Karakteristik Pasien Hiv Dengan Tuberkulosis Di Rsup Haji Adam MALIK, MEDAN TAHUN 2008 - 2010.

(1)

KARAKTERISTIK PASIEN HIV DENGAN TUBERKULOSIS DI RSUP HAJI ADAM MALIK, MEDAN TAHUN 2008 - 2010.

Oleh:

RETHINA GUNASEELAN 070100251

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

KARAKTERISTIK PASIEN HIV DENGAN TUBERKULOSIS DI RSUP HAJI ADAM MALIK, MEDAN TAHUN 2008 - 2010.

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran.

Oleh:

RETHINA GUNASEELAN

070100251

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian

KARAKTERISTIK PASIEN HIV DENGAN TUBERKULOSIS DI RSUP HAJI ADAM MALIK, MEDAN TAHUN 2008 - 2010.

Nama : RETHINA a/p GUNASEELAN NIM : 070100251

Pembimbing Penguji

( dr.Tetty Aman Nasution, M.Med, Sc) ( dr. Tri Widyawati, MSi ) NIP : 19700109 1997 022 011 NIP : 19760709 200312 2 001

( dr. Almaycano Ginting, M.Kes ) NIP : 19750524 200312

1001

Medan,13 Desember 2010 Universitas Sumatera Utara

Fakultas Kedokteran Dekan

( Prof.dr.Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH ) NIP. 19540220 198011 1 001


(4)

HALAMAN PERSETUJUAN

Laporan Hasil Penelitian dengan Judul: Karakteristik Pasien HIV dengan Tuberkulosis di RSUP Haji Adam Malik, Medan tahun 2008 - 2010.

Yang dipersiapkan oleh:

RETHINA A/P GUNASEELAN 070100251

Laporan Hasil Penelitian ini telah diperiksa dan disetujui untuk dilanjutkan ke seminar hasil

Medan, 13 Disember 2010 Disetujui, Dosen Pembimbing,


(5)

ABSTRAK

Latar Belakang : HI AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) yang melemahkan dan mematikan sistem kekebalan tubuh manusia. Penyakit Tuberkulosis pula merupakan suatu penyakit yang tergolong dalam infeksi yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium tuberculosis. Epidemi HIV menunjukkan pengaruhnya terhadap

peningkatan epidemi TB di seluruh dunia yang meningkatkan jumlah penderita TB di masyarakat.

Metode dan Tujuan : Penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif dengan studi retrospektif yang dilakukan di RSUP Haji Adam Malik, Medan propinsi Sumatera Utara. Sampel yang diambil adalah semua pasien HIV yang menderita penyakit Tuberkulosis yang tercatat dalam rekam medis periode 1 Juli 2008 hingga 31 Juli 2010 yang telah disetujui dengan ethical clearance. Tujuan penelitian ini ialah untuk menentukan karakteristik pasien HIV dengan Tuberkulosis di RSUP HAM, Medan tahun 2008 – 2010.

Hasil : Dari penelitian ini diketahui bahwa hasil secara keseluruhan, kelompok penderita dari golongan umur 21-50 tahun mencatat angka tertinggi yaitu sejumlah 225 orang ( 96,6% ), laki-laki mencatat angka tertinggi yaitu 202 orang ( 86,7% ), Kota Medan mencatat bilangan kasus tertinggi yaitu sejumlah 127 orang ( 54,5% ), sebaran penderita bertahap pendidikan SMU adalah tertinggi yaitu sejumlah 166 orang ( 71,2% ), sebaran penderita untuk bekerja adalah tertinggi yaitu sejumlah 144 orang ( 61,8% ) dan faktor risiko yang mencatat angka tertinggi ialah heteroseksual yaitu sejumlah 134 orang ( 57,5% ).

Kesimpulan dan Saran : Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, karakteristik penderita pasien HIV dengan Tuberkulosis berdasarkan umur, jenis kelamin, tempat tinggal, tahap pendidikan, pekerjaan dan faktor risiko yang ditemui mendukung hasil penelitian lain yang dilakukan. Sebagai saranan, pihak bertanggungjawab harus merencanakan suatu strategi pelayanan kesehatan yang lebih baik dalam mencegah tuberkulosis pada pasien HIV.


(6)

ABSTRACT

Introduction : HI AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) which weakens and turns off the human body’s immune system. On the other hand, TB (Tuberculosis) is a disease caused by the Mycobacterium tuberculosis. The HIV epidemic shows a significant increase in the TB epidemic throughout the world which increases the number of TB patients in the community.

Method and Purpose : This is a retrospective study done in a descriptive manner. All the HIV patients suffering from TB recorded in the medical record from 1st of July 2008 until 31st of July 2010 are the samples of this study. The purpose of the study is to determine the characteristics of the patients above.

Results : On the whole the study result showed that, according to age, 21-50 years category recorded the highest value, 225 respondents (96,6%). Men was more to suffer the disease, 202 respondents (86,7%). Medan city has the highest number of respondents, 127 (54,8%). SMU students have the highest percentation according to the educational level, 166 respondents (71,2%). Employed respondents were higher, 144 (61,8%) and the heterosexual risk factor had the highest number of respondents, 134 (57,5%).

Conclusion and Suggestion : According to the study that was done, it can be concluded that the characteristics showed by the HIV patients with TB according to age, sex, area of residence, educational level, employement and risk factor supports the studies which were done earlier by others. As a suggestion, responsible parties should plan a strategy for a better health services in preventing tuberculosis in HIV patients.


(7)

KATA PENGANTAR

Bersyukur saya kepada Tuhan Yang Maha Esa, di atas rahmat dan restuNya saya selaku penulis telah dapat menyiapkan laporan hasil penelitian ini.

Terlebih dahulu penulis mengucapkan ribuan terima kasih kepada dosen pembimbing, Dr. Tetty Aman Nasution. Beliau telah banyak mengajar dan memberi panduan dalam proses pembuatan hasil penelitian ini.

Penulis telah melibatkan beberapa orang lain, kelompok atau elemen untuk membantu, mendukung dan memberikan saran yang sangat berharga bagi penulis. Staf di Pusat Pelayanan Khusus di RSUP Haji Adam Malik sangat membantu penulis untuk mendapatkan data yang diperlukan. Teman-teman sekelompok juga telah turut membantu membimbing saya untuk menyiapkan laporan hasil penelitian ini.

Penulis juga sangat menghargai kedua orang tua penulis, bapak Gunaseelan Arumugam dan ibu Philomena Perumal atas segala pengorbanan dan kasih sayangnya yang diberikan kepada penulis.

Hasil penelitian ini banyak membantu penulis untuk mengetahui dengan lebih mendalam tentang pengetahuan dan keterampilan dalam menegakkan diagnosa penyakit, pengobatan, menilai kesembuhan, menilai prognosis dan pencegahan penyakit HIV dan Tuberkulosis. Penulis memohon maaf atas segala salah silap yang telah dilakukan dan akan berusaha memperbaikinya untuk memberikan hasil yang lebih baik.


(8)

Medan, 13 Disember 2010

RETHINA A/P GUNASEELAN

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Persetujuan... i

Abstrak... ii

Abstract ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... x

BAB 1 PENDAHULUAN... 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...


(9)

2.1 Human Immunodeficiency Virus ...

2.1.1 Definisi atau pengertian HIV ... 5

2.1.2 Epidemiologi HIV ... 5

2.1.3 Risiko Penularan dan Transmisi ... 6

2.1.4 Patofisiologi HIV ... 6

2.1.5 Gejala Klinis ... 8

2.1.6 Diagnosa ... 9

2.1.7 Penatalaksanaan ... 11

2.1.8 Prognosa dan Pencegahan ... 13

2.2 Sistem Imun …... 2.2.1 Definisi ... 14

2.2.2 Defisiensi Imun ... 15

2.2.3 Defisiensi Imun Spesifik Didapat ... 17

2.3 Tuberkulosis …... 2.3.1 Definisi ... 18 2.3.2 Epidemiologi TB ... 18

2.3.3 Faktor Risiko ... 19

2.3.4 Patogenesis ... 20


(10)

2.3.6 Diagnosa ... 22

2.3.7 Pemeriksaan Penunjang ... 23

2.3.8 Penatalaksanaan ... 23

2.3.9 Prognosa dan Pencegahan ... 25

2.3.10 Perawatan Pasien HIV yang terinfeksi TB ... 25

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 27

3.2 Definisi Operasional ... 28

BAB 4 METODE PENELITIAN... 4.1 Jenis Penelitian... 29

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian... 29

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 30

4.4 Teknik pengumpulan Data ... 30

4.5 Pengolahan dan Analisa Data ... 30 BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 5.1 Hasil Penelitian...


(11)

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 31

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden... 32

5.1.3 Karakteristik Penderita Pasien HIV dengan Tuberkulosis... 32

5.2 Pembahasan... 5.2.1. Karakteristik berdasarkan umur, jenis kelamin dan tempat tinggal... 39

5.2.2. Karakteristik berdasarkan tahap pendidikan dan pekerjaan... 40

5.2.3 Karakteristik berdasarkan faktor risiko dan infeksi opurtunistik yang lain... 41

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 6.1 Kesimpulan... 42

6.2 Saran... 43

DAFTAR PUSTAKA ... 44


(12)

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judu l Halaman

2.1 Pembagian defisiensi sistem imun 16 5.1 Distribusi penderita berdasarkan Umur 32 5.2 Distribusi penderita berdasarkan 33 Jenis Kelamin

5.3 Distribusi penderita berdasarkan 34 Tempat Tinggal

5.4 Distribusi penderita berdasarkan 35 Tahap Pendidikan

5.5 Distribusi penderita berdasarkan 36 Pekerjaan

5.6 Distribusi penderita berdasarkan 37 Faktor Risiko

5.7 Distribusi penderita berdasarkan 38 Infeksi Opurtunistik Lain


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judu l Halaman


(15)

ABSTRAK

Latar Belakang : HI AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) yang melemahkan dan mematikan sistem kekebalan tubuh manusia. Penyakit Tuberkulosis pula merupakan suatu penyakit yang tergolong dalam infeksi yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium tuberculosis. Epidemi HIV menunjukkan pengaruhnya terhadap

peningkatan epidemi TB di seluruh dunia yang meningkatkan jumlah penderita TB di masyarakat.

Metode dan Tujuan : Penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif dengan studi retrospektif yang dilakukan di RSUP Haji Adam Malik, Medan propinsi Sumatera Utara. Sampel yang diambil adalah semua pasien HIV yang menderita penyakit Tuberkulosis yang tercatat dalam rekam medis periode 1 Juli 2008 hingga 31 Juli 2010 yang telah disetujui dengan ethical clearance. Tujuan penelitian ini ialah untuk menentukan karakteristik pasien HIV dengan Tuberkulosis di RSUP HAM, Medan tahun 2008 – 2010.

Hasil : Dari penelitian ini diketahui bahwa hasil secara keseluruhan, kelompok penderita dari golongan umur 21-50 tahun mencatat angka tertinggi yaitu sejumlah 225 orang ( 96,6% ), laki-laki mencatat angka tertinggi yaitu 202 orang ( 86,7% ), Kota Medan mencatat bilangan kasus tertinggi yaitu sejumlah 127 orang ( 54,5% ), sebaran penderita bertahap pendidikan SMU adalah tertinggi yaitu sejumlah 166 orang ( 71,2% ), sebaran penderita untuk bekerja adalah tertinggi yaitu sejumlah 144 orang ( 61,8% ) dan faktor risiko yang mencatat angka tertinggi ialah heteroseksual yaitu sejumlah 134 orang ( 57,5% ).

Kesimpulan dan Saran : Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa, karakteristik penderita pasien HIV dengan Tuberkulosis berdasarkan umur, jenis kelamin, tempat tinggal, tahap pendidikan, pekerjaan dan faktor risiko yang ditemui mendukung hasil penelitian lain yang dilakukan. Sebagai saranan, pihak bertanggungjawab harus merencanakan suatu strategi pelayanan kesehatan yang lebih baik dalam mencegah tuberkulosis pada pasien HIV.


(16)

ABSTRACT

Introduction : HI AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) which weakens and turns off the human body’s immune system. On the other hand, TB (Tuberculosis) is a disease caused by the Mycobacterium tuberculosis. The HIV epidemic shows a significant increase in the TB epidemic throughout the world which increases the number of TB patients in the community.

Method and Purpose : This is a retrospective study done in a descriptive manner. All the HIV patients suffering from TB recorded in the medical record from 1st of July 2008 until 31st of July 2010 are the samples of this study. The purpose of the study is to determine the characteristics of the patients above.

Results : On the whole the study result showed that, according to age, 21-50 years category recorded the highest value, 225 respondents (96,6%). Men was more to suffer the disease, 202 respondents (86,7%). Medan city has the highest number of respondents, 127 (54,8%). SMU students have the highest percentation according to the educational level, 166 respondents (71,2%). Employed respondents were higher, 144 (61,8%) and the heterosexual risk factor had the highest number of respondents, 134 (57,5%).

Conclusion and Suggestion : According to the study that was done, it can be concluded that the characteristics showed by the HIV patients with TB according to age, sex, area of residence, educational level, employement and risk factor supports the studies which were done earlier by others. As a suggestion, responsible parties should plan a strategy for a better health services in preventing tuberculosis in HIV patients.


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

HIV ( melemahkan dan mematikan sistem kekebalan tubuh manusia. HIV adalah salah satu masalah kesehatan yang paling serius di dunia. Pada akhir 2001, lebih dari 40 juta orang di seluruh dunia terinfeksi HIV dan hidup dengan virus HIV atau AIDS. Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa sekitar 20 juta orang telah meninggal karena AIDS sejak infeksi pertama kali dijelaskan pada 1981. Hampir 500.000 kematian telah terjadi di Amerika Serikat (Charles, 2001).

Epidemik HIV di ASEAN telah mula dilaporkan seawal tahun 1984 di Filipina dan Thailand dan 1990 di Kemboja dan Vietnam. Jumlah kasus HIV yang tercatat di ASEAN sehingga tahun 2006 adalah hampir 1,6 juta orang. Dari suatu studi yang ditemui, sekitar akhir tahun 2003, bilangan orang dewasa yang menghidap HIV di Indonesia adalah 110.000. Wanita yang berumur dari 15-49 tahun yang menghidap HIV adalah hampir 15.000 dan jumlah kematian disebabkan HIV adalah hampir 2400 (Rampal, 2008).

Berdasarkan informasi yang dikumpulkan oleh DepKes melalui surveilans HIV, surveilans pelaku dan berbagai hasil studi di lapangan diperoleh kesimpulan bahwa potensi ancaman epidemi HIV di Indonesia semakin besar. Penyebaran HIV di Indonesia meningkat setelah tahun 1995. Sejak tahun 1999 terjadi fenomena baru penyebaran HIV yaitu infeksi HIV mulai terlihat pada pengguna narkotika suntikan. Pada tahun 2000 terjadi peningkatan epidemi HIV secara nyata melalui pekerja seks. Pada tahun 2004 hampir 27 propinsi di Indonesia telah melaporkan infeksi HIV (Ahmad, 2005).


(18)

Penyakit Tuberkulosis merupakan suatu penyakit yang tergolong dalam infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Lebih dari 2 miliar orang (sekitar sepertiga dari populasi dunia) diperkirakan terinfeksi TB. Kejadian global TB memuncak sekitar tahun 2003 dan dibuktikan bahwa sangat bervariasi di seluruh dunia. Tingkat tertinggi (100/100.000 atau lebih tinggi) diamati di sub-Sahara Afrika, India, Cina, dan pulau-pulau Asia Tenggara. Tingkat menengah TB (26-100/100.000) terjadi di Amerika Tengah dan Selatan, Eropa Timur, dan Afrika utara. Tingkat rendah ( kurang dari 25 kasus per 100.000 ) terjadi di Amerika Serikat, Eropa Barat, Kanada, Jepang, dan Australia (Robert, 2006).

Di kawasan Asia Tenggara, data WHO menunjukan bahwa TB membunuh sekitar 2.000 jiwa setiap hari. Sekitar 40 persen dari kasus TB di dunia berada di kawasan Asia Tenggara. Dua di antara tiga negara dengan jumlah penderita TB

terbesar di dunia, yaitu India dan Indonesia, berada di wilayah ini (Saroso, 2007).

Menurut WHO di tahun 1999, diperkirakan angka insidensi TB di Indonesia sekitar 220 per 100.000 penduduk per tahun. Penemuan kasus TB di Indonesia pada tahun 2005 (68%), telah mendekati target global untuk penemuan kasus pada tahun 2005, yakni sebesar 70% dan pada 2007 menjadi 74%. TB adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan peringkat ketiga dalam daftar sepuluh penyakit yang tertinggi di Indonesia yang menyebabkan sekitar 100.000 kematian setiap tahunnya atau dalam sehari terjadi 300 kematian karena TB (Qauliyah, 2007).

Epidemi HIV menunjukkan pengaruhnya terhadap peningkatan epidemi TB di seluruh dunia yang meningkatkan jumlah penderita TB di masyarakat. Di masa mendatang, ini menjadi tantangan terbesar dalam pengendalian TB dan banyak bukti yang menunjukkan bahwa pengendalian TB tidak akan berhasil baik tanpa


(19)

keberhasilan pengendalian HIV. Sebanyak 40 persen pasien HIV di Indonesia meninggal dunia karena infeksi TB dan penyebarannya mencapai lima kali lipat di negara-negara dengan prevalensi HIV yang tinggi (Gambit, 2007).

1.2 RUMUSAN MASALAH

Bagaimana Karakteristik Pasien HIV dengan Tuberkulosis di RSUP H.Adam Malik, Medan dari tahun 2008 hingga 2010.

1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 TUJUAN UMUM

Menentukan Karakteristik Pasien HIV dengan Tuberkulosis di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik, Medan dari tahun 2008 hingga 2010. 1.3.2 TUJUAN KHUSUS

Yang menjadi tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui Karakteristik Pasien HIV dengan Tuberkulosis berdasarkan usia.

2. Untuk mengetahui Karakteristik Pasien HIV dengan Tuberkulosis berdasarkan jenis kelamin.

3. Untuk mengetahui Karakteristik Pasien HIV dengan Tuberkulosis berdasarkan status sosioekonomi.

4. Untuk mengetahui Karakteristik Pasien HIV dengan Tuberkulosis berdasarkan faktor risiko.


(20)

1.4 MANFAAT

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk :

1. Agar masyarakat mengerti bahaya penyakit tuberkulosis pada pasien HIV yang dapat menyebabkan kematian sehingga dapat dilakukan pencegahan sejak dini.

2. Agar menjadi panduan kepada institusi kesehatan / pendidikan dan sebagai masukan kepada Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik, Medan

untuk merencanakan suatu strategi pelayanan kesehatan yang lebih baik dalam pencegahan tuberkulosis pada pasien HIV.

3. Peneliti pula dapat mengembangkan pengetahuan dan kemahiran dalam bidang penelitian serta mengaplikasikan teori yang pernah peneliti peroleh sepanjang mengikuti kuliah dan menambah pengetahuan peneliti tentang tuberkulosis pada penderita HIV.


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 HIV ( Human Immunodeficiency Virus ) 2.1.1 Definisi atau pengertian HIV

Istilah HIV telah digunakan sejak 1986 sebagai nama untuk retrovirus yang diusulkan pertama kali sebagai penyebab AIDS oleh Luc Montagnier dari Perancis, yang awalnya menamakannya LAV (lymphadenopathy-associated

virus) dan oleh Robert Gallo

2.1.2 Epidemiologi HIV

dari Amerika Serikat, yang awalnya menamakannya HTLV-III (human T lymphotropic virus type III). HIV adalah anggota dari genus lentivirus, bagian dari keluarga retroviridae yang ditandai dengan periode latensi yang panjang dan sebuah sampul lipid dari host-sel awal yang mengelilingi sebuah pusat protein/RNA. HIV-1 dan HIV-2 adalah dua sepsis HIV yang menginfeksi manusia. HIV-1 adalah yang lebih virulent dan lebih mudah menular, dan merupakan sumber dari kebanyakan infeksi HIV di seluruh dunia sedangkan HIV-2 kebanyakan masih terkurung di Afrika Barat (Puraja, 2008).

Dari semua wilayah di dunia, sub-Sahara Afrika adalah yang paling sering terjangkit HIV, yang mengandung sekitar 70% dari orang yang hidup dengan HIV. Sebagian besar negara di Asia tidak melihat ledakan epidemi pada masyarakat umum sampai sekarang tapi penggunaan narkoba dan pekerja seks mula meningkat dan menghancurkan harapan demikian (Morison, 2001).

Suatu temuan terbaru menyatakan bahwa prevalensi HIV global telah stabil pada 0,8% dengan 33 juta orang yang hidup dengan HIV yaitu 2,7 juta infeksi baru, dan 2,0 juta kematian di tahun 2007 (Peter, 2009).


(22)

Sejak awal abad ke-21, peningkatan jumlah kasus semakin mencemaskan di Indonesia. Pada akhir tahun 2003, 25 provinsi telah melaporkan adanya kasus AIDS. Para ahli epidemiologi Indonesia dalam kajiannya tentang kecenderungan epidemi HIV dan AIDS memproyeksikan bahwa apabila tidak ada peningkatan upaya penanggulangan yang bermakna, maka pada tahun 2010 jumlah kasus AIDS akan menjadi 400.000 orang dengan kematian 100.000 orang dan pada tahun 2015 menjadi 1.000.000 orang dengan kematian 350.000 orang (Komisi Penanggulangan AIDS).

2.1.3 Risiko Penularan dan Transmisi

Penularan HIV membutuhkan kontak dengan cairan tubuh khususya darah, air mani, cairan vagina, air susu ibu, air liur, atau eksudat dari luka atau kulit dan mukosa yang mengandungi virion bebas atau sel yang terinfeksi. Transmisi umumnya oleh perpindahan cairan tubuh secara langsung melalui hubungan seksual, berbagi jarum yang terkontaminasi darah, persalinan, menyusui dan prosedur medis seperti transfusi dan paparan instrumen yang terkontaminasi (McCutchan, 2009).

2.1.4 Patofisiologi HIV

Sel limfosit CD4 merupakan target utama pada infeksi HIV. Sel ini berfungsi sentral dalam sistem imun. Pada mulanya sistem imun dapat mengendalikan infeksi HIV, namun dengan perjalanan dari waktu ke waktu HIV akan menimbulkan penurunan jumlah sel limfosit CD4, terganggunya homeostasis dan fungsi sel-sel lainnya dalam sistem imun tersebut. Keadaan ini akan menimbulkan berbagai gejala penyakit dengan spektrum yang luas. Gejala penyakit tersebut terutama merupakan akibat terganggunya fungsi imunitas seluler, disamping imunitas humoral karena gangguan sel T helper (Th) untuk mengaktivasi sel limfosit B. HIV menimbulkan penyakit melalui beberapa mekanisme, antara lain: terjadinya defisiensi imun yang menimbulkan infeksi


(23)

oportunistik, terjadinya reaksi autoimun, reaksi hipersensitivitas dan kecenderungan terjadinya malignansi atau keganasan pada stadium lanjut.

Infeksi HIV terjadi melalui tiga jalur transmisi utama, yaitu transmisi melalui mukosa genital, transmisi langsung ke peredaran darah melalui jarum suntik, dan transmisi vertikal dari ibu ke janin. Untuk bisa menginfeksi sel, HIV memerlukan reseptor dan reseptor utama untuk HIV adalah molekul CD4 pada permukaan sel pejamu. Namun reseptor CD4 saja ternyata tidak cukup. Ada beberapa sel yang tidak mempunyai reseptor CD4, tapi dapat diinfeksi oleh HIV yaitu Fc reseptor untuk virion yang diliputi antibodi, dan molekul CD26 yang diperkirakan merupakan koreseptor untuk terjadinya fusi sel dan masuknya virus kedalam sel. Di samping itu telah ditemukan juga koreseptor kemokin yang mempunyai peranan sangat penting dalam proses masuknya HIV ke dalam sel yaitu CCR5 dan CXCR4 (Merati, 1999).

HIV yang masuk ke tubuh menularkan sel ini, ‘membajak’ sel tersebut, dan kemudian menjadikannya sebagai medium yang membuat miliaran tiruan virus. Ketika proses tersebut selesai, sel mirip HIV itu meninggalkan sel dan masuk ke sel CD4 yang lain. Sel yang ditinggalkan menjadi rusak atau mati. Jika sel-sel ini hancur, maka sistem kekebalan tubuh kehilangan kemampuan untuk melindungi tubuh kita dari serangan penyakit. Keadaan ini membuat kita mudah

terseranÐÏÎÍ฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀@B฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀ ฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀ ฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀ ฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀ ฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀ ฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀ ฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀ ฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀ ฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀


(24)

฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀ ฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀฀ ฀฀฀฀฀฀฀฀t, karena dikendalikan oleh sistem kekebalan tubuh yang sehat. Karena kuman tersebut memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh sistem kekebalan tubuh yang rusak, penyakit yang disebabkannya disebut

2.1.5 Gejala klinis

Gejala HIV akan berbeda dari orang ke orang dan juga akan tergantung pada tahap penyakit. Seseorang tidak akan mengalami perubahan dalam kesehatan mereka secara segera setelah terinfeksi. Indikasi pertama infeksi adalah seperti gejala flu, ruam atau kelenjar yang membengkak dan sering dianggap sebagai gejala minor. Ada empat tahapan yang berbeda pada HIV dengan gejala yang berbeda.

I)HIV-Akut

Beberapa minggu setelah terpapar virus HIV, beberapa orang mengalami penyakit yang disebut sindrom HIV akut. Indikator fase pertama infeksi meliputi demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, pembengkakan kelenjar getah bening, kelelahan, hilangnya nafsu makan, diare, ruam kulit, rasa mual dan nyeri otot. Ini adalah gejala awal dan akan terjadi dalam beberapa minggu pertama setelah terinfeksi virus. Selama tahap awal, sistem kekebalan tubuh mulai memproduksi antibodi HIV dan limfosit sitotoksik sebagai respons terhadap HIV.

II)HIV-Asimtomatik

Tahap kedua dari penyakit ini dikenal sebagai asimtomatik. Ini karena, selama pasien mengambil obatan yang dipreskripsi, mereka bebas dari gejala. Tingkat HIV juga turun ke tingkat yang lebih rendah. Pasien harus sedar bahwa meskipun gejala-gejala tidak lagi hadir, virus ini masih berkembang biak dan menghancurkan sel-sel kekebalan tubuh pasien dan obat-obatan harus diambil


(25)

secara konsisten untuk memaksimalkan kualitas hidup pasien. Tahap ini berlangsung rata-rata dari 8 hingga 10 tahun.

III)HIV–Simtomatik

Pada saat infeksi ini, sistem kekebalan tubuh telah rusak dengan parah oleh kerusakan kelenjar getah bening dan jaringan yang sudah bertahun lamanya. HIV bermutasi dan menjadi lebih kuat serta lebih bervariasi dan langsung menyebabkan kerusakan sel tubuh yang lebih banyak sehingga tidak mampu

bersaing dan menggantikan sel T pembantu yang hilang.

Gejala klinis tahap ketiga meliputi keringat malam, pembengkakan kelenjar getah bening secara menetap, demam persisten, infeksi kulit, sesak nafas dan batuk kering. Tahap ini berlangsung hampir untuk 1 hingga 3 tahun.

IV)

Tahap terakhir adalah perkembangan dari HIV menjadi AIDS di mana infeksi oportunistik seperti radang paru-paru, penyakit syaraf atau jenis kanker tertentu berkembang dan bermanifestasi. Diagnosis AIDS ditentukan apabila pasien dengan HIV mengembangkan satu atau lebih dari sejumlah tertentu infeksi oportunistik atau kanker. Saat ini tidak ada obat untuk AIDS. Namun ada sejumlah perawatan yang tersedia untuk membantu memperpanjang rentang hidup

dan kualitas hidup pasien dengan HIV dan AIDS (Hunt, 2009). Perkembangan dari HIV

2.1.6 Diagnosa

Infeksi HIV biasanya didiagnosis dengan tes darah yang mendeteksi antibodi tubuh dalam upaya untuk memerangi virus. Hal ini dapat memakan waktu bagi sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan antibodi yang cukup untuk tes antibodi untuk mendeteksi mereka. Periode ini sering disebut sebagai “periode jendela” dan dapat mengambil masa enam minggu sampai tiga bulan setelah


(26)

infeksi. Pengujian awal sangat penting, karena pengobatan awal untuk HIV membantu orang menghindari atau meminimalkan komplikasi. Selain itu, perilaku berisiko tinggi dapat dihindari, sehingga mencegah penyebaran virus ke orang lain.

Pengujian HIV terdiri dari 2 proses. Pertama, tes skrining dilakukan. Jika tes positif, tes kedua (Western blot) dilakukan untuk mengkonfirmasi hasilnya. Enzim

Immunoassay (EIA) yang digunakan pada darah adalah tes skrining yang paling

umum. Tes EIA lain dapat mendeteksi antibodi dalam cairan tubuh selain darah seperti cairan oral, urine, dan cairan vagina. Rapid Test pula adalah tes skrining alternatif yang menghasilkan hasil yang cepat di sekitar 20 menit. Ada tes yang disetujui FDA yang menggunakan darah atau cairan oral. Tes-tes ini memiliki tingkat akurasi yang sama dengan tes EIA tradisional. Selain itu, alat tes HIV atau

home-testing kits tersedia di banyak toko obat lokal. Darah diperoleh dengan

menusukkan jari terlebih dahulu dan kemudian darah diusap pada strip filter. Darah dimasukkan ke dalam amplop pelindung dan dikirimkan ke laboratorium untuk diuji. Semua tes skrining yang positif harus dikonfirmasi dengan tes darah yang disebut

Pada individu yang tidak terinfeksi HIV, jumlah sel CD4 dalam darahnya normal iaitu di atas 500 sel per milimeter kubik (mm3) darah. Pada orang yang disuspek menghidap HIV, dihitung jumlah sel CD4 nya. Orang yang terinfeksi HIV umumnya tidak beresiko menghadapi komplikasi sehingga sel CD4nya menjadi kurang dari 200 sel per mm3. Pada kadar CD4 ini, sistem imun tidak berfungsi baik dan makin menurun. Pasien-pasien yang mempunyai sel CD4 kurang dari 200 sel per mm3 disebut sebagai kondisi imunosupresi. Penurunan jumlah sel CD4 artinya membuktikan bahwa penyakit HIV tersebut sedang berlanjut. Jadi, sel CD4 yang rendah adalah sinyal bahwa orang tersebut dalam resiko terhadap satu atau banyak infeksi yang tidak biasa (disebut infeksi


(27)

oportunistik ) yang terjadi pada individu dalam keadaan imunosupresi

2.1.7 Penatalaksanaan

Ketika HIV pertama kali diidentifikasi pada awal tahun 1980, ada beberapa obat yang digunakan untuk mengobati virus dan infeksi oportunistik yang terkait dengannya. Sebuah panel ahli AIDS terkemuka telah mengembangkan rekomendasi untuk penggunaan obat anti-retroviral pada orang dengan HIV. Tujuan ART ( Anti-Retroviral Therapy ) adalah untuk mengurangi jumlah virus dalam darah meskipun hal ini tidak berarti bahwa virus akan hilang. Hal ini biasanya dicapai dengan kombinasi tiga atau lebih obat-obatan.

Meskipun tidak ada obat untuk memerangi AIDS, obat telah sangat efektif dalam memerangi HIV dan komplikasinya. Pengobatan membantu mengurangi virus HIV dalam tubuh, menjaga sistem kekebalan tubuh sesehat mungkin dan menurunkan komplikasi. Berikut adalah beberapa obat yang disetujui oleh US

Food and Drug Administration (FDA) untuk mengobati HIV dan AIDS :

Obat ini menghambat kerja virus dari duplikasi, yang dapat memperlambat penyebaran HIV dalam tubuh. Antaranya adalah, Abacavir (Ziagen, ABC), Didanosine (Videx, dideoxyinosine, ddI), Emtricitabine (Emtriva, FTC), Lamivudine (Epivir, 3TC), Stavudine (Zerit, d4T), Tenofovir (Viread, TDF), Zalcitabine (Hivid, ddC) dan Zidovudine (Retrovir, ZDV or AZT). Kombinasi NRTI disarankan untuk diambil pada dosis yang lebih rendah dan mempertahankan effektivitasnya.


(28)

Obat-obat yang disetujui FDA ini menghambat replikasi virus pada tahap lanjut dalam siklus hidup virus. Protease inhibitors meliput i Amprenavir (Agenerase, APV), Atazanavir (Reyataz, ATV), Fosamprenavir (Lexiva, FOS), Indinavir (Crixivan, IDV), Lopinavir (Kaletra, LPV/r), Ritonavir (Norvir, RIT) dan Saquinavir (Fortovase,Invirase, SQV).

Protease Inhibitor (PI)

Pengobatan lain :

Fusion inhibitor adalah obat dari kelas baru yang bertindak melawan HIV

dengan mencegah virus dari bergabung dengan bagian dalam sel sekaligus mencegah dari replikasi. Kelompok obat-obatan termasuk Enfuvirtide yang juga dikenal sebagai Fuzeon atau T-20.

Fusion Inhibitors

Pada tahun 1996, terapi antiretroviral (ART) diperkenalkan untuk orang dengan HIV dan AIDS. ART sering disebut sebagai anti-HIV cocktail iaitu kombinasi dari tiga atau lebih obat-obatan, seperti Protease Inhibitors dan obat anti-retroviral yang lain. Pengobatan ini sangat efektif dalam memperlambat virus HIV bereplikasi sendiri. Tujuan ART adalah untuk mengurangi jumlah virus dalam tubuh atau viral load ke tingkat yang tidak bisa lagi dideteksi dengan tes darah.

Highly Active Antiretroviral Therapy (HAART)

Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitors (NNRTIs) memblok infeksi

sel baru HIV. Obat-obat ini dapat ditentukan dalam kombinasi dengan obat anti-retroviral lainnya. NNRTs meliputi Delvaridine (Rescriptor, DLV), Efravirenz (Sustiva, EFV) dan Nevirapine (Viramune, NVP) (Coffey, 2007).


(29)

2.1.8 Prognosa dan pencegahan

Para peneliti telah mengamati dua pola umum penyakit pada anak yang terinfeksi HIV. Sekitar 20 persen dari anak-anak mengembangkan penyakit serius pada tahun pertama kehidupan, sebagian besar anak-anak ini meninggal pada usia 4 tahun. Perempuan yang terinfeksi HIV dan terdeteksi dini serta menerima pengobatan yang tepat, bertahan lebih lama daripada pria. Orang tua yang didiagnosis HIV tidak hidup selama orang muda yang memiliki virus ini.

Meskipun ada upaya yang signifikan, namun tidak ada vaksin yang efektif terhadap HIV. Satu-satunya cara untuk mencegah infeksi oleh virus ini adalah untuk menghindari perilaku yang membuat kita berisiko, seperti berbagi jarum atau berhubungan seks tanpa kondom dan menjauhkan diri dari seks. Berhubungan seks dengan mitra tunggal yang tidak terinfeksi dan hubungan monogami antara pasangan yang tidak terinfeksi menghilangkan risiko penularan HIV secara seksual. Kondom menawarkan perlindungan jika digunakan dengan benar dan konsisten. Jika bekerja di bidang kesehatan, ikuti panduan nasional untuk melindungi diri terhadap jarum tongkat dan paparan cairan terkontaminasi. Risiko penularan HIV dari wanita hamil kepada bayinya secara signifikan akan berkurang jika ibu mengambil obat selama kehamilan dan persalinan serta bayinya diberi obat untuk enam minggu pertama kehidupan (Szeftel, 2010).


(30)

2.2 Sistem Imun 2.2.1 Definisi

Sistem kekebalan adalah suatu sistem pada semua vertebrata ( hewan dengan tulang belakang) yang dalam istilah umum, terdiri dari dua jenis sel penting iaitu sel-B dan sel-T. Sel-B bertanggung jawab untuk produksi antibodi ( protein yang dapat mengikat bentuk molekul tertentu ), dan sel-T bertanggung jawab dalam membantu sel-B untuk membuat antibodi, atau atas pemusnahan sel asing kecuali bakteri di dalam tubuh. Dua jenis utama dari sel-T adalah sel-T "pembantu" dan sel-T sitotoksik. Setiap kali ada zat asing atau agen memasuki tubuh kita, sistem kekebalan tubuh diaktifkan. Sel- B-dan sel-T menemui ancaman dan akhirnya menghasilkan substansi penghapusan dari tubuh kita (Brown, 1995).

Sistem imun ini melibatkan semua mekanisme yang digunakan oleh tubuhuntuk mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup.

Pertahanan tersebut terdiri atas sistem imun alamiah atau non-spesifik ( natural/innate ) dan didapat atau spesifik ( adaptive/acquired ) (Baratawidjaja,


(31)

Gambar 2.1 di atas menunjukkan cabangan pada sistem imun (Dikutip dari Buku Immunologi Dasar, Edisi Ketiga, 1996) 2.2.2 Defisiensi imun

Kehadiran defisiensi imun harus dicurigai bila ditemukan tanda-tanda dari peningkatan kerentanan terhadap infeksi. Defisiensi imun primer atau kongenital diturunkan, tetapi defisiensi imun sekunder atau didapat ditimbulkan berbagai faktor setelah lahir. Penyakit defisiensi imun sering dikaitkan dengan limfosit, komplemen dan fagosit. Defisiensi imun terbahagi kepada dua iaitu Defisiensi Imun Non-Spesifik dan Defisiensi Imun Spesifik. HIV digolongkan dalam Defisiensi Imun Spesifik (Baratawidjaja, 1996).


(32)

Defisiensi Imun Non-Spesifik A.Defisiensi Komplemen

1) Komplemen Kongenital 2) Komplemen Fisiologik 3) Komponen Didapat

B.Defisiensi Interferon dan Lisozim

1) Interferon Kongenital 2) Interferon dan Lisozim Sekunder

C.Defisiensi Sel NK 1) Sel NK Kongenital 2) Sel NK Didapat

D.Defisiensi Sistem Fagosit 1) Fagosit Kongenital 2) Fagosit Fisiologik 3) Fagosit Didapat

Defisiensi Imun Spesifik A.Defisiensi Kongenital

B.Defisiensi Fisiologik 1) Kehamilan

2) Usia Lanjut

C.Defisiensi Didapat 1) Malnutrisi

2) Infeksi 3) HIV/AIDS 4) Obat 5) Penyinaran 6) Penyakit berat

7) Kehilangan Ig/Leukosit 8) Agamaglobulinemia dengan timoma

Tabel 2.1 menunjukkan pembagian defisiensi sistem imun (Dikutip dari Buku Immunologi Dasar, Edisi Ketiga, 1996)


(33)

2.2.3 Defisiensi Imun Spesifik Didapat

2.2.3.1 Sindrom Defisiensi Imun Didapat ( HIV )

Human Immunodeficiency Virus (HIV) telah diakui sebagai virus penyebab AIDS. Virus golongan retroviridae ini adalah limfotropik dan menimbulkan efek sitopatologik pada sel Th/helper/inducer/T4. Virus ini hidup dan berkembang biak di dalam sel Th dan mengakibatkan hancurnya sel-sel tersebut. Virus diikat petanda permukaan T4 sehingga sel tersebut dibunuhnya, dengan akibat jumlah T4 di bawah T8.

Efek sitopatologik HIV tersebut menimbulkan limfopenia yang selektif pada Th, sehingga perbandingan Th:Ts atau perbandingan T4:T8 menjadi terbalik atau lebih kecil daripada 1. Induksi sel T diperlukan untuk mempertahankan fungsi sel-sel faktor sistem imun lainnya agar tetap baik. Pada HIV/AIDS, sel-sel Th tidak berfungsi dengan baik, karenanya tidak dapat memberikan induksi yang diperlukan. Gangguan kuantitas dan kualitas sel Th akan menimbulkan kerentanan yang meninggi terhadap infeksi opurtunistik.

Sering juga ditemukan peningkatan IgG dan IgA. Dalam serum penderita AIDS telah ditemukan faktor supresif terhadap proliferasi sel T sehinga sel tersebut tidak memberikan respons terhadap mitogen dan dalam mixed lymphocyte

culture (MLC). Beberapa peneliti menduga bahwa faktor supresif tersebut adalah

antibody terhadap sel T dan dibentuk oleh sel monosit akibat interaksi dengan sel T. Mekanisme faktor supresif ini belum jelas, tetapi diduga kerjanya mencegah sintesis dan sekresi limfokin, antara lain interleukin-2 ( IL-2) atau T cell Growth

Factor.

Infeksi HIV tersebut akan menghancurkan dan mengganggu fungsi sel Th sehingga tidak dapat memberikan induksi kepada sel-sel efektor sistem imun. Tanpa adanya induksi Th, sel-sel efektor sistem imun seperti T8 sitotoksik,sel NK dan sel B tidak dapat berfungsi dengan baik (Baratawidjaja, 1996).


(34)

2.3 TB ( Tuberkulosis ) 2.3.1 Definisi

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri yang nama ilmiah adala pada tahun 1882 oleh seorang dokter Jerman bernama Robert Koch yang menerima hadiah Nobel untuk penemuan ini. TB paling sering mempengaruhi paru-paru, tetapi juga dapat melibatkan hampir semua organ tubuh (George, 2010).

2.3.2 Epidemiologi TB

Prevalensi tertinggi infeksi tuberkulosis dan taksiran tahunan risiko infeksi tuberkulosis berada di sub-Sahara Afrika dan Asia Tenggara. Secara keseluruhan, hampir 3,8 juta kasus tuberkulosis dilaporkan di dunia dalam 1990, dimana 49% berada di Asia Tenggara. Pada tahun 1990, 7,5 juta kasus diperkirakan dan 2,5 juta angka kematian dicatat di seluruh dunia (Raviglione, 1995).

TB merupakan salah satu masalah kesehatan penting di Indonesia. Selain itu, Indonesia menduduki peringkat ke-3 di kalangan negara dengan jumlah penderita TB terbanyak di dunia setelah India dan China. Jumlah pasien TB di Indonesia adalah sekitar 5,8 % dari total jumlah pasien TB dunia. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB baru dengan kematian sekitar 91.000 orang. Angka prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2009 adalah 100 per 100.000 penduduk dan TB terjadi pada lebih dari 70% usia produktif. Dalam pada itu kerugian ekonomi akibat TB juga cukup besar (Bakti Husada, 2010).


(35)

2.3.3 Faktor Risiko

Beberapa faktor risiko infeksi tentu saja termasuk riwayat kontak pasien dengan TB menular, misalnya dalam pengaturan rumah tangga, penjara dan pekerjaan tertentu, seperti kerja di rumah sakit. Perkembangan penyakit dapat difasilitasi oleh co-morbiditas, seperti HIV / AIDS, diabetes atau silikosis, serta kekurangan gizi dan merokok. Selain itu, hasil yang merugikan secara langsung atau secara tidak langsung berhubungan dengan alkoholisme dan penggunaan obat intravena serta kemiskinan (WHO, 2005).

2.3.3.1 Bagaimana pasien HIV bisa terinfeksi Tuberkulosis

Mycobacterium tuberculosis, organisme penyebab tuberkulosis menyebar

hampir secara eksklusif melalui jalur pernafasan. Orang dengan TB paru aktif menularkannya melalui batuk atau bersin. Ketika seorang individu rentan menghirup partikel berukur <10 mikron, ia akan mencapai alveoli (kantung udara kecil) di paru-paru, dan menetapkan infeksi TB. Dengan sistem kekebalan yang kuat, pasien tidak akan mengembangkan penyakit TB. Orang dengan infeksi TB laten adalah asimtomatik dan tidak menyebarkan TB ke orang lain. Satu-satunya bukti bahwa mereka telah memiliki infeksi TB adalah hasil tes kulit tuberkulin positif. Karena depresi sistem imunitas pada pasien dengan penyakit HIV, sistem kekebalan tubuh tidak dapat melawan organisme yang menyerang tubuh. Multiplikasi yang cepat terjadi pada pelbagai lokasi organ secara bersamaan. Pasien dengan penyakit HIV mungkin tidak dapat membatasi multiplikasi

Mycobacterium tuberculosis dan dengan demikian orang yang terinfeksi HIV


(36)

2.3.4 Patogenesis

2.3.4.1 Tuberkulosis Primer

Mycobacterium tuberculosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik yang disebut sarang primer atau afek primer atau sarang fokus Ghon. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivitas. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis regional). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal dan limfadenitis regional dikenal sebagai kompleks primer (Ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat sembuh sama sekali tanpa meninggalkan kecacatan. Ini sering terjadi atau pasien bisa sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik dan kalsifikasi di hilus.

2.3.4.2 Tuberkulosis Sekunder ( Post - Primer )

Kuman yang dormant pada TB primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi TB dewasa. Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. TB sekunder terjadi karena imunitas menurun yang disebabkan malnutrisi, pengambilan alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS dan gagal ginjal. TB post-primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian apikalposterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru. Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses yang berlebihan antara sitokin dengan TNF-nya (Israr, 2009).


(37)

2.3.5 Gejala Klinis

Gejala penyakit TB dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.

2.3.5.1 Gejala sistemik/umum

Gejala sistemik yang bisa ditemui adalah seperti, batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah), demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, penurunan nafsu makan dan berat badan dan perasaan tidak enak (malaise) serta lemah.

2.3.5.2 Gejala khusus:

Gejala khusus tergantung dari organ tubuh mana yang terkena. Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai sesak. Kalau ada cairan di rongga pleura (pembungkus paru-paru), timbul keluhan sakit dada. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak) dan gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang (Werdhani, 2008).

2.3.5.3 Gejala klinis pada pasien HIV yang terinfeksi Tuberkulosis

Antara gejala klinis yang ditemui pada pasien HIV yang menderita Tuberkulosis adalah seperti batuk yang berlanjutan selama tiga minggu atau lebih, kekurangan berat badan, demam selama empat minggu atau lebih, berkeringat di malam hari selama empat minggu atau lebih, indeks massa tubuh (BMI) 18 atau kurang, dan limfadenopati di bawah kulit, batuk berdahak, nyeri dada, kelemahan atau kelelahan, kurangnya nafsu makan (Werdhani, 2008).


(38)

2.3.6 Diagnosa

Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TB, maka beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis adalah anamnesis yang baik terhadap pasien maupun keluarganya, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak), pemeriksaan patologi anatomi (PA), Rontgen dada dan Uji tuberkulin (Werdhani, 2008).

Diagnosis TB pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila dua dari tiga SPS BTA hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif, perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang. Kalau hasil rontgen mendukung TB, maka penderita didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan lain, misalnya biakan harus dilakukan. Bila tiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya Kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1 - 2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS. Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif. Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada untuk mendukung diagnosis TB. Bila hasil rontgen mendukung TB, diagnosis sebagai penderita TB BTA negatif rontgen positif. Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB. Beberapa gambaran yang patut dicurigai sebagai proses spesifik adalah infiltrat, kavitas, kalsifikasi dan fibrosis ( pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) dengan lokasi di lapangan atas paru(apeks) (Werdhani, 2008).


(39)

2.3.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium melibatkan darah, sputum, tes tuberkulin, serologi,

Enzym linked immunosorbent assay ( ELISA ), Mycodot, dan Uji peroksidase anti

peroksidase (PAP) (Israr, 2009). 2.3.8 Penatalaksanaan

2.3.8.1 Perawatan Medis

Tujuan pengobatan penderita tuberkulosis adalah untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan atau timbulnya resistensi terhadap OAT dan memutuskan rantai penularan. Prinsip pengobatan obat TB diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6 – 8 bulan, agar semua kuman (termasuk kuman persisten) dapat dibunuh. Apabila panduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu pengobatan), kuman TB akan berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan. Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya resistensi terhadap semua Obat Anti TB (OAT), terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif diberikan secara tepat, penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif pada akhir pengobatan intensif. Sedangkan pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.

Paduan Obat Anti TB (OAT) di Indonesia berdasarkan WHO dan IUATLD (International Union Againts Tuberculosis and Lung Diseases) merekomendasikan paduan OAT standar yang dibahagi pada 3 kategori iaitu kategori 1 (2 HRZE /4 H3R3 atau 2 HRZE / 4 HR atau 2 HRZE / 6 HE); kategori 2 (2 HRZES / HRZE/ 5 H3R3E3 atau 2 HRZES / HRZE / 5 HRE); kategori 3 (2 HRZ /4 H3R3 atau 2HRZ / 4 HR atau 2 HRZ / 6 HE). Program Nasional


(40)

Penanggulangan TB di Indonesia menggunakan paduan OAT, yaitu : kategori 1 (2 HRZE / 4 H3R3); kategori 2 (2 HRZES / HRZE/ 5 H3R3E3); dan paduan obat sisipan (HRZE).

Obat kategori 1 adalah (2 HRZE / 4 H3R3). Tahap intensif terdiri dari isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z), dan ethambutol (E). Obat–obat tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2 HRZE). Tahap ini diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari isoniazid (H) dan rifampisin (R) yang diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan. Obat ini diberikan pada penderita baru TB Paru BTA positif , penderita TB Paru BTA negatif rontgen positif yang secara klinis sakit berat, dan penderita TB Ekstra Paru yang secara klinis sakit berat.

Obat kategori 2 adalah (2 HRZES / HRZE / 5 H3R3E3). Tahap intensif terdiri dari isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z), ethambutol (E) dan suntikan streptomisin setiap hari di unit pelayanan kesehatan selama 2 bulan. Tahap ini dilanjutkan dengan isoniazid (H), rifampisin (R), pirazinamid (Z), dan ethambutol (E) setiap hari selama 1 bulan. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu. Obat kategori 2 ini diberikan pada penderita kambuh (relaps), penderita gagal (failure), dan penderita dengan pengobatan yang lalai (after default).

Obat sisipan (HRZE) diberikan apabila pada akhir tahap intensif dari pengobatan dengan kategori 1 atau kategori 2, hasil pemeriksaan sputum masih BTA positif. Obat sisipan (HRZE) diberikan setiap hari selama 1 bulan. Kini telah diperkenalkan obat dalam bentuk FDC (Fixed Dose Combination/ Kombinasi Dosis Tetap). Dalam satu tabletnya terdiri dari 2,3 atau 4 obat sekaligus. Obat jenis ini harus diproduksi secara baik untuk menjamin bioavailabilitas obat-obat yang tercampur dalam satu tablet. WHO menganjurkan obat 4 FDC, yang berisi


(41)

rifampisin 150 mg, INH 75 mg, ethambutol 275 mg, dan pirazinamid 400 mg, diberikan satu tablet untuk setiap 15 kilogram berat badan (Israr, 2009).

2.3.8.2 Perawatan Bedah

Bedah reseksi dari paru-paru yang terinfeksi dapat dianggap untuk mengurangi beban bacillary pada MDR-TB. Prosedur termasuk segmentektomi (jarang digunakan), lobektomi, dan pneumonektomi. Komplikasi meliputi komplikasi perioperatif biasa, penyakit kambuhan, dan fistula bronkopleural

2.3.9 Prognosa dan Pencegahan (Thomas, 2007).

Prognosis untuk pemulihan dari TB baik untuk sebagian besar pasien jika penyakit ini didiagnosis dini dan diberikan pengobatan yang awal dengan obat yang sesuai dengan rejimen jangka panjang. M

TB adalah penyakit yang dapat dicegah. Pengujian kulit (PPD) untuk TB digunakan di populasi berisiko tinggi atau pada orang yang mungkin telah terkena TB, seperti pekerja kesehatan. Tes kulit positif menunjukkan pajanan TB dan infeksi tidak aktif. Orang yang telah terpapar pada TB harus langsung diuji dan harus melakukan ujian lanjutan jika tes pertama negatif. Pengobatan dini sangat penting dalam mengendalikan penyebaran TB dari orang-orang yang memiliki penyakit TB aktif kepada mereka yang tidak pernah terinfeksi TB. Beberapa negara dengan tingginya insiden TBC menyediakan vaksinasi BCG untuk masyarakat supaya mencegah TB (Dugdale, 2009).

etode bedah moden memiliki hasil yang baik dalam banyak kasus (Cramer, 2006).

2.3.10 Perawatan Pasien HIV yang terinfeksi TB

Manajemen pengobatan TB pada orang dengan HIV pada dasarnya sama seperti untuk pasien tanpa HIV tetapi ada beberapa perbedaan penting. Regimen yang direkomendasikan pada orang dewasa terinfeksi HIV (saat penyakit


(42)

disebabkan oleh organisme yang diketahui atau dianggap menjadi peka terhadap lini pertama obat) adalah rejimen 6 bulan yang terdiri daripada fase awal isoniazid (INH), rifampisin, pirazinamid (PZA), dan ethambutol (EMB) untuk 2 bulan yang pertama dan fase kelanjutan dari INH dan rifampisin untuk 4 bulan terakhir.

Pasien dengan jumlah CD4 <100/μl harus ditangani setiap hari atau 3 kali per minggu baik di fase awal mahupun fase lanjut. Durasi terapi selama enam bulan perlu dipertimbangkan sebagai jangka waktu minimal pengobatan untuk orang dewasa dengan HIV. Terapi harus diperpanjang sampai 9 bulan untuk pasien terinfeksi HIV dengan responnya kurang baik terhadap terapi awal. Harus diberi perhatian dalam mengobati TB pada orang yang terinfeksi HIV karena interaksi rifampisin (RIF) dengan agen antiretroviral yang lain.

Directly observed therapy (DOT) dan tindakan lain harus mempromosikan strategi yang bisa digunakan pada semua pasien TB yang berhubungan dengan HIV. Perawatan untuk pasien HIV dengan TB harus mencakup perhatian terhadap kemungkinan kegagalan pengobatan TB, kegagalan pengobatan antiretroviral, efek samping untuk semua obat yang dipakai, dan toksisitas obat (CDC, 2008).


(43)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian adalah karakteristik pasien HIV dengan Tuberkulosis :

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Penderita HIV dengan

Tuberkulosis Karakteristik penderita

berdasarkan : - Usia

- Jenis Kelamin - Faktor Risiko - Status sosioekonomi - Infeksi Opurtunistik Lain


(44)

3.2. Definisi Operasional Variabel

1) Karakteristik didefinisikan sebagai sebuah fitur yang membantu untuk mengidentifikasi, membedakan, atau menggambarkan suatu tanda atau ciri (Livingstone, 1982) yaitu karakteristik pasien HIV dengan Tuberkulosis dari Juli 2008 sehingga 31 Juli 2010 di RSUP Haji Adam Malik.

2) Usia adalah umur pasien yaitu golongan umur 10-20 tahun, 21-50 tahun, 51-65 tahun dan lebih daripada 65 tahun.

3) Jenis kelamin adalah gender pasien yang terdapat pada status penderita HIV yang dikategorikan kepada 2 kelompok yaitu laki-laki dan perempuan. 4) Faktor risiko adalah berdasarkan heteroseksual, homoseksual, biseksual, transfusi darah,IDU ( Injecting Drug Users ) dan perinatal.

5) Status sosioekonomi berdasarkan penelitian mencakup tingkat pendidikan, pekerjaan dan tempat tinggal. Bagi tingkat pendidikan, dibahagi kepada tidak bersekolah, SD, SMP, SMU, Akademi dan Universitas. Bagi pekerjaan pula dibahagi kepada tidak bekerja atau bekerja. Bagi tempat tinggal pula,

dibahagikan kepada 15 jenis kota/kabupaten yang berbeda.

6) Infeksi Opurtunistik lain pula adalah sama ada pasien menderita infeksi opurtunistik lain atau tidak.


(45)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif dengan studi retrospektif yang bertujuan untuk mengetahui Karakteristik Pasien HIV dengan Tuberkulosis di RSUP Haji Adam Malik, Medan tahun 2008 – 2010.

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian 4.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung selama 3 bulan, setelah proposal penelitian disusun dan seminar proposal dilaksanakan mulai dari bulan Augustus hingga bulan Oktober 2010. Pengumpulan dilakukan dengan mengambil data dari rekam medis dalam jangka waktu ini.

4.2.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan propinsi Sumatera Utara karena rumah sakit ini merupakan salah satu rumah sakit rujukan untuk penderita HIV di Sumatera Utara. Sepanjang penelitian, data akan diambil dari Pusat Pelayanan Khusus ( Pusyansus ) di RSUP Haji Adam Malik.


(46)

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi atau sering juga disebut universe adalah keseluruhan atau totalitas

objek yang diteliti yang ciri-cirinya akan diduga atau ditaksir (estimated) ( Sugiana, 2008 ).

4.3.2 Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien HIV yang menderita Tuberkulosis yang pernah dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan dari 1 Juli 2008 hingga 31 Juli 2010.

4.3.2.1 Cara Pemilihan Sampel

Jenis sampling yang digunakan adalah total sampling. Sampel yang diambil adalah semua pasien HIV yang menderita penyakit Tuberkulosis yang tercatat dalam rekam medis periode 1 Juli 2008 hingga 31 Juli 2010 dengan disetujui

ethical clearance.

4.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk pengumpulan data, diambil rekam medis kesemua pasien HIV yang menderita Tuberkulosis yang dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan dari 1 Juli 2008 hingga 31 Juli 2010.

4.5 Pengolahan dan Analisa Data

Setelah mengumpul data dari rekam medis, data diolah dengan menggunakan program SPSS dan disajikan dalam bentuk tabel frekuensi.


(47)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Proses pengambilan data untuk penelitian ini telah dilakukan pada tanggal 6 Oktober 2010 di Pusat Pelayanan Khusus ( Pusyansus ) di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan dengan total sampel sebanyak 233 orang untuk mengetahui Karakteristik Pasien HIV dengan Tuberkulosis di RSUP Haji Adam Malik, Medan tahun 2008 – 2010.

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan ini beralamat di Jalan Bunga Lau no. 17, Medan, terletak di kelurahan Kemenangan, kecamatan Medan Tuntungan. RSUP H. Adam Malik, Medan merupakan Rumah Sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VIII/1990. Di samping itu, RSUP H. Adam Malik adalah Rumah Sakit Rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Propinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau.

RSUP H. Adam Malik, Medan bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan lembaga lainnya dalam menyelanggarakan pendidikan klinik calon dokter dan pendidikan dokter keahlian, calon dokter spesialis serta tenaga kesehatan lainnya.


(48)

5.1.2 Deskripsi Karekteristik Responden

Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah kesemua pasien HIV dengan Tuberkulosis yang mendapat rawatan di RSUP Haji Adam Malik, Medan dari tahun 2008 – 2010.

5.1.3 Karakteristik Pasien HIV dengan Tuberkulosis

Karakteristik Pasien HIV dengan Tuberkulosis berdasarkan umur, jenis kelamin, tempat tinggal, tahap pendidikan, pekerjaan, faktor risiko dan infeksi opurtunistik lain dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah.

Tabel 5.1 Distribusi penderita berdasarkan Umur

Umur Frekuensi Persentase ( % )

10-20 tahun 4 1,7 21-50 tahun 225 96,6 51-65 tahun 2 0,9

> 65 tahun 2 0,9

Jumlah 233 100

Dari tabel 5.1 dapat dilihat, kelompok penderita dari golongan umur 21-50 tahun adalah yang tertinggi yaitu sejumlah 225 orang ( 96,6% ) dan yang terendah ialah kelompok penderita dari golongan umur 51-65 tahun dan lebih daripada 65 tahun sejumlah 2 orang ( 0,9% ).


(49)

Tabel 5.2 Distribusi penderita berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase ( % )

Laki - Laki 202 86,7 Perempuan 31 13,4

Jumlah 233 100

Dari tabel 5.2 dapat dilihat, penderita laki - laki ialah yang tertinggi sejumlah 202 orang ( 86,7% ).


(50)

Tabel 5.3 Distribusi penderita berdasarkan Tempat Tinggal

Kota/Kabupaten Frekuensi Persentase ( % )

Medan 127 54,5 Deli Serdang 18 7,7 Siantar 15 6,4 Karo 14 6,0 Dairi 6 2,6 Aceh 5 2,1 Simalungun 5 2,1 Binjai 5 2,1 Riau 3 1,3 Taput 3 1,3

Tobasa 3 1,3 Langkat 3 1,3 Asahan 3 1,3 Nias 3 1,3 Jakarta 3 1,3

Tidak Diketahui 21 9,0


(51)

Dari tabel 5.3 dapat dilihat, sebaran penderita paling tinggi di Medan yaitu sejumlah 127 orang ( 54,5% ) manakalan Riau, Taput, Tobasa, Langkat, Asahan, Nias dan Jakarta mencatatkan angka terendah sejumlah 3 orang ( 1,3% ).

Tabel 5.4 Distribusi penderita berdasarkan Tahap Pendidikan

Tahap Pendidikan Frekuensi Persentase ( % )

SMU 166 71,2 SMP 36 15,5 SD 9 3,9 Universitas 8 3,4 Akademi 2 0,9 Tidak Diketahui 12 5,2

Jumlah 233 100

Dari tabel 5.4 dapat dilihat, sebaran penderita tertinggi di SMU yaitu sejumlah 166 orang ( 71,2% ) dan terendah di Akademi sejumlah 2 orang ( 0,9% ).


(52)

Tabel 5.5 Distribusi penderita berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Frekuensi Persentase ( % )

Bekerja 144 61,8 Tidak Bekerja 81 34,8 Tidak Diketahui 8 3,4

Jumlah 233 100

Dari tabel 5.5 dapat dilihat, sebaran penderita adalah tertinggi untuk bekerja yaitu sejumlah 144 orang ( 61,8% ).


(53)

Tabel 5.6 Distribusi penderita Faktor Risiko

Faktor Risiko Frekuensi Persentase ( % )

Heteroseksual 134 57,5 Injecting Drug Users ( IDU ) 71 30,5 Transfusi Darah 9 3,9 Homoseksual 2 0,9 Perinatal 0 0 Tidak Diketahui 17 7,3

Jumlah 233 100

Dari tabel 5.6 dapat dilihat, sebaran penderita adalah tertinggi untuk heteroseksual yaitu sejumlah 134 orang ( 57,5% ) dan terendah untuk homoseksual yaitu sejumlah 2 orang ( 0,9% ).


(54)

Tabel 5.7 Distribusi penderita berdasarkan Infeksi Opurtunistik Lain Infeksi

Opurtunistik Lain

Frekuensi Persentase (%)

Keterangan

Ada 135 57,9 PCP,Kandidiasis,Diare,Herpes Zoster,CMV,Toxoplasmosis Tidak ada 98 42,1

Jumlah 233 100

Dari tabel 5.7 dapat dilihat, sebaran penderita yang ada infeksi opurtunistik lain adalah tertinggi yaitu sejumlah 135 orang ( 57,9% ).


(55)

5.2 Pembahasan

5.2.1 Karakteristik Pasien HIV dengan Tuberkulosis berdasarkan umur, jenis kelamin dan tempat tinggal.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.1, kelompok penderita dari golongan umur 21-50 tahun adalah yang tertinggi yaitu sejumlah 225 orang dan yang terendah ialah dari golongan umur 51-65 tahun ( 2 orang ) dan lebih daripada 65 tahun ( 2 orang ). Kenyataan ini menyokong Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia yang dilaporkan s/d Juni 2010 oleh Directorate General

CDC & EH, Ministry of Health, Republic of Indonesia. Menurut statistik

penelitian tersebut, golongan umur yang mempunyai insidensi tertinggi ialah dari golongan umur 20-49 tahun dan paling rendah ialah lebih daripada 60 tahun.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.2, laki-laki mencatat angka lebih tinggi yaitu 202 orang manakala perempuan ialah 31 orang. Beberapa penelitian menunjukkan keputusan yang hampir sama dengan angka laki-laki yang lebih tinggi. Contohnya Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia yang dilaporkan s/d Juni 2010 oleh Directorate General CDC & EH, Ministry of Health, Republic of

Indonesia. Statistik penelitian tersebut menyatakan bahwa persentase laki-laki

ialah 74,3 % manakala perempuan hanya 25.7%.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.3, Medan mencatat angka kasus tertinggi yaitu 127 orang manakala yang terendah pula ialah Riau, Taput, Tobasa, Langkat, Asahan, Nias dan Jakarta yaitu sejumlah 1 orang di setiap kota/kabupaten. Menurut Candra Syafei, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Kota Medan mendominasi penderita HIV/AIDS disusuli Deli Serdang, Siantar, Simalungun dan Langkat (WaspadaOnline, 2010). Menurut Sukarni, Kepala Seksi Pencegahan Penyakit Menular Langsung Dinas Kesehatan Sumatra Utara, Deli Serdang menduduki rangking kedua teratas setelah Kota


(56)

Medan (matanews.com, 2009). Kenyataan-kenyataan ini menyokong hasil penelitian yang didapatkan.

5.2.2 Karakteristik Pasien HIV dengan Tuberkulosis berdasarkan tahap pendidikan dan pekerjaan.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.4, sebaran penderita tertinggi bertahap pendidikan SMU yaitu sejumlah 166 orang ( 71,2% ). Menurut Harjoni Desky dalam suatu artikel tentang Peran Strategis Pemuda dalam Mencegah HIV/AIDS, para siswa yang terlibat dalam penyalahgunaan narkoba tersebar di Jakarta-Utara (Jakut) sebanyak 248 orang dari 26 SMU, Jakarta-Pusat atau Jakpus (109) di 12 SMU, Jakarta-Barat atau Jakbar (167) di 32 SMU, Jakarta-Timur atau Jaktim (305) di 43 SMU dan Jakarta-Selatan atau Jaksel (186) di 40 SMU (Kompas, 2001). Juga dijelaskan bahwa remaja kini memiliki sikap rasa ingin tahu yang begitu tinggi sehingga mereka tidak segan-segan untuk melakukan hal negatif tanpa mempertimbangkan akibat yang akan ditimbulkan.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.5, penderita yang bekerja mencatat angka yang lebih tinggi yaitu 144 orang daripada yang tidak bekerja yaitu 81 orang. Berdasarkan suatu sumber, lingkungan kerja sebagian besar berada pada risiko rendah untuk penularan Tuberkulosis. Risiko pajanan terhadap Tuberkulosis sangat rendah di tempat kerja tetapi bagi mereka yang menderita HIV, mereka berada pada tahap risiko yang lebih tinggi (The National AIDS


(57)

5.2.3 Karakteristik Pasien HIV dengan Tuberkulosis berdasarkan faktor risiko dan infeksi opurtunistik yang lain.

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.6, sebaran penderita adalah tertinggi untuk heteroseksual yaitu sejumlah 134 orang dan terendah untuk homoseksual yaitu sejumlah 2 orang. Kenyataan ini menyokong Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia yang dilaporkan s/d Juni 2010 oleh Directorate General CDC & EH,

Ministry of Health, Republic of Indonesia. Menurut statistik penelitian tersebut,

angka tertinggi dicatat oleh golongan heteroseksual yaitu 49,2%. Dalam suatu artikel kesehatan, Pengelola Program HIV/AIDS dan IMS Dinkes Bali, Dr.Gde Agus Suryadinata mengatakan heteroseksual masih merupakan faktor risiko yang paling banyak ditemukan dalam penularan HIV dan mengambil bagian sekitar 69% dari faktor risiko yang lain (Bali Post, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.7, sebaran penderita yang ada infeksi opurtunistik lain adalah sejumlah 135 orang dan tidak mempunyai infeksi opurtunistik lain sejumlah 98 orang. Dalam suatu artikel tentang Aspek Kesehatan Masyarakat HIV-TB di Indonesia (Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia), Pandu Riono menyatakan bahwa selain Tuberkulosis, juga terdapat infeksi opurtunistik lain yang bisa menyertai seperti Kandidiasis ( 80,8% ),

Pneumocystis carinii Pneumonia ( 13,4% ), Diare ( 27,1% ), Herpes Zoster ( 6,3%

), Cytomegalovirus ( 28,8% ) dan Toxoplasmosis ( 17,3% ).

Selain itu, penelitian ini juga ada kelemahannya. Kelemahannnya mungkin dari data yang diambil karena pasien mungkin menderita Tuberkulosis sebelum didiagnosa HIV/AIDS dan kesingkatan waktu sepanjang durasi proses pengambilan data mungkin menyebabkan adanya sedikit perbedaan jika dibanding dengan penelitian-penelitian lain.


(58)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Kesimpulan berdasarkan hasil analisa dan pembahasan terhadap data yang diperoleh ialah :

1) Kelompok penderita dari golongan umur 21-50 tahun mencatat angka tertinggi yaitu sejumlah 225 orang ( 96,6% ).

2) Laki-laki mencatat angka tertinggi yaitu 202 orang ( 86,7% ) sedangkan perempuan ialah 31 orang ( 13,4% ).

3) Kota Medan mencatat bilangan kasus tertinggi yaitu sejumlah 127 orang ( 54,5% ).

4) Dari hasil penelitian, sebaran penderita tertinggi bertahap pendidikan SMU yaitu sejumlah 166 orang ( 71,2% ).

5) Sebaran penderita adalah tertinggi untuk bekerja yaitu sejumlah 144 orang ( 61,8% ) sedangkan 81 orang ( 34,8% ) untuk tidak bekerja.

6) Faktor risiko yang mencatat angka tertinggi ialah heteroseksual yaitu sejumlah 134 orang ( 57,5% ).


(59)

6.2 Saran

1) Dapat dilakukan penyuluhan kepada semua golongan umur yaitu dari remaja hingga ke orang tua dan kedua jenis kelamin tentang bahaya HIV/AIDS dengan Tuberkulosis dan infeksi opurtunistik lain yang bisa menyertai.

2) Disarankan pada institusi kesehatan / pendidikan di semua kota/kabupaten untuk merencanakan suatu strategi pelayanan kesehatan yang lebih baik dalam pencegahan tuberkulosis pada pasien HIV.

3) Pengusaha di tempat kerja harus bertanggungjawab mewujudkan suasana tempat kerja yang baik dan pertolongan pertama prosedur standar yang mempromosikan tempat kerja yang sehat yang akan melindungi pasien HIV mendapat Tuberkulosis.

4) Dijalankan penelitian lanjutan untuk mengetahui lebih dalam tentang penyakit HIV/AIDS ini yang disertai dengan infeksi opurtunistik, Tuberkulosis.


(60)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, R.A., 2005. Laporan Survei Perilaku Tertular HIV DepKes,

Indonesia, BP

2005. Available from:

http://www.tbhiv.net/protocol_development/pelatihan_files/materi_pelatihan /Materi_Pelatihan_dr.Riris_Andono%20A,_MPH.pdf

Bakti Husada, 2010. Pengendalian TB di Indonesia mendekati target MDG. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Available from :

[ Accesed 10 Februari 2010]

Baratawidjaja, K.G., 1996. Imunologi Dasar, Edisi Ketiga,FKUI, 170-183.

Brown, J.C., 1995. AIDS,HIV dan Sistem Kekebalan. Available from : http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://people .ku.edu/~jbrown/hiv.html

Centers for Disease Control and Prevention, 2008. Pengobatan Tuberkulosis

Rentan Penyakit-Narkoba di Orang Terinfeksi HIV. Available from :

[ Accesed 2 Maret 2010 ]


(61)

Chandra, S, 2010. Pusat Berita Dan Informasi Medan, Sumut,Aceh. Available fro

22 September

2010]

Charles, A.J., 2001. Genetic Encyclopedia. Available from : http://www.answers.com/topic/hiv

Coffey, S.C., 2007, et al. HIV/AIDS. UCSF Medical Center, 2007. Available from :

[ Accesed 15 Februari 2010 ]

http://www.ucsfhealth.org/adult/medical_services/infect/hiv/conditions/hiv/t reatments.html

Cramer, D.A., 2006. Prognosis Tuberkulosis. Medical Encyclopedia. Available from :

[ Accesed 13 Maret 2010 ]

http://www.answers.com/topic/tuberculosis-prognosis

Ditjen PPM & PL Depkes RI, 2010. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia. Available from:

[ Accesed 16 Maret 2010 ]

[Accesed 26 September 2010]

Dugdale, D.C., 2009. TBC PAru – Pencegahan. University of Maryland Medical

Center (UMMC). Available from :

Gambit, 2007. Komunitas AIDS Indonesia. Available from : http://aids-ina.org/modules.php?name=News&file=article&sid=501 [ Accesed 20 April 2010]


(62)

Gde A.S, 2010. Penderita HIV/AIDS di Bali Heteroseksual, Risiko Penularan

Terbanyak. Available from :

http://www.medicinenet.com/tuberculosis/article.htm [ Accesed 6 Maret 2010 ]

Harjoni, D., 2009. Peran Strategis Pemuda dalam Mencegah

HIV/AIDS.Available from:

September 2010]

Hunt, R., 2009. Human Immunodeficiency Virus dan AIDS : Microbiology and Immunology Online; University of South Carolina School of Medicine. Available from : 20 Maret 2010 ]

Israr, Y.A., 2009, et al. Tuberkulosis Paru : Faculty Of Medicine, University of

Riau. Available from :

http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/08/tuberkulosis-paru_files_of_drsmed.pdf

Komisi Penanggulangan AIDS, 2007. Strategi Nasional Penanggulangan Hiv

dan AIDS 2007-2010, Draft Final 040107. Available from :

[ Accesed 3 Maret 2010 ]

15 April 2010.]


(63)

McCutchan, J.A., 2009. Human Innumodeficiency Virus (HIV). The Merck

Manuals Online Medical Library. Available

from:http://www.merck.com/mmpe/sec14/ch192/ch192a.html

Merati, T.P., 1999, et al. Division of Allergy & Clinical Immunology : Faculty of

Medicine, University of Indonesia. Available from:

[ Accesed 12 April 2010 ]

http://www.jacinetwork.org/index.php?option=com_content&view=article&

id=64:respons-imun-infeksi-hiv&catid=42:immunodeficiency--hiv&Itemid=68

Morison, L, 2001. Epidemiologi global HIV / AIDS, British Medical Bulletin.

Available from : [ Accesed 19 Februari 2010 ]

Pandu Riono, 2008. TB-HIV di Indonesia dari aspek kesmas. Available from:

Peter, H, 2009, et al. Global epidemiologi dari HIV, Lippincott Williams &

Wilkins. Available from :


(64)

Puraja, Y.S., 2008. Human Immunodeficiency Virus. Available from :

Qauliyah, A., 2007. Hari Tuberkulosis Sedunia, AstaMedia Group. Available from : http://astaqauliyah.com/2007/03/hari-tuberculosis-sedunia/

Rampal, K.G., 2008. HIV/AIDS di tempat kerja, Universiti Kebangsaan Malaysia. Available from :

[ Accesed 10 Februari 2010]

http://www.rcoh.org.my/images/KGRampal.pdf

Raviglione, M.C., 1995. Epidemiologi Global TB: Morbiditas dan mortalitas

dari epidemi di seluruh dunia.US National Library of Medicine. Available

from :

[ Accesed 7 April 2010]

[ Accesed 10

Februari 2010 ]

Robert, C.H., 2006. Epidemiologi Tuberkulosis. WHO Stop TB Strategi baru.

Lancet 2006. Available from

:http://www.uptodate.com/patients/content/topic.do?topicKey=~XyXmh5D Mv7NDWy

Saroso, S., 2007. Penderita TB harus waspada terkena HIV. Kelompok kerja HIV/AIDS ( POKJA AIDS ). Available from :

[ Accesed 27 Maret 2010]


(65)

Sugiana, D., 2008. Populasi dan teknik sampling. Available from :

http://dankfsugiana.wordpress.com/2008/07/08/populasi-dan-teknik-sampling/ [

Szeftel A,

Accesed 20 Maret 2010 ]

2010. Alergi, Imunologi, Penyakit Paru & Critical Care. Internal

Medicine. Available from :

Sukarni, 2009. Penderita AIDS di Deli Serdang. Available from :

[Accesed 22 September 2010]

The National AIDS fund, 2003. Managing Tuberculosis and HIV Infection in

Today's General Workplace. Available from :

http://www.brta-lrta.org/tools/pdf_mngrkit/wrkplace/tbhiv.pdf [ Accesed 20 September 2010]

Thomas, H., 2007 ,et al. Tuberkulosis. Departemen Kedokteran Internal, Divisi Penyakit Infeksi, Wright State University. Available from : http://www.javeriana.edu.co/Facultades/Medicina/pediatria/revis/eMedicine

%20-%20Tuberculosis%20%20Article%20by%20Thomas%20Herchline,%20MD .htm

Verma, S, 2008, et al. HIV Co-Infeksi Tuberkulosis. The Internet Journal of

Pulmonary Medicine. Available from : [ Accesed 27 Maret 2010 ]


(66)

Werdhani, R.A., 1995. Patofisiologi, Diagnosis, dan Klafisikasi Tuberkulosis, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI.

Available from : http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:yIOf828DNWIJ:staff.ui.ac.id/i

nternal/0107050183/material/PATO_DIAG_KLAS.pdf+Retno+Asti+Werdh ani,+1995.+Patofisiologi,+Diagnosis,+dan+Klafisikasi+Tuberkulosis,+Depa rtemen&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESh7NMIln6M7kM8Z9O1Oz4 iYXIAy6xcyOm4bs7QH5fL54fYlWwDymJtpQxrWt1zg9ACdZsuZZHblyd Q6XmxmjUdw4_77G94_Q0R_BMdzfdrE2qG9hMK2ir1GYIFXSs0chCju8 HYv&sig=AHIEtbTILF3WTq9tpGwZk9KH6aGQ0Ol6ZQ [ Accesed 25 April 2010 ]

World Health Organisation, 2005. Faktor Resiko TB. Available from :

Yayasan Spritia, 2009. Hidup dengan HIV. Available from :


(67)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Rethina a/p Gunaseelan

Tempat/Tanggal Lahir : Pahang,Malaysia / 2 Augustus 1987 Agama : Hindu

Alamat : No, 61, Jalan Sei Blutu 20131 Medan

Riwayat Pendidikan : 1. Sekolah Rendah Kebangsaan Saujana Impian 2. Sekolah Menengah Kebangsaan Sultan Abdul Aziz

Shah

3. University College of Sedaya International 4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Riwayat Pelatihan : 1. Persatuan Bulan Sabit Merah Malaysia ( PBSMM ) Riwayat Organisasi : 1. Ahli Persatuan Kebangsaan Pelajar-pelajar Malaysia Indonesia Cawangan Medan ( PKPMI )


(68)

LAMPIRAN 2 DATA INDUK

No.

U

mu

r Sex L / P Kota/ Kabupa ten P endi d ik an B ek erj a F ak tor Ri si ko

Infeksi Oportunistik yg terjadi

Kode Kode Kode

1 25 L Medan 3 Y 1 TB

2 25 L

Deli

Serdang 3 Y 6 TB K

3 30 P 3 Y 1 TB

4 26 L Medan 3 T 6 TB D

5 30 L Karo 3 Y 1 TB K D

6 32 L

Deli

Serdang 3 Y 6 TB K

7 33 L

Deli

Serdang 3 Y 1 TB

8 37 L Medan 3 Y 1 TB K

9 28 L Medan 2 Y 1 TB

10 26 L

Deli

Serdang 3 Y 6 TB

11 34 L Medan 3 Y 1 TB

12 25 L Medan 3 T 6 TB

13 23 P Medan 3 Y 5 TB

14 43 L Medan 3 Y 6 TB

15 38 P 3 Y 1 TB D

16 40 L 3 Y 1 TB

17 24 L Karo 3 Y 1 TB

18 36 L Medan 3 Y 1 TB K

19 98 L Medan 4 T 1 TB

20 25 L Siantar 3 T 1 TB

21 35 L Taput 3 Y 2 TB

22 35 L Medan 3 Y 1 TB

23 27 L Karo 2 Y 6 TB K

24 27 L Aceh 2 T 1 TB


(69)

26 39 L 3 T 1 TB

27 26 L Karo 3 T 1 TB

28 30 L Medan 3 Y 5 TB

29 36 L Medan 3 T 1 TB

30 28 L Medan 3 T 6 TB

31 35 L Medan 3 T 6 TB

32 40 L Medan 3 Y 1 TB

33 30 L Karo 3 Y 1 TB

34 28 L Medan 3 Y 1 TB

35 35 L 3 Y 1 TB

36 98 L Medan T 1 TB

37 40 L Medan 3 Y 6 TB

38 30 L 3 7 TB

39 33 P Medan 3 T 1 TB

40 24 L Medan 3 T 1 TB

41 41 L Medan 3 T 1 TB

42 41 L 3 Y TB

43 29 L Siantar 3 Y 1 TB

44 34 L Medan 2 Y 6 TB

45 29 L Dairi 1 TB

46 32 P Medan 3 Y 6 TB

47 29 L Medan 3 Y 1 TB

48 34 L Medan 3 Y 1 TB

49 32 L 3 Y 6 TB

50 22 P Medan T 1 TB

51 24 L

Deli

Serdang 1 TB

52 27 L Medan Y 7 TB K

53 30 L Medan 3 Y 6 TB

54 35 L Aceh 3 Y 1 TB

55 36 L TB

56 33 L Riau 3 Y 1 TB K

57 36 L Medan T 7 TB K

58 29 L Binjai 3 Y 2 TB K

59 48 P

Deli

Serdang 3 T 1 TB

60 34 L Medan 3 Y 1 TB


(70)

62 31 L Medan 3 Y 6 TB D K

63 31 L Medan 3 T 1 TB K

64 34 L Dairi 3 Y 1 TB K

65 29 P Medan 3 Y TB

66 22 L

Deli

Serdang 3 Y 1 TB K PCP

67 36 L

Deli

Serdang 3 Y 1 TB

68 26 L Medan 3 Y 1 TB K

69 34 L Medan 3 Y 1 TB

70 27 L

Deli

Serdang 3 Y 6 TB

71 35 L

Deli

Serdang 1 T 1 TB

72 37 L Medan 3 Y TB K

73 38 L Siantar 3 Y 1 TB

74 35 L 6 H TB

75 26 L

Deli

Serdang 3 Y 6 K TB

76 53 L Medan 1 Y TB D

77 29 L 3 Y 1 TB K

78 49 L

Deli

Serdang 3 Y TB

79 28 L

Deli

Serdang 3 Y TB K

80 32 P Langkat 3 T 1 TB

81 40 L Medan 3 T 1 TB

82 29 L 3 T TB K

83 36 L Medan 3 Y 1 TB K

84 27 L Aceh 3 Y 1 TB K D

85 30 L Medan 3 Y 1 TB K D

86 35 L Medan 3 Y 1 TB K

87 27 L Medan 3 T 6 TB K D

88 25 L Simalungun 3 Y 1 TB K

89 35 P Dairi 3 T 1 TB Z K

90 47 L Medan 3 Y 7 TB K

91 35 L 3 T 1 K TB

92 40 L Medan 5 Y 1 TB K

93 42 L Medan 3 Y 1 TB K


(1)

Simalungu n

2 0 0 3 0 5

Tobasa 1 0 0 1 1 3

Jakarta 1 0 0 0 0 1

Nias 1 0 0 0 0 1

Tidak Diketah

ui

14 0 0 3 4 21

Karo 9 0 1 4 0 14

Siantar 9 0 0 6 0 15

Taput 1 1 0 1 0 3

Aceh 4 0 0 1 0 5

Dairi 4 0 0 2 0 6

Riau 3 0 0 0 0 3

Binjai 2 1 0 2 0 5

Asahan 3 0 0 0 0 3

Total 134 2 9 71 17 233


(2)

Infeksi Opurtunistik Lain

Total Ada Infeksi

Opurtuni stik Lain

Tiada Infeksi Opurtuni

stik Lain Kota/Kabupate

n

Medan 76 51 127

Deli Serdang 9 9 18

Langkat 0 3 3

Simalungun 5 0 5

Tobasa 1 2 3

Jakarta 1 0 1

Nias 1 0 1

Tidak Diketahui

9 12 21

Karo 10 4 14

Siantar 8 7 15

Taput 1 2 3

Aceh 1 4 5

Dairi 3 3 6

Riau 3 0 3

Binjai 4 1 5

Asahan 3 0 3


(3)

Pendidikan * Pekerjaan Crosstabulation

Pekerjaan

Total Bekerj

a

Tidak Bekerja

Tidak Diketahui Pendidika

n

SD 6 3 0 9

SMP 22 14 0 36

SMU 107 58 1 166

Akademi 1 1 0 2

Universitas 6 2 0 8

Tidak diketahui

2 3 7 12

Total 144 81 8 233

Pendidikan * Faktor Risiko Crosstabulation

Faktor Risiko Heteroseksu

al

Homoseksu al

Transfusi

Darah IDU

Tidak Diketahui Pendidika

n

SD 7 0 1 0 1

SMP 17 0 2 16 1

SMU 99 2 6 49 10

Akademi 2 0 0 0 0


(4)

Tidak diketahui

4 0 0 3 5

Total 134 2 9 71 17

Pendidikan * Infeksi Opurtunistik Lain Crosstabulation

Infeksi Opurtunistik Lain

Total Ada Infeksi

Opurtuni stik Lain

Tiada Infeksi Opurtuni stik Lain Pendidika

n

SD 7 2 9

SMP 20 16 36

SMU 96 70 166

Akademi 1 1 2

Universitas 8 0 8

Tidak diketahui

3 9 12

Total 135 98 233

Pekerjaan * Faktor Risiko Crosstabulation


(5)

Heteroseksu al

Homoseksu al

Transfusi

Darah IDU

Tidak Diketahui Pekerjaa

n

Bekerja 81 2 7 43 11

Tidak Bekerja 51 0 2 25 3

Tidak Diketahui

2 0 0 3 3

Total 134 2 9 71 17

Pekerjaan * Infeksi Opurtunistik Lain Crosstabulation

Infeksi Opurtunistik Lain

Total Ada Infeksi

Opurtuni stik Lain

Tiada Infeksi Opurtuni stik Lain Pekerjaa

n

Bekerja 89 55 144

Tidak Bekerja 45 36 81

Tidak Diketahui

1 7 8


(6)

Faktor Risiko * Infeksi Opurtunistik Lain Crosstabulation

Infeksi Opurtunistik Lain

Total Ada Infeksi

Opurtuni stik Lain

Tiada Infeksi Opurtuni stik Lain Faktor

Risiko

Heteroseksual 76 58 134

Homoseksual 1 1 2

Transfusi Darah

5 4 9

IDU 44 27 71

Tidak Diketahui

9 8 17

Total 135 98 233