457 sampai Pasal 1540 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Menurut Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum

Kontrak timbal balik merupakan perjanjian yang dilakukan para pihak menimbulkan hak dan kewajiban-kewajiban pokok.

86

Wirjono Prodjodikoro(2), Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, (Jakarta: Sumur Bandung, 1981), hal. 17.

87


(6)

Perdata, jual beli adalah suatu persetujuan yang mengikat pihak penjual berjanji menyerahkan suatu barang atau benda dan pihak lain yang bertindak sebagai pembeli mengikat diri berjanji untuk membayar harga.

Pemindahan hak milik baru akan terjadi, apabila barangnya sudah diserahkan ke tangan si pembeli. Jadi selama penyerahan itu belum terjadi maka hak milik atas barang itu tetap berada di tangan si penjual. Ini ditegaskan dalam pasal 1459 Kitab

undang-Undang Hukum Perdata .88 Selama penyerahan barang itu belum terjadi, maka

belum ada jual beli dan pada hakekatnya belum ada pengikatan apa-apa dari kedua belah pihak .89

Dari pengertiaan yang diberikan Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, persetujuan jual beli sekaligus membebankan dan kewajiban yaitu:

1. Kewajiban pihak penjual menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli.

2. Kewajiban pihak pembeli membayar harga barang yang dibeli kepada penjual .90 Menurut Salim H.S, perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian yang dibuat antara pihak penjual dan pihak pembeli. Di dalam perjanjian itu pihak penjual berkewajiban untuk menyerahkan objek jual beli kepada pembeli yang berhak menerima objek tersebut.91

a. Adanya subjek hukum yaitu penjual dan pembeli.

Unsur yang terkandung dalam defenisi tersebut adalah:

b. Adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli tentang barang dan harga. c. Adanya hak dan kewajiban yang timbul antara para pihak penjual dan pembeli.

Pengertian jual beli dalam hukum adat sesuai dengan cara berpikir orang-orang

88

Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit., hal. 18. 89

Ibid., hal. 19. 90

M. Yahya Harahap, Op.Cit., hal. 181. 91


(7)

Indonesia, yang lebih bersifat mengalami sendiri secara nyata, lain dari pada cara berpikir orang barat yang lebih bersifat memperinci hal sesuatu melulu dalam pikiran dengan tiada suatu kenyataan.92

Unsur pokok dalam perjanjian jual beli adalah barang dan harga, dimana antara penjual dan pembeli harus ada kata sepakat tentang harga dan benda yang menjadi objek jual beli. Suatu Perjanjian jual beli lahir dan sah apabila kedua belah pihak setuju tentang harga dan barang. Sifat konsensul dari jual beli tersebut ditegaskan dalam pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi “Jual beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika ketika mereka mencapai kata sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang ini belum diserahkan maupun harganya belum dibayar”.93

Adanya kesepakatan mengenai harga dan barang namun ada hal lain yang tidak disepakati terkait dengan perjanjian jual beli tersebut. Jual beli tetap terjadi karena tidak terjadi kesepakatan. Akan tetapi para pihak menyepakati unsur essensial dan perjanjian jual beli tersebut dan para pihak tidak mempersoalkan hal lainya, klausul-klausul yang dianggap berlaku dalam perjanjian tersebut merupakan ketentuan-ketentuan tentang jual beli yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau biasa disebut unsur naturalia.94

Walaupun terjadi persesuaian kehendak dan pernyataan, namun belum tentu barang itu menjadi milik pembeli karena harus diikuti proses penyerahan atau levering benda yang tergantung kepada jenis bendanya yaitu:95

1. Benda Bergerak

92

Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit., hal. 19. 93

R. Subekti(2), Op.Cit., hal. 2. 94

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 127.

95


(8)

Penyerahan benda bergerak dilakukan dengan penyerahan nyata dan kunci atas benda tersebut .

2. Piutang atas nama dan benda tidak bertubuh

Penyerahan akan piutang atas nama dan benda tidak bertubuh lainnya dilakukan dengan sebuah akta autentik atau akta dibawah tangan.

3. Benda tidak bergerak

Untuk benda tidak bergerak, penyerahannya dilakukan dengan pengumuman akan akta yang bersangkutan, di Kantor Penyimpan Hipotek.

Mengenai sifat dari perjanjian jual beli, menurut para ahli Hukum Belanda, perjanjian jual beli hanya mempunyai sifat obligator, atau bersifat mengikat para pihak.96 Jual beli yang bersifat obligator dalam Pasal 1459 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menerangkan bahwa hak milik atas barang yang dijual belum akan berpindah tangan kepada pembeli selama belum diadakan penyerahan yuridis menurut Pasal 612, 613, 616 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Dari sifat obligator tersebut dalam perjanjian jual beli, dapat dijabarkan menjadi beberapa hal yang pada intinya juga termasuk dalam sifat obligator tersebut. Hal ini dapat dilihat dari objeknya, harga yang telah disepakati kedua belah pihak dalam perjanjian jual beli dan yang terakhir adalah hak dan kewajiban para pihak.

C. Subjek dan Objek Perjanjian Jual Beli Kios Pasar Tradisional Meranti Baru Perjanjian jual beli merupakan perbuatan hukum. Subjek dari perbuatan hukum adalah subjek hukum. Subjek Hukum terdiri dari manusia dan badan hukum. Perjanjian

96


(9)

timbul karena adanya kata sepakat antara dua orang atau lebih Oleh sebab itu, pada dasarnya semua orang atau badan hukum dapat menjadi subjek dalam perjanjian jual beli itu yaitu penjual dan pembeli, dengan syarat yang bersangkutan telah dewasa dan atau sudah menikah. Masing-masing orang tersebut menduduki tempat yang berbeda. Satu orang menjadi kreditur, dan seorang lagi sebagai pihak debitur.

Dengan demikian subjek dalam perjanjian jual beli kios Pasar Tradisional Meranti Baru adalah Tiurma Tampubolon sebagai penjual dan Bernika Sitorus sebagai pembeli. Dimana pihak penjual berkewajiban menyerahkan satu unit kios dan berhak menerima harga dari suatu kios dan pihak pembeli berkewajiban membayar harga kios dan berhak untuk menerima barang yang telah dibeli. Para pihak dalam perjanjian tersebut sudah memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku, hal ini dapat dilihat bahwa para pihak telah dewasa dan atau sudah menikah.

Namun secara yurudis ada beberapa orang yang tidak diperkenankan untuk melakukan perjanjian jual beli, sebagaimana dikemukakan sebagai berikut:

1. Jual beli suami istri.

Pertimbangan hukum tidak diperkenankannya jual beli antara suami istri adalah karena sejak terjadinya perkawinan, maka sejak saat itulah terjadi percampuran harta, yang disebut harta bersama, kecuali ada perjanjian kawin. Namun, ketentuan itu ada pengecualiannya, yaitu:

a. Jika seorang suami atau istri menyerahkan benda-benda kepada istri atau kepada suaminya, dari siapa oleh pengadilan telah dipisahkan untuk memenuhi apa yang menjadi hak suami atau istri menurut hukum.


(10)

siapa ia dipisahkan berdasarkan pada suatu alasan yang sah, misalnya mengembalikan benda-benda si istri yang telah dijual atau uang yang menjadi kepunyaan istri, jika benda itu dikecualikan dari persatuan.

c. Jika si istri menyerahkan barang-barang kepada suaminya untuk melunasi

sejumlah uang yang ia telah janjikan kepada suaminya sebagai harta perkawinan.97

2. Jual beli oleh para Hakim, Jaksa, Advokat, Pengacara, Juru Sita, Notaris.

Para pejabat ini tidak diperkenankan melakukan jual beli hanya terbatas pada benda-benda atau barang dalam sengketa. Apabila hal itu tetap dilakukan, maka jual beli itu dapat dibatalkan, serta dibebankan untuk penggantian biaya, rugi, dan bunga. 3. Pegawai yang memangku Jabatan Umum.

Yang dimaksud disini adalah membeli untuk kepentingan diri sendiri terhadap barang yang dilelang.

Menurut Wiryono Prodjodikoro, dalam setiap perjanjian ada dua macam subjek. Yang pertama dapat berupa individu yaitu penjual dan pembeli, dan yang kedua adalah seorang dapat berupa suatu badan hukum. Kedua subjek hukum tersebut dalam suatu perjanjian jual beli, masing-masing mempunyai hak dan kewajiban.98

Jika subjek-subjek tersebut mengandung larangan-larangan yang diatur dalam Pasal 1468, 1469, dan 1470 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, maka mereka tidak dapat melaksanakan perjanjian jual beli.

Yang dapat menjadi objek dalam jual beli adalah semua benda bergerak dan tidak bergerak, baik menurut tumpukan, berat, ukuran, dan timbangannya. Sedangkan

97

Salim H. S, Op.Cit., hal. 50. 98


(11)

yang tidak diperkenankan untuk diperjualbelikan adalah:99 a. Benda atau barang orang lain.

b. Barang yang tidak diperkenankan oleh undang-undang, seperti jual beli narkotika. c. Bertentangan dengan ketertiban.

d. Kesusilaan yang baik.

Dalam perjanjian jual beli antara Tiurma tampubolon dan Bernika Sitorus berupa benda tidak bergerak yaitu 1 unit kios di Pasar Tradisional Meranti Baru. Kios yang dijual kepada pembeli merupakan kios milik penjual dan bukan milik orang lain.

Pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memakai istilah zaak untuk menentukan apa yang menjadi objek jual beli. Menurut Pasal 499 Kitab Undang-Undang Hukum perdata, zaak adalah barang atau hak yang dapat dimiliki. Hal tersebut berarti bahwa yang dapat dijual dan dibeli tidak hanya barang yang dimiliki, melainkan juga suatu hak atas suatu barang yang bukan hak milik.

Sementara dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu pada Pasal 1332 ditentukan syarat khusus mengenai benda yang dapat dijadikan sebagai objek perjanjian jual beli yaitu barang yang diperjanjikan haruslah berupa barang-barang yang dapat diperdagangkan serta barang tersebut adalah miliknya sendiri.

Berdasarkan hal tersebut dapat ditafsirkan bahwa benda yang akan ada menjadi objek dalam perjanjian jual beli. Rasionya adalah bahwa perjanjian jual beli berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata belumlah mengalihkan hak milik atas barang sebelum dilakukan penyerahan. Oleh karena itu, meskipun barang yang menjadi objek itu belum ada perjanjian jual beli tetap dapat dilaksanakan. Hal ini diperkuat dengan

99


(12)

ketentuan Pasal 1334 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Menjelaskan barang-barang yang baru akan ada dikemudian hari dapat menjadi suatu pokok perjanjian. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada larangan dari pembentuk undang-undang untuk menjadikan barang yang akan datang sebagai objek perjanjian, asalkan barang tersebut tidak diperdagangkan dan barang tersebut adalah miliknya sendiri.100

D. Hak dan Kewajiban Dalam Perjanjian Jual Beli Kios Pasar Tradisional Meranti

Apabila kesepakatan antara para pihak penjual dan pembeli telah tercapai maka akan menimbulkan hak dan kewajiban diantara para pihak. Yang menjadi hak penjual

adalah menerima harga barang yang telah dijualnya dari pihak pembeli.101

1. Menyerahkan barangnya serta menjamin si pembeli dapat memiliki barang itu

dengan tentram

Dalam perjanjian jual beli kios antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus bahwa penjual sudah menerima harga atas kios yang berada di Pasar Tradisional Meranti yang dibayar oleh pembeli. Sedangkan yang menjadi kewajiban pihak penjual ditegaskan dalam Pasal 1474 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa penjual mempunyai dua kewajiban pokok yaitu:

Kewajiban menyerahkan hak milik meliputi segala perbuatan yang menurut hukum diperlukan untuk mengalihkan hak milik atas barang yang diperjualbelikan itu dari si penjual kepada si pembeli.102

Dalam perjanjian jual beli kios antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus

100

http:/ 101

Salim H. S, Op.Cit., hal. 54-55. 102


(13)

bahwa penjual berkewajiban menjual dan menyerahkan 1 unit kios yang berada di Pasar Tradisional Meranti Baru dan menjamin pembeli bahwa

kios dalam keadaan baik dan sudah dilengkapi dengan barang-barang yang

menunjang usaha si pembeli.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mengenal tiga jenis benda yaitu benda bergerak, benda tidak bergerak, dan benda tidak bertubuh maka penyerahan hak miliknya juga ada tiga macam yang berlaku untuk masing-masing barang tersebut yaitu:

a. Penyerahan benda bergerak

Mengenai penyerahan benda bergerak terdapat dalam Pasal 612 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali yang bertubuh dilakukan dengan penyerahan yang nyata akan

kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci

dari bangunan dalam mana kebendaan itu berada. b. Penyerahan benda tidak bergerak

Mengenai penyerahan benda tidak bergerak diatur dalam Pasal 616 sampai 620 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyebutkan bahwa penyerahan barang tidak bergerak dilakukan dengan balik nama. Untuk tanah dilakukan dengan akta Notaris.

c. Penyerahan benda tidak bertubuh

Diatur dalam Pasal 613 Kitab Undang-undang hukum Perdata yang menyebutkan penyerahan akan piutang atas nama dilakukan dengan akta notaris atau akta dibawah tangan yang harus diberitahukan kepada debitur secara tertulis,


(14)

disetujui dan diakuinya. Penyerahan tiap-tiap piutang karena surat bahwa dilakukan dengan penyerahan surat itu, penyerahan tiap-tiap piutang karena surat tunjuk dilakukan dengan penyerahan surat disertai dengan endosmen.103

Dalam hal penyerahan berlaku ketentuan-ketentuan berikut:104

1) Pada Pasal 1476 yang menyatakan biaya penyerahan dipikul oleh si penjual,

sedangkan biaya pengambilan dipikul oleh si pembeli, jika tidak diperjanjikan sebelumnya.

Ketentuan tersebut ada hubungannya dengan ketentuan bahwa penyerahan terjadi di tempat dimana barang yang terjual berada pada waktu penjualan, di tempat tinggal si penjual.

2) Ketentuan dalam Pasal 1482 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa

kewajiban menyerahkan suatu barang meliputi segala sesuatu yang menjadi

perlengkapannya serta dimaksudkan bagi pemakaiannya tetap, beserta surat-surat bukti milik, jika itu ada.

2. Menanggung kenikmatan tentram atas barang tersebut dan menanggung terhadap cacat tersembunyi.

Kewajiban untuk menanggung kenikmatan tentram merupakan konsekuensi dari pada jaminan yang oleh penjual diberikan kepada pembeli bahwa barang yang dijual

dan diserahkan itu adalah sungguh-sungguh miliknya sendiri bebas dari suatu

103

Ahmadi Miru, Op.Cit., hal. 126. 104


(15)

beban atau tuntutan dari suatu pihak.105

Mengenai kewajiban untuk menanggung cacat tersembunyi, si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat-cacat yang tersembunyi, meskipun ia sendiri tidak mengetahui adanya cacat-cacat itu, kecuali jika, ia dalam hal demikian, telah minta diperjanjikan bahwa ia tidak diwajibkan menanggung sesuatu apa pun. Dalam Pasal 1508 dan 1509 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata jika si penjual sudah mengetahui cacat-cacat barang, maka ia diwajibkan mengembalikan harga pembelian yang telah diterimanya, ia juga diwajibkan mengganti semua kerugian yang diderita oleh si pembeli sebagai akibat bercacatnya barang yang dibelinya.106

Dari ketentuan tersebut dapat kita hubungkan dalam perjanjian jual beli kios antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus bahwa pihak penjual yaitu Tiurma Tampubolon apabila ada cacat tersembunyi pada kios tersebut maka pihak penjual wajib menanggung kerusakan yang terjadi pada kios kecuali sudah membuat perjanjian kepada pihak pembeli yaitu Bernika Sitorus apabila ada kerusakan bukan lagi kewajiban dari pihak penjual. Tetapi apabila pihak penjual yaitu Tiurma Tampubolon sudah mengetahui cacat atau kerusakan pada kios sehingga pihak pembeli yaitu Bernika Sitorus merasa dirugikan maka Tiurma Tampubolon wajib mengembalikan harga pembelian kios tersebut kepada Bernika Sitorus.

Hak dari si pembeli adalah menerima barang yang telah dibelinya, baik secara nyata maupun secara yuridis. Dalam perjanjian jual beli kios antara Tiurma tampubolon dan Bernika Sitorus disebutkan yang menjadi hak dari Bernika Sitorus sebagai pembeli

105

Ibid., hal. 17. 106


(16)

adalah bahwa kios yang terletak di Pasar Tradisional Meranti menjadi milik pembeli dan pembeli mempunyai hak milik penuh atas kios tersebut terhitung sejak tanggal penyerahan kios.

Kewajiban pihak pembeli adalah membayar harga barang yang dibelinya sesuai dengan janji yang telah dibuat, memikul biaya yang ditimbulkan dalam jual beli. Misalnya biaya akta kecuali diperjanjikan sebaliknya.

Menurut Subekti ada 3 kewajiban pokok pembeli yaitu: a.Memeriksa barang yang dikirim oleh penjual. b.Membayar harga barang sesuai dengan kontrak.

c.Menerima penyerahan barang seperti disebut dalam kontrak .107

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dalam Pasal 1513 ditegaskan kewajiban utama pembeli adalah membayar harga pembelian pada waktu dan di tempat yang ditetapkan dalam persetujuan. Kewajiban pembeli untuk membayar harga barang termasuk tindakan mengambil langkah-langkah dan melengkapi dengan formalitas yang mungkin dituntut dalam kontrak atau oleh hukum dan peraturan untuk memungkinkan pelaksanaan pembayaran. Tempat pembayaran di tempat yang disepakati kedua belah pihak .108

Dalam perjanjian jual beli kios antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus kewajiban pembeli adalah membayar harga dari kios tersebut sebesar Rp.75.000.000,00,- (tujuh puluh lima juta rupiah) yang bukti pembayaran dibuat dalam suatu kwitansi.

Oleh sebab itu dapat disimpulkan kewajiban dari pihak pembeli adalah merupakan hak bagi penjual dan sebaliknya. Kewajiban dari pihak Penjual adalah

107

Ibid., hal. 51. 108


(17)

merupakan hak bagi pihak pembeli .

E. Asas-Asas Hukum Dalam Perjanjian Jual Beli Kios Pasar Tradisional Meranti Baru

Asas-asas yang terdapat dalam suatu perjanjian umumnya terdapat dalam perjanjian jual beli pada perjanjian jual beli kios antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus yaitu:

1. Asas kebebasan berkontrak

Asas kebebasan berkontrak merupakan asas paling penting didalam perjanjian karena didalam asas ini tampak adanya ungkapan hak asasi manusia dalam membuat suatu perjanjian serta memberi peluang bagi perkembangan hukum perjanjian.

Kekuatan mengikat dari perjanjian muncul seiring dengan asas kebebasan berkontrak merupakan manifestasi pola hubungan manusia mencerminkan nilai-nilai kepercayaan didalamnya.109

Asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan bagi para pihak untuk:

110

a. Membuat atau tidak membuat perjanjian. b. Mengadakan perjanjian dengan siapa pun.

c. Menetukan isi perjanjian, pelaksanaa, dan persyaratannya. d. Menetukan bentuknya perjanjian.

Oleh karena itu dalam perjanjian jual beli kios yang dibuat antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus bahwa kedua belah pihak bebas untuk melakukan

109

Agus Yudha Hernoko, Op.Cit., hal. 128.

110


(18)

suatu perjanjian yang mana kedua belah pihak bebas untuk menentukan isi perjanjian mereka sesuai dengan kesepakatan yang mereka sepakati dalam perjanjian tersebut selama tidak bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Dalam perjanjian jual beli kios antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus sepakat bahwa harga kios tersebut Rp.75.000.000,00,- (tujuh puluh lima juta rupiah) dan apabila terjadi sengketa atau perselisihan diantara kedua belah pihak maka diselesaikan secara musyawarah dan apabila tidak tercapai penyelesaian secara musyawarah dan mufakat, maka penjual dan pembeli menyelesaikan persoalan menurut hukum yang berlaku.

Dapat dilihat bahwa perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak tidak karena ada paksaan dari para pihak tetapi karena ada kesepakatan dari kedua belah pihak dan perjanjian yang dibuat mereka tidak bertentangan dengan undang-undang. Jadi asas kebebasan berkontrak diterapkan dalam perjanjian jual beli kios antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus.

2. Asas mengikatnya suatu perjanjian (Pacta Sun Servanda)

Asas pacta sun servanda merupakan konsekuensi logis dari efek berlakunya kekuatan mengikat kontrak. Bahwa menurut asas ini setiap orang membuat kontrak, dia terikat memenuhi kontrak tersebut karena kontrak tersebut mengandung janji-janji yang harus dipenuhi dan janji tersebut mengikat kedua belah pihak sebagaimana mengikatnya undang-undang.

Asas ini terdapat dalam perjanjian jual beli yang dibuat antara Tiurma Tampubolon dan Bernika sitorus. Hal ini dapat dilihat para pihak telah terikat dalam perjanjian yang disepakati kedua belah pihak. Seperti dalam Kitab Undang-Undang


(19)

Hukum Perdata dalam Pasal 1313 yang menyatakan bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya kepada orang lain dimana pihak yang satu wajib berprestasi dan pihak yang lain berhak atas prestasi. Perjanjian tersebut telah dibuat diatas tangan sebagai bukti yang mengikat kedua belah pihak untuk memenuhi isi perjanjian yang telah mereka sepakati dan ditandatangani kedua belah pihak anatara penjual dan pembeli dan ditanda tangani oleh saksi. Bahwa apa yang sudah mereka perjanjikan yang dibuat dalam surat dibawah tangan tersebut mengikat para pihak untuk memenuhi apa yang sudah diperjanjikan dalam surat tersebut. 3. Asas Kesimbangan

Asas ini menghendaki kedua belah pihak untuk memenuhi dan melaksanakan perjanjian itu. Bahwa berdasarkan asas ini perjanjian jual beli yang dibuat antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus adanya keseimbangan dimana perjanjian yang dibuat karena sudah kesepakatan kedua belah pihak. Para pihak telah memenuhi dan melaksanakan perjanjian yang mana pihak melaksanakan hak dan kewajiban. Yang mana salah satu pihak yaitu Tiurma Tampubolon sebagai penjual wajib melaksanakan prestasi dan pihak lain yaitu Bernika Sitorus sebagai pembeli berhak atas prestasi sebagaimana yang telah disepakati kedua belah pihak yaitu bahwa Bernika Sitorus telah membayar harga atas kios tersebut. Kios tersebut menjadi milik pembeli dan pembeli mempunyai hak milik penuh atas kios tersebut terhitung sejak tanggal penyerahan kios tersebut, dan Tiurma Tampubolon sebagai penjual menyerahkan kios tersebut kepada pembeli. Penjual menjamin pembeli bahwa kios dalam keadaan baik dan sudah dilengkapi dengan barang-barang yang menunjang usaha si pembeli.


(20)

Perjanjian yang dibuat para pihak tidak ada yang merasa dirugikan haknya. Maka terwujudlah asas keseimbangan dalam perjanjian jual beli antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus.

4. Asas itikad baik (good faith)

Sebagaimana telah kita bahas dalam asas perjanjian secara umum bahwa asas itikad baik ini menyatakan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik yang diatur dalam Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ada dua yaitu:

a.Bersifat objektif, yang artinya mengindahkan kepatutan dan kesusilaan. b.Bersifat subjektif , artinya ditentukan sikap batin seseorang.

Yang mana menurut asas ini bahwa dalam melaksanakan suatu perjanjian harus berdasarkan itikad baik. Dalam perjanjian jual beli kios Pasar Tradisional Meranti Baru antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus memenuhi asas itikad baik. Hal ini dapat dilihat bahwa perjanjian yang dibuat antara penjual dan pembeli berdasarkan hati nurani dan kesepakatan antara penjual dan pembeli tidak berdasarkan paksaan dari pihak mana pun dan tidak bertentangan dengan kesusilaan dan kepatutan dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

F. Risiko Dalam Perjanjian Jual Beli Kios Pasar Tradisional Meranti Baru

Pertama sekali kita harus mengetahui apa yang dimaksud dengan risiko. Risiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu kejadian atau peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak. Misalnya, barang yang diperjual belikan musnah diperjalanan karena kapal laut yang mengangkutnya keram di tengah laut akibat serangan


(21)

badai.111 Persoalan tentang risiko itu berpokok pada terjadinya suatu pristiwa di luar kesalahan salah satu pihak. Peristiwa semacam itu dalam hukum perjanjian dengan suatu istilah hukum dinamakan “keadaan memaksa” atau overmacht atau force majeur. Dengan demikian maka persoalan tentang keadaan memaksa, suatu kejadian yang tidak disengaja dan tidak dapat diduga.112

Mengenai resiko dalam jual beli ini dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ada tiga peraturan:

1. Mengenai Barang Tertentu.

Mengenai barang tertentu ditetapkan dalam Pasal 1460 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata bahwa barang itu sejak saat pembelian atau saat ditutupnya perjanjian adalah atas tanggungan si pembeli, meskipun penyerahannya belum

dilakukan dan si penjual berhak menuntut harganya. Yang dimaksud dengan barang tertentu adalah barang yang pada waktu perjanjian dibuat sudah ada dan ditunjuk oleh si pembeli. Mengenai Pasal 1460 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

tersebut menetapkan bahwa risiko dipikulkan kepada pembeli, walaupun

barangnya belum diserahkan.113

111

R. Subekti(2), Op.Cit., hal. 24.

Dari ketentuan Pasal 1460 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut jual beli mengenai barang tertentu, setelah penjualan berlangsung, risiko berpindah kepada si pembeli. Seandainya barang yang hendak diserahkan lenyap, pembeli tetap wajib membayar harga. Hanya menurut M.Yahya Harahap ketentuan Pasal 1460 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bukan hukum yang memaksa. Karenanya ketentuan tersebut dapat dikesampingkan. Lebih rasional menentukan risiko dalam jual beli barang tertentu pun, tetap berada pada pihak

112

Ibid., hal. 25. 113


(22)

penjual selama barang belum diserahkan kepada pembeli. Paling tidak, risiko kemusnahan barang tidak menyebabkan pembeli harus membayar harga. Ini tidak adil rasanya apabila pembeli dibebani membayar harga barang. Ini tidak adil rasanya apabila pembeli dibebani membayar harga barang yang musnah.

2. Mengenai barang yang dijual menurut berat, jumlah atau ukuran.

Menurut ketentuan-ketentuan Pasal 1461 dan 1462 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata risiko atas barang yang dijual menurut berat, jumlah atau ukuran diletakan pada pundaknya si penjual hingga barang-barang itu telah ditimbang, dihitung atau

diukur, sedangkan risiko atas barang yang dijual menurut tumpukan diletakan

pada si pembeli.

Barang-barang yang masih harus ditimbang dahulu, dihitung dan diukur dahulu sebelum dikirim kepada pembeli, boleh dikatakan setelah dipisahkan dari barang-barang milik si penjual lainnya setelah dilakukan penimbangan, perhitungan dan pengukuran. Baru setelah dipisahkan itu merupakan barang yang disediakan untuk dikirim kepada pembeli atau untuk diambil oleh pembeli.114

Kalau mengenai barang-barang yang masih harus ditimbang, dihitung atau diukur dulu, sebelum dilakukan penimbangan, penghitungan atau pengukuran, risikonya diletakan pada pundaknya si penjual, itu sudah tepat tetapi kalausetelah dilakukan penimbangan, penghitungan atau pengukuran, risiko tersebut otomatis dipindahkan kepada pembeli, itu merupakan suatu ketidakadilan seperti yang dilakukan dalam Pasal 1460 kitab Undang-Undang Hukum Perdata.115

114

R.Subekti (2), Op.Cit., hal. 27. 115


(23)

3. Mengenai barang yang dijual menurut tumpukan.

Barang yang menurut tumpukan, dapat dikatakan sudah dari semula disendirikan atau dipisahkan dari barang-barang milik penjual lainnya, sehingga sudah dari semula dalam keadaan siap untuk diserahkan kepada pembeli. Apabila setelah dilakukan penimbangan, penghitungan atau pengukuran, risiko tersebut otomatis dipindahkan kepada pembeli, itu merupakan suatu ketidakadilan seperti yang dilakukan dalam Pasal 1460 kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Ketentuan tentang barang tumpukan adalah sama, karena barang tumpukan sebetulnya merupakan kumpulan dari barang barang tertentu menurut pengertian

Pasal 1460 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.116

Kesimpulan adalah bahwa selama belum deliver atau penyerahan mengenai barang apa saja, risikonya harus masih harus dipikul oleh penjual, yang masih merupakan pemilik sampai pada saat barang itu secara yuridis diserahkan kepada pembeli.

Dalam perjanjian jual beli kios antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus bahwa pihak penjual yaitu Tiurma Tampubolon apabila ada cacat tersembunyi pada kios tersebut maka resikonya penjual wajib menanggung kerusakan yang terjadi pada kios kecuali sudah membuat perjanjian kepada pihak pembeli yaitu Bernika Sitorus apabila ada kerusakan bukan lagi kewajiban dari pihak penjual.

Dalam perjanjian ini juga Tiurma Tampubolon sebagai penjual sudah memberitahu kepada Bernika Sitorus sebagai pembeli terlebih dahulu bahwa penjual menjual kios tersebut untuk melaksanakan kewajibannya kepada pihak ketiga. Apabila sewaktu-sewaktu pihak ketiga menuntut kios tersebut maka pembeli wajib menyerahkan

116 Ibid


(24)

kios tersebut. Bahwa pada saat pembeli sudah mengetahui dari awal keadaan kios tersebut, maka pembeli menanggung risikonya sendiri terhadap kemungkinan penghukuman yang dijatuhkan untuk melakukan penyerahan atas kebendaan yang dibeli oleh pembeli kepada pihak ketiga. Sebagai ganti ruginya pembeli dapat menuntut penjual untuk pengembalian harga. Maka dalam hal ini perjanjian jual beli dapat dibatalkan.


(25)

BAB IV

ASPEK HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI KIOS PADA PASAR

TRADISIONAL MERANTI BARU (STUDI ANTARA TIURMA

TAMPUBOLON DAN BERNIKA SITORUS)

A. Pelaksanaan dan Bentuk Perjanjian Jual Beli Kios Pasar Tradisional Meranti antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus

Dalam melakukan transaksi jual beli kios antar Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus terlebih dahulu melakukan perjanjian. Perjanjian jual beli kios pada Pasar Tradisional Meranti Baru dilakukan oleh kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian yaitu penjual dan pembeli. Bahwa perjanjian yang dibuat sudah ada kesepakatan dari kedua belah pihak. Dimana pihak yang satu wajib melakukan prestasi dan pihak yang lain berhak atas prestasi tersebut. Pembeli dalam hal ini bertindak aktif dalam mencari lokasi tempat usaha yang dipandang strategis dari segi bisnis dan pihak penjual juga bertindak aktif dalam menjual kios tersebut.

Setelah melakukan wawancara penulis dengan Bernika Sitorus selaku pembeli kios tersebut di Pasar Tradisional Meranti Baru bahwa si pembeli langsung menghubungi Tiurma Tampubolon selaku penjual dan setelah itu Bernika Sitorus selaku pembeli datang ke lokasi kios dan menjumpai langsung Tiurma Tampubolon selaku penjual. Kemudian para pihak melakukan kesepakatan dalam perjanjian jual beli kios tersebut. Para pihak sepakat bahwa cara pembayaran dilakukan dengan panjar terlebih dahulu. Sebagai pihak penjual dengan ini berjanji mengikatkan diri untuk menjual dan menyerahkan kepada pihak pembeli, dan dengan ini pihak pembeli berjanji dan mengikatkan diri untuk membeli dan menerima penyerahan satu unit kios dari pihak penjual sebagaimana yang


(26)

diuraikan dalam perjanjian tersebut. Kemudian setelah 2 (dua) tahun dilakukan pelunasan kios kepada penjual. Awalnya pembeli berjanji melunasi sisa pembayaran satu bulan kemudian tetapi pembeli belum mempunyai biaya untuk melunasi kios tersebut. Tetapi dalam keadaan pembayaran yang dilakukan setelah 2 (dua) tahun penjual tidak keberatan. Pembayaran yang dilakukan dibuat dalam kwitansi sebagai tanda bukti pembayaran sudah dilakukan pembeli kepada penjual. Setelah pelunasan barulah pihak penjual menyerahkan kios tersebut dan para pihak membuat perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat dibawah tangan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak .117

Bahwa menurut hukum adat ada pengikatan kedua belah pihak atau salah seorang dari mereka pada waktu belum adanya penyerahan barang itu, terbukti dengan adanya kelaziman pemberian suatu panjar berupa uang oleh pembeli kepada penjual pada waktu baru adanya persetujuan belaka diantara mereka. Dengan adanya pemberian panjar ini, yang sudah merupakan hal nyata yang dapat dilihat, maka kedua belah pihak merasa terikat, yaitu si penjual menyerahkan barang dan si pembeli membayar uang harga pembelian.118

Unsur-unsur pokok perjanjian jual beli adalah barang dan harga. Sesuai dengan asas konsensualisme yang melekat pada hukum perjanjian dan perdata, perjanjian jual beli itu sudah dilahirkan. Tercapainya sepakat mengenai barang dan harga begitu kedua belah pihak sudah setuju tentang barang dan harga maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah.

Sifat konsensual jual beli tersebut ditegaskan dalam Pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi “Jual beli itu dianggap telah terjadi

117

Wawancara dengan Bernika Sitorus (Pembeli ) pada tanggal 12 Februari 2015 118


(27)

antara kedua belah pihak seketika setelahnya orang-orang ini mencapai sepakat tentang barang tersebut dan harganya, meskipun barang itu belum diserahkan, maupun harganya belum dibayar”.119 Dengan demikian, apabila tercapainya kesepakatan antara para pihak, lahirlah kontrak atau perjanjian, walaupun kontrak atau perjanjian itu belum dilaksanakan pada saat itu.120

Bentuk perjanjian jual beli yang dilakukan Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus dilaksanakan secara tertulis. Bentuk perjanjian secara tertulis, dalam bentuk dibawah tangan. Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ditentukan dengan tegas tentang bentuk perjanjian jual beli. Bentuk perjanjian jual beli dapat dilakukan secara lisan maupun secara tertulis. Perjanjian jual beli secara lisa cukup dilakukan berdasarkan konsensus para pihak tentang barang dan harga. Sedangkan perjanjian jual beli secara tertulis merupakan perjanjian oleh para pihak dalam bentuk tertulis baik dalam bentuk akta dibawah tangan maupun akta otentik.

121

Setelah uang panjar atau uang tanda dibayar kemudian dilakukan pelunasan atas kios tersebut oleh pihak pembeli sesuai dengan cara pembayaran yang ditentukan oleh pihak penjual, kemudian disepakati bersama bentuk pembayaran yang dilakukan. Harga Pengikat yaitu berupa DP (Down Payment) dan pelunasan kios dibayar langsung oleh pihak pembeli kepada pihak penjual, baru dianggap diterima setelah dana yang bersangkutan efektif diterima oleh penjual dan dibuat dalam kwitansi resmi oleh pihak penjual.

Pihak pembeli dalam hal ini menggunakan kios tersebut untuk usaha. Adapun spesifikasi kios yang akan dijual kepada pembeli adalah:

119

R.Subekti(2), Op.Cit., hal. 2. 120

Ahmad Miru, Op.Cit., hal. 3. 121


(28)

1. Lantai : Lantai sudah ada menggunakan keramik

2. Plafon : Tidak menggunakan plafon tetapi menggunakan asbes

3. Dinding : terbuat dari beton

4. Pintu : Pintu yang digunakan dalah pintu sorong

5. Dilengkapi barang-barang penunjang usaha untuk si pembeli berupa meja,dan

kursi.

Mengenai pelaksanaan perjanjian dapat dilihat dari syarat-syarat sahnya suatu perjanjian. Berdasarkan analisis penulis pelaksanaan perjanjian jual beli kios antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus pada Pasar Tradisional Meranti Baru sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku dan tidak bertentangan dengan kesusilaan, dan ketertiban umum bahwa perjanjian tersebut telah memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata karena dalam perjanjian jual beli kios antara Tiurma Tampubolon sudah terjadi kesepakatan hal ini dapat dilihat ditandatanginanya perjanjian jual beli tersebut oleh kedua belah pihak, dalam perjanjian tersebut dilakukan oleh orang-orang yang cakap dan mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam undang-undang. Hal ini dapat dilihat bahwa dalam surat perjanjian tersebut tertulis umur para pihak diman pihak penjual berumur 54 tahun dan pembeli berumur 42 tahun dan mempunyai akal yang sehat, dalam perjanjian tersebut juga sudah ditentukan benda atau barang yang akan dijual adalah satu unit kios di Pasar Tradisional Meranti Baru, serta adanya suatu sebab yang halal dimana bahwa isi perjanjian yang dibuat kedua belah pihak tidak berdasarkan paksaan tetapi karena kesepakatan kedua belah pihak dan tidak bertentangan dengan kepentingan umum dan kesusilaan.


(29)

Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuan. Maka berdasarkan analisa penulis bahwa dalam perjanjian jual beli kios antara Tiurma Tampubolon juga sudah sesuai dengan undang-undang yang berlaku, kesusilaan dan ketertiban umum dimana para pihak telah memenuhi hak dan kewajiban masing-masing. Dimana di dalam perjanjian jual beli kios tersebut penjual sudah menerima harga dari suatu barang dan sudah menjual dan menyerahkan barang yaitu satu unit kios di Pasar Tradisional Meranti Baru serta bahwa kios tersebut sudah menjadi milik pembeli dan memiliki hak milik penuh atas kios tersebut sejak tanggal penyerahan kios dan pembeli sudah membayar harga dari kios tersebut sebesar Rp.75.000.000,00,- (tujuh puluh lima juta rupiah) yang dibukti pembayaran dibuat dalam suatu kwitansi.

Dimana juga perjanjian jual beli kios pasar Tradisional Meranti Baru ini sudah memenuhi asas-asas hukum yang ada seperti asas kebebasan berkontrak ini dapat dilihat bahwa para pihak membuat perjanjian tidak bertentangan dengan undang-undang, adanya asas daya mengikat (pacta sun servanda) dimana para pihak terikat kepada perjanjian yang sudah mereka sepakati dan Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus telah memenuhi hak dan kewajiban mereka masing-masing, adanya asas keseimbangan yang perjanjian yang dibuat para pihak tidak ada yang merasa dirugikan haknya. Maka terwujudlah asas keseimbangan dalam perjanjian jual beli antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus, dan yang terakhir adanya asas itikad baik hal ini dapat dilihat bahwa perjanjian yang dibuat antara penjual dan pembeli tidak bertentangan dengan kesusilaan dan kepatutan dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan perjanjian yang dibuat


(30)

tidaklah berdasarkan paksaan dari pihak mana pun dimana perjanjian yang dibuat berdasarkan kesepakatan antara penjual dan pembeli.

Begitu juga bentuk perjanjian jual beli kios Pasar Tradisional Meranti Baru antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus yang dibuat dibawah tangan sudah sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku dan tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Hal ini dapat dilihat bahwa bentuk perjanjian jual beli yang dilakukan Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus dilaksanakan secara tertulis. Bentuk perjanjian secara tertulis, dalam bentuk dibawah tangan yang ditegaskan pada Pasal 1867 yang menyatakan pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan dengan tulisan autentik atau dengan tulisan dibawah tangan.

Tetapi walaupun begitu di dalam perjanjian jual beli kios Pasar Tradisional Meranti Baru antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus masih ada yang tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku yaitu dalam hal pembayaran. Pihak pembeli melakukan wanprestasi dimana pembeli berjanji melunasi harga kios tersebut sebulan setelah panjar diberikan kepada penjual nyatanya pembeli baru melunasi kios tersebut setelah 2 (dua) tahun. Tetapi dalam hal ini kembali lagi kepada kesepakatan kedua belah pihak.

Transaksi jual beli yang terjadi antara penjual dan pembeli kadang mengalami hambatan di dalam realisasi transaksinya. Walaupun penjual dan pembeli sudah sepakat dan setuju untuk melakukan penjualan dan pembelian, namun ada hal-hal

yang masih belum lengkap dalam rangka memenuhi syarat-syarat penjualan tersebut.122

122


(31)

B. Kekuatan Hukum Pembuktian Akta Dibawah Tangan Pada Perjanjian Jual Beli Kios Antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus Pada Pasar Tradisional Meranti Baru

Biasanya dalam penjualan dan pembeli tanda bukti pembayaran berupa kwitansi minta tanda bukti pembayarannya serta orang yang menyerahkan sesuatu barang minta tanda terima dari si penerima, begitu pula orang yang melakukan perjanjian jual beli minta di buatkan suatu perjanjian hitam di atas putih atau sebagainya.

Perjanjian jual beli kios antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus dilaksanakan berdasarkan kesepakatan. Setelah tercapai kesepakatan diantara kedua belah pihak maka mereka membuat perjanjian mereka secara tertulis. Yang mana surat perjanjian yang dibuat oleh mereka merupakan surat perjanjian yang dibuat dibawah tangan yang ditanda tanagni kedua belah pihak dan para saksi dan dibuat materai 6000.

Akta dibawah tangan jika hendak dijadikan sebagai alat bukti dalam persidangan kekuatan tanda tanganlah yang melekat dalam perjanjian tersebut hingga dapat ditingkatkan akta dibawah tangan kekuatan pembuktiannya juga mengikat bagi para pihak. Tanpa melepaskan pembuktian bagi hakim untuk menilai pengakuan atas keaslian tanda tangan salah satu pihak itu. Bea Materai juga dapat memperkuat pembuktian akta di bawah tangan tersebut seperti dalam ketentuan Undang-Undang Nomor.13 Tahun 1985 Tentang Bea Materai, dinyatakan bahwa bea materai adalah pajak atas dokumen, termasuk di dalamnya surat perjanjian dan surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata.123

Setelah melakukan wawancara penulis dengan Bernika Sitorus sebagai pembeli

123


(32)

di Pasar Tradisional Meranti Baru yang mana surat perjanjian tidak dibuat dihadapan notaris dikarenakan biaya. Namun walaupun perjanjian jual beli kios yang dilakukan antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus akta dibawah tangan para pihak tidak perlu khawatir. Bahwa akta di bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian sama walaupun tidak sesempurna pembuktian seperti akta otentik sepanjang tanda tangan dan isi yang terdapat di dalam akta tersebut diakui oleh para pihak yang membuat akta tersebut, akan tetapi akta di bawah tangan akan dianggap sebagai bukti permulaan tertulis.

Pembahasan akta dibawah tangan dapat ditentukan dalam Pasal 1874 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam Pasal tersebut, akta dibawah tangan merupakan tulisan atau akta yang ditanda tangani dibawah tangan, dibuat sendiri oleh seseorang atau para pihak, dan secara umum terdiri dari segala jenis tulisan yang tidak dibuat oleh atau dihadapan pejabat.124

Dalam Perjanjian jual beli kios antara Tiurma tampubolon dan Bernika Sitorus pembayaran dilakukan dengan bertemu langsung dengan penjual. Bahwa bukti pembayaran dibuat dalam suatu kwitansi sebagai bukti telah dilakukan pembayaran dan ditanda tangani.

C. Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Kios Pada Pasar Tradisional Meranti Baru

Dalam negara hukum perlindungan terhadap hak asasi manusia harus dijamin oleh negara, dimana setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama dihadapan

124

M.Yahya Harahap(2), Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,


(33)

hukum dan pemerintahan. Persamaan dalam hukum dan pemerintahan dalam Undang-Undang Dasar 1945 terdapat pada Pasal 27 ayat (1), dimana disebutkan “Setiap warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”.125

Hukum dapat memberikan kepastian hukum bagi siapa saja yang tunduk dibawahnya. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan perlindungan hukum bagi para pihak untuk membuat perjanjian dengan kebebasan berkontrak menurut Pasal 1320 jo pasal 1338 Kitab Undang-Undang hukum Perdata, serta dengan asas itikad baik menurut Pasal 1338 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Bentuk perjanjian jual beli kios Pasar Tradisional Meranti Baru antara Tiurma Tampubolon ini dilakukan secara tertulis. Dalam perjanjian memuat hak dan kewajiban para pihak yang harus ditaati oleh kedua belah pihak. Pada perjanjian jual beli kios Pasar Tradisional Meranti Baru antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus pihak pembeli sudah mengetahui apa yang menjadi haknya yang tercantum dalam perjanjian. Sebelum kedua belah pihak menandatangani perjanjian yang dibuat, pihak penjual membacakan terlebih dahulu isi perjanjian tersebut agar pihak pembeli mengetahui ketentuan yang terdapat dalam perjanjian yang akan ditandatangani, setelah pihak pembeli mendengar dan menyetujui isi perjanjian tersebut barulah dilakukan penandatanganan perjanjian.

Jual beli adalah perjanjian yang bersifat konsensuil bahwa jual beli lahir dan mengikat para pihak, yaitu penjual dan pembeli segera setelah mereka mencapai kata sepakat mengenai kebendaan yang diperjual belikan dan harga yang harus dibayar.126

Pembeli mempunyai hak dalam perjanjian jual beli. Yang menjadi hak dari

125

Frans Hendra Winarta, Bantuan Hukum, (Jakarta: PT. Alexmediakomputindo, 2000), hal. 189. 126

Megarita, Perlindungan Hukum Terhadap Pembeli Saham Yang Digadaikan, (Medan:USU Press, 2007), hal. 130.


(34)

pembeli adalah menutut penyerahan barang yang telah dibelinya dari sipenjual. Menurut Utrecht, hak bukanlah kekuatan tertapi hak adalah jalan untuk memperoleh kekuatan. Menurut Belangen Teori dari Rudolf Ven Jhering menganggap hak itu merupakan sesuatu yang penting bagi yang bersangkutan, yang dilindungi oleh hukum.127

Menurut penulis apabila dilihat dari hak dan kewajiban yang terdapat dalam perjanjian pengikatan jual beli kios Pasar Tradisional Meranti Baru antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus, ketentuannya tidak jauh berbeda dengan yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sehingga dikemukakan hak dan kewajiban yang diatur dalam Kitab Undang-Undang hukum Perdata dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat dapat dibenarkan sepanjang hak dan kewajiban tersebut tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan, dan itu merupakan sifat terbuka dari hukum perjanjian yang merupakan hukum yang melengkapi terhadap perjanjian yang dibuat para pihak.

Setelah wawancara yang dilakukan penulis kepada Bernika Sitorus sebagai pembeli di Pasar Tradisional Meranti Baru bahwa Tiurma Tampubolon sebagai penjual sudah memberitahu terlebih dahulu bahwa Tiurma Tampubolon sebagai penjual menjual kios tersebut untuk melaksanakan kewajibannya kepada pihak ketiga.128 Sebagaimana menurut Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen sudah menjadi kewajiban si penjual untuk menunjukan itikad baiknya untuk memberikan informasi yang jelas, benar dan jujur meneganai kondisi dan jaminan barang serta memberikan penjelasan, penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.129

127

R.Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 274. 128

Wawancara dengan Bernika sitorus (Pembeli ) pada tanggal 12 Februari 2015 129


(35)

Jika sewaktu-waktu pihak ketiga menuntut kios tersebut maka pembeli wajib menyerahkan kios tersebut. Bahwa pada saat pembeli sudah mengetahui dari awal keadaan kios tersebut, maka pembeli menanggung risikonya sendiri terhadap kemungkinan penghukuman yang dijatuhkan untuk melakukan penyerahan atas kebendaan yang dibeli oleh pembeli kepada pihak ketiga. Maka perlindungan hukum terhadap pembeli kios tersebut dapat menuntut penjual untuk pengembalian harga, pengembalian hasil-hasil, dan biaya yang dikeluarkan begitu juga penggantian biaya kerugian, dan bunga, beserta biaya perkara mengenai pembelian dan penyerahannya, sekedar itu telah dibayar oleh pembeli. Maka perjanjian jual beli tersebut dapat batal.

Adapun yang menjadi hak pembeli kios pada pasar Tradisional Meranti Baru adalah kios tersebut menjadi milik pembeli dan pembeli mempunyai hak milik penuh atas kios tersebut terhitung sejak tanggal penyerahan kios tersebut.

Jika pembeli dalam penguasaanya diganggu oleh suatu tuntutan hukum untuk meminta kembali barangnya atau jika pembeli mempunyai alasan yang patut untuk khawatir bahwa ia akan diganggu dalam penguasaannya, maka ia dapat menangguhkan pembayaran harga pembelian, sehingga penjual telah menghentikan gangguan tersebut, kecuali jika penjual memilih memberi memberikan jaminan atau jika telah diperjanjikan, bahwa pembeli diwajibkan membayar walaupun dengan segala gangguan. Hal ini memperjelas makna penanggungan yang dibebankan dalam Pasal 1491 jo 1492 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan juga memperhatikan Pasal 1493 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah sebagai suatu hal yang esensial dalam hal jual beli, sejalan dengan hak penjual untuk tidak menyerahkan kebendaan sebelum dibayar, maka kepada pembeli juga selayaknya diberikan hak bahwa ia tidak diwajibkan untuk


(36)

membayar jika ia tidak memiliki dan menguasai serta memanfaatkan dan menikmati kebendaan yang dibeli tersebut secara aman dan tentram, kecuali jika hal tersebut telah dilepas olehnya.130

130


(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah membahas permasalahan yang timbul dalam skripsi ini maka saya mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Perjanjian yang dibuat sudah sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku

dan tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Hal ini dapat dilihat bahwa dalam isi perjanjian dan pelaksanaan perjanjian tersebut sudah memenuhi syarat-syarat sahnya dalam perjanjian sebagaimana yang tertulis dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu para pihak sudah mencapai kesepakatan, para pihak dianggap telah cakap dalam melakukan perbuatan hukum, barang yang diperjual belikan telah ditentukan, dan suatu sebab yang halal dan para pihak memenuhi hak dan kewajibannya masing-masing. Dalam hal bentuk perjanjian jual beli kios Pasar Tradisional Meranti Baru antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus sudah sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku dan tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Hal ini dapat dilihat bahwa bentuk perjanjian jual beli yang dilakukan Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus dilaksanakan secara tertulis yaitu dibuat dalam tulisan dibawah tangan. Tetapi pelaksanaan perjanjian jual beli kios antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus pada Pasar Tradisional Meranti masih ada yang tidak sesuai dengan syarat sahnya suatu perjanjian yaitu dalam hal pembayaran. Pihak pembeli melakukan wanprestasi dalam melunasi harga kios tersebut.


(38)

2. Kekuatan pembuktian akta dibawah tangan dalam perkara perdata, sepanjang akta dibawah tangan tidak disangkal atau di pungkiri oleh para pihak maka akta dibawah tangan memiliki kekuatan hukum yang sama dengan akta otentik,

sedangkan apabila kebenatan tanda tangan dalam akta dibawah tangan di sangkal

akan kebenarannya maka akta tersebut harus dibuktikan kebenarannya dengan

menggunakan alat bukti yang lain seperti saksi, persangkaan dan pengakuan.

Akta dibawah tangan adalah akta yang dibuat tanpa bantuan pejabat umum, melainkan dibuat dan ditanda tangani oleh para pihak saja. Banyak faktor yang mempengaruhi orang banyak menggunakan akta dibawah tangan di antaranya

tidak ingin menggunkan akta otentik, biaya yang dibutuhkan cukup besar untuk

membuat akta otentik dan tidak tahu kelemahan akta di bawah tangan itu pada saat dijadikan alat bukti di dalam persidangan serta perjanjian yang dilakukan oleh para pihak didasarkan atas kepercayaan.

3. Jika sewaktu-waktu pihak ketiga menuntut kios tersebut maka pembeli wajib

menyerahkan kios tersebut. Dimana pada saat pembeli sudah mengetahui dari awal keadaan kios tersebut, maka pembeli menanggung risikonya sendiri terhadap

kemungkinan penghukuman yang dijatuhkan untuk melakukan penyerahan atas kebendaan yang dibeli oleh pembeli kepada pihak ketiga. Maka perlindungan hukum terhadap pembeli kios tersebut dapat menuntut penjual untuk pengembalian

harga, pengembalian hasil-hasil, dan biaya yang dikeluarkan begitu juga

penggantian biaya kerugian, dan bunga, beserta biaya perkara mengenai pembelian dan penyerahannya, sekedar itu telah dibayar oleh pembeli. Maka perjanjian jual beli tersebut dapat batal dan jika pembeli dalam penguasaanya diganggu oleh suatu


(39)

tuntutan hukum untuk meminta kembali barangnya atau jika pembeli mempunyai alasan yang patut untuk khawatir bahwa ia akan diganggu dalam penguasaannya, maka ia dapat menangguhkan pembayaran harga pembelian, sehingga penjual telah menghentikan gangguan tersebut, kecuali jika penjual memilih memberi memberikan jaminan atau jika telah diperjanjikan, bahwa pembeli diwajibkan membayar walaupun dengan segala gangguan.

B. Saran

Setelah membahas permasalahan yang timbul dalam skripsi ini maka saya memiliki beberapa saran yang kiranya berguna bagi pembaca yang ingin melakukan perjanjian jual beli kios. Berikut saran-saran yang hendak diketahui sebelum melakukan perjanjian jual beli:

1. Pelaksanaan perjanjian jual beli kios yang dilakukan Tiurma Tampubolon dan

Bernika Sitorus dilakukan dengan panjar terlebih dahulu kemudian dilunasi setelah 2 tahun. Transaksi jual beli yang terjadi antara penjual dan pembeli kadang mengalami hambatan di dalam realisasi transaksinya. Walaupun penjual dan pembeli sudah sepakat dan setuju untuk melakukan penjualan dan pembelian, namun ada hal-hal yang masih belum lengkap dalam rangka memenuhi syarat-syarat penjualan tersebut. Maka dalam melaksanakan hal tersebut ada baiknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar terjadi keseimbangan antara para pihak.

2. Pada umumnya perjanjian ini sudah memenuhi ketentuan, namun masih ada

kekurangan dimana perjanjian jual beli kios pada Pasar Tradisional Meranti Baru tidak dibuat dihadapan notaris. Agar Perjanjian ini lebih mengikat lagi dan memiliki


(40)

kekuatan hukum dan dapat dibuktikan di depan hakim maka ada baiknya para pihak membuat perjanjian jual beli kios tersebut dibuat dihadapan notaris dan dibuat dalam akta notaris. Berbicara tentang kekuatan hukum transaksi jual beli, tentu yang sesuai dengan prosedur dan mempunyai akta otentik lebih kuat daripada yang tidak sesuai prosedur apalagi jual beli di bawah tangan. Seharusnya yang dilakukan adalah melaksanakan transaksi jual beli sesuai dengan ketentuan yang berlaku, agar apabila terjadi masalah dikemudian hari, bisa dibuktikan dan dipertanggung jawabkan.

3. Pembeli sudah mengetahui keadaan yang sebenarnya maka pembeli harus lebih

berhati hati dalam dalam menjaga haknya dan meminta perlindungan haknya


(41)

A. Pengertian dan Akibat Hukum Dari Suatu Perjanjian Pada Umumnya

Kehidupan manusia tidak dapat terlepas dari hubungan kausal dengan manusia lain dalam memenuhi kebutuhan hidup. Hubungan ini tentunya tidak selamanya dengan baik. Salah satu pihak kadangkala berusaha mengungguli pihak yang lain berbuat curang. Sedangkan dipihak lain selalu kalah atau bahkan dengan sengaja dikalahkan. Oleh karena itu dibutuhkan peranan hukum yang disepakati sebagai tata norma dan tata kehidupan sehingga dapat memberikan jalan tengah yang diharapkan adil, tidak berat sebelah dan konsisten.

Dalam mengadakan perjanjian tiap-tiap pihak mempunyai hak dan kewajiban secara timbal balik. Pihak yang satu mempunyai hak untuk menuntut sesuatu dari pihak yang lain, sedangkan pihak lain mempunyai kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut begitu juga sebaliknya .

Sebelum membahas tentang perjanjian jual-beli maka terlebih dahulu kita mengetahui pengertian dari suatu perjanjian. Istilah “perjanjian” dalam “hukum Perjanjian” merupakan kesepadanan dari istilah overeenkomst dalam bahasa Belanda atau istilah agreement dalam bahasa Inggris.15

Perjanjian adalah suatu peristiwa ketika seseorang berjanji kepada orang lain atau ketika orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Perjanjian ini sifatnya konkret.16

Perjanjian dalam arti luas adalah setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum sebagaimana yang telah dikehendaki oleh para pihak, misalnya pejanjian tidak Dari peristiwa itu maka timbul hubungan antara dua orang atau lebih.

15

16


(42)

bernama atau perjanjian jenis baru.17

Perjanjian dalam arti sempit adalah hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan misalnya perjanjian bernama.18

Pengertian lain dari suatu perjanjian yaitu perjanjian mengandung pengertian suatu hubungan hukum kekayaan/ harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain melakukan prestasi. Dari pengertian tersebut kita jumpai beberapa unsur yang memberi wujud pengertian perjanjian hubungan hukum (rechtsbetrekking) yang menyangkut hukum kekayaan antara dua orang atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada pihak lain tentang suatu prestasi.19 Prestasi ini adalah “objek” (voorwep) dari perjanjian (verbintenis). Tanpa prestasi, hubungan hukum yang dilakukan berdasarkan tindakan hukum sama sekali tidak mempunyai arti apa-apa bagi hukum perjanjian. Pihak yang berhak atas prestasi mempunyai kedudukan sebagai “kreditur”. Pihak yang wajib menunaikan prestasi berkedudukan sebagai “debitur”.20

Perjanjian mempunyai sifat yang dapat dipaksakan. Dalam perjanjian, kreditur berhak atas prestasi yang telah diperjanjikan. Hak mendapatkan prestasi dilindungi oleh hukum berupa sanksi. Ini berarti kreditur diberi kemampuan oleh hukum untuk memaksa debitur menyelesaikan pelaksanaan kewajiban atau prestasi yang mereka perjanjikan. Apabila debitur tidak secara suka rela memenuhi prestasi, kreditur dapat meminta kepada pengadilan untuk melaksanakan sanksi hukum, baik berupa eksekusi, ganti rugi atau uang paksa. Akan tetapi tidak seluruhnya perjanjian mempunyai sifat yang dipaksakan seperti

17

Handri Raharjo, Hukum Perjanjian di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2009), hal. 42. 18

Ibid. 19

M.Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1986), hal. 6. 20


(43)

pada perjanjian tanpa mempunyai kekuatan memaksa atau natuurlijke verbintenis.21

Hukum perjanjian diatur dalam Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pengertian perjanjian berdasarkan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan hukum ketika seseorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seorang atau lebih. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata terdapat aturan umum yang berlaku untuk semua perjanjian dan aturan khusus yang berlaku hanya untuk perjanjian tertentu saja (perjanjian khusus) yang namanya sudah diberikan undang-undang. Contoh perjanjian yaitu jual beli, sewa menyewa, tukar menukar, pinjam meminjam, pemborongan, pemberian kuasa, dan perburuhan. Pengertian yang berdasarkan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tersebut menegaskan bahwa perjanjian mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya kepada orang lain. Ini berarti dari suatu perjanjian lahirlah kewajiban atau prestasi dari satu atau lebih orang kepada satu atau lebih orang lainnya yang harus dipenuhi oleh orang atau subjek hukum tersebut. Dengan demikian, rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana satu pihak merupakan pihak yang wajib berprestasi (debitur) dan pihak lain merupakan pihak yang berhak atas prestasi tersebut (kreditur) .

Menurut R. Setiawan, perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.22

Menurut R. Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa bahwa seseorang berjanji

21

Ibid., hal. 9. 22


(44)

kepada orang lain atau kedua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.23 Sedangkan menurut R.Wirjono, perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua belah pihak, dalam mana suatu pihak suatu pihak berjanji untuk melakukan suatu hal atau tidak melakukan sesuatu hal, dan sedangkan pihak lain berhak untuk menuntut pelaksanaan perjanjian.24

Dari beberapa definisi perjanjian tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa perjanjian merupakan suatu perbuatan hukum antara dua orang atau lebih yang saling mengikatkan dirinya kepada dua orang atau lebih lainnya untuk melakukan sesuatu hal tertentu yang memiliki akibat hukum dan dapat diketahui bahwa suatu perjanjian menimbulkan dan berisi ketentuan-ketentuan hak dan kewajiban antara dua pihak dengan kata lain perjanjian itu melahirkan perikatan.

Perjanjian menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Perjanjian merupakan sumber terpenting melahirkan perikatan, karena perikatan paling banyak diterbitkan oleh suatu perjanjian. Perikatan adalah suatu pengertian abstrak, sedangkan perjanjian adalah suatu hak yang konkrit atau suatu pristiwa.25

Terdapat beberapa rumusan pengertian perikatan oleh beberapa ahli hukum, seperti dibawah ini:26

1. Mariam, mengatakan bahwa “Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi

diantara dua orang atau lebih yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dari pihak lainnya wajib memenuhi prestasi”.

23

R. Subekti (1), Op.Cit., hal. 1. 24

Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit., hal. 7. 25

Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, (Jakarta: Alfabet,2004), hal. 74.

26


(45)

2. Setiawan, mengatakan bahwa “Perikatan adalah suatu hubungan hukum harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak yang lain berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi”.

3. Subekti, mengatakan bahwa “Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua

orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak lain, dan pihak lain berkewajiban memenuhi tuntutan itu”.

Perjanjian dan perikatan adalah dua hal yang berbeda, meskipun keduanya memiliki ciri yang hampir sama. Perbedaan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

PERJANJIAN PERIKATAN

Perjanjian menimbulkan atau melahirkan perikatan

Perikatan adalah isi dari perjanjian

Perjanjian lebih konkrit daripada perikatan, artinya perjanjian itu dapat dilihat dan di dengar.

Perikatan merupakan pengertian yang abstrak (hanya dalam alam pikiran)

Pada umumnya perjanjian merupakan hubungan hukum bersegi dua, artinya akibat hukum dikehendaki kedua belah pihak. Hal ini bermakna bahwa hak dan kewajiban dapat dipaksakan. Pihak pihak berjumlah lebih dari atau sama dengan 2 sehingga bukan pernyataan sepihak, dan

Bersegi satu, hal ini berarti belum tentu menimbulkan akibat hukum, sebagai contoh, perikatan alami tidak dapat dituntut di muka pengadilan (hutang karena judi) pemenuhannya tidak dapat dipaksakan. Pihaknya hanya berjumlah satu maka merupakan pernyataan sepihak dan


(46)

merupakan perbuatan hukum. merupakan perbuatan biasa (bukan perbuatan hukum).27

Dari penjelasan-penjelasan diatas maka ada akibat dari suatu perjanjian. Akibat dari suatu perjanjian menurut Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu:28 1. Perjanjian mengikat para pihak

Pihak-pihak yang mengikat antara lain:

a. Para pihak yang membuatnya (Pasal 1340 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).

b. Ahli waris berdasarkan alas hak umum karena mereka itu memperoleh segala hak dari seseorang secara tidak terperinci.

c. Pihak ketiga yang diuntungkan dari perjanjian yang dibuat berdasarkan alas hak khusus karena mereka itu memperoleh segala hak dari seseorang secara terperinci atau khusus.

2. Perjanjian yang tidak dapat ditarik kembali secara sepihak karena (Pasal 1338 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) merupakan kesepakatan antara kedua belah pihak dan alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.

3. Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik (Pasal 1338 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).

Dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dapat disimpulkan adanya asas kebebasan berkontrak, akan tetapi asas ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa, sehingga para pihak yang menaati perjanjian harus menaati hukum yang sifatnya memaksa. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat

27

Handri Rahardjo, Op.Cit., hal.43

28


(47)

kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang. Suatu perjanjian tidak boleh membawa kerugian bagi pihak ketiga.

Melaksanakan apa yang menjadi hak di satu pihak dan kewajiban di satu pihak yang lain dari yang membuat perjanjian. Hakim berkuasa menyimpangi isi perjanjian bila bertentangan dengan rasa keadilan sehingga agar suatu perjanjian dapat dilaksanakan harus dilandasi dengan itikad baik, prinsip kepatutan, kebiasaan, dan sesuai dengan undang-undang.29

Hukum perjanjian atau perikatan disebut juga sebagai hukum tuntut menuntut karena di dalamnya terdapat pengertian satu pihak yaitu pihak penjual atau pembeli menuntut sesuatu kepada pihak penjual atau yang dituntut dari pihak pembeli yaitu prestasi.

Prestasi atau yang dalam bahasa Inggris disebut juga dengan istilah

performence, dalam hukum kontrak atau perjanjian dimaksudkan sebagai suatu

pelaksanaan hal-hal yang tertulis dalam suatu perjanjian oleh pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu, pelaksanaan mana sesuai dengan term dan condition sebagaimana disebutkan dalam perjanjian yang bersangkutan.30

Menurut Pasal 1234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, prestasi dibagi dalam 3 jenis:

1. Prestasi untuk memberikan sesuatu

29

Ibid., hal. 59. 30

Munir Fuadi, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Bisnis ), (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2007), hal. 87.


(48)

Prestasi ini terdapat pada Pasal 1237 Kitab Undang-Undang Hukum perdata, contoh: prestasi pembeli menyerahkan uang kepada penjual, prestasi penjual menyerahkan barang kepada pembeli.

2. Prestasi untuk melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu

Prestasi ini terdapat dalam Pasal 1239 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

contoh: prestasi pengangkatan untuk membawa barang angkutan ke tempat tujuan. 3. Prestasi untuk tidak berbuat atau tidak melakukan sesuatu

Prestasi ini terdapat dalam Pasal 1239 kitab Undang-Undang Hukum Perdata, contoh:

A dan B membuat perjanjian untuk tidak akan membuat barang yang sama

seperti yang dibuat A.

Apabila seseorang telah ditetapkan prestasinya sesuai dengan perjanjian itu, maka kewajiban pihak tersebut melaksanakan atau menaatinya. Apabila seseorang tidak melaksanakan atau tidak memenuhi prestasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka disebut wanprestasi.

Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menutut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak pun yang dirugikan karena wanprestasi.

B. Asas-Asas Hukum Perjanjian

Asas-asas hukum merupakan sumber bagi sistem hukum yang memberikan inspirasi mengenai nilai-nilai etis, moral, dan sosial masyarakat. Asas hukum sebagai landasan norma menjadi alat uji bagi norma hukum yang ada, dalam arti norma hukum


(49)

pada akhirnya harus dapat dikembalikan pada asas hukum yang menjiwainya. Asas-asas hukum dapat timbul dari pandangan kepantasan dalam pergaulan sosial yang kemudian diambil oleh pembuat undang-undang sehingga menjadi aturan hukum.31

Asas-asas hukum dalam perjanjian menurut Sudikno Mertokusumo adalah pikiran dasar yang umum sifatnya dan merupakan latar belakang dari peraturan hukum yang konkrit, yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat ditemukan dengan mencari sifat-sifat dalam peraturan konkrit tersebut.32

Didalam hukum perjanjian dikenal lima asas perjanjian yaitu asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas pacta sun servanda, asas itikad baik, asas kepribadian (personalitas) antara lain:

1. Asas kebebasan berkontrak

Kebebasan berkontrak adalah salah satu asas yang sangat penting di dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas, pancaran hak asasi manusia yang perkembangannya dilandasi semangat liberialisme. Menurut paham individualisme setiap orang bebas untuk memperoleh apa yang dikehendaki, sementara itu ada di dalam hukum perjanjian dalam asas kebebasan berkontrak.33

Menurut Salim H. S bahwa asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk membuat atau tidak membuat perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapa pun, menentukan isi perjanjian

31

Agus Yuda Hernoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 103.

32

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, (Yogyakarta: Liberty, 1991), hal. 97. 33


(50)

pelaksanaan, persyaratannya, dan menentukan bentuk perjanjian yaitu tertulis dan lisan. Di dalam hukum perjanjian nasional, asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab, yang mampu memelihara keseimbangan tetap perlu dipertahankan, yaitu pengembangan kepribadian untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan hidup lahir batin yang serasi, selaras dan seimbang dengan kepentingan masyarakat.34

Asas kebebasan berkontrak ini dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menentukan “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Asas Kebebasan berkontrak ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa, sehingga para pihak membuat persetujuan harus mentaati hukum yang sifatnya memaksa tersebut.35

Namun yang penting diperhatikan bahwa asas kebebasan berkontrak di dalam Pasal 1338 ayat (1) tidaklah berdiri sendiri. Asas tersebut berada dalam satu sistem utuh dan padu. Sebagai suatu kesatuan yang bulat dan utuh dalam satu sistem, maka penerapan asas kebebasan berkontrak yang terdapat dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata harus juga dikaitkan dengan kerangka pemahaman pasal-pasal lain. Apabila Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dihubungkan dengan pasal-pasal lain dalam satu kerangka sistem hukum perjanjian (Pasal 1320, 1335, 1337, 1338 (3) serta 1339 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) maka penerapan asas kebebasan berkontrak perlu dihubungkan dengan rambu-rambu hukum lainnya.

34

Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana, 2008), hal. 229.

35

Komariah, Hukum Perdata, cetakan ketiga, (Malang: Penerbitan Universitas Muhamadiyah, 2004), hal. 173-174.


(51)

Hal ini berarti kebebasan para pihak dalam membuat kontrak perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Mempunyai syarat sahnya suatu kontrak.

b.Untuk mencapai tujuan para pihak, kontrak harus mempunyai kausa. c.Tidak mengandung kausa palsu atau dilarang oleh undang-undang.

d.Tidak bertentangan dengan kepatutan, kebiasaan, kesusilaan dan ketertiban umum.

e.Harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Asas kebebasan berkontrak didasarkan pada para pihak dalam kontrak memiliki posisi yang seimbang, tetapi pada kenyataannya para pihak tidak selalu memiliki posisi yang seimbang. Apabila terjadi dalam suatu perjanjian terdapat ketidakseimbangan, ketidakadilan, ketimpangan, posisi berat sebelah, maka justru merupakan pengingakaran terhadap asas kebebasan berkontrak.36

2.Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme mempunyai hubungan erat dengan asas kebebasan berkontrak dan asas kekuatan mengikat yang terdapat dalam Pasal 1338 (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hal ini sedasar dengan pendapat Subekti yang menyatakan bahwa asas konsensualisme terdapat dalam Pasal 1320 jo 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pelanggaran terhadap ketentuan ini akan mengakibatkan perjanjian itu tidak sah.37

Asas konsensualitas menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat antara dua atau lebih orang telah mengikat sehingga telah melahirkan kewajiban bagi salah satu

36

Agus Yuda Hernoko, Op.Cit., hal. 111-120. 37


(52)

atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut mencapai kesepakatan atau konsensus meskipun kesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan semata-mata. Ini berarti pada prinsipnya perjanjian yang mengikat dan berlaku sebagai perikatan bagi para pihak yang berjanji tidak memerlukan formalitas. Walaupun demikian, untuk menjaga kepentingan pihak debitur atau pihak yang berkewajiban memenuhi prestasi maka diadakanlah bentuk-bentuk formalitas atau dipersyaratkan adanya suatu tindakan nyata tertentu. Ketentuan yang mengatur mengenai konsensualitas dapat kita temui dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu untuk sahnya suatu perjanjian, diperlukan empat syarat:38

a. Kesepakatan mereka mengikat dirinya.

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

c. Suatu hal tertentu.

d. Suatu sebab yang tidak dilarang.

Asas konsensualisme sebagaimana terdapat dalam Pasal 1320 ayat (1) perjanjian itu terjadi sejak saat tercapainnya kata sepakat antara para pihak. Kesepakatan tersebut dapat dibuat secara lisan maupun dituangkan dalam bentuk tulisan berupa akta, jika dikehendaki sebagai alat bukti. Perjanjian yang dibuat secara lisan didasarkan pada asas bahwa manusia itu dapat dipegang perkataannya artinya dapat dipercaya dengan kata-kata yang diucapkannya. Tetapi ada beberapa perjanjian harus dibuat secara tertulis, misalnya perjanjian perdamaian, perjanjian

penghibaan, perjanjian pertanggungan, tujuannya ialah sebagai alat bukti lengkap dari

38

Gunawan Widjaja, Memahami Prinsip Keterbukaan (AANVULLEND RECHT ) dalam Hukum


(53)

yang diperjanjikan.39

Dengan demikian, maka jelaslah bahwa kecuali ditentukan secara khusus untuk tiap-tiap perjanjian yang mengakibatkan tidak sahnya suatu perjanjian, suatu kesepakatan lisan saja sudah tercapai antara para pihak yang membuat atau mengadakan perjanjian telah membuat perjanjian tersebut sah dan mengikat bagi para pihak. Ini berarti asas konsensualisme merupakan ketentuan umum yang melahirkan perjanjian konsensuil.40 3. Asas Asas Daya Mengikat Kontrak (Pacta Sun Servanda)

Dalam perspektif Kitab Undang-Undang Hukum Perdata asas ini dapat disimpulkan dari pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Pengertian berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya menunjukan bahwa undang-undang sendiri mengakui dan menempatkan posisi para pihak dalam kontrak sejajar dengan

pembuat undang-undang.41

Mengikat artinya masing-masing pihak dalam perjanjian harus menghormati dan melaksanakan isi perjanjian, serta tidak boleh melakukan perbuatan yang bertentangan dengan isi perjanjian. Isi perjanjian yang mengikat tersebut berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.42

Perkembangan asas pacta sun servanda dapat ditelusuri dari sumber hukum kanonik. Dalam hukum kanonik dikenal asas nudus consensus obligat, pacta sun

servanda. Asas pacta sun servanda mempunyai pengertian bahwa persesuaian

39

Komariah, Op.Cit., hal. 228. 40

Gunawan Widjaja Op.Cit., hal. 265. 41

Agus Yuda Hernoko, Op.Cit., hal. 127. 42


(1)

ABSTRAK

NIMAH D.I TAMPUBOLON*) Dr. MEGARITA, SH. CN., M. Hum**)

SYAMSUL RIZAL, SH.M.Hum***)

Perjanjian adalah suatu peristiwa ketika seseorang berjanji kepada orang lain atau ketika orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa itu maka timbul hubungan antara dua orang atau lebih. Perjanjian harus ada kata sepakat antara kedua belah pihak karena perjanjian merupakan perbuatan hukum bersegi dua atau jamak. Untuk membuktikan kata sepakat dibuat dengan akta otentik dan bisa juga tanpa dengan akta otentik. Perjanjian jual beli merupakan perjanjian timbal balik dimana penjual berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak pembeli berjanji membayar harga.

Permasalahan dalam skripsi ini adalah apakah pelaksanaan dan bentuk perjanjian jual beli antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan kesusilaan, bagaimana kekuatan hukum pembuktian akta perjanjian jual beli yang dibuat dibawah tangan serta bagaimana perlindungan hukum terhadap pembeli dalam perjanjian jual beli kios pada Pasar Tradisional Meranti Baru.

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian normatif dengan pengumpulan data melalui pustaka atau data sekunder serta dilakukan wawancara kepada pihak yang berkompeten yaitu Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus yang dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini.

Hasil penelitian adalah pelaksanaan dan bentuk perjanjian jual beli kios pada dasarnya sudah sesuai dengan undang-undang yang berlaku dan tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum, tetapi masih ada yang tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku dalam hal pembayaran dimana pihak pembeli melakukan wanprestasi. Akta di bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian sama walaupun tidak sesempurna pembuktian seperti akta otentik sepanjang tanda tangan dan isi yang terdapat di dalam akta tersebut diakui oleh para pihak yang membuat akta tersebut, akan tetapi akta di bawah tangan akan dianggap sebagai bukti permulaan tertulis. Perlindungan hukum terhadap pembeli kios dalam hal ini dilindungi dengan itikad baik.

Kata Kunci : - Perjanjian

- Perjanjian jual beli

*) MAHASISWA.

**) DOSEN PEMBIMBING I. ***)DOSEN PEMBIMBING II.


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini salah satu syarat untuk menempuh ujian tingkat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara .Skripsi ini berjudul “Aspek Hukum Perjanjian Jual-Beli Kios Pasar Tradisional Meranti Baru (Studi Antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus)”.

Di dalam menyelesaikan skripsi ini telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Runtung, SH., M. Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara Medan.

2. Bapak Dr. Hasim Purba, SH.M.Hum sebagai Ketua Departemen Keperdataan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Megarita, SH., CN, M. Hum selaku Dosen pembimbing 1.

4. Bapak Syamsul Rizal, SH., M. Hum selaku Dosen Pembimbing 2.

5. Bapak Ramli Siregar SH,M.Hum selaku Dosen Pembimbing Akademik.

6. Bapak dan Ibu dosen serta semua staf administrasi di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara Medan.

7. Kepada Mendiang Ayahanda Poltak Tampubolon SH dan Ibunda Martalena Sitorus

yang telah memberikan dukungan dan semangat yang tidak ada habisnya, biarlah skripsi ini sebagai tanda balas jasa saya kepada orang tua yang saya cintai dan kasihi.


(3)

8. Kepada adik-adik saya Natalia dan Sarah yang saya cintai terima kasih sudah memberikan semangat yang tiada habis nya.

9. Kepada sahabat-sahabat Happy Mentari, Eni Dhora Sipayung, Desi Natalia yang

telah memberikan dukungan kepada penulis.

10. Kepada kakak senior Kakak Lusiana Theresia Pangaribuan SH., M.H yang telah

memberikan informasi dan juga dukungan kepada penulis.

11. Rekan rekan sealmamater yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu di

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan.

12. Saudara Tante Roma,Tante Ondang, Tante Ika, Tulang, Nantulang dan Olin yang saya kasihi yaang telah mendukung saya mengerjakan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat memberikan manfaat bagi para pihak yang membutuhkan informasi seputar pelaksanaan perjanjian jual-beli sesuai dengan asas dan syarat sahnya sua perjanjian yang tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban umum, dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan, kekurangan, dan ketidaksempurnaan dalam penulisan skripsi ini karena hal ini bukanlah kesengajaan, melainkan semata-mata karena kehilafan penulis. Seperti kata pepatah “Tak ada gading yang tak retak”.

Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk lebih sempurnanya skripsi tersebut.

Medan, Maret 2015 Penulis

NIM : 110200530


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ...i

KATA PENGANTAR ...ii

DAFTAR ISI ...iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...,...1

B. Perumusan Masalah ...8

C. Tujuan Penelitian...8

D. Manfaat Penelitian ...9

E. Keaslian Penelitian ...10

F. Metode Penelitian ...10

G. Sistematika Penulisan ...12

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian dan akibat hukum dari suatu perjanjian pada umumnya...15

B. Asas-asas hukum perjanjian...23

C. Syarat-syarat sahnya perjanjian dan pelaksanaan perjanjian...33

D. Lahirnya dan berakhirnya suatu perjanjian ...41

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI KIOS PASAR TRADISIONAL MERANTI BARU A. Sejarah Pasar Tradisional Meranti Baru...51


(5)

Halaman B. Pengertian dan dasar hukum perjanjian jual-beli kios pasar Tradisional

Meranti Baru...52 C. Subjek dan objek perjanjian jual beli kios Pasar

Tradisional Meranti Baru...56 D. Hak dan kewajiban dalam perjanjian jual beli

kios Pasar Tradisional Meranti Baru...60 E. Asas-asas hukum dalam perjanjian jual beli

kios Pasar Tradisional Meranti Baru...65 F. Risiko dalam perjanjian jual beli kios Pasar

Tradisional Meranti Baru ...68

BAB IV ASPEK HUKUM PERJANJIAN JUAL BELI KIOS PASAR TRADISIONAL MERANTI (STUDI ANTARA TIURMA TAMPUBOLON DAN BERNIKA SITORUS)

A. Pelaksanaan dan bentuk perjanjian jual-beli kios antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus

pada Pasar Tradisional Meranti Baru...73

B. Kekuatan Hukum dan Pembuktian akta dibawah

tangan pada perjanjian jual-beli kios antara Tiurma Tampubolon dan Bernika Sitorus pada Pasar

Tradisional Meranti Baru...79


(6)

Halaman

Pasar Tradisional Meranti Baru...81 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ...86 B. Saran ...88 DAFTAR PUSTAKA