Performa Domba Ekor Tipis dan Domba Garut dengan Pemberian Pakan Konsentrat dan Limbah Tauge

PERFORMA DOMBA EKOR TIPIS DAN DOMBA GARUT
DENGAN PEMBERIAN PAKAN KONSENTRAT
DAN LIMBAH TAUGE

SYEH AHMAD MUHAMMAD BASALAMAH

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Performa Domba Ekor
Tipis dan Domba Garut dengan Pemberian Pakan Konsentrat dan Limbah Tauge
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

Syeh Ahmad Muhammad Basalamah
NIM D14090022

ABSTRAK
SYEH AHMAD MUHAMMAD BASALAMAH. Performa Domba Ekor Tipis
dan Domba Garut dengan Pemberian Pakan Konsentrat dan Limbah Tauge
Dibimbing oleh SRI RAHAYU dan SRI DARWATI.
Performa domba dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Salah satu
faktor lingkungan diantaranya pakan, karena dapat mempengaruhi pertumbuhan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji performa domba ekor tipis
(DET) dan domba garut, umur 6-10 bulan atau kategori umur I0, yang diberi
perlakuan pakan rumput lapang, konsentrat serta limbah tauge. Penelitian ini
menggunakan 6 ekor DET (BB 16.27±0.86 kg, KK= 5.29%) dan 6 ekor domba
garut (BB 10.68±1.82 kg, KK= 17.04%) dengan dua perlakuan pakan yaitu
rumput + konsentrat (P0) dan rumput lapangan + limbah tauge (P1). Pertambahan
bobot badan harian (PBBH), konsumsi pakan dan konversi pakan merupakan

parameter yang diukur. Penelitian ini menggunakan RAL (rancangan acak
lengkap) pola faktorial ukuran 2x2 dengan tiga ulangan dan data yang diperoleh
dianalisis ragam (ANOVA). PBBH dan konversi pakan tidak dipengaruhi oleh
pakan dan bangsa domba, namun konsumsi pakan dipengaruhi oleh kedua faktor
tersebut. Konsumsi pakan domba ekor tipis (505.54±43.59 gram/hari) tertinggi
dibandingkan domba garut (316.45±45.37 gram/hari). Konsumsi pakan domba
dengan pakan P1 (437.28±116.89 gram/hari) lebih tinggi dibandingkan P0
(384.71±100.45 gram/ hari). Hal ini menunjukkan bahwa ransum limbah tauge
lebih palatabel dan bisa digunakan sebagai pakan alternatif pengganti konsentrat.
DET memiliki PBBH, konsumsi pakan dan konversi pakan lebih baik dibandingkan domba garut.
Kata kunci: domba ekor tipis, domba garut, limbah tauge, performa.

ABSTRACT
SYEH AHMAD MUHAMMAD BASALAMAH. The Performance of Thin Tail
Sheep and Garut Sheep Feed with Concentrated and Sprout Waste. Supervised by
SRI RAHAYU and SRI DARWATI.
Generally performance of sheeps are influenced by genetic and environmental factors. Feed is one of environmental factor, which can influence the growth.
The aim of this study was to evaluate performance of thin tail sheep and garut
sheep that gave field grass, concentrates and sprouts waste. This study used six
thin tail sheep (16.27±0.86 kg, CV = 5.29%) and 6 garut sheeps (10.68±1.82 kg,

CV = 17.04%) with two treatments of feed, there were field grass + concentrates
(P0) and field grass + sprouts waste (P1). Weight gain, feed intake and feed
efficiency were measured parameters. This study used CRD (completely
randomized design) size 2x2 factorial with three replicates and the data were
analyzed with analysis of variance (ANOVA). Daily weight gain and feed
convertion was not affected to feed treatment and sheep breeds, but feed
consumption was influenced by this factors. Dry mater intake of thin tail sheep

(505.54±43.59 g/d) was higher than garut sheeps (316.45±45.37 g/d). Feed
consumption of sheep to feed P1 (437.28±116.89 g/d) was higher than P0
(384.71±100.45 g/d). This was indicating that more sprouts waste palatabel ration
and can be used as an alternative feed concentrates. Thin tail sheep has a better
performance than garut sheeps, visible from ADG, feed intake and feed
conversion.
Keywords: garut sheep, perfomance, sprout waste, thin tail sheep.

PERFORMA DOMBA EKOR TIPIS DAN DOMBA GARUT
DENGAN PEMBERIAN PAKAN KONSENTRAT
DAN LIMBAH TAUGE


SYEH AHMAD MUHAMMAD BASALAMAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi
Nama
NIM

Perfonna Domba Ekor Tipis dan Domba Gamt dengan
Pemberian Pakan Konsentrat dan Limbah Tauge

Syeh Ahmad Muhammad Basalamah
D14090022

Disetujui oleh

Ir Sri Rahayu, MSi

Pembimbing I

TanggalLulus:

"0 4 SEP 20 13

Dr Ir Sri DarwatL MSi
Pembimbing II

Judul Skripsi : Performa Domba Ekor Tipis dan Domba Garut dengan
Pemberian Pakan Konsentrat dan Limbah Tauge
Nama
: Syeh Ahmad Muhammad Basalamah

NIM
: D14090022

Disetujui oleh

Ir Sri Rahayu, MSi
Pembimbing I

Dr Ir Sri Darwati, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Cece Sumantri, MAgrSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Performa Domba Ekor Tipis dan Domba Garut dengan Pemberian Pakan Konsentrat
dan Limbah Tauge”. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW, juga pada keluarganya, para sahabatnya dan umatnya
yang istiqomah hingga akhir zaman.
Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang pengaruh pemberian pakan tambahan berupa konsentrat dan limbah tauge terhadap
performa domba ekor tipis dan domba garut serta pemanfaatan limbah tauge sebagai pakan substitusi konsentrat. Selama ini pakan tambahan berupa konsentrat
banyak digunakan, namun secara ekonomis harganya mahal sehingga peternak
kecil jarang menggunakannya. Penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi tentang pakan tambahan alternatif berbahan lokal yang mudah diperoleh
serta harganya terjangkau, sehingga para peternak bisa menggunakannya untuk
meningkatkan performa ternak domba.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Ir Sri Rahayu, MSi, Ibu Dr Ir Sri
Darwati, MSi serta Bapak Prof Dr Ir Pollung H. Siagian, MS yang telah memberikan bimbingan dan saran akademik. Ucapan terima kasih pula penulis sampaikan
kepada Bapak Muhamad Baihaqi, SPt MSc, Ibu Ir Lilis Khotijah, MSi dan Ibu Ir
Lucia Cyrilla ENSD, MSi, selaku dosen penguji ujian sidang penulis. Tidak lupa
penulis sampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Pemerintah
Daerah Provinsi Jawa Barat dan Direktorat Kemahasiswaan IPB atas pemberian
dana beasiswa Siklus Pemda Jawa Barat tahun 2009-2013. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada nenek tercinta (Konaah Almh.), bapak (M. Cecep
Sukmana Alm.), ibu (Siti Mariam) dan seluruh keluarga serta keluarga besar
Bapak Hermansyah, atas segala doa dan kasih sayangnya. Selain itu, terima kasih

kepada teman kelompok penelitian (Listya, Monica, Ike dan Gayuh), anak-anak
kandang (Anugrah, Waluyo, Fajar, Alhidayat, Ubay dan Ipien) serta teman-teman,
khususnya GR46 atas bantuan dan dukungannya. Semoga hasil penelitian ini
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Bogor, September 2013
Syeh Ahmad Muhammad Basalamah

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Alat
Bahan

Prosedur
Rancangan Percobaan
Peubah yang Diamati
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Penelitian
Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH)
Konsumsi Pakan
Konversi Pakan
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii
vii
vii
1
1
1
1

2
2
2
2
3
4
4
5
5
7
8
9
10
10
13
14

DAFTAR TABEL
1 Kandungan nutrien bahan pakan yang digunakan selama penelitian (dalam bentuk bahan kering)
2 iKandungan nutrien ransum yang digunakan selama penelitian berlangsung (berdasarkan bahan kering)

3 iRataan suhu dan kelembaban udara di lokasi kandang
4 iRespon fisiologis pada domba selama penelitian
5 iKonsumsi bahan kering harian domba selama penelitian
6 iKonversi pakan pada domba selama penelitian

2
3
5
6
8
10

DAFTAR GAMBAR
1 Grafik rataan pertambahan bobot badan harian domba
2 Grafik rataan konsumsi BK pakan

7
9

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Hasil analisis ragam suhu rektal domba selama penelitian
Hasil analisis ragam PBBH domba selama penelitian
Hasil analisis ragam konsumsi pakan selama penelitian
Hasil analisis ragam konversi pakan selama penelitian
Rumus untuk menghitung nilai TDN (Hartadi et al. 1993)

13
13
13
13
13

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Domba ekor tipis dan domba garut merupakan domba lokal yang telah berkembang dan mempunyai tingkat daya adaptasi yang baik terhadap lingkungan
sekitar. Namun, domba lokal di Indonesia umumnya memiliki produktivitas yang
rendah, salah satunya disebabkan oleh pakan yang diberikan mempunyai kualitas
dan kuantitas yang masih rendah. Peternak pada umumya memelihara ternaknya
masih sederhana, yaitu dengan digembalakan atau dipelihara di kandang dengan
memberikan pakan rumput atau hijauan lainnya.
Pemberian rumput saja belum dapat mencukupi kebutuhan ternak secara
maksimal, sehingga ternak diberi pakan tambahan seperti konsentrat. Hasanah
(2006) menyebutkan bahwa penggunaan konsentrat dapat menghasilkan pertambahan bobot badan harian (PBBH) domba yang optimal jika dibandingkan dengan
hanya menggunakan hijauan. Hasil penelitian Tangendjaja et al. (1994) bahwa
DET yang digemukkan dengan pakan hijauan rumput gajah menghasilkan PBBH
90.5 gram/ekor/hari, sedangkan rumput gajah dan konsentrat dapat menghasilkan
PBBH hingga 102.68 gram/ekor/hari (Hasanah 2006).
Kelemahan dari konsentrat adalah kandungan serat kasar yang rendah dan
harganya yang relatif lebih mahal. Oleh karena itu perlu adanya bahan pakan
alternatif sebagai tambahan atau pengganti konsentrat sebagai sumber protein,
serat kasar dan harganya yang murah. Salah satu bahan pakan alternatif tersebut
adalah limbah tauge. Limbah tauge merupakan limbah yang terbuang dari produksi tauge. Secara ekonomi limbah tauge mudah diperoleh dan harganya murah.
Adapun secara kualitas limbah tauge mengandung protein kasar sebesar 13.63%
dan serat kasar sebesar 49.44% (Rahayu et al. 2010).
Rahayu et al. (2010) menyatakan bahwa potensi ketersediaan limbah tauge
di Kotamadya Bogor berkisar antara 1.5 ton/hari. Kandungan protein dan TDN
limbah tauge yang hampir sama dengan konsentrat diharapkan dapat menghasilkan pertumbuhan yang baik. Oleh karena itu pemanfaatan limbah tauge sebagai
substitusi konsentrat pada domba diharapkan dapat menghasilkan performa domba yang baik dan menjadi suatu rujukan untuk penerapan oleh masyarakat secara
luas.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji performa domba ekor tipis jantan
dan domba garut jantan yang diberi perlakuan pakan rumput dengan konsentrat
serta rumput dengan limbah tauge sebagai pengganti konsentrat. Penggunaan
bangsa domba yang berbeda untuk mengetahui tingkat pertumbuhan yang lebih
baik diantara bangsa domba tersebut.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian skala laboratorium yang dimaksudkan
untuk menguji penggunaan bahan pakan alternatif limbah tauge sebagai pengganti

2
konsentrat terhadap performa domba. Adapun ternak percobaan yang digunakan
adalah bangsa domba lokal yaitu domba ekor tipis dan domba garut, jenis kelamin
jantan dengan kategori umur domba I0 (kurang dari satu tahun) yang dipelihara
selama 2 bulan.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian ini dimulai dari tanggal 3 Januari 2013
sampai 28 Februari 2013. Penelitian dilakukan di Laboratorium Lapang Bagian
Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Alat
Peralatan yang digunakan adalah kandang, termometer, termometer bola
kering bola basah, stetoskop, timbangan domba digital, timbangan pakan, obatobatan, alat tulis dan kamera digital. Kandang yang digunakan adalah kandang
individu berukuran 1.5 x 0.75 m yang dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat
air minum.
Bahan
Bahan yang diperlukan pada penelitian ini adalah ternak dan pakan. Ternak
yang digunakan adalah 12 ekor domba jantan umur 6-10 bulan (kategori umur I0),
terdiri dari 6 ekor domba ekor tipis atau DET (BB 16.27±0.86 kg, koefisien keragaman=5.29%) dan 6 ekor domba garut (BB 10.68±1.82 kg, koefisien keragaman=17.04%). Domba ekor tipis dan domba garut diperoleh dari peternakan rakyat.
Pakan yang digunakan adalah rumput lapang, konsentrat dan limbah tauge.
Pakan tersebut diberikan pada ternak menjadi dua perlakuan yaitu rumput lapang
dan konsentrat sebagai perlakuan kontrol (P0) serta rumput lapang dan limbah
tauge sebagai perlakuan pembanding (P1). Kandungan nutrien bahan pakan yang
digunakan selama penelitian disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Kandungan nutrien bahan pakan yang digunakan selama penelitian (dailam bentuk bahan kering)
Pakan
Rumput 1)
Konsentrat 2)
Limbah Tauge 3)

BK
19.81
80.52
36.65

Abu
PK
SK
LK Beta-N
Kandungan nutrien bahan pakan (%)
5.65
8.73 29.13 1.92
54.57
14.11 13.14 16.92 5.97
49.86
7.53 13.63 49.44 1.17
28.42

TDN
59.35*
62.11*
64.65*

Keterangan: * diperoleh dengan menggunakan rumus Hartadi et al. (1993); 1) Pusat
Antar Universitas IPB (2013); 2) Wandito (2011); 3) Rahayu et al. (2010);
BK= bahan kering; PK= protein kasar; SK= serat kasar; LK= lemak kasar;
TDN= total digestible nutrient.

3
Rumput lapang yang digunakan sebagai pakan diperoleh dari lapang pastura
Laboratorium Lapang Bagian Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Konsentrat diperoleh dari distributor pakan ternak, sedangkan limbah tauge diperoleh dari pedagang-pedagang
tauge yang berada di Pasar Bogor dan sekitarnya.

Prosedur
Persiapan Pemeliharaan
Persiapan pemeliharaan meliputi persiapan tempat dan peralatan, pengadaan
pakan serta obat-obatan. Pemberian kalung nama dari selang dan tambang sebagai
identitas ternak.
Domba yang baru datang dari peternak diberi rumput segar serta air gula.
Hari berikutnya, domba dicukur bulunya, kuku kaki dipotong serta dimandikan
untuk menghilangkan parasit luar. Obat-obatan yang digunakan saat domba
datang seperti obat cacing, obat antibiotik, obat tetes mata, dan obat luka luar.
Pengacakan dilakukan dengan mengundi setiap domba yang diberikan perlakuan
serta penempatan domba di dalam kandang.
Pemeliharaan
Sebelum dilakukan pengambilan data terlebih dahulu domba diberi masa
adaptasi pakan dan lingkungan hingga domba terbiasa terhadap pakan perlakuan
dan lingkungan sekitar. Adaptasi pakan dan lingkungan dilakukan selama ±14 hari.
Konsumsi pakan diukur dengan penimbangan sisa pakan pada keesokan hari serta
dicatat berat sisa pakannya. Penimbangan bobot badan dilakukan dua minggu
sekali selama pemeliharaan, hal ini untuk menghindari stress pada domba. Kandungan nutrien ransum yang digunakan selama penelitian disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Kandungan nutrien ransum yang digunakan selama penelitian berlangnsung (berdasarkan bahan kering)
Pakan
P0
P1
Keterangan:

BK
100.00
100.00

Abu

PK
SK
LK
Beta-N
Kandungan nutrien ransum (%)
9.88
10.94 23.02 3.94
52.22
6.59
11.18 39.28 1.54
41.50

TDN
60.69
63.25

P0 = 50% rumput lapang + 50% konsentrat; P1 = 50% rumput lapang +
50% limbah tauge; BK = bahan kering; PK = protein kasar; SK = serat
kasar; LK = lemak kasar; TDN = total digestible nutrient.

Pemberian obat-obatan diberikan pada domba yang sakit, seperti sakit mata,
diare dan kembung (bloat). Selama pemeliharaan dilakukan pencatatan temperatur
dan kelembaban di dalam kandang maupun di luar kandang. Pakan yang diberikan adalah pakan kontrol atau P0 (50% rumput lapang + 50% konsentrat, dalam
persentase bahan kering) dan pakan pembanding atau P1 (50% rumput lapang +
50% limbah tauge dalam persentase bahan kering). Konsentrat diberikan dalam
bentuk mash. Limbah tauge dan rumput lapang diberikan dalam bentuk segar
tanpa proses pengeringan.

4
Rancangan Percobaan
Percobaan ini dilakukan dengan Rancangan Acak Lengkap pola Faktorial
ukuran 2x2 dengan tiga ulangan. Faktor pertama perlakuan adalah bangsa domba
(DET dan domba garut) dan faktor kedua adalah perlakuan pemberian pakan (P0
dan P1). Model matematis yang digunakan menurut Mattjik dan Sumertajaya
(2002) sebagai berikut:
Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + ɛijk
Keterangan:
Yijk
: nilai pengamatan perlakuan ke-i, dan ke-j serta ulangan ke-k
µ
: nilai tengah
Ai
: pengaruh perlakuan jenis domba ke-i (DET dan Garut)
Bj
: pengaruh perlakuan beda pakan ke-j (P0 dan P1)
(AB)ij : interaksi antara bangsa jenis domba dan beda pakan (AB)
ɛijk
: pengaruh galat percobaan

Data yang diperoleh diuji asumsi kemudian dianalisis ragam (Analysis of
Variance atau ANOVA) untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah
yang diamati dengan software Minitab 16. Jika perlakuan berpengaruh nyata
terhadap peubah yang diukur maka dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey untuk
mengetahui perbedaan di antara perlakuan tersebut.
Peubah yang Diamati
1. Pertambahan Bobot Badan (gram/hari)
Pertambahan bobot badan harian (PBBH) diperoleh dari bobot badan akhir
penggemukan dikurangi bobot badan awal ketika ternak akan dipelihara (setelah
masa adaptasi pakan dan lingkungan) dibagi dengan lamanya pemeliharaan berlangsung. Berikut ini rumus yang digunakan untuk mengetahui PBBH domba.
Pertambahan bobot badan harian (gram/hari) =

(bobot akhir – bobot awal)
lama pemeliharaan

2. Konsumsi Pakan (gram/hari)
Konsumsi pakan setiap ternak dihitung setiap hari yaitu selisih dari pakan
yang diberikan dikurangi sisa pakan (gram/ekor/hari). Sisa pakan diperoleh dari
konsumsi ternak pada pagi hari berikutnya.
3. Konversi Pakan
Konversi pakan merupakan perbandingan jumlah pakan yang dikonsumsi
tiap harinya terhadap pertambahan bobot badan. Berikut ini rumus yang digunakan untuk menghitung konversi pakan.
Konversi Pakan =

konsumsi pakan harian (gram/ekor/hari)
.
pertambahan bobot badan harian (gram/ekor/hari)

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Penelitian
Kondisi Lingkungan Tempat Penelitian
Lingkungan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak. Kandang yang digunakan merupakan kandang individu. Kandang ini memiliki langit-langit atap tipe tertutup dengan bahan asbes, sehingga sirkulasi udara
keluar masuk melalui ventilasi di bagian belakang dan depan kandang serta di
bagian sisi kanan dan kiri kandang.
Ventilasi di bagian belakang kandang berhadapan langsung dengan lapang
pastura, sehingga angin bertiup cukup kencang maka pada sore sampai pagi hari
ditutup terpal plastik supaya udara malam yang dingin tidak masuk langsung ke
kandang. Pada pagi sampai sore hari ventilasi di bagian belakang dibiarkan terbuka untuk sirkulasi udara dan ditutup bila keadaan hujan, karena air hujan dapat
mengenai kandang individu yang dekat dengan ventilasi tersebut. Kondisi di
sekitar lingkungan tempat penelitian baik suhu maupun kelembaban disajikan
pada Tabel 3.
Tabel 3 Rataan suhu dan kelembaban udara di lokasi kandang
Waktu
Pagi (07.00 WIB)
Siang (13.00 WIB)
Sore (16.00 WIB)

Suhu di dalam
kandang (°C)
24.27 ± 1.08
29.13 ± 2.95
26.35 ± 1.37

Suhu di luar
kandang (°C)
22.23 ± 1.75
31.28 ± 2.12
28.50 ± 1.01

Kelembaban udara di
dalam kandang (%)
91.26 ± 1.24
86.75 ± 3.59
89.33 ± 3.89

Suhu di dalam kandang lebih tinggi dibandingkan suhu di sekitar kandang
pada pagi hari sebaliknya pada siang dan sore hari. Hal ini disebabkan karena
pada pagi hari ventilasi di bagian belakang kandang masih ditutup terpal plastik
sehingga sirkulasi udara tidak bebas keluar. Berbeda dengan suhu siang dan sore
hari ketika terpal plastik dibuka, maka udara bebas masuk sehingga sirkulasi
udara lancar. Suhu udara selama penelitian masih berada pada kisaran yang optimum bagi ternak untuk berproduksi di daerah tropis. Menurut Yousef (1985) dan
Kartasudjana (2001) menyatakan suhu optimal bagi ternak di daerah tropis adalah
22 sampai 31°C.
Kelembaban udara di dalam kandang lebih tinggi dibandingkan penelitian
Farid (2012) yaitu 91.00±2.14 (pagi), 77.00±7.22 (siang) dan 81.00± 8.56 (sore).
Kelembaban udara di dalam kadang yang tinggi mengakibatkan udara di dalam
kandang mengandung uap air yang tinggi dan diduga dihasilkan dari proses
respirasi ternak dari sore hari hingga pagi hari. Suhu dan kelembaban di sekitar
kandang dipengaruhi juga oleh kondisi cuaca selama penelitian yaitu musim hujan.
Menurut BMKG (2013), curah hujan pada bulan Januari sebesar 509.8 mm lebih
tinggi dibandingkan curah hujan bulan Februari sebesar 406.2 mm.
Namun keadaan lingkungan tersebut masih sesuai dengan kisaran suhu optimal bagi ternak, terlihat pada kondisi respon fisiologis ternak yang normal. Respon fisiologis merupakan respon ternak terhadap perubahan berbagai macam faktor, baik secara fisik, kimia maupun lingkungan sekitarnya. Awabien (2007) me-

6
nyatakan bahwa proses fisiologis akan mempengaruhi kondisi dalam tubuh ternak
yang berkaitan dengan faktor cuaca, nutrisi dan manajemen pemeliharaan. Rataan
respon fisiologis pada domba selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Respon fisiologis pada domba selama penelitian
Jenis
Domba
DET
Garut

Perlakuan
Pakan
P0
P1
P0
P1

Respon Fisiologis

Suhu Rektal
(°C)
38.91 ± 0.40 aa
38.56 ± 0.33 bc
38.86 ± 0.38 ab
38.53 ± 0.24 ca

Denyut Jantung
(kali/menit)
81.25 ± 7.59 aa
69.81 ± 4.48 ab
76.50 ± 9.78 ab
67.42 ± 8.92 ba

Laju Respirasi
(hembusan/menit)
26.44 ± 3.94 aa
22.25 ± 2.18 ba
23.28 ± 4.20 ab
21.75 ± 3.51 ba

Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda
menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5% (P0.05),
namun perlakuan pakan berpengaruh terhadap respon fisiologis domba (P0.05) terhadap PBBH domba. Pada
Gambar 1 bahwa PBBH perlakuan pakan P1 lebih tinggi dari P0. Hal ini dikarenakan kandungan protein dan TDN pada limbah tauge lebih tinggi dibandingkan
konsentrat. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Soeparno (2005) bahwa konsumsi pakan yang mengandung protein dan energi yang tinggi akan menghasilkan
laju pertumbuhan yang lebih cepat. Perlakuan pakan P1 baik DET maupun domba garut mengalami peningkatan tiap minggunya. Namun pakan P0 pada DET
minggu kedua dan domba garut minggu keempat mengalami penurunan yang disebabkan oleh bentuk pakan, faktor cuaca (curah hujan) serta kesehatan ternak.
Hal ini didukung dengan pernyataan Hasanah (2006) bahwa curah hujan memiliki
korelasi yang kuat dengan hijauan dan kesehatan domba.
Perbedaan respon laju pertumbuhan domba dipengaruhi oleh faktor genetik,
lingkungan, pakan (perlakuan nutrisi yang berbeda), bangsa ternak yang digunakan, hormon dan jenis kelamin (Soeparno 2005; Yani dan Purwanto 2006). Domba garut memiliki laju pertumbuhan yang rendah diduga karena genetik yang
beragam, karena ternak domba yang digunakan tidak diseleksi terlebih dahulu dan
domba yang diperoleh dari peternak kekurangan nutrien tertentu dari pakan yang
digunakan pada induk dombanya. Pakan yang digunakan mengakibatkan bakalan
domba mengalami kekurangan hijauan, terlihat pada saat penelitian berlangsung
terdapat beberapa ternak domba yang memakan bulunya. Soeparno (2005) menyatakan bahwa ternak yang mengalami kekurangan gizi yang cukup saat
pregnansi akan mengalami pertumbuhan kompensatori yang kurang sempurna.
Hal ini akan mengakibatkan laju pertumbuhan yang lambat sehingga memperlambat tercapainya kedewasaan dan umur potong (Soeparno 2005).

8
DET pada penelitian ini memiliki PBBH sebesar 33.28±5.31 gram/ekor/hari
(P0) dan 55.48±29.79 gram/ekor/hari (P1) lebih rendah dibandingkan penelitian
Purnomo (2006) yaitu 89.28±31.77 gram/ekor/hari (DET, PK=16.15%, perlakuan
pakan rumput lapang dan ampas tahu). Hal ini dipengaruhi oleh tingkat konsumsi,
kecernaan pakan, sedangkan nilai rataan PBBH DET lebih tinggi dibandingkan
domba garut karena DET diduga lebih baik dalam mencerna nutrien pakan.
DET merupakan jenis domba dengan kerangka kecil, sedangkan domba
garut memiliki kerangka besar. Hal ini akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan
dewasa tubuh dari masing-masing jenis domba. Soeparno (2005) menambahkan
bahwa ternak tipe besar akan mulai gemuk pada berat tubuh yang lebih tinggi
daripada ternak tipe kecil. DET akan cepat mencapai ukuran kerangka maksimal,
selanjutnya mendepositkan energi untuk pertumbuhan otot sebaliknya domba
garut, domba garut (pada umur yang sama) sedang mendepositkan energinya
untuk mencapai pertumbuhan kerangka maksimal (dewasa tubuh). Dewasa tubuh
akan berhubungan dengan bobot dewasa dan umur potong (Soeparno 2005).
PBBH domba dengan pemberian pakan P0 lebih rendah dibandingkan
dengan P1. Bentuk fisik konsentrat yaitu mash menyebabkan waktu tinggal dalam
rumen lebih cepat, sehingga tidak tersedia cukup waktu bagi mikroba untuk
mencerna serat kasar di bagian rumen. Hal tersebut sesuai dengan penelitian
Budiman et al. (2006) yaitu perlakuan pakan dalam bentuk mash kurang efisien
untuk dicerna serta kurang disukai oleh ternak.

Konsumsi Pakan
Ternak mengkonsumsi pakan untuk memenuhi kebutuhan nutrien. Tingkat
konsumsi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu hewan, jenis pakan dan lingkungan. Selain itu, daya tampung rumen yang terbatas merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi konsumsi bahan kering. Rataan konsumsi bahan
kering harian domba ekor tipis dan domba garut dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Konsumsi bahan kering harian domba selama penelitian
Jenis Domba
DET
Garut
Rataan

Perlakuan Pakan

Rataan
P0
P1
Konsumsi bahan kering harian (gram/ekor/hari)
473.26 ± 137.53 b 537.83 ± 114.64 b 505.54 ± 143.59 a
296.15 ± 117.09 b 336.74 ± 160.16 b 316.45 ± 145.37 b
384.71 ± 100.45 b 437.28 ± 116.89 a 411.00 ± 107.48 b

Keterangan : Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda
menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5% (P