Konsep Desentralisasi TINJAUAN PUSTAKA

21 Desentralisasi fiskal memberikan kewenangan yang besar kepada daerah untuk menggali potensi yang dimiliki sebagai sumber pendapatan daerah untuk membiayai pengeluaran daerah dalam rangka pelayanan publik. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang- Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, telah menetapkan sumber-sumber penerimaan daerah meliputi: 1. Pendapatan Asli Daerah terdiri dari: a. Pajak Daerah; b. Retribusi Daerah; c. Bagian Laba Pengelolaan Aset Daerah yang Dipisahkan; d. Lain-lain PAD yang Sah. 2. Transfer Pemerintah Pusat terdiri dari: a. Bagi Hasil Pajak; b. Bagi Hasil Sumber Daya Alam; c. Dana Alokasi Umum; d. Dana Alokasi Khusus; e. Dana Otonomi Khusus; f. Dana Penyesuaian. 3. Transfer Pemerintah Provinsi, yang terdiri dari; a. Bagi Hasil Pajak b. Bagi Hasil Sumber Daya Alam; c. Bagi Hasil Lainnya 22 4. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah. Selanjutnya Mardiasmo dan Makhfatih 2000:8 telah pula menguraikan bahwa: “Potensi penerimaan daerah adalah kekuatan yang ada di suatu daerah untuk menghasilkan sejumlah penerimaan tertentu. Untuk melihat potensi sumber penerimaan daerah dibutuhkan pengetahuan tentang perkembangan beberapa variabel-variabel yang dapat dikendalikan yaitu variabel-variabel ekonomi, dan yang tidak dapat dikendalikan yaitu variabel-variabel ekonomi yang dapat mempengaruhi kekuatan sumber- sumber penerimaan daerah”. Widayat 1994:32 menguraikan beberapa cara untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah melalui peningkatan penerimaan semua sumber Pendapatan Asli Daerah agar mendekati atau bahkan sama dengan penerimaan potensialnya. Selanjutnya dikatakan bahwa secara umum ada dua cara untuk mengupayakan peningkatan Pendapatan Asli Daerah sehingga maksimal yaitu dengan cara intensifikasi dan ekstensifikasi. Lebih lanjut diuraikan bahwa salah satu wujud nyata dari kegiatan intensifikasi ini untuk retribusi yaitu menghitung potensi seakurat mungkin, maka target penerimaan bisa mendekati potensinya. Cara ekstensifikasi dilakukan dengan mengadakan penggalian sumber-sumber objek pajak ataupun dengan menjaring wajib pajak baru. Menurut Jaya 1996:5 beberapa hal yang dianggap menjadi penyebab utama rendahnya PAD sehingga menyebabkan tingginya ketergantungan daerah terhadap pusat, adalah sebagai berikut : 1. Kurang berperannya Perusahaan Daerah sebagai Sumber Pendapatan Daerah; 23 2. Tingginya derajat sentralisasi dalam bidang perpajakan, karena semua jenis pajak utama yang paling produktif baik pajak langsung maupun tidak langsung ditarik oleh pusat; 3. Kendati pajak daerah cukup beragam, ternyata hanya sedikit yang bisa diandalkan sebagai sumber penerimaan; 4. Alasan politis di mana banyak orang khawatir apabila daerah mempunyai sumber keuangan yang tinggi akan mendorong terjadinya disintegrasi dan separatisme; 5. Kelemahan dalam pemberian subsidi Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah yang memberikan kewenangan yang lebih kecil kepada Pemerintah Daerah merencanakan pembangunan di daerahnya. Dibalik tingginya ketergantungan daerah terhadap pusat dalam pelaksanaan otonomi daerah, Widayat 1994;31 mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi rendahnya penerimaan PAD antara lain adalah : 1. Banyak sumber pendapatan di kabupatenkota yang besar, tetapi digali oleh instansi yang lebih tinggi, misalnya pajak kendaraan bermotor PKB, dan pajak bumi dan bangunan PBB; 2. Badan Usaha Milik Daerah BUMD belum banyak memberikan keuntungan kepada Pemerintah Daerah; 3. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membayar pajak, retribusi dan pungutan lainnya; 4. Adanya kebocoran-kebocoran; 5. Biaya pungut yang masih tinggi; 6. Banyak Peraturan Daerah yang perlu disesuaikan dan disempurnakan; 24 7. Kemampuan masyarakat untuk membayar pajak yang masih rendah.

C. Konsep Perpajakan

Pajak merupakan sumber pendapatan yang utama untuk membiayai kegiatan pemerintah dalam menyediakan kebutuhan-kebutuhan yang tidak dihasilkan oleh swasta. Pajak disamping berperan sebagai sumber pendapatan budgetary function yang utama juga berperan sebagai alat pengatur regulatory function. Para ahli perpajakan memberikan pengertian atau definisi berbeda-beda mengenai pajak, namun demikian mempunyai arti dan tujuan yang sama. Munawir 1997: 5 mengutip pendapat Jayadiningrat memberi definisi pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari pada kekayaan kepada negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan akan tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan umum. Selanjutnya Munawir 1997 : 3 mengutip pendapat Rachmat Sumitro mendefinisikan pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai pengeluaran rutin. Mangkoesoebroto 1993:181 menyatakan pajak adalah suatu pungutan hak prerogatif pemerintah, pungutan tersebut didasarkan pada undang-undang, pungutannya dapat dipaksakan kepada subjek pajak di mana tidak dapat balas jasa secara langsung terhadap penggunanya. Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak, yaitu :