Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Labuhanbatu

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN LABUHANBATU

Diajukan Oleh :

AKHIRUL SALEH SIREGAR

0 5 0 5 0 1 0 7 6

Ekonomi Pembangunan

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Medan 2010


(2)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis determinasi yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu selama kurun waktu 1987-2007. Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah investasi, pengeluaran pemerintah, dan jumlah angkatan kerja.

Metode yang digunakan dalam analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu tersebut adalah Ordinary Least Square (OLS) dengan menggunakan alat analisis untuk mengolah data yaitu dengan menggunakan E-views 4.1.

Berdasarkan hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel pengeluaran pemerintah, variabel investasi, dan variabel jumlah angkatan kerja mempunyai pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu dengan signifikan secara statistik pada α 1%.

Kata kunci : Kabupaten Labuhanbatu, Pengeluaran pemerintah, Investasi, Jumlah angkatan kerja.


(3)

Factors Analysis Influencing Economic Growth In Kabupaten Labuhanbatu ABSTRACT

Purpose of this reseach is to analyse determinant influencing economic growth in Kabupaten Labuhanbatu during range of time 1987-2007. As for independent variabel in this research is goverment disbursement, investment, labor force.

Method applied in analyse to factors sinfluencing economic growth in Kabupaten Labuhanbatu is Ordinary Least Square (OLS) by using E-views 4.1

Based on result of estimation indicates that govermental disbursement variabel, investment variabel, and labor force variabel is influence which are positive to economic growth in Kabupaten Labuhanbatu and significant statistically at α 1%.

Key word : Kabupaten Labuhanbatu, Govermental disbursemen, investment, labor force.


(4)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kehadirat ALLAH S.W.T dimana karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “ Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Labuhanbatu ” yang dibuat untuk memenuhi salah satu syarat dalam meraih gelar Sarjana Ekonomi dari Program Strata-1 Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis senantiasa mendapat bantuan dari berbagai pihak baik berupa dorongan semangat maupun sumbangan pemikiran. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Kasyful Mahalli, Msi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran, bimbingan dan petunjuk bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Walad Al-Tsani, SE, M.ec selaku dosen penguji I yang telah memberi masukan dan saran yang membangun guna penyempurnaan skripsi ini.

5. Bapak Prof. Dr. H. Sya’ad Afifuddin, SE, M.Ec selaku dosen penguji II yang juga memberikan saran dan masukan terhadap penyempurnaan skripsi ini.


(5)

6. Seluruh Bapak/Ibu dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya dosen departemen Ekonomi Pembangunan yang telah mendidik penulis selama perkuliahan beserta seluruh staff/pegawai Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh staff/pegawai Badan Pusat Statistik yang telah banyak membantu dalam memberikan data yang berhubungan dengan skripsi ini.

8. Teristimewa kepada kedua orang tua saya yang saya sayangi (Ayahanda Alm. Yahya Siregar dan Ibunda Machyardiani Hasibuan) yang selalu memberi dorongan semangat dan motivasi secara moril maupun materil dan mendoakan segala kebaikan untuk penulis sehingga skripsi ini dapat terselasaikan.

9. Buat saudara-saudaraku yang tersayang (abang, kakak dan keponakan) terima kasih atas doa, dukungan dan semangatnya.

10. Fitri Handayani yang banyak memberi motivasi dalam membantu penulis untuk tetap semangat. Terima kasih atas motivasi dan dukungannya hingga skripsi ini terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa skipsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Medan, Maret 2010 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ……….……… i

ABSTRACT …...………... ii

KATA PENGANAR ………….………...…………... iii

DAFTAR ISI ………..………... v

DAFTAR TABEL ………... vi

DAFTAR GAMBAR ……….... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... .... 1

B. Perumusan Masalah ... ... 6

C. Hipotesis ... ... 6

D. Tujuan Penelitian ... ... 7

E. Manfaat Penelitian ... ... 7

BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi ... 8

B. Pengertian Investasi ... 13

C. Pengertian Pengeluaran Pemerintah ... 18

D. Pengertian Angkatan Kerja ... 25

BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 34

B. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 34

C. Pengolahan Data ... ... 34

D. Model Analisis ... ….. 35

E. Uji Kesesuaian (Test of Goodness Fit) …………... 36

F. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ……….. 39

G. Defenisi Operasional Variabel ……… 41

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian ………... 42

B. Gambaran Perekonomian Kabupaten Labuhanbatu … 46

C. Hasil Regresi ………... 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ………. 64

B. Saran ……….. 64 DAFTAR PUSTAKA


(7)

DAFTAR TABEL

Halaman

TABEL I.1 ………. 2

TABEL I.2 ………. 4

TABEL IV.1 ……….. 45

TABEL IV.2 ……….. 46

TABEL IV.3 ……….. 47

TABEL IV.4 ……….. 48

TABEL IV.5 ……….. 49

TABEL IV.6 ……….. 50

TABEL IV.7 ……….. 51

TABEL IV.8 ……….. 52


(8)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

GAMBAR II.1 ……….. 21

GAMBAR II.2 ……….. 28

GAMBAR II.3 ……….. 29

GAMBAR II.4 ……….. 30

GAMBAR III.1 ………. 37

GAMBAR III.2 ……….. 39

GAMBAR III.3 ……….. 40

GAMBAR IV.1 ……….. 57

GAMBAR IV.2 ………... 58

GAMBAR IV.3 ………... 59

GAMBAR IV.4 ……… 60


(9)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis determinasi yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu selama kurun waktu 1987-2007. Adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah investasi, pengeluaran pemerintah, dan jumlah angkatan kerja.

Metode yang digunakan dalam analisis terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu tersebut adalah Ordinary Least Square (OLS) dengan menggunakan alat analisis untuk mengolah data yaitu dengan menggunakan E-views 4.1.

Berdasarkan hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel pengeluaran pemerintah, variabel investasi, dan variabel jumlah angkatan kerja mempunyai pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu dengan signifikan secara statistik pada α 1%.

Kata kunci : Kabupaten Labuhanbatu, Pengeluaran pemerintah, Investasi, Jumlah angkatan kerja.


(10)

Factors Analysis Influencing Economic Growth In Kabupaten Labuhanbatu ABSTRACT

Purpose of this reseach is to analyse determinant influencing economic growth in Kabupaten Labuhanbatu during range of time 1987-2007. As for independent variabel in this research is goverment disbursement, investment, labor force.

Method applied in analyse to factors sinfluencing economic growth in Kabupaten Labuhanbatu is Ordinary Least Square (OLS) by using E-views 4.1

Based on result of estimation indicates that govermental disbursement variabel, investment variabel, and labor force variabel is influence which are positive to economic growth in Kabupaten Labuhanbatu and significant statistically at α 1%.

Key word : Kabupaten Labuhanbatu, Govermental disbursemen, investment, labor force.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat menjadi meningkat. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena faktor produksi akan selalu mengalami pertambahan dalam jumlah dan kualitasnya. Investasi menambah modal, teknologi yang dipergunakan menjadi berkembang dan juga tenaga kerja akan bertambah sebagai akibat perkembangan penduduk.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi hal yang sangat diinginkan semua negara maupun daerah. Pertumbuhan ekonomi mencerminkan kegiatan ekonomi yang dapat bernilai positif dan bahkan dapat pula bernilai negatif. Jika pada suatu periode perekonomian mengalami pertumbuhan yang positif, maka kegiatan ekonomi pada periode tersebut mengalami peningkatan, tetapi jika pada suatu periode perekonomian mengalami pertumbuhan yang negatif, berarti kegiatan ekonomi pada periode tersebut mengalami penurunan.

Pertumbuhan ekonomi nasional yang dihitung melalui GDP (Gross Domestic Product) dapat juga dijadikan indikator atas laju perekonomian nasional yang dalam hal ini menyangkut efektifitas dari tingkat investasi


(12)

terlihat perubahan yang fluktuatif. Laju pertumbuhan terbesar tercatat pada tahun 1995 dengan nilai GDP sebesar 1.340.379,2 milyar dengan laju pertumbuhan sebesar 8,22 persen dari tahun sebelumnya. Angka laju pertumbuhan tersebut ternyata mengalami penurunan hingga pada klimaks penurunan minimum pada tahun 1998 hingga mencapai kondisi sebesar -13,12 persen dengan nilai nominal 1.314.474,3 milyar rupiah. Kondisi ini adalah kondisi krisis ekonomi yang berpengaruh terhadap hampir semua sektor ekonomi tak terkecuali pertumbuhan ekonomi nasional.

Tabel I.1

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Periode 2005-2007 Tahun GDP Tahun Dasar 2000

(Milyar Rp)

GDP Tahun Dasar 2000 (%)

1995 1.340.379,2 8,22

1996 1.445.172.6 7,82

1997 1.513.093,9 6,69

1998 1.314.474,3 -13,12

1999 1.324.873,4 0,79

2000 1.389.769,6 4,89

2001 1.442.984,6 3,83

2002 1.506.124,4 4,37

2003 1.579.559,0 4,87

2004 1.660.578.8 5,12

2005 1.749.546,9 5,35

Sumber : BPS, Laporan Keuangan Indonesia

Pada masa pasca krisis ekonomi terdapat gejolak perbaikan saat periode tahun 1999 dengan sedikit kenaikan yang mencapai laju pertumbuhan 0,79 persen dengan nilai pertumbuhan nasional sebesar 1.324.873,4 milyar rupiah dan terus mencapai kenaikan hingga periode tahun 2005 dengan nilai nominal 1.749.546,9 milyar rupiah dengan mencatat angka laju pertumbuhan ekonomi sebesar 5,35 persen dari tahun 2004.


(13)

Dengan adanya laju pertumbuhan ekonomi nasional dapat dilihat marak lesunya iklim investasi di Indonesia, karena dengan melihat sisi pertumbuhan nasional terlihat semakin besar atau kecilnya output total dari suatu negara yang mencerminkan produktifitas nasional yang dalam bahasan ini dikaitkan dengan dana investasi dalam maksimalisasi total produksi yang mendorong pada tingkat laju pertumbuhan nasional.

Perkembangan ekonomi daerah dalam periode jangka panjang (mengikuti pertumbuhan PDRB), membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi tradisional ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor non primer, khususnya industri pengolahan dengan relasi positif antara pertumbuhan output dan pertumbuhan produktivitas yang dinamis sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi.

Ada kecenderungan bahwa semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi membuat semakin cepat proses peningkatan pendapatan masyarakat perkapita, dan semakin cepat pula perubahan struktur ekonomi dengan asumsi bahwa faktor-faktor penentu lain mendukung proses tersebut seperti tenaga kerja, bahan baku dan teknologi relatif tetap. Perubahan struktur ekonomi umumnya disebut transformasi struktural dan didefenisikan sebagai rangkaian perubahan yang saling terkait satu dengan yang lainnya dalam komposisi permintaan agregatif (produksi dan penggunaan faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal) yang diperlukan guna mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.


(14)

Tabel I.2

Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Labuhanbatu tahun 2002-2007

No. Tahun PDRB Adh. Berlaku (Milyar Rp)

Laju Pertumbuhan Ekonomi

(%)

1. 2002 7.331,08 14,11

2. 2003 8.325.97 15,34

3. 2004 9.133,93 15,74

4. 2005 10.918,37 13,31 5. 2006 12.593,78 13,57 6. 2007 14.371,16 14,45 Sumber : BPS, Labuhanbatu Dalam Angka, Berbagai Edisi

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa selama periode tahun 2002 - 2007, PDRB Kabupaten Labuhanbatu mengalami perkembangan yang cukup pesat dan relatif tinggi. Pada tahun 2002, PDRB Kabupaten Labuhanbatu Atas Dasar Harga Berlaku sebesar 7.331,08 milyar rupiah meningkat menjadi 14.371,16 milyar rupiah pada tahun 2007.

Penanaman modal merupakan salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi. Pada perekonomian tertutup, sumber dana investasi semata-mata berasal dari tabungan domestik. Sedangkan pada perekonomian terbuka sumber dana dapat diperoleh dari dalam maupun dari luar wilayah.

Pertumbuhan produksi pada dasarnya dipengaruhi oleh perkembangan faktor-faktor produksinya, salah satu faktor produksi tersebut adalah modal. Banyak studi menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah erat kaitannya dengan tingkat produktivitas penggunaan modal. Sejak tahun 2000, penanaman modal yang terealisasi di Kabupaten Labuhanbatu secara berangsur-angsur mulai menunjukkan pertumbuhan yang cukup berarti. Hal ini tidak saja didukung oleh faktor-faktor ekonomi yang dimiliki, tetapi didukung juga oleh faktor-faktor non ekonomi, sehingga menciptakan iklim


(15)

dan lingkungan penanaman modal yang semakin kondusif dari waktu ke waktu.

Langkah-langkah strategis yang ditempuh adalah dengan mengembangkan kemitraan strategis diantara sesama pelaku usaha dengan pemerintah Kabupaten Labuhanbatu yang kenyataannya mampu menumbuhkan minat berinvestasi para pemilik modal untuk menanamkan modalnya di Kabupaten Labuhanbatu diberbagai bidang lapangan usaha potensial. Hal ini juga tidak terlepas dari persepsi yang sama dari seluruh stakeholders tentang perlunya menarik investasi lebih besar, sehingga mampu menciptakan lapangan kerja lebih banyak sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat.

Harrod-Domar menyatakan, untuk menjamin pertumbuhan ekonomi yang teguh, penanaman modal harus terus menerus mengalami pertambahan dari tahun ketahun. Sekiranya keadaan ini tidak berlaku, pertumbuhan ekonomi akan mengalami perlambatan dan mungkin akan menghadapi resesi (Sukirno,2000:451). Investasi menghimpun akumulasi modal dengan membangun sejumlah gedung dan peralatan yang berguna bagi kegiatan produktif, maka output potensial suatu bangsa akan bertambah dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang juga akan meningkat. Jelas dengan demikian bahwa investasi memainkan peranan penting dalam menentukan jumlah output dan pendapatan.

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pertumbuhan ekonomi dan faktor-faktor yang


(16)

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Labuhanbatu”

B. Perumusan Masalah

Dari Latar Belakang yang diuraikan di atas, maka perlu dibuat rumusan masalah agar pelaksanaan penelitian dapat terlaksana secara terarah. Adapun masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu :

1. Apakah Pengeluaran pemerintah berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Labuhanbatu?

2. Apakah Investasi berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Labuhanbatu?

3. Apakah Jumlah Angkatan Kerja berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Labuhanbatu?

C. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian yang kebenarannya diuji secara empiris.

1. Pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu, ceteris paribus.

2. Investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu, ceteris paribus.

3. Jumlah Angkatan Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu, ceteris paribus.


(17)

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menganalisa seberapa besar pengaruh variabel Pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu.

2. Menganalisa seberapa besar pengaruh variabel Investasi terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu.

3. Menganalisa seberapa besar pengaruh variabel Jumlah Angkatan Kerja terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Labuhanbatu.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Menambah, melengkapi sekaligus sebagai pembanding hasil-hasil penelitian yang sudah ada yang menyangkut topik yang sama.

2. Sebagai referensi dan informasi bagi penelitian-penelitian selanjutnya dengan variabel yang berbeda.

3. Hasil pemikiran ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi mahasiswa Ekonomi, khususnya mahasiswa Ekonomi Pembangunan. 4. Sebagai bahan masukan informasi khususnya kepada pemerintah daerah


(18)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Prof. Simon Kuznets, mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai ”kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, dan penyesuaian kelembagaan dan idiologis yang diperlukannya. Definisi ini mempunyai 3 (tiga) komponen: pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya secara terus-menerus persediaan barang; kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduk; ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan idiologi sehingga inovasi yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan umat manusia dapat dimanfaatkan secara tepat (Jhingan, 2000:57).

Pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses kenaikan output perkapita dalam jangka panjang, dimana penekanannya pada tiga hal yaitu proses, output perkapita dan jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi adalah suatu “proses” bukan suatu gambaran ekonomi pada suatu saat. Disini kita melihat aspek dinamis dari suatu perekonomian, yaitu melihat bagaimana suatu perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Tekanannya pada perubahan atau perkembangan itu sendiri.


(19)

Pertumbuhan ekonomi juga berkaitan dengan kenaikan ”output perkapita”. Dalam pengertian ini teori tersebut harus mencakup teori mengenai pertumbuhan GDP dan teori mengenai pertumbuhan penduduk. Sebab hanya apabila kedua aspek tersebut dijelaskan, maka perkembangan output perkapita bisa dijelaskan. Kemudian aspek yang ketiga adalah pertumbuhan ekonomi dalam perspektif jangka panjang, yaitu apabila selama jangka waktu yang cukup panjang tersebut output perkapita menunjukkan kecenderungan yang meningkat (Boediono, 1992:1-2).

Sejak lama ahli-ahli ekonomi telah menganalisis faktor-faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan kepada pertumbuhan ekonomi yang berlaku diberbagai negara dapat disimpulkan bahwa faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembangunan suatu negara adalah: kekayaan sumber daya alam dan tanahnya, jumlah dan mutu tenaga kerja, barang-barang modal yang tersedia, tingkat teknologi yang digunakan dan sistem sosial dan sikap masyarakat.

Beberapa teori yang menerangkan mengenai hubungan diantara berbagai faktor produksi dengan pertumbuhan ekonomi. Pandangan-pandangan teori tersebut antara lain :

1. Teori Pertumbuhan Klasik

Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, yaitu : jumlah penduduk, jumlah stok barang-barang modal, luas tanah dan kekayaan alam, serta tingkat teknologi yang digunakan. Walaupun menyadari bahwa


(20)

klasik terutama menitikberatkan perhatiaannya kepada pengaruh pertambahan penduduk pada pertumbuhan ekonomi.

Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik hukum hasil tambahan yang semakin berkurang akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Ini berarti pertumbuhan ekonomi tidak akan terus menerus berlangsung. Pada permulaannya, apabila penduduk sedikit dan kekayaan alam relatif berlebihan, tingkat pengembalian modal dari investasi yang dibuat adalah tinggi. Maka pengusaha akan mendapat keuntungan yang besar. Ini akan menimbulkan investasi baru, dan pertumbuhan ekonomi terwujud. Keadaan seperti ini tidak akan terus menerus berlangsung. Apabila penduduk sudah terlalu banyak, pertambahannya akan menurunkan tingkat kegiatan ekonomi karena produktivitas setiap penduduk telah menjadi negatif. Maka kemakmuran masyarakat menurun kembali. Ekonomi akan mencapai tingkat kemakmuran yang sangat rendah. Apabila keadaan ini dicapai, ekonomi dikatakan telah mencapai keadaan tidak berkembang (Stasionary State). Pada keadaan ini pendapatan pekerja hanya mencapai tingkat cukup hidup (subsistence). Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik setiap masyarakat tidak akan mampu menghalangi terjadinya keadaan tidak berkembang tersebut.

Teori pertumbuhan ekonomi klasik melihat bahwa apabila terdapat kekurangan penduduk, produksi marginal adalah lebih tinggi daripada pendapatan perkapita. Maka pertambahan penduduk akan menaikkan pendapatan perkapita. Akan tetapi apabila pemduduk sudah semakin banyak, hukum hasil tambahan yang semakin berkurang akan


(21)

mempengaruhi fungsi produksi, yaitu produksi marginal akan mulai mengalami penurunan. Oleh karenanya pendapatan nasional dan pendapatan perkapita menjadi semakin lambat pertumbuhannya.

Penduduk yang terus bertambah akan menyebabkan pada suatu jumlah penduduk yang tertentu produksi marginal telah sama dengan pendapatan perkapita. Pada keadaan ini pendapatan perkapita mencapai nilai yang maksimum. Jumlah penduduk pada waktu itu dinamakan penduduk optimum.

2. Teori Pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar

Teori pertumbuhan Harrod-Domar ini dikembangkan oleh dua ekonom sesudah Keynes yaitu Evsey Domar dan Sir Roy F. Harrod. Teori Harrod-Domar ini mempunyai asumsi yaitu:

1. Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) dan barang-barang modal yang terdiri dalam masyarakat digunakan secara penuh.

2. Perekonomian terdiri dari dua sektor yaitu sektor rumah tangga dan sektor perusahaan.

3. Besarnya tabungan proporsional dengan besarnya pendapatan nasional. 4. Kecenderungan untuk menabung (Marginal Propensity to Save = MPS)

besarnya tetap, demikian juga ratio antara modal-output (Capital-Output Ratio atau COR) dan rasio pertambahan modal-output (Incremental Capital-Output Rratio atau ICOR).


(22)

Menurut Harrod-Domar, setiap perekonomian dapat menyisihkan suatu proporsi tertentu dari pendapatan nasionalnya jika hanya untuk mengganti barang-barang modal yang rusak. Namun demikian untuk menumbuhkan perekonomian tersebut, diperlukan investasi-investasi baru sebagai tambahan stok modal. Hubungan tersebut telah kita kenal dengan istilah rasio modal-output (COR). Dalam teori ini disebutkan bahwa, jika ingin tumbuh, perekonomian harus menabung dan menginvestasikan suatu proporsi tertentu dari output totalnya. Semakin banyak tabungan dan kemudian di investasikan, maka semakin cepat perekonomian itu akan tumbuh (Lincolyn, 2004:64-67).

3. Teori Pertumbuhan Ekonomi Solow-Swan

Menurut teori ini garis besar proses pertumbuhan mirip dengan teori Harrod-Domar, dimana asumsi yang melandasi model ini yaitu:

1. Tenaga kerja (atau penduduk) tumbuh dengan laju tertentu, misalnya P per tahun.

2. Adanya fungsi produksi Q = f (K, L) yang berlaku bagi setiap periode. 3. Adanya kecenderungan menabung (prospensity to save) oleh masyarakat

yang dinyatakan sebagai proporsi (s) tertentu dari output (Q). Tabungan masyarakat S = sQ; bila Q naik S juga naik, dan sebaliknya.

4. Semua tabungan masyarakat di investasikan S = I = ΔK.

Sesuai dengan anggapan mengenai kecenderungan menabung, maka dari output disisakan sejumlah proporsi untuk ditabung dan kemudian di


(23)

investasikan. Dengan begitu, maka terjadi penambahan stok kapital (Boediono, 1992: 81-82).

B. Pengertian Investasi

Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pengeluaran penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian (Sukirno, 2006:121).

Dalam praktiknya, dalam usaha untuk mencatat nilai penanaman modal yang dilakukan dalam suatu tahun tertentu, yang digolongkan sebagai investasi (atau pembentukan modal atau penanaman modal) meliputi pengeluaran-pengeluaran sebagai berikut :

1. Pembelian berbagai jenis barang modal, yaitu mesin-mesin dan peralatan produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan. 2. Pengeluaran untuk mendirikan rumah tempat tinggal, bangunan kantor,

bangunan pabrik dan bangunan-bangunan lainnya.

3. Pertambahan nilai stok barang-barang yang belum terjual, bahan mentah dan barang yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun perhitungan pendapatan nasional.

Adapun ciri-ciri dari inve stasi antara lain:

a. Memiliki manfaat yang umumnya lebih dari satu tahun.


(24)

c. Manfaat dari penggunaan barang tersebut dapat dirasakan untuk jangka waktu yang panjang.

1. Jenis-Jenis Investasi

Adapun jenis-jenis investasi antara lain : Autonomous Investment.

Investasi ini dilakukan oleh pemerintah (public investment), karena di samping biayanya sangat besar juga investasi ini tidak memberikan keuntungan, maka swasta tidak akan sanggup melakukan investasi jenis ini karena tidak memberikan keuntungan secara langsung.

Induced Investment.

Investasi ini timbul akibat adanya pertambahan permintaan efektif yang terjadi di pasar, di mana kenaikan permintaan efektif ini disebabkan adanya peningkatan pendapatan masyarakat.

Domestic Investment dan Foreign Investment.

Domestic investment adalah penanaman modal dalam negeri, sedangkan foreign investment adalah penanaman modal asing.

4. Gross Investment dan Net Investment.

Gross investment adalah total seluruh investasi yang diadakan atau dilaksanakan pada suatu waktu. Net investment adalah selisih antara investasi bruto dengan penyusutan.

Di Indonesia, investasi atau penanaman modal dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu :


(25)

1. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).

PMDN adalah bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia termasuk hak-hak dan benda-benda, baik yang dimiliki oleh negara maupun swasta asing yang berdomisili di Indonesia, yang disisihkan/ disediakan guna menjalankan sesuatu usaha sepanjang modal tersebut tidak diatur dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang PMA yang mengatur mengenai pengertian modal asing (Widjaya, 2005: 23). Pihak swasta yang memiliki modal dalam negeri tersebut dapat secara perorangan dan ataupun merupakan badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia. PMDN adalah penggunaan kekayaan, baik secara langsung maupun tidak langsung untuk menjalankan usaha menurut ketentuan Undang-Undang Penanaman Modal.

2. Penanaman Modal Asing (PMA).

PMA hanyalah meliputi PMA secara langsung yang dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 dan yang digunakan menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti pemilik modal secara langsung menanggung resiko dari pananaman modal tersebut (Widjaya, 2005:25).

Pengertian modal asing adalah alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia.


(26)

Kesimpulannya, penanaman modal asing diperlukan untuk mempercepat pembangunan ekonomi. Modal asing membantu dan menciptakan kesempatan kerja yang lebih luas.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi investasi, yaitu : a. Tingkat bunga.

Tingkat bunga sangat berperan dalam menentukan tingkat investasi yang terjadi dalam suatu negara. Kalau tingkat bunga rendah, maka tingkat investasi yang terjadi akan tinggi, karena kredit dari bank masih menguntungkan untuk mengadakan investasi. Begitu pula sebaliknya bila tingkat bunga tinggi, maka investasi dari kredit bank tidak menguntungkan.

b. Marginal Efficiency of Capital (MEC).

MEC merupakan salah satu konsep yang dikeluarkan Keynes untuk menentukan tingkat investasi yang terjadi dalam suatu perekonomian. MEC merupakan tingkat keuntugan yang diharapakan dari investasi yang dilakukan (return of investment). Bila keuntungan yang diharapakan (MEC) lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku secara riel, maka investasi akan dilakukan. Bila MEC yang diharapakan lebih kecil dari tingkat suku bunga yang berlaku secara riel, maka investasi tidak akan dijalankan. Bila MEC yang diharapakan sama dengan tingkat suku bunga secara riel, maka pertimbangan untuk mengadakan investasi sudah dipengaruhi oleh faktor lain.


(27)

c. Peningkatan aktivitas perekonomian.

Harapan akan peningkatan aktivitas perekonomian di masa datang, merupakan salah satu faktor penentu untuk mengadakan investasi atau tidak. Kalau ada perkiraan akan terjadi peningkatan aktivitas perekonomian di masa mendatang, walaupun tingkat suku bunga lebih besar dari MEC, investasi mungkin akan tetap dilakukan oleh investor yang instingnya tajam melihat peluang meraih keuntungan yang lebih besar di masa yang akan datang.

d. Kestabilan politik suatu negara.

Kestabilan politik suatu negara merupakan satu pertimbangan yang sangat penting untuk mengadakan investasi. Bila keadaan politik suatu negara stabil, maka investor akan menanamkan investasinya, dan sebaliknya bila keadaan politik suatu negara tidak stabil, maka investor tidak akan menanamkan investasinya.

e. Keamanan suatu daerah.

Faktor keamanan dibutuhkan untuk menjamin keamanan investasi. Jika suatu daerah dianggap tidak aman, sering terjadi kerusuhan (yang bersifat etnis, agama, separatisme, kecemburuan sosial), investor tidak akan berani menanamkan investasinya di daerah tersebut.

f. Kebijakan pemerintah.

Kebijakan pemerintah juga dapat mempengaruhi investasi. Kebijakan pemerintah yang bersifat kondusif akan berdampak positif bagi iklim investasi. Kebijaksanaan moneter longgar (easy monetary policy) yang


(28)

yang rendah atau penyaluran kredit yang tinggi, dan kebijakan fiskal yang kondusif seperti adanya tax holiday. Tingkat pajak (keuntungan usaha, bea masuk, pertambahan nilai) yang rendah, dan biaya energi (listrik dan BBM) yang murah, kemudian perizinan dan birokrasi cenderung berdampak positif bagi kegiatan investasi. Sebaliknya yang terjadi terhadap investasi adalah negatif jika kebijaksanaan pemerintah bersifat ketat baik di sektor moneter, fiskal, dan sektor lainnya.

g. Infrastruktur.

Infrastruktur juga merupakan faktor yang ikut mendorong terciptanya iklim investasi yang kondusif seperti keadaan jalan yang baik, tersedianya pelabuhan yang memadai, tersedianya sumber energi yang dibutuhkan oleh perusahaan, tersedianya fasilitas transportasi, telekomunikasi akan membantu menigkatkan kegiatan investasi. Pengeluaran pemerintah (pusat dan daerah) untuk infrastruktur ini akan dapat meningkatkan kegiatan investasi.

C. Pengertian Pengeluaran Pemerintah

Di Indonesia sendiri pengeluaran pemerintah dapat digolongkan kedalam beberapa bentuk pengeluaran pembiayaan, diantaranya ada pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Berikut ini akan diterangkan pengertian dari dua pengeluaran pemerintah terssebut.

1. Pengeluaran Rutin

Pengeluaran rutin adalah pengeluaran yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk pemeliharaan dan penyelenggaran roda pemerintahan


(29)

sehari-hari, meliputi belanja pegawai, belanja barang, berbagai macam subsidi (subsidi Daerah dan subsidi Harga Barang), Angsuran dan Bunga Utang Pemerintah serta jumlah pengeluaran yang lainnya. Anggaran Belanja Rutin memegang peranan penting untuk menunjang kelancaran mekanisme sistem pemerintah serta upaya peningkatan efisiensi dan produktivitas, yang pada gilirannya akan tercapainya sasaran dan tujuan setiap tahap pembangunan. Penghematan dan efisiensi tersebut antara lain di upayakan melalui pinjaman alokasi pengeluaran rutin, pengendalian dan kordinasi pelaksanaan pembelian barang dan jasa kebutuhan departemen/non departemen dan pengurangan berbagai macam subsidi secara bertahap.

2. Pengeluaran Pembangunan

Pengeluaran Pembangunan merupakan pengeluaran yang bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk pembangunan fisik dan non fisik. Pengeluaran pembangunan ditujukan untuk membiayai program-program pembangunan sehingga anggarannya selalu disesuaikan dengan dana yang berhasil dimobilisasi. Dana ini kemudian dialokasikan pada berbagai bidang sesuai dengan prioritas yang telah direncanakan.

Ada tiga pos utama pada sisi pengeluaran, yaitu:

a. Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa b. Pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawai

c. Pengeluaran pemerintah untuk pembayaran transfer.


(30)

barang dan jasa. Kedua, pajak dan transfer mempengaruhi hubungan antara output dan pendapatan, dan pendapatan dispossible (pendapatan bersih yang siap untuk dikonsumsi dan ditabung) yang didapat oleh sektor swasta.

Pembayaran transfer adalah pembayaran pemerintah kepada individu yang tidak dipakai untuk menghasilkan barang dan jasa sebagai imbalannya. Pengeluaran pemerintah berupa pembayaran subsidi atau bantuan langsung kepada berbagai golongan masyarakat. Perubahan dari pengeluaran pemerintah dan pajak akan mempengaruhi tingkat pendapatan. Hal ini menimbulkan kemungkinan bahwa kebijakan fiskal dapat keadaan resesi, pajak harus dikurangi atau pengeluaran di tingkatkan untuk menaikan output. Jika sedang berada dalam masa makmur (booming) pajak seharusnya dinaikkan atau pengeluaran pemerintah dikurangi.

Ada beberapa pandangan yang menerangkan mengenai hubungan diantara pengeluaran pemerintah dengan pertumbuhan ekonomi, pandangan teori tersebut antara lain:

1. Pandangan Adolp Wagner

Menurut hasil pengamatan empiris Adolp Wagner terhadap negara-negara Eropa, Amerika Serikat dan Jepang pada abad ke-19 menunjukkan bahwa aktivitas pemerintahan dalam perekonomian cenderung semakin meningkat (law of ever increasing state activity). Wagner mengukurnya dari perbandingan pengeluaran pemerintah terhadap pendapatan nasional.

Menurut Wagner, ada beberapa hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah selalu meningkat yaitu, tuntutan peningkatan pelindungan keamanan dan pertahanan, kenaikan tingkat pendapatan masyarakat,


(31)

urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan ekonomi, perkembangan demokrasi dan ketidak efisienan birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintah. Secara grafik rasio pengeluaran pemerintah terhadap pendapatan nasional (GpC/YpC) ditunjukkan oleh kurva eksponsial sebagaimana terlihat pada gambar berikut :

GpC/Ypc

t

Gambar II.1

Rasio pengeluaran pemerintah terhadap pendapatan nasional, berdasarkan hukum Wagner

Menurut hukum Wagner, pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan hubungan antara industri-industri, industri-masyarakat, dan sebagainya akan semakin rumit dan kompleks sehingga potensi terjadi kegagalan pasar dan eksternalitas negatif semakin besar. Sejalan dengan itu sebagaimana ditunjukkan dalam gambar II.1. secara relatif peranan pemerintah akan semakin meningkat (Mangkoesoebroto,1993:171).

Hukum Wagner tersebut dapat di rumuskan sebagai berikut : GpC : pengeluaran pemerintah per kapita


(32)

2. Pandangan W.W. Rostow dan Musgrave

W.W. Rostow dan Musgrave menghubungkan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, rasio investasi pemerintah terhadap total invetasi, atau dengan perkataan lain rasio pengeluaran pemerintah terhadap pendapatan nasional adalah relatif besar. Hal ini disebabkan karena pada tahap awal ini pemerintah harus menyediakan prasarana.

Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk memacu pertumbuhan ekonomi agar tetap dapat lepas landas. Bersama dengan itu porsi pihak swasta juga menjadi meningkat. Peranan pemerintah masih tetap besar disebabkan oleh pada tahap ini banyak tejadi kegagalan pasar yang di timbulkan oleh perkembangan ekonomi itu sendiri. Banyak terjadi kasus ekternalitas negatif, misalnya pencemaran lingkungan yang menuntut pemerintah untuk turun tangan mengatasinya.

Dalam suatu proses pembangunan menurut Musgrave, rasio investasi total terhadap pendapatan nasional semakin besar, tapi rasio investasi pemerintah terhadap pendapatan nasional akan mengecil. Sementara itu Rostow berpendapat bahwa pada tahap lanjut pembangunan, tejadi peralihan aktivitas pemerintah, dan penyediaan prasarana ekonomi kepengeluaran-pengeluaran untuk layanan sosial seperti kesehatan dan pendidikan. Rostow dan Musgrave, seperti halnya Wagner, melandasi pendapatannya juga berdasarkan pengamatan terhadap pengalaman pembangunan ekonomi di banyak negara.


(33)

3. Pandangan Peacock dan Wiseman

Menurut Peacock-Wiseman, perkembangan ekonomi menyebabkan pungutan pajak meningkat, yaitu meskipun tarif pajak mungkin tidak berubah pada gilirannya mengakibatkan pengeluaran pemerintah meningkat pula. Jadi dalam keadaan normal, kenaikan pendapatan nasional menaikkan pula baik penerimaan maupun pengeluaran pemerintah, apabila keadaan normal tadi terganggu, misalnya oleh karena perang dan eksternalitas lain, maka pemerintah terpaksa harus memperbesar pengeluarannya untuk mengatasi gangguan dimaksud. Konsekuensinya, timbul tuntutan untuk memperoleh penerimaan pajak yang lebih besar. Pungutan pajak yang lebih besar menyebabkan dana swasta untuk investasi dan modal kerja semakin berkurang. Efek ini disebut efek penggantian (displaceman effect). Postulat yang berkenaan dengan efek ini menyatakan, gangguan sosial dalam perekonomian menyebabkan aktivitas swasta digantikan oleh aktivitas pemeritah.

Pengatasan gangguan acap kali tidak cukup dibiayai semata-mata dengan pajak sehingga pemerintah mungkin juga harus meminjam dana luar negri. Setelah gangguan teratasi, muncul kewajiban melunasi utang dan membayar bunga. Pengeluaran pemerintah pun kian membengkak karena kewajiban baru tersebut. Akibat .lebih lanjut adalah pajak tidak turun kembali ke tingkat semula, meskipun gangguan telah usai.

Jika pada saat terjadinya gangguan sosial dalam perekonomian timbul efek penggantian, maka sesudah gangguan berakhir timbul pula sebuah


(34)

menyatakan, gangguan sosial menumbuhkan kesadaran masyarakat akan adanya hal-hal yang perlu ditangani pemerintah sesudah redanya gangguan sosial tersebut. Kesadaran semacam ini menggugah kesediaan masyarakat untuk membayar pajak lebih besar sehingga memungkinkan pemerintah beroleh yang lebih besar pula. Inilah yang dimaksud dengan dialektika penerimaan-pengeluaran pemerintah.

4. Pandangan Keynes

Identitas keseimbangan pendapatan nasional Y = C + I + G + X - M merupakan sumber legitimasi pandangan kaum Keynesian akan relevansi campur tangan pemerintah dalam perekonomian (Dumairy 1996:161). Banyak pertimbangan yang mendasari pengambilan keputusan dalam mengatur pengeluarannya. Pemerintah tidak cukup hanya meraih tujuan ahir dari setiap kebijakan pengeluarannya, tetapi harus juga memperhitungkan sasaran antara yang akan menikmati atau yang terkena kebijakan tersebut. Memperbesar pengeluaran dengan tujuan semata-semata untuk meningkatkan pendapatan nasional atau memperluas kesempatan kerja adalah tidak memadai, melainkan harus juga diperhitungkan siapa yang akan terpekerjakan atau meningkat pendapatannya. Pemerintah pun perlu menghindari agar peningkatan perannya dalam perekonomian tidak justru melemahkan kegiatan pihak swasta.

Ahli ekonomi publik telah lama menaruh perhatian pada penyelidikan hubungan antara pengeluaran pemerintah dengan tingkat pertumbuhan ekonomi semenjak mereka menyadari bahwa pengeluaran


(35)

pemerintah memegang peranan yang sangat penting dalam perekonomian suatu negera baik pada negara berpendapatan rendah atau tinggi.

D. Pengertian Angkatan Kerja 1. Pengertian Angkatan Kerja

Berdasarkan publikasi BPS Sumatera Utara, pengelompokan penduduk menurut jenis kegiatan (ketenagakerjaan) di Indonesia pada dasarnya terdiri dari 2 kelompok yaitu:

a. Angkatan kerja adalah mereka yang berumur 15 tahun keatas dan selama seminggu yang lalu mempunyai pekerjaan, baik ”bekerja”, sementara tidak bekerja karena sesuatu sebab seperti yang sedang menunggu panen, pegawai cuti dan sebagainya. Disamping itu mereka yang tidak mempuyai pekerjaan tetapi sedang mencari pekerjaan/mengharapkan dapat pekerjaan juga termasuk dalam kelompok angkatan kerja ini.

Yang digolongkan bekerja adalah:

i. Mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan melakukan sesuatu pekerjaan dengan maksud memperoleh penghasilan atau keuntungan dan lamanya bekerja paling sedikit satu jam secara kontiniu selama seminggu yang lalu.

ii. Mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan tidak melakukan pekerjaan atau bekerja kurang dari satu jam, tetapi mereka adalah : iii. Pekerja tetap, pegawai-pegawai pemerintah atau swasta yang sedang


(36)

menghentikan kegiatannya sementara (misalnya kerusakan mesin) dan sebagainya .

iv. Petani-petani yang mengusahakan sawah pertanian yang tidak bekerja karena menunggu panen atau menunggu hujan untuk menggarap sawah dan sebagainya.

v. Orang–orang yang bekerja atau tanggungan/resikonya sendiri dalam suatu bidang keahlian seperti dokter, tukang cukur, tukang pijat, dalang dan sebagainya.

b. Yang digolongkan mencari pekerjaan adalah:

i. Mereka yang belum pernah bekerja dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan.

ii. Mereka yang pernah bekerja, pada saat pencacahan sedang menganggur (berhenti atau diberhentikan) dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan.

c. Bukan Angkatan Kerja adalah mereka yang berumur 15 tahun keatas dan selama seminggu yang lalu hanya bersekolah, mengurus rumah tangga, dan melakukan kegiatan lainnya, dan melakukan sesuatu kegiatan yang dapat dimasukkan kedalam kategori bekerja, sementara tidak bekerja atau mencari pekerjaan atau kegiatannya tidak aktif secara ekonomis.

i. Yang dimasukkan kedalam golongan sekolah adalah mereka yang kegiatannya hanya bersekolah

ii. Yang dimasukkan kedalam golongan mengurus rumah tangga / membantu mengurus rumah tangga tanpa mendapat upah.


(37)

iii. Yang dimasukkan kedalam kategori lainnya adalah penduduk yang tidak dapat melakukan kegiatan seperti yang termasuk dalam kategori sebelumnya, seperti misalnya yang sudah lanjut usia, pensiunan, cacat jasmani (buta, bisu dan sebagainya), cacat mental dan sebagainya.

d. Lapangan usaha, adalah bidang kegiatan dan pekerjaan/tempat bekerja/perusahaan/kantor dimana seseorang bekerja.

e. Jenis Jabatan Pekerjaan adalah macam pekerjaan yang sedang atau pernah dilakukan oleh orang–orang yang termasuk golongan bekerja atau orang-orang yang sedang mencari pekerjaan dan pernah bekerja.

f. Status pekerjaan adalah jenis kedudukan seseorang dalam pekerjaan.

g. Upah/gaji adalah penerimaan buruh berupa uang atau barang yang dibayarkan perusahaan /kantor/majikan tersebut , penerimaan dalam bentuk barang di nilai dengan harga setempat.

Berdasarkan publikasi ILO (International Labour Organization), penduduk dapat dikelompokkan menjadi tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja dikatakan juga sebagai penduduk usia kerja, yaitu penduduk usia 15 tahun atau lebih, seiring dengan program wajib belajar 9 tahun. Selanjutnya, tenaga kerja dibedakan menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja (penduduk yang sebagian besar kegiatannya adalah bersekolah, mengurus rumah tangga, atau kegiatan lainnya selain bekerja). Angkatan kerja dibedakan lagi ke dalam dua kelompok, yaitu penduduk yang bekerja (sering disebut pekerja) dan penduduk yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan.


(38)

Gambar II.2

Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Ketenagakerjaan (ILO)

Dengan demikian, angkatan kerja merupakan bagian penduduk yang sedang bekerja dan siap masuk pasar kerja, atau dapat dikatakan sebagai pekerja dan meru-pakan potensi penduduk yang akan masuk pasar kerja. Angka yang sering digunakan untuk menyatakan jumlah angkatan kerja adalah TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja), yang merupakan rasio antara angkatan kerja dan tenaga kerja.

Secara umum, tenaga kerja (manpower) didefenisikan sebagai penduduk yang berada pada usia kerja (15-64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut.

PENDUDUK

TENAGA KERJA BUKAN

TENAGA KERJA

ANGKATAN KERJA

BUKAN ANGKATAN KERJA

BEKERJA TIDAK BEKERJA DAN MENCARI


(39)

Menurut UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Ketenagakerjaan disebutkan bahwa: “Tenaga kerja adalah setiap orang laki-laki atau perempuan yang sedang mencari pekerjaan, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat”.

Salah satu masalah yang biasa muncul dalam bidang angkatan kerja adalah ketidakseimbangan akan permintaan tenaga kerja (demand for labor) dan penawaran tenaga kerja (supply of labor), pada suatu tingkat upah (Kusumosuwidho dalam Subri, 2006:56). Keseimbangan tersebut dapat berupa lebih besarnya penawaran dibanding permintaan terhadap tenaga kerja (excess supply of labor) atau lebih besarnya permintaan dibanding penawaran tenaga kerja (excess demand for labor).

W

We

0 Ne N

D E

Gambar II.3

Kurva Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja S


(40)

Keterangan gambar:

SL = Penawaran tenaga kerja (supply of labor) DL = Permintaan tenaga kerja (demand for labor) W = Upah (wage)

L = Jumlah tenaga kerja (labor) Penjelasan gambar:

a. Jumlah orang yang menawarkan tenaganya untuk bekerja adalah sama dengan jumlah tenaga kerja yang diminta, yaitu masing-masing sebesar Le pada tingkat upah keseimbangan We. Dengan demikian, Titik keseimbangan adalah titik E. Pada tingkat upah keseimbangan We, semua orang yang ingin bekerja telah dapat bekerja. Berarti tidak orang yang menganggur. Secara ideal keadaan ini disebut full employment pada tingkat upah We.

W

W1

0

SL

DL

N1 N2

Excess Supply

N

W

W1

0 N1 N2

SL

DL Excess

Demand

Gambar II.4

Kurva Ketidak seimbangan Pasar Tenaga Kerja


(41)

b. Pada gambar kedua, terlihat adanya excess supply of labor. Pada tingkat upah W1, penawaran tenaga kerja (SL) lebih besar daripada permintaan tenaga kerja (DL). Jumlah orang yang menawarkan dirinya untuk bekerja adalah sebanyak N2, sedangkan yang diminta hanya N1. Dengan demikian, ada orang yang menganggur pada tingkat upah W1 sebanyak N1N2.

c. Pada gambar ketiga, terlihat adanya excess demand for labor. Pada tingkat upah W1, permintaan akan tenaga kerja (DL) lebih besar daripada penawaran tenaga kerja (SL). Jumlah orang yang menawarkan dirinya untuk bekerja pada tingkat upah W1 adalah sebanyak N1, sedangkan yang diminta adalah sebanyak N2.

Beberapa pandangan teori menerangkan mengenai hubungan diantara berbagai faktor produksi dengan pertumbuhan ekonomi. Pandangan-pandangan teori tersebut antara lain :

1. Pandangan Adam Smith (1729 – 1790)

Smith menganggap bahwa manusia merupakan faktor produksi utama yang menetukan kemakmuran suatu bangsa. Alasannya, alam (tanah) tidak ada artinya kalau tidak ada SDM yang mengolahnya, sehinngga bermanfaat bagi kehidupan. Smith juga melihat bahwa alokasi SDM yang efektif adalah awal pertumbuhan ekonomi. Setelah ekonomi tumbuh, akumulasi modal baru mulai dibutuhkan untuk menjaga agar ekonomi tetap tumbuh. Dengan kata lain, alokasi SDM yang efektif merupakan syarat perlu (necessary condition) bagi pertumbuhan ekonomi.


(42)

2. Pandangan Lewis (1959)

Lewis menyebutkan bahwa kelebihan pekerja bukan merupakan suatu masalah, melainkan suatu kesempatan. Kelebihan pekerja pada suatu sektor akan memberi andil terhadap pertumbuhan produksi dan penyediaan kerja di sektor lain. Ada dua struktur di dalam perekonomian, yaitu subsisten terbelakang dan kapitalis modern. Pada sektor subsisten terbelakang, tidak hanya terdiri dari sektor pertanian, tetapi juga sektor informal seperti pedagang kaki lima dan pengecer koran. Pekerja di sektor subsisten terbelakang mayoritas berada di wilayah pedesaan. Sektor subsisten terbelakang memiliki kelebihan penawaran pekerja dan tingkat upah yang relatif lebih rendah daripada sektor kapitalis modern. Lebih rendahnya upah pekerja di pedesaan akan mendorong pengusaha di wilayah perkotaan untuk merekrut pekerja dari pedesaan dalam pengembangan industri modern perkotaan. Selama berlangsungnya proses industrialisasi, kelebihan penawaran pekerja di sektor subsisten terbelakang akan diserap.

Bersamaan dengan terserapnya kelebihan pekerja di sektor industri modern, maka pada suatu saat tingkat upah di pedesaan akan meningkat. Selanjutnya peningkatan upah ini akan mengurangi ketimpangan tingkat pendapatan antara perkotaan dan pedesaan. Dengan demikian menurut Lewis, adanya kelebihan penawaran pekerja tidak memberikan masalah pada pembangunan ekonomi. Sebaliknya kelebihan pekerja justru merupakan modal untuk mengakumulasi pendapatan, dengan asumsi bahwa perpindahan pekerja dari sektor subsisten terbelakang ke sektor kapitalis modern berjalan lancar dan perpindahan tersebut tidak akan pernah menjadi “terlalu banyak”.


(43)

3. Pandangan Fei-Ranis (1961)

Teori Fei-Ranis berkaitan dengan negara berkembang yang mempunyai ciri-ciri kelebihan buruh, sumber daya alamnya belum dapat diolah, sebagian besar penduduknya bergerak di sektor pertanian, banyak pengangguran, dan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi.

Menurut Fei-Ranis, ada tiga tahap pembangunan ekonomi dalam kondisi kelebihan buruh yakni:

1) Para penganggur semu (yang tidak menambah produksi pertanian) dialihkan ke sektor industri dengan upah institusional yang sama.

2) Tahap di mana pekerja pertanian menambah produksi, tetapi memproduksi lebih kecil dari upah institusional yang mereka peroleh, dialihkan pula ke sektor industri.

Tahap ini ditandai dengan awal pertumbuhan swasembada pada saat buruh pertanian menghasilkan produksi lebih besar daripada perolehan upah institusional. Dan dalam hal ini, kelebihan pekerja terserap ke sektor jasa dan industri yang terus-menerus sejalan dengan pertambahan produksi dan perluasan usahanya.


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian. Dalam pengumpulan data yang diperlukan untuk menyusun skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut :

A. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh Investasi dan pengeluaran Pemerintah, terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Labuhanbatu sebelum terjadi pemekaran wilayah.

B. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah melakukan pencatatan langsung berupa data berkala dari tahun 1987 sampai 2007 (21 tahun) dimana sumber data diperoleh dari publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Sumatera Utara dan dari berbagai sumber lainnya yang mendukung.

C. Pengolahan Data

Penulis menggunakan program komputer E-Views 4.1 untuk mengolah data dalam skripsi ini.


(45)

D. Model Analisis

Model analisis yang digunakan dalam menganalisis data adalah model ekonometrika. Metode analisis data yang digunakan adalah kuadrat terkecil biasa (Ordinery Least Square).

Model persamaannya adalah sebagai berikut: Y = f (X1,X2, X3 )……….(1) Dengan spesifikasi model sebagai berikut :

Y = α + β1X1 +β2X2 + β3X3 μ………...…(2) Dimana:

Y = Pertumbuhan Ekonomi di Proxy dengan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (Milyar Rp)

α = intercept

β1, β2, β3 = koefisien regresi

X1 = Pengeluaran pemerintah (juta Rp) X2 = Investasi (juta Rp)

X3 = Jumlah Angkatan Kerja (jiwa) μ = term of error

Secara otomatis, maka bentuk hipotesisnya sebagai berikut:

1 X

Y

∂∂ > 0, artinya jika terjadi kenaikan pada X1 (Pengeluaran pemerintah), maka Y (Pertumbuhan Ekonomi) mengalami kenaikan, cateris paribus.

2 X

Y


(46)

3 X

Y

∂∂ > 0, artinya jika terjadi kenaikan pada X3 (Jumlah Angkatan Kerja),

maka Y (Pertumbuhan Ekonomi) akan mengalami kenaikan, cateris paribus.

E. Test of Goodness Fit (Uji Kesesuaian) 1. Koefisien Determinasi (R-Square)

Koefisien determinasi (R-Square) dilakukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen secara bersama mampu memberi penjelasan terhadap variabel dependen.

2. Uji t-statistik (uji parsial)

Uji t-statistik merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel lainnya konstan. Dalam uji ini digunakan hipotesis sebagai berikut:

Ho : bi = b Ha : bi ≠ b

Dimana bi adalah koefisien variabel independen ke-i nilai parameter hipotesis, biasanya b dianggap = 0. Artinya tidak ada pengaruh variabel Xi terhadap Y. Bila nilai t-hitung > t-tabel maka tingkat kepercayaan tertentu Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel independen yang diuji berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap variabel dependen. Nilai t-hitung diperoleh dengan:


(47)

Sbi b bi

t* = ( − )

Dimana: bi = koefisien variabel ke-i b = nilai hipotesis nol

Sbi = simpangan baku dari variabel independen ke-i

Ho : β = 0 Ho diterima (t*<ttabel) artinya variable independen secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Kriteria Pengambilan Keputusan:

Ha : β≠ 0 Ha diterima (t*>ttabel) artinya variable independen secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Ho diterima

Ha diterima Ha diterima

0

Gambar III.1 Kurva Uji t-statistik

3. Uji F-statistik

Uji F-statistik ini dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel independen.


(48)

Ho ; bi =0 (tidak ada pengaruh) Ha ; bi ≠ 0 (ada pengaruh)

Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan niali F-hitung dengan F-tabel. Jika F-hitung > F-tabel maka Ho ditolak, yang berarti variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Nilai F-hitung dapat diperoleh dengan rumus:

) /( ) 1 ( ) 1 /( 2 2 * k n R k R F − − − = Dimana:

R = Koefisien determinasi 2

k = Jumlah variabel independen ditambah intercept dari suatu model persamaan

n = Jumlah sampel

Kriteria pengambilan keputusan:

Ho : β1 = β2 = β3 = 0 Ho diterima (F*<Ftabel), artinya variabel independen secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Ha : β1 ≠β2 ≠β3 0 Ha diterima (F*>Ftabel), artinya variabel independen secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.


(49)

Ho diterima

0

Gambar III.2 Kurva Uji F-statistik

F. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 1. Multikolinearity

Multikolinearity adalah alat yang digunakan untuk mengetahui suatu kondisi, apakah terdapat korelasi variabel independent diantara satu sama lainnya. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearity dapat dilihat dari nilai R², F-statistik , t-hitung, serta standar error.

Adanya multikolinearity ditandai dengan : a. Standar error tidak terhingga

b. Tidak satupun t-statistik yang signifikan pada α = 5%, α = 10%, α = 1%. c. Terjadi perubahan tanda atau tidak sesuai dengan teori.

d. R² sangat tinggi.

2. Autokorelasi


(50)

mengalami korelasi serial apabila variabel (ei.ej) ≠ 0 untuk 1 ≠ j dalam hal ini dapat dikatakan memiliki masalah autokorelasi. Ada beberapa cara untuk mengetahui keberadaan autokorelasi, yaitu :

a. Dengan memplot grafik

b. Dengan Durbin-Watson (D-W test)

D-hitung = ∑ {et(et-1)}² ∑ e² t Dengan hipotesis sebagai berikut :

Ho : ρ = 0 berarti tidak ada autokorelasi Ha : ρ ≠ 0 berarti ada autokorelasi

Dengan jumlah sampel tertentu dan jumlah variabel independent tertentu diperoleh nilai kritis dl dan du dalam tabel distribusi Durbin-Watson untuk berbagai nilai α. Hipotesis yang digunakan adalah :

Gambar III.3 Kurva D-W test

Inconclusive

Autokorelasi (-) Inconclusive

Autokorelasi (+)

Ho : accept


(51)

Keterangan :

Ho : tidakada/ada korelasi

Dw < dl : tolak Ho (ada korelasi positif) Dw > 4-dl : tolak Ho (ada korelasi negatif) Du < dw < 4-du : terima Ho (tidak ada korelasi)

Dl ≤ dw ≤ du : tidak bisa disimpulkan (inconclusive) (4-du) ≤ dw ≤ (4-dl) : tidak bisa disimpulkan (inconclusive)

G. Defenisi Operasional Variabel

1. Pertumbuhan ekonomi diproxy dengan PDRB Kabupaten Labuhanbatu yang dihitung beradasarkan atas harga berlaku yang dinyatakan dalam satuan milayar Rupiah

2. Pengeluaran pemerintah adalah realisasi pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan pemerintah Kabupaten Labuhanbatu yang dinyatakan dalam satuan juta Rupiah.

3. Investasi yaitu jumlah penanaman modal yang terealisasi di Kabupaten Labuhanbatu yang dinyatakan dalam satuan juta Rupiah.

4. Angkatan kerja adalah jumlah penduduk usia kerja yang terdapat di Kabupaten Labuhanbatu yang terlibat atau berusaha terlibat dalam kegiatan produktif yang dinyatakan dalan satuan jiwa.


(52)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Daerah Penelitian

1. Sejarah Singkat Kabupaten Labuhanbatu

Sebelum penjajahan Belanda memasuki daerah Labuhanbatu, sistem pemerintahan Labuhanbatu bersifat monarkhi yang Kepala Pemerintahan disebut Sultan atau Raja yang dibantu oleh seorang bergelar Bendahara Paduka Sri Maharaja yang bertugas sebagai Kepala Pemerintahan sehari-hari (semacam Perdana Menteri). Kesultanan yang terdapat di wilayah Kabupaten Labuhanbatu pada waktu itu terdiri dari empat kesultanan, yaitu :

Kesultanan Kota Pinang berkedudukan di Kota Pinang Kesultanan Kualuh berkedudukan di Tanjung Pasir Kesultanan Panai berkeduduka n di Labuhan Bilik Kesultanan Bilah berkedudukan di Negeri Lama.

Ditambah satu Half-Bestuur Kerajaan Kampung Raja berkedudukan di Tanjung Medan

Penjajah Belanda memasuki wilayah Labuhanbatu berkisar tahun 1825, disamping itu ada pula keterangan yang menyatakan setelah selesai Perang Paderi (berkisar tahun 1831). Pada tahun 1861 kesatuan angkatan laut Belanda di bawah pimpinan Bevel Hebee datang ke Kampung Labuhanbatu (di hulu Kota Labuhan Bilik sekarang) melalui sungai Barumun. Kemudian di perkampungan dibangun pelabuhan yang terbuat dari beton sebagai tanda pendaratan persinggahan kapal-kapal berbobot 3000 s/d 5000 ton. Kemudian


(53)

pada lokasi pelabuhan tersebut berkembang menjadi sebuah perkampungan (desa) yang lebih dikenal dengan nama "Pe Labuhanbatu".

Dalam perkembangan selanjutnya, Pemerintahan Kolonial Belanda secara yuridis formal menetapkan Gouvernement Bisluit Nomor 2 tahun 1867 tertanggal 30 September 1867 tentang pembentukan Afdeling Asahan yang meliputi tiga Onder Afdeling, yaitu :

Onder Afdeling Batu Bara dengan Ibukota Labuhan Ruku Onder Afdeling Asahan dengan Ibukota Tanjung Balai

Onder Afdeling Labuhan Baru dengan Ibukota Kampung Labuhanbatu Dan secara administratif pemerintahan wilayah Labuhanbatu merupakan bagian dari wilayah Afdeling Asahan yang dipimpin Asisten Residen (Bupati) sedangkan Onder Afdeling dipimpin Contreleur (Wedana). Pada awalnya Contreleur Labuhanbatu berkedudukan di Kampung Labuhanbatu, kemudian pada tahun 1895 dipindahkan ke Labuhan Bilik, tahun 1924 dipindahkan ke Marbau, tahun 1928 dipindahkan ke Aek Kota Batu dan pada tahun 1932 dipindahkan ke Rantauprapat sampai kemerdekaan diproklamirkan 17 Agustus 1945.

Pada masa Pemerintahan Jepang sistem pemerintahan Zaman Hindia Belanda dilanjutkan dan untuk memonitoring kegiatan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Sultan/Raja, pemerintahan Jepang membentuk Tuk Fuku Bunsyuco. Setelah Kemerdekaan Republik Indonesia diproklamirkan dan tepatnya pada tanggal 16 malam 17 Oktober 1945 bertempat di Rumah Dinas Kepala PLN Rantauprapat diadakan rapat untuk pembentukan Komite


(54)

Nasional Daerah Labuhanbatu sekaligus ditetapkannya Ketua (Abdul Rahman) sebagai Kepala Pemerintahan.

2. Letak Geografis Kabupaten Labuhanbatu

Kabupaten Labuhanbatu dengan Ibukotanya Rantauprapat memiliki luas wilayah 922.318 Ha (9.223,18 KM2) atau setara dengan 12,87% dari luas Wilayah Propinsi Sumatera Utara. Sebagai Kabupaten terluas kedua setelah Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Labuhanbatu merupakan jalur lintas timur Pulau Sumatera dengan jarak 285 km dari Medan, Ibukota Propinsi Sumatera Utara, 329 km dari Propinsi Riau dan 760 km dari Propinsi Sumatera Barat. Kabupaten Labuhanbatu terletak pada koordinat 10 260 - 20 110 Lintang Utara dan 910 010 - 950 530 Bujur Timur dengan batas wilayah sebagai berikut :

Sebelah Utara dengan Kabupaten Asahan dan Selat Malaka. Sebelah Timur dengan Propinsi Riau.

Sebelah Selatan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan.

Sebelah Barat dengan Kabupaten Toba Samosir dan Tapanuli Utara. Kabupaten ini mempunyai wilayah terluas di Propinsi Sumatera Utara secara administratif terdiri dari 22 Kecamatan, 209 Desa dan 33 Kelurahan. Kabupaten Labuhanbatu mempunyai kedudukan yang cukup strategis, yaitu berada pada jalur lintas timur Sumatera dan berada pada persimpangan menuju Propinsi Sumatera Barat dan Riau, yang menghubungkan pusat-pusat perkembangan wilayah di Sumatera dan Jawa serta mempunyai akses yang memadai ke luar negeri karena berbatasan


(55)

3. Penduduk

Jumlah penduduk Kabupaten Labuhanbatu per jenis kelamin lebih banyak laki-laki dibandingkan penduduk perempuan. Pada tahun 2007 jumlah penduduk laki-laki sebesar 508.524 jiwa, sedangkan perempuan sebanyak 498.661. Perkembangan jumlah penduduk Kabupaten Labuhanbatu beberapa tahun terakhir dapat dilihat pada tabel di bawah ini, dimana setiap tahunnya jumlah penduduk terus mengalami peningkatan.

Tabel IV.1

Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Labuhanbatu Menurut Jenis Kelamin Tahun 2004-2007

Tahun Penduduk

Laki-laki Perempuan Jumlah 2003 454.302 456.200 910.502 2004 476.368 467.131 943.499 2005 480.545 471.228 951.773 2006 498.794 488.273 987.157 2007 508.912 498.273 1.007.185 Sumber : BPS, Labuhanbatu Dalam Angka

4. Ketenagakerjaan

Jumlah pencari kerja yang terdaftar di Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Labuhanbatu pada tahun 2007 adalah 2.180 orang, yang terdiri dari 823 tenaga kerja laki-laki dan 1.357 perempuan. Pencari kerja yang terdaftar tersebut paling banyak mempunyai tingkat pendidikan tamat SLTA umum/kejuruan/lainnya yaitu 854 orang atau 39,15 persen, tingkat pendidikan sarjana muda sebanyak 38,81 persen dan sarjana lengkap 18,76 persen, dan sisanya 3,18 persen dengan tingkat pendidikan SLTP dan SD.


(56)

B. Gambaran Perekonomian Kabupaten Labuhanbatu 1. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah

Kemampuan keuangan daerah yang merupakan sumber dana untuk membiayai pengeluaran pemerintah baik untuk penyelenggraan pemerintahan maupun pelaksanaan pembangunan dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari luar daerah maupun di dalam daerah. Faktor pengaruh dari luar dapat berupa kebijakan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Propinsi yang berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan, kondisi daerah dan kebijakan daerah terutama berikaitan dengan program berkelanjutan.

Tabel IV.2

Perkembangan Realisasi Pengeluaran Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu tahun 1987-2007 Tahun Pengeluaran

Pemerintah (juta Rp)

Tahun Pengeluaran Pemerintah

(juta Rp)

1987 14272 1998 89644

1988 14268 1999 97472

1989 14526 2000 102010

1990 20035 2001 235348

1991 22801 2002 272799

1992 24988 2003 344900

1993 30768 2004 404690

1994 32236 2005 430042

1995 37651 2006 482856

1996 48150 2007 482856

1997 67955 - 782649

Sumber : BPS, Labuhanbatu Dalam Angka, Berbagai Edisi

Berdasarkan data yang ada pada tabel di atas, dari tahun 1987 hingga tahun 2007 pengeluaran pemerintah mengalami perubahan yang


(57)

berfluktuatif dari tahun ketahunnya, namun pengeluaran pemerintah terus mengalami peningkatan hingga tahun 2007 sebesar 782.649 juta rupiah jika dibandingakn dengan tahun sebelumnya 2006 yang hanya sebesar 482.856 juta rupiah.

2. Perkembangan Investasi

Investasi pada sektor pertanian terutama perkebunan, industri pengolahan dan transportasi masih memberikan peluang yang cukup berarti di Kabupaten Labuhanbatu. Penanaman modal di Kabupaten Labuhanbatu berfluktutif dari tahun ke tahunnya seiring dengan situasi ekonomi di tanah air dan dunia.

Tabel IV.3

Investasi Kabupaten Labuhanbatu Tahun 1987-2007

Tahun Investasi (juta Rp) Tahun Investasi (juta Rp)

1987 1111,710 1998 5613,365

1988 1135,740 1999 6834,865

1989 1256,860 2000 7755,365

1990 1439,430 2001 9086,365

1991 1697,540 2002 12074,110

1992 2042,360 2003 13595,110

1993 2235,540 2004 15833,110

1994 2589,110 2005 17750,120

1995 2766,110 2006 20411,120

1996 2936,540 2007 22057,790

1997 3085,865 - -

Sumber : BPS, Labuhanbatu Dalam Angka, Berbagai Edisi

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa perkembangan penanaman modal yang terealisasi di Kabupaten Labuhanbatu dari tahun ketahunnya


(58)

Kabupaten Labuhanbatu memiliki potensi daerah yang cukup baik sehingga investor masih terus meningkatkan penanaman modalnya di Kabupaten Labuhanbatu, dimana hingga pada tahun 2007 mencapai angka sebesar 22057,790 juta rupiah bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya mencapai angka sebesar 20411,120 juta rupiah.

3. Perkembangan Angkatan Kerja

Ketenagakerjaan merupaka salah satu indikator ekonomi makro yang digambarkan dengan tingkat pengangguran. Kondisii ekonomi akan semakin baik apabila tingkat pengangguran semakin turun. Pada tahun 2007 tingkat pengangguran di kabupaten Labuhanbatu mencapai angka 10,43%. Kondisi ini dapat dikatakan semakin baik dari tahun yang sebelumnya, dimana tingkat pengangguran pada tahun 2006 mencapai 12,56% yang berarti mengalami penurunan sebesarr 2,13% Tingkat pengangguran dipengaruhi oleh adanya beberapa kondisi antara lain jumlah angktan kerja. Sebagai gambaran tabel berikut menyajikan kondisi tingkat pengangguran dan jumlah angkatan kerja di Kabupaten Labuhanbatu.

Tabel IV.4

Persentase Angkatan Kerja pada Penduduk Usia Kerja (15 tahun keatas) Tahun 2006-2007

Uraian 2006 2007

Jumlah % Jumlah % Angkatan Kerja 398.579 66,91 403.119 63,31 a. Bekerja 348.518 87,44 361.071 89,57 b. Pengangguran 50.061 12,56 42.048 89,57 Bukan Angkatan Kerja 197.967 33,19 233.620 36,69

Jumlah 596.546 100 636.736 100


(59)

Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2007, dari penduduk Kabupaten Labuhanbatu yang berumur 15 tahun ke atas, 63,31% merupakan angkatan kerja dan 36,69% bukan angkatan kerja. Angkatan kerja yang masih mencari kerja atau menganggur berjumlah 42.048 orang atau sebesar 89,57 persen dengan mempunyai tingkat pendidikan yang beragam, dimana sebagian besar adalah berpendidikan SD yaitu 37,18% dan yang berpendidkan diploma sampai universitas hanya 3,43%. Hal ini menggambarkan bahwa kualitas SDM angkatan kerja di Kabupaten Labuhanbatu masih kurang sehingga daya saingnya rendah.

Tabel IV.5

Jumlah Angkatan Kerja pada tahun 1987-2007 Tahun Jumlah Angkatan

Kerja (jiwa) Tahun

Jumlah Angkatan Kerja (jiwa)

1987 261857 1998 280979

1988 277795 1999 293853

1989 287306 2000 290500

1990 298651 2001 347171

1991 303665 2002 370577

1992 316473 2003 381034

1993 320145 2004 398079

1994 327429 2005 407561

1995 331610 2006 398579

1996 339978 2007 403119

1997 334745 - -


(60)

4. Perkembangan PDRB Kabupaten Labuhanbatu

PDRB per kapita merupakan gambaran dari rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk selama satu tahun di suatu wilayah atau daerah. Statistik ini dapat digunakan sebagai salah satu indikator kemakmuran, walaupun ukuran ini belum tentu langsung digunakan sebagai ukuran tingkat pemerataan pendapatan. Adanya peningkatan perekonomian dengan melambatnya perkembangan pertumbuhan penduduk, akan mengakibatkan terjadinya peningkatan PDRB perkapita. Pertumbuhan PDRB perkapita pada tahun 2005 sebesar 14,73 persen atau meningkat dari Rp. 9.998.874,60 pada tahun 2004 menjadi Rp.11.403.680,16 pada tahun 2005 dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel IV.6

PDRB Perkapita Kabupaten Labuhanbatu Tahun 2002-2007

Tahun PDRB Perkapita

Nilai (Rp.000) Pertumbuhan (%) 2002 8.614.507,82 --

2003 9.144.375,84 6,15, 2004 9.998.874,93 9,34 2005 11.403.675,01 14,05 2006 12.757.621,32 11,87 2007 14.256.877,30 11,75

Sumber : BPS, Labuhanbatu Dalam Angka, 2008

PDRB perkapita Labuhanbatu selalu mengalami peningkatan. Namun PDRB perkapita yang selalu meningkat tersebut belum tentu mencerminkan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal ini sangat tergantung kepada perkembangan jumlah penduduk. Jika pertumbuhan


(61)

penduduk lebih cepat dari pertumbuhan PDRB pada tahun yang sama, maka PDRB per kapitanya akan semakin kecil atau sebaliknya.

Berdasarkan data statistik, sektor yang mempunyai pertumbuhan tertinggi pada tahun 2007 adalah sektor pertanian dengan pertumbuhan sekitar 7,58 persen, diikuti sektor Pertambangan dan Penggalian yaitu sebesar 7,23 persen. Sedangkan sektor yang mempunyai pertumbuhan terkecil adalah sektor Listrik, Gas dan Air Bersih yang hanya sebesar 3,22 persen. Bila dibandingkan dengan tahun 2006 dengan sektor dominan bidang Perdagangan, Hotel dan Restauran sebesar 9,44 persen, maka pada tahun 2007 terjadi pergeseran aktifitas ekonomi dari bidang Perdagangan, Hotel dan Restauran ke aras Pertanian, seperti terlihat pada tabel dibawah ini :

Tabel IV.7

Perkembangan Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Labuhanbatu ADH Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2003-2007

No. Lapangan Usaha 2003 2004 2005 2006 2007 1. Pertanian 0,09 -0,02 0,57 0,58 7,58 2. Pertambangan dan

penggalian

13,12 12,01 9,54 6,85 7,23 3. Industri pengolahan 5,04 4,83 5,51 5,73 6,88 4. Listrik, gas dan air

bersih

10,28 8,28 7,73 8,58 3,22 5. Bangunan 4,45 3,20 4,81 5,33 6,60 6. Perdagangan, hotel

dan restoran

5,44 3,93 5,53 9,44 6,07 7. Pengangkutan dan

komunikasi

14,29 13,18 5,18 11,74 3,69 8. Keuangan, persewaan

dan jasa perusahaan

10,25 9,27 3,93 3,82 6,46 9. Jasa-jasa 14,63 5,64 3,50 3,50 5,59 Pertumbuhan 4,68 3,80 4,14 5,33 6,71 Sumber : BPS, Labuhanbatu Dalam Angka 2008


(62)

pembangunan yang dilaksanakan, maka penyajian data PDRB dalam bentuk persentase distribusi (sumbangan) sektoral terhadap PDRB sangatlah penting. Kotribusi tiap-tiap sektor ekonomi tersebut merupakan gambaran struktur ekonomi di daerah.

Sejak tahun 2003, peranan sektor primer cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2003 kontribusi sektor primer terhadap total PDRB Kabupaten Labuhanbatu sebesar 26,41% menurun menjadi 26,06% pada tahun 2007. Sedangkan kontribusi sektor sekunder sebesar 47,58% menurun menjadi 47,13% pada tahun 2007, demikian juga sektor tersier dari 26,03% tahun 2003 menjadi 25,81% pada tahun 2007.

Tabel IV.8

Distribusi Persentase PDRB ADH Berlaku menurut Lapangan Usaha Tahun 2003-2007 (%) No. Lapangan Usaha 2003 2004 2005 2006 2007 PRIMER 26,41 26,05 25,40 24,63 26,06 1. Pertanian 25,40 24,74 24,04 23,47 24,75 2. Pertambangan dan

penggalian 1,01 1,31 1,36 1,33 1,30 SEKUNDER 47,58 47,62 47,82 48,08 47,13 3. Industri pengolahan 44,78 44,81 45,09 45,35 44,57 4. Listrik, gas dan air

bersih 0,40 0,40 0,40 0,39 0,36

5. Bangunan 2,40 2,41 2,33 2,24 2,20 TERSIER 26,03 26,31 26,78 27,28 25,81 6. Perdagangan, hotel

dan restoran 15,60 15,42 15,89 16,44 16,53 7. Pengangkutan dan

komunikasi 2,79 3,26 3,46 3,53 3,32 8.

Keuangan,

persewaan dan jasa perusahaan

1,20 1,25 1,21 1,17 1,15 9. Jasa-jasa 6,44 6,38 6,22 6,11 5,81 Labuhanbatu 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : BPS, Labuhanbatu Dalam Angka, 2008


(63)

Apabila dilihat dari kontribusi setiap sektor ekonomi pada tahun 2007 pada tabel diatas, sektor industri pengolahan, sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran masih memegang peranan dalam pembentukan PDRB Kabupaten Labuhanbatu. Kontribusi sektor industri pengolahan sebesar 44,57 persen, sektor pertanian sebesar 24,75 persen dan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 16,53 persen. Ketiga sektor tersebut memberikan kontribusi sebesar 85,85 persen. Gambaran ini menunjukkan bahwa Kabupaten Labuhanbatu sangat tergantung pada ketiga sektor ini. Berikut ini tabel PDRB Kabupaten Labuhanbatu kurun waktu tahun 1987-2007:

Tabel IV.9

PDRB Kabupaten Labuhanbatu Adh. Berlaku Tahun 1987-2007

Tahun Adh. Berlaku PDRB (milyar Rp)

Tahun Adh. Berlaku PDRB (milyar Rp) 1987

476,538 1997 2199,858 1988

500,639 1998 2199,858 1989

730,712 1999 2226,270 1990

802,403 2000 2337,058 1991

989,350 2001 2188,628 1992

1083,136 2002 6405,503 1993

1195,912 2003 7331,084 1994

1331,071 2004 9133,929 1995

1781,837 2005 10918,370 1996

2000,648 2006 12593,780 2007 14371,160 Sumber : BPS, Labuhanbatu Dalam Angka, Berbagai Edisi


(64)

C. Hasil Regresi

Analisis dalam pembahasan ini dimaksudkan untuk mengetahui korelasi antara kedua variabel yakni variabel dependent dan variabel independent. Untuk membuktikan kebenaran hipotesis yang dibuat yakni Pengeluaran Pemerintah, Investasi dan Angkatan Kerja berpengaruh positif terhyadap Pertumbuhan Ekonomi. Seberapa tingkat pancapaian data yang tersedia dalam pencapaian kebenaran akan dijelaskan dalam perhitungan serta pengujian terhadap masing-masing koefisien regresi yang diperoleh dengan menggunakan alat bantu komputer. Dari hasil regresi dapat dibentuk model hasil estimasi sebagai berikut:

Y = -5257,891 + 0,008X1 + 0,287 X2 + 0,018X3 Standart Error = 1335,789 (0,002) (0,063) (0,004) t-statistik = (-3,936) (4,029***) (4,544***) (4,005***) R² = 0,990 F-statistik = 573,975 Dw-stat = 1,899 Ket: ***) signifikan pada α = 1%

Hasil estimasi diatas dapat dijelaskan bahwa pengaruh variabel independent (Pengeluaran pemerintah, Investasi dan Angkatan kerja) terhadap variabel dependent (pertumbuhan ekonomi) adalah sebagai berikut:

1. Pengeluaran pemerintah memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Labuhanbatu dengan koefisien sebesar 0,008 dan sesuai dengan hipotesis awal. Artinya setiap kenaikan


(65)

pengeluaran pemerintah sebesar satu juta rupiah mengakibatkan kenaikan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Labuhanbatu sebesar 8.000 rupiah. 2. Investasi memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi Kabupaten Labuhanbatu dengan koefisien sebesar 0,287 dan sesuai dengan hipotesis awal. Artinya apabila investasi mengalami peningkatan sebesar satu juta rupiah maka akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Labuhanbatu meningkat sebesar 278.000 rupiah.

3. Angkatan kerja memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Labuhanbatu dengan koefisien sebesar 0,018 artinya apabila angkatan kerja bertambah sebesar satu orang maka akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Labuhanbatu meningkat sebesar 0,018 rupiah.

1. Uji Kesesuaian (Test For Goodness Of Fit) a. Koefisien Determinasi (R²)

Berdasarkan hasil regresi diperoleh koefisien determinasi (R²) sebesar 0,99. Artinya bahwa variasi yang terjadi pada variabel independent (pengeluaran pemerintah, investasi dan angkatan kerja) mampu memberikan penjelasan terhadap variabel dependent (pertumbuhan ekonomi) sebesar 99%, sedangkan sisanya sebanyak 1% tidak dapat dijelaskan dalam model estimasi atau dijelaskan oleh term of errornya.


(66)

b. Uji t- Statistik (Partial Test)

Uji t-statistik merupakan pengujian secara parsial yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependent dengan menganggap variabel lain konstan. Adapun prosedur pengujian serta hasil pengujian t-statistik adalah sebagai berikut :

- Pengeluaran Pemerintah

a. Menetapkan hipotesis yang akan diuji (untuk nilai t-statistik positif)

Ho accept ; Ha reject jika t-hitung < t-tabel...Ho:b=0...tidak signifikan

Ha accept ; Ho reject jika t-hitung > t-tabel...Ha:b≠0...signifikan b. Penentuan level pengujian

α =1%

df= n-k-1 = 21-3-1=17 t-tabel= 2,898

c. Penentuan statistik pengujian t-stat t-hitung = 4,029

d. Kriteria pengambilan keputusan berdasarkan dari besarnya t-stat Ha rejact karena t-hitung > t-tabel (4,029>2,898) berarti

Pengeluaran pemerintah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel pertumbuhan ekonomi pada tingkat kepercayaan 99%.


(67)

Ho diterima

Gambar IV.1 Kurva Uji t-statistik

Variabel Pengeluaran Pemerintah - Investasi

a. Menetapkan hipotesis yang akan diuji (untuk nilai t-statistik positif)

Ho accept ; Ha reject jika t-hitung < t-tabel...Ho:b=0...tidak signifikan

Ha accept ; Ho reject jika t-hitung > t-tabel...Ha:b≠0...signifikan b. Penentuan level pengujian

α =1%

df= n-k-1 = 21-3-1=17 t-tabel= 2,898

c. Penentuan statistik pengujian t-stat t-hitung = 4,544

d. Kriteria pengambilan keputusan berdasarkan dari besarnya t-stat Ha accept karena t-hitung > t-tabel (4,544>2,898) berarti Investasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel pertumbuhan Ho ditolak

-4,029 -2,898 2,898 4,029

Ho ditolak


(1)

Persada.

Subri, Mulyadi, 2003. Ekonomi SDM, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Sukirno, Sadono, 2000. Makro Ekonomi Teori Pengantar, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Suparmoko, dan Maria R. Suparmoko, 2000. Pokok-Pokok Ekonomika, Yogyakarta: Penerbit BPFE.

Supranto, J, 2004. Ekonometri, Jakarta : Ghalia Indonesia.

Suryana, 2000. Ekonomi Pembangunan: Problematika dan Pendekatan. Edisi Pertama, Jakarta: Salemba Empat.

Susanti, Hera. 2000. Indikator-indikator Makro Ekonomi. Jakarata: LPFE-UI. Tarigan, Robinson, 2004, Ekonomi Regional : Teori & Aplikasi, Jakarta: Bumi

Aksara.

Todaro, Michael P, 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Jakarta : Penerbit Erlangga.

Waluyo, Dwi Eko, 2003. Teori Ekonomi Makro, Malang : Penerbit UMM.

Indikator Kesejahteraan Ekonomi Sumatera Utara, 2006. Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara.

Labuhanbatu Dalam Angka 2007, Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk Indonesia, 2005. Badan Pusat Statistik


(2)

PDRB, PENGELUARAN PEMERINTAH, INVESTASI DAN JUMLAH ANGKATAN KERJA KABUPATEN LABUHANBATU

TAHUN

PDRB ADH Berlaku

(Milyar Rp.)

Pengeluaran Pemerintah

(Juta Rp.)

Investasi (Juta Rp.)

Jumlah Angkatan Kerja

(Jiwa)

1987 453.441 21038 143239 201436

1988 521.971 22129 121187 212549

1989 613.324 24974 130103 224218

1990 681.934 26561 153944 235198

1991 767.098 27036 216693 241254

1992 871.318 28801 225926 245776

1993 1354.256 29785 231986 248176

1994 1617.684 30456 268296 249503

1995 1768.015 42237 364183 255728

1996 1858.930 57135 459424 261857

1997 1937.028 69665 302764 283821

1998 2794.138 74909 336501 303665

1999 3330.506 85832 369435 319853

2000 3908.506 90031 155424 322374

2001 5218.722 209479 207799 337171

2002 6141.745 272743 250237 345577

2003 8325.972 304992 430123 391034

2004 9433.928 405201 423304 388079

2005 10918.368 367043 674502 407561

2006 12593.775 482001 832551 398579


(3)

HASIL REGRESI

Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 01/26/10 Time: 21:25 Sample: 1987 2007

Included observations: 21

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -3635.415 859.6999 -4.228702 0.0006

X1 0.016398 0.001696 9.666697 0.0000

X2 0.002568 0.000643 3.992081 0.0009

X3 0.014952 0.003415 4.377949 0.0004

R-squared 0.992137 Mean dependent var 4261.039 Adjusted R-squared 0.990749 S.D. dependent var 4347.199 S.E. of regression 418.1157 Akaike info criterion 15.07904 Sum squared resid 2971952. Schwarz criterion 15.27799 Log likelihood -154.3299 F-statistic 715.0008 Durbin-Watson stat 1.733850 Prob(F-statistic) 0.000000

Estimation Command:

===================== LS Y C X1 X2 X3

Estimation Equation:

=====================

Y = C(1) + C(2)*X1 + C(3)*X2 + C(4)*X3 Substituted Coefficients:

=====================

Y = -3635.414623 + 0.01639782001*X1 + 0.002567676911*X2 + 0.01495155338*X3


(4)

HASIL REGRESI UJI MULTICOLLINEARITY

Dependent Variable: X1 Method: Least Squares Date: 01/28/10 Time: 06:56 Sample: 1987 2007

Included observations: 21

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

X2 0.540099 0.084497 6.391932 0.0000

C -39236.24 37030.93 -1.059553 0.3026

R-squared 0.682576 Mean dependent var 153232.8 Adjusted R-squared 0.665869 S.D. dependent var 170880.4 S.E. of regression 98775.79 Akaike info criterion 25.92949 Sum squared resid 1.85E+11 Schwarz criterion 26.02896 Log likelihood -270.2596 F-statistic 40.85680 Durbin-Watson stat 0.544285 Prob(F-statistic) 0.000004

Estimation Command:

===================== LS X1 X2 C

Estimation Equation:

===================== X1 = C(1)*X2 + C(2)

Substituted Coefficients: =====================


(5)

HASIL REGRESI UJI MULTICOLLINEARITY

Dependent Variable: X1 Method: Least Squares Date: 01/28/10 Time: 06:56 Sample: 1987 2007

Included observations: 21

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

X3 2.270578 0.229113 9.910287 0.0000

C -525402.8 70188.87 -7.485557 0.0000

R-squared 0.837903 Mean dependent var 153232.8 Adjusted R-squared 0.829372 S.D. dependent var 170880.4 S.E. of regression 70585.89 Akaike info criterion 25.25744 Sum squared resid 9.47E+10 Schwarz criterion 25.35692 Log likelihood -263.2031 F-statistic 98.21379 Durbin-Watson stat 0.627272 Prob(F-statistic) 0.000000

Estimation Command:

===================== LS X1 X3 C

Estimation Equation:

===================== X1 = C(1)*X3 + C(2)

Substituted Coefficients: =====================


(6)

HASIL REGRESI UJI MULTICOLLINEARITY

Dependent Variable: X2 Method: Least Squares Date: 01/28/10 Time: 06:56 Sample: 1987 2007

Included observations: 21

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

X3 2.731325 0.604251 4.520185 0.0002

C -459985.5 185112.3 -2.484900 0.0224

R-squared 0.518159 Mean dependent var 356359.1 Adjusted R-squared 0.492799 S.D. dependent var 261393.4 S.E. of regression 186159.4 Akaike info criterion 27.19699 Sum squared resid 6.58E+11 Schwarz criterion 27.29646 Log likelihood -283.5684 F-statistic 20.43207 Durbin-Watson stat 0.467177 Prob(F-statistic) 0.000234

Estimation Command:

===================== LS X2 X3 C

Estimation Equation:

===================== X2 = C(1)*X3 + C(2)

Substituted Coefficients: =====================


Dokumen yang terkait

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN LABUHANBATU.

0 4 35

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Karanganyar Tahun 1991-2014.

0 2 11

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SRAGEN Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Sragen Tahun 1999 - 2013.

0 2 13

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SRAGEN Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Sragen Tahun 1999 - 2013.

0 2 12

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN WONOGIRI Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Wonogiri.

0 2 11

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI DI KABUPATEN WONOGIRI Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Wonogiri.

0 3 13

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN GROBOGAN Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Grobogan Tahun 1984 – 2009.

0 0 13

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN GROBOGAN Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Grobogan Tahun 1984 – 2009.

0 0 11

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di kabupaten Ngawi hari

0 8 76

TAP.COM - ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ... 1604 6090 1 PB

0 11 20