Latar Belakang dan Masalah

4 memiliki kemurnian tinggi, derajat kristalinitas tinggi, mempunyai kerapatan antara 300–900 kgm 3 , kekuatan tarik tinggi, dan mudah terurai. Pembuatan biodegradable film diperlukan bahan plasticizer untuk meningkatkan plastisitas, mengurangi kerapuhan, dan ketahanan film terutama jika disimpan pada suhu rendah Anonim, 2007. Gliserol merupakan salah satu bahan plasticizer yang umum digunakan. Pengujian sifat mekanik biodegradable film dengan penambahan gliserol telah dilakukan oleh Satriyo 2012. Penelitian biodegradable film dari ampas nanas dengan penambahan konsentrasi gliserol ini diperoleh hasil terbaik pada konsentrasi gliserol 0,5 vb, dengan kuat tarik 199,63 MPa dan persen perpanjangan 11,93 . Indrarti 2007 menyatakan biodegradable film dari nata de coco dengan konsentrasi gliserol 0,5 dengan bahan additif CMC menunjukkan kuat tarik antara 34, 73–85,296 MPa dengan persen pemanjangan berkisar 13,531-15,632 . Pengujian mekanik pada bacterial cellulose dari nata de coco menunjukkan penggunaan konsentrasi gliserol 1 memiliki nilai kuat tarik tertinggi yaitu 14,6691 MPa dengan nilai persen pemanjangan sebesar 25,5714. Penggunaan konsentrasi gliserol 2 menunjukkan nilai persen pemanjangan tertinggi yaitu 36,4084 tetapi nilai kuat tarik terendah yaitu 12,4577 Rohaeti dan Rahayu, 2012. Namun untuk biodegradable film yang berbahan selulosa bakteri dari nata de cassava belum didapatkan informasi. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan konsentrasi gliserol yang optimum pada pembutan biodegradable film dari nata de cassava. Penelitian ini akan menggunakan konsentrasi gliserol 0, 0,25, 0,5, 0,75, 1, dan 1,25. 5

D. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat konsentrasi gliserol yang tepat untuk menghasilkan karakteristik terbaik biodegradable film dari nata de cassava. 6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Limbah Cair Tapioka

Limbah cair tapioka dihasilkan dari proses produksi tapioka. Air merupakan bahan pembantu utama yang digunakan dalam proses produksi tapioka. Limbah cair dari industri tapioka jumlahnya berlimpah dan umumnya belum termanfaatkan. Air limbah yang dihasilkan dalam jumlah yang relatif besar yaitu mendekati 20 m 3 ton tapioka atau 5 m 3 ton ubikayu yang terdiri dari air proses dan air yang terkandung dalam bahan baku ubikayu. Komponen limbah ini merupakan bagian sisa pati yang tidak terekstraksi serta komponen selain pati yang terlarut dalam air. Beberapa jenis singkong mengandung sianida yang bersifat toksis. Sianida ini larut dalam air dan menguap apabila ada aerasi terhadap limbah. Limbah cair tersebut akan mengalami dekomposisi secara alami yang menimbulkan bau. Bau tersebut dihasilkan pada proses penguraian senyawa yang mengandung nitrogen, fosfor, dan bahan berprotein Zaitun, 1999. Limbah cair tapioka yang berasal dari proses pencucian berwarna putih kecoklatan dengan kisaran pH 6 - 6,5. Kisaran pH ini dapat mengalami penurunan menjadi 4 jika terjadi aktifitas mikroorganisme yang menguraikan bahan-bahan organik menjadi asam-asam Prayitno, 2008. Menurut Misgiyarta 2011,