Hubungan antara Sepsis Akibat Acinetobacter baumannii dan Mortalitas pada Pasien Anak dengan Penyakit Kritis di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) RSUP Haji Adam Malik Medan, 2011-201

(1)

HUBUNGAN ANTARA SEPSIS AKIBAT ACINETOBACTER BAUMANNII DAN MORTALITAS PADA PASIEN ANAK DENGAN PENYAKIT

KRITIS DI PEDIATRIC INTENSIVE CARE UNIT (PICU) RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN, 2011 – 2013

Oleh :

RIMA NOVIA SARDINI 110100206

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(2)

HUBUNGAN ANTARA SEPSIS AKIBAT ACINETOBACTER BAUMANNII DAN MORTALITAS PADA PASIEN ANAK DENGAN PENYAKIT

KRITIS DI PEDIATRIC INTENSIVE CARE UNIT (PICU) RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN, 2011 – 2013

KARYA TULIS ILMIAH INI DIAJUKAN SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH KELULUSAN SARJANA KEDOKTERAN

Oleh :

RIMA NOVIA SARDINI 110100206

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

i

LEMBAR PENGESAHAN

Hubungan antara Sepsis Akibat Acinetobacter baumannii dan Mortalitas pada Pasien Anak dengan Penyakit Kritis di Pediatric Intensive Care Unit

(PICU) RSUP Haji Adam Malik Medan, 2011-2013 Nama : Rima Novia Sardini

NIM : 110100206

Pembimbing Penguji I

dr. Putri Amelia, M.Ked (Ped), Sp.A

NIP 198408102008122003 dr. Tetty Aman Nasution, M.Med.Sc NIP 197001091997022001

Penguji II

Dr. dr. T. Siti Hajar Haryuna, Sp. THT-KL NIP 197906202002122003

Medan, 12 Januari 2015 Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH NIP 195402201980111001


(4)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah, shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpah atas Rasulullah, para keluarga, dan para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Kembali, puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT karena dengan berkat dan rahmat-Nya karya tulis ilmiah yang berjudul “Hubungan antara Sepsis Akibat Acinetobacter baumannii dan Mortalitas pada Pasien Anak dengan Penyakit Kritis di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) RSUP Haji Adam Malik Medan, 2011 – 2013 ” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Dalam kesempatan ini, perkenankan saya dengan penuh rasa hormat mengucapkan banyak terima kasih atas segala bimbingan, petunjuk dan diskusi dari berbagai pihak yang telah diberikan dan masih sangat diperlukan. Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya saya sampaikan kepada yang terhormat:

1. dr. Putri Amelia, M.Ked(Ped), Sp.A selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam membimbing, mendukung, dan memberikan masukan kepada penulis selama pembuatan karya tulis ilmiah

2. Huripno, SKM, M.Si dan Dra. Tatik Rochmawati selaku kedua orangtua yang selalu mendampingi memberikan motivasi dan tak pernah lupa menyebutkan nama penulis dalam setiap doa agar segala urusan selalu dipermudah oleh-Nya.

3. Rizka Adianti Hutami, Rahmad Abadi Hutama dan seluruh keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan dan semangat serta doa sehingga penulis dapat menjalani pendidikan dan menyelesaikan karya tulis ilmiah ini dengan baik


(5)

4. Semua pihak yang baik secara langsung maupun tidak langsung telah berjasa selama penulisan peneltian karya tulis ilmiah ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu

Menyadari masih banyaknya kekurangan dalam penyusunan karya tulis ini, maka dengan hati ikhlas saya akan menerima segala saran serta kritik yang bersifat membangun, demi perbaikan karya tulis ilmiah ini. Besar harapan saya agar karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan kelak.

Medan, Desember 2014,


(6)

ABSTRAK

Acinetobacter sp. merupakan salah satu bakteri patogen utama yang mewabah di seluruh dunia. Infeksi Acinetobacter baumannii sering terlibat dalam berbagai infeksi nosokomial pada saluran kemih, infeksi luka operasi, infeksi pembuluh darah, ventilator-associated pneumonia (VAP) dan meningitis khususnya pasien dengan sistem imun rendah yang berada di intensive care unit (ICU). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan banyaknya penyakit primer, lama rawatan, derajat sepsis, dan riwayat penggunaan vetilator sebagai faktor risiko dan mengetahui pengaruhnya terhadap mortalitas.

Desain penelitian ini adalah observasional analitik dengan pengambilan data secara cross sectional. Sebanyak 64 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi dilakukan pengambilan data dari catatan medik. Selama periode 2011-2013 didapatkan 32 pasien (50%) sepsis oleh Acinetobacter baumannii dan 32 pasien (50%) sepsis oleh selain Acinetobacter baumannii. Analisis antar faktor menunjukkan bahwa banyaknya penyakit primer (p=0,376), lama rawatan (p=0,000), derajat sepsis (p=0,157) dan riwayat ventilator (p=0,756). Analisis multivariat menunjukkan bahwa lama rawatan merupakan faktor risiko independen infeksi Acinetobacter baumanni (p=0,000). Analisis antara infeksi sepsi akibat Acinetobacter baumannii dan sepsis akibat selain Acinetobacter baumannii terhadap mortalitas (p=0,183).

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, lama rawatan merupakan faktor risiko independen infeksi Acinetobacter baumannii. Infeksi Acinetobacter baumanni tidak berpengaruh terhadap mortalitas.


(7)

ABSTRACT

Acinetobacter sp. is one of the major pathogenic bacteria which are endemic throughout the world. Acinetobacter baumannii’s infections are often involved in a variety of nosocomial infections in the urinary tract, surgical wound infection, infection of the blood vessels, ventilator-associated pneumonia (VAP) and meningitis in particular patients with a low immune system that are in the intensive care unit (ICU). This study aimed to determine the relationship of the number of primary disease, long treatment, the degree of sepsis, and the history of the use of ventilator as risk factors and determine the effect on mortality.

The study design was observational analytic with cross sectional data retrieval. A total of 64 patients met the inclusion and exclusion criteria performed retrieval of data from medical records. During the period 2011-2013 found 32 patients (50%) of sepsis by Acinetobacter baumannii and 32 patients (50%) of sepsis by other than Acinetobacter baumannii. Between factor analysis showed that the number of primary disease (p = 0.376), lenght of stay (p = 0.000), the degree of sepsis (p= 0.157) and a history of using ventilator (p = 0.756). Multivariate analysis showed that the lenght of stay is an independent risk factor baumanni Acinetobacter infection (p= 0.000). Analysis of perception due to Acinetobacter baumannii infections and sepsis due to Acinetobacter baumannii in addition to mortality (p = 0.183).

From the study can be concluded that length of stay is an independent risk factor Acinetobacter baumannii infection. Acinetobacter infections baumanni no effect on mortality.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan ... i

Kata Pengantar ... ii

Abstrak ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... x

Daftar Singkatan ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Sepsis ... 6

2.1.1 Definisi ... 6

2.1.2 Etiologi dan Faktor Risiko ... 7

2.1.3 Patofisiologi ... 7

2.1.4 Diagnosis ... 11

2.1.5 Prognosis ... 12

2.2 Acinetobacter sp. ... 13

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Kematian pada Penderita sepsis ... 13

2.3.1 Faktor Demografi ... 13

a. Usia ... 13

b. Jenis Kelamin ... 13

c. Alamat ... 13


(9)

a. banyaknya Penyakit Primer ... 14

b. Lama Perawatan ... 14

c. Tindakan Medik (Penggunaan Ventilator) ... 14

d. Derajat Sepsis ... 15

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 16

3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 16

3.2 Variabel dan Definisi Operasional ... 16

3.2.1 Variabel ... 16

3.2.2 Definisi Operasional... 17

3.3 Hipotesis ... 17

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 18

4.1 Rancangan Penelitian ... 18

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 18

4.2.1 Lokasi Penelitian ... 18

4.2.2 Waktu Penelitian ... 18

4.3 Populasi dan Sampel ... 18

4.3.1 Populasi ... 18

4.3.2 Sampel ... 19

4.4 Metode Pengumpulan Data ... 20

4.5 Metode Analisis Data ... 20

4.5.1 Pengolahan Data ... 20

4.5.2 Analisis Data ... 21

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

5.1 Hasil Penelitian ... 23

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 23

5.1.2 Karakteristik Sampel ... 23

a. Karakteristik Demografi Sampel ... 23

b. Karakteristik Sampel berdasarkan Faktor yang Diukur ...24

c. Kasus Kematian Penderita Sepsis ... 26


(10)

5.3 Pembahasan ... 29

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 32

6.1 Kesimpulan ... 32

6.2 Saran ... 32

DAFTAR PUSTAKA ... 34 LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1. Nilai tanda vital dan variabel laboratorium untuk

diagnosis SIRS ... 12

Tabel 3.1. Variabel Bebas ... 16

Tabel 3.2 Variabel Tergantung ... 16

Tabel 3.3 Definisi Operasional ... 17

Tabel 5.1 Karakteristik demografi sampel ... 24

Tabel 5.2 Distribusi Karakteristik sampel berdasarkan faktor yang diukur ... 25

Tabel 5.3 Distribusi kasus kematian penderita sepsis ... 26

Tabel 5.4 Analisis faktor yang mempengaruhi kejadian sepsis oleh karena Acinetobacter baumannii ... 27

Tabel 5.5 Analisis antara infeksi sepsis oleh karena Acinetobacter baumannii dan selain Acinetobacter baumannii dengan mortalitas ... 28

Tabel 5.6 Analisis multivariat pasien sepsis akibat Acinetobacter baumannii ... 28


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 2.1. Patogenesis Sepsis ... 8

Gambar 2.2. Aktivasi Komplemen dan Sitokin pada Sepsis ... 9

Gambar 2.3. Sepsis menyebabkan suatu kematian organ ... 10

Gambar 2.4. Sepsis menyebabkan gangguan koagulasi... 11


(13)

DAFTAR SINGKATAN

ACCP : American Collage of Chest Physicians APC : Antigen Presenting Cell

ARDS : Acure Respiratory Distress Syndrome

CSF : Cerebro Spinal Fluid

ICAM-1 : Intercellular adhesion molecule-1

ICU : Intensive Care Unit

IL : Interleukin

Kepres : Keputusan Presiden LPS : Lipopolisakarida

LPSab : Lipopolisakarida antibodi

M-CSF : Macrophage Colony Stimulating Factor MHC : Major Histocompatibility Complex MOD : Multiple Organ Dysfunction

MODS : Multiple Organ Dysfunction Syndrome MOF : Multiple Organ Failure

PICU : Pediatric Intensive Care Unit RI : Republik Indonesia

ROS : Reactive Oxigen Spesific RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat SCCM : Society of Crit Care Medicine

SIRS : Systemic Inflammatory Response Syndrome SPSS : Statistical Program for Social Sciences VAP : Ventilator Associated Pneumonia WHO : World Health Organization


(14)

(15)

ABSTRAK

Acinetobacter sp. merupakan salah satu bakteri patogen utama yang mewabah di seluruh dunia. Infeksi Acinetobacter baumannii sering terlibat dalam berbagai infeksi nosokomial pada saluran kemih, infeksi luka operasi, infeksi pembuluh darah, ventilator-associated pneumonia (VAP) dan meningitis khususnya pasien dengan sistem imun rendah yang berada di intensive care unit (ICU). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan banyaknya penyakit primer, lama rawatan, derajat sepsis, dan riwayat penggunaan vetilator sebagai faktor risiko dan mengetahui pengaruhnya terhadap mortalitas.

Desain penelitian ini adalah observasional analitik dengan pengambilan data secara cross sectional. Sebanyak 64 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi dilakukan pengambilan data dari catatan medik. Selama periode 2011-2013 didapatkan 32 pasien (50%) sepsis oleh Acinetobacter baumannii dan 32 pasien (50%) sepsis oleh selain Acinetobacter baumannii. Analisis antar faktor menunjukkan bahwa banyaknya penyakit primer (p=0,376), lama rawatan (p=0,000), derajat sepsis (p=0,157) dan riwayat ventilator (p=0,756). Analisis multivariat menunjukkan bahwa lama rawatan merupakan faktor risiko independen infeksi Acinetobacter baumanni (p=0,000). Analisis antara infeksi sepsi akibat Acinetobacter baumannii dan sepsis akibat selain Acinetobacter baumannii terhadap mortalitas (p=0,183).

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, lama rawatan merupakan faktor risiko independen infeksi Acinetobacter baumannii. Infeksi Acinetobacter baumanni tidak berpengaruh terhadap mortalitas.


(16)

Universitas Sumatera Utara ABSTRACT

Acinetobacter sp. is one of the major pathogenic bacteria which are endemic throughout the world. Acinetobacter baumannii’s infections are often involved in a variety of nosocomial infections in the urinary tract, surgical wound infection, infection of the blood vessels, ventilator-associated pneumonia (VAP) and meningitis in particular patients with a low immune system that are in the intensive care unit (ICU). This study aimed to determine the relationship of the number of primary disease, long treatment, the degree of sepsis, and the history of the use of ventilator as risk factors and determine the effect on mortality.

The study design was observational analytic with cross sectional data retrieval. A total of 64 patients met the inclusion and exclusion criteria performed retrieval of data from medical records. During the period 2011-2013 found 32 patients (50%) of sepsis by Acinetobacter baumannii and 32 patients (50%) of sepsis by other than Acinetobacter baumannii. Between factor analysis showed that the number of primary disease (p = 0.376), lenght of stay (p = 0.000), the degree of sepsis (p= 0.157) and a history of using ventilator (p = 0.756). Multivariate analysis showed that the lenght of stay is an independent risk factor baumanni Acinetobacter infection (p= 0.000). Analysis of perception due to Acinetobacter baumannii infections and sepsis due to Acinetobacter baumannii in addition to mortality (p = 0.183).

From the study can be concluded that length of stay is an independent risk factor Acinetobacter baumannii infection. Acinetobacter infections baumanni no effect on mortality.


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pembangunan di bidang kesehatan merupakan upaya dari pembangunan nasional untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat. Pembangunan kesehatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kelangsungan hidup bagi masyarakat di Indonesia. Anak menjadi fokus utama dalam setiap program kesehatan. Hal ini dikarenakan dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya, setiap saat mereka dapat menghadapi berbagai ancaman bagi kelangsungan hidupnya akibat masalah kesehatan, seperti kesakitan dan kematian (Surkesnas, 2003). Padahal, dengan anak yang sehat, maka kualitas SDM (sumber daya manusia) dapat lebih berkualitas (Keputusan Presiden RI No.17 Tahun 1994).

Menurut laporan World Health Organization (WHO) (1996), empat penyakit penyebab kematian anak adalah severe pneumonia (1,9 juta kematian per tahun), severe diarrhea (1,6 juta kematian per tahun), severe malaria (1,1 juta kematian per tahun), dan severe measles (550.000 kematian per tahun). Dan diketahui bahwa antibiotik mampu memperbaiki prognosis anak pada ke empat penyakit tersebut. Namun, hal ini sangat mempengaruhi keadaan perjalanan penyakit sekunder yang diakibatkan oleh infeksi bakteri atau dengan kata lain sepsis.

Menurut Vosylius, Sipylaite, dan Ivaskesvicius (2004), sepsis merupakan penyebab kematian terbesar di Pediatric Intensive Care Unit (PICU) baik di negara industri maupun negara berkembang. Systemic Inflamatory Response Syndrome (SIRS) dan sepsis merupakan penyebab kematian pada 82% dari pasien yang dirawat di PICU (Proulx et al., 1996). Di Amerika Serikat, ada 42.000 kasus severe sepsis dijumpai pada anak usia kurang dari 19 tahun dan terdapat 4.400 kematian pada kasus tersebut (Watson, Carcillo, dan Linde-Zwirble, 2003). American College of Chest Physicians/Society of Critical Care Medicine (ACCP/SCCM) melaporkan bahwa kejadian sepsis berat mencapai 56% dari 1000


(18)

anak sakit berat di Amerika Serikat pada tahun 2005 dengan angka kematian 10,3%. Kemudian Saez dan McCracken (1995) melakukan penelitian secara retrospektif dengan kasus 815 anak yang didiagnosis sepsis, ditemukan 171 (21%) sepsis, 497 severe sepsis (61%), dan 147 septic shock (18%).

Di Indonesia, kematian yang disebabkan oleh sepsis masih sangat tinggi, yaitu 50–70% dan bila berlanjut menjadi septic shock dan multiple organ dysfunction, prevalensi kematian menjadi 80% (Latief, 2003). Tingginya tingkat kematian bayi – anak di Indonesia merupakan masalah kesehatan masyarakat dan juga masalah social. Berdasarkan hasil survei kesehatan anak pada tahun 2009, terdapat 502 pasien anak yang dirawat di PICU Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), dan 19,3% di antaranya mengalami sepsis dengan mortalitas sebesar 54% (Yulianti, 2013). Selanjutnya, Arifin (2011) melakukan studi kohort retrospektif, dari 85 pasien anak yang diteliti di ruang rawat intensif RSUD Dr. Moewardi pada tahun 2010, 43 atau 50,6% anak berakhir dengan kematian.

Acinetobacter sp adalah basil gram negatif aerob pleomorfik(mirip dengan tampilan Haemophilus influenzae pada pewarnaan Gram) umumnya terisolasi dari lingkungan rumah sakit dan pasien yang dirawat di rumah sakit (Watson dan Joseph, 2005).

Acinetobacter sp. merupakan salah satu bakteri patogen utama yang mewabah di seluruh dunia (Watson dan Joseph 2005). Ia merupakan jenis bakteri kedua paling sering terisolasi non-fermenting pada manusia. Organisme ini biasanya komensal, tetapi mereka muncul sebagai patogen oportunistik yang menyebabkan berbagai infeksi serius pada manusia, terutama pasien dengan kekebalan rendah. Infeksi Acinetobacter baumannii sering terlibat dalam berbagai infeksi nosokomial pada saluran kemih, infeksi luka operasi, infeksi pembuluh darah, ventilator-associated pneumonia (VAP) dan meningitis khususnya pasien dengan sistem imun rendah yang berada di intensive care unit (ICU). Dan sekarang ini menjadi perhatian utama karena kemampuannya yang dapat berkembang dengan cepat ke arah multi drug resistance (Munoz dan Weinstein, 2008).


(19)

Penelitian di Indonesia didapatkan Acinetobacter sp. sebagai salah satu bakteri gram negatif yang paling sering menginfeksi yaitu sebesar 25,8%. (Nugroho, 2012).

Faktor-faktor risiko terjadinya infeksi oleh Acinetobacter sp. perlu diketahui utuk mencegah terjadinya kematian pada pasien. Beberapa penelitian tentang angka kejadian infeksi oleh Acinetobacter baumannii sudah banyak dilakukan di luar negeri sedangkan di Indonesia penelitian tentang infeksi Acinetobacter baumannii jarang dikaji. Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka penulis merasakan perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara sepsis akibat Acinetobacter baumannii dan mortalitas pada pasien anak dengan penyakit kritis di PICU RSUP H. Adam Malik Medan, 2011 – 2013.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan rumusan masalah berupa bagaimana hubungan antara sepsis akibat Acinetobacter baumannii dan mortalitas pada pasien anak dengan penyakit kritis di PICU RSUP H. Adam Malik Medan, 2011 – 2013?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Menganalisis hubungan antara sepsis akibat Acinetobacter baumannii dan mortalitas pada pasien anak dengan penyakit kritis di PICU RSUP H. Adam Malik Medan, 2011 – 2013.

1.3.2. Tujuan Khusus

Adapun yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini antara lain:

1. Menganalisis hubungan penyakit primer terhadap mortalitas penderita sepsis akibat infeksi Acinetobacter sp. yang dirawat di PICU RSUP H. Adam Malik Medan, 2011 – 2013.

2. Menganalisis hubungan penyakit primer terhadap mortalitas penderita sepsis akibat selain infeksi Acinetobacter sp. yang dirawat di PICU RSUP H. Adam Malik Medan, 2011 – 2013.


(20)

3. Menganalisis hubungan lama perawatan terhadap kematian penderita sepsis akibat infeksi Acinetobacter sp. yang dirawat di PICU RSUP H. Adam Malik Medan, 2011 – 2013.

4. Menganalisis hubungan lama perawatan terhadap mortalitas penderita sepsis akibat selain infeksi Acinetobacter sp. yang dirawat di PICU RSUP H. Adam Malik Medan, 2011 – 2013.

5. Menganalisis hubungan tingkat derajat sepsis sebelumnya terhadap kematian pada penderita sepsis akibat infeksi Acinetobacter sp. yang dirawat di PICU RSUP H. Adam Malik Medan, 2011 – 2013.

6. Menganalisis hubungan tingkat derajat sepsis sebelumnya terhadap kematian pada penderita sepsis akibat selain infeksi Acinetobacter sp. yang dirawat di PICU RSUP H. Adam Malik Medan, 2011 – 2013.

7. Menganalisis hubungan penggunaan ventilator terhadap kematian penderita pada sepsis akibat infeksi Acinetobacter sp. yang dirawat di PICU RSUP H. Adam Malik Medan, 2011 – 2013.

8. Menganalisis hubungan penguunaan ventilator terhadap kematian penderita pada sepsis selain akibat infeksi Acinetobacter sp. yang dirawat di PICU RSUP H. Adam Malik Medan, 2011 – 2013.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk : 1.4.1 Manfaat bagi peneliti

1. Menambah keterampilan peneliti dalam melaksanakan sebuah penelitian. 2. Sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan peneliti

mengenai sepsis anak.

3. Mengaplikasikan ilmu yang didapat selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara


(21)

1.4.2 Manfaat bagi RSUP H. Adam Malik Medan

1. Memberikan gambaran hubungan antara sepsis akibat Acinetobacter baumannii dan mortalitas pada pasien anak dengan penyakit kritis di PICU RSUP H. Adam Malik Medan, 2011 – 2013.

2. Sebagai bahan masukan bagi pihak RSUP H. Adam Malik Medan dalam upaya perencanaan pencegahan sepsis anak dengan pengenalan secara dini faktor risiko.

3. Penelitian ini diharapkan menjadi data dasar pada program rumah sakit dalam mengurangi jumlah angka kematian akibat kejadian sepsis anak di wilayah kerja di RSUP H. Adam Malik Medan.

4. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pertimbangan program kesehatan anak yang dilaksanakan oleh RSUP H. Adam Malik Medan. 1.4.3 Manfaat bagi masyarakat

1. Memberikan gambaran hubungan antara sepsis akibat Acinetobacter baumannii dan mortalitas pada pasien anak dengan penyakit kritis di PICU RSUP H. Adam Malik Medan kepada masyarakat.

2. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kematian penderita sepsis anak.

3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang ingin melakukan atau melanjutkan penelitian tentang sepsis anak.


(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sepsis

2.1.1. Definisi

Sepsis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi sebagai manifestasi proses inflamasi imunologi karena adanya respon tubuh yang berlebihan terhadap rangsangan produk mikroorganisme (Guntur, 2007). Sepsis merupakan puncak dari interaksi yang kompleks antara mikroorganisme penyebab infeksi, imun tubuh, inflamasi, dan respon koagulasi (Hotchkiss et.al., 1999).

Untuk mencegah timbulnya kerancuan, disepakati standarisasi terminologi. Pada bulan Agustus 1991, telah dicapai konsensus oleh ACCP/SCCM yang menghasilkanbeberapa pengertian di bawah ini , antara lain:

1. Infeksi, respon inflamasi akibat adanya mikroorganisme pada jaringan yang seharusnya steril.

2. Bakteriemia, adanya bakteri hidup dalam darah.

3. Systemic Inflammatory Response Syndrome (sindroma reaksi inflamasi sistemik = SIRS), merupakan reaksi inflamasi masif sebagai akibat dilepasnya berbagai mediator secara sistemik yang dapat berkembang menjadi disfungsi organ atau MultipleOrgan Dysfunction (MOD).

4. Sepsis, yaitu keadaan SIRS yang disertai dengan positif infeksi.

5. Severe sepsis (sepsis berat), sepsis disertai disfungsi organ, yaitu kelainan hipotensi (tekanan sistolik <90mmHg atau terjadi penurunan >40mmHg dari keadaan sebelumnya tanpa disertai penyebab dari penurunan tekanan darah yang lain). Hipoperfusi atau kelainan perfusi ini meliputi timbulnya asidosis laktat, oligouria atau perubahan akut status mental.

6. Syok septik, sepsis dengan hipotensi walaupun sudah dilakukan resusitasi cairan yang adekuat tetapi masih didapatkan gangguan perfusi jaringan.


(23)

2.1.2. Etiologi dan Faktor Risiko

Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram negatif. Dengan persentase 60-70% kasus menghasilkan berbagai produk yang dapat menstimulasi sel imun sehingga terpacu untuk melepaskan mediator inflamasi. Sepsis sampai syok septik secara klasik telah diakui penyebabnya adalah bakteri gram negatif, tetapi mungkin juga disebabkan oleh mikroorganisme lain, gram positif, jamur, virus bahkan parasit.

Timbulnya syok septik dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) sangat

dipengaruhi oleh bakteriemia gram negatif. Syok terjadi pada 20%-35% penderita bakteriemia gram negatif (John, 1994).

2.1.3. Patofisiologi

Ketika jaringan terinfeksi, terjadi stimulasi pelepasan mediator-mediator inflamasi termasuk di antaranya sitokin. Sitokin terbagi menjadi sitokin pro-inflamasi dan sitokin anti-inflamasi. Sitokin yang termasuk pro-inflamasi seperti TNF, IL-1, dan interferon γ, bekerja membantu sel untuk menghancurkan mikroorganisme yang menyebabkan infeksi. Sedangkan sitokin anti-inflamasi yaitu IL-1-reseptor antagonis (IL-1ra), IL-4, dan IL-10, bertugas untuk memodulasi, mengoordinasi atau merepresi terhadap respon yang berlebihan. Keseimbangan dari kedua respon ini bertujuan untuk melindungi dan memperbaiki jaringan yang rusak dalam proses penyembuhan (Chamberlain, 2004).

Namun ketika keseimbangan tersebut hilang, maka respon pro-inflamasi akan meluas menjadi respon sistemik. Respon sistemik ini meliputi kerusakan endotelial, disfungsi mikrovaskuler, dan kerusakan jaringan akibat gangguan oksigenasi, serta kerusakan organ akibat gangguan sirkulasi. Sedangkan, konsekuensi dari kelebihan respon anti-inflamasi adalah alergi dan immunosupresi. Kedua proses ini dapat mengganggu satu sama lain sehingga menciptakan kondisi ketidakharmonisan imunologi yang merusak (Chamberlain, 2004).


(24)

Gambar 2.1. Patogenesis Sepsis (Chamberlain, 2004)

Skema patogenesis sepsis secara umum dapat dilihat di gambar atas (gambar 2.1). Penyebab tersering sepsis adalah bakteri, terutama gram negatif. Ketika bakteri gram negatif menginfeksi suatu jaringan, dia akan mengeluarkan endotoksin dengan lipopolisakarida (LPS) yang secara langsung dapat mengikat antibodi dalam serum darah penderita sehingga membentuk lipopolisakarida antibodi (LPSab). LPSab yang beredar di dalam darah akan bereaksi dengan perantara reseptor CD14+ dan akan bereaksi dengan makrofag dan mengekspresikan imunomodulator (Chamberlain, 2004).

Jika penyebabnya adalah bakteri gram positif, virus, atau parasit, mereka dapat berperan sebagai superantigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag yang berperan sebagai antigen processing cell yang kemudian ditampilkan sebagai Antigen Presenting Cell (APC). Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Major Histocompatibility Complex (MHC). Antigen yang bermuatan MHC akan berikatan dengan CD4+ (Limfosit Th1 dan Limfosit Th2) dengan perantara T-cell Reseptor (Chamberlain, 2004).


(25)

sistem komplemen dan sitokin (gambar 2.2). Limfosit T akan mengeluarkan substansi dari Th1 dan Th2. Th1 yang berfungsi sebagai immodulator akan mengeluarkan IFN-γ, IL2, dan M-CSF (Macrophage Colony Stimulating Factor), sedangkan Th2 akan mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6, IL-10, IFN-g, IFN 1β, dan TNF α yang merupakan sitokin pro-inflamantori. IL-1β yang merupakan sebagai imunoregulator utama juga memiliki efek pada sel endotelial termasuk di dalamnya terjadi pembentukkan prostaglandin E2 (PG-E2) dan merangsang ekspresi intercellular adhesionmolecule-1 (ICAM-1) yang menyebabkan neutrofil tersensitisasi oleh Granulocyte Monocyte-Colony Stimulating Factor (GM-CSF) mudah mengadakan adhesi. Neutrofil yang beradhesi akan mengeluarkan lisosim yang menyebabkan dinding endotel lisis sehingga endotel akan terbuka dan menyebabkan kebocoran kapiler. Neutrofil juga membawa superoksidan yang termasuk ke dalam radikal bebas (nitrat oksida) sehingga memengaruhi oksigenisasi pada mitokondria sehingga endotel menjadi nekrosis dan terjadilah kerusakan endotel pembuluh darah. Adanya kerusakan endotel pembuluh darah menyebabkan gangguan vaskuler dan hipoperfusi jaringan sehingga terjadi kerusakan organ multipel (Chamberlain, 2004).

Gambar 2.2. Aktivasi Komplemen dan Sitokin pada Sepsis (Chamberlain, 2004) Hipoksia sendiri merangsang sel epitel untuk melepaskan TNF-α, IL-8, dan IL-6 yang dapat menimbulkan respon fase akut dan peningkatan permeabilitas epitel. Setelah terjadi reperfusi pada jaringan iskemik, terbentuklah Reactive Oxygen Specific (ROS) sebagai hasil metabolisme xantin dan hipoxantin oleh xantin oksidase, dan hasil metabolisme asam amino yang turut menyebabkan


(26)

kerusakan jaringan. ROS penting bagi kesehatan dan fungsi tubuh yang normal dalam memerangi peradangan, membunuh bakteri, dan mengendalikan tonus otot polos pembuluh darah. Namun, bila dihasilkan melebihi batas kemampuan proteksi antioksidan seluler, maka dia akan menyerang isi sel itu sendiri sehingga menambah kerusakan jaringan (gambar 2.3) dan bisa menjadi disfungsi organ multipel yang meliputi disfungsi neurologi, kardiovaskuler, respirasi, hati, ginjal dan hematologi (Chamberlain, 2004).

Gambar 2.3. Sepsis menyebabkan suatu kematian organ (LaRosa dan Steven, 2010) Sepsis akan mengaktifkan tissue factor yang memproduksi trombin yang merupakan suatu substansi proinflamasi. Trombin akhirnya menghasilkan suatu gumpalan fibrin di dalam mikrovaskular. Sepsis selain mengaktifkan tissue factor, juga mengganggu proses fibrinolisis melalui pengaktivan IL-1 dan TNF-α dan memproduksi suatu plasminogen activator inhibitor-1 yang kuat menghambat fibrinolisis. Sitokin pro-inflamasi juga mengaktifkan Activated Protein Cell (APC) dan antitrombin. Protein C sebenarnya bersirkulasi sebagai zimogen yang inaktif tetapi karena adanya trombin dan trombomodulin, dia berubah menjadi enzyme-activated protein C . Sedangkan APC dan kofaktor protein S mematikan produksi trombin dengan menghancurkan kaskade faktor Va dan VIIIa sehingga tidak terjadi suatu koagulasi. APC juga menghambat kerja plasminogen activator inhibitor-1 yang menghambat pembentukan plasminogen menjadi plasmin yang


(27)

sangat penting dalam mengubah fibrinogen menjadi fibrin (Vervloet, Thijs, dan Hack, 1998)

Gambar 2.4. Sepsis menyebabkan gangguan koagulasi (LaRosa dan Steven, 2010) Semua proses ini menyebabkan kelainan faktor koagulasi (gambar 2.4) yang bermanisfestasi perdarahan yang dikenal dengan koagulasi intravaskular diseminata yang merupakan salah satu kegawatan dari sepsis yang mengancam jiwa (LaRosa dan Steven, 2010).

2.1.4. Diagnosis

Menurut Griffiths dan Iain (2009), berdasarkan tanda klinis seperti yang telah disebutkan di atas, maka untuk menyatakan seseorang mengalami sepsis adalah bila ditemukan adanya positif infeksi dan terdapat dua atau lebih gejala umum sebagai berikut:

1. Hipertermia > 38°C atau hipotermia < 36°C; 2. Takikardia > 90 kali/menit;

3. Takipnea > 20 kali/menit atau PaCO2< 4,3 kPa;

4. Neutrofilia > 12 x 10-91-1 atau neutropenia < 4 x 10-91-1 .

Sedangkan untuk Nilai Tanda Vital dan Variabel Laboratorium untuk Diagnosis SIRS sesuai usia pada anak-anak, dibagi berdasarkan tabel 2.1 berikut:


(28)

Tabel 2.1 Nilai Tanda Vital dan Variabel Laboratorium untuk Diagnosis SIRS (Goldstein et al., 2005)

Keterangan: TA tidak ada keterangan 2.1.5. Prognosis

Walaupun insidensi sepsis meningkat, semakin berkembang ilmu pengetahun, maka tingkat mortalitas akan terbukti semakin menurun setiap tahunnya. Namun ternyata, angka kejadiannya masih cukup tinggi. Pada penelitian yang dilakukan secara kohort mengenai sepsis, mortalitasnya adalah 24,4%. Usia merupakan faktor risiko bebas yang menentukan angka kesembuhan dan kematian dari kondisi sepsis ini. Pada pasien kategori bayi-anak, semakin muda usia maka survival ratenya akan semakin kecil, sebaliknya pada pasien kategori dewasa, semakin tinggi usia maka angka mortalitas akan semakin tinggi yaitu 27,7% berbanding 17,7% (LaRosa dan Steven, 2010).

2.2 Acinetobacter sp.

Acinetobacter sp. adalah genus gram negatif koko-basil dan cenderung membentuk kristal bewarna violet pada pewarnaan Gram. Oleh karena itu, spesies ini sering salah diidentifikasikan sebagai bakteri gram positif. Ia merupakan spesies non-motil dan menghasilkan oksidase negatif dan tersebar luas di alam baik pada air yang jernih, maupun permukaan tanah (Webster,2000). Mereka mampu bertahan hidup pada permukaan benda mati yang basah dan kering dalam waktu yang cukup lama (3 hari sampai dengan 5 bulan) dan sering ditemukan Kelompok

Usia

Denyut jantung

(denyut/menit) Frekuensi pernapasan

Hitung Leukosit (leukosit x

103/mm3)

Tekanan Darah Sistolik (mmHg) Takikardi Bradikardi

0 hari- 1 minggu

> 180 < 100 >50 >34 <65 1 minggu–

1 bulan

>180 <100 >40 >19,5 atau <5 <75 1 bulan–

1 tahun

>180 <90 >34 >17,5 atau < 5

<100 2-5 tahun > 140 TA > 22 >15,5 atau <6 <94 6-12 tahun > 130 TA > 18 >13,5 atau

<4,5

<105 13 hingga

<18 tahun


(29)

dalam lingkungan rumah sakit (misalnya kantong ventilator atau ambu dan penyaring ventilasi) (Kamer, Schwobke, dan Kampf, 2006).

Normalnya, bakteri ini merupakan flora normal kulit yang berkolonisiasasi di kavitas oral, traktus respiratorius, dan traktus gastrointestinal. Tetapi, dalam pasien immunocompromised , Acinetobacter baumannii mampu menyebabkan infeksi yang mengancam jiwa. Rute transmisi dari bakteri ini mencakup kontaminasi tindakan medik berupa peralatan pernapasan, intubasi, dan ventilasi. Dan organisme ini juga menunjukkan tingkat yang relatif luas resistensi terhadap antibiotika. (Sunenshine, 2007).

2.3. Faktor – Faktor yang Memengaruhi Kejadian Kematian pada Penderita Sepsis

2.3.1. Faktor demografi

Adapun faktor demografi yang memengaruhi kejadian kematian pada penderita sepsis adalah sebagai berikut:

a. Usia

Sebuah studi mengenai hubungan variasi penyakit dengan faktor usia akan memberikan gambaran tentang penyakit tersebut. Hal ini disebabkan karena usia menjadi faktor sekunder yang harus diperhitungkan dalam mengamati perbedaan frekuensi penyakit terhadap variabel lainnya. Selain itu, frekuensi penyakit menurut usia akan behubungan dengan adanya perbedaan tingkat paparan, perbedaan dalam patogenesis, serta perbedaan dalam pengalaman suatu penyakit (Nugroho, 2012).

b. Jenis Kelamin

Adanya perbedaan secara anatomis, fisiologis dan sistem hormonal akan menyebabkan terjadinya perbedaan frekuensi penyakit menurut jenis kelamin. Perbedaan frekuensi ini dapat pula disebabkan terjadinya perbedaan peran kehidupan dan perilaku laki-laki dan perempuan dalam masyarakat seperti perbedaan pekerjaan, kebiasaan, dan lain-lain (Nugroho, 2012).

c. Alamat

Perbedaan frekuensi terhadap suatu penyakit karena pengaruh tempat tinggal dapat terjadi karena adanya perbedaan dalam hal letak geografis,


(30)

administrasi, keadaan urban maupun keadaan kultural, perbedaan ruang lingkup, dan perbedaan dalam sistem pelayanan kesehatan terutama dalam tingkat kesehatan primer (lingkungan sekitar tempat tinggal pasien) (Nugroho, 2012). 2.3.2. Faktor yang Memengaruhi

Adapun faktor lain yang memengaruhi kejadian kematian pada penderita sepsis adalah sebagai berikut:

a. Banyaknya Penyakit Primer

Penyakit primer yang diderita tentu sangat berpengaruh terhadap keadaan sepsis yang dialamai pasien. Dan setiap pasien dapat memiliki lebih dari satu penyakit primer, seperti penyakit pada sistem respiratorius, sistem saraf pusat, dan traktus urinarius (Dewi, 2011).

b. Lama Perawatan

Lama perawatan atau yang biasa disebut dengan Length of Stay (LOS) adalah durasi waktu seseorang ketika dirawat di rumah sakit dalam hitungan hari, terhitung mulai dari pasien masuk dan dirawat sampai pasien tersebut keluar dari rumah sakit. Adanya LOS yang semakin panjang maka risiko terjadinya paparan sumber infeksi pada pasien akan semakin tinggi (Nugroho, 2012).

c. Tindakan Medik (Pengunaan Ventilator)

Infeksi oleh karena kuman di rumah sakit terutama disebabkan oleh infeksi berupa dari pemasangan kateter urin, infeksi jarum infus, infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka operasi dan septikemia. Dan beberapa faktor yang berperan dalam meningkatkan komplikasi kanula intravena dapat berupa jenis kateter, ukuran kateter, pemasangan melalui vena seksi, kateter yang terpasang lebih dari 72 jam, kateter yang dipakai di bawah tungkai, tidak mengindahkan prinsip antisepsis, cairan infus yang hipertonik dan darah transfusi karena merupakan media pertumbuhan mikroorganisme, peralatan tambahan pada tempat infus untuk pengaturan tetes obat, dan manipulasi yang terlalu sering pada kanula. Kolonisasi kuman pada ujung kateter merupakan awal infeksi tempat infus dan bakteriemia. Selain itu banyaknya prosedur pemeriksaan penunjang dan terapi seperti biopsi, endoskopi, kateterisasi, intubasi dan tindakan pembedahan juga


(31)

meningkatkan risiko infeksi (Nugroho, 2012).

Acinetobacter baumannii sering ditemukan dalam lingkungan rumah sakit (misalnya kantong ventilator atau ambu dan penyaring ventilasi) (Webster, 2000).

d. Derajat Sepsis

Tingkat derajat sepsis sebelumnya tentu sangat berpengaruh terhadap angka kejadian kematian pada penderita sepsis itu sendiri. Pengkategorian derajat sepsis ini terbagi dua, yaitu derajat sepsis buruk dan derajat sepsis tidak buruk. Derajat sepsis tidak buruk/sepsis biasa seperti SIRS yang memiliki hasil positif infeksi. Sedangkan, sepsis berat ialah sepsis yang disertai dengan MODS/MOF (Multi Organ Failure), hipotensi, oliguri, bahkan anuria (Nugroho, 2012).


(32)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian 3.2. Variabel dan Definisi Operasional

3.2.1. Variabel

Tabel 3.1 Variabel Bebas

Variabel Bebas Skala

Pasien penderita sepsis akibat A. baumannii

Pasien penderita sepsis selain akibat A. baumannii

Nominal

Nominal

Tabel 3.2 Variabel Tergantung

Variabel tergantung Skala

Mortalitas Nominal

Faktor yang mempengaruhi :

1. Penyakit primer 2. Lama perawatan 3. Penggunaan

ventilator 4. Derajat sepsis

Pasien Sepsis

Faktor demografi : 1. Jenis kelamin 2. Usia

3. Tempat tinggal

Infeksi Acinetobacter sp.


(33)

3.2.2. Definisi Operasional Tabel 3.3 Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Cara Ukur

Alat

Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur Banyaknya

penyakit primer

Banyaknya penyakit primer yang diderita pasien saat menderita sepsis seperti sistem respiratorik, susunan saraf pusat, traktus gastrointestinal, dan traktus urinarius

Observasi Rekam Medis

1 penyakit

≤ 1 penyakit

Nominal

Lama Perawatan

Durasi waktu pasien dirawat di rumah sakit dalam hitungan hari

Observasi Rekam medis

< 7 hari

≥ 7 hari

Ordinal

Penggunaan ventilator

Tindakan medik berupa penggunaan ventulator selama pasien di rawat di PICU

Observasi Rekam medis Tidak menggunakan ventilator Menggunakan ventilator Nominal Derajat Sepsis

Derajat sepsis pasien saat dilaksanakan penelitian

Observasi Rekam medis Derajat sepsis tidak berat Derajat sepsis berat Nominal

Mortalitas Pasien meninggal

berdasarkan hasil observasi

Observasi Rekam Medis

Ya Tidak

Nominal

3.3 Hipotesis

1. Terdapat hubungan antara sepsis akibat Acinetobacter baumannii dan mortalitas pada pasien anak dengan penyakit kritis di PICU RSUP Haji Adam Malik Medan, 2011 – 2013.


(34)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross sectional (potong lintang) yaitu dengan satu kali pengamatan pada rentang waktu untuk mendeskripsikan prevalensi kematian penderita sepsis yang di rawat di PICU RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2012 sampai dengan Desember 2013.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Departemen Anak yaitu Pediatric Intesive Care Unit (PICU) serta bagian rekam medis di RSUP Haji Adam Malik Medan. Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik merupakan rumah sakit tipe A dan juga rumah sakit rujukan wilayah pembangunan meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau. Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik mulai berfungsi sejak tanggal 17 Juni 1991 dengan pelayanan Rawat Jalan sedangkan untuk pelayanan Rawat Inap baru dimulai tanggal 2 Mei 1992.

4.2.2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada September 2014.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi

a. Populasi Target

Populasi target pada penelitian ini adalah semua anak yang dirawat di PICU RSUP Haji Adam Malik Medan. Jumlah populasi tersebut diambil daripada rekam medik yang terdapat pada Departemen Anak RSUP Haji Adam Malik Medan.

b. Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah pasien yang telah didiagnosa menderita sepsis sejak Januari 2011 sampai dengan Desember 2013 yang dirawat di PICU RSUP Haji Adam Malik Medan. Jumlah populasi tersebut diambil dari


(35)

rekam medik yang terdapat pada Departemen Anak RSUP Haji Adam Malik Medan bulan Januari 2011 sampai dengan Desember 2013.

1.3.2 Sampel

Adalah semua pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang di rawat di PICU RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2011 s.d 2013.

Jumlah sampel

Besar sampel pada penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus uji hipotesis terhadap 2 proporsi, sebagai berikut (Sastroasmoro dan Sofyan, 2002) :

Jumlah sampel yang dibutuhkan = 32

Cara pemilihan sampel

Cara pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah non probability sampling dan consecutive sampling, dimana setiap sampel yang memenuhi kriteria inklusi dimasukkan dalam penelitian sehingga jumlah sampel tersebut terpenuhi. Adapun kriteria inklusi dan eklusi penelitian ini adalah:

Keterangan :

n = Jumlah sampel

Zα = 1,65 ; Zβ = 0,84

P1 = 0,75 ; P2 = 0,45

P = (P1+P2)/2= 0,6

Q =1-p =0.4

Q1 = 0,25 ; Q2 = 0,55


(36)

Kriteria Inklusi:

a. Pasien anak yang didiagnosa mengalami sepsis yang berada di PICU RSUP Haji Adam Malik Medan.

b. Pasien memiliki data lengkap berupa usia, jenis kelamin, alamat, riwayat berupa : lama rawatan, penggunaan ventilator, derajat sepsis dan data penyakit primer.

Kriteria Eksklusi:

a. Pasien anak yang didiagnosa sepsis namun tidak memiliki data karakteristik yang lengkap sesuai distribusi proporsi yang dibutuhkan.

b. Pasien dengan lama rawatan < 24 jam.

c. Pasien dengan hasil kultur positif namun tidak teridentifikasi jenis kuman. 4.4. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data sekunder. Yaitu secara retrospektif dengan melihat data rekam medis penderita sepsis di Departemen Anak, Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan. Penelitian ini adalah observasional analitik dengan pengambilan data secara cross sectional. Pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, dilakukan dengan pengambilan data dari catatan medik.

4.5. Metode Analisis Data 4.5.1. Pengolahan Data

Tahap – tahap pengolahan data : 1. Cleaning

Data yang telah dikumpulkan dilakukan cleaning (pembersihan data) yaitu sebelum dilakukan pengolahan data, data terlebih dahulu diperiksa agar tidak terdapat data yang tidak diperlukan dalam analisis.

2. Editing

Setelah dilakukan cleaning kemudian dilakukan editing untuk memeriksa kelengkapan data, kesinambungan dan keberagaman data sehingga validitas data dapat terjamin.


(37)

3. Coding

Coding dilakukan untuk memudahkan dalam pengolahan data. 4. Entry Data

Entry data yaitu memasukkan data ke dalam program komputer untuk proses analisis data.

4.5.2 Analisis Data Analisis Kuantitatif

Data dianalisis dan diintrepretasikan dengan menggunakan pengujian terhadap hipotesis, menggunakan program komputer Statistic Package for Social Science (SPSS) for Windows dengan tahapan analisis sebagai berikut: 1. Analisis Univariat

Data hasil penelitian dideskripsikan dalam bentuk tabel, grafik dan narasi, untuk mengevaluasi besarnya proporsi yang ditemukan pada kelompok populasi berdasarkan karakteristik demografi untuk masing – masing variabel yang diteliti.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antar variabel bebas dengan variabel terikat secara sendiri-sendiri. Uji statistika yang digunakan adalah Chi Square digunakan untuk data berskala nominal dan nominal dengan menggunakan Confident Interval (CI) sebesar 95% (α = 0,05). Uji statistik Chi Square digunakan untuk menganalisis semua variabel yang diteliti. Apabila syarat-syarat Chi square tidak terpenuhi, maka dilakukan uji alternatif yaitu Fisher Exact Test.

3. Analisis Multivariat

Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui pengaruh paparan secara bersama-sama dari beberapa faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian kematian. Uji yang digunakan adalah regresi logistik. Apabila masing-masing variabel bebas menunjukkan nilai p < 0,25 , maka variabel tersebut dapat dilanjutkan ke dalam model multivariat. Analisis multivariat dilakukan untuk mendapatkan model yang terbaik. Seluruh variabel kandidat dimasukkan bersama-sama untuk dipertimbangkan menjadi model dengan hasil nilai p <


(38)

0,05. Variabel yang terpilih dimasukkan ke dalam model dan nilai p yang tidak signifikan dikeluarkan dari model, berurutan dari nilai p tertinggi.

Analisis Kualitatif

Analisis pada kajian kualitatif dilakukan yang disajikan dalam bentuk narasi yang meliputi kajian mengenai kronologi kejadian kematian pada penderita sepsis akibat Acinetobacter baumannii.


(39)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

RSUP Haji Adam Malik terletak di Kecamatan Medan Sunggal. Rumah Sakit ini merupakan rumah sakit tipe A dan menjadi rumah sakit rujukan untuk propinsi Sumatera Utara.

Penelitian ini telah dilaksanakan di RSUP Haji Adam Malik, Medan. Dalam hal ini telah dilakukan penelitian cross sectional (potong lintang) terhadap 64 sampel yang didiagnosis menderita sepsis akibat Acinetobacter baumannii dan sepsis akibat selain Acinetobacter baumannii. Data diperoleh dengan melihat rekam medis yang tersimpan di instalasi Rekam Medis RSUP Haji Adam Malik. 5.1.2 Karakteristik Sampel

Sampel penelitian adalah pasien penderita sepsis yang dirawat di instalasi PICU Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan. Selama periode Januari 2011 hingga Desember 2013 didapatkan 168 pasien sepsis dengan 34 isolat Acinetobacter baumannii. Dari penelusuran di instalasi catatan medik hanya didapatkan 103 catatan medik (61,30%), dan 65 hilang (38,69%). Sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eklusi adalah sebanyak 64 pasien dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu 32 pasien (50%) terinfeksi Acinetobacter baumannii dan 32 pasien (50%) terinfeksi selain Acinetobacter baumannii. Gambaran umum subyek penelitian diperoleh adalah sebagai berikut :

a. Karakteristik Demografi Sampel

Karakteristik demografi sampel yang diperoleh adalah jenis kelamin, usia dan alamat dari sampel.


(40)

Tabel 5.1 Karakteristik demografi sampel

Karakteristik Frekuensi Presentase Jenis Kelamin - Laki-laki - Perempuan 32 32 50 50 Kelompok Usia

- 1 bulan – 1 tahun - 2 tahun – 5 tahun - 6 tahun – 12 tahun - 13 tahun – 18 tahun

39 10 10 5 60,9 15,6 15,6 7,8 Alamat - Medan - Simalungun - Binjai - Deli - Langsa - Labuhan Batu - Toba Samosir - Padang Sidempuan - Asahan - Aceh - lain-lain 22 1 1 5 17 3 1 1 2 4 7 34,4 1,6 1,6 7,8 26,6 4,7 1,6 1,6 3,1 6,3 10,9

Berdasarkan tabel 5.1 di atas, subyek penelitian menunjukkan jumlah sampel laki-laki diperoleh sama dengan jumlah sampel perempuan yaitu masing-masing 32 orang (50%). Distribusi sampel berdasarkan umur menunjukkan kelompok terbanyak adalah pada usia 1 bulan sampai dengan 1 tahun yaitu 39 orang (60,9%), selanjutnya komposisi sama yaitu masing-masing 10 orang (15,6%) pada kelompok 2 tahun sampai 5 tahun dan kelompok 6 sampai 12 tahun, sedangkan 5 orang (7,8%) lainnya pada kelompok rentang usia 13 sampai 18 tahun. Distibusi sampel berdasarkan asal alamat pasien menunjukkan bahwa angka tertinggi berasal dari kota Medan, yaitu 22 orang (34,4 %).

b. Karakteristik Sampel berdasarkan Faktor yang Diukur

Distribusi karakteristik berdasarkan faktor-faktor yang diukur dalam penelitian ini didasarkan pada catatan medis yang diperoleh.


(41)

Tabel 5.2 Distribusi Karakteristik sampel berdasarkan faktor yang diukur Karakteristik

Frekuensi Presentase

Acinetobacter baumannii (+)

Acinetobacter baumannii (-)

Acinetobacter baumannii (+)

Acinetobacter baumannii (-) Banyaknya

penyakit primer - 1 penyakit - >1 penyakit

23 9 26 6 71,9 28,1 81,3 18,7 Lama rawatan

- 7 hari - > 7 hari

8 24 23 9 25,0 75,0 71,9 28,1 Tingkat derajat sepsis - Sepsis derajat tidak berat

- Sepsis derajat berat 6 26 11 21 18,7 81,3 34,4 65,6 Ventilator - Ya - Tidak 26 6 25 7 81,3 18,7 78,1 21,9

Berdasarkan banyaknya penyakit primer yang diderita pasien pada tabel 5.2, menunjukkan hanya 9 pasien (28,1%) yang memiliki jumlah penyakit primer lebih dari 1 jenis penyakit sedangkan 71,9% lainnya hanya memiliki 1 jenis penyakit primer pada pasien dengan positif Acinetobacter baumannii. Selanjutnya pada kelompok pasien sepsis yang disebabkan selain Acinetobacter baumannii menunjukkan 6 pasien (18,7%) memiliki jumlah penyakit primer lebih dari satu, sedangkan 26 pasien (81,3%) lainnya hanya memiliki 1 jenis penyakit primer.

Berdasarkan lama rawatan di bangsal PICU menunjukkan bahwa jumlah sampel yang dirawat lebih dari 7 hari memiliki jumlah lebih banyak pada pasien sepsis dengan positif Acinetobacter baumannii,yaitu 24 orang (75%) dibanding dengan sampel pasien yang dirawat kurang dari 7 hari di instalasi PICU yaitu sebanyak 8 orang (25%). Sedangkan pada pasien sepsis yang disebabkan oleh selain Acinetobacter baumannii menunjukkan bahwa samel yang dirawat lebih dari 7 hari memiliki jumlah lebih sedikit dibandingkan dengan sampel pasien yang dirawat selama kurang dari 7 hari, yaitu 9 orang (28,1%).


(42)

Berdasarkan derajat sepsis yang ada pada pasien, menunjukkan bahwa pasien dengan derajat sepsis berat lebih banyak daripada pasien dengan derajat sepsis yang tidak berat. Kondisi ini terjadi baik pada kelompok pasien sepsis oleh Acinetobacter baumannii, yaitu 26 orang (81,3%) pada derajat sepsis berat dan 6 orang (18,7%) pada derajat sepsis tidak berat ataupun pada kelompok pasien sepsis oleh selain Acinetobacter baumannii, yaitu 21 orang (65,6%) pada derajat sepsis berat dan 11 orang (34,4%) pada derajat sepsis tidak berat.

Berdasarkan riwayat penggunaan ventilator selama masa rawatan di PICU menunjukkan bahwa 26 orang (81,3%) menggunakan ventilator, sedangkan 6 orang (18,7%) tidak menggunakan ventilator pada kelompok pasien sepsis oleh Acinetobacter baumannii. Sedangkan pada kelompok pasien sepsis oleh selain Acinetobacter baumannii, 25 orang (78,1%) menggunakan ventilator dan 7 orang (21,9%) tidak menggunakannya.

c. Kasus Kematian Penderita Sepsis

Distribusi kejadian kasus kematian penderita sepsis di instalasi PICU diperoleh dari catatan yang ada.

Tabel 5.3 Distribusi kasus kematian penderita sepsis

Kejadian Frekuensi Presentase Acinetobacter

baumannii (+)

Acinetobacter baumannii(-) Acinetobacter baumannii(+) Acinetobacter baumannii(-) Kasus - Mati - Hidup 19 13 24 8 59,3 40,7 75,0 25,0

Pada tabel 5.3 diatas berdasarkan 32 sampel pasien rawat inap yang menderita infeksi sepsis oleh karena Acinetobacter baumannii di PICU RSUP H. Adam Malik Medan, menunjukkan 59,3 % diantaranya tidak bertahan hidap dan dinyatakan meninggal sedangkan 40,7% lainnya dapat bertahan hidup. Distribusi yang sama juga dihasilkan pada 32 sampel kelompok pasien sepsis oleh karena selain Acinetobacter baumannii, namun dengan presentase yang berbeda, yaitu 75% diantaranya tidak bertahan dan dinyatakan meninggal dan hanya 25% yang mampu bertahan hidup.


(43)

5.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Kematian Penderita Sepsis

Pada tabel 5.4 dapat dilihat hasil analisis bivariat antara varibel masing-masing faktor risiko terkait dengan sepsis akibat Acinetobacter baumannii dan selain Acinetobacter baumannii. Banyaknya jumlah penyakit primer, lama rawatan, tingkat derajat sepsis dan riwayat penggunaan ventilator merupakan indikator yang dinilai sebagai faktor risiko dari kejadian sepsis baik akibat Acinetobacter baumannii dan selain Acinetobacter baumannii .

Tabel 5.4 Analisis faktor yang mempengaruhi kejadian sepsis oleh karena Acinetobacter baumannii

Karakteristik Acinetobacter baumanni (+)

Acinetobacter baumanni (-) P Banyaknya penyakit primer

- 1 penyakit (n) - > 1 penyakit (n)

23 9 26 6 0,376 Lama rawatan

- 7 hari (n) - > 7 hari (n)

8 24 23 9 0,000 Derajat sepsis

- sepsis tidak berat (n) - sepsis berat (n)

6 26 11 21 0,157 Ventilator

- Ya (n) - Tidak (n)

26 6

25 7

0,756

Dari hasil pengujian tersebut di atas dalam tabel 5.4, Hasil pengujian hubungan antara banyaknya penyakit primer dengan kasus penderita sepsis akibat Acinetobacter baumanni dan akibat Acinetobacter baumanni menunjukkan nilai p = 0,376. Hal ini berarti bahwa banyaknya penyakit primer tidak berhubungan secara signifikan dengan kasus kematian.

Hasil pengujian hubungan antara lama perawatan dengan kasus penderita sepsis akibat Acinetobacter baumanni dan akibat selain Acinetobacter baumanni menunjukkan nilai p = 0,000. Hal ini berarti bahwa lama perawatan berhubungan secara signifikan dengan kasus kematian pasien sepsis akibat Acinetobacter baumanni.


(44)

Hasil pengujian hubungan antara derajat sepsis dengan kasus penderita sepsis akibat Acinetobacter baumannii dan akibat Acinetobacter baumanni menunjukkan secara berurutan nilai p = 0,157. Hal ini berarti bahwa derajat sepsis tidak berhubungan secara signifikan dengan kasus kematian.

Hasil pengujian hubungan antara riwayat penggunaan ventilator dengan kasus penderita sepsis akibat Acinetobacter baumanni dan akibat Acinetobacter baumanni menunjukkan nilai p = 0,756. Hal ini berarti bahwa riwayat penggunaan ventilator tidak berhubungan secara signifikan dengan kematian.

Hubungan antara infeksi sepsis oleh karena Acinetobacter baumannii dan selain Acinetobacter baumannii dengan kematian dapat dilihat pada tabel 5.5 bahwa tidak ada perbedaan mortalitas sepsis akibat infeksi oleh Acinetobacter baumannii dan sepsis akibat selain Acinetobacter baumannii.

Tabel 5.5 Analisis antara infeksi sepsis oleh karena Acinetobacter baumannii dan selain Acinetobacter baumannii dengan mortalitas

Variabel Mortalitas P

+ -

Acinetobacter baumannii (+) 19 13

0,183

Acinetobacter baumannii (-) 24 8

Dari faktor-faktor risiko yang memenuhi syarat regresi logistik (p>0,25) yaitu lama rawatan dan derajat sepsis pada kelompok pasien sepsis akibat Acinetobacter baumannii dilakukan analisis multivariat untuk menunjukkan hubungan semua faktor terhadap terjadinya kematian penderita sepsis.

Tabel 5.6 Analisis multivariat pasien sepsis akibat Acinetobacter baumannii

Variabel P

Lama rawatan 0,000

Derajat sepsis 0,175

Tabel 5.6 menunjukkan hasil analisis multivariat bahwa hanya lama rawatan yang merupakan faktor risiko terinfeksi Acinetobacter baumannii secara independen (p < 0,05). Derajat sepsis tidak menunjukkan hasil yang bermakna.


(45)

5.3 Pembahasan

Acinetobacter baumannii merupakan salah satu bakteri gram negatif yang menyebabkan infeksi nosokomial di Indonesia yaitu sebesar 25,8% (Nugroho, 2012). Pada penelitian sebelumnya, faktor yang berpengaruh terhadap mortalitas pasien sepsis akibat Acinetobacter baumannii adalah lama rawatan, derajat sepsis, tindakan medis, resistensi terhadap carbapenem, dan riwayat keganasan (Silma, 2011) .

Pada penelitian ini didapatkan bahwa lama perawatan merupakan faktor risiko mortalitas terhadap pasien sepsis akibat Acinetobacter baumannii baik dalam analisis bivariat maupun multivariat. Sedangkan banyaknya penyakit primer, derajat sepsis, dan riwayat penggunaan ventilator bukan merupakan faktor risiko mortalitas pada pasien sepsis baik akibat Acinetobacter baumannii.

Penyakit primer yang diderita tentu sangat berpengaruh terhadap keadaan sepsis yang dialamai pasien (Dewi, 2011). Sedangkan pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa banyaknya penyakit primer bukan merupakan faktor risiko kejadian kematian terhadap pasien sepsis akibat Acinetobacter baumannii. Penelitian ini tidak berbeda dengan yang dilakukan di RSUP dr. Kariadi, Semarang bahwa jumlah penyakit primer memiliki nilai p < 0,05 atau tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap mortalitas pasien sepsis akibat Acinetobacter baumannii (Silma, 2011). Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, misalnya kurang telitinya dalam penegakan diagnosa awal pasien selama masa perawatan sehingga data yang terdapat di dalam rekam medik menjadi tidak lengkap.

Pada penelitian sebelumnya di Korea Selatan didapatkan pasien dengan perawatan intensif memiliki faktor risiko 21,5 kali terinfeksi sepsis oleh Acinetobacter baumannii daripada pasien yang tidak mendapatkan perawatan intensif (Lee So et all., 2004). Perawatan intensif pada penelitian ini dengan analisis bivariat menunjukkan bahwa lama rawatan merupakan faktor risiko sepsis akibat Acinetobacter baumannii dan pada uji multivariat menunjukkan hubungan yang bermakna. Hal ini berarti lama perawatan intensif secara independen merupakan faktor risiko dari angka kejadian kematian pada pasien sepsis akibat


(46)

Acinetobacter baumannii. Lama perawatan atau yang biasa disebut dengan Length of Stay (LOS) adalah durasi waktu seseorang ketika dirawat di rumah sakit dalam hitungan hari, terhitung mulai dari pasien masuk dan dirawat sampai pasien tersebut keluar dari rumah sakit. Adanya LOS yang semakin panjang maka risiko terjadinya paparan sumber infeksi pada pasien akan semakin tinggi (Nugroho, 2012). Hal ini menyebabkan lama rawatan menjadi faktor risiko mortalitas.

Tingkat derajat sepsis sebelumnya tentu sangat berpengaruh terhadap angka kejadian kematian pada penderita sepsis itu sendiri (Nugroho, 2012). Pasien dengan derajat sepsis lebih berat mempunyai sistem imunitas rendah sehingga mudah terinfeksi oleh bakteri nosokomial seperti Acinetobacter baumannii karena penggunaan antimikroba sebelumnya yang tidak tepat dan tidakan invasif (Astrawinata, dan Juliawati., 2006). Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa banyaknya tingkat derajat sepsis bukan merupakan faktor risiko kejadian kematian terhadap pasien sepsis akibat Acinetobacter baumannii. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan di instalasi PICU RS dr. Kariadi Semarang pada tahun 2012 bahwa data menunjukkan nilai p = 0,035 (Raden, 2012). Hal ini dapat disebabkan karena kurang lengkapnya catatan medik akibat dari beberapa pasien yang pulang paksa sehingga hal ini membuat data menjadi bias.

Riwayat penggunaan ventilator menurut pernyataan dan penelitian yang dilakukan oleh Webster pada tahun 2000 merupakan salah satu faktor yang dimiliki pasien sepsis akibat Acinetobacter baumannii sering ditemukan dalam lingkungan rumah sakit. Sedangkan pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa riwayat penggunaan ventilator bukan merupakan faktor risiko kejadian kematian terhadap pasien sepsis akibat Acinetobacter baumannii. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, misalnya catatan medik yang kurang lengkap akibat riwayat dari pasien yang merupakan pasien rujukan dari rumah sakit lain, atau pun yang sudah dirawat sebelumnya tidak tercatat dalam data penelitian ini.

Bakterimia yang disebabkan oleh infeksi Acinetobacter baumannii erat kaitannya dengan morbiditas dan mortalitas pasien (Petrosillo N et all., 2005). Mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Acinetobacter baumannii sebesar 59,37%. Meskipun demikian, pasien sepsis dengan positif infeksi Acinetobacter baumannii


(47)

tidak mempunya hubungan yang bermakna dengan mortalitas. Hal serupa juga dialami dalam penelitian sebelumnya pada tahun 2011 di RSUP dr. Kariadi Semarang (Silma, 2011) dan juga di Malaysia (Deris Z., Shafei M., dan Harun A., 2011). Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, misalnya catatan medik yang kurang lengkap karena pasien pulang paksa serta pindah ke rumah sakit lain oleh karena rujukan.

Data dari penelitian ini diambil dari semua pasien yang didiagnosa dan terbukti mengalami sepsis dengan dua kelompok, yaitu positif Acintobacter baumanni dan bakteri lainnya. Pada penelitian sebelumnya, mortalitas juga dipengaruhi oleh resistensi terhadap carbapenem (Silma, 2011). Selain itu, faktor keganasan, hipotensi dan perawatan di ICU juga menjadi salah satu hal yang mempengaruhi kejadian mortalitas pasien sepsis positif Acinetobacter baumannii (Zembower T., 2010).


(48)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan pada bab terdahulu, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Faktor lama rawatan memiliki hubungan yang signifikan terhadap kasus kematian penderita sepsis yang disebabkan oleh Acinetobacter baumannii dan selain Acinetobacter baumannii di instalasi PICU RSUP Haji Adam Malik Medan

2. Faktor banyaknya penyakit primer tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kasus kematian penderita sepsis yang disebabkan oleh Acinetobacter baumannii dan selain Acinetobacter baumannii di instalasi PICU RSUP Haji Adam Malik Medan

3. Faktor Derajat sepsis tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kasus kematian penderita sepsis yang disebabkan oleh Acinetobacter baumannii dan selain Acinetobacter baumannii di instalasi PICU RSUP Haji Adam Malik Medan

4. Riwayat penggunaan ventilator tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kasus kematian penderita sepsis yang disebabkan oleh Acinetobacter baumannii dan selain Acinetobacter baumannii di instalasi PICU RSUP Haji Adam Malik Medan

5. Lama rawatan merupakan faktor risiko independen dari kasus kematian pada penderita sepsis baik akibat Acinetobacter baumannii dan selain Acinetobacter baumannii di instalasi PICU RSUP Haji Adam Malik Medan

6.2 Saran

Pada penelitian ini didapatkan proporsi terbesar mortalitas pada pasien sepsis akibat Acinetobacter baumannii adalah lama rawatan. Maka dari itu, pelaksanaan standar perawatan pasien oleh personil kesehatan di RSUP Haji Adam


(49)

Malik perlu dipantau. Misalnya, cara melakukan tindakan perawatan yang aman baik secara invasif maupun invasif dengan memperhatikan aseptis serta lebih mempedulikan kondisi lingkungan sekitar pasien untuk menjaga kondisi yang selalu steril mengingat lama rawatan merupakan faktor independen pada kejadian kematian pasien sepsis akibat Acinetobacter baumannii. Hal ini dilakukan untuk mencegah infeksi nosokomial di RSUP Haji Adam Malik Medan. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan analisa terhadap uji resistensi pasien sepsis baik akibat Acinetobacter baumannii atau pun oleh bakteri lainnya. Hal ini tentu akan sangat membantu dalam peninjauan obat-obat yang telah resisten pada pasien RSUP Haji Adam Malik Medan. Pemilihan obat yang tepat akan mengurangi kejadian infeksi nosokomial dan berpengaruh pada hasil alasan keluar pasien. Penelitian secara prospektif juga perlu dilakukan untuk penelitian selanjutnya.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, R., 2011. Hubungan Antara Hiperglikemia dan Mortalitas Pada Anak Dengan Sepsis di Ruang Rawat Inap Intensif RSUD Dr. Moewardi Surakarta, Jurnal Kedokteran Indonesia 2 (1) :34-38

Astrawinata, Juliawati DM., 2006. Nosocomial Infection in Malignancy Patient. Majalah Kedokteran Indonesia 46(4):190-202.

Chamberlain, R., 2004. From Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) to Bacterial Sepsis With Shock, A.T. Still University. Available from:

Deris ZZ, Shafei MZ, Harun A., 2011. Risk factors and outcomes of imipenemresistant Acinetobacter bloodstream infection in North-eastern Malaysia.Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine 313-315.

Dewi, R., 2011. Sepsis pada Anak: Pola Kuman dan Uji Kepekaan. Maj Kedokt Indon 6 (3) :101-106

Goldstein, B., Giroir, B., dan Randolph., 2005. A. International pediatric sepsis consensus conference: definitions for sepsis and organ dysfunction in pediatrics. Pediatr Crit Care Med 6(1):2-8.

Griffiths, B., dan Iain D., 2009. Sepsis, SIRS, dan MODS. Elsevier Ltd :446-449 Guntur, H., 2007. Sepsis: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III . Jakarta :Pusat

Penerbit IPD FK UI (4);1840-1843

Hotchkiss, R.S., Swanson, P.E., Freeman, B.D., Tinsley, K.W., Cobb, J.P., dan Matuschak GM., 1999. Apoptotic cell death in patients with sepsis, shock and multiple organ dysfunction. Crit Care Med 27:1230-1251

John,W., 1994. Sepsis. Dasar Biologi dan Klinis Penyakit Infeksi Edi. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta Pp:521

Kepres RI., 1994. Rencana Pembangunan Lima Tahun Keenam tentang Repelita IV, Bab 8 No. 17


(51)

Kramer, A., Schwebke, I., dan Kampf, G., 2006. How long do nosocomial pathogens persist on inanimate surface? A systematic review. BMC Infect Dis 56:101-105

LaRosa, dan Steven P., 2010. Sepsis, Practice Based Pharmacology, Cleveland

Clinic. Available from:

May 2014]

Latief, A., 2003. Pendekatan diagnosis sepsis. In: Lubis M, Evalina R, Irsa L, editors. Makalah Lengkap Simposium Nasional Pediatri Gawat Darurat VI. Medan: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK USU. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara : 28-35.

Lee SO et al., 2004. Risk Factors for Acquisition of Imipenem-ResistantAcinetobacter baumannii: a Case-Control Study. Antimicrob Agents Chemother 48(1): 224–228.

Members of the American College of Chest Physicians/Society of Crit Med Consesus Conference Committee, 1991. American College of Chest Physicians/Society of Crit Med Consesus Conference Committee: Definitions for sepsis and organ failure and guidelines for the use of innovative therapies in sepsis. Crit Care Med 20:864-874

Munoz-Prize, S., dan Wienstein, R., 2008 . Acinetobacter baumannii Infection. N Engl J Med. 358(1):1271-1281

Nugroho, R., 2012. Hubungan Faktor Risiko Terjadinya Acinetobacter Sp Mdro Terhadap Kematian Penderita Sepsis Di Picu Rumah Sakit Dr Kariadi Semarang. Fakultas Kedoktreran Universitas Diponegoro. Semarang:31-36 Petrosillo N et al., 2005. Combined colistin and rifampicin therapy for

carbapenem-resistantAcinetobacter baumannii infections: clinical outcome and adverse events.Clin Microbiol Infect 11:682-683.

Proulx, F., Fayon, M., Farrel, C., Lacroix, J., dan Gauthier, M., 1996. Epidemiology of sepsis and multiple organ dysfunction syndrome in children. Chest 109:1033-1037.


(52)

Saez, L.X., dan McCracken, G.H., 1995. Sepsis and septic shock in pediatrics: current concepts of terminology, phatophysiology, and management. J Pediatr 123:497-508.

Sastroasmoro, S., dan Sofyan I., 2002. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis ed. 2.CV Sagung Seto: Jakarta.

Silma, Benita., 2011. Faktor Risiko dan Pengaruh Klinis Infeksi Carbapenem-Resistant Acinetobacter sp. Di RSUP dr. Kariadi Semarang. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Semarang :10-13.

Surkesnas, 2003. Survey Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2002-2003.BKKBN.Jakarta:Depkes & Makro International Inc (IMI).

Sunenshine, 2007. Multidrug-resistance Acinetobacter Infection Mortality Rate and Length of Hozpitalization .Emergency Infection Disease 13(1):2007 The World Health Report., 1996: Fighting Disease, Fostering Development.

Geneva. World Health Organization

Vervloet, M.G., Thijs LG, dan Hack CE., 1998. Derangements of coagulation and fibrinolysis in critically ill patients with sepsis and septic shock. Semin. Thromb Haemost. 24: 33-44.

Vosylius, S., Sipylaite J, dan Ivaskesvicius S., 2004. Sequential organ failure assessment score as the determinant of outcome for patient with severe sepsis. Croatian Med J 45:715-20.

Watson, R., Carcillo JA, dan Linde-Zwirble WT., 2003. The epidemiology of severe sepsis in children in the United States. Am J Respir Crit Care Med 167:695–701

Watson, S., dan C. Joseph., 2005. Scope and epidemiology of pediatric sepsis. Pediatr Crit Care Med ,6(3):53-55

Webtser, C., Towner K.J., dan Humpreys H., 2000. Survival of Acinetobacter on three clinically related inanimate surface. Infect Control Hosp Epidemiol 21:246

Yulianti, E., 2013 . Hubungan antara Kadar HDL dengan Derajat Sepis berdasarkan Skor PELOD. Sari Pediatri, 15(2):116-121


(53)

Zembower T., 2010. Clinical Outcames of Carbapenem-Resistant Acinetobacer baumannii Bloodstrem infections:Study of a 2-State Monoclonal Outbreak. Infection Control and Hospital Epidemiology 31(10).


(54)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Rima Novia Sardini

Tempat/ Tanggal Lahir : Palembang, 19 November 1992 Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Islam

Alamat : Jl. Drg. Nazir Alwi No. 13 Medan

Jl. Lukman Idris, Gg. Mangga II No. 2546, Palembang

Orangtua :

Ayah : Huripno, SKM, M.Si Ibu : Dra. Tatik Rochmawati Riwayat Pendidikan :

1. Sekolah Dasar Negeri 140 Palembang

2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 11 Palembang 3. Sekolah Menengah Atas Negeri 17 Palembang Riwayat Pelatihan :

1. TBM Camp X


(55)

Riwayat Organisasi :

1. Anggota Departemen Pengbdian Masyarakat PEMA FK USU 2012-2013 2. Sekretaris Divisi Dana dan Usaha Tim Bantuan Medis FK USU Periode

2013

3. Anggota Komisi III Majelis Permusyawaratan Mahasiswa FK USU Periode 2014


(56)

LAMPIRAN

Nama Usia Jenis

Kelamin Alamat Penyakit

Lama

Rawat Dejat sepsis

Alasan Keluar

Ventilator Acinetobacter

AAAA 1 perempuan Medan ssp 1 shock septic meninggal

ya +

AAAB 1 laki-laki Deli respi 21 severe sepsis Meninggal

ya +

AAAC 1 perempuan Medan respi, gis 15 shock septic pulang paksa

ya +

AAAD 7 perempuan lain-lain gis 13 shock septic dipulangkan

tidak +

AAAE 1 laki-laki Deli ssp 42 sepsis Meninggal

ya +

AAAF 7 perempuan Langsa dll 26 sepsis dipulangkan

tidak +

AAAG 1 perempuan Deli dll 13 shock septic pulang paksa

ya +

AAAH 1 laki-laki Langsa ssp 26 sepsis dipulangkan

ya +

AAAI 1 laki-laki Langsa respi, gis 3 shock septic Meninggal

ya +

AAAJ 1 laki-laki Medan respi 9 severe sepsis Meninggal

ya +

AAAK 1 perempuan

Labuhan

Batu respi 2 shock septic Meninggal

ya +

AAAL 1 laki-laki lain-lain respi 35 sepsis dipulangkan

ya +

AAAM 1 perempuan Medan gis 13 severe sepsis Meninggal

tidak +

AAAN 1 perempuan Medan respi, dll 9 shock septic Meninggal

ya +

AAAO 1 perempuan lain-lain dll 7 shock septic dipulangkan

tidak +

AAAP 1 perempuan Medan ssp 32 shock septic Meninggal

ya +

AAAQ 1 laki-laki Asahan respi, gis 26 shock septic dipulangkan

ya +

AAAR 1 perempuan Medan

spp, respi,

dl 25 shock septic dipulangkan

ya +

AAAS 1 perempuan Medan dll 23 sepsis dipulangkan

tidak +

AAAT 1 laki-laki Langsa dll 26 shock septic Meninggal

ya +

AAAU 1 perempuan Deli respi 8 shock septic Meninggal

ya +

AAAV 15 laki-laki Aceh respi 19 sepsis Meninggal

tidak +

AAAW 12 perempuan Langsa gus 23 severe sepsis dipulangkan


(57)

AAAX 1 laki-laki Langsa ssp 12 shock septic pulang paksa

ya +

AAAY 1 laki-laki Langsa ssp, respi 9 shock septic Meninggal

ya +

AAAZ 7 perempuan

Labuhan

Batu respi 1 severe sepsis Meninggal

ya +

AABA 1 perempuan Langsa dll 2 MODS Meninggal

ya +

AABB 2 perempuan Langsa ssp, gis 1 severe sepsis Meninggal

ya +

AABC 5 laki-laki Simalungun ssp, respi 10 MODS Meninggal

ya +

AABD 1 laki-laki Medan ssp, respi 1 MODS Meninggal

ya +

AABE 1 laki-laki Langsa respi 26 severe sepsis dipulangkan

ya +

AABF 1 perempuan Medan respi 1 shock septic Meninggal

ya +

AABG 4 laki-laki Medan ssp 45 severe sepsis dipulangkan

tidak -

AABH 3 laki-laki lain-lain ssp 10 sepsis Meninggal

ya -

AABI 2 laki-laki Aceh respi, gis 2 shock septic Meninggal

tidak -

AABJ 10 perempuan Medan dll 3 MODS Meninggal

tidak -

AABK 1 laki-laki Langsa gis 2 sepsis pulang paksa

tidak -

AABL 1 laki-laki Langsa respi 2 sepsis Meninggal

tidak -

AABM 3 laki-laki Medan gus 10 shock septic Meninggal

ya -

AABN 1 laki-laki Medan respi 2 shock septic pulang paksa

ya -

AABO 13 perempuan Aceh respi 17 MODS Meninggal

ya -

AABP 1 perempuan Medan dll 1 shock septic Meninggal

ya -

AABQ 1 perempuan Medan ssp,respi,gis 4 shock septic Meninggal

ya -

AABR 17 perempuan Medan ssp 1 sepsis Meninggal

ya -

AABS 9 perempuan Toba

Samosir dll 4 sepsis Meninggal

ya -

AABT 1 laki-laki lain-lain ssp, respi 1 shock septic Meninggal ya

AABU 2 laki-laki Deli ssp 4 shock septic Meninggal

ya -

AABV 1 perempuan Langsa respi 1 shock septic Meninggal

ya -

AABW 2 laki-laki Medan ssp, respi 5 sepsis Meninggal

ya -

AABX 9 perempuan Medan ssp,respi 1 shock septic Meninggal


(58)

AABY 14 perempuan Medan ssp 1 sepsis Meninggal

tidak -

AABZ 12 laki-laki

Pdg

Sidempuan respi 1 shock septic Meninggal

ya -

AACA 13 laki-laki Asahan ssp 3 sepsis dipulangkan

tidak -

AACB 4 laki-laki Langsa gus 3 MODS dipulangkan

ya -

AACC 9 perempuan Langsa respi, gis 1 shock septic Meninggal

ya -

AACD 1 laki-laki Langsa dll 8 severe sepsis Meninggal

ya -

AACE 1 perempuan binjai ssp 9 severe sepsis Meninggal

ya -

AACF 12 perempuan Langsa ssp 5 sepsis Meninggal

ya -

AACG 1 perempuan lain-lain ssp 3 shock septic Meninggal

ya -

AACH 2 laki-laki Medan ssp 8 MODS Meninggal

ya -

AACI 1 laki-laki Aceh respi 1 sepsis Meninggal

ya -

AACJ 1 laki-laki

Labuhan

Batu respi 13 sepsis pulang paksa

ya -

AACK 1 perempuan Medan respi 3 shock septic dipulangkan

ya -

AACL 1 laki-laki lain-lain respi 12 shock septic dipulangkan


(59)

jeniskelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

laki-laki 32 50,0 50,0 50,0

perempuan 32 50,0 50,0 100,0

Total 64 100,0 100,0

kelompok usia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

kelompok 1 39 60,9 60,9 60,9

kelompok 2 10 15,6 15,6 76,6

kelompok 3 10 15,6 15,6 92,2

kelompok 4 5 7,8 7,8 100,0

Total 64 100,0 100,0

alamat

Frequency Percent Valid Percent Cumulative

Percent

Valid

Medan 22 34,4 34,4 34,4

binjai 1 1,6 1,6 35,9

lain-lain 7 10,9 10,9 46,9

Simalungun 1 1,6 1,6 48,4

Deli 5 7,8 7,8 56,3

Langsa 17 26,6 26,6 82,8

Labuhan Batu 3 4,7 4,7 87,5

Toba Samosir 1 1,6 1,6 89,1

Padang Sidempuan 1 1,6 1,6 90,6

Asahan 2 3,1 3,1 93,8

Aceh 4 6,3 6,3 100,0

Total 64 100,0 100,0


(60)

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

kelompok lama rawatan * alasan keluar

64 100,0% 0 0,0% 64 100,0%

kelompok lama rawatan * Acinetobacter baumannii

64 100,0% 0 0,0% 64 100,0%

kelompok derajat sepsis * alasan keluar

64 100,0% 0 0,0% 64 100,0%

kelompok derajat sepsis * Acinetobacter baumannii

64 100,0% 0 0,0% 64 100,0%

kelompok jumlah penyakit * alasan keluar

64 100,0% 0 0,0% 64 100,0%

kelompok jumlah penyakit * Acinetobacter baumannii

64 100,0% 0 0,0% 64 100,0%

ventilator * alasan keluar 64 100,0% 0 0,0% 64 100,0%

ventilator * Acinetobacter baumannii

64 100,0% 0 0,0% 64 100,0%

Crosstab

Count

alasan keluar Total

meninggal hidup

kelompok lama rawatan

kelompok 1 26 5 31

kelompok 2 17 16 33

Total 43 21 64

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 7,591a 1 ,006

Continuity Correctionb 6,194 1 ,013

Likelihood Ratio 7,895 1 ,005

Fisher's Exact Test ,008 ,006

Linear-by-Linear Association

7,472 1 ,006

N of Valid Cases 64


(61)

b. Computed only for a 2x2 table

Crosstab

Count

Acinetobacter baumannii Total

positif negatif

kelompok lama rawatan kelompok 1 8 23 31

kelompok 2 24 9 33

Total 32 32 64

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 14,076a 1 ,000

Continuity Correctionb 12,262 1 ,000

Likelihood Ratio 14,647 1 ,000

Fisher's Exact Test ,000 ,000

Linear-by-Linear Association

13,856 1 ,000

N of Valid Cases 64

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15,50. b. Computed only for a 2x2 table

Crosstab

Count

alasan keluar Total

meninggal hidup

kelompok derajat sepsis sepsis derajat tidak berat 10 7 17

sepsis derajat berat 33 14 47


(62)

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square ,735a 1 ,391

Continuity Correctionb ,309 1 ,578

Likelihood Ratio ,718 1 ,397

Fisher's Exact Test ,547 ,286

Linear-by-Linear Association

,723 1 ,395

N of Valid Cases 64

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,58. b. Computed only for a 2x2 table

Crosstab

Count

Acinetobacter baumannii Total

positif negatif

kelompok derajat sepsis sepsis derajat tidak berat 6 11 17

sepsis derajat berat 26 21 47

Total 32 32 64

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 2,003a 1 ,157

Continuity Correctionb 1,282 1 ,258

Likelihood Ratio 2,025 1 ,155

Fisher's Exact Test ,257 ,129

Linear-by-Linear Association

1,971 1 ,160

N of Valid Cases 64

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,50. b. Computed only for a 2x2 table


(63)

Crosstab

Count

alasan keluar Total

meninggal hidup

kelompok jumlah penyakit kelompok 1 31 18 49

kelompok 2 12 3 15

Total 43 21 64

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 1,459a 1 ,227

Continuity Correctionb ,799 1 ,372

Likelihood Ratio 1,554 1 ,213

Fisher's Exact Test ,348 ,187

Linear-by-Linear Association

1,436 1 ,231

N of Valid Cases 64

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,92. b. Computed only for a 2x2 table

Crosstab

Count

Acinetobacter baumannii Total

positif negatif

kelompok jumlah penyakit kelompok 1 23 26 49

kelompok 2 9 6 15


(64)

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square ,784a 1 ,376

Continuity Correctionb ,348 1 ,555

Likelihood Ratio ,788 1 ,375

Fisher's Exact Test ,556 ,278

Linear-by-Linear Association

,771 1 ,380

N of Valid Cases 64

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,50. b. Computed only for a 2x2 table

Crosstab

Count

alasan keluar Total

meninggal hidup

ventilator ya 37 14 51

tidak 6 7 13

Total 43 21 64

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 3,274a 1 ,070

Continuity Correctionb 2,186 1 ,139

Likelihood Ratio 3,114 1 ,078

Fisher's Exact Test ,099 ,072

N of Valid Cases 64

a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,27. b. Computed only for a 2x2 table


(65)

Crosstab

Count

Acinetobacter baumannii Total

positif negatif

ventilator ya 26 25 51

tidak 6 7 13

Total 32 32 64

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.

(2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square ,097a 1 ,756

Continuity Correctionb ,000 1 1,000

Likelihood Ratio ,097 1 ,756

Fisher's Exact Test 1,000 ,500

N of Valid Cases 64

a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 6,50. b. Computed only for a 2x2 table

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

t

a

lamarawatkel -2,066 ,580 12,694 1 ,000 ,127 ,041 ,395

kelompoksepsis -,901 ,664 1,840 1 ,175 ,406 ,110 1,493

Constant

4,704 1,569 8,986 1 ,003 110,432


(66)

(67)

(68)

(69)

(70)

(71)

(72)

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)