Praktek Mawah Melalui Mudharabah Dalam Masyarakat Aceh

(1)

TESIS

Oleh

ABDURRAHMAN

127011111/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ABDURRAHMAN

127011111/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. H. M. Hasballah Thaib, MA, PhD)

Pembimbing Pembimbing

(Prof.Dr.Muhammad Yamin,SH, MS, CN) (Dr.T.Keizerina Devi A,SH,CN,MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. H. M. Hasballah Thaib, MA, PhD Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN

2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 3. Dr. Ramlan Yusuf Rangkuti, MA


(5)

Nim : 127011111

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : PRAKTEK MAWAH MELALUI MUDHARABAH

DALAM MASYARAKAT ACEH

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

Nama :ABDURRAHMAN Nim :127011111


(6)

seseorang memberikan hartanya kepada orang lain untuk dikelola dengan pembagian hasilnya sesuai dengan kesepakatan dan perjanjian yang ditetapkan bersama. Didalam prakteknyaMawah mempunyai kesamaan arti denganMudharabah yaitu suatu bentuk kerja sama antara dua pihak, dimana piak pertama memberiakan (sahubul mal) dana dan pihak kedua (Mudharib) berfungsi sebagai pengelola usaha dengan perjanjian akan dibagi menurut nisbah (Ratio) yag disepakati bersama.

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah Bagaimana Pelaksanaan PraktekMudaharabah/Mawahdi Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar,Bagaimana Hukum Mawah Dalam Islam, Bagaimana Penyelesaian Masalah Mawah bila Terjadi Sengketa di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar. Adapun teori yang dikaitkan dengan permasalahan dalam penelitian adalah Teori Ta’uwun (membantu), Teori ‘Urf

Kata,Urf, dan teori keadilan, serta teori Mashlahat.Untuk menemukan jawaban dari permasalahan tersebut maka peneltian yang digunakan menggunakan metode pendekatan yuridis empiris yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan cara menjumpai respondennya dan informan dengan melakukan wawancara langsung.

Dari hasil kajian diatas bahwa praktekMawahsangat sesuai dengan praktek Syari’ah yaitu Mudharabahyang mempunyai dasar hukum dalam Alqur’an surat Annisa ayat 4: 29, surat Al Baqarah 2: 283, Albaqarah 198, ,Surat Al Muzammil ayat 20, suratAl-Jumuah : 10, surat Almaidah ayat 2dan sunnah, yaitu Hadis Rasul yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani, Hadis Rasul riwayat ibnu majah dari Shuhaib, Hadis Rasul riwayat Daruqutni, Hadist Rasul riwayat Imam Malik, Hadis Rasul dari Abbas ibn Abd al Muthalib, Hadis Rasul riwayat Ibnu Majah, serta praktek para sahabat Rasul dan ijtihat ulama. Adapun kalau terjadi sengketa dilapangan sudah ada mekanisme penyelesaian sengketa adat yaitu Undang-undang Pemerintahan Aceh dalam Bab Tentang Wali Nanggroe dan Lembaga Adat, kemudian Qanun nomor 4 tahun 2003 tentang pemerintahan Mukim dan Qanun Nanggro Aceh Darussalam nomor 5 tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong.

Kemudian Disarankan kepada masyarakat Aceh/khususnya kepada masyarakat

Kecamatan Ingin Jaya untuk menggalakkan dan terus mempertahankan kegiatan Mawah

karena sangat bermamfaat bagi masyarakat dari segi ekonomi Islam. Disarankan kepada pemerintah untuk membantu masyarakat, khususnya masyarakat petani untuk memberikan modal bagi pelakuMawah, karena kebiasaan adat Aceh bibit dibebankan kepada pengelola. Disarankan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) untuk melahirkanQanun yang berhubungan denganMawah yang selama ini belum ada, agar dapat menjadi pedoman bagi masyarakat pelaku Mawah, juga bagi hakim di mahkamah Syari’ah Aceh dalam menyelesaikan sengketa kasusMawah.


(7)

Indonesian independence. Mawah is a business cooperation contract in Aceh in which a person gave his money to someone else to run the division results in accordance with the agreements and covenants set together. In practice, In practice, Mawah has the same meaning with mudharabah hwhich is a form of cooperation between the two parties, in which the first party provide funds (sahubul mal) and the second party (mudharib) serves as a business manager with the agreement that the benfit will be divided according to the ratiomutually agreed.

The problems answered in this study were how Mudaharabah/Mawah practice was implemented in Ingin Jaya Subdistrict, Aceh Besar District, how Mawah law in Islam is, how Mawah problem was solved when a dispute occured in Ingin Jaya Subdistrict, Aceh Besar District. The theories related to the problems in this study were Ta’uwun (assisting) theory, ‘Urf word Urf theory, justice theory and Mashlahat theory. To find the answer to the problems, this study used the empirical juridical approach which means that this study is a study conducted by meeting the respondents and informants and did direct interviews with them.

The result of this study showed that the practice of Mawah is in accordance with the practice of Syariah namely Mudharabah whose legal basis in Al Qur’an are Surah Annisa 4:29, Surah Al Baqarah 2: 238, Surah Al Baqarah 198, Surah Al Muzzammil 20, Surah Al Jumuah 10, Surah Almaidah 2 and Sunnah such as the Hadist Rasul narrated by Imam Thabrani, Hadist rasul narrated by Ibnu Majah from Shuaib, Hadist Rasul narrated by Daruqutni, Hadist rasul narrated by Imam Malik, Hadist Rasul narrated from Abbas ibn Abd al Muthalib, Hadist Rasul narrated by Ibnu Majah, and what was practiced by the companions of Rasul (the apostle) and ijtihat of ulama (Islamic scholars). As for if a dispute occurs, the mechanism of the adat dispute settlement has been available that is the Constitution Act of Aceh Government in the Chapter on Wali Nanggroe and Adat Institutions, Qanun No.4/2003 on mukim government and Qanun Nanggroe Aceh Darussalam No.5/.2003 on Gampong Government.

Aceh community especially the community of Ingin Jaya Subdistrict is suggested to encourage and keep maintaining Mawah activity because, in terms of Islamic economy, it is very useful for the communities. The government is suggested to help the people, especially the farming communities through providing work capital for the Mawahimplementor because, according to Aceh adat, the seeds are borne by the manager. Aceh Legislative members are suggested to enact a Qanun on Mawah which never existed before that it can be a guideline for the communities practicing Mawah and also for the judges in Aceh Syariah Court to be used in settling the dispute on the case of Mawah.


(8)

limpahan Rahma dan Rahimnya, anugrah berupa kesehatan, rezeki, kekuatan dan semangat yang telah membawa berkah, sehingga dapat terselesaikannya penulisan tesis yang berjudul “PRAKTEK MAWAH MELALUI MUDHARABAH DI ACEH (Study kasus di Kecamatan Ingin Jaya kabupaten Aceh Besar”, kemudian Shalawat dan Salam tak lupa Penulis Sanjungkan keharibaan Nabi Muhammad S.A.W, keluarga, parasahabat, serta para pengikutnya. Dan dengan harapan agar penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi upaya pengembangan ilmu hukum khusunya di Aceh dan di Indonesia pada umumnya.

Penulisan tesis ini adalah untuk memenuhi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Terimakasih diucapkan khususnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan dalam menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis dalam menyelesaikan pendidikan ini.


(9)

4. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H, MS, CN, selaku Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus anggota Komisi Pembimbing dan yang telah memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan saran, dalam penulisan tesis ini.

5. Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum, Selaku Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan sekaligus anggota Komisi Pembimbing dan yang telah memberikan arahan, bimbingan, masukan, dan saran, dalam penulisan tesis ini.

6. Bapak Dr. Ramlan Yusuf Rangkuti MA, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan arahan, bimbingan, masukan dan saran dalam penulisan tesis ini. 7. Bapak Notaris Syafnil Gani, SH, MKn, selaku Dosen Penguji pada Program

Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan arahan, bimbingan, masukan dan saran dalam penulisan tesis ini.

8. Seluruh Dosen/pengajar mata kuliah pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

9. Rekan-rekan Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara angkatan 2012 yang senantiasa memberikan dukungan moril dan material untuk kelancaran penyelesaian studi ini.


(10)

Jannatun’im, dan Ibunda Mertuaku Zanandar Hamzah dan Isteriku Tercinta Suzanna Hasan Basri yang telah memberikan kasih sayang, keikhlasan, doa dan kesabarannya serta dukungan yang tak terhingga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini, Kakandaku Tercinta Amran Adnan, dan Nurul Hidayati, adikku tercinta Amri Adnan serta Buah Hatiku tersayang Dhuhana Abdurrahman, Iman E.l Abdurrahman dan Fhateemah Abdurrahman dan kakak beserta adik iparku yang telah memberikan dukungannya.

Hanya Allah SWT yang dapat membalas segala kebaikan dan jasa-jasa yang diberikan mereka semua. Dengan penuh kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak atas segala kekurangan yang penulis sadari sepenuhnya terdapat dalam tesis ini guna perbaikan dikemudian hari.

Disadari bahwa penulisan tesis ini masih banyak kekurangan dan karenanya atas segala kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan untuk kesempurnaannya dan kemanfaatan terutama bagi penulis dan pembaca guna mengembangkan Ilmu Kenotariatan pada masa sekarang dan masa yang akan datang.

Medan, Agustus 2014 Penulis


(11)

2. Tempat, TanggalLahir : 10 Agustus 1968

3. JenisKelamin : Laki-laki

4. Agama : Islam

5. Alamat : Jl. Banda Aceh-Medan Km 8.5 Desa

Laampreh LT Kecamatan Ingin Jaya Aceh Besar

II. KELUARGA

1. NamaAyah : Almarhum Adnan Ahmad

2. NamaIbu : Almarhum Nurjannah Hamzah

3. NamaIsteri : Suzanna Hasan Basri

4. NamaAnak : Dhuhana Abdurrahman

Fatheemah Abdurrahman

5. NamaSuadara : Amran Adnan. Nurul Hidayati, Amri Adnan

III. PENDIDIKAN

1. SD : SD Negeri No 5 Uleuleue, Banda Aceh

Tahun 1977-1983

2. SMP : SMP Negeri 8 Banda Aceh

Tahun 1983-1986

3. SMA : SMA Negeri 1 Banda Aceh

Tahun 1986-1989

4. PerguruanTinggi (SI) : Universitas Syiah Kuala Banda Aceh) Tahun 1989-1993

5. PerguruanTinggi (S2) : Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara .


(12)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 13

D. Manfaat Penelitian ... 13

E. Keaslian Penelitian... 14

F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 15

1. Kerangka Teori ... 15

2. Konsepsi ... 23

G. Metode Penelitian ... 25

1. Spesifikasi Penelitian ... 25

2. Sumber Data ... 27

3. Teknik Pengumpulan Data ... 29

4. Analisis Data ... 30

BAB II PELAKSANAAN PRAKTEK MAWAH DIKECAMATAN INGIN JAYA ... 32

A. MawahDalam Hukum Islam dan Hukum Adat Aceh ... 32

B. Gambaran Umum Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar... 36


(13)

C. Dasar Hukum dari Praktek Sahabat Rasul dan Ijtihad Ulama . 52

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA MAWAH DIKECAMATAN

INGIN JAYA KABUPATEN ACEH BESAR ... 57

A. Penyelesaian Melalui Jalur Perdamaian... 57

B. Penyelesaian Melalui Peradilan Adat Aceh ... 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 85

A. Kesimpulan ... 85

B. Saran ... 86


(14)

(15)

seseorang memberikan hartanya kepada orang lain untuk dikelola dengan pembagian hasilnya sesuai dengan kesepakatan dan perjanjian yang ditetapkan bersama. Didalam prakteknyaMawah mempunyai kesamaan arti denganMudharabah yaitu suatu bentuk kerja sama antara dua pihak, dimana piak pertama memberiakan (sahubul mal) dana dan pihak kedua (Mudharib) berfungsi sebagai pengelola usaha dengan perjanjian akan dibagi menurut nisbah (Ratio) yag disepakati bersama.

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah Bagaimana Pelaksanaan PraktekMudaharabah/Mawahdi Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar,Bagaimana Hukum Mawah Dalam Islam, Bagaimana Penyelesaian Masalah Mawah bila Terjadi Sengketa di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar. Adapun teori yang dikaitkan dengan permasalahan dalam penelitian adalah Teori Ta’uwun (membantu), Teori ‘Urf

Kata,Urf, dan teori keadilan, serta teori Mashlahat.Untuk menemukan jawaban dari permasalahan tersebut maka peneltian yang digunakan menggunakan metode pendekatan yuridis empiris yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan cara menjumpai respondennya dan informan dengan melakukan wawancara langsung.

Dari hasil kajian diatas bahwa praktekMawahsangat sesuai dengan praktek Syari’ah yaitu Mudharabahyang mempunyai dasar hukum dalam Alqur’an surat Annisa ayat 4: 29, surat Al Baqarah 2: 283, Albaqarah 198, ,Surat Al Muzammil ayat 20, suratAl-Jumuah : 10, surat Almaidah ayat 2dan sunnah, yaitu Hadis Rasul yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani, Hadis Rasul riwayat ibnu majah dari Shuhaib, Hadis Rasul riwayat Daruqutni, Hadist Rasul riwayat Imam Malik, Hadis Rasul dari Abbas ibn Abd al Muthalib, Hadis Rasul riwayat Ibnu Majah, serta praktek para sahabat Rasul dan ijtihat ulama. Adapun kalau terjadi sengketa dilapangan sudah ada mekanisme penyelesaian sengketa adat yaitu Undang-undang Pemerintahan Aceh dalam Bab Tentang Wali Nanggroe dan Lembaga Adat, kemudian Qanun nomor 4 tahun 2003 tentang pemerintahan Mukim dan Qanun Nanggro Aceh Darussalam nomor 5 tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong.

Kemudian Disarankan kepada masyarakat Aceh/khususnya kepada masyarakat

Kecamatan Ingin Jaya untuk menggalakkan dan terus mempertahankan kegiatan Mawah

karena sangat bermamfaat bagi masyarakat dari segi ekonomi Islam. Disarankan kepada pemerintah untuk membantu masyarakat, khususnya masyarakat petani untuk memberikan modal bagi pelakuMawah, karena kebiasaan adat Aceh bibit dibebankan kepada pengelola. Disarankan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) untuk melahirkanQanun yang berhubungan denganMawah yang selama ini belum ada, agar dapat menjadi pedoman bagi masyarakat pelaku Mawah, juga bagi hakim di mahkamah Syari’ah Aceh dalam menyelesaikan sengketa kasusMawah.


(16)

Indonesian independence. Mawah is a business cooperation contract in Aceh in which a person gave his money to someone else to run the division results in accordance with the agreements and covenants set together. In practice, In practice, Mawah has the same meaning with mudharabah hwhich is a form of cooperation between the two parties, in which the first party provide funds (sahubul mal) and the second party (mudharib) serves as a business manager with the agreement that the benfit will be divided according to the ratiomutually agreed.

The problems answered in this study were how Mudaharabah/Mawah practice was implemented in Ingin Jaya Subdistrict, Aceh Besar District, how Mawah law in Islam is, how Mawah problem was solved when a dispute occured in Ingin Jaya Subdistrict, Aceh Besar District. The theories related to the problems in this study were Ta’uwun (assisting) theory, ‘Urf word Urf theory, justice theory and Mashlahat theory. To find the answer to the problems, this study used the empirical juridical approach which means that this study is a study conducted by meeting the respondents and informants and did direct interviews with them.

The result of this study showed that the practice of Mawah is in accordance with the practice of Syariah namely Mudharabah whose legal basis in Al Qur’an are Surah Annisa 4:29, Surah Al Baqarah 2: 238, Surah Al Baqarah 198, Surah Al Muzzammil 20, Surah Al Jumuah 10, Surah Almaidah 2 and Sunnah such as the Hadist Rasul narrated by Imam Thabrani, Hadist rasul narrated by Ibnu Majah from Shuaib, Hadist Rasul narrated by Daruqutni, Hadist rasul narrated by Imam Malik, Hadist Rasul narrated from Abbas ibn Abd al Muthalib, Hadist Rasul narrated by Ibnu Majah, and what was practiced by the companions of Rasul (the apostle) and ijtihat of ulama (Islamic scholars). As for if a dispute occurs, the mechanism of the adat dispute settlement has been available that is the Constitution Act of Aceh Government in the Chapter on Wali Nanggroe and Adat Institutions, Qanun No.4/2003 on mukim government and Qanun Nanggroe Aceh Darussalam No.5/.2003 on Gampong Government.

Aceh community especially the community of Ingin Jaya Subdistrict is suggested to encourage and keep maintaining Mawah activity because, in terms of Islamic economy, it is very useful for the communities. The government is suggested to help the people, especially the farming communities through providing work capital for the Mawahimplementor because, according to Aceh adat, the seeds are borne by the manager. Aceh Legislative members are suggested to enact a Qanun on Mawah which never existed before that it can be a guideline for the communities practicing Mawah and also for the judges in Aceh Syariah Court to be used in settling the dispute on the case of Mawah.


(17)

A. Latar Belakang

Islam adalah aqidah, ibadah, negara dan kewarganegaraan, toleransi dan kekuatan moral, material, sosial, ekonomi, peradaban dan perundang-undangan. Sesungguhnya seorang muslim dengan hukum Islamnya dituntut untuk memperhatikan semua persoalan umat. Barangsiapa yang tidak memperhatikan persoalan kaum Muslimin, dia bukan termasuk golongan mereka.1

Syariat Islam yang datang dari Allah SWT itu ditujukan kepada manusia sebagai khalifah Allah SWT di bumi. Karena sumber syariat adalah Allah SWT, maka realisasi syariat Islam dalam kehidupan manusia telah terencana dengan sempurna sebagai perbuatan yang mampu dilakukan manusia, karena kapasitas kemanusiaannya telah disesuaikan dengan beban dan bobot syariat. Karena itu tidak heran jika Syariah Islam sesuai dengan kodrat tersebut. Dengan demikian penolakan manusia terhadap Syariah Islam merupakan penolakan manusia terhadap kodrat asasi dirinya sebagai manusia.

Ajaran Islam yang universal pada hakikatnya terwujud dari hal yang paling mendasar dan pokok dari seluruh konsep Islam, yaitu keyakinan akan keesaan Allah SWT atau Tauhidullah. Konsep Tauhidullah adalah konsep khas Islam dan menjadi

1Hasan Al-Banna, Risalah pergerakan Ikhwanul Muslimin II, (Surakarta: Era Intermedia,


(18)

asas yang paling esensial dalam seluruh sistem Islam yang dapat melahirkan jiwa kaum Muslimin merdeka dari intervensi, penekanan, dan intimidasi manusia lain.

Al-Quran memecahkan problem-problem kemanusiaan dalam berbagai segi kehidupan, baik rohani, jasmani, sosial, ekonomi maupun politik dengan pemecahan yang bijaksana, karena ia diturunkan oleh yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji. Pada setiap problem Al-Quran meletakkan sentuhannya yang mujarab dengan dasar-dasar yang umum yang dapat dijadikan landasan untuk langkah-langkah manusia dan sesuai dengan setiap zaman dalam menjawab berbagai masalah yang ada. Al-Quran selalu memperoleh kelayakannya di setiap waktu dan tempat, karena Islam adalah agama yang abadi.2

Sepanjang sejarah hukum di Indonesia, maka nampak jelas, bahwa sejak berabad-abad yang lalu, hukum Islam telah menjadi hukum yang hidup di tengah-tengah masyarakat Islam di negeri ini. Betapa hidupnya hukum Islam itu, dapat dilihat dari banyaknya pertanyaan yang disampaikan masyarakat melalui majalah dan koran, untuk dijawab oleh seorang ulama atau mereka yang mengerti tentang hukum Islam. Ada ulama yang menerbitkan buku soal jawab, yang isinya adalah pertanyaan dan jawaban mengenai hukum Islam yang membahas berbagai masalah. Organisasi-organisasi Islam juga menerbitkan buku-buku himpunan fatwa, yang berisi bahasan mengenai soal-soal hukum Islam. KaumNahdhiyinmempunyai Al-Ahkamul Fuqoha,

2Manna Khalil Al-Qattan,Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Jakarta : Litera Antar Nusa, 2006),


(19)

dan kaum Muhammadiyin mempunyai Himpunan PutusanTarjih. Buku Ustadz Hassandari Persia,Soal Jawab, dibaca orang sampai ke negara-negara tetangga.3

Perekonomian yang berbasis pada nilai-nilai dan prinsip Syariah sudah cukup lama dinantikan umat Islam di Indonesia maupun dari belahan dunia lainnya. Penerapan dan nilai-nilai lain dan prinsip Syariah dalam segala aspek kehidupan dan dalam aktifitas transaksi antar umat didasarkan pada aturan-aturan Syariah yang sudah cukup lama diperjuangkan dan diharap eksis dalam pembangunan ekonomi. Keinginan ini didasari oleh suatu kesadaran untuk menerapkan Islam secara utuh dan total dalam segala aspek kehidupan, sebagaiman dijelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat (208) yang terjemahannya berbunyi:

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara

keseluruhan (kaffah). Dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaithan, sesungguhnya syaithan itu adalah musuh yang nyata bagimu”.4

Ayat tersebut dengan tegas mengingatkan bahwa selama Islam diterapkan secara parsial, maka umat Islam akan mengalami keterpurukan duniawi dan kerugian ukhrawi.

Sistem Mudharabah (bagi hasil) telah disyariat melaluiIjma’ (Kesepakatan) para Sahabat Rasulullah SAW dan berdasarkan kesepakatan para Imam yang menyatakan kebolehannya. Hal itu pada Zaman Rasulullah SAW, telah diketahui dan hanya tinggal ditetapkan saja. Kemudian praktekMudharabah juga dipraktekkan di

3Amrullah Ahmad,Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta : Gema Insani Pers,

1996), hal. 3


(20)

zaman PemerintahanUmar Bin Khattab, dimana Umar Bin Khatab,RA melakukan Mudharabahdalam harta anak yatim, dan menyerahkannnya kepada orang yang akan mengelolanya secara Mudharabah. Adapun unsur produksi dalam Mudharabah adalah pekerjaan dan harta, dimana pekerjaan disini mencakup pekerjaanMudhariib (pelaksana usaha) dan pekerjaan para buruh yang digaji olehMudharibuntuk bekerja samanya, sedangkan harta mencakup modal uang dan modal barang.5

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 menjadi suatu sarana strategis dan sangat mengembirakan bagi para pengusaha terutama pengusaha Muslim dan meneruskan produksi usahanya. Hal ini disebabkan kemampuan pemodalan Syariah yang berorientasi kepada sistem bagi hasil yang dapat memberikan keuntungan tidak hanya kepada pemilik modal tetapi juga kepada Mudharib sebagai pengelola dalam mengembangkan usaha mereka.6Mudharabah atau disebut juga Muqaradah berarti bepergian untuk urusan dagang. Secara muamalah berarti pemilik modal (shahibul maal) menyerahkan modalnya kepada pekerja/pedagang (mudharib) untuk diperdagangkan/diusahakan. Sedangkan keuntungan dagang/usaha itu dibagi menurut kesepakatan bersama.7

Menurut istilah Fiqih Muamalah8, pengertian Mudharabah mempunyai banyak arti yang berbeda antara satu ulama dengan yang lainnya.

5Jaiban bin Ahmad Al-Haritsi, Fikih Ekonomi UMAR bin Al khattab, (Jakarta :Pustaka Al

kautsar-Group, tt). Hal.67

6 Kutipan Muhammmad Nur, Tesis Pelaksanaan pemberian pembiayaan Mudharabah

Kepadakoperasi,(Medan :Sekolah Pasca sarjana Universitas Sumatra Utara, 2009). Hal.46

7Hasballah Thaib,Hukum Aqat kontrak Dalam Fiqih Islam dan Praktek Di Bank System Islam

(Konsentrasi Hukum Islam, Program Pasca sarjana USU, 2005) Hal.36


(21)

Mudharabah adalah akad antara pemilik modal (harta) dengan pengelola modal tersebut, dengan syarat bahwa keuntungan diperoleh kedua belah pihak sesuai jumlah kesepakatan.9

Dasar hukum pelaksanaanMudharabah adalah Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majahdari Shuhaib, RA,yang artinya:

“Ada tiga perkara yang diberkati: Jual beli yang ditangguhkan, memberi modal, dan mencampur gandum yang kualitasnya bagus dengan kualitasnya yang tidak bagus untuk keluarga, bukan untuk dijual.”10

Menurut UlamaSyafi’iahRukunMudharabahada 6 yaitu: 1. Pemilik barang yang menyerahkan barang –barangnya;

2. Orang yang bekerja, yaitu mengelola barang yang diterima dari pemilik barang;

3. AqadMudharabah,dilakukan oleh pemilik dengan mengelola barang; 4. Mal, yaitu harta pokok atau modal;

5. Amal, yaitu pekerjaan pengelolaan harta sehingga menghasilkan laba; 6. Keuntungan.

Menurut Sayyid Sabiq, Rukun Mudharabah ialah ijab dan qabul yang dikeluarkan dari orang yang memiliki keahlian. Hubungan keterikatan antara kedua pihak tersebut akan melahirkan konsekuensi yang harus dipenuhi oleh masing-masing

9Lihat : Hendi Suhendi,Fiqih Muamalah, hal. 136-138 10Ibid, hal 301


(22)

pihak yaitu keseluruhan kewajiban yang harus ditunaikan dan menjadi apa-apa yang menjadi hak masing-masing yang akan diterima.11

Dalam hal ini Al-Quran sebagai pedoman dari ajaran Islam yang ditafsirkan dengan realisasiMuamalahFiqih menerangkan perjanjian merupakan pernyataan dari seseorang untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu yang berkaitan dengan orang lain.12

Didalam Kompilasi Hukum Islam sendiri Syarat dan Rukun Mudharabah telah diatur didalam pasal 519, 520, 521 tentang Rukun dan pasal 522,523, tentang syarat pemberian kuasa, kemudian juga diatur tentang umum pemberian kuasa yaitu, didalam pasal 526-533.13

Sistem ekonomi yang berbasis Syariah di Aceh sudah ada dan hidup dalam kehidupan masyarakat. Aturan-aturan telah dibuat dan hidup dengan sendirinya tanpa dikodifikasikan. Aturan-aturan itu menjadi alat yang mengatur hubungan ekonomi masyarakat. Sebagai salah satu contoh adalah “Mawah”.

Istilah Mawah sudah dikenal masyarakat Aceh sejak abad ke 16. Di Aceh Besar umpamanya,Mawahatau bagi hasil dilakukan untuk harta yang menghasilkan, seperti peternakan, perkebunan, persawahan, perladangan, pertambakan. Banyak orang-orang kaya yang me-mawah-kan harta benda mereka kepada orang lain, jika nantinya sudah menghasilkan maka akan dibagi menurut perjanjian lisan mereka.

11Sayyid sabiq,Fiqih sunnah(Beirut : Dar al-fikr, 1977) hal. 22

12Gemala Dewi, dkk,Hukum perikatan Islam Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006) hal, 45 13Mahkamah Agung Republik Indonesia,kompilasi hukum ekonomi syariah(naskah akademik


(23)

Mawah adalah suatu akad kerjasama dalam usaha di Aceh, dimana seseorang memberikan hartanya kepada orang lain untuk dikelola dengan pembagian hasilnya sesuai dengan kesepakatan dan perjanjian yang ditetapkan bersama. Didalam prakteknya Mawah mempunyai kesamaan arti dengan Mudharabah. Adapun kata Mudharabah ini berasal dari bahasa Arab, yakniDharb, yang berarti bepergian atau berjalan. Sebagaiman firman Allah Dalam Surat Al Muzammil ayat 20 yang artinya:

“Dan yang lainnya, berpergian dimuka bumi mencari karunia Allah”

Selainal-dharb, disebut juga qiradh yang bersal dari al-qardhu, yang berarti

al qadh’u (potongan) karena pemilik memotong sebagian hartanya untuk

diperdagangkan dan memperoleh sebahagian keuntungannya. Ada pula yang menyebutkanMudharabahdenganMuamalah14

Didalam sistem ekonomi,Mawahtidak mengenal pemilik modal lebih untung atau buruh lebih untung. Mereka sama-sama akan menikmati hasil dan keberuntungan. Demikian juga kalau nantinya usaha mereka mengalami kegagalan, maka mereka sama-sama mengalami kerugian. Sebagai contoh, seorang petani diminta untuk mengurus kebun durian pemilik kebun durian. Petani tersebut sebagai penjaga atau pengurus akan mengurus kebun tersebut dari mulai bunga durian hingga panen. Nah disini kalau nanti bunga durian jadinya banyak maka diantara pemilik kebun dan pengurusnya akan menikmati hasilnya menurut perjanjian lisan diantara mereka yaitu biasanya dibagi dengan rasio 50:50. Setengah hasil panen durian untuk pemilik kebun dan setengahnya lagi untuk pengelola kebun.


(24)

Jika dalam logika sistem ekonomi kapital penjaga kebun adalah buruh dan mendapatkan keuntungan sedikit dibandingkan pemilik kebun atau pemillik modal. Tapi itu tidak berlaku bagi sitem ekonomi Mawah yang dipraktekkan di Aceh yang menempatkan penjaga mendapatkan porsi yang sama dalam pembagian hasilnya dengan pemilik modal.15

Dari sudut pandangan ekonomi, Praktek Mawah melalui Mudharabah ini merupakan suatu sistem bagi hasil dalam memperlancar roda perekonomian masyarakat yang dianggap mampu membantu perekonomian serta mata pencaharian masyarakat. Mawah merupakan bagian dari sistem ekonomi tradisional masyarakat Aceh yang berazaskan Islam. Di satu sisi, pada sistemMawah melekat tradisi saling membantu dan bekerja sama untuk kesejahteraan bersama. Sebaliknya pada sisi yang lain, Mawah merupakan salah satu bentuk budaya berekonomi (berusaha) di dalam masyarakat Aceh.

Dalam prakteknya kemudian, Mawah berkembang secara meluas didalam masyarakat Aceh yang pada awalnya hanya meliputi pada bidang pertanian dan peternakan saja, sekarang meliputi bidang perdagangan dan industri. Selain itu, Mawah telah menjadi media silaturrahmi antara para “petua pangkay” (pemilik modal) dan “ureung useuha” (para pengelola usaha).

Dalam bidang pertanian,Mawahtelah berkembang sedemikian rupa, sehingga Mawah bukan hanya dipraktekkan dalam bidang usaha sub sistem (sara diri) akan

15Konvensional Syariah,Mawah Kearifan local Aceh dalam mengatur Perekonomian,


(25)

tetapi juga dalam bidang usaha komersil. Dengan demikian tradisi Mawah telah berkembang luas didalam masyarakat Aceh. Sebagai contoh, pada abad ke 16 hingga 19 tradisiMawah mewarnai perkembangan perkebunan komersil di Aceh, khususnya lada.16

Memang perjanjian bagi hasil ini mempunyai masing-masing istilah di berbagai daerah di Indonesia, sebagaimana dinyatakan oleh Roestandi Adiwilaga, Di Jawa Barat dinamakan dengan Negah, Maporo atau Maro, Tceplok di Suka Bumi, Memperdui di Minangkabau, Minahasa dengan nama Tojo, di Sulawesi Selatan dengan namaTesang, Jawa tengah ada Maro, Memaro, Malih atau Mertanduk kake, Mertalu, Mapat, Mara lima, Di Bali Mandu, Pariangan dengan nama Jejuron. Demikian juga di Aceh yang mempunyai istilahnya sendiri yaituMawah.17

Propinsi Aceh merupakan salah satu daerah di Indonesia yang masih menjunjung tinggi adat dan kebudayaannya, hal ini tersirat dalam adagiumAdat bak Poe Teu Meureuhôm, Hukôm bak Syiah Kuala, Qanun bak Putroe Phang, Reusam bak Lakseumana. HadihMaja tersebut menyebutkan bahwa persoalan adat-istiadat, sistem pemerintahan, hendaklah disesuaikan dengan konvensi para raja dan diserahkan sepenuhnya pada raja(Po Teu Meureuhôm). Namun, Persoalan hukum diatur oleh ulama Syiah Kuala. Karenanya, tidak berlebihan kalau para raja (masa lalu ataupun saat ini) berusaha sekuat tenaga untuk mempertahankan, menghidupkan kembali, dan takut sekali melanggar adat. Sikap ini merupakan pengejawantahan

16Majelis Adat Aceh (MAA) Provinsi Aceh, (Jeumala Edisi 29 Januari-Maret, 2009). 17Sofyan Ibrahim, Kutipan Tesis, Perjanjian Bagi Hasil Tani Ditinjau Dari Sudut Sosial


(26)

pemikiran bahwa adat-istiadat yang ada dalam masyarakat idealnya dipertahankan, tidak diubah, sesuai dengan maksud hadih maja,“Boh malairi ie paseueng surôt, adat datôk nini beutaturôt”yang berarti buah malairi air pasang surut, adat nenek moyang hendaklah diikuti.18

Masyarakat Aceh sangat kental dengan nilai-nilai Islam, dengan berlatar belakang sejarah sehingga kini disebut serambi Mekah. Aceh yang merupakan sebagian besar penduduknya beragama Islam banyak menggunakan hukum Islam untuk diadopsi sebagai hukum adatnya. Dasar hukum Syariah Islam di Aceh tertuang dalam Peraturan Daerah Istimewa Aceh Nomor 5 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syariat Islam dan MOU Helsinksi, yang merupakan cita-cita masyarakat Aceh untuk melaksanakan Syariah Islam secarakaffahdi Aceh.

Hukum adat di Aceh banyak mengatur tentang berbagai macam hal pola hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Salah satu yang diatur dalam hukum adat Aceh adalah tentang Muamalah yang telah menjadi hukum positif dengan di undangkannya Qanun Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Peradilan Syariah Islam. Dalam qanun tersebut dijelaskan bahwa Mahkamah Syar’iyah mempunyai kewenangan dan kekuasaan mengadili salah satunya dalam hal Muamalah. Seperti yang tertera didalam pasal 49 Qanun Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Peradilan Syariah Islam yaitu “Mahkamah Syar'iyah bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara pada tingkat pertama, dalam bidang:

1. Ahwal al – Syakhshiyah;


(27)

2. Mu'amalah;dan 3. Jinayah

Persengketaan merupakan suatu hal yang lumrah terjadi dalam kehidupan masyarakat, tetapi disisi lain menciptakan ketidakharmonisan dan ketidakseimbangan kehidupan masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat yang komunal dan didasari pada prinsip-prinsip kebersamaan, keharmonisan, maka keseimbangan hidup merupakan tatanan ideal yang selalu ingin dipertahankan. Gangguan terhadap hal tersebut, seperti terjadinya persengketaan harus segera diakhiri.

Dalam berkehidupan bernegara sekarang ini tersedia beberapa alternatif penyelesain sengketa, bisa melalui lembaga peradilan formal (litigasi) dan memungkinkan diselesaikan diluar peradilan (non-litigasi).

Penyelesaian sengketa diluar pengadilan tersebut ada tiga cara penyelesaiannya yang masing-masing diatur dalam:

1. Perda Nomor 7 Tahun 2000 tentang Penyelenggraan Kehidupan Adat;

2. Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat istiadat.

3. QanunAceh Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Lembaga Adat.19

Aceh adalah daerah yang terletak di ujung paling Barat Pulau Sumatra. Meskipun jauh dari negara asal agama Islam, Arab, namun penduduk yang menganut agama Islam sangatlah besar yaitu hampir 100 persen, tidak heran daerah ini

19Abdurrahman, Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Adat dan Qanun, Jurnal Ilmu


(28)

meminta dan menuntut kepada pemerintah Indonesia untuk menerapkan Syari’ah Islam secara kaffah dan menyeluruh disegala pundi-pundi kehidupan sosial masyarakat, yang akhir pemerintah Indonesia memenuhi tuntutan masyarkat Aceh tersebut melalui MOU Helsinki pada tanggal 15 Agustus 2005. Meskipun MOU Helsinksi baru ditandatangani namun masyarakat Aceh telah lama hidup dalam sistem Syari’ah, yaitu sejak Pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Pada saat itu masyarakat Aceh telah mengenal dan hidup dalam bingkai Syari’ah, yang meliputi segala lini kehidupan individu dan bermasyarakat. Misalnya dalam bidang Muamalah.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, dalam Tesis ini dibatasi dalam Mawah Tanah seperti Sawah dan Kebun, tidak termasuk Binatang dan perlu adanya suatu penelitian tentangMawahsebagai salah satu bentukMudharabah

yang dipraktekkan oleh masyarakat Aceh, yang dituangkan dalam judul tesis: PraktekMawahMelaluiMudharabahDalam Masyarakat Aceh.

(Study Penelitian di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana Pelaksanaan PraktekMudaharabah / Mawahdi Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar.


(29)

3. Bagaimana Penyelesaian MasalahMawahbila Terjadi Sengketa di Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukan di atas, adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tesis ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan Pelaksanaan PraktekMawahdi Aceh. 2. Untuk mengetahui dan menjelaskan hubungan dan kaitan serta dasar hukum

PelaksanaanMudharabahdenganMawahdengan Ekonomi Islam.

3. Untuk mengetahui dan menjelaskan cara penyelesaian Masalah Mudharabah/Mawahbila terjadi Sengketa di Aceh.

D. Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian dan manfaat penelitian merupakan satu rangkaian yang hendak dicapai bersama, penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis dan praktis, yaitu :

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai bahan informasi bagi akademisi dan untuk pengembangan wawasan dan kajian tentang Pelaksanaan Mawah untuk dapat menjadi bahan perbandingan bagi penelitian lanjutan.

b. Memperkaya khasanah perpustakaan hukum khususnya di bidang Hukum Adat berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh.


(30)

2. Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat memberikan masukan bagi para praktisi maupun memberikan pengetahuan hukum kepada masyarakat mengenai pemahaman dan penerapan Praktek Mudharabah melalui Mawah dan hubungannya dengan Syariah Islam pada masyarakat Aceh khususnya.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang ada dan penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di Program Magister Kenotariatan dan Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, belum ada penelitian sebelumnya yang berjudul tentang “Praktek Mudharabah Melalui Mawah Dalam Masyarakat Aceh”, dan tidak ada satu pun penelitian yang membahas mengenai Pelaksanaan Mawah dalam masyarakat Aceh, akan tetapi ada beberapa penelitian yang membahas mengenai antara lain diteliti oleh:

1. Netti Sumiati, NIM: 097011126 Mahsiswa Program Kenotariatan Universitas Sumatra Utara, dengan Judul Anilisi Yuridis Terhadap Perjanjian Pembiayaan Dengan Sistem Perbankkan Syariah (Mudharbah, Murabaah, Musyakarah). 2. Muhammad Nur, NIM: 067011057, Mahasiswa Universitas Sumatra Utara,

dengan judul, Pelaksanaan Pemberiaan Pembiayaan Mudhrabah Kepada Koperasi, Study pada Bank Muamalad Cabang Medan , Tahun 2009.

3. Heriani NIM 077011025, Mahasiswa Kenotariatan Universitas Sumatra Utara, dengan Judul : Perjanjian Pembiayaan Dengan Sistem Bagi Hasil


(31)

melalui Baitul Mall Washil, (study kasus pada BaiulmallwashilMedan) tahun 2009

Oleh karena itu, maka penulis berkeyakinan bahwa penelitian yang penulis lakukan ini jelas dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, karena senantiasa memperhatikan ketentuan-ketentuan atau etika penelitian yang harus dijunjung tinggi baik peneliti atau akademis dan belum pernah diteliti.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori diartikan sebagai suatu sistem yang berisikan proposisi-proposisi yang telah diuji kebenarannya, berpedoman pada teori maka akan dapat menjelaskan, aneka macam gejala sosial yang dihadapi, walau hal ini tidak selalu berarti adanya pemecahan terhadap masalah yang dihadapi,suatu teori juga mungkin memberikan pengarahan pada aktivitas penelitian yang dijalankan dan memberikan taraf pemahaman tertentu.20

Dalam dunia ilmu, teori menempati kedudukan yang penting karena memberikan sarana kepada kita untuk bisa merangkum serta memahami masalah yang kita bicarakan secara lebih baik.21

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.22

20Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI-Press), Hal 6 21Satjipto Rahardjo, SH, Ilmu Hukum, (Bandung:PT Citra Aditya Bakti, 2006 ),Hal. 259


(32)

Menurut J.J.H Bruggink, Teori merupakan keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan, yang dikemukakan untuk menjelaskan tentang adanya sesuatu, maka teori hukum dapat ditentukan dengan lebih lanjut sebagai suatu keseluruhan pernyataan-pernyataan yang saling berkaitan dan berkenaan dengan hukum, dengan itu harus cukup mengurai tentang apa yang diartikan dengan unsur teori dan harus mengarahkan diri kepada unsur hukum.23

Sebagai tolak ukur menganalisis permasalahan yang akan diteliti karena suatu teori atau kerangka teori harus mempunyai kegunaan paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut:24

a. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.

b. Teori sangat berguna di dalam mengembangkan konsep-konsep.

c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar dari pada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang telah diteliti. d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena

telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.

e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan penelitian.

22 J.J.J.M.Wuisman, penyunting M.Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial,

Asas-asas,(Jakarta:FE UI, 1996), hal.203

23J.J.H Bruggink,Refleksi tentang hukum,Alih Bahasa Arief Sidharta, (Bandung: Citra Aditya

Bakti, 1999), Hal 2


(33)

Sedangkan kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir, pendapat, teori, tesis, mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujuinya.25Sedangkan tujuan dari kerangka teori menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasikan dan menginterprestasikan hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian yang terdahulu.26

Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan di dalam kerangka teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut.

Adapun teori yang dikaitkan dengan permasalahan dalam penelitian adalah Teori Ta’uwun (membantu), Teori ‘Urf Kata,Urf, dan teori keadilan, serta teori Mashlahat.Teori Ta’uwun yaitu yang juga dikenal dengan Teori jaringan sosial melalui pembahagian peranan berasaskan keperluan dan kebolehan anggota masyarakat yang istilahkan denganAl -Ta’awun, yang dikemukan olehIbnu Khaldun. Melaluial Ta’awunbeliau menjelaskan bagaimana manusia hidup dalam masyarakat yang berubah dari simple kepada kompleks dimana pergantungan antara satu dengan yang lain menjadi semakin canggih. Apa yang diuraikan oleh Ibnu Khaldun ini dikenali dalam sosilogi modern sebagaidivision of labour.27

25M.Solly Lubis,Filsafat Imu Dan Penelitian, (Medan: PT.Sofmedia, 2012), hal. 129 26Burhan Ashshofa,Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta, 1996), hal.19 27Ibnu Khaldun,Mukaddimah Ibnu khaldun (trj), Kuala lumpur;dewan Bahasa dan Pustaka


(34)

Ta,awun mensyaratkan adanya saling pengertian dan saling menjaga antara satu pihak dengan pihak lainnya dalam rangka memperoleh mashlahah dan keuntungan secara bersama-sama. Hal ini berarti, bahwa setiap orang tidak bisa mengejar kepentingan individu untuk meraih kemanfatan individu tanpa melihat kondisi saudara–saudara dan lingkungan dimana dia berada. Seorang Muslim tidak akan merasa puas dengan kesuksesan pribadinya, sementara saudara-saudaranya berada dalam keterpurukan. Dalam tatanan tehnis hal ini dilakukan dengan cara saling memberikan perhatian dan bahkan pertolongan bilamana diperlukan. Lebih jauh lagi, dalam bahasa ekonomi yang lebih teknis hal ini ditunjukkan dengan terkaitnya (unseparability) fungsi mashlahah dari suatu kelompok orang dengan kelompok orang lainnya.”28Dalam hal ini antara pemilik usaha dan pekerja.

Teori yang ke dua yang digunakan adalah Teori ‘Urf Kata ,Urf, yang sering diartikan ke dalam bahasa Indonesia dengan arti adat, diambil dari akar kata yang sama denganmakruflawan mungkar, karena itu ‘Urfberarti sesuatu yang baik.29

Secara Terminologi, kata ‘Urf ini didefinisikan dengan kebiasaan mayoritas umat dalam penilaian suatu perkataan atau perbuatan.‘Urf ini merupakan salah satu dalil dalam menetapkan hukum Syarak.30

Dengan demikian, adat dalam pengertian umum adalah segala sesuatu yang dibiasakan oleh rakyat umum atau golongan.Adat kebiasaan memainkan peran

28Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam(P3EI), Ekonomi Islam, (Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada, 2008), Hal. 7

29Zamakhsyari, Teori-Teori Hukum Islam Dalam Fiqih dan Ushul Fiqih, (Bandung:

Citapustaka Media Perintis, 2013), Hal. 117


(35)

penting dalam sejarah perkembangan dan kebangkitan manusia, baik dalam kehidupan sosial maupun dalam aspek-aspek kebudayaan lainnya.Peranannya di dalam hal tersebut banyak dipengaruhi oleh faktor sebab yang pokok, yaitu faktor iklim dan semangat kebangsaan.31Kebiasaan semakin tambah kuat kedudukannya dengan perantaraan tradisionil32yang membawanya hingga menjadi kepastian di dalam kehidupan bangsa.

Berdasarkan pengertian di atas, Mustafa Ahmad al-Zarqa, Ahli Fiqih di Universitas Amman Jordania, mengatakan bahwa ‘Urf merupakan bagian dari adat, karena adat lebih umum dari ‘Urf.Suatu uruf menurutnya harus berlaku pada kebanyakan orang di daerah tertentu, bukan pada pribadi atau kelompok tertentu dan ‘Urf muncul dari suatu pemikiran dan pengalaman, seperti kebiasaan mayoritas masyarakat pada daerah tertentu dalam menetapkan keperluan rumah tangga yang diambilkan dari mahar yang diberikan suami, atau penentuan ukuran tertentu dalam penjualan makanan.33

Adat dan kebiasaan dapat dikatakan memiliki arti yang sama, menurut definisi yang dikemukakan olehIbnu Najadi dalamsyarh al-Mughniadalah suatu pengertian

31Kitab Montesqoieu De L Esprit des lois, v. 1, kitab 14; Kitab Curs usder Instionen, 1893,

Leipzig (dalam bagian muqaddimah) karangan puchta, dan Kitab Saving System des Heutegen Romischen Rechts. Dinukil dari; Subhi Mahmassani, Filsafat Hukum Dalam Islam, (Bandung: PT Ma’arif, 1981), Hal. 191

32Lihat: kitab Les Lois de L’imitation, karangan Tarde. Dinukil dari; Subhi Mahmassani,

Filsafat Hukum Dalam Islam, (Bandung: PT Ma’arif, 1981), Hal. 191


(36)

dari yang ada dalam jiwa orang-orang berupa perkara yang berulang-ulang kali terjadi yang dapat diterima oleh tabiat yang waras.34

Teori ‘Urf yang berkaitan dengan Mawah adalah ‘Urf Amali, yaitu kebiasaan masyarakat yang berkaitan dengan perbuatan biasa, atau mu’amalah keperdataan.35 Yang dimaksud dengan perbuatan biasa adalah perbuatan masyarakat dalam masalah kehidupan mereka yang tidak terkait dengan kepentingan orang lain, seperti kebiasaan masyarakat tertentu memakan makanan khusus, atau meminum minuman tertentu, atau kebiasaan masyarakat dalam memakai pakaian tertentu dalam acara tertentu.36

Teori yang ke tiga digunakan adalah Teori keadilan, Kata ‘adladalah bentuk masdar dari kata kerja ‘adala-ya’dilu-‘adlan-wa’udulan-wa’adalatan.Kata kerja ini berakar dengan huruf-huruf’-ain-dal,dan lam yang makna pokoknya adalah al-istiwa = keadaan lurus dan lawan ‘ al-‘wijaj=keadaan menyimpang.37Jadi rangkaian huruf-huruf tersebut mengandung makna yang bertolak belakang, yakni lurus atausama dan bengkok atau berbeda dari makna pertama, kata ‘adl berarti “menetapkan hukum dengan benar”.38Jadi seorang yang adil adalah berjalan lurus dan sikapnya selalu menggunakan ukuran yang sama, bukan ukuran ganda, Persamaan itulah yang merupakan makna kata ‘adl, yang menjadikan pelakunya tidak berpihak kepada salah

34 Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Asybah wa An-Nazha’ir, (Beirut: Daar al-Turats al-Islami,

2001), Hal 37

35Op.cit, Hal 122. 36Ibid.

37Zamakhsyari, Teori-teori Hukum Islam Dalam fiqih dan ushul fiqih,(cita pusaka media

perintis, 2013), Hal. 48


(37)

seorang yang berselisih, dan pada dasarnya pula seorang yang adil berpihak pada yang benar, karena baik benar maupun salah sama-sama harus memperoleh haknya. Dengan demikian, ia melakukan sesuatu yang patut dan tidak sewenang-wenang.

Secara Etimologi, Al-adlu berarti tidak berat sebelah, tidak memihak, atau menyamakan, atau menyamakan sesuatu dengan yang lain (Al musawah).

Secara terminology adil berarti “mempersamakan sesuatu dengan yang lain baik dari segi nilai maupun dari segi ukuran, sehingga sesuatu itu menjadi tidak berat sebelah, dan menjadi tidak berbeda antara satu dengan yang satu dengan yang lain.39Adil juga berarti berpihak atau berpegang kepada kebenaran.

Keadilan lebih dititik beratkan kepada meletakkan sesuatu pada tempatnya.

Ibnu Qudamah, ahli fiqih bermazhab Hambali, mengatakan bahwa keadilan

merupakan sesuatu yang tersembunyi, motivasinya semata-mata karena takut kepada Allah SWT. Jika keadilan telah dicapai, maka itu merupakan dalil yang kuat dalam Islam selama belum ada dalil lain yang menentangnya. Berlaku adil sangat terkait dengan hak dan kewajiban. Hak yang dimiliki oleh seseorang, termasuk hak asasi harus diperlakukan secara adil. Hak dan kewajiban terkait juga dengan amanah, sementara amanah wajib diberikan kepada yang berhak menerimanya. Oleh karena itu hukum berdasarkan amanah harus ditetapkan secara adil tanpa dibarengi rasa kebencian dan sifat negative lainnya.

Kata ‘adldidalam Al-Qur’an memiliki aspek dan objek yang beragam begitu pula pelakunya. Keragaman tersebut mengakibatkan keragaman makna ‘adl.


(38)

Menurut penelitianQuraish Syihab, paling tidak ada empat makna keadilan. : 1. ‘Adl dalam arti sama, pengertian ini sangat banyak terdapat dalam Al-Qur’an.

Misalnya didalam surat An nisa ‘(4) :58 yang artinya, “Apabila (kamu) menetapkan hukum diantara manusia hendaklah menetapkan dengan adil”. 2. ‘Adl dalam arti seimbang, pengertian ini ditemukan dalam surah Al-Maidah

(5) : 95 dan Surah. Al-Infithar (82): 7. Pada ayat yang disebut terakhir misalnya dinyatakan, ”Allah SWT yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikanmu (susunan tubuh)-mu seimbang”.

3. ‘Adl dalam arti perhatian terhadap hak individu dan memberikan hak itu kepada setiap pemiliknya. (lihat Al-An’am (6): 152) yang artinya, “Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabat(mu).

4. ‘Adl dalam arti yang dinisbahkan kepada Allah SWT.(lihatQ.S. Ali Imran (3) 18.

Keadilan Allah SWT mengandung konsekwensi bahwa rahmat Allah SWT, tidak tertahan untuk diperoleh sejauh makluk itu dapat meraihnya. Allah SWT memiliki hak atas semua yang ada.Sedangkan semua yang ada tidak memiliki sesuatu disisinya. Didalam pengertian inilah harus difahami kandungan QS. Ali Imran (3):


(39)

18 yang menunjukkan Allah SWT sebagai Qaiman bil-qisthi yang menegakkan keadilan.40

Sebagai pendukung teori diatas, digunakan juga teori Maslahat muktabarah karena praktek Mawah sejalan dengan nash hadis. Yang dimaksud dengan muktabarah ialah kemaslahatan yang terdapat dalam nash secara tegas menjelaskan dan mengakui keberadaannya, yang termasuk dalam kemaslahatan ini adalah maslahat dharuriyat yang tersebut diatas. Sebagai contoh diperintahkannya untuk berjihad mempertahankan agama, disyariatkannya qishas untuk memelihara jiwa. Seluruh ulama sepakat menyatakan bahwa semua maslahat yang dikategorikan kepada maslahat mukhtabarah wajib tegak dalam kehidupan, karena dilihat dari segi tingkatannya ia merupakan kepentingan pokok yang wajib ditegakkan.41

2. Konsepsi

Konsepsi adalah pemahaman yang terbangun dalam akal dan pikiran peneliti untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional.42Oleh karena itu, untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini haruslah didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil dalam penelitian ini yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Konsep merupakan alat yang dipakai oleh hukum disamping

40Op.cit, hal . 96,97,98.

41H. M. Hasballah Thaib, Tajid, Reaktualitas dan elastisitas Hukum Islam. Konsenntrasi

Hukum Islam Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Tahun 2002 42


(40)

yang lainnya, seperti asas dan standar. Oleh sebab itu kebutuhan untuk membentuk konsep merupakan salah satu dari hal-hal yang dirasakan penting dalam hukum.

Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal yang berbentuk khusus.43

Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori, peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan antara teori dan observasi, antara abstraksi dengan realitas.44

“Pemakaian konsep terhadap istilah yang digunakan terutama dalam judul penelitian, bukanlah untuk keperluan mengkomunikasikannya semata-mata dengan pihak lain. Sehingga tidak menimbulkan salah tafsir, tetapi juga demi menuntun peneliti sendiri didalam menangani proses penelitian dimaksud.”45

Konsepsi ini bertujuan untuk menghindari salah pengertian atau penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini. Oleh karena itu dalam penelitian ini didefinisikan beberapa konsep dasar atau istilah, agar di dalam pelaksanaannya diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu:

1. Kajian Yuridis adalah penyelidikan, penjabaran sekaligus pemecahan secara hukum terhadap suatu peristiwa atau permasalahan yang timbul untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.

43Ibid, hlm. 4

44Masri Singaribun dkk,Metode Penelitian Survey, (Jakarta: LP3ES, 1989), hlm. 34

45Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada,


(41)

2. Mudharabah adalah Akad antara dua pihak (orang) saling menanggung, salah satu pihak menyerahkan hartanya kepada pihak lain untuk diperdagangkan dengan bagian yang telah ditentukan dari keuntungan, seperti setengah atau sepertiga dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.

3. Mawah adalah konsep bagi hasil usaha berasaskan tradisi (adat-kebiasaan) di Aceh berdasarkansyari’ah.

4. Adat adalah merupakan pencerminan dari pada kepribadian sesuatu bangsa, merupakan salah satu penjelmaan daripada jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad.46

5. Masyarakat Aceh adalah individu-individu sebagai suatu kesatuan yang tinggal, menetap dan hidup di daerah Aceh.

G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji mengatakan penelitian dalam

pelaksanaannya diperlukan dan ditentukan alat-alatnya, jangka waktu, cara-cara yang dapat ditempuh apabila mendapat kesulitan dalam proses penelitian. Penelitian dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten.Metodologis yang dimaksud berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu

46Soerojo Wignjodipoero, Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat, (Jakarta: CV. Haji


(42)

sistem, dan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dengan suatu kerangka tertentu.47

Dalam setiap penelitian pada hakikatnya mempunyai metode penelitian masing-masing dan metode penelitian tersebut ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian.48Kata metode berasal dari bahasa Yunani “Methodos” yang berarti cara atau jalan sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.49

Berdasarkan dengan permasalahan yang dikemukan maka penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan cara menjumpai langsung respondennya dan informan dengan melakukan wawancara. Yuridisempirisini bertujuan untuk memahami bahwa hukum itu tidak semata-mata sebagai satu perangkat aturan perundang-undangan yang bersifat normatif belaka, akan tetapi hukum dipahami sebagai perilaku masyarakat yang menggejala dan membentuk pola dalam kehidupan masyarakat, selalu berinteraksi dan berhubungan dengan aspek kemasyarakatan seperti aspek ekonomi, sosial, dan budaya.

Penelitian ini berusaha memberikan gambaran secara menyeluruh, mendalam tentang suatu keadaan atau gejala yang diteliti. Suatu penelitian deskriptif

47Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji,Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Radja Grafindo

Persada, 2001), Hal 42.

48Jujun Suria Sumantri, Filsafat Hukum Suatu Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan, 1995), Hal. 328

49Koentjaningrat,Metode-metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,


(43)

menekankan pada penemuan fakta-fakta yang digambarkan sebagaimana keadaan yang sebenarnya, dan selanjutnya data maupun fakta diolah dan ditafsirkan.

Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang objek yang diteliti, keadaan, atau gejala-gejala lainnya. Penelitian ini bersifat deskriptif karena dengan penelitian ini diharapkan akan diperoleh suatu gambaran yang bersifat menyeluruh dan sistematis, kemudian dilakukan suatu analisis terhadap data yang diperoleh dan pada akhirnya didapat pemecahan masalah. 2. Sumber Data

Dalam penelitian ini, sumber data yang dipergunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum sekunder, bahan hukum primer dan bahan hukum tersier. Data-data hukum sekunder tersebut meliputi berbagai macam sumber, baik sumber data tertulis seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku ilmiah, dan berbagai macam dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Dalam hal ini peneliti diharapkan dapat mengumpulkan sebanyak mungkin bahan pustaka yang terkait dengan objek penelitiannya sehingga dapat menambah khasanah dalam menganalisis data dan menyajikan hasil penelitian.

a. Data Sekunder

Data sekunder meliputi beberapa hal yaitu: 1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan salah satu sumber hukum yang penting bagi sebuah penelitian ilmiah hukum yang bersifat yuridis normatif.Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat


(44)

sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka penelitian.50Bahan hukum primer meliputi bahan-bahan hukum yang isinya mengikat secara hukum karena dikeluarkan oleh instansi yang sah.Bahan hukum primer dapat ditemukan melalui studi kepustakaan (library research) baik diperpustakaan fakultas, universitas, maupun perpustakaan umum lainya.

Beberapa bahan hukum primer yang bisa digunakan dalam penelitian adalah:

a) Undang-undang yang berkaitan tentang Pemerintahan Aceh, yaitu Undang-Undang nomor 11 Tahun 2006.

b) Qanun-Qanun, yang terkait dengan penelitian. c) Undang-undang.

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang isinya memperkuat atau menjelaskan bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder biasanya berupa bahan-bahan hukum seperti bacaan hukum, jurnal-jurnal yang memberikan penjelasan mengenai bahan primer, berupa buku teks, konsideran, artikel dan jurnal, sumber data elektronik berupa internet, majalah dan surat kabar serta berbagai kajian yang menyangkut kajian yuridis tentang Mudharabahdan hubungannya dengan Mawahdalam masyarakat Aceh. 3) Bahan Hukum Tersier.

50Ronny Hanitijo Soemitro,Metodologi Penelitian Hukum dan Juritmetri, (Jakarta: Ghalia


(45)

Yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.Bahan hukum tersier biasanya memberikan informasi, petunjuk dan keterangan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.Di perpustakaan biasanya bahan hukum tersier berada pada ruangan khusus. b. Data Lapangan

Penelitian lapangan (Field research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mewawancarai beberapa orang responden dan informan yaitu pemilik modal dan pelaku usaha dan tokoh tokoh adat.

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun untuk memperoleh data yang relevan dengan permasalahan yang diteliti dan dikaitkan dengan jenis penelitian hukum yang bersifat normatif maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan penelitian kepustakaan (library research).

Penelitian kepustakaan bertujuan untuk memperoleh data sekunder yang dilakukan dengan pengumpulan data atau dengan cara menghimpun data yang berasal dari kepustakaan, berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku, atau literatur, jurnal ilmiah, majalah-majalah, artikel, yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti serta tulisan-tulisan ilmiah yang ada hubungannya dengan permasalahan yang akan diteliti. Selain itu, guna mendukung data primer yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan tersebut dilakukan pula wawancara dengan beberapa narasumber yaitu terdiri dari pelaku usaha 2 (dua) orang, pemilik modal 2 (dua)


(46)

orang, ImamMeunasah2 (dua) orang. Imam Mukim 2 (dua) orang serta Ketua MAA (majelis adat aceh) 1 orang.

4. Analisis Data

Tabel 1.1

No Keterangan Jumlah

1 Pelaku Usaha 2 Orang

2 Pemilik Modal 2 Orang

3 Imam Menasah 2 Orang

4 Imam Mukim 1 Orang

5 Ketua MAA 1 Orang

Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data merupakan penelahaan dan penguraian data, sehingga data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah dalam penelitian. Data sekunder yang diperoleh kemudian disusun secara urut dan sistematis, untuk selanjutnya dianalisis menggunakan metode kualitatif yaitu dengan penguraian deskriptis analitis dan preskriptif,51 yang dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang pokok permasalahan dengan menggunakan metode berfikir deduktif, yakni

51Soekanto, Soerjono, Pengertian Penelitian Hukum, Universitas Indonesia,Jakarta, 1986,


(47)

cara berfikir yang dimulai dari hal yang umum, untuk selanjutnya menarik hal-hal yang khusus sebagai kesimpulan dan disajikan dalam bentuk preskriptif.

Kegiatan analisis dimulai dengan dilakukan pemeriksaan terhadap data yang terkumpul baik inventarisasi karya ilmiah, peraturan perundang-undangan, informasi media cetak, dan laporan-laporan hasil penelitian lainnya yang berkaitan dengan judul penelitian untuk mendukung studi kepustakaan. Kemudian data primer maupun data sekunder dilakukan analisis penelitian secara kuantitatif dan untuk membahas lebih mendalam dilakukan secara kualitatif. Sehingga dengan demikian diharapkan dapat menjawab segala permasalahan hukum dalam penelitian tesis ini.


(48)

BAB II

PELAKSANAAN PRAKTEK MAWAH

DIKECAMATAN INGIN JAYA

A. MawahDalam Hukum Islam dan Hukum Adat Aceh.

PraktekMawah telah dipraktekkan di Aceh sejak abad ke 16, praktek ini terus berlangsung sampai dengan sekarang.Praktek Mawah ini sangat populer di Aceh sehingga dengan adanya praktek Mawah ini banyak membantu kehidupan para masyarakat miskin dengan sendiri. Dengan praktekMawahini mempunyai peranan yang cukup besar dalam aktifitas ekonomi, ketersediaan gabah yang cukup, terbantunya ekonomi masyarakat miskin, dapat membuka lapangan pekerjaan, masyarakat yang mempunyai lahannya bisa tergarap, dan meningkatnya produktifitas padi dan gabah sehingga tidak ada lagi lahan dan sawah yang telantar.52Konsep Mawah yang terus berkembang diaceh ini menjadi bukti bahwa ketika Indonesia dilanda krisis moneter ditahun 1998 masyarakat aceh khususnya masyarakat pedasaan hampir tidak mengenal dan merasakan dampaknya krisis moneter tersebut. Oleh karena itu praktek dan konsepMawahini dapat menjadi pilot projek nasional untuk dikembangkan didaerah lain.

Mawahadalah bahagian dari hukum adat Aceh dan sangat sesuai dengan konsep yang ada dalam sistem Islam yaitu Mudharabah.KonsepMawah juga sangat rasional dalam sistim pembagiannya, dimana konsepMawah memberikan porsi yang besar kepada petani penggarap yang system pembagian telah mempunyai ketentuan


(49)

yaitu 50:50 dan atau menurut perjanjian yang dilakukan antara petani dan pemilik sawah yang mana perjanjian tidak boleh melanggar dan merugikan petani. Misalnya Sistem bagi 3 (tiga) satu untuk pemilik sawah dan 2 (dua) bagian untuk petani penggarap. Ada lagi system bagiannya yaitu dibagi 4 (empat), Disini petani mendapatkan 3 (tiga) bagian dan pemilik sawah mendapatkan 1 (satu) bagian.Pembagian seperti ini terjadikarena letak sawah yang sangat jauh dari pemukiman. Dan yang paling menarikadalah sistemMawah ini tidak mengenal pekerja dan majikan, tetapi kerjasama namanya53

Konsep Mawah sangat berperan dalam pembangunan ekonomi masyarakat Aceh,meningkatnyakualitas kehidupan masyarakat petani pedesaan dan penyandang masalah kesejahteraan sosial, dan juga melalui kebijakan penanggulangankemiskinan dan penyandang masalah kesejahteraan sosial, dengan sasaran:

1. Meningkatnya penanganan penduduk miskin danpelayanan bagi penyandang kesejahteraan sosial.

2. Meningkatnya kualitas hidup danperlindungan perempuan dan anak. 3. Meningkatnyapemberdayaan masyarakat desa melaui sektor pertanian.54

Pelaksanaan Mawah yangdipraktekkan dalam masyarakat adalah beraneka ragam, ada Mawah tanah, Mawah binatang, Mawah kebun, dan Mawahgunung.Namun dalam penelitian ini dibatasi kepada Mawah tanah. Dalam

53Hasil wawancara dengan tgk M ali, ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Aceh Besar.

54Eko Dikdoyo, Pemberdayaan masyarakat desa tertinggal,(Bandung : PT. Cita Pustaka,


(50)

pelaksanaannya pemilik tanah menyerahkan tanahnya kepada pengelola untuk ditanami tanam-tanaman atau dibuka usaha lain yang produktif yang hasilnya akan dibagi dua dengan pemilik tanah sesuai dengan perjanjian awal. Didalam bahasa Hukum Ekonomi IslamMawahini sama dengan bahasaMudharabahyaitu seseorang memberikan modal dalam hal ini tanah kepada pekerja baik perorangan atau lembaga untuk dikelola dalam suatu usaha yang layak.

Bentuk Muamalahnya dalam pengertian tersebut adalah Mudharabah.

Mudharabah diperbankkan adalah sistem pendanaan oprasional realita

Bisnis.Sedangkan dalamMawahbukan dananya yang diberikan tetapi tanahnya. 1. Syarat-syarat untuk sahnya praktekMawahadalah:

a. Orang yang terkait dengan akadMawah adalah mereka yang cakap bertindak hukum.

b. Syarat modal yang digunakan : 1) Bentuk tanah atau kebun. 2) Jelas ukurannya.

3) Milik sendiri.

4) Diserahkan lansung kepada pengelola.

c. Pembagian keuntugan harus jelas sesuai dengan Nisbah(Perbandingan) yang disepakati.

2. Masyarakat Aceh menetapkan beberapa syarat dalam pelaksanaan Mawah yaitu:


(51)

a. Tanah yang Dimawahkan kepada pekerja atau pengelola berstatus amanah dan seluruh tidakan pengelola sama dengan tindakan seorang wakil dari pemilik tanah.

b. Pekerja harus mengelola tanah tersebut sesuai dengan janji yang dibuat. c. Pekerja dalam akad berhak mendapatkan keuntungan sesuai dengan

kesepakatan bersama.

d. Jika kerja sama itu mendatangkan keuntungan, maka pemilik tanah berhak mendapatkan keuntungan dan tanahnya menjadi milik dia kembali. Akan tetapi bila usaha itu rugi maka pemilik tanah dan pengelola tidak mendapatkan apa-apa.

3. Berakhirnya akadMawah

Ahli adat aceh sepakat menyatakan akad Mawah akan berakhir bila a. Masing-masing pihak menyatakan AkadMawahbatal.

b. Salah seorang yang berakad meninggal dunia. Bila dalam perjanjian tidak disebutkan dilanjutkan oleh ahli warisnya. Akan tetapi bila perjanjian ditulis atau dinyatakan oleh ahli waris maka usaha tersebut dapat dilanjutkan walaupun salah seorang yang berjanji meninggal dunia. c. Salah seorang yang berakad kehilangan kecakapan hukum, seperti gila. d. Bila pelaksanaan Mawah dilapangan melarikan diri dalam pelaksanaan

tersebut.Namun perjanjian tersbut harus kembali kepada perjanjian semula.


(52)

B. Gambaran Umum Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar.

Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh BesarSecara geografi terletak sangat strategis. Kecamatan Ingin Jaya merupakan salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten Aceh Besar dan berbatasan langsung dengan ibukota Provinsi Aceh, dengan jarak lebih kurang 8 Km dari Ibukota Kecamatan ke kota Banda Aceh.55

Kecamatan Ingin jaya terbagi atas 6 kemukiman yang membawahi Gampoeng, yaitu : Mukim Lamteungoh membawahi 6 Gampoeng, Mukim Lamgarot membawahi 7 Gampoeng, Mukim Gani membawahi 10 Gampoeng, Mukim Lamjampok membawahi 10 Gampoeng, Mukim pagar air membawahi 12 Gampoeng dan Mukim Lubok membawahi 5 Gampoeng, Total jumlah Gampoeng di Kecamatan Ingin Jaya yaitu terdapat 50 gampong.56

Dari 23 kecamatan yang ada di Aceh Besar, Kecamatan Ingin Jaya memiliki jumlah penduduk kedua terbanyak setelah Kecamatan Darul Imarah. Pada tahun 2012 jumlah penduduk di Kecamatan Ingin Jaya mencapai 29.027 jiwa. Dengan luas wilayah sebesar 73,68 km 2, setiap km 2 ditempati penduduk sebanyak 389,60 jiwa pada tahun 2011. 55 persen penduduk Ingin Jaya bermata pencaharian sebagai petani.57

Topografi Daerah kecamatan Ingin Jaya memiliki sungai dan alam datar yang terbentang luas, dengan daerah persawahan dan perkebunan rakyat yang cocok untuk

55Kantor kecamatan Ingin Jaya,.Kecamatan ingin jaya. 56Ibid


(53)

pertanian, sehingga daerah ini cocok untuk ditanami padi, jagung dan aneka sayur-sayuran dan juga perkebunan mangga.

Dari sektor pertanian, komoditi padi sawah merupakan komoditi yang paling banyak ditanam di Kecamatan Ingin Jaya. Pada tahun 2012, luas tanam padi sawah sebesar 3.350 ha dan luas panen 3.072 ha. Jumlah produksi mencapai 19.360 ton dengan tingkat produktivitas 6,30 ton/ha dan jagung menempati urutan kedua dengan produksi 2500 ton permusim tanam Komoditi ketiga terbanyak adalah tanaman mangga, jumlah tanamannya tahun ini sebanyak 13.556 batang dan tanaman produktif yang sedang menghasilkan sebanyak 12.837 batang.Jumlah produksi mangga pada tahun 2011 di Kecamatan ini mencapai 6.515,6 ton permusim.58

C. PelaksanaanMawahdi Kecamatan ingin Jaya.

Dalam masyarakat ingin jaya dapat ditemukan beberapa cara mempraktek Mawahtanah danMawahhewan. Dalam penelitian ini lebih difokuskan pada praktek Mawah tanah. Ada beberapa Hal yang diatur dalam praktek Mawah tanah yaitu seperti yang diungkapkan sebagai berikut:

1. Cara mempraktekkanMawahdi Kecamatan Ingin Jaya

“Adapun cara mempraktekkanMawaholeh penduduk Desa Lampreh Kemukiman LamtengohKecamatan Ingin Jaya Aceh Besar adalah,“Pertama kali membuat satu perjanjian lisan dengan pemilik sawah tentang pelaksanaan penanaman padi yaitu siapa yang memberikan modalnya, umpamanya uang untuk oprasional mulai dari uang pembelianbibit, uang pembelian pupuk, ongkos angkut dan biaya lain yang diperlukan. Kalau semua modal yang diperlukan untuk cocok tanam itu bersal dari petani maka


(54)

sistem pembagian hasil panen nantinya akan sangat berbeda yang akan diterima nantinya antara pemilik sawah dan petani penggarap”.59

Pendapat ini diperkuat oleh Cut Dek yaitu masih penduduk Gampoeng Lampreh Kecamatan Ingin Jaya,

“Sebelum melakukan garapan sawahnya, terlebih dahulu mengadakan perjanjian lisan antara petani penggarap dan pemilik sawah.perjanjiannya itu antara lain siapa yang akan memodali kegiatan persawahan, apakah modalnya berasal dari petani atau pemilik sawah. Karena hal ini akan mempengaruhi pembagian hasil panen nantinya.” (Cut Dek)60

Dari hasil wawancara diatas bahwa terlihat bahwa bentuk praktek Mawah dilakukan melalui perjanjian antara pihak Yaitu pihak petani dan pemilik tanah (sawah). Bentuk perjanjian yang dilakukan melalui perjanjian lisan. Disini dapat kita lihat rasa saling percaya menjadi modal dalam perjanjian, prinsip kejujuran menjadi dasar perjanjian karena tidak ada pegangan jika salah satu pihak melanggar isi perjanjian yang ada hanya sanksi moral.

2. Bentuk pembagian hasil antara pemilik sawah dan pekerja.

Adapun bentuk bagi hasil yang di dapatkan setelah panen adalah 2/3 untuk Zainun sebagai petani penggarap dan 1/3 untuk pemilik sawah, semua bagian masing-masing itu didapatkan setelah di potong seluruh biaya yang diperlukan untuk menggarap sawah dan juga untuk memotong padi danpemberian zakat padi apabila hasil panen kami ini sampai nisab untuk membayar zakat. Menurutnya ada beberapa bentukMawahyaitu, pemilik sawah menyerahkan tanahnya dan memberikan modal dalam bentuk seperti bagi hasilnya akan berbeda yaitu 60:40. 60 untuk penggarab dan

59Zainun,wawancara tanggal 10 April 2014 60Cut dek, wawancara tanggal 12 April 2014


(55)

40 untuk pemilik sawah dan ada juga 50:50: menurut perjanjian antara petani penggarap dan pemilik sawah.61

Pendapat ini diperkuat oleh Cut Dek yang masih juga penduduk Gampoeng Lampreh Kecamatan Ingin Jaya Aceh Besar,

“Pembagian hasilMawahblang (sawah) menurut Cut Dek ini agak sedikit berbeda yaitu hanya berbeda dalam persoalan bayar zakat, dimana menurut Cut Dek system beliau kerjakan ini, pembayaran zakat dibayar oleh pemilik sawah (blang) setelah hasil panennya dibagi terlebih dahulu., kemudian baru hasil bagian pemilik sawah itu yang dibayarkan zakatnya”.62

Dari hasil wawancara diatas dapat dilihat bahwa bagi hasil yang dilakukan sesuai dengan sumbangsih para pihak dalam perjanjian Mawah, jika banyak hasil, maka keduanya akan menerima porsi yang banyak dan juga adanya unsur pemberian zakat untuk membersihkan dan mensucikan harta dari pernyataan Cut Dek, sehingga membuat sistem bagi hasil Mawahini bisa membantu masyarakat miskin lainnya dengan sampainya nisab untuk membayar zakat.

3. Bentuk keuntungan yang diperoleh oleh petani penggarap.

Bentuk keuntungan yang diperoleh adalah petani penggarap memperoleh sawah untuk digarap, tidak perlu mengeluarkan modal unutk menyewa dan tentu pada akhirnya memperoleh hasil panen dari garapan sawah tersebut.63

Mengenai manfaat Mawah didalam masyarakat Kecamatan Ingin Jaya Kabupaten Aceh Besar, telah mewawancarai beberapa informan, yaitu:

1. Solusi bagi penggarap yang tidak memiliki lahan.

61Op. Cit. zainun. 62Op.cit. Cut Dek 63Op.cit.Zainun


(56)

“Manfaatnya bagi masyarakat dengan berlakunya Mawah adalah para petani khususnya tidak lagi mendapat tekanan dari pihak-pihak yang secara langsung meminjamkan uangnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dan dengan adanya praktek Mawah ini juga banyak terbantu tidak lagi mengeluarkan biaya yang besar untuk menyewa sebidang tanah garapan untuk pertanian serta petani sangat menguntungkan dari hasil panen yang didapat, karena praktek Mawahini sudah ada ketentuannya dalam pembagian menurut ketentuan masing-masing”.64

“Manfaat yang lain dari pelaksanaan adalah masyarakat sangat petani tidak mempunyai sawah garapannya sendiri sehingga dengan adanya praktek mawah ini maka petani dapat memperoleh sawah garapan dengan system bagi hasil dengan tidak menyewa lahan garapan.Dan bagi pemilik sawah tidak perlu menanami padi pada lahannya itu tetapi hanya cukup memawahkan sawahnya itu untuk bercocok tanam. Dengan demikian sudah terjadi suatu hubungan timbal balik antara pemilik sawah dan petani penggarap.

Dari hasl wawancara diatas terlihat bahwa petani penggarap sangat terbantu dengan adanya Sistem Mawah yang berkembang dalam masyarakat adat Aceh, sehingga para petani yang tidak memiliki sawah sendiri tidak perlu untuk menyewa lahan pertanian untuk garapannya.

2. Menghindari Praktek Ekonomi Riba.

‘Manfaat bagi masyarkat sangat positif dengan berjalannnya praktek Mawah ini. Karena konsep Mawah ini sangat Rasional dan sangat sesuai dengan konsepsyari’ahislam, dengan adanya praktekMawahini juga sangat membantu masyarakat miskin yang sama sekali tidak mempunyai lahan sawahnya sendiri. Praktek Mawah juga mempunyai peranan dalam perputaraan roda ekonomi, konsep Mawah juga dapat meingkatkan produktifitas padi, praktek mawah juga menampung banyak lapangan pekerjaan dan masyarakat yang lahan tidur dapat tergarap secara maksimal.65 3. Meningkatkan Taraf Ekonomi Masyarakat.

“Manfaat yang dirasakan oleh masyarakat sangat luas dan berguna, karena dengan adanya praktek Mawah, khusus masyarakat yang tidak

64Hasil wawancara dengan Imam Mukim LamtengohKecamatanIngin Jaya Teungku Abdul

Kaher.


(57)

mempunyai sawahnya sendiri dapat terbantu dengan sendirinya, sehingga masyarakat bisa menikmati hasil panen yang menjanjikan sehingga masyarakat dapat menghidupi keluarga dan meyekolah anak-anaknya”.66

“Manfaat lainya adalah bagi masyarakat kurang mampu, dimana orang tersebut sudah mendapatkan sawah untuk digarap dan sudah ada tempat untuk bercocok tanam dan ketika padi sudah panen tentunya akan mendapatkan bagi hasil yang sangat memadai yaitu, kalau sawahnya itu dekat maka akan mendapatkan bagian 1:2, satu bagian untuk pemilik tanah dan dua bagian untuk petani penggarap dan kalau sawahnya jauh maka pembagiannnya bias 1:3 atau bagi empat. Tentu sangat menguntungkan dengan adanya praktek Mawahini.Keuntungannnya didapati oleh keduabelah pihak”.67

Dari hasil wawancara diatas bahwa petani Mawahyang menggarap lahan orang lain sangatlah terbantu dan menguntungkan, sehinggah sistem Mawah ini sangat cocok dan sesuai dengan sistem bagi hasil yang ada dalam syri’ahIslam yaitu Mudharabah dan perlu dipertahankan serta dilestarikan sebagai kekayaan adat daerah Aceh

4. Bentuk problem yang dihadapi oleh petani penggarap.

“Problem-problem yangdihadapi di lapangan adalah apabila terjadi kekosongan padi artinya padi tidak berisi atau gagal panen, maka seperti petani penggarap seperti kami akan mengalami kerugian yang sangat besar yaitu tidak mendapatkan hasil panen, maka kerja petani selama empat bulan akan sia-sia, karena tidak ada ganti rugi. Dan problem yang lain adalah apabila petani tidak mengerjakan secara sungguh-sungguh yang mengakibatkan hasil panen sangat kurang, maka kami untuk priode mendatang tidak akan mendapatkannnya lagi sawah tersebut dari pemiliknya, karena sawahnya itu sudah diberikan pengelolaannya kepada orang lain. Kemudian masalah yang lain apabila petanitidak punya modal dan pemilik sawah juga dalam kondisi yang sama maka petani akan kesusahan dalam memperoleh modal kerja”68

66wawancara dengan Imam Meunasah Gampong Lampreh Tgk M Junet.

67Wawancara dengan pemilik sawah, syarbeini. Penduduk desa lampreh ingin jaya 68Op.cit. Zainun


(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Al-Qur’an Terjemahan. Depok: Penerbit Sabiq.

A. Karim, Adiwarman, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2007.

Abdullahi Ahmed, Al-Naim, Toward an Islamic Reformation (polemik hubungan Islam dengan negara), Civil Liberties, Human Rights, and International Law (Syracue: Syracuse University Press, 1996).

Abdurrahman, Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Adat dan Qanun, Jurnal Ilmu Hukum, Nomor 50, 2010.

Adnan , Abdurrahman, Selayang pandang adat Aceh Ranub Lam puan, Cv Tacuba mandiri,2012.

Ahmad, Amrullah, Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, Gema Insani Pers, Jakarta, 1996.

Al-Haritsi , Jaiban bin Ahmad, Fikih Ekonomi UMAR bin Al khattab, Khalifah, Pustaka Al kautsar-Group.

Alauddin al-Kasani,Bada’i ash-Shana’i fi Tartib asy-Syara’i, jilid 4

Al-Banna, Hasan, Risalah pergerakan Ikhwanul Muslimin II, Era Intermedia, Surakarta, 1999.

Al-isfahani, Raghib,mufradaat alfadhil Qur’an, Beirut: Daar al- Ma’rifah 2005 Al jaziri, Abdurrahman,Fiqh “Ala Madzhahib al-Arba’ah,1969

Al-Thabrani,Al-mu`jam al-kabir, (beirut : darul fikri, tt)

Al-Qattan, Manna Khalil,Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, Litera Antar Nusa, Jakarta, 2006 Al Quran terjemahan Al karim, Bandung: PT Al ma’rif 2000

Antonio, Muhammad Syafe’i dan Tazkia, Tim, Bisnis dan kewirausahaan,2006


(2)

Antonio, Muhammad syafei, Bank Syariah: dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani Press, 2001

Antonio, Muhammad, Ensiklopedia Leadership dan Manajmen Muhammad SAW, The Super Leader Super Manajer,oktober 2011.

Ashshofa, Burhan,Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Rineka Cipta, 1996.

As-Suyuthi, Jalaluddin, Al-Asybah wa An-Nazha’ir, Beirut: Daar al-Turats al-Islami, 2001

Badruzzaman,Peradilan Adat Aceh, Kerjasama Lembaga Adat Aceh dan Pemerintah Aceh,2002

Blog muamalah.wordpress.com/2010/09/21/fiqih – muamalah – bab – 4 – khiyar -mudharabah. Diakses 6 juli 014, 12:04

Bruggink, J.J.H, Refleksi tentang hukum, Alih Bahasa Arief Sidharta, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999

Dewi, Gemala dkk,Hukum perikatan Islam Di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2006 Ibnu majah,sunan ibnu majah, (Beirut: Dar Al-Fikri, tt), jilid 2

Ibnu Qudamah, Al-Mughni, (Beirut : dar al-fikri, tt) jilid 7

Ibnu Hazm,Maratib Al-Ijma, (Beirut: Penerbit Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, tt) Ibnu Taimiyah,Majmu Fatawa(Beirut: muassasah risalah, tt), jilid 29 Ibnu Taimiyah,Majmu Fatawa, jilid 19

Ibrahim, Sofyan, Kutipan Tesis, Perjanjian Bagi Hasil Tani Ditinjau Dari Sudut Sosial Budaya masyarakat, 1990

J. Satrio,Hukum Perikatan, Perikatan pada Umumnya, Bandung: Alumni, 1993 Kitab Les Lois de L’imitation, karangan Tarde. Dinukil dari; Subhi Mahmassani,

Filsafat Hukum Dalam Islam,Bandung: PT Ma’arif, 1981,

Kitab Montesqoieu De L Esprit des lois, v. 1, kitab 14; Kitab Curs usder -Instionen, 1893, Leipzig (dalam bagian muqaddimah) karangan puchta, dan Kitab


(3)

Saving System des Heutegen Romischen Rechts. Dinukil dari; Subhi -Mahmassani,Filsafat Hukum Dalam Islam, Bandung: PT Ma’arif, 1981. Khaldun, Ibnu, Mukdiimah Ibnu khaldun (trj), Kuala lumpur;DewanBahasa dan

Pustaka 2001)

Koentjaningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997

Lubis, M.Solly,Filsafat Imu Dan Penelitian, Medan: PT.Sofmedia, 2012. Malik Bin Anas Al-Muwattha, Dalam kitab Al-Qiradh, Bab I

M. Hasballah Thaib, Zamakhsyari, La`allakum tattaquun. Medan : Wal Ashari Publishing, 2014.

M. Al-Zarqa,Ushul al-Fiqh, Damaskus: Damaskus Univ., 1997

M Echlor, John dan Shadily, Harun: Kamus inggris-Indonesia, Jakarta : Gramedia 2000.

M.M. Djojodigoeno .Azas-azas Hukum Adat, yayasan badan penerbit, yokyakarta,1958

Mahmud, Syamsuddin Pruduktivitas kerja dan Distribusi kekayaan Dalam sisitem Ekonomi masyarakat Aceh, Aranniry Press 2008

Mervyn, Lewis, dan Algaoud, Latifa, Perbankan Syariah: Prinsip, Praktek, dan Prospek, Jakarta, PT. Serambi Ilmu Semesta, cet. II, 2004.

Nasyiruddin Al-Albani,Irwa Al-Ghalil, (Beirut : Muassasah Ar-Risalah, tt) jilid 5 Poerwadarminto, W.J.S,Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka Indonesia,

1999

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam(P3EI),Ekonomi Islam, PT Raja Grafindo Persada, 2008

R.Lukman Fauroni, Muhammad, Visi Alqur’an tentang Etika dan Bisnis, Salemba Diniyah, 2002


(4)

Saleh, Abdullah,Menyoal Bank Syariah, Kritik atas Interprestasi Bunga Bank Kaum Neo- Revivalis, 2004

Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada, 1999

Singaribun dkk, Masri,Metode Penelitian Survey, Jakarta: LP3ES, 1989

Soekanto, Soerjono, Pengertian Penelitian Hukum, Universitas Indonesia,Jakarta, 1986

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia UI-Press, 2010

Soekanto, Soerjono dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Radja Grafindo Persada, 2001

Soemitro, Ronny Hanitijo,Metodologi Penelitian Hukum dan Juritmetri, Jakarta: Ghalia Indonesia,1990

Suryabrata, Sumadi,Metodelogi Penelitian, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1998. Sumantri, Jujun Suria, Filsafat Hukum Suatu Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka

Sinar Harapan, 1995.

Sunindhia,Yw,Peradilan adat Aceh dan Administrasi, Reneka Cipta, 1990.

Syafei Muhammad Antonio,Eksiklopedi leadership dan manajmen Muhammad SAW, The super leader super manager, Taskia publishing,2010.

Thaib, Hasballah, Hukum Aqat kontrak Dalam Fiqih Islam dan Praktek Di Bank System Islam (Konsentrasi Hukum Islam,Program Pasca Sarjana USU, 2005) Terjemahan al-Qur’an, (depok: Penerbit Sabiq, tt)

Van Vollenhoven,Azas-azas Hukum Adat, Jakarta Press, 1989

Wignjodipoero, Soerojo, Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat, Jakarta: CV. Haji Masagung,1987

Wuisman, J.J.J.M, Penyunting M.Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-asas, Jakarta: FE UI, 1996


(5)

Zamakhsyari, Teori-Teori Hukum Islam dalam Fiqih Dan Ushul Fiqih, Bandung: Citra Pustaka Media Perintis, 2013

B. Peraturan Perundang-undangan dan Konvensi Internasional

- Mahkamah Agung Republik Indonesia,kompilasi hukum ekonomi syariah(naskah akademik 2007)

- Majelis Adat Aceh (MAA) Provinsi Aceh, Jeumala Edisi 29 Januari,2010. - Majelis Adat Aceh (MAA), Panduan tentang peradilan adat aceh,2000.

- Perbankkan syariah,sebuah paparan komprehensif praktek perbankkan syraiah di Indonesia,(Muamamlat institute tahun1999

C. Jurnal, Bahan Internet dan Majalah Jurnal Ilmu Hukum, Unsyiah, Nomor 50, 2010

Tesis Muhammmad Nur, Tesis Pelaksanaan pemberian pembiayaan Mudharabah Kepada koperasi, Sekolah Pasca sarjana Universitas Sumatra Utara, 2009 Al Aqna, halaman 53.Konvensional Syariah, Mawah Kearifan local Aceh dalam

mengatur Perekonomian, (BDS-P-DATA_ACEH).

Encyclopaedia ofIslam Online. ; “Lane’s

lexicon”(PDF).http://www.studyquran.org/ LaneLexicon/ Kantor kecamatan Ingin Jaya, www.Kecamatan ingin jaya.com

Http /www.Statistik,Aceh Besar Dalam Angka.co.id.

Http/www.Mudharabah/profit sharing.com.id, diakses 22 juni 2014 Http/www.Info Pertanian Aceh Besar.com.id

Http/www, Konsep mediasi/Perdamaian.com.

Http/www.blogmuamalah.wordpress.com/2010/09/21/fiqih-muamalah-bab-4-khiyar-mudharabah.

Http/www. http://blogmuamalah.wordpress.com/2010/09/21/fiqih-muamalah-bab-4-khiyar-mudharabah.


(6)

D. Wawancara

- Hasil Wawancara dengan Imam menasah Gampong Lambaro Tgk Hamdani - Hasil wawancara dengan Imam Menasah Gampong Lampreh Tgk M Junet - Hasil wawancara Ali Muhammmad, Ketua Majelis Adat (MAA) Aceh Besar - Hasil Wawancara dengan Imam menasah Gampong lampreh Tgk MJunet.

- Hasil Wawancara dengan Muhainen pemlik lahan sawah. Gampong lambaro ingin jaya.

- Hasil Wawancara dengan pemilik sawah, syarbeini. Penduduk desa lampreh ingin jaya

- Hasil wawancara dengan Zainun

- Hasil wawancara dengan Imam Mukim Lamtengoh kecamatan ingin Jaya tgk Abdul Kaher.