B. Kepuasan Kerja
1. Definisi
Kepuasan kerja merupakan sikap positif terhadap pekerjaan pada diri seseorang. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat
individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Biasanya orang akan
merasa puas atas kerja yang telah atau sedang dijalankan, apabila apa yang dikerjakan dianggap telah memenuhi harapan, sesuai dengan tujuannya
bekerja. Apabila seseoarang mendambakan sesuatu, berarti yang bersangkutan memiliki suatu harapan dan dengan demikian akan termotivasi untuk
melakukan tindakan kearah pencapaian harapan tersebut. Jika harapan tersebut terpenuhi, maka akan dirasakan kepuasan. Kepuasan kerja menunjukkan
kesesuaian antara harapan seseorang yang timbul dan imbalan yang disediakan pekerjaan, sehingga kepuasan kerja juga berkaitan erat dengan teori keadilan,
perjanjian psikologis dan motivasi Robbins, 2006 Lebih lanjut Robbins 2006 mendefinisikan kepuasan kerja
sebagai suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya dimana dalam pekerjaan tersebut seseorang dituntut untuk berinteraksi dengan rekan
sekerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijaksanaan organisasi, memenuhi standar kinerja.
Universitas Sumatera Utara
2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja Robbins 2006 menyatakan ada 2 faktor yang dapat mempengaruhi
kepuasan kerja a.
Maintenance Factors Maintenance factors adalah faktor-faktor pemeliharaan yang
berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini menurut Robbins 2006 merupakan
kebutuhan yang berlangsung terus menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi. Faktor-faktor pemeliharaan ini
meliputi faktor-faktor : 1
Gaji atau upah Wages or Salaries 2
Kondisi kerja Working Condition 3
Kebijaksanaan dan Administrasi perusahaan Company Policy and Administration
4 Hubungan antar pribadi Interpersonal Relation
5 Kualitas supervisi Quality Supervisor
6 Hilangnya faktor-faktor pemeliharaan ini dapat menyebabkan
timbulnya ketidakpuasan dan absennya karyawan.
Universitas Sumatera Utara
b. Motivation Factors
Robbins 2006 Motivation factors adalah faktor motivator yang menyangkut kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam
melakukan pekerjaan. Faktor motivasi ini berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan. Faktor
motivasi ini meliputi : a.
Prestasi Achievement b.
Pengakuan Recognition c.
Pekerjaan itu sendiri The work it self d.
Tanggung jawab Responsibility e.
Pengembangan Potensi individu Advancement f.
Kemungkinan berkembang The possibility of growth 3.
Teori Kepuasan Berikut ini adalah beberapa teori penting tentang kepuasan kerja yang
merupakan perwujudan dari hasil studi yang menentukan bagaimana para karyawan dapat terpuaskan yang dikutip oleh Mangkunegara 2005:
a. Teori Pemenuhan Kebutuhan Need Fulfillment Theory
Menurut Teori ini, kepuasan kerja pegawai bergantung pada terpenuhi atau tidaknya kebutuhan pegawai. Kebutuhan ini berupa kebutuhan
fisik, rasa aman, sosial, penghargaan dan aktualisasi diri Maslow dikutip Robbins 2002. Sedangkan Menurut McClelland dikutip Robbins 2002, ada
tiga kebutuhan yang relevan di tempat kerja yaitu kebutuhan akan prestasi, kebutuhan akan kekuasaan dan kebutuhan akan afiliasi. Pegawai akan merasa
Universitas Sumatera Utara
puas apabila ia mendapatkan apa yang dibutuhkannya. Makin besar kebutuhan pegawai terpenuhi, makin puas pula pegawai tersebut. Begitu pula sebaliknya,
apabila kebutuhan pegawai tidak terpenuhi, pegawai itu akan merasa tidak puas.
b. Teori Dua Faktor dari Herzberg
Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg. Ia menggunakan teori Abraham Maslow sebagai titik acuannya. Dua faktor dapat
menyebabkan timbulnya rasa puas atau tidak puas menurut Herzberg 1996, yaitu faktor pemeliharaan maintenance factors dan faktor motivasi
motivation factors. Faktor pemeliharaan atau disebut pula dissatifiers, hygiene factors, job context, extrinsic factors meliputi administrasi dan
kebijakan perusahaan, kualitas pengawasan, hubungan dengan pengawas, hubungan dengan subordinate, upah, keamanan kerja, kondisi kerja dan status.
Sedangkan faktor pemotivasian disebut pula satisfier, motivators, job content, intrinsic factors meliputi dorongan berprestasi, pengenalan, kemajuan
advancement, work it self, kesempatan berkembang dan tanggung jawab Herzberg, 1996
4. Dimensi kepuasan
Menurut Smith 1990 dalam Luthans, 2006 terdapat lima dimensi yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu :
a. Pekerjaan itu sendiri, yaitu bagaimana memberikan tugas-tugas yang
menarik untuk karyawan, kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab.
Universitas Sumatera Utara
b. Rekan kerja, yaitu rekan kerja memiliki kecakapan secara teknis dan
mudan untuk bekerjasama atau mendukung secara social. Rekan kerja yang bersahabat dan kooperatif akan memberikan kepuasan kerja
kepada karyawan karena merasa enjoy dalam bekerja c.
Gaji, yaitu gaji berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja tetapi secara lebih luas juga menggambarkan berbagai dimensi dari
kepuasan. d.
Kesempatan promosi, yaitu kesempatan untuk memperoleh jabatan yang lebih tinggi atau pengembangan karir
e. Supervise, yaitu kemampuan atasan dalam memberikan bimbingan
teknis pekerjaan dan sikap
Universitas Sumatera Utara
Adapun fungsi kepala ruangan menurut Marquis dan Houston 2000 sebagai berikut:
a. Perencanaan
Dimulai dengan penerapan filosofi, tujuan, sasaran, kebijaksanaan, dan peraturan - peraturan, membuat perencanaan jangka panjang dan jangka
pendek untuk mencapai visi, misi, dan tujuan organisasi, menetapkan biaya - biaya untuk setiap kegiatan serta merencanakan dan pengelolaan
rencana perubahan. b.
Pengorganisasian Meliputi pembentukan struktur untuk melaksanakan perencanaan,
menetapkan metode pemberian asuhan keperawatan kepada pasien yang paling tepat, mengelompokkan kegiatan untuk mencapai tujuaan unit, serta
melakukan peran dan fungsi dalam organisasi dan menggunakan power serta wewenang dengan tepat,
c. Ketenagaan
dimulai dari rekrutmen, interview, mencari, orientasi dari staf baru, penjadwalan, pengembangan staf, dan sosialisasi staf.
d. Pengarahan
Mencakup tanggung jawab dalam mengelola sumber daya manusia seperti motivasi untuk semangat, manajemen konflik, pendelegasian, komunikasi
dan memfasilitasi kolaborasi.
Universitas Sumatera Utara
e. Pengawasan
Meliputi penampilan kerja, pengawasan umum, pengawasan etika, aspek legal, dan pengawasan pofesional. Seorang manejer dalam mengerjakan
kelima fugsinnya tersebut sehari-hari akan bergerak dalam berbagai bidang penjualan, pembelian, produksi, personalia dan lain - lain.
2. Teori kepemimpinan
Yukl 1998 kepemimpinan dari seorang pemimpin, pada dasarnya dapat diterangkan melalui tiga aliran teori sebagai berikut :
a. Teori Genetis Keturunan
Inti dari teori ini menyatakan bahwa “leader are born and not made” pemimpin itu dilahirkan sebagai bakat dan bukannya dibuat. Para
penganut aliran teori ini berpendapat bahwa seorang pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat kepemimpinannya. Dalam
keadaan yang bagaimanapun seseorang ditempatkan karena ia telah ditakdirkan menjadi pemimpin, sesekali kelak ia akan timbul sebagai
pemimpin. Berbicara mengenai takdir, secara filosofis pandangan ini tergolong pada pandangan fasilitas atau determinitis Yukl, 1998.
b. Teori Sosial
Jika teori pertama di atas adalah teori yang ekstrim pada satu sisi, maka teori inipun merupakan ekstrim pada sisi lainnya. Inti aliran teori sosial
ini ialah bahwa “leader are made and not born” pemimpin itu dibuat atau dididik dan bukannya kodrat. Jadi teori ini merupakan kebalikan inti teori
genetika. Parapenganut teori ini mengetengahkan pendapat yang mengatakan
Universitas Sumatera Utara
bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman yang cukup Yukl, 1998.
c. Teori Ekologis
Kedua teori yang ekstrim di atas tidak seluruhnya mengandung kebenaran, maka sebagai reaksi terhadap kedua teori tersebut timbullah aliran
teori ketiga. Teori yang disebut teori ekologis ini pada intinya berarti bahwa seseorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin yang baik apabila ia telah
memiliki bakat kepemimpinan. Bakat tersebut kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pengalaman yang memungkinkan untuk
dikembangkan lebih lanjut. Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori terdahulu sehingga dapat dikatakan merupakan teori yang paling
mendekati kebenaran Yukl, 1998. 3.
Tipe kepemimpinan Dalam praktiknya, dari ketiga teori kepemimpinan tersebut
berkembang beberapa tipe kepemimpinan; di antaranya adalah sebagian berikut Siagian,1999:
a. Tipe Otokratis
Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang memiliki kriteria atau ciri sebagai berikut:
1 Menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi;
2 Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi; menganggap
bawahan sebagai alat semata-mata 3
Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat;
Universitas Sumatera Utara
4 Terlalu tergantung kepada kekuasaan formalnya;
5 Dalam tindakan penggerakkannya sering mempergunakan pendekatan
yang mengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum. b.
Tipe Militeristis Siagian 1997 perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang
dimaksud dari seorang pemimpin tipe militerisme berbeda dengan seorang pemimpin organisasi militer. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis ialah
seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat berikut : 1
Dalam menggerakan bawahan sistem perintah yang lebih sering dipergunakan;
2 Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung kepada pangkat dan
jabatannya; 3
Senang pada formalitas yang berlebih-lebihan; 4
Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan; 5
Sukar menerima kritikan dari bawahannya; 6
Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan. c.
Tipe Paternalistis Siagian 1997 seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin
yang paternalistis ialah seorang yang memiliki ciri sebagai berikut : 1
Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa; bersikap terlalu melindu ngi overly protective;
2 Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil
keputusan;
Universitas Sumatera Utara
3 Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil
inisiatif; 4
Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya;
5 Sering bersikap maha tahu.
d. Tipe Karismatik
Umumnya diketahui bahwa pemimpin dengan tipe karismatik mempunyai daya tarik yang amat besar dan karenanya pada umumnya
mempunyai pengikut yang jumlahnya yang sangat besar, meskipun para pengikut itu sering pula tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi
pengikut pemimpin itu. Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab seseorang menjadi pemimpin yang karismatik, maka sering hanya dikatakan
bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib supranatural powers. Kekayaan, umur, kesehatan, profil tidak dapat
dipergunakan sebagai kriteria untuk karisma Siagian, 1997. e.
Tipe Demokratis Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe
pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern. Hal ini terjadi karena tipe kepemimpinan ini memiliki karakteristik sebagai
berikutSiagian, 1997: 1
Dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia;
Universitas Sumatera Utara
2 Selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi
dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari pada bawahannya; 3
Senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya; 4
Selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha mencapai tujuan;
5 Ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahannya
untuk berbuat kesalahan yang kemudian diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat
kesalahan yang lain; 6
Selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya; 7
Berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin. 4.
Gaya kepemimpinan Ada suatu pendekatan yang dapat digunakan untuk memahami
kesuksesan dari kepemimpinan, yakni dengan memusatkan perhatian pada apa yang dilakukan oleh pemimpin tersebut. Jadi yang dimaksudkan disini adalah
gayanya. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku
orang lain seperti yang ia inginkan. Gaya kepemimpinan dalam organisasi sangat diperlukan untuk mengembangkan lingkungan kerja yang kondusif dan
membangun iklim motivasi bagi karyawan sehingga diharapkan akan menghasilkan produktivitas yang tinggi Thoha, 2001.
Universitas Sumatera Utara
Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain. Dari gaya ini dapat
diambil manfaatnya untuk dipergunakan sebagai pemimpin dalam memimpin bawahan atau para pengikutnya. Gaya kepemimpinan merupakan norma
perilaku yang dipergunakan oleh seseorang pemimpin pada saat mencoba mempengaruhi perilaku orang lain atau bawahan. Pemimpin tidak dapat
menggunakan gaya kepemimpinan yang sama dalam memimpin bawahannya, namun harus disesuaikan dengan karakter-karakter tingkat kemampuan dalam
tugas setiap bawahannya. Pemimpin yang efektif dalam menerapkan gaya tertentu dalam kepemimpinannya terlebih dahulu harus memahami siapa
bawahan yang dipimpinnya, mengerti kekuatan dan kelemahan bawahannya, dan mengerti bagaimana caranya memanfaatkan kekuatan bawahan untuk
mengimbangi kelemahan yang mereka miliki. Istilah gaya adalah cara yang dipergunakan pimpinan dalam mempengaruhi para pengikutnya Thoha,
2001. Secara mendasar gaya kepemimpinan dibedakan atas empat macam
kekuasaan dan wewenang, yaitu demokratis, pasrtisipatif, otoriter dan laissez- faire. Keempat gaya kepemimpinan tersebut satu sama lain memiliki karakter
yang berbeda Gillies, 1989. a.
Gaya kepemimpinan demokratis Merupakan kepemimpinan yang menghargai sifat dan kemampuan
setiap staf. Menggunakan kekuasaan posisi dan pribadinya untuk mendorong ide-ide dari staf, memotivasi kelompok untuk menentukan
Universitas Sumatera Utara
tujuan sendiri Nursalam, 2002. Pada prinsipnya pemimpin melibatkan kelompok dalam pengambilan keputusan dan memberikan
tanggung jawab pada karyawannya La Monica, 1986 b.
Gaya kepemimpinan partisipatif Dalam kepemimpinan partisapatif kepala ruangan menyajikan analisa
masalah dan mengusulkan tindakan kepada anggota kelompok, mengundang masukan dan komentar mereka. Dengan menimbang
jawaban anggota kelompok atas usulannya, kepala ruangan selanjutnya membuat akhir bagi tindakan kelompok tersebut Gillies, 1989
c. Gaya Kepemimpinan otoriter
Menggunakan kekuasaan posisi dan kekuatan dalam memimpin. Mempertanggungjawabkan semua perencanaan tujuan dan pembuatan
keputusan serta memotivasi anggota kelompok dengan menggunakan sanjungan, kesalahan dan penghargaan. Pemimpin menentukan semua
tujuan yang akan dicapai dalam pengambilan keputusan Gillies, 1989.
d. Gaya kepemimpinan Laissez-faire
Disebut juga bebas tindak atau membiarkan. Anggota kelompok menentukan sendiri kegiatan tanpa pengarahan, supervise dan
koordinasi. Staf mengevaluasi pekerjaan sesuai dengan cara mereka sendiri. Pimpinan hanya sebagai sumber informasi atau sebagai
fasilitator Nursalam, 2002
Universitas Sumatera Utara
B. Kepuasan Kerja