Pengaruh konsentrasi molase terhadap produktivitas dan karakteristik Nata De Cassava dengan kecambah sebagai sumber nitrogen.

(1)

PENGARUH KONSENTRASI MOLASE

TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN KARAKTERISTIK NATA DE CASSAVA DENGAN KECAMBAH SEBAGAI SUMBER NITROGEN

Yohanes Hendri Eko Prihono 131434035

Abstrak

Nata banyak mengandung serat yang membantu proses pencernaan makanan. Acetobacter xylinum membutuhkan sumber karbon berupa sukrosa untuk membentuk selulosa. Molase merupakan limbah industri gula pasir yang masih mengandung sukrosa 30% sehingga berpotensi sebagai sumber karbon alternatif. Limbah cair pengolahan tepung tapioka mengandung karbohidrat sekitar 68% sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan nata. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh penggunaan molase terhadap rendemen, ketebalan, uji organoleptik dan mengetahui konsentrasi molase yang menghasilkan nata paling tebal, persentase rendemen paling tinggi, untuk mengetahui tanggapan panelis terhadap nata de cassava yang dihasilkan.

Perlakuan dibagi menjadi: M1 (10%), M2 (15%), dan M3 (20%) berdasarkan konsentrasi molase, sedangkan kontrol menggunakan gula pasir. Data yang diperoleh berupa data kuantitatif meliputi ketebalan dan rendemen nata de cassava dan data kualitatif meliputi hasil uji organoleptik terhadap warna, rasa, aroma, tekstur dan kesukaan 20 panelis terhadap nata yang dihasilkan. Data kuantitatif dianalisis menggunakan uji Anova one factor, sedangkan data kualitatif dianalisis dengan mendeskripsikan rerata skor yang dihasilkan.

Penggunaan molase berdasarkan uji Anova one factor berpengaruh secara tidak signifikan terhadap ketebalan dan rendemen tetapi dapat dijadikan sebagai sumber karbon alternatif dalam pembuatan nata de cassava. Konsentrasi molase yang menghasilkan nata paling tebal dan persentase rendemen paling tinggi adalah M3 (20%). Semakin tinggi konsentrasi molase yang diberikan mengakibatkan warna nata menjadi semakin cokelat dengan aroma seperti gula karamel yang hangus. Penggunaan molase menghasilkan nata yang mendapatkan tanggapan panelis kurang baik dibandingkan kontrol.

Kata kunci : nata de cassava, molase, limbah cair pengolahan tepung tapioka, kecambah


(2)

THE INFLUENCE OF MOLASSES CONSENTRATION

TO THE NATA DE CASSAVA PRODUCTIVITY AND CHARACTERISTIC WITH THE SPROUTS AS THE NITROGEN SOURCE

Yohanes Hendri Eko Prihono 131434035

Abstract

Nata contain fibers which help digestive system. Acetobacter xylinum needs carbon source like sukrosa to form cellulose. Molase is an industrial white sugar waste which contains 30% of sukrose and potentially become alternative carbon source. Liquid waste of tapioca powder contain around 68% of carbohydrates so that can be used as raw material of nata production. The aims of the research was to know the influence of molase toward rendemen, thickness, organoleptic test and to know molase’s consentration wich produced nata that was the most thick, the most highest of rendemen persentation, to find out the panelist response to the resulting nata de cassava.

The treatment is divided into M1 (10%), M2 (15%), M3 (20%) base on molase consentration, and white sugar used as control. Data which are collected are quantitative data including the thickness, rendemen of nata de cassava and qualitative including organoleptic test toward color, taste, smell, texture, prevelience of 20 panelist toward nata which is produced. Quantitative data is analyzed using annova one factor, meanwhile qualitative data is analyzed by describing mean score.

The use of molase according to anova one factor test was influenced not signifikan toward the thickness and rendemen nata de cassava but can be used as alternative carbon source of nata production. Molase’s consentration which produce the most thickness nata and the highest rendemen persentation was M3 (20%). The more highest molase’s consentration which was given caused nata’s colour more brown with aroma like scorched sugar caramel. The use of molase produce nata which was less good according to panelists compare to control.


(3)

PENGARUH KONSENTRASI MOLASE

TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN KARAKTERISTIK NATA DE CASSAVA DENGAN KECAMBAH SEBAGAI SUMBER NITROGEN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh

Yohanes Hendri Eko Prihono NIM : 131434035

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

PENGARUH KONSENTRASI MOLASE

TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN KARAKTERISTIK NATA DE CASSAVA DENGAN KECAMBAH SEBAGAI SUMBER NITROGEN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh

Yohanes Hendri Eko Prihono NIM : 131434035

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

ii SKRIPSI

PENGARUH KONSENTRASI MOLASE

TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN KARAKTERISTIK NATA DE CASSAVA DENGAN KECAMBAH SEBAGAI SUMBER NITROGEN

Yang diajukan oleh : Yohanes Hendri Eko Prihono

NIM : 131434035 telah disetujui oleh :

Pembimbing,


(6)

iii SKRIPSI

PENGARUH KONSENTRASI MOLASE

TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN KARAKTERISTIK NATA DE CASSAVA DENGAN KECAMBAH SEBAGAI SUMBER NITROGEN

Dipersiapkan dan ditulis oleh : Yohanes Hendri Eko Prihono

NIM : 131434035

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Skripsi Program Pendidikan Biologi

JPMIPA FKIP Universitas Sanata Dharma Pada tanggal : 19 Mei 2017

dan dinyatakan telah memenuhi syarat Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua : Dr. M. Andy Rudhito, S.Pd. ... Sekretaris : Drs. A. Tri Priantoro, M.For.Sc. ... Anggota : Retno Herrani, M.Biotech. ... Anggota : Ika Yuli Listyarini, M.Pd. ... Anggota : Puspita Ratna Susilawati, M.Sc. ...

Yogyakarta, 19 Mei 2017

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma Dekan,

Rohandi, Ph.D. P.1252


(7)

iv MOTTO

“Duc in Altum”

“Urip kudu urup”

“Musuh sekaligus sahabat terbesar adalah apa yang ada dalam diri kita”

Karya ini kupersembahkan untuk : • Tuhan Yang Maha Esa

• Orang tua tercinta • Saudara – saudaraku • Pacar seperjuangan

• Teman-teman sepenanggungan • Almamaterku


(8)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 19 Mei 2017 Penulis,


(9)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta :

Nama : Yohanes Hendri Eko Prihono NIM : 131434035

Demi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : PENGARUH KONSENTRASI MOLASE TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN KARAKTERISTIK NATA DE CASSAVA DENGAN KECAMBAH SEBAGAI SUMBER NITROGEN

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, untuk mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama mencantumkan saya sebagai penulis.

Dengan pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Yogyakarta

Pada tanggal :19 Mei 2017 Yang menyatakan,


(10)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas karunia Tuhan yang Maha Kuasa melalui kuasa, rahmat dan karunia Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Konsentrasi Molase Terhadap Produktifitas dan Karakteristik Nata de Cassava dengan Kecambah sebagai Sumber Nitrogen”.

Penulisan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat dalam meraih gelar sarjana pada Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Skripsi ini tidak akan selesai tanpa bantuan berbagai pihak yang secara langsung maupun tidak langsung berperan mengatasi berbagai masalah yang ada selama penelitian ini. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada :

1. Bapak Drs. Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Ph.D, selaku rektor Universitas Sanata Dharma

2. Bapak Rohandi, Ph.D, selaku dekan FKIP

3. Bapak Dr. Marcelinus Andy Rudhito, S.Pd selaku kepala JPMIPA 4. Bapak Drs. Antonius Tri Priantoro, M.For.Sc selaku Ketua Program

Studi Pendidikan Biologi

5. Ibu Retno Herrani Setyati, M.Biotech selaku dosen pembimbing yang tidak pernah bosan memberikan arahan, bimbingan, waktu dalam penulisan skripsi ini.

6. Ibu Yoanni Maria Lauda Feroniasanti, M.Sc selaku dosen yang turut membimbing dalam penulisan skripsi ini


(11)

viii

7. Bapak Agus Handoyo dan Warsono selaku laboran yang memfasilitasi terlaksananya penelitian ini.

8. Kedua orang tua tercinta yang mendukung secara moral maupun moril selama penulisan skripsi ini.

9. Saudara- saudaraku yang mendukung terselesaikannya penelitian ini. 10. Anastia Aryantie selaku pacar seperjuangan yang memberikan

dukungan selama penulisan skripsi ini.

11. Ananta, Yogi, Siwi, Paulina, Christi, Heronimus, Br.Dieng yang membantu selama proses penelitian.

12. Angkatan Pbio 2014 selaku panelis dalam penelitian ini.

13. Teman-teman Pbio angkatan 2013 sepenanggungan yang selalu saling menyemangati.

14. Semua pihak yang terlibat terselesaikannya penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan sehingga terbuka pintu atas kritik dan saran berbagai pihak yang karakteristiknya membangun dalam rangka kesempurnaan skripsi ini.

Yogyakarta, 7 April 2017


(12)

ix

PENGARUH KONSENTRASI MOLASE

TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN KARAKTERISTIK NATA DE CASSAVA DENGAN KECAMBAH SEBAGAI SUMBER NITROGEN

Yohanes Hendri Eko Prihono 131434035

Abstrak

Nata banyak mengandung serat yang membantu proses pencernaan makanan. Acetobacter xylinum membutuhkan sumber karbon berupa sukrosa untuk membentuk selulosa. Molase merupakan limbah industri gula pasir yang masih mengandung sukrosa 30% sehingga berpotensi sebagai sumber karbon alternatif. Limbah cair pengolahan tepung tapioka mengandung karbohidrat sekitar 68% sehingga dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan nata. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh penggunaan molase terhadap rendemen, ketebalan, uji organoleptik dan mengetahui konsentrasi molase yang menghasilkan nata paling tebal, persentase rendemen paling tinggi, untuk mengetahui tanggapan panelis terhadap nata de cassava yang dihasilkan.

Perlakuan dibagi menjadi: M1 (10%), M2 (15%), dan M3 (20%) berdasarkan konsentrasi molase, sedangkan kontrol menggunakan gula pasir. Data yang diperoleh berupa data kuantitatif meliputi ketebalan dan rendemen nata de cassava dan data kualitatif meliputi hasil uji organoleptik terhadap warna, rasa, aroma, tekstur dan kesukaan 20 panelis terhadap nata yang dihasilkan. Data kuantitatif dianalisis menggunakan uji Anova one factor, sedangkan data kualitatif dianalisis dengan mendeskripsikan rerata skor yang dihasilkan.

Penggunaan molase berdasarkan uji Anova one factor berpengaruh secara tidak signifikan terhadap ketebalan dan rendemen tetapi dapat dijadikan sebagai sumber karbon alternatif dalam pembuatan nata de cassava. Konsentrasi molase yang menghasilkan nata paling tebal dan persentase rendemen paling tinggi adalah M3 (20%). Semakin tinggi konsentrasi molase yang diberikan mengakibatkan warna nata menjadi semakin cokelat dengan aroma seperti gula karamel yang hangus. Penggunaan molase menghasilkan nata yang mendapatkan tanggapan panelis kurang baik dibandingkan kontrol.

Kata kunci : nata de cassava, molase, limbah cair pengolahan tepung tapioka, kecambah


(13)

x

THE INFLUENCE OF MOLASSES CONSENTRATION

TO THE NATA DE CASSAVA PRODUCTIVITY AND CHARACTERISTIC WITH THE SPROUTS AS THE NITROGEN SOURCE

Yohanes Hendri Eko Prihono 131434035

Abstract

Nata contain fibers which help digestive system. Acetobacter xylinum needs carbon source like sukrosa to form cellulose. Molase is an industrial white sugar waste which contains 30% of sukrose and potentially become alternative carbon source. Liquid waste of tapioca powder contain around 68% of carbohydrates so that can be used as raw material of nata production. The aims of the research was to know the influence of molase toward rendemen, thickness, organoleptic test and to know molase’s consentration wich produced nata that was the most thick, the most highest of rendemen persentation, to find out the panelist response to the resulting nata de cassava.

The treatment is divided into M1 (10%), M2 (15%), M3 (20%) base on molase consentration, and white sugar used as control. Data which are collected are quantitative data including the thickness, rendemen of nata de cassava and qualitative including organoleptic test toward color, taste, smell, texture, prevelience of 20 panelist toward nata which is produced. Quantitative data is analyzed using annova one factor, meanwhile qualitative data is analyzed by describing mean score.

The use of molase according to anova one factor test was influenced not signifikan toward the thickness and rendemen nata de cassava but can be used as alternative carbon source of nata production. Molase’s consentration which produce the most thickness nata and the highest rendemen persentation was M3 (20%). The more highest molase’s consentration which was given caused nata’s colour more brown with aroma like scorched sugar caramel. The use of molase produce nata which was less good according to panelists compare to control.


(14)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN MOTTO... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK...vi

KATA PENGANTAR... vii

ABSTRAK... ix

ABSTRACT... x

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 5

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Manfaat Penelitian... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Teori yang terkait 1. Nata... 8

2. Mikroorganisme pembentuk nata... 11

3. Proses pembuatan nata dan pengendaliannya... 18

4. Molase... 20

5. Singkong... 22

6. Limbah cair tapioka... 23


(15)

xii

8. Uji organoleptik... 25

B. Penelitian yang relevan C. Kerangka berpikir... 28

D. Hipotesis... 29

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis penelitian... 31

B. Batasan Masalah... 32

C. Desain penelitian... 32

D. Alat dan bahan... 34

E. Cara kerja... 34

F. Analisis data... 38

G. Rancangan pemanfaatan hasil penelitian dalam pembelajaran... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Data kuantitatif 1. Ketebalan nata... 39

2. Rendemen nata... 42

B. Data kualitatif 1. Warna...45

2. Tekstur...48

3. Aroma...50

4. Rasa... 52

5. Kesukaan... 55

C. Rancangan penerapan hasil penelitian dalam pembelajaran...56

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 58

B. Saran... 58

DAFTAR PUSTAKA... 60 LAMPIRAN


(16)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Syarat mutu nata... 10

Tabel 2.2 Kandungan molase... 22

Tabel 2.3 Kandungan gizi singkong... 23


(17)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan kerangka berpikir... 29

Gambar 3.1 Pengambilan sampel pengukuran nata de cassava... 37

Gambar 4.1 Rerata nilai ketebalan nata de cassava... 39

Gambar 4.2 Rerata nilai rendemen nata de cassava... 43

Gambar 4.3 Rerata ketertarikan warna nata de cassava... 46

Gambar 4.4 Rerata ketertarikan tekstur nata de cassava... 48

Gambar 4.5 Rerata ketertarikan aroma nata de cassava...50

Gambar 4.6 Rerata nilai rasa nata de cassava... 52


(18)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto cara kerja pembuatan nata de cassava... 63

Lampiran 2. Uji anova rendemen dan ketebalan nata de cassava... 66

Lampiran 3. Kuisioner uji organoleptik nata de cassava... 70

Lampiran 4. Informasi panelis uji organoleptik... 72

Lampiran 5. Silabus... 73

Lampiran 6. Rancangan pelaksanaan pembelajaran... 78

Lampiran 7. Lembar kerja siswa... 93


(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Singkong (Manihot esculenta) dikenal masyarakat dengan nama lain ketela pohon. Tumbuhan ini berasal dari Amerika Selatan, tumbuh subur di daerah sub tropis dan tropis. Masyarakat Indonesia telah mengenal tanaman ini sebagai salah satu sumber pangan dan pakan ternak. Daerah budidaya singkong yang cukup besar di Indonesia adalah Lampung dan Sumatera Utara, Jawa, dan Sulawesi Selatan. Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik), produksi singkong Indonesia pada tahun 2015 adalah 21,8 juta ton. Tingginya produksi singkong ini sebanding dengan pemanfaatannya sebagai bahan makanan. Bagian yang biasa dimanfaatkan yaitu bagian daging umbi dan daun. Umbi singkong telah banyak diolah menjadi aneka produk antara lain; tepung singkong, tepung tapioka, tepung mocaf, bioetanol, sorbitol, gula cair, monosodium glutamat, tiwul dan berbagai produk pangan lainnya sedangkan daun singkong digunakan sebagai bahan dasar sayuran.

Industri pengolahan umbi singkong menjadi tepung tapioka di Indonesia pada umumnya tidak menggunakan sistem yang tepat dalam mengolah limbah sehingga menyebabkan berbagai permasalahan bagi lingkungan sekitar. Menurut penuturan warga Dusun Tulung, Pundong, Bantul, limbah cair yang dihasilkan pada proses pengendapan pati yang dapat menyebabkan aroma tidak sedap dan berbagai sumber penyakit seperti


(20)

gatal-gatal apabila tersentuh oleh kulit secara langsung. Air sisa pengendapan pati mempunyai potensi menjadi bahan baku pangan karena kandungan karbohidrat tinggi sekitar 68 % (Naufalin, 2002). Salah satu alternatif pemanfaatan limbah cair tepung tapioka adalah mengolah menjadi nata yang disebut nata de cassava.

Ketersediaan limbah cair tapioka sebagai bahan pembuat nata melimpah dan mudah didapat. Berdasarkan pengamatan di salah satu pembuat pati tapioka yang terletak di Dusun Nangsri, Pundong, Bantul, untuk memproduksi pati tapioka dari 2 kuintal singkong akan menghasilkan limbah cair sebanyak 300 liter. Di Pundong, terdapat sekitar 120 pembuat pati tapioka dengan kapasitas produksi sekitar 4 kuintal singkong dalam sebuah industri rumah tangga sehingga dihasilkan jumlah limbah cair sebanyak 72.000 liter.

Nata de cassava merupakan inovasi baru produk makanan berserat yang bersaing dalam industri makanan di Indonesia. Nata de cassava merupakan jenis makanan terdiri dari selulosa (dietary fiber) yang dihasilkan dari limbah cair tepung tapioka melalui proses fermentasi yang melibatkan bakteri A. xylinum. Karakteristik nata pada umumnya berwarna putih, kenyal dan transparan dengan bentuk padat. Nata dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan fungsional untuk keperluan diet, memperbaiki proses pencernaan karena sebagai sumber serat yang baik dan berfungsi untuk mengatasi kelebihan kolesterol. Umumnya, nata yang sering dijumpai di pasaran adalah nata de coco yaitu nata dengan bahan dasar air kelapa. Air kelapa berfungsi sebagai media pertumbuhan bakteri A. xylinum karena nutrisinya lengkap dan


(21)

sesuai untuk pertumbuhan bakteri. Limbah cair tapioka dapat dimanfaatkan sebagai media dalam pembuatan nata sama seperti air kelapa karena mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi.

Proses fermentasi nata melibatkan aktivitas bakteri A. xylinum yang membutuhkan nutrisi meliputi jumlah karbon dan nitrogen dalam proses pertumbuhannya. Nutrisi tersebut tidak cukup hanya berasal dari media yang digunakan. Salah satu nutrisi yang penting dalam proses metabolisme bakteri adalah sumber nitrogen yang ditambahkan dalam media fermentasi. Sumber nitrogen yang digunakan umumnya berasal dari urea atau ZA dikarenakan harganya yang murah. Namun sumber nitrogen ini bukan merupakan bahan makanan alami. Penggunaan sumber nitrogen dari pupuk urea tidak membahayakan bagi kesehatan karena jumlah yang digunakan sedikit dan habis terpakai oleh bakteri dalam proses metabolisme. Namun, masyarakat sudah mempunyai pola pikir yang beralih menggunakan bahan alami sehingga terdapat kekhawatiran tidak aman jika mengkonsumsi nata yang menggunakan sumber nitrogen anorganik dari urea. Oleh karena itu, penggunaan sumber nitrogen anorganik perlu diganti sumber nitrogen organik yang salah satunya berasal dari sari kecambah kacang hijau.

Menurut Triyono et al. (2010) kacang hijau (Phaseolus radiatus) memiliki kandungan protein berkisar antara 20-35 %. Saat berkecambah kandungan protein tauge kacang hijau akan meningkat dibandingkan kandungan awal pada biji yang disebabkan sintesa protein menjadi asam amino. Selama proses perkecambahan sehingga sangat berpeluang digunakan


(22)

sebagai sumber nitrogen alami yang baik dalam pembuatan nata (Ernawati, 2012). Menurut Melina (2016) dalam penelitiannya menerangkan bahwa penggunaan jus kecambah kacang hijau berpengaruh terhadap ketebalan dan rendemen nata de besusu.

Nutrisi lain yang digunakan untuk perkembangan bakteri A. xylinum adalah sumber karbon. Dalam proses pembuatan nata biasanya digunakan gula tebu sebagai sumber karbonnya. Namun harga gula tebu di Indonesia lumayan tinggi yaitu Rp12.000,00/kg sehingga membuat biaya produksi pada industri penghasil nata meningkat. Oleh karena itu diperlukan alternatif sumber karbon yang lain untuk mengatasi ketergantungan pemakaian gula tebu. Penggunaan molase sebagai sumber karbon merupakan salah satu alternatif pengganti gula pasir. Pada industri pembuatan gula tebu, proses pemutihan gula akan menghasilkan produk sampingan berupa cairan kental berwarna cokelat yang disebut molase. Molase umumnya belum banyak dimanfaatkan sehingga hanya dibuang dalam bentuk limbah. Salah satu contoh pemanfaatan molase adalah sebagai bahan baku dalam industri fermentasi alkohol. Menurut Simanjuntak (2009), molase mempunyai total gula yang cukup tinggi yaitu sekitar 40-55%. Menurut Tjandra (2001), dalam molase juga terkandung sejumlah mineral dan vitamin yang dapat berperan sebagai koenzim yang diperlukan untuk mengontrol kerja enzim ekstraseluler dari bakteri A. xylinum. Kelebihan pemanfaatan molase sebagai sumber karbon adalah lebih ekonomis dan bahan yang melimpah ketersediaannya.


(23)

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Irdawati et al. (2013), konsentrasi molase memberikan pengaruh paling nyata terhadap ketebalan nata pada teh kombucha sehingga menjadi dasar penggunaan molase pada penelitian ini. Perbedaan penelitian ini dibanding penelitian yang dilakukan oleh Irdawati et al. (2013) adalah mengenai variabel terikat dan bahan dasar yang digunakan. Variabel terikat dalam penelitian ini selain ketebalan nata adalah rendemen dan terdapat uji organoleptik untuk melihat tanggapan panelis mengenai nata yang dihasilkan. Pada penelitian ini menggunakan bahan dasar limbah cair tapioka sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Irdawati et al. (2013) menggunakan teh kombucha sebagai bahan dasar pembuatan nata.

Permasalahan yang dihadapi dalam penggunaan molase sebagai sumber karbon adalah bakteri A. xylinum tidak dapat tumbuh pada media dengan total gula lebih dari 40% sedangkan molase mempunyai total gula 40-55% (Tjandra, 2001). Total gula ini belum termasuk total gula yang terdapat dalam limbah cair tepung tapioka yang merupakan media pertumbuhan bakteri. Dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut perlu diketahui berapa konsentrasi molase supaya menghasilkan karakteristik nata de cassava yang baik. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dilakukan penelitian dengan judul: Pengaruh Variasi Konsentrasi Molase Terhadap Produktivitas dan Karakteristik Nata de cassava Dengan Kecambah Sebagai Sumber Nitrogen.


(24)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi molase terhadap karakteristik fisik (rendemen dan ketebalan) nata de cassava ?

2. Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi molase terhadap karakteristik organoleptik (warna, aroma, rasa, tekstur dan kesukaan) nata de cassava ? 3. Berapakah konsentrasi molase yang menghasilkan nata paling tebal dan

persentase rendemen paling tinggi?

4. Bagaimanakah tanggapan panelis terhadap nata de cassava yang dihasilkan ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi molase terhadap karakteristik fisik (rendemen dan ketebalan) nata de cassava.

2. Untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi molase terhadap karakteristik organoleptik (warna, aroma, rasa, tekstur dan kesukaan) nata de cassava.

3. Untuk mengetahui konsentrasi molase yang menghasilkan nata paling tebal dan persentase rendemen paling tinggi.

4. Untuk mengetahui tanggapan panelis terhadap nata de cassava yang dihasilkan.


(25)

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti

Penelitian ini dapat dijadikan pengalaman dan pengetahuan baru tentang pemanfaatan molase sebagai sumber karbon dalam pembuatan nata. 2. Bagi Masyarakat

Memberikan wawasan tentang pemanfaatan limbah cair tapioka sebagai bahan dasar dalam pembuatan nata dan penggunaan molase sebagai sumber karbon dalam pembuatan nata yang bernilai ekonomis.

3. Bagi Perkembangan Ilmu

Hasil penelitian dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan sebagai salah satu alternatif bahan ajar/praktikum dalam materi bioteknologi mengenai penggunaan molase sebagai pengganti gula dan penggunaan sari kecambah kacang hijau sebagai sumber nitrogen pada pembuatan nata de cassava.


(26)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Teori yang Terkait 1. Nata

Nata adalah makanan hasil fermentasi berbentuk gel, padat, kokoh, kuat, putih, dan kenyal yang mengapung pada permukaan media yang mengandung gula dan asam. Nata dihasilkan oleh aktivitas bakteri Acetobacter xylinum (Salim, 2012). Nata banyak mengandung serat, selulosa dan protein. Protein yang terkandung dalam nata berasal dari bakteri A. xylinum yang terperangkap di antara susunan benang-benang selulosa. Oleh karena itu, nata juga dapat digolongkan sebagai probiotik (Pambayun, 2002).

Nata merupakan makanan pencuci mulut (desert) yang bermanfaat bagi kesehatan dalam membantu pencernaan yang terjadi dalam usus halus dan penyerapan air dalam usus besar. Nata sering dijumpai banyak digunakan sebagai campuran pokok minuman kemasan siap saji yang banyak dijumpai di warung, toko, hingga supermarket. Di Indonesia, produk minuman kemasan berbahan baku nata banyak digemari dari kalangan anak-anak hingga orang dewasa (Salim, 2012). Nata sangat baik apabila diolah menjadi makanan atau minuman penyegar, karena nata mengandung serat pangan (dietary fibre). Nata baik digunakan sebagai makanan diet karena kandungan kalori yang rendah pada nata


(27)

mengakibatkan makanan ini tepat sebagai makanan diet. Nata memiliki daya tarik yang tinggi karena mempunyai penampilan warna putih agak bening, tekstur kenyal, aroma segar (Litbang, 2011).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Biologi LIPI, kandungan gizi nata per 100 g nata yaitu 80% air, 20 g karbohidrat, 146 kal kalori, 20 g lemak, 12 mg kalsium, 2 mg fosfor, dan 0,5 mg ferrum (besi). Kandungan gizi 100 g nata yang dikonsumsi dengan sirup adalah 67,7 % air, 12 mg kalsium, 0,2 % lemak, 2 mg fosfor (jumlah yang sama untuk vitamin B1 dan protein), 5 mg zat besi dan 0,01 mikrogram Riboflavin (Wardah dkk, 2014).

Syarat-syarat mutu nata menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Syarat Mutu Nata SNI 01-4317-1996

NO Jenis Uji Satuan Persyaratan 1 Keadaan

1.1 Bau - Normal

1.2 Rasa - Normal

1.3 Warna - Normal

1.4 Tekstur - Normal

2 Bahan asing - Tidak Boleh ada

3 Bobot tuntas % Min. 50

4 Jumlah gula (dihitung sebagai sukrosa)

% Min. 15

5 Serat makanan % Maks. 4,5 6 Berat tambahan makanan

6.1 Pemanis buatan

Sakarin Tidak boleh ada

Siklamat Tidak boleh ada

6.2 Pewarna tambahan Sesuai SNI 01-0222-1995 6.3 Pengawet (Na Benzoat) Sesuai SNI 01-0222-1995 7 Cemaran logam


(28)

NO Jenis Uji Satuan Persyaratan 7.2 Tembaga mg/kg Maks. 2

7.3 Seng mg/kg Maks. 5,0

7.4 Timah mg/kg Maks. 40/250,5

8 Cemaran arsen Maks. 0,1

9 Cemaran mikroba:

9.1 Angka lempeng total koloni/g Maks. 2,0 x 102 9.2 Coliform AMP/g < 3

9.3 Kapang koloni/g Maks. 50 9.4 Khamir koloni/g Maks. 50 Sumber: SNI 01-4317-1996

2. Mikroorganisme Pembentuk Nata 2.1 Klasifikasi A. xylinum

Mikroorganisme yang berperan dalam pembentukan nata adalah A. xylinum. Berdasarkan klasifikasi ilmiah, bakteri A. xylinum termasuk dalam:

Kingdom :Bacteria Phylum :Proteobacteria Class :Alpha Proteobacteria Order :Rhodospirillales Family :Psedomonadaceae Genus :Acetobacter

Species :Acetobacter xylinum (Salim, 2012)

2.2 Sifat-sifat Acetobacter xylinum 2.2.1 Sifat morfologi

Bakteri A. xylinum termasuk dalam golongan genus Acetobacter yang mempunyai ciri-ciri obligat aerobik,


(29)

mikroaerofilik, berbentuk batang pendek atau kokus, panjang kurang lebih 2 mikron, membentuk kapsul, tidak membentuk spora, bersifat non motil, termal death point pada suhu 65-70℃, tidak membentuk spora dan permukaan dindingnya berlendir. Bakteri ini dapat membentuk rantai pendek dengan satuan 6-8 sel (Salim, 2012). Pada kultur sel yang masih muda, individu sel berada soliter dan transparan. Koloni yang sudah tua membentuk lapisan menyerupai gelatin yang kokoh setelah 48 jam inokulasi (Ernawati, 2012).

2.2.2 Sifat Fisiologi

Bakteri A. xylinum membentuk asam dari glukosa, etil alkohol dan propil alkohol, tidak membentuk indol dan mempunyai kemampuan mengoksidasi asam asetat menjadi CO2 dan H2O. Sifat yang paling menonjol dari bakteri ini adalah mempunyai kemampuan untuk mempolimerisasi glukosa hingga menjadi selulosa. Selanjutnya, selulosa tersebut membentuk matrik yang dikenal sebagai nata. Bakteri A. xylinum dapat tumbuh optimal pada media dengan nilai pH 4,3. Bakteri ini dapat tumbuh pada rentang suhu 28℃-31℃ akan tetapi tumbuh optimal pada suhu 30℃. Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi sifat fisiologi dalam pembentukan nata adalah ketersediaan nutrisi, derajat keasaman, ketersediaan oksigen dan temperatur (Pambayun, 2002).


(30)

2.3 Pertumbuhan Sel

A. xylinum pada umumnya mengalami pertumbuhan dalam 4 fase, yaitu fase pertumbuhan eksponensial, fase pertumbuhan stasioner, fase pertumbuhan tetap dan fase kematian. Fase pertumbuhan A. xylinum menurut Pambayun (2002) adalah sebagai berikut:

2.3.1 Fase Adaptasi

Pada fase ini, bakteri akan menyesuaikan diri dengan substrat dan lingkungan yang baru. Meskipun tidak mengalami perbanyakan sel, pada fase ini terjadi aktivitas metabolisme dan pembesaran sel. Lama fase ini ditentukan oleh ketersediaan nutrisi dalam medium, lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan jumlah inokulum. Fase adaptasi ini bagi A. xylinum dicapai antara 0-24 jam atau sekitar 1 hari sejak inokulasi.

2.3.2 Fase Pertumbuhan Awal

Pada fase ini, sel mulai membelah dengan kecepatan rendah dan menandai diawalinya fase pertumbuhan eksponensial. Waktu yang dibutuhkan fase ini hanya beberapa jam.

2.3.3 Fase Pertumbuhan Eksponensial

Fase ini ditandai dengan pertumbuhan yang sangat cepat. Pada A. xylinum, fase ini dicapai dalam waktu 1-5 hari


(31)

tergantung kondisi lingkungannya. Pada fase ini A. xylinum mengeluarkan enzim ekstraseluler polimerase dalam jumlah banyak untuk menyusun polimer glukosa menjadi selulosa. Fase ini menentukan tingkat kecepatan pembentukan nata.

2.3.4 Fase Pertumbuhan Lambat

Pada fase ini umur sel telah tua dan nutrisi mulai berkurang. Terdapat proses metabolik yang bersifat toksik sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Pada fase ini jumlah sel yang tumbuh masih lebih banyak daripada jumlah sel yang mati. 2.3.5 Fase Pertumbuhan Tetap

Pada fase ini jumlah sel yang tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati karena kekurangan nutrisi, umur sel semakin tua dan pengaruh metabolik toksik lebih besar. Pada fase ini sel mempunyai ketahanan terhadap lingkungan ekstrim apabila dibandingkan dengan ketahanannya pada fase yang lain. Matrik nata lebih banyak diproduksi pada fase ini.

2.3.6 Fase Menuju Kematian

Pada fase ini nutrisi dalam media mulai habis dan sel kehilangan banyak energi cadangannya sehingga bakteri mulai mengalami kematian.

2.3.7 Fase Kematian

Pada fase ini sel A. xylinum mengalami lisis dan melepaskan komponen yang terdapat di dalamnya sehingga sel


(32)

dengan cepat mengalami kematian. Fase ini terjadi setelah hari ke 8-15.

2.4 Aktivitas A. xylinum pada Fermentasi Nata

Bakteri A. xylinum akan memecah sukrosa ekstraseluler dalam media menjadi glukosa dan fruktosa. Bakteri A. xylinum merombak gula untuk mendapatkan energi yang diperlukan bagi metabolisme sel. Senyawa glukosa dan fruktosa dikonsumsi sebagai bahan metabolisme sel. Fruktosa selain sebagai sumber energi juga berperan sebagai induser bagi sintesis enzim ekstraseluler polimerase yang bekerja menyusun benang-benang nata. A. xylinum juga mampu mempolimerisasi senyawa glukosa menjadi polisakarida yang dikenal dengan selulosa ekstraseluler.

Pembentukan nata diawali dengan pembentukan lembaran benang-benang selulosa. Selanjutnya bakteri A. xylinum membentuk mikrofibril selulosa di sekitar permukaan tubuhnya hingga membentuk serabut selulosa yang sangat banyak dan mencapai ketebalan tertentu. Susunan selulosa tersebut akan tampak seperti lembaran putih transparan dengan permukaan licin dan halus yang disebut nata (Pambayun, 2002).

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan A. xylinum

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan optimalitas produksi selulosa dari A. xylinum dan sifat fisiologi dalam pembentukan nata adalah sebagai berikut:


(33)

2.5.1 Sumber Karbon

Sumber karbon yang dapat digunakan dalam fermentasi nata adalah senyawa karbohidrat yang tergolong disakarida dan monosakarida. Pembentukan nata dapat terjadi apabila dalam media mengandung glukosa, sukrosa dan laktosa. Sementara yang paling banyak digunakan adalah sukrosa atau gula pasir. Penambahan sukrosa yang berlebihan dapat menciptakan limbah baru berupa sisa sukrosa tersebut, sedangkan penambahan yang terlalu sedikit menyebabkan A. xylinum tidak dapat tumbuh secara optimal (Pambayun, 2002). A. xylinum tidak dapat tumbuh pada media dengan total gula melebihi 40% (Tjandra, 2001).

2.5.2 Sumber Nitrogen

Sumber nitrogen yang digunakan dalam pertumbuhan nata dapat berasal dari bahan organik dan umumnya anorganik. Sumber nitrogen anorganik yang ditambahkan adalah ammonium sulfat atau amonium nitrat, sedangkan sumber nitrogen organik berupa protein dan ekstrak yeast. Sumber nitrogen anorganik tersedia berupa gas ammonia dan nitrat, sedangkan sumber nitrogen organik ditambahkan dalam bentuk protein (Pambayun, 2002). Menurut Atmaka dan Sudadi dalam Ernawati (2012) ekstrak yeast dapat diganti dengan ekstrak kecambah. Pada kecambah kacang hijau mempunyai kandungan


(34)

protein yang tinggi sehingga dapat mendukung pertumbuhan A. xylinum secara optimal.

2.5.3 Temperatur

Berdasarkan kebutuhannya terhadap suhu, A. xylinum termasuk ke dalam jenis bakteri mesofil, yang hidup pada suhu ruang. Suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri ini adalah 28℃– 31℃. Pada suhu di atas 40℃ A. xylinum akan mengalami kematian sedangkan apabila suhu di bawah 28℃ maka pertumbuhan bakteri akan terhambat (Pambayun, 2002).

2.5.4 Ketersediaan Oksigen

A. xylinum termasuk mikrobia aerobik sehingga dalam pertumbuhan, perkembangan, dan aktivitasnya sangat memerlukan oksigen. Apabila bakteri ini kekurangan oksigen maka akan mengalami gangguan dalam pertumbuhannya dan jika kekurangan oksigen terlalu ekstrem maka akan mengakibatkan kematian (Pambayun, 2002).

2.5.5 Tingkat Keasaman

A. xylinum sangat cocok tumbuh dalam suasana asam (pH 4,3), tetapi masih bisa tumbuh dalam kisaran pH 3,5 – 7,5. Apabila kondisi lingkungan dalam keadaan basa maka bakteri ini akan mengalami gangguan proses metabolisme selnya (Pambayun, 2002).


(35)

2.5.6 Konsentrasi dan Starter

Menurut Rahman (1992) dalam Melina (2016), A. xylinum adalah starter yang lebih produktif dibandingkan starter yang lainnya, sedangkan konsentrasi starter yang diinokulasikan paling baik adalah 10%.

3. Proses Pembuatan Nata dan Pengendaliannya

Tahap pembuatan nata menurut Pambayun (2002) terdiri atas beberapa kegiatan sebagai berikut:

3.1 Penyaringan

Penyaringan dapat dilakukan dengan penyaring plastik, tetapi lebih baik dengan penyaring kain jenis mori seperti yang digunakan dalam penyaringan kedelai pada saat pembuatan tahu. Penyaringan bertujuan untuk memisahkan kotoran yang tercampur dalam substrat. Penyaringan dilakukan saat substrat akan dituangkan ke dalam panci ataupun dandang perebus.

3.2 Penambahan Gula Pasir dan Amonium Sulfat (ZA)

Perbandingan antara gula dan ZA yang ditambahkan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam proses pembuatan nata. Penambahan gula pasir minimal 2,5 % sedangkan untuk amonium sulfat (ZA) sebanyak 0,5 %. Penambahan gula pasir dan ZA dilakukan pada saat substrat dipanaskan, sambil diaduk hingga larut merata.


(36)

3.3 Perebusan

Perebusan dilakukan sampai mendidih menggunakan panci besar. Setelah mendidih, perebusan dipertahankan hingga 15 menit untuk memastikan mikrobia kontaminan telah mati dan gula pasir beserta ZA telah larut.

3.4 Penambahan Cuka

Tujuan penambahan asam asetat adalah untuk menurunkan pH substrat sampai mencapai 4,3. Presentase penambahan asam asetat dapat berbeda-beda, tergantung pada tingkat keasaman (pH) awal dari substrat sebelum digunakan serta jenis kepekatan asam yang ditambahkan.

3.5 Pendinginan

Pendinginan dilakukan dengan membiarkan cairan selama satu malam dalam nampan. Pendinginan selama satu malam juga digunakan untuk melihat ada tidaknya kontaminan pada cairan. Setelah cairan dingin dilanjutkan dengan inokulasi bibit nata.

3.6 Pemberian Bibit (Inokulasi)

Saat pemberian bibit bagian cairan media maupun media tidak boleh tersentuh oleh tangan. Inokulasi cukup dilakukan di salah satu sudut nampan dan tidak diaduk. Setiap satu botol bibit dengan volume 600 ml, digunakan untuk 5-6 nampan yang setiap nampan berisi sekitar 1 liter cairan media.


(37)

3.7 Fermentasi (Pemeraman)

Bibit nata akan berkembang dengan pesat setelah proses inokulasi hingga hari kelima. Fermentasi dilakukan dalam nampan-nampan plastik yang disusun di atas rak-rak fermentasi. Rak fermentasi diletakkan di tempat yang bebas dari getaran dan agak jauh dari posisi ventilasi ruangan. Pada hari ke delapan dari hari inokulasi seluruh substrat sudah berubah menjadi nata.

3.8 Pemanenan dan Pasca Fermentasi

Pemanenan dilakukan pada hari ke 7-8 setelah proses inokulasi. Penundaan pemanenan bisa ditolerir sampai hari ke 14. Jika fermentasi berjalan sempurna maka pada saat pemanenan dalam nampan hanya ada nata dan tidak tersisa air. Selanjutnya proses pencucian terhadap setiap lembaran nata. Lembaran nata yang sudah bersih diiris-iris hingga bentuk irisan nata yang berukuran sekitar 1 cm3. Nata yang telah diiris-iris tersebut dipanaskan dengan direbus selama sekitar 5 menit. Pemanasan bertujuan untuk menghentikan aktivitas A. xylinum dan menurunkan kadar asam asetat. Setelah perebusan, selanjutnya dilakukan perendaman air dingin selama 3 hari dengan mengganti air perendaman setiap hari dengan air yang baru. Nata yang telah direndam selama 3 hari telah siap dimasak sebagai bahan campuran minuman. 4. Molase

Molase (tetes) merupakan sisa dari proses pengkristalan gula pasir yang masih mengandung gula dan asam-asam organik. Molase berbentuk


(38)

cairan kental dengan warna cokelat gelap, berbau karamel tidak menyengat, mempunyai nilai pH asam sekitar 5 yang disebabkan oleh adanya asam-asam organik bebas dan mempunyai titik didih di atas 1000C. Molase memiliki kandungan sukrosa sekitar 30% di samping gula reduksi sekitar 25% berupa glukosa dan fruktosa. Sukrosa dalam molase merupakan komponen yang tidak dapat dikristalkan karena mempunyai nilai Sucrose Reducing sugar Ratio yang rendah berkisar antara 0,98 2,06. Brix dalam molase sebesar 88,6%, polarisasi sebesar 31,09%, kadar abu 7,73% (Puspitasari, 2008).

Tingginya kandungan gula pada molase membuat molase sering dijadikan sebagai tambahan sumber karbohidrat pada medium pertumbuhan mikroorganisme. Molase selain dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biogas, juga dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan etanol. Pemanfaatan molase dalam skala industri masih terbatas menjadi alkohol dan MSG (Mono Sodium Glutamat). Berikut merupakan komposisi rata-rata yang terkandung dalam molase :

Tabel 2.2 Kandungan Molase

No Komposisi %

1 Air 20,0

2 Gula : Sukrosa Glukosa Fruktosa

32,0 14,0 16,0


(39)

No Komposisi % 3 Non Gula : SIO2

K2O CaO MgO P2O3 Fe2O3 Residu Sulfat Klorida 0,5 3,5 1,5 0,1 0,2 0,2 1,6 0,4 4 Vitamin :

Biotin Cholin Asam folat Niacin Riboflavin Asam pantothenat Pyridoxine Thiamine 2 8,8 0,35 23 40 2,5 4 0,80 Sumber : Santosa dalam Puspitasari, 2008. 5. Singkong

Singkong (Manihot esculenta) merupakan tanaman pangan berupa perdu. Singkong pertama kali dikenal di Amerika Selatan, kemudian dikembangkan pada masa prasejarah di Brazil dan Paraguay. Singkong ditanam secara komersil di Indonesia pada masa pemerintahan Hindia Belanda sekitar tahun 1810, setelah sebelumnya sudah diperkenalkan oleh orang Portugis pada abad ke- 16 di Indonesia (Salim, 2012).

Singkong merupakan tanaman yang dapat hidup di dataran rendah sampai dataran tinggi dengan ketinggian 1300 mdpl, dengan suhu rata-rata 200C serta curah hujan 500-5000 mm (Hasbullah, 2000). Menurut Salim (2012), taksonomi singkong diklasifikasikan sebagai berikut:


(40)

Kingdom :Plantae

Phylum :Magnoliophyta Class :Magnoliopsida Order :Malpighiales Family :Euphorbiaceae Genus :Manihot

Species :Manihot esculenta

Kandungan gizi yang terdapat dalam singkong (per 100 g) adalah sebagai berikut:

Tabel 2.3 Kandungan Gizi Singkong Zat Gizi Kandungan Kalori

Protein Lemak Hidrat arang Kalsium Fosfor Zat Besi Vitamin B1 Vitamin C

146 kal 1,2 g 0,3 g 34,7 g 33 mg 40 mg 0,7 mg 0,06 mg 20 mg Sumber: (Salim, 2012) 6. Limbah Cair Tapioka

Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak mempunyai nilai ekonomis. Limbah cair tapioka merupakan limbah yang dihasilkan dari proses pemisahan pati dari airnya. Hasil limbah dari pengolahan tepung tapioka sebesar 75% berwujud cair (Sumiyati, 2009).


(41)

Limbah cair tapioka berwarna putih kecoklatan dengan kisaran pH 6-6,5. Kisaran pH ini dapat mengalami penurunan menjadi 4 jika terdapat aktifitas mikroorganisme yang menguraikan bahan-bahan organik tersebut menjadi asam-asam ( Prayitno, 2008). Kandungan dari limbah tersebut di antaranya padatan tersuspensi yang berupa kasar dan halus serta senyawa organik. Menurut Widayatno (2008), kehadiran limbah cair tersebut dapat menimbulkan gangguan-gangguan sebagai berikut:

a. Mengakibatkan bau yang tidak sedap b. Menimbulkan penyakit gatal-gatal

c. Menurunkan kualitas sumur di sekitar pabrik tapioka

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Naufalin (2004), limbah cair tapioka masih mengandung bahan organik, yaitu karbohidrat (68%), protein (1,57%), lemak (0,26%), serat kasar (10%).

7. Kecambah Kacang Hijau

Kacang hijau merupakan tanaman yang tumbuh di dataran rendah hingga daerah dengan ketinggian 500 meter dari permukaan laut. Buah kacang hijau berbentuk polong. Panjang polong sekitar 5-16 cm, setiap polong berisi 10-15 biji. Bijinya berbentuk bulat dengan berat sebesar 0,5-0,8 mg, mempunyai warna hijau sampai hijau mengkilap (Purwono dan Hartono, 2005).

Biji kacang hijau memerlukan lingkungan yang memenuhi syarat untuk proses perkecambahan, yaitu kandungan air kacang hijau dan kelembaban udara sekitar harus tinggi. Kadar air biji kacang hijau sekitar


(42)

5-15% sehingga diperlukan perendaman atau ditempatkan pada lingkungan yang jenuh uap air (Anggrahini, 2009). Proses perkecambahan biji kacang hijau disertai dengan mobilisasi cadangan makanan dari keping biji ke bagian lembaga. Germinasi selama 2 hari dapat menghasilkan kecambah dengan panjang mencapai 4 cm, dan dalam 3-5 hari dapat mencapai 5-7 cm jika dalam temperatur optimum sekitar 34℃. Faktor- faktor yang berpengaruh dalam perkecambahan adalah gas, air, suhu dan cahaya (Astawan, 2005).

Saat perkecambahan terjadi hidrolisis karbohidrat, protein dan lemak menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Selama perkecambahan terjadi peningkatan jumlah protein, vitamin B1 (thamin), B2(riboflavin), B3 (niasin), piridoksin, biotin, sedangkan kadar lemaknya mengalami penurunan (Astawan, 2005).

8. Uji Organoleptik

Organoleptik merupakan pengujian secara subyektif yaitu suatu pengujian penerimaan selera makanan yang didasarkan atas pengujian kegemaran dan analisa pembeda. Mutu organoleptik didasarkan pada kegiatan penguji (panelis) yang pekerjaannya mengamati dan menilai secara organoleptik. Mutu organoleptik yang diamati adalah bau atau aroma, rasa, warna dan tekstur (Winarno, 2004).

Penilaian aroma makanan berkaitan dengan kelezatan bahan makanan tersebut, dalam hal aroma kepekaan indra pembau sangat menentukan, penilaian rasa makanan yang terletak pada papilla lidah,


(43)

penilaian warna dapat dikenali oleh indera penglihatan, penilaian tekstur makanan dapat dikenali oleh indera lidah dan indera kulit, penilaian tekstur dapat digunakan untuk menguji kerenyahan makanan (Winarno, 2004). B. Hasil Penelitian yang Relevan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Irdawati dkk. (2013) dengan judul “Pengaruh Pemanfaatan Molase terhadap Jumlah Mikrobia dan Ketebalan Nata pada Teh Kombucha” menemukan bahwa konsentrasi molase 20% dan waktu fermentasi 15 hari memberikan pengaruh paling nyata terhadap ketebalan nata. Pada perlakuan tersebut ketebalan nata yang dihasilkan yaitu 4,67 mm sedangkan nata yang paling tipis dihasilkan pada perlakuan konsentrasi molase 5% dan waktu fermentasi 5 hari yaitu 1,00 mm. Berdasarkan penelitian tersebut pemanfaatan molase dengan kadar yang berbeda dan waktu fermentasi yang berbeda berpengaruh terhadap jumlah mikroba dan ketebalan nata pada teh kombucha yang dihasilkan.

Penelitian yang dilakukan oleh Tjandra (2001) dengan judul “Pengaruh Proporsi Molase dan Air Kelapa sebagai Media terhadap Sifat Fisik-Kimia dan Organoleptik Nata de Coco” menyatakan bahwa berdasarkan hasil analisis sidik ragam dan uji Duncan diperoleh bahwa perbedaan proporsi molase dan air kelapa sebagai media fermentasi memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pemanfaatan total gula media selama fermentasi, pH media setelah fermentasi, peningkatan total media setelah fermentasi, rendemen nata, kadar air nata, kadar serat kasar nata, tekstur nata, ketebalan nata, serta uji organoleptik terhadap kekenyalan dan warna nata. Dari hasil penelitian


(44)

diperoleh hasil terbaik pada perlakuan proporsi molase dengan air kelapa 18:82 (M4) dengan pemanfaatan total gula dalam media selama fermentasi 7,63%, peningkatan total asam dalam media setelah fermentasi 1,67%, rendemen nata 21,89%, ketebalan nata 0,55 em, kadar serat kasar nata 5,60%, kadar air nata 78,62%, tekstur nata 1,27 mm/g/detik, nilai organoleptik kekenyalan sebesar 6,01 (menyukai) dan organoleptik warna nata sebesar 6,54 (menyukai).

C. Kerangka Berfikir

Nata adalah makanan hasil fermentasi yang membentuk gel yang mengapung pada permukaan media yang mengandung gula dan asam yang berwarna putih, berbentuk padat dan kenyal. Nata dihasilkan oleh aktivitas bakteri A. xylinum. Proses pembuatan nata pada umumnya menggunakan air kelapa, tetapi dengan ketersediaan yang terbatas dan harga air kelapa yang lumayan tinggi sekitar Rp1.000,00/liter maka diperlukan pengganti bahan dasar dalam pembuatan nata.

Limbah cair dalam industri tepung tapioka biasanya hanya dibuang tanpa ada pemanfaatan padahal masih mengandung karbohidrat sekitar 68%. Ketersediaan yang melimpah dan nilai ekonomis yang rendah membuat limbah cair pabrik tepung tapioka mempunyai peluang digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan nata. Dalam proses pembuatan nata pada umumnya menggunakan ZA sebagai sumber nitrogen dan gula pasir sebagai sumber karbon. Penggunaan ZA kurang dapat diterima oleh masyarakat karena ZA dikenal sebagai pupuk bukan sebagai bahan dasar makanan. Berdasarkan alasan tersebut maka diperlukan sumber nitrogen alternatif


(45)

pengganti ZA. Kecambah kacang hijau mengandung protein sebesar 22% dan mengandung berbagai vitamin lain yang diperlukan dalam aktivitas bakteri A. xylinum.

Kecambah kacang hijau mempunyai kandungan protein yang tinggi dan merupakan bahan organik sehingga dapat dijadikan alternatif pengganti ZA. Penggunaan gula pasir sebagai sumber karbon membuat biaya produksi nata menjadi cukup tinggi karena harga gula pasir sekitar Rp.15000/kg terlampau mahal sehingga diperlukan alternatif bahan pengganti gula pasir yang lebih ekonomis. Molase merupakan limbah dalam pembuatan gula pasir dan masing mengandung kadar sukrosa sekitar 30%. Biaya penggunaan molase juga cukup terjangkau dengan harga hanya Rp2.000,00/kg. Kandungan sukrosa yang cukup tinggi dan biaya yang lebih ekonomis membuat molase mempunyai potensi dijadikan pengganti gula pasir sebagai sumber karbon dalam pembuatan nata. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka dapat disusun kerangka berpikir dalam bentuk bagan sebagai berikut:


(46)

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir D. Hipotesis

Hipotesa dalam penelitian ini adalah:

1. Penggunaan molase berpengaruh secara signifikan terhadap ketebalan dan rendemen nata de cassava.

2. Penggunaan molase berpengaruh terhadap karakteristik organoleptik (warna, aroma, tekstur, rasa dan kesukaan) nata de cassava.

pengolahan tepung tapioka

melimpah Nata adalah makanan fermentasi yang

dihasilkan oleh aktivitas bakteri

Acetobacter xylinum

Pembuatan nata membutuhkan sumber nitrogen dan sumber karbon

Kecambah kacang hijau sebagai sumber nitrogen

Molase sebagai sumber karbon dengan konsentrasi 10%, 15% dan 20%

Uji kualitatif nata menggunakan uji organoleptik (warna, rasa, tekstur, aroma dan kesukaan) & Uji kuantitatif nata menggunakan rendaman dan ketebalan nata


(47)

3. Konsentrasi molase yang menghasilkan nata paling tebal dan persentase rendemen paling tinggi adalah konsentrasi molase 20%.

4. Penggunaan molase menghasilkan nata de cassava yang mendapatkan tanggapan paling baik dibandingkan dengan kontrol.


(48)

30 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen murni. Penelitian ini bersifat kuantitatif dan kualitatif. Variabel yang digunakan meliputi :

1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi molase sebagai sumber karbon dalam pembuatan nata.

2. Variabel terikat

Variabel terikat dari penelitian ini adalah ketebalan nata, rendemen nata, tekstur nata, warna nata, bau nata dan kesukaan nata.

3. Variabel kontrol

Variabel kontrol dari penelitian ini adalah asal limbah tepung tapioka, lama inkubasi, sumber nitrogen menggunakan jus kecambah kacang hijau dengan konsentrasi 10%, ukuran loyang yang dipakai 32,5 x 23,5 x 4 cm, starter yang ditambahkan yaitu sebanyak 10% dari media yang digunakan.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan 1 faktorial yang terdiri dari konsentrasi molase (10%, 15%, 20%) dan 1 kontrol yaitu sumber karbon dengan gula pasir 10% (400 g). Masing-masing perlakuan dilakukan ulangan sebanyak 3 kali sehingga total ulangan dalam penelitian ini sebanyak 12 loyang.


(49)

Rincian perlakuan pada penelitian disajikan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 3.1 Perlakuan Nata de cassava

No Kelompok Uji

Sumber Karbon Molase Gula Pasir

1 Kontrol - 10%

2 Perlakuan 1 10% - 3 Perlakuan 2 15% - 4 Perlakuan 3 20% -

B. Batasan Masalah

Agar ruang lingkup penelitian tidak luas maka permasalahan dibatasi sebagai berikut:

1. Limbah cair tepung tapioka

Limbah cair tepung tapioka yang digunakan dalam penelitian berasal dari industri rumah tangga pembuatan tepung tapioka di Dusun Nangsri, Pundong, Bantul dengan bahan dasar singkong (Manihot esculenta) .

2. Starter nata

Starter nata (A. xylinum) yang digunakan berasal dari starter industri nata yang dibeli dari CV. Agrindo Suprafood.

3. Molase

Molase yang digunakan merupakan limbah dalam proses pemutihan gula pasir di PT/PG Madukismo, Bantul.


(50)

4. Kecambah

Jenis kecambah yang digunakan adalah kecambah kacang hijau (Phaseolus radiates). Kecambah digunakan yang berusia 4 hari dan sudah dibersihkan dari kulit biji.

5. Rendemen

Rendemen adalah perbandingan berat nata yang dihasilkan dengan berat media saat proses pembuatan nata.

6. Kondisi Optimal Nata a) Uji kualitatif nata

Uji kualitatif nata yaitu uji organoleptik yang dilakukan pada 20 panelis yang memiliki rentan umur 19-22 tahun untuk mencicipi dan memberikan penilaian secara tertulis menggunakan angket tentang tekstur, bau, rasa, warna dan kesukaan terhadap nata de cassava. Uji organoleptik dilakukan terhadap nata yang telah direbus 15 menit dan sebelumnya sudah melalui proses perendaman selama 3 hari tanpa penambahan gula.

b) Uji kuantitatif

Uji kuantitatif nata yaitu uji ketebalan nata de cassava dan rendemen 7. Loyang

Pada penelitian ini digunakan loyang cetakan nata yang berukuran 32,5 x 23,5 x 4 cm.


(51)

8. Lama waktu fermentasi

Lama waktu fermentasi dalam penelitian ini adalah 14 hari C. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah, timbangan, erlenmeyer 500 ml, gelas beker 500 ml, gelas ukur 100 ml, blender, jangka sorong digital kertas indikator pH, kain saring, kompor, koran bekas, loyang, , pisau, karet ban bekas, pengaduk, panci, baskom, botol sirup, besek, kain basah, sprayer.

2. Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair tepung tapioka singkong (Manihot esculenta) 15 liter, kecambah kacang hijau 2000 g, molase 5400 ml, gula pasir 400 g, starter nata 1200 ml, air 1 galon, cuka, air 1 galon.

D. Cara Kerja

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 5-19 Maret 2017 di laboratorium Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Dalam penelitian ini terdapat tahapan langkah kerja yang meliputi:

1. Pembuatan sari kecambah kacang hijau

Kacang hijau direndam dengan air bersih selama satu malam. Biji kacang hijau yang terapung selama proses perendaman dibuang karena biji tersebut berkualitas buruk. Selanjutnya dilakukan proses perkecambahan dengan meletakkan biji kacang hijau di wadah yang


(52)

berlubang seperti besek. Wadah tersebut ditutup dengan kain basah dan dilakukan penyiraman terhadap biji kacang hijau menggunakan sprayer sebanyak 4 kali selama sehari. Setelah 4 hari maka kecambah kacang hijau dapat dipanen. Pada saat panen kecambah dibersihkan kulit bijinya dengan air sampai bersih. Kecambah kacang hijau kembali dibersihkan dengan dicuci dengan air bersih dan ditiriskan. Selanjutnya kecambah kacang hijau ditimbang menjadi 1600 g. Kemudian kecambah kacang hijau diblender dengan menambahkan air dengan perbandingan 1:1 (1600 g : 1600 ml air). Setelah diblender maka hasilnya disaring dengan kain saring sebanyak 2 kali untuk memisahkan sari kecambah kacang hijau dengan ampasnya. Penyaringan pertama dengan saringan plastik dilanjutkan dengan kain saring. Air hasil penyaringan dimasukkan ke dalam baskom yang telah disediakan.

2. Pengenceran molase

Molase yang digunakan merupakan molase murni 100% hasil pemutihan gula pasir sehingga perlu dilakukan pengenceran untuk menurunkan kadar gulanya. Pengenceran dilakukan dengan perbandingan 1:3. Molase murni sebanyak 1800 ml dituangkan ke dalam baskom dengan menambahkan air sebanyak 5400 ml selanjutnya diaduk sampai tercampur antara molase dengan air.

3. Pembuatan nata

Limbah cair tepung tapioka sebanyak 15 liter disaring dengan menggunakan kain saring untuk menghilangkan kotorannya. Limbah cair


(53)

tepung tapioka yang telah disaring dimasukkan ke dalam 4 panci dengan volume 3200 ml pada setiap panci. Limbah cair tepung tapioka yang sudah dimasukkan ke dalam panci direbus hingga mendidih. Pada saat proses perebusan ditambahkan sumber karbon dan nitrogen (tabel 3.2).

Sebelum mendidih ditambahkan asam cuka ke dalam panci hingga diperoleh pH larutan antara 3 sampai 4. Pengecekan pH dilakukan dengan kertas indikator pH universal. Buih–buih yang muncul di permukaan saat proses perebusan dibuang. Setelah mendidih, selanjutnya dituang ke dalam 12 loyang dengan volume setiap loyang 1000 ml. Loyang ditutup dengan menggunakan koran dan diikat bagian pinggirnya dengan karet ban. Media didinginkan semalam sampai suhunya sekitar suhu 30℃. Selanjutnya ditambahkan starter nata sebanyak 100 ml (10%) di salah satu sudut nampan dan tidak diaduk pada setiap loyang. Media yang sudah ditambahkan starter nata selanjutnya diinkubasi selama 14 hari pada suhu ruang.

Tabel 3.2 Penambahan Sumber Karbon dan Sumber Nitrogen dalam Media Fermentasi

Perlakuan Substrat (ml) Sumber C Sumber N Molase

(ml)

Gula Pasir (g)

Sari Kecambah kacang hijau

(ml)

M1 4000 400 - 400

M2 4000 600 - 400

M3 4000 800 - 400


(54)

4. Pemanenan Nata

Setelah diinkubasi selama 14 hari, nata dipanen dengan mengeluarkannya dari tempat inkubasi dan dibersihkan lapisan lendir yang berada di atas dengan cara dikeruk menggunakan sendok. Selanjutnya dilakukan pengukuran terhadap ketebalan nata. Pengukuran ketebalan nata pada setiap loyang dilakukan pada setiap titik sebagai sampel (gambar 3.1). Nata selanjutnya direndam menggunakan air bersih selama 3 hari dengan mengganti air rendaman setiap sehari sekali. Selanjutnya nata diiris menyerupai bentuk dadu dengan ukuran sekitar 1 cm3. Irisan nata direbus selama 5 menit untuk menghentikan aktivitas bakteri A. xylinum. Nata kemudian siap untuk ddilakukan pengujian organoleptik.

Gambar 3.1 Pengambilan sampel pengukuran nata. 5. Analisis karateristik Nata de cassava

Nata yang terbentuk kemudian dilakukan uji untuk memperoleh data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif meliputi uji rasa, uji bau, warna, tekstur dan kesukaan panelis terhadap nata. Dalam pengambilan data kualitatif dipilih 20 panelis yang terdiri dari 10 panelis laki-laki dan 10 panelis perempuan yang merupakan mahasiswa Pendidikan Biologi Universitas Sanata Dharma. Pada saat mengisi kuesioner yang telah

B

C

D

E A


(55)

disediakan harus urut dari warna, tekstur, aroma, rasa, kesukaan panelis terhadap nata. Panelis diminta mengambil nata secara acak pada setiap nampan yang mewakili kelompok uji. Saat melakukan pengamatan warna diusahakan tepat di bawah sinar cahaya matahari atau cahaya ruangan yang terang. Panelis harus minum/berkumur dahulu dengan air putih sebelum dan sesudah melakukan uji organoleptik mengenai rasa.

Data kuantitatif meliputi data tentang pengukuran rendemen nata dan pengukuran ketebalan nata. Cara pengambilan data kuantitatif sebagai berikut:

a) Rendemen nata

Rendemen nata dihitung berdasarkan perbandingan antara bobot media dengan bobot nata setelah fermentasi.

b) Ketebalan nata

Ketebalan nata diukur setelah dilakukan pembersihan lendir pada permukaan nata. Pengukuran menggunakan jangka sorong digital dan dihitung nilai rerata dari setiap perlakuan.

% Rendemen = � � � � �

� � �� x 100% Sumber: (Andra, 2015)

E. Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan software SPSS 17.0 for windows dengan menggunakan analisis varians (ANNOVA). Data yang diperoleh dari kuesioner panelis dianalisis secara deskriptif.


(56)

F. Rancangan Pemanfaatan Hasil Penelitian dalam Pembelajaran

Hasil penelitian ini dapat digunakan dalam mata pelajaran Biologi kelas XII semester II pada materi Bioteknologi sub bab materi Bioteknologi Konvensional.


(57)

39 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Nata de cassava merupakan bahan pangan hasil fermentasi limbah cair industri pengolahan tepung tapioka dengan bantuan bakteri A. xylinum. Pada penelitian ini, pembuatan nata menggunakan bahan limbah cair industri pengolahan tepung tapioka dari Dusun Nangsri, Pundong, Bantul. Dalam melihat produk nata yang dihasilkan maka diperlukan data dalam bentuk kuantitatif dan kualitatif.

A. Data Kuantitatif 1. Ketebalan nata

Ketebalan nata adalah tingginya lapisan selulosa yang mampu dihasilkan oleh bakteri A. xylinum. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil rerata pengukuran terhadap ketebalan nata dari limbah cair industri pengolahan tepung tapioka sebagai berikut:

Gambar 4.1 Rerata ketebalan nata de cassava.

Keterangan : KO = Kontrol; M1 = Konsentrasi 10%; M2 = Konsentrasi 15%; M3 = Konsentrasi 20%

7,34

5,07

8,42 8,31

0 2 4 6 8 10

M1 M2 M3 KO

Ke

teba

lan

nata

(mm)


(58)

Berdasarkan gambar 4.1 tersebut diketahui terdapat perbedaan ketebalan nata antar perlakuan yang digunakan. Pada konsentrasi 10% (M1) mempunyai nilai rerata ketebalan nata sebesar 7,34 mm; konsentrasi 15% (M2) mempunyai nilai rerata ketebalan nata sebesar 5,07 mm; konsentrasi 20% (M3) mempunyai nilai rerata ketebalan nata sebesar 8,42 mm; dan pada perlakuan kontrol (KO) mempunyai nilai rerata ketebalan nata sebesar 8,31 mm.

Konsentrasi molase 10% dan 15% mempunyai nilai rerata ketebalan nata yang lebih kecil dibandingkan rerata pada perlakuan kontrol sedangkan pada konsentrasi molase terbesar yaitu 20% mempunyai nilai rerata ketebalan nata lebih besar dibandingkan kontrol. Perlakuan konsentrasi molase 20% mempunyai nilai ketebalan nata 8,42 mm, sedangkan kontrol mempunyai nilai ketebalan nata 8,31 mm. Selisih rerata nilai ketebalan nata di antara perlakuan konsentrasi molase 20% dengan perlakuan kontrol terpaut sangat tipis yaitu 0,11 mm.

Menurut Hardi et al. (2013) A. xylinum membutuhkan sukrosa sebagai sumber karbon atau penyedia energi untuk tumbuh dan berkembangbiak. Sukrosa dibutuhkan dalam konsentrasi yang tepat untuk mendukung aktivitas bakteri tersebut. Berdasarkan gambar 4.1 maka perlakuan dengan konsentrasi 20% molase menghasilkan rerata nilai ketebalan nata paling tebal. Hal ini dikarenakan molase mempunyai kandungan sukrosa sekitar 30%. Kandungan sukrosa dalam molase akan diubah menjadi glukosa dan fruktosa. Menurut Nainggolan (2009) A.


(59)

xylinum menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat mempolimerisasi zat gula (glukosa) menjadi ribuan rantai selulosa. Glukosa diubah melalui reaksi heksokinase menjadi glukosa -6-fosfat. A. xylinum dapat mensintesis sebagian gula menjadi selulosa dan sisanya diubah menjadi asam asetat yang akan menurunkan pH media. A. xylinum yang mampu tumbuh di dalam media akan dihasilkan jutaan lembar benang selulosa kokoh membentuk suatu jalinan seperti tekstil yang akhirnya tampak berwarna putih hingga transparan yang disebut nata. Berdasarkan proses tersebut nata merupakan hasil metabolit sekunder dari A. xylinum.

Proses pembentukan selulosa oleh A. xylinum menurut Mahadi et al. (2015) terdiri dari empat tahap reaksi. Tahap pertama adalah hidrolisis sukrosa yang menghasilkan fruktosa dan glukosa oleh enzim sukrase, yaitu sejenis protein yang berperan sebagai katalis. Tahap kedua adalah reaksi

pengubahan intramolekuler α-D-glukosa menjadi β-D-glukosa dengan bantuan enzim isomerase. Proses ini karena glukosa yang berperan dalam

pembentukan selulosa adalah glukosa dalam bentuk β. Tahap ketiga adalah

reaksi intermolekul glukosa melalui ikatan 1,4 B-glikosida. Tahap terakhir adalah pembentukan selulosa dengan unit ulangnya adalah selobiosa.

Penambahan sukrosa yang banyak tidak selalu berdampak positif terhadap aktivitas A. xylinum. Menurut Iskandar et al. (2010) penambahan sukrosa terlalu banyak akan mengakibatkan penurunan pH fermentasi akibat pengubahan gula menjadi asam. Penambahan sukrosa yang terlalu banyak justru akan menyebabkan terjadinya plasmolisis (dehidrasi) di


(60)

dalam sel – sel A. xylinum sehingga menurunkan pembentukan selulosa sedangkan ketersediaan sukrosa yang terlalu sedikit akan menghambat aktivitas dari bakteri A. xylinum. Hal ini berdasarkan gambar 4.1 yang terjadi pada perlakuan molase konsentrasi 10% dan 15%. Dengan ketersediaan sumber karbon yang sedikit menyebabkan pertumbuhan bakteri tidak maksimal karena karbon selain dipolimerisasi menjadi nata juga digunakan sebagai sumber energi dalam proses metabolisme bakteri A. xylinum.

Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi molase terhadap nilai ketebalan nata maka dilakukan uji Anova one way. Berdasarkan analisis data dengan menggunakan uji anova diperoleh nilai probabilitas signifikansi > 0,05 maka hipotesis diterima yang berarti terdapat perbedaan yang tidak signifikan ketebalan nata pada keempat perlakuan penambahan konsentrasi molase. Perbedaan yang tidak signifikan ini dapat dilihat pada hasil analisis uji Anova one way (lampiran 2). Perbedaan yang tidak signifikan ini diakibatkan selain konsentrasi sukrosa terdapat banyak faktor yang mempengaruhi ketebalan nata. Faktor tersebut antara lain kandungan nutrisi selain sumber karbon yaitu kemampuan A. xylinum yang berbeda dalam mensintesis selulosa, sumber nitrogen, tingkat keasaman (pH), temperatur dan udara.

2. Rendemen Nata

Rendemen nata adalah berat basah nata yang diperoleh dari berat nata hasil fermentasi dibanding volume media awal dikali 100%. Tujuan


(61)

perhitungan rendemen untuk mengetahui efisiensi penggunaan substrat fermentasi. Hasil perhitungan rerata nilai rendemen nata de cassava dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 4.2 Rerata rendemen nata de cassava.

Keterangan : KO = Kontrol; M1 = Konsentrasi 10%; M2 = Konsentrasi 15%; M3 = Konsentrasi 20%

Berdasarkan gambar 4.2 dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan hasil perhitungan rerata nilai rendemen nata de cassava. Nilai rerata rendemen nata yang terbesar dalam penelitian ini adalah pada perlakuan konsentrasi molase 20% yang menghasilkan nilai rerata rendemen nata sebesar 70%. Nilai rerata rendemen nata yang terkecil adalah pada perlakuan konsentrasi molase 10% yang menghasilkan nilai rerata rendemen nata sebesar 61,67 %. Pada Perlakuan konsentrasi molase 15% menghasilkan nilai rerata rendemen nata sebesar 48,33 %. Pada perlakuan kontrol menghasilkan nilai rendamen nata sebesar 62,33 %.

Menurut Ernawati (2012), rendemen dipengaruhi oleh berat nata dan ketebalan nata yang dihasilkan setelah fermentasi selama 14 hari. Semakin tinggi berat dan ketebalan nata maka akan berbanding lurus

61,67 48,33 70 62,33 0 10 20 30 40 50 60 70 80

M1 M2 M3 KO

R ende men nata (%)

Perlakuan


(62)

dengan rendemen yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat berdasarkan gambar 4.2 menunjukkan nilai rerata rendemen nata terbesar adalah pada perlakuan konsentrasi molase 20%. Apabila dibandingkan dengan hasil rerata ketebalan nata pada gambar 4.1 menunjukkan nilai rerata ketebalan nata terbesar juga pada perlakuan konsentrasi molase 20%. Nilai rerata rendemen nata terkecil berdasarkan tabel 4.2 pada konsentrasi molase 10%, apabila dibandingkan dengan hasil rerata ketebalan nata pada gambar 4.1 menunjukkan nilai rerata ketebalan terkecil juga pada perlakuan konsentrasi molase 10%. Hal ini menunjukkan bahwa nilai rerata rendemen nata berbanding lurus dengan rerata nilai ketebalan nata.

Pertambahan berat nata dipengaruhi oleh lembaran selulosa yang terbentuk di atas media fermentasi. Selulosa terbentuk dari aktivitas A. xylinum yang dapat mengubah sebagian sukrosa seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya menjadi substansi gel pada permukaan cairan fermentasi. Berdasarkan hal tersebut maka apabila ketersediaan sukrosa kurang mencukupi bagi aktivas metabolisme A. xylinum mengakibatkan berat nata rendah, berat nata yang rendah berpengaruh terhadap rendemen nata yang rendah. Hal ini berdasarkan tabel 4.2 terjadi pada nilai rendemen nata perlakuan molase 10% dan perlakuan molase 15%.

Rendemen selain dipengaruhi oleh ketersediaan sumber karbon juga dipengaruhi oleh variasi substrat, komposisi bahan, kondisi lingkungan, dan kemampuan bakteri A. xylinum dalam menghasilkan selulosa dan lama fermentasi. Hal ini diperkuat melalui penelitian yang


(63)

dilakukan oleh Lempang (2006), jika nata sudah terbentuk sempurna tetapi tidak segera dilakukan pemanenan maka nata akan terurai kembali atau terkontaminasi oleh jamur atau bakteri lainnya sehingga rendaman nata yang diperoleh rendah. Lama fermentasi yang digunakan dalam penelitian ini selama 14 hari sesuai dengan penelitian yang dilakukan Indah dan Siti (2013) bahwa lama fermentasi hari ke-14 mengakibatkan ketebalan dan rendemen nata paling baik. Pada hari ke-7 berdasarkan pengamatan pada beberapa nampan sudah terbentuk nata tetapi ketebalannya masih rendah sehingga tidak dilakukan pemanenan dan dilanjutkan sampai hari ke-14. Hal ini sesuai dengan Pambayun (2002), lama fermentasi optimal bagi nata adalah 7-8 hari tetapi batas toleransi pemanenan dapat diberikan sampai hari ke-14.

Berdasarkan hasil uji Anova one way (lampiran 2) diperoleh nilai probabilitas signifikansi > 0,05 maka hipotesis diterima yang berarti terdapat perbedaan yang tidak signifikan. Secara statistik tidak signifikannya hasil perhitungan Anova ini menunjukkan bahwa perlakuan molase sebagai sumber karbon alternatif tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen nata de cassava.

B. Data Kualitatif

Data kualitatif pada penelitian ini dapat diperoleh dengan melakukan uji organoleptik. Dalam penelitian ini uji organoleptik terdapat 5 aspek yang akan dilihat berdasarkan pengujian yang dilakukan langsung oleh 20 panelis.


(64)

Aspek tersebut adalah warna, tekstur, aroma, rasa dan kesukaan nata de cassava.

1. Warna

Kuesioner yang digunakan untuk melihat tanggapan panelis terhadap warna nata de cassava dapat dilihat pada lampiran 3. Berdasarkan uji organoleptik yang telah dilakukan, rerata tanggapan panelis terhadap warna nata de cassava adalah sebagai berikut:

Gambar 4.3 Rerata ketertarikan warna nata de cassava.

Keterangan : KO = Kontrol; M1 = Konsentrasi 10%; M2 = Konsentrasi 15%; M3 = Konsentrasi 20%

Pada gambar 4.3 terlihat bahwa perlakuan kontrol mempunyai nilai rerata 4,55 (menarik). Perlakuan konsentrasi molase 15% mempunyai nilai rerata 2,6 (tidak menarik). Perlakuan konsentrasi molase 20% mempunyai nilai rerata 2,4 (tidak menarik). Perlakuan konsentrasi molase 10% mempunyai nilai rerata 2,1 (tidak menarik). Hasil rerata uji organoleptik nata de cassava menunjukkan bahwa semua perlakuan yang menggunakan molase sebagai sumber karbon mendapat tanggapan panelis tidak menarik.

2,1

2,6

2,4

4,55

0 1 2 3 4 5

M1 M2 M3 KO

Ke

ter

tar

ikan W

arna

Na

ta


(65)

Warna nata de cassava yang dihasilkan pada perlakuan dengan konsentrasi molase semuanya berwarna cokelat. Hal ini disebabkan molase yang digunakan sebagai sumber karbon alternatif mempunyai warna dasar karamel cokelat pekat sehingga saat terjadi proses sintesis sukrosa membuat selulosa yang dihasilkan juga akan berwarna cokelat. Santosa et al. (1999) menyatakan di dalam molase masih mengandung sukrosa cukup tinggi yaitu 32% tetapi juga terkandung berbagai bahan non gula yang lain seperti K2O dan residu sulfat yang dapat mempengaruhi warna nata yang dihasilkan.

Pada perlakuan kontrol yang menggunakan sumber karbon gula pasir berdasarkan nilai rerata yang dihasilkan mendapat tanggapan menarik dari panelis. Nata de cassava dengan perlakuan kontrol mempunyai warna putih bersih. Warna nata putih bersih yang dihasilkan pada perlakuan kontrol disebabkan karena sukrosa yang digunakan yaitu gula pasir mempunyai warna dasar putih bersih. Hal ini seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa warna dasar sukrosa yang digunakan berpengaruh terhadap warna selulosa yang dihasilkan.

Panelis pada umumnya sudah mengetahui bahwa nata yang biasa dijumpai dipasaran berwarna putih sehingga akan mempunyai daya tarik sendiri saat melihat nata de cassava dengan warna putih dan akan sebaliknya saat melihat nata de cassava dengan warna cokelat keruh. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Saragih (2004) bahwa ciri-ciri nata bermutu baik adalah nata yang mempunyai warna putih bersih, tampak


(66)

licin dan agak mengkilap, sedangkan ciri-ciri nata yang bermutu rendah adalah mempunyai penampakan agak kusam dan berjamur.

2. Tekstur

Tekstur merupakan salah satu parameter pengujian yang bertujuan untuk mengetahui tingkat kekenyalan nata. Kuesioner beserta rentang nilai yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui tanggapan panelis terhadap tekstur nata terdapat pada lampiran 3.

Berdasarkan hasil uji organoleptik yang telah dilakukan, rerata nilai tanggapan panelis terhadap tekstur nata sebagai berikut:

Gambar 4.4 Rerata ketertarikan tekstur nata de cassava.

Keterangan : KO = Kontrol; M1 = Konsentrasi 10%; M2 = Konsentrasi 15%; M3 = Konsentrasi 20%

Berdasarkan gambar 4.4 didapatkan hasil bahwa perlakuan kontrol mendapat rerata nilai tanggapan panelis mengenai tekstur nata 3,15 (kenyal). Tiga perlakuan mempunyai nilai rerata tanggapan panelis terhadap tekstur kurang kenyal.

Tekstur suatu makanan dipengaruhi oleh komposisi di dalamnya. Singkong mengandung karbohidrat yang cukup tinggi yaitu 37%.

2,6 2,45 2,75

3,15

0 1 2 3 4 5

M1 M2 M3 KO

T

ekstur


(1)

b) Instrumen Penilaian Psikomotor

No Kriteria Penilaian Skor Penilaian 1 Kemampuan menggunakan timbangan

2 Kemampuan menggunakan kertas indikator pH

3 Kemampuan menggunakan gelas ukur

4 Kemampuan menginokulasikan starter bakteri Acetobacter xylinum.


(2)

D. Instrumen Penilaian Kognitif

Panduan Penilaian Laporan Praktikum Nama :

Kelas : No. Absen :

Aspek Penilaian Kriteria Penilaian Skor Acara Praktikum Apabila judul praktikum, waktu pelaksanaan

dan tempat pelaksanaan diisi semua dengan benar

5

Apabila hanya terdapat dua aspek yang benar 3 Apabila hanya terdapat satu aspek yang benar 1 Apabila tidak terdapat aspek-aspek yang telah ditentukan

0

Tujuan Apabila siswa menyebutkan tujuan praktikum berikut dengan lengkap:

1. Siswa mampu menjelaskan proses pembuatan nata de cassava.

2. Siswa mampu menjelaskan bioproses dalam pembuatan nata de cassava.

3. Siswa mampu menjelaskan pengaruh molase terhadap hasil uji organoleptik nata de cassava.

5

Apabila siswa hanya menyebutkan 2 tujuan dengan benar

3

Apabila siswa hanya menyebutkan 1 tujuan dengan benar


(3)

Apabila tidak terdapat aspek-aspek yang telah ditentukan

0

Dasar Teori Apabila dasar teori terdapat :

• Pengertian Bioteknologi konvensional • Cirikhas bakteri Acetobacter xylinum • Faktor-faktor yang mempengaruhi

keberhasilan nata

20

Apabila hanya terdapat dua aspek saja dengan benar

10

Apabila hanya terdapat satu aspek saja dengan benar

5

Apabila tidak terdapat aspek-aspek yang ditentukan

0

Alat dan Bahan Menyebutkan 20 alat dan bahan sesuai dengan LKS praktikum

5

Menyebutkan alat dan bahan sesuai dengan LKS tetapi hanya 15-19

4

Menyebutkan alat dan bahan sesuai dengan LKS tetapi hanya 10-14

3

Menyebutkan alat dan bahan sesuai dengan LKS tetapi dengan jumlah dibawah 10

2

Apabila tidak terdapat aspek-aspek yang telah ditentukan

0

Cara Kerja Menyebutkan cara kerja sesuai dengan LKS dan menggunakan kalimat pasif

5

Menyebutkan cara kerja sesuai dengan LKS dan menggunakan kalimat pasif

3


(4)

ditentukan Hasil

Pengamatan

Apabila mengisi data pengamatan sesuai hasil uji organoleptik yang telah dilakukan

10

Apabila mengisi data pengamatan tidak sesuai hasil uji organoleptik yang telah dilakukan

5

Apabila tidak terdapat aspek-aspek yang telah ditentukan

0

Pembahasan Apabila siswa membahas tentang : Proses pembentukan nata

Ujiorganoleptik yang telah dilakukan

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembentukan nata

30

Siswa hanya membahas 2 aspek dengan benar 20 Siswa hanya membahas 1 aspek dengan benar 10 Pembahasan diluar aspek yang ditentukan 5 Siswa tidak mengisi pembahasan sama sekali 0 Kesimpulan Siswa membuat kesimpulan sesuai tujuan

praktikum dan hasil praktikum

10

Siswa membuat kesimpulan tidak sesuai tujuan praktikum tetapi sesuai hasil praktikum

7

Siswa membuat kesimpulan tidak sesuai dengan tujuan praktikum dan sesuai hasil praktikum

3

Tidak membuat kesimpulan 0 Daftar Pustaka Mencantumkan daftar pustaka sesuai landasan

teori yang digunakan minimal 3

5

Mencantumkan daftar pustaka sesuai landasan teori yang digunakan kurang dari 3


(5)

Mencantumkan daftar pustaka tidak sesuai landasan teori yang digunakan.

1

Tidak mencantumkan daftar pustaka 0 Lampiran Memuat foto-foto selama praktikum minimal 3

disertai keterangan

5

Memuat foto-foto selama praktikum minimal 3 tidak disertai keterangan

3

Memuat foto-foto selama praktikum kurang dari 3

1

Tidak mencantumkan foto 0 SKOR MAKSIMAL= 100


(6)

E. Post Test

No Pertanyaan dan Jawaban Skor Penilaian 1 Apakah perbedaan bioteknologi modern dengan

bioteknologi konvensional ?

Jawaban :Bioteknologi konvensional merupakan bioteknologi yang dikembangkan secara turun temurun oleh masyarakat dengan belum menggunakan teknologi yang rumit sedangkan bioteknologi modern merupakan bioteknologi yang sudah menggunakan teknologi rekayasa genetika dan membutuhkan biaya lumayan besar,

40

2 Bagaiman proses pembentukan nata ?

Jawaban :Bakteri Acetobacter xylinum

mempolimerisasi/mengubah sukrosa menjadi serat-serat selulosa yang terus menebal selama proses fermentasi

20

3 Mikroorganisme apakah yang berperan dalam pembentukan nata ?

Jawaban :Acetobacter xylinum

10

4 Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembentukan nata ?

Jawaban : sumber karbon, sumber nitrogen, udara, suhu, lama fermentasi, starter Acetobacter xylinum

30