Hubungan Perilaku Caring dengan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien (RSU CND) Meulaboh

(1)

Halama HUBUNGAN PERILAKU

CARING

DENGAN

GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA RUANGAN

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

CUT NYAK DHIEN MEULABOH

TESIS

Oleh

SRI GUSTINI

117046021/ADMINISTRASI KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

HUBUNGAN PERILAKU

CARING

DENGAN

GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA RUANGAN

DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

CUT NYAK DHIEN MEULABOH

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep) dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi Administrasi Keperawatan pada Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara

Oleh

SRI GUSTINI

117046021/ADMINISTRASI KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

(4)

Judul Tesis : Hubungan Perilaku Caring dengan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien (RSU CND) Meulaboh

Nama Mahasiswa : Sri Gustini

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi : Administrasi Keperawatan

Tahun : 2013

ABSTRAK

Perilaku caring yang ditunjukkan oleh kepala ruangan akan rmenjadi role model bagi perawat pelaksana untuk termotivasi untuk mengaplikasikan perilaku caring pada klien. Penelitian pada 99 perawat menemukan ada pengaruh perilaku caring manajer dengan kepuasaan kerja perawat. Kepala ruangan dapat

menggunakan berbagai gaya kepemimpinan dalam menerapkan perilaku caring

pada saat berinteraksi dengan perawat pelaksana sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan kerjanya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran

hubungan perilaku caring dengan gaya kepemimpinan kepala ruangan di Rumah

Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien (RSUD CND) Meulaboh.

Jenis penelitian ini adalah korelasional, dimana peneliti akan melihat

hubungan antara perilaku caring kepala ruangan dengan gaya kepemimpinan

kepala ruangan tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di RSUD CND Meulaboh pada tanggal 10 sampai dengan 29 Juni 2013.

Hasil penelitian ditemukan ada hubungan positif yang signifikan antara gaya kepemimpinan dengan perilaku caring dengan nilai rhitung sebesar 0,663


(5)

(rtabel = 0,1937), dan nilai p sebesar 0,001 (p<0,05). Ada hubungan positif yang

signifikan antara perilaku caring denga gaya kepemimpinan transformasional dengan nilai rhitung sebesar 0,563 (rtabel = 0,1937), dan nilai p sebesar 0,001

(p<0,05), dan ada hubungan positif yang signifikan antara perilaku caring denga gaya kepemimpinan transaksional dengan nilai rhitung sebesar 0,599 (rtabel

Ada hubungan positif yang signifikan antara perilaku caring dengan gaya kepemimpinan kepala ruangan. Memberikan arti bahwa apabila gaya kepemimpinan cenderung transformasional maka perilaku caring akan semakin baik. Kepala Instalasi dan Kepala Ruang sebagai role model bagi staf perawat dalam membudayakan perilaku caring perawat

= 0,1937), dannilai p sebesar 0,001 (p<0,05).


(6)

Judul Tesis : The Correlation between Caring Behavior and The Leadership Style of Head Nurses in Cut Nyak Dhien General Hospital (RSUD CND), Meulaboh District

Name : Sri Gustini

Study Program : Master of Nursing

Field of Specialization : Nursing Administration

Year : 2013

ABSTRACT

Caring behavior of the ward heads will be the role model for nurse practitioners to be leadership styles in applying caring behavior when they are interacting with motivated to apply caring behavior for clients. 99 nurses research finds out that there is the influence of caring behavior on nurses’ work satisfaction. Ward heads can use various nurse practitioners according to their working situation and condition. The objective of the research was to obtain the picture about the correlation between caring behavior and the leadership style of heads nurses in Cut Nyak Dhien General Hospital, Meulaboh District.

The research used correlation type with cross sectional design. Here, the researcher would see the correlation between caring behavior of ward heads and their leadership style. The research was conducted Cut Nyak Dhien General Hospital from June 10 to June 29, 2013.


(7)

The result of the research showed that there was positive and significant correlation between leadership style and caring behavior with the value of rcount =

0.663 (rtable = 0.1937) and p value = 0.001 (p <0.05). There was positive and

significant correlation between caring behavior and transformational leadership style with the value of rcount = 0.563 (rtable = 0.1937), and p value = 0.001 (p

=<0.05), and there was positive and significant correlation between caring behavior and transactional leadership style with the value of rcount = 0.599 (rtable

There was positive and significant correlation between caring behavior and the leadership style of ward heads. This indicated that if the leadership style tended to be transformational, caring behavior will be good. The Heads of the Installation and Wards can be the role model for nurses in cultivating nurses’ caring behavior.

= 0.1937) and p value = 0.001 (p <0.05).


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan

judul “Hubungan Perilaku Caring dengan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan

di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien (RSUD CND) Meulaboh”.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara (USU) bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes berserta jajarannya dan juga sekaligus sebagai komisi penguji yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk melanjutkan Studi ke jenjang Magister Keperawatan dan telah memberikan kritik dan saran demi selesainya laporan tesis ini.

Penulis juga mengucapkan terima kepada Setiawan, S.Kp, MNS, Ph.D, selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan Bapak Achmad Fathi, S.Kep., Ns., MNS selaku Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan USU yang telah memfasilitasi penulis dalam menyelesaikan laporan tesis ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M selaku Pembimbing I dan Bapak Ikhsanuddin A Harahap, S.Kp, MNS selaku pembimbing II. Terima kasih atas waktu yang telah bapak luangkan untuk membimbing saya. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, MSi, selaku komisi penguji yang telah memberikan kritik dan saran demi selesainya laporan tesis ini.


(9)

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak dr. Akbar Siregar, Sp.PD, selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien (RSUD CND) Meulaboh beserta stafnya yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mrlakukan penelitian. Kepada kepala rungan, dan staf perawat terima kasih yang sebesar-besarnya atas partisipasi anda dalam penelitian ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada suami tercinta yang telah memberikan dukungan dana, moril dan bersabar selama ditinggalkan dalam masa menyelesaikan penulisan laporan tesis ini. Kepada Ayahanda dan ibunda (Alm) yang selalu menjadi support dan inspirasi bagi saya dalam penyelesaian tesis ini. Kepada Kakak saya tercinta, Rina Darma Surya yang banyak memberikan support kepada saya dalam penyelesaian tesis ini.

Akhirnya tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Angkatan I 2011/2012 dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dan memberikan dorongan untuk menyelesaikan tesis ini.

Penulis menyadari tesis ini masih jauh dari sempurna dan membutuhkan masukan yang sangat bermanfaat untuk kesempurnaan tesis ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini dan harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya profesi keperawatan.

Medan, Agustus 2013 Penulis


(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Sri Gustini, S.Kep, Ns

Tempat/Tanggal Lahir : Sinabang, 25 September 1974

Alamat : Jl Bijaksana. Lr. Reformasi Desa Seunebok

Meulaboh Kabupaten Aceh Barat

No Telp/Hp : 0812 69 076 755

Riwayat Pendidikan :

Jenjang pendidikan Nama Institusi Tahun Lulus

SD SDN 1 Meulaboh-Aceh Barat 1986

SMP SMP Negeri 1 Meulaboh-Aceh Barat 1989

SMU SPK Depkes Meulaboh-Aceh Barat 1992

Diploma I PBB A Depkes Meulaboh-Aceh Barat 1993

Diploma III Akper Wijaya Kusuma Jakarta-Jakarta Selatan 1999

Ners PSIK Fakultas Kedokteran Univ Syiah Kuala 2005

Magister Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara 2013

Riwayat Pekerjaan :

Staf Puskesmas Suak Timah Kecamatan Sama Tiga Kabupaten Aceh Barat mulai tahun 1993 s/d 1995

Staf Puskesmas Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat mulai tahun 1995 s/d 1996

Staf Prodi Keperawatan Meulaboh Poltekkes Aceh mulai tahun 2000 s/d sekarang.


(11)

Workshop Analisis data dengan Kontents Analysis & WEFT-QDA diMedan tanggal 31 Januari 2012 sebagai Peserta

Seminar Penelitian Kualitatif sebagai Landasan Pengembangan Pengetahuan Disiplin Ilmu Kesehatan di Medan tanggal 31 Januari 2012 sebagai Peserta In The 3 rd International Nursing Conference “Bringing Current Research Into

Nursing Practice for Improving Quality of Care” di Bandung tanggal 21 – 22 Maret 2012 sebagai Peserta

Optimalisasi Kolaborasi Perawat –Dokter dalam Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan di Medan tanggal20 Juli 2012 sebagai Peserta

Oversea study visit “Nursing Administration in Hospital and Healthcare System in Thailand” di Thailandtanggal 18 – 20 Februari 2013 sebagai Peserta

Publikasi:

Gustini, S., Rochadi, R.K., Ikhsanuddin, A. H. (2013). Hubungan Perilaku Caring dengan Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh. Jurnal Riset Keperawatan Indonesia, 1 (2).

Proceeding:

Gustini S., Ikhsanuddin A H . (2013, 1-2 April). Understanding Caring Behavior In Nurse-Patient Relationship: Systematic review.Oral presentation at 2013 Medan International Nursing Conference on The Application of Caring Sciences on Nursing Education Advanced Research and Clinical Practice in Medan.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman Depan ... i

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan Umum ... 4

1.3.2 Tujuan Khusus ... 4

1.4 Hipotesis ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Konsep Caring ... 6

2.2. Konsep Kepemimpinan dan Gaya Kepemimpinan ... 14


(13)

3.1 Jenis Penelitian ... 29

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 29

3.3 Populasi dan Sampel ... 29

3.4 Pengumpulan Data ... 32

3.5 Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 33

3.6 Variabel dan Definisi Operasional ... 35

3.7 Metode pengukuran ... 36

3.8 Metode Analisa Data ... 37

3.9 Pertimbangan etik ... 38

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 39

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 39

4.2 Karakteristik Responden ... 40

4.3 Karakteristik Kepala Ruangan ... 41

4.4 Perilaku Caring ... 43

4.5 Gaya Kepemimpinan ... 45

4.6 Analisis Bivariat ... 48

4.7 Hubungan Perilaku Caring dengan Gaya Kepemimpinan ... 48

BAB 5 PEMBAHASAN ... 51

5.1 Perilaku Caring ... 51

5.2 Gaya Kepemimpinan ... 59

5.3 Gaya Kepemimpinan Tranformsional ... 60

5.4 Gaya Kepemimpinan Transaksional ... 64


(14)

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

6.1 Kesimpulan ... 70

6.2 Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Jumlah Sampel Proposional dari Masing-Masing Ruangan.. 31

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Respon di RSUD CND Meulaboh... 41

Tabel 4.3 . Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Respon di RSUD CND Meulaboh... 42

Tabel 4.4. Distribusi Perilaku Caring Kepala Ruangan ... 42

Tabel 4.4 Skor Item Perilaku Caring ... 43

Tabel 4.5 Gaya kepemimpinan Kepala Ruangan ... 44

Tabel 4.6 Frekuensi item Jawaban Respon Tentang Gaya Kepemimpinan ... 45


(16)

DAFTAR GAMBAR


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Instrumen Penelitian. ... 72

a. Lembar Persetujuan Menjadi Responden ... 73

b. Kuesioner data demografi ... 74

c. Instrumen Perilaku Caring (CAT-Admin-Version II) Duffy ... 76

d. Instrumen Multifactor Leadership Quesionnaire (MLQ) ... 80

Lampiran 2. Biodata Expert ... 83

Lampiran 3. Ijin Penelitian. ... 85

a. Surat ijin penelitian dari Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. ... 86

b. Surat Ethical Clearance... 87

c. Surat ijin pengambilan data di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien (RSUD CND) Meulaboh. ... 88 d. Surat ijin selesai melakukan penelitian dari RSUD CND Meulaboh . 89


(18)

Judul Tesis : The Correlation between Caring Behavior and The Leadership Style of Head Nurses in Cut Nyak Dhien General Hospital (RSUD CND), Meulaboh District

Name : Sri Gustini

Study Program : Master of Nursing

Field of Specialization : Nursing Administration

Year : 2013

ABSTRACT

Caring behavior of the ward heads will be the role model for nurse practitioners to be leadership styles in applying caring behavior when they are interacting with motivated to apply caring behavior for clients. 99 nurses research finds out that there is the influence of caring behavior on nurses’ work satisfaction. Ward heads can use various nurse practitioners according to their working situation and condition. The objective of the research was to obtain the picture about the correlation between caring behavior and the leadership style of heads nurses in Cut Nyak Dhien General Hospital, Meulaboh District.

The research used correlation type with cross sectional design. Here, the researcher would see the correlation between caring behavior of ward heads and their leadership style. The research was conducted Cut Nyak Dhien General Hospital from June 10 to June 29, 2013.


(19)

The result of the research showed that there was positive and significant correlation between leadership style and caring behavior with the value of rcount =

0.663 (rtable = 0.1937) and p value = 0.001 (p <0.05). There was positive and

significant correlation between caring behavior and transformational leadership style with the value of rcount = 0.563 (rtable = 0.1937), and p value = 0.001 (p

=<0.05), and there was positive and significant correlation between caring behavior and transactional leadership style with the value of rcount = 0.599 (rtable

There was positive and significant correlation between caring behavior and the leadership style of ward heads. This indicated that if the leadership style tended to be transformational, caring behavior will be good. The Heads of the Installation and Wards can be the role model for nurses in cultivating nurses’ caring behavior.

= 0.1937) and p value = 0.001 (p <0.05).


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perilaku caring secara universal berkaitan dengan cara seseorang berpikir, berperasaan, dan bersikap ketika berhubungan dengan orang lain. perilaku caring juga bertujuan dan berfungsi membangun struktur sosial, pandangan hidup dan nilai kultur setiap orang yg berbeda pada satu tempat (Dwidiyanti, 2007). Perilaku caring antara perawat dan pasien merupakan perilaku caring secara profesional.

Perawat sebagai suatu profesi, secara profesional harus mampu memberikan pelayanan keperawatan yang berkualitas serta mampu mencapai tingkat kepuasan dan memenuhi harapan klien melalui pelaksanaan asuhan keperawatan yang profesional. Profesionalisme perawat di ikuti oleh pengetahuan dan ketrampilan khusus meliputi ketrampilan intelektual, teknikal, dan

interpersonal yang pelaksanaannya harus mencerminkan perilaku caring

(Dwiyanti, 2007). Menurut Perry dan Potter, (2009), Perilaku caring perawat akan memungkinkan terjalinnya hubungan interpersonal yang harmonis antara perawat-pasien, dapat membantu dan memenuhi kebutuhan perawat-pasien, yang pada akhirnya dapat memberikan kepuasan kepada pasien. Perilaku caring yang diperlihatkan oleh perawat pelaksana diberbagai tatanan pelayanan harus diakui masih kurang. Fariani (2011), melakukan penelitian pada 120 perawat pelaksana di RSUD Prof.DR.H Aloei Saboe (RSAS) Kota Gorontalo menemukan bahwa budaya

organisasi perawat berhubungan signifikan dengan perilaku caring perawat


(21)

yang dianut oleh para perawat pelaksana. Nilai-nilai yang dianut tersebut akan

tercermin dalam gaya kepemimpinan manajerial dan perilaku caring Kepala

Ruangan selama berinterakasi dengan perawat khususnya kepala ruangan.

Perilaku caring yang ditunjukkan oleh kepala ruangan akan menjadi role model bagi perawat pelaksana untuk termotivasi untuk mengaplikasikan perilaku caring pada klien. Drach & Dagan. (2002), melakukan penelitian pada 99 perawat

menemukan ada pengaruh perilaku caring manajer dengan kepuasaan kerja

perawat. Kepala Ruangan dapat menggunakan berbagai gaya kepemimpinan

dalam menerapkan perilaku caring pada saat berinteraksi dengan perawat

pelaksana sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan kerjanya.

Bass dan Avolio (1994) mendefinisikan gaya kepemimpinannya dalam dua tipe, yaitu gaya kepemimpinan transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional. Malloy dan Penprase (2010) dalam penelitiannya menemukan ada hubungan yang signifikan antara gaya kepemimpinan dan lingkungan kerja psikososial. Implikasi bagi manajemen keperawatan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa akan terjadi perbaikan dalam keperawatan psikososial

lingkungan kerja dengan pelaksanaan transformasional dan

Studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti pada tanggal 07 Maret 2013 terhadap 5 perawat pelaksana di Rumah sakit Umum Daerah Cut

Nyak Dhien (RSU CND) Meulaboh melalui wawancara mengenai perilaku caring

kepala ruangan terhadap bawahannya, ditemukan bahwa mayoritas perawat pelaksana (60%) mempersepsikan kepala ruangan kurang berperilaku caring pada

perilaku kepemimpinan


(22)

perawatnya, sedangkan gaya kepemimpinan yang diperlihatkan Kepala Ruangan yaitu masih ada Kepala Ruangan yang kurang memotivasi dan kurang

memberikan role model pada bawahan. Bass dan Avolio (1994 dalam Munandar

2001) Gaya kepemimpinan transformasional merupakaan proses mempengaruhi bawahannya dalam memberikan contoh keteladanan, memotivasi dan menginspirasi bawahannya serta menciptakan lingkungan yang kondusif. Sedangkan gaya kepemimpinan transaksional memusatkan perhatiannya pada transaksi interpersonal.

1.2 Permasalahan

Kepala ruangan dalam kepemimpinannya sebaiknya mengaplikasi ilmu caring terhadap bawahannya dalam hal mempengaruhi orang lain untuk mencapai

suatu tujuan organisasi sehingga manajer bisa menjadi role model bagi

bawahannya dalam hal menerapkan ilmu caring.

Secara empiris, perilaku caring kepala ruangan berpengaruh dengan

kepuasaan kerja perawat. Sedangkan ada hubungan antara gaya kepemimpinan dan lingkungan kerja psikososial. Implikasi bagi manajemen keperawatan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa akan terjadi perbaikan dalam keperawatan psikososial lingkungan kerja dengan pelaksanaan transformasional dan

Berdasarkan fenomena dan permasalahan di atas, Bagaimanakah hubungan

perilaku caring dengan gaya kepemimpinan kepala ruangan di Rumah Sakit

Umum Daereah Cut Nyak Dhien (RSUD CND) Meulaboh.

perilaku caring kepemimpinan


(23)

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan hubungan perilaku caring dengan gaya kepemimpinan kepala ruangan di RSUD CND Meulaboh.

1.3.2 Tujuan Khusus

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mengidentifikasi Perilaku Caring Kepala Ruangan di RSUD CND

Meulaboh

b. Mengidentifikasi Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan di RSUD

CND Meulaboh

c. Mengidentifikasi Hubungan Perilaku Caring dengan Gaya

Kepemimpinan Transformasional Kepala Ruangan di RSUD CND Meulaboh

d. Mengidentifikasi Hubungan Perilaku Caring dengan Gaya

Kepemimpinan Transaksional Kepala Ruangan di RSUD CND Meulaboh

1.4 Hipotesis

a. Ada hubungan yang signifikan antara gaya kepemimpinan

transformasional dengan perilaku caring kepala ruangan di RSUD CND Meulaboh

b. Ada hubungan yang signifikan antara gaya kepemimpinan transaksional


(24)

1.5 Manfaat Penelitian

a. Bagi Pemerintah

Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan

terhadap kinerja perawat yang berkerja di Rumah Sakit Pemerintahan

terkait peningkatan Sumber Daya manusia dengan pelatihan secara

berkala khususnya terkait perilaku caring.

b. Bagi Rumah Sakit

Dapat memberikan sumbangan umpan balik kepada manajemen rumah sakit agar dapat meningkatkan pengelolaan sumber daya manusia keperawatan melalui pelatihan-pelatihan terkait komptensi perawat salah satunya perilaku caring.

c. Bagi Profesi Keperawatan

Dapat memberikan masukan bagi pengembangan sumber daya manusia keperawatan, baik pada masa pendidikan maupun di tempat pelayanan kesehatan, dan sebagai pertimbangan dalam pengambilan kebijakan terutama dalam proses pengadaan tenaga keperawatan, pendayagunaan dan pembinaan tenaga keperawatan agar menerapkan perilaku caring dalam pelayanan keperawatan.


(25)

BAB 2

TINJUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Caring

2.1.1.Pengertian Caring

Caring sebagai esensi pertanggungjawaban dalam hubungan antara perawat-klien, dimana perawat membantu partisipasi perawat-klien, membantu memperoleh pengetahuan dan meningkatkan kesehatan (Watson, 1979). Lebih lanjut Leininger (1979 dalam George J.B, 2002) menjelaskan Caring adalah kegiatan langsung untuk memberikan bantuan, dukungan, atau membolehkan individu atau kelompok melalui antisipasi bantuan untuk meningkatkan kondisi individu atau kehidupan. Caring adalah sebagai cara memelihara untuk berhubungan dengan orang lain, terhadap tanggung jawab pada suatu pekerjaan yang akan dinilai oleh orang lain (Tomey & Alligood, 2006). Caring adalah aspek sentral dari keperawatan, caring diidefintifikasikan sebagai carative behavior, seperti

mengembangkan trust, menyediakan dukungan, membantu pemenuhan kebutuhan

manusia (Watson,1979). Caring lebih dari sekedar melakukan prosedur

keperawatan, caring merupakan sikap memelihara dan membantu orang lain

(Ann G, 2004).

2.1.2. Asumsi Dasar Caring dalam Keperawatan

Menurut Watson (1979), banyak asumsi dan beberapa prinsip dasar caring keperawatan, adapun asumsi dasar dalam keperawatan tersebut yaitu caring hanya bisa didemonstrasikan dan dipraktekkan dengan efektif hanya secara


(26)

interpersonal, caring terdiri dari caractiv factors yang menghasilkan kepuasan

terhadap kebutuhan manusia, caring efektif meningkatkan kesehatan dan

pertumbuhan individu dan keluarga, respon caring menerima seseorang tidak

hanya sebagai dia saat ini, tetapi juga menerima akan jadi apa dia kemudian, lingkungan caring adala sesuatu yang menawarkan perkembangan dari potensi yang ada, dan disaat yang sama membiarkan seseorang untuk memilih tindakan yang terbaik bagi dirinya saat itu, dan caring lebih komplek dari pada curing, caring lebih bersifat healthgenic (menyehatkan) dari pada curing (mengobati), praktek caring merupakan sentral bagi keperawatan.

2.1.3. Perilaku Caring (Caring Behavior)

Godkin dan Godkin, (2004) menjelaskan bahwa perilaku caring sebagai usaha perawat untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional pasien. Untuk

memenuhi kebutuhan tersebut perlu diperlihatkan adanya nursing presence

(keberadaan perawat). Duffy (1993 dalam Watson 2008), mengembangkan instrumen Caring Behavior Tools (CAT) Admin berdasarkan 10 caractive factors. Adapun 10 caractive factors dimaksud adalah :

Membentuk sistem nilai humanistic-altruistic (The formation of a

humanistic-altruistic system of values). Nilai humanistic-altruistic merupakan nilai yang mendasari caring. Pemberian asuhan keperawatan berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan (humanistic) dan perilaku mementingkan kepentingan orang lain di atas kepentingan pribadi (altruistic) (Tomey & Alligood, 2006). Hal ini dapat dikembangkan melalui pemahaman nilai yang ada pada diri seseorang, keyakinan, interaksi dan kultur serta pengalaman pribadi (Asmadi, 2008). Nilai


(27)

humanistic serta perilaku altruistic dapat dikembangkan melalui peningkatan kesadaran dan pandangan seseorang terhadap keyakinan, dan nilai-nilai

Perilaku kepala ruangan dalam menerapkan humanisic-altruistic adalah memanggil nama staf perawat dengan hormat dengan nama panggilan sehari-hari yang disenangi, merespon panggilan staf perawat dengan cepat walaupun sedang sibuk, mendengarkan dan memperhatikan keluhan dan kebutuhan staf perawat, bersikap hormat dan sabar menghadapi perawat, menghargai dan menghormati pendapat staf perawat, membimbing sataf perawat selama supervisi keperawatan (Nurachmah,2011, Potter & Perry,2009 ; Muhlisin,2008).

(Watson,1979).

Menanamkan Keyakinan & harapan (the instillation of faith-hope)

merupakan carative factors kedua adalah kemampuan manager untuk

menanamkan dalam diri staf perawat rasa keyakinan-harapan selama memberikan perawatan pada klien diantaranya dalam menerima informasi dari kepala ruangan sebelum melakukan tindakan keperawatan pada klien

Perilaku kepala ruangan yang mencerminkan faktor kepercayaan dan harapan adalah memberikan informasi pada staf perawat tentang tindakan keperawatan dan pengobatan yang akan diberikan pada klien, memotivasi perawat selama memberikan asuhan keperawatan pada klien, dan memberitahu perawat untuk memenuhi keinginan klien terhadap alternatif tindakan keperawatan dan (Watson,1979). Caractive factors ini erat kaitannya dengan caractive factors yang pertama yaitu nilai humanistic-altruistic.


(28)

pengobatan untuk meningkatkan kesehatan klien selama tidak bertentangan dengan penyakit dan kesembuhan klien (Nurachmah,2011).

Meningkatkan kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain (the

cultivation of sensitivity to one’s self and others). Seorang manager perawat dituntut mampu meningkatkan sensitivitas terhadap dirinya dan orang lain (Tomey & Alligood, 2006). Perawat harus mampu meningkatkan sifat sensitif sehingga staf perawat merasa diterima dan diperhatikan (Watson, 1979).

Perilaku perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang mencerminkan faktor sensitif adalah kepala ruangan belajar menghargai kesensitifan dan perasaan perawat, sehingga perawat dapat menjadi sensitif, bersikap wajar pada kepala ruangan, menunjukkan sikap penuh kesabaran dalam menghadapi keluhan staf perawat, selalu siap membantu staf perawat bila dibutuhkan (

Membantu menumbuhkan hubungan saling percaya (the development of a

helping-trustrelationship). Hubungan saling percaya antara manager perawat dan staf perawat akan meningkatkan penerimaan terhadap perasaan positif dan negatif antara manager perawat dan staf perawat (Tomey & Alligood, 2006). Ciri-ciri hubungan saling percaya adalah harmonis, empati dan hangat, perawat menunjukkan sikap empati dengan berusaha merasakan apa yang dirasakan klien dan sikap hangat dengan menerima orang lain secara posistif(Asmadi, 2008).

Potter & Perry, 2009 ; Watson, 1979).

Perilaku kepala ruangan yaitu mencerminkan faktor saling percaya dan saling membantu adalah memberikan informasi jujur, memperhatikan sikap empati dengan hangat pada perawat, mempertahankan kontak mata saat


(29)

berinteraksi dengan perawat, menjelaskan tentang peran perawat, meyakinkan perawat bahwa kepala ruangan selalu siap untuk membantu staf perawat jika ada permasalahan selama memberikan asuhan keperawatan pada klien(Nurachmah, 2001; Potter & Perry, 2009; Muhlisin, 2008).

Mengembangkan dan menerima ekspresi perasaan posistif dan negative

(the promotion and acceptance of the Expression of positive/negativefeelings).

Yaitu kemampuan perawat menerima perasaan klien dan memahami perilaku mereka dan mampu mempersiapkan diri dalam menghadapi ekspresi perasaan positif dan negative perawat dengan cara memahami ekspansi perawat secara emosional maupun intelektual dalam situasi yang berbeda (Tomey & Alligood, 2006).

Perilaku kepala ruangan terhadap perawat yang mencerminkan faktor menerima ekspresi perasaan positf dan negatif adalah menyediakan waktu dan hadir didekat perawat untuk menampung dan mendukung ekspresi perasaan positif dan negatif staf perawat, mendengarkan keluhan staf perawat dengan sabar, memotivasi staf perawat untuk mengungkapkan perasaannya (Potter & Perry, 2009).

Menggunakan metode pemecahan masalah yang sistematis dalam pengambilan keputusan (the systematic use of the sciencetific problem solving method for decision making). Perawat menggunakan proses keperawatan yang sistematis dan teroganisasi sesuai dengan ilmu dan kiat keperawatan untuk menyelesaikan masalah klien (Watson, 1979). Metode pemecahan masalah ilmiah


(30)

merupakan metode yang member kontrol dan prediksi serta memungkinkan untuk koreksi diri (Asmadi, 2008).

Perilaku kepala ruangan yang mencerminkan faktor pemecahan masalah yang sistematis ini adalah kepala ruangan mensuperivisi staf perawat dalam melakukan pengkajian, menetukan diagnose keperawatan, membuat perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi asuhan keperawatan yang diberikan sesuai dengan masalah klien, melibatkan klien dan keluarga dalam pemberian asuhan keperawatan (Muhlisin, 2008; Nurachmah, 2001).

Meningkatkan proses pembelajaran interpersonal (The Promotion of

interpersonal Teaching-learning). adalah caractive factors yang meliputi proses yang terlibat di dalamnya baik manager perawat maupun orang lain. Faktor ini adalah konsep yang penting dalam keperawatan, karena merupakan faktor utama ketika seseorang berusaha mengontrol kesehatan mereka sendiri setelah mendapatkan sejumlah informasi kesehatan mereka sendiri setelah mendapatkan sejumlah informasi tentang kesehatannya (Watson, 1979). Perawat memberikan informasi pada klien dan klien diberi tanggung jawab dalam proses kesehatannya dan kesejateraannya. Perawat memfasilitasi porses ini dengan tehnik belajar mengajar yang bertujuan untuk memberikan kesempatan klien dalam memenuhi kebutuhan dirirnya dan memberikan kesempatan pada klien untuk perkembangan pribadinya (Tomey & Alligood, 2006).

Perilaku kepala ruangan yang mencerminkan faktor proses belajar mengajar ini adalah menetapkan kebutuhan personal staf perawat selama memberikan pengetahuan (pendidikan kesehatan) kepada klien, memberikan


(31)

asuhan mandiri yaitu dengan mengajarkan cara memenuhi kebutuhan diri klien secara mandiri sesuai dengan kemampuan klien

Menciptakan suasana suportif, korektif, dan protektif terhadap mental, fisik, sosiokultural, dan spiritual (the provision for a supportive,protective,and

(or) corrective mental, physical,sociocultural and spiritual environment).

(Potter & Perry, 2009).

Merupakan kemampuan perawat untuk menciptakan lingkungan internal dan eksternal yang berpengaruh terhadap kesehatan dan penyakit individu, seperti menciptakan lingkungan yang aman, nyaman dan keleluasan pribadi pada klien (Watson, 1979). Perawat dapat memberi dukungkan situasional, membantu individu mengembangkan persepsi yang lebih akurat, serta member informasi sehingga klien dapa mengatasi masalahnya (Tomey & Alligood, 2006).

Perilaku kepala ruangan yang mendukung adalah kepala ruangan mengajarkan staf perawat untuk mengenali pengaruh lingkungan internal dan eksternal klien terhadap kesehatan dan kodisi penyakitnya, memfasilitasi klien untuk bertemu dengan pemuka agama bila klien membutuhkan, membantu untuk menjalankan ibadah/kegiatan agamnya, memotivasi klien untuk berdoa, membantu menghubungi keluarga yang dibutuhkan (

Membantu memenuhi kebutuhan dasar manusia (Assitance with the

gratification of human need).

Muhlisin, 2008; Nurachmah, 2001).

Perawat meyakini kebutuhan biophysical,psychophysical, psychosocial, dan interpersonal klien. Kebutuhan biophysical seperti makan, eliminasi dan ventilasi. Kebutuhan psychophysical seperti kemapuan aktivitas dan seksualitas. Kebutuhan psychosocial seperti


(32)

prestasi dan afiliasi. Kebutuhan intrapersonal seperti aktualisasi diri. Perawat membantu klien dengan senang hati ketika klien kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya (Watson, 1979).

Perilaku kepala ruangan yang mencerminkan faktor membantu dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia ini adalah memotovasi dan mensupervisi staf perawat dalam membantu klien memenuhi kebutuhan dasarnya seperti kebutuhan nutrisi, eliminasi, hygiene, memperhatikan kenyamanan dan keamanan lingkungan klien, sering mengunjungi klien, mengobservasi kondisi kesehatan dan kebutuhan klien secara teratur (

Menghargai kekuatan eksternal yang ada dalam kehidupanan pikiran (the

allowance for existential/phenomenological dimensions). P

Muhlisin, 2008; Nurachmah, 2001).

erawat membantu klien untuk mengerti kehidupan dan kematian, sehingga dapat membantu klien dalam menentukan koping yang baik dalam menghadapi situasi yang berhubungan dengan penyakitnya (Watson, 1997 ; Tomey & Alligood, 2008).

Perilaku kepala ruangan selama berinteraksi dengan staf perawat yang mencerminkan faktor kekuatan eksistensial- fenomenologis adalah mengajarkan dan memotivasi staf perawat dalam memberikan kesempatan pada klien dan keluarga untuk melakukan kegiatan spiritual untuk penyembuhan, staf perawat memfasilitasi klien dan keluarga untuk melakukan alternatif sesuai pilihannya yang tidak bertentangan dengan kondisi kesehatan dan penyakitnya serta sesuai persetujuan medis, memotivasi klien untuk berserah diri pada Tuhan YME, menyiapkan klien dan keluarga saat menghadapi fase berduka (Muhlisin, 2008; Nurachmah, 2001).


(33)

2.2. Konsep Kepemimpinan dan Gaya Kepemimpinan

2.2.1. Definisi

Menurut Newman (1968 dalam Marquis & Houston, 2003) kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain atau seni mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok. Dan satu hal yang perlu diingat bahwa kepemimpinan tidak harus dibatasi oleh aturan-aturan atau tata karma birokrasi. Kepemimpinan bisa terjadi dimana saja, asalkan seseorang menunjukkan kemampuannya mempengaruhi perilaku orang lain kearah tercapainya suatu tujuan tertentu.

Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk pencapaian tujuan. Bentuk pengaruh tersebut dapat secara formal seperti tingkat manajerial pada suatu organisasi. Karena posisi manajemn terdiri atas tingkatan yang biasanya menggambarkan otoritas, seorang individu bisa mengasumsikan suatu peran kepemimpinan sebagai akibat dari posisi yang ia pegang pada organisasi tersebut (Robbins, 2008).

Kepemimpinan sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan, yang mempunyai peran penting dalam rangka proses administrasi. Hal ini didasarkan kepada pemikiran bahwa peran seorang pemimpin merupakan implementasi atau penjabaran dari fungsi kepemimpinan. Fungsi kepemimpinan merupakan salah satu di antara peran administrator dalam rangka mempengaruhi orang lain atau para bawahan agar mau dengan senang hati untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya (Marquis & Houston, 2003).


(34)

Gaya kepemimpinan, mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis (1995 dalam Usman, 2010). Keduanya menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau diacu oleh bawahan tersebut dikenal sebagai gaya kepemimpinan.

Hersey dan Blanchard (1992 dalam Usman, 2010) berpendapat bahwa gaya kepemimpinan pada dasarnya merupakan perwujudan dari tiga komponen, yaitu pemimpin itu sendiri, bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan tersebut diwujudkan.

2.2.2. Macam-Macam Gaya Kepemimpinan

Ada beberapa gaya kepemimpinan yang ditawarkan oleh Bass (1985) yaitu Transformasional dan Transaksional

a. Kepemimpinan Transformasional (

Transformational Leadership)

Model kepemimpinan transformasional merupakan model yang relatif baru dalam studi-studi kepemimpinan. Model ini dianggap sebagai model yang terbaik dalam menjelaskan karakteristik pemimpin. Konsep kepemimpinan transformasional mengintegrasikan ide-ide yang dikembangkan dalam pendekatan watak, gaya dan kontingensi.


(35)

Burns (1978 dalam Usman, 2010) merupakan salah satu penggagas yang secara eksplisit mendefinisikan kepemimpinan transformasional. Untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang model kepemimpinan transformasional, model ini perlu dipertentangkan dengan model kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan transaksional didasarkan pada otoritas birokrasi dan legitimasi di dalam organisasi. Pemimpin transaksional pada hakekatnya menekankan bahwa seorang pemimpin perlu menentukan apa yang perlu dilakukan para bawahannya untuk mencapai tujuan organisasi. Disamping itu, pemimpin transaksional cenderung memfokuskan diri pada penyelesaian tugas-tugas organisasi. Untuk memotivasi agar bawahan melakukan tanggungjawab mereka, para pemimpin transaksional sangat mengandalkan pada sistem pemberian penghargaan dan hukuman kepada bawahannya.

Burns (dalam Bass,1985) menyatakan bahwa model kepemimpinan transformasional pada hakekatnya menekankan seorang pemimpin perlu memotivasi para bawahannya untuk melakukan tanggungjawab mereka lebih dari yang mereka harapkan. Pemimpin transformasional harus mampu mendefinisikan, mengkomunikasikan dan mengartikulasikan visi organisasi, dan bawahan harus menerima dan mengakui kredibilitas pemimpinnya.

Hater dan Bass (1988) menyatakan bahwa "the dynamic of

transformational leadership involve strongpersonal identification with the leader, joining in a shared vision of the future, or going beyond the self-interest exchange of rewards for compliance". Pemimpin transformasional merupakan pemimpin


(36)

organisasi mencapai tujuannya. Pemimpin transformasional juga harus

mempunyai kemampuan untuk menyamakan visi masa depan dengan

bawahannya, serta mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih

tinggi dari pada apa yangmereka butuhkan.

Bass dan Avolio (1990) mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional mempunyai empat dimensi yang disebutnya sebagai "the Four I's".

Dimensi yang pertama disebutnya sebagai idealized influence (pengaruh ideal). Dimensi yang pertama ini digambarkan sebagai perilaku pemimpin yang

membuat para pengikutnya mengagumi, menghormati dan sekaligus

mempercayainya.

Dimensi yang kedua disebut sebagai inspirational motivation (motivasi inspirasi). Dalam dimensi ini, pemimpin transformasional digambarkan sebagai pemimpin yang mampu mengartikulasikan pengharapan yang jelas terhadap prestasi bawahan, mendemonstrasikan komitmennya terhadap seluruh tujuan organisasi, dan mampu menggugah spirit tim dalam organisasi melalui penumbuhan entusiasme dan optimisme.

Dimensi yang ketiga disebut sebagai intellectual stimulation (stimulasi intelektual). Pemimpin transformasional harus mampu menumbuhkan ide-ide baru, memberikan solusi yang kreatif terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi bawahan, dan memberikan motivasi kepada bawahan untuk mencari pendekatan-pendekatan yang baru dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi.


(37)

Dimensi yang terakhir disebut sebagai individualized consideration (konsiderasi individu). Dalam dimensi ini, pemimpin transformasional digambarkan sebagai seorang pemimpin yang mau mendengarkan dengan penuh perhatian masukan bawahan dan secara khusus mau memperhatikan kebutuhan-kebutuhan bawahan akan pengembangan karir. Walaupun penelitian mengenai model transformasional ini termasuk relative baru (Bass dan Avolio, 1990)

Konsep kepemimpinan transformasional ini mengintegrasikan ide-ide yang dikembangkan dalam pendekatan-pendekatan watak (trait), gaya (style) dan kontingensi, dan juga konsep kepemimpinan transformasional menggabungkan dan menyempurnakan konsep-konsep terdahulu yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosiologi Weber (1947 dalam Usman, 2010). Bryman (1992 dalam Usman 2010),menyebut kepemimpinan transformasional sebagai kepemimpinan baru (the new leadership).

Sarros dan Butchatsky (1996 dalam Usman, 2010) menyebutnya sebagai

pemimpin penerobos (breakthrough leadership).Lebih lanjut Sarros dan

Butchatsky menyatakan, disebut sebagai penerobos karena pemimpim semacam ini mempunyai kemampuan untuk membawa perubahan-perubahan yang sangat besar terhadap individu-individu maupun organisasi dengan jalan: memperbaiki kembali (reinvent) karakter diri individu-individu dalam organisasi ataupun perbaikan organisasi, memulai proses penciptaan inovasi, meninjau kembali struktur, proses dan nilai-nilai organisasi agar lebih baik dan lebih relevan, dengan cara-cara yang menarik dan menantang bagi semua pihak yang terlibat, dan


(38)

mencoba untuk merealisasikan tujuan-tujuan organisasi yang selama ini dianggap tidak mungkin dilaksanakan.

Avolio dan Bass (1985) mengatakan bahwa kepemimpinan transformasional berbeda dengan kepemimpinan transaksional dalam dua hal:

Pertama, meskipun pemimpin transformasional yang efektif juga mengenali kebutuhan bawahan, mereka berbeda dari pemimpin transaksional aktif. Pemimpin transformasional yang efektif berusaha menaikkan kebutuhan bawahan. Motivasi yang meningkat dapat dicapai dengan menaikkan harapan akan kebutuhan dan kinerjanya. Misalnya, bawahan di dorong mengambil tanggungjawab lebih besar dan memiliki otonomi dalam bekerja (Bass, 1985)

Kedua, pemimpin transformasional berusaha mengembangkan bawahan

agar mereka juga menjadi pemimpin. Sebelum Bass mengindikasikan ada tiga ciri kepemimpinan transformasional yaitu karismatik, stimulasi intelektual dan perhatian secara individual mengindikasikan inspirasional termasuk ciri-ciri kepemimpinan transformasional. Dengan demikian ciri-ciri kepemimpinan transformasional terdiri dari karismatik, inspirasional, stimulasi intelektual dan perhatian secara individual (Bass & Stogdill, 1990).

Karismatik menurut Yukl (1994) merupakan kekuatan pemimpin yang besar untuk memotivasi bawahan dalam melaksanakan tugas. Bawahan mempercayai pemimpin karena pemimpin dianggap mempunyai pandangan, nilai dan tujuan yang dianggapnya benar. Oleh sebab itu pemimpin yang mempunyai karisma lebih besar dapat lebih mudah mempengaruhi dan mengarahkan bawahan agar bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pemimpin. Selanjutnya


(39)

dikatakan kepemimpinan karismatik dapat memotivasi bawahan untuk mengeluarkan upaya kerja ekstra karena mereka menyukai pemimpinnya.

Inspirasional, perilaku pemimpin inspirational menurut Yukl dan Fleet (dalam Bass, 1985) dapat merangsang antusiame bawahan terhadap tugas-tugas kelompok dan dapat mengatakan hal-hal yang dapat menumbuhkan kepercayaan bawahan terhadap kemampuan untuk menyelesaikan tugas dan mencapai tujuan kelompok.

Stimulasi Intelektual, menurut Yukl (1998) stimulasi intelektual

merupakan upaya bawahan terhadap persoalan-persoalan dan mempengaruhi bawahan untuk melihat persoalan-persoalan tersebut melalui perspektif baru.

Hater dan Bass (1998) menjelaskan bahwa melalui stimulasi intelektual, pemimpin merangsang kreativitas bawahan dan mendorong untuk menemukan pendekatan - pendekatan baru terhadap masalah-masalah lama. Melalui stimulasi intelektual, bawahan didorong untuk berpikir mengenai system nilai, kepercayaan, harapan dan didorong melakukan inovasi dalam menyelesaikan persoalan melakukan inovasi dalam menyelesaikan persoalan dan berkreasi untuk mengembangkan kemampuan diri serta disorong untuk menetapkan tujuan atau sasaran yang menantang. Kontribusi intelektual dari seorang pemimpin pada bawahan harus didasari sebagai suatu upaya untuk memunculkan kemampuan bawahan.

Hal itu dibuktikan dalam penelitian Seltzer dan bass (1990) bahwa aspek stimulasi intelektual berkorlasi positif dengan extra effort. Maksudnya, pemimpin


(40)

yang dapat memberikan kontribusi intelektual senantiasa mendorong staf supaya mapu mencurahkan upaya untuk perencanaan dan pemecahan masalah.

Perhatian secara Individual, perhatian atau pertimbangan terhadap perbedaan individual implikasinya adalah memelihara kontak langsung face to face dan komunikasi terbuka dengan para pegawai. Zalesnik (1977; dalam Bass, 1985) mengatakan, bahwa pengaruh personal dan hubungan satu persatu antara atasan-bawahan merupakan hal terpenting yang utama. Perhatian secara individual tersebut dapat sebagai indentifikasi awal terhadap para bawahan terutama bawahan yang mempunyai potensi untuk menjadi seorang pemimpin. Sedangkan monitoring merupakan bentuk perhatian individual yang ditunjukkan melalui tindakan konsultasi, nasehat dan tuntutan yang diberikan oleh senior kepada yunior yang belum berpengalaman bila dibandingkan dengan seniornya.

Heater dan Bass (1998) mengatakan bahwa kepemimpinan transformasional lebih menarik bagi karyawan yang berpendidikan tinggi karena karyawan yang berpendidikan tinggi mendambakan tantangan kerja yang dapat menambah profesionalis dan pengembangan diri.

Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Keller (1992 dalam Usman 2010) bahwa mereka yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi mempunyai minat mendalam dalam menghadapi tantangan kerja dan bawahan yang mempunyai pendidikan tinggi dapat mendukung memberi respon terhadap kepemimpinan transformasional. Respon positif tersebut dapat mempengaruhi tingkat motivasi bawahan sehingga bawahan juga akan meningkatkan upayanya


(41)

atau melakukan extra effort untuk mendapatkan hasil kerja lebih tinggi dari yang diharapkan.

Bass (1985) mengatakan, kepemimpinan transformasional lebih memungkinkan muncul dalam organisasi yang memiliki kehangatandan kepercayaan yang tinggi juga berpendidikan tinggi, diharapkan dengan pendidikan tinggi dapat menjadi orang yang kreatif.

b. Kepemimpinan Transaksional

Menurut Burns (1978 dalam Bass 1985) pada kepemimpinan transaksional, hubungan antara pemimpin dengan bawahan didasarkan pada serangkaian aktivitas tawar menawar antar keduanya. Karakteristik kepemimpinan transaksional adalah contingent reward dan management by-exception dan laissez faire.

Pada contingent reward dapat berupa penghargaan dari pimpinan karena

tugas telah dilaksanakan, berupa bonus atau bertambahnya penghasilan atau

fasilitas. Hal ini dimaksudkan untuk memberi penghargaan maupun pujian untuk

bawahan terhadap upaya-upayanya. Selain itu, pemimpin betransaksi dengan

bawahan, dengan memfokuskan pada aspek kesalahan yang dilakukan bawahan,

menunda keputusan atau menghindari hal-hal yang kemungkinan mempengaruhi

terjadinyakesalahan (Hughes, Ginnett, & Curphy, 2002).

Management by-exception menekankan fungsi managemen sebagai

kontrol. Pimpinan hanya melihat dan mengevaluasi apakah terjadi kesalahan

untuk diadakan koreksi, pimpinan memberikan intervensi pada bawahan apabila


(42)

mendelegasikan tanggungjawab kepada bawahan dan menindaklanjuti dengan memberikan apakah bawahan dapat berupa pujian untuk membesarkan hati bawahan dan juga dengan hadiah apabila laporan yang dibuat bawahan memenuhi standar (Northouse, 2004).

Menurut Bycio dan kolega. (1995 dalam Bass 1985) kepemimpinan

transaksional adalah gaya kepemimpinan di mana seorang pemimpin

menfokuskan perhatiannya pada transaksi interpersonal antara pemimpin dengan karyawan yang melibatkan hubungan pertukaran. Pertukaran tersebut didasarkan pada kesepakatan mengenai klasifikasi sasaran, standar kerja, penugasan kerja, dan penghargaan.

Sedangkan

laisssez-Pemimpin laissez faire menurut Sondang (2010 Marquis & Houston, 2003) dapat dilihat dari karakteristik kepemimpinan yang digunakannya, misalnya dalam pendelegasian wewenang terjadi secara ekstensif, pengambilan keputusan faire, tipe kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari tipe kepemimpiann otoriter, jika dilihat dari segi perilaku ternyata tipe kepemimpinan ini cenderung didominasi oleh perilaku kepemimpinan kompromi dan perilaku kepemimpinan pembelot. Pemimpin yang termasuk tipe ini sama sekali tidak memberikan kontrol dan koreksi terhadap pekerjaan bawahannya. Pembagian tugas dan kerjasama diserahkan kepada bawahannya, tanpa petunjuk dari pimpinan.. Dengan demikian, dalam kepemimpinan ini akan mudah terjadi kekacauan dan tingkat keberhasilan organisasi yang dipimpin dengan gaya laissez faire semata-mata disebabkan karena kesadaran dan dedikasi beberapa bawahan bukan karena pengaruh dari pimpinannya (Usman, 2010).


(43)

diserahkan kepada pemimpin yang lebih rendah dan para petugas operasional, kecuali dalam hal-hal tertentu yang nyata-nyata menuntut keterlibatannya tidak terganggu, status quo organisasional tidak terganggu, penumbuhan dan pengembangan kemampuan berpikir dan bertindak yang inovatif dan kreatif diserahkan kepada para bawahan, selama bawahan menunjukkan perilaku dan prestasi kerja yang memadai, intervensi pemimpin dalam perjalanan organisasi berada pada tingkat yang minimum.

Peneliti berusaha menuangkan beberapa hasil penelitian yang terkait

perilaku caring dan gaya kepemimpinan untuk mendukung penelitian ini

Penelitian caring antara staf dan manajer Duffy (1993) menemukan hubungan positif antara perilaku caring dan perawat manajer kepuasan kerja perawat. Penelitian Duffy juga mengungkapkan bahwa praktek lingkungan, yang diciptakan oleh manajer keperawatan mempengaruhi praktek keperawatan..

Nyberg (1992) dalam penelitiannya ditemukan caring

atribut manajer meliputi perilaku seperti komitmen, diri. Smith (1992) menemukan bahwa manajer keperawatan berpikir bahwa mereka menggunakan perilaku caring dalam kepemimpinannya tapi mereka menyadari tidak mampu menggunakannya dalam praktek mereka

Longo & Christine (2006), melakukan penelitian 99 Resgitered nurse

menemukan ada pengaruh perilaku caring manajer dengan kepuasaan kerja

perawat.

.

Berbagai bentuk hubungan dan implikasi dari kepemimpinan transaksional dan transformasional, Al-Mailam (2004) dalam penelititiannya


(44)

menemukan karyawan yang bekerja di bawah kepemimpinan transformasional merasa pemimpin mereka lebih efektif dibandingkan dengan karyawan yang bekerja bagi pemimpin transaksional.

Kepemimpinan adalah aspek yang paling penting dari caring kepala

ruangan kegiatan (Fox et al. 1999). Lebih lanjut Fox dan kolega menjelaskan dalam penelitianya dampak waktu kepala ruangan dikhususkan untuk kepemimpinan produktivitas personil unit. Mereka menyimpulkan bahwa bahwa keterlibatan dalam kepemimpinan memberikan kontribusi besar terhadap produktivitas unit. Namun, temuan pada penelitian ini menunjukkan bahwa perawat kepala menghabiskan rata-rata hanya 10% dari waktu mereka pada pengarahan, coaching, dan mentoring staf secara individual dan kolektif, dan menunjukkan proaktif perilaku.

Malloy dan Penprase (2010) dalam penelitiannya menemukan a Duffield dan Lumby, (1994) dalam penelitiannya menemukan bahwa kepala ruangan lebih banyak menghabiskan waktu dalam merawat pasien daripada memfasilitasi caring staf mereka.

da hubungan yang signifikan antara gaya kepemimpinan dan lingkungan kerja psikososial. Implikasi bagi manajemen keperawatan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa akan terjadi perbaikan dalam keperawatan psikososial

lingkungan kerja dengan pelaksanaan transformasional dan perilaku


(45)

2.2 Kerangka Konsep

Mudhianto (2011) dalam penelitiannya menemukan bahwa gaya kepemimpian transformasional dan gaya kepemimpinan transaksional berpengaruh pada komitmen organisasi.

Duffy (1993) mengidentifikasi perilaku caring berdasarkan teori Watson (2008) 10 caractiv faktors, menyatakan bahwa caring yang diharapkan dalam keperawatan adalah sebuah perilaku perawatan yang didasari dari beberapa aspek

diantaranya : human altruistic (mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan),

Menanamkan kepercayaan-harapan, mengembangkan kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain, pengembangan bantuan dan hubungan saling percaya, meningkatkan dan menerima ungkapan perasaan yang positif dan negatif, sistematis dalam metode pemecahan masalah, pengembangan pendidikan dan pengetahuan interpersonal, meningkatkan dukungan, perlindungan mental, fisik, sosial budaya dan lingkungan spiritual, senang membantu kebutuhan manusia, menghargai kekuatan eksistensial phenomenologikal.

(Watson, 1979) Seorang pemimpinan dengan gaya kepemimpinan yang di gunakan untuk menjalankan suatu organisasi menjadi berkualitias bagi jika pemimpin bisa menjadi menjadi role model untuk berperilaku caring terhadap stafnya. Untuk menilai perilaku caring pemimpin dalam hal ini kepala ruangan agar menjadi objektif dapat diukur dengan instrumen CAT-Admin Versi II yang dikembang oleh Duffy (1993 dalam Watson, 1997)


(46)

Kepemimpinan transaksional dan transformasional dikembangkan oleh Bass (1985). Bass mengembangkan konsep untuk mengukur gaya kepemimpinan transformasional, transaksional. Berdasarkan instrumen tersebut ditemukan adanya hubungan antara caring dengan kepuasan pasien juga ditemukan adanya hubungan antara caring perawat manajer dengan kepuasan perawat. Dapat dilihat pada skema 2.1 :


(47)

Perilaku Caring berdasarkan 10 karatif Watson teridiri dari : Mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan,

Menanamkan

kepercayaan-harapan, mengembangkan kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain, pengembangan bantuan dan hubungan saling percaya, meningkatkan dan menerima ungkapan perasaan yang positif dan negatif, sistematis dalam metode pemecahan masalah, pengembangan pendidikan dan

pengetahuan interpersonal,

meningkatkan dukungan, perlindungan mental, fisik, sosial budaya dan lingkungan spiritual, senang membantu kebutuhan manusia, menghargai kekuatan eksistensial phenomenologikal. (Watson, 1979). Perilaku caring Perawat Pelaksana Perilaku Caring Kepala Ruangan VARIABEL DEPENDENT VARIABEL INDEPENDENT Keterangan:

--- = area yang tidak diteliti

Skema 2.1 Kerangka Penelitian

Gaya kepemimpinan yang ditawarkan oleh Bass & Avolio (1989) :

Kepemimpinan Transformasiona

Kepemimpinan Transaksional


(48)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah korelasional, dimana peneliti untuk melihat

hubungan antara perilaku caring kepala ruangan dengan gaya kepemimpinan

kepala ruangan tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional.

3.2Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh. Dengan alasan rumah sakit yang digunakan sebagai lahan praktik bagi mahasiswa baik dari institusi swasta maupun negeri sehingga bisa mempersiapkan sumber daya manusia perawat terkait perilaku caring sejak dalam masa pendidikan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan 10 sampai dengan 29 Juni 2013.

3.3Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian adalah seluruh perawat pelaksana di Rumah RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh yaitu sejumlah 296 orang .


(49)

3.3.2 Sampel

Menentukan besar sampel pada penelitian ini berdasarkan uji hipotesa dengan data proporsi, menggunakan rumus Lameshow.

(

)

(

0,85 0,60

)

85 , 0 1 ( 85 , 0 28 , 1 6 , 0 1 6 , 0 96 , 1 2 −     + = n

(

)

2

2 15 , 0 13 , 0 28 , 1 24 , 0 96 ,

1 

  + = n

(

)

02 , 0 46 , 0 96 ,

0 + 2

= n 02 , 0 02 , 2 =

n = 101

Keterangan:

n = besar sampel minimum

Z1-α/2 P

= nilai distribusi normal baku (table-Z) pada α tertentu (1,96)

0

P

= Proposi populasi (0,6)

a

P

= perkiraan proporsi dipopulasi (0,85 )

a - P0

Bersadarkan perhitungan di atas didapatkan jumlah sampel 101 responden. Selanjutkan tehnik pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu proportionate to size sampling. Seperti pada tabel di bawah ini :

= perkiraan selisih proporsi yang diteliti dengan proporsi dipopulasi (0.15)

(

)

(

)

[

]

(

0

)

2 1 0 0 2 /

1 1 1

p p p p Z p p Z n a a a − − ∂ − − + − = β


(50)

Tabel 3.1 Jumlah Sampel Proposional dari Masing-Masing Ruangan

No Populasi Ruangan Perkiraan Populasi Sampel

1 VIP 19/296 x 101 7

2 Kelas Utama 20/296 x 101 7

3 IGD 26/296 x 101 8

4 Kamar Operasi 20/296 x 101 7

5 ICU 24/296 x 101 7

6 Kamar Bersalin 20/296 x 101 7

7 Ruang Kebidanan 21/296 x 101 7

8 Penyakit dalam 23/296 x 101 7

9 Ruang saraf 16/296 x 101 6

10 Ruang zaitun 20/296 x 101 7

11 Ruang HD 2/296 x 101 1

12 Ruang Anak 20/296 x 101 7

13 Ruang Bedah 24/296 x 101 8

14 Ruang NICU 19/296 x 101 7

15 Poli Anak 3/296 x 101 1

16 Poli Penyakit dalam 3/296 x 101 1

17 Poli Bedah 3/296 x 101 1

18 Poli saraf 2/296 x 101 1

19 Poli Kebidanan 4/296 x 101 1

20 Poli Zaitun 2/296 x 101 1

21 Poli Mata 3/296 x 101 1

22 Poli THT 2/296 x 101 1

Selanjut untuk pengambilan sampel pada penelitian ini untuk setiap diruangan digunakan tehnik simple random sample yaitu pengambilan sampel secara acak untuk mendapatkan sampel yang representatif

3.3.3 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah masa kerja perawat pelaksana > 1tahun, dan masa interaksi kepala ruangan dengan perawat pelaksana > 1 tahun.


(51)

3.4Pengumpulan Data

3.4.1 Alat Pengumpulan Data

Instrumen penelitian adalah kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan

data untuk perilaku caring kepala ruangan dan gaya kepemimpinan kepala

ruangan.

a. Kuesioner perilaku Caring

Caring Assessment Tool (CAT) –Administration Version II. Caring Assessment Tool (CAT)-admin-II merupakan kuesioner yang dikembang oleh Duffy (1993) yang dirancang untuk menilai persepsi staf perawat terhadap

perilaku caring manajer mereka, dan hasil penelitiannya dengan

menggunakan Assessment Tool (CAT)-admin-II ditemukan adanya hubungan

antara perilaku caring perawat manajer dengan kepuasan perawat. Caring untuk Assessment Tool (CAT)-admin-II pada awalnya dikembangkan pada tahun 1997 sebagai sebuah adaptasi dari Caring Assessment Tool (Duffy, 1993 dalam Watson, 2008). Kerangka teoritis yang digunakan untuk mengembangkan instumen CAT, Setiap item sesuai dengan carative factor,

beberapa item yang diambil bersama-sama dimaksudkan untuk

mencerminkan carative factor . Ada lima tanggapan mungkin untuk setiap item. Mereka adalah: 1 = Tidak pernah 2 = Jarang 3 = Kadang-kadang 4 = Sering 5 =

b. Kuesioner Gaya Kepemimpinan.

Selalu

Kuesioner yang sering digunakan untuk mengukur gaya kepemimpinan adalah Multifactor Leadership Quesionnaire (MLQ), yang sering digunakan


(52)

untuk mengukur gaya kepemimpinan transformasional, dan transaksional yang dikembangkan oleh Bass (Bass & Avolio, 1989). Multifactor Leadership Quesionnaire (MLQ) juga digunakan oleh Terry dalam penelitiannya Nursing leadership style and psychososio work environment. Multifactor Leadership Quesionnaire (MLQ) tersebut terdiri dari 36 item pernyataan sedangkan yang termasuk dalam dimensi gaya Kepemimpinan transformasional terdiri dari empat dimensi dengan total item 20 pernyataan dan gaya kepemimpinan transaksional teridiri tiga dimensi dengan total 16

3.5Validitas dan Reliabilitas Instrumen

item pernyataan.

Instrumen penelitian untuk pengumpulan data sekunder berupa kuesioner, sebelum digunakan dalam penelitian terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas Uji instrumen direncanakan menggunakan responden di rumah sakit yang berbeda yaitu RSUD Nagan Raya dengan jarak berkisar 60km dari lokasi penelitian.

3.5.1.Validas Isi (Content Validity).

Merupakan item skala yang menceriminkan domain konsep yang sedang diteliti (Sumantri, 2011). Ada berbagai pendekatan untuk menilai validitas isi dengan menggunakan expert, yaitu pendekatan perhitungan Indeks Validitas Content (CVI) (Waltz, Strickland, & Lenz, 2010).

CVI digunakan untuk mengukur tingkat kesepakatan antara expert. Untuk menilai relevansi dari masing-masing item, dengan menggunakan 4 skala teridri


(53)

dari: tidak relevan(1) , agak relevan(2) , cukup relevan (3) dan sangat relevan (4). Jika semua item diberi peringkat 3 atau 4 oleh kedua expert, maka nilainya menjadi sempurna dan nilai CVI akan 1,00. jika satu-setengah dari item bersama-sama diklasifikasikan sebagai 1 atau 2, sementara yang lain secara berbersama-sama-bersama-sama diklasifikasikan 3 atau 4, dan nilai CVI 0,50, menunjukkan tingkat yang tidak dapat diterima

Uji validitas terhadap Caring Assessment Tool (CAT) –Administration Version II memperoleh hasil perhitungan content validity index adalah 1,00 sehingga diambil kesimpulan bahwa instrument sudah valid, namun butiran pernyataan

nomor 10 dan 22 dengan relevansinya cukup relevan, menurut catatan expert

masih perlu merevisi bahasa yang mudah dipahami responden. Sehingga peneliti merevisi butiran no 10 “membantu saya atau ikut campur dalam rutinitas saya” direvisi menjadi “ membantu dalam menyelesaikan pekerjaan saya”, butiran no 22 “sering mengawasiku” direvisi menjadi sering melakukan supervisi terhadap pekerjaan saya”.

validitas isi (Waltz, Strickland & Lenz, 2010).

Multifactor Leadership Quesionnaire (MLQ) memperoleh hasil perhitungan

content validity index yaitu 1,00 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa

instrument sudah valid, namun peneliti masih harus merevisi bahasa agar mudah dipahami responden sesuai koreksi expert, yaitu pada butiran pernyataan nomor 22 “memfokuskan perhatiannya untuk megatasi kesalahan, keluhan dan kegagalan” direvisi menjadi memfokuskan perhatiannya dalam menyelesaikan permaslahan, keluhan dan kegagalan”. Butiran pernyataan nomor 25


(54)

“mempertontonkan perasaan berkuasa dan kepercayaan diri” direvisi dengan “menunjukkan perasaan berkuasa dan kepercayaaan dirinya”.

3.5.2. Uji Reliabilitas

Setelah semua pertanyaan valid, analisis dilanjutkan dengan uji reliabilitas. Pertanyaan dikatakan reliabel jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2005). Menurut Djemari (2003 dalam Handoko (2012) untuk mengetahui reliabilitas suatu pertanyaan dengan melihat nilai Alpha Cronbach : bila r-alpha cronbach ≥ 0,70 maka pertanyaan reliabel dan bila r-alpha cronbach < 0,70 maka pertanyaan tidak reliabel. Hasil uji reliabilitas untuk perilaku caring adalah 0,833, sedangkan untuk hasil uji reliabilitas gaya kepemimpinan adalah 0,823

3.6Variabel dan Definisi Operasional

3.6.1. Variabel Independen

Perilaku caring kepala ruangan adalah cara berperilaku caring kepala ruangan dalam kepemimpinannya selama berinteraksi dengan perawat pelaksana.

3.5.3. Variabel dependen

Gaya kepemimpinan adalah cara kepala ruangan dengan menggunakan gaya kepemimpinanya untuk memotivasi bawahannya dalam melaksanakan tugasnya dengan menggunaka gaya kepemimpinan yang diyakininya yaitu transformasional, dan transaksional.


(55)

Gaya kepemimpinan transformasional merupakan gaya kepemimpinan yang mempunyai ciri karismatik, inspirasional dan stimulasi inteletual yang diyakini kepala ruangan untuk mempengaruhi dan memotivasi stafnya dalam berperilaku caring pada pasien

Gaya kepemimpinan transaksional merupakan gaya kepemimpinan yang mempunyai ciri contingen reward, manajemen by-expection dan laissez faire diyakini kepala ruangan untuk mempengaruhi dan memotivasi stafnya dalam berperilaku caring.

3.7Metode pengukuran

3.7.1 Metode pengukuran variabel independen

Perilaku caring di ukur dengan mengajukan 38 item pernyataan

dengan pilihan jawaban tidak pernah diberi nilai 1, jarang diberi nilai 2, kadang-kadang diberi nilai 3, sering diberi nilai 4 dan

3.7.2 Metode pengukuran variabel dependen

selalu diberi nilai 5. Perilaku caring di kategorikan <130 caring manajer rendah,103-155 caring manajer moderat dan > 155 caring manajer tinggi dengan skala ukur nominal.

Gaya kepemimpinan kepala ruangan di ukur dengan mengajukan 36 item pernyataan dengan pilihan jawaban tidak pernah diberi nilai 0, jarang diberi nilai 1, kadang-kadang diberi nilai 2, cukup sering diberi nilai 3 dan serimg diberi nilai 5. dengan skala ukur nominal. Cara ukur Multifactor Leadership Quesionnaire (MLQ) dengan cara menentukan kepemimpinan yang paling dominan pada atasan dilakukan dengan cara membandingkan


(56)

mean skor total kepemimpinan transaksional dengan dengan mean skor total kepemimpinan transformasional. Mean skor total kepemimpinan yang lebih besar menunjukkan kepemimpinan yang lebih dominan.

3.8Metode Analisa Data

Penganalisisan data dilakukan setelah pengumpulan data. Penganalisisan data merupakan suatu proses lanjutan dari proses pengolahan data untuk melihat bagaimana menginterpretasikan data kemudian menganalisis data dari hasil yang sudah ada pada tahap pengolahan data (Prasetyo & Jannah, 2010).

3.8.1.Analisis Univariat

Analisis univariat merupakan analisis pada satu variabel (Prasetyo & Jannah,2010). Pada penelitian ini analisa univariat ditampilkan berupa distribusi frekuensi dan persentasi dari perilaku caring dan gaya kepemimpinan kepala ruangan.

3.8.2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel (Prasetyo & Jannah, 2010). Korelasi adalah istilah statistik yang menyatakan derajat hubungan linier (searah bukan timbal balik) antara dua variabel atau lebih.

Analisa bivariat pada penelitian ini merupakan analisa statistik yang

digunakan oleh peneliti untuk menganalisa ada atau tidaknya korelasi perilaku caring dengan gaya kepemimpinan kepala ruangan. Analisa data dilakukan terhadap data yang terkumpul pada penelitian ini dengan menggunakan uji analisis statistik pearson moment product correlation.


(57)

3.9Pertimbangan etik

Sebelum melakukan pengumpulan data, Peneliti terlebih dahulu meminta izin dari komite etik kesehatan di Fakultas Kedokteran universitas Sumatera Utara. Pengumpulan data dilakukan setelah responden menyetujui keikutsertaan dalam penelitian dan menandatangani informed concent yang berisi informasi terkait etik penelitian. Peneliti menjelaskan bahwa penelitian ini tidak member resiko secara fisik dan informasi yang diberikan responden tidak akan digunakan untuk sesuatu yang merugikan responden (beneficence). Peneliti juga tidak memaksa keikutsertaan responden dan responden berhak menarik keikutsertaannya dalam

penelitian kapan saja diinginkannya (respect for human), selain itu akan

menggantikan nama responden dengan inisial untuk menjaga kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden (confidentially).


(58)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cut Nyak Dhien Meulaboh merupakan Rumah Sakit milik pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Barat. Pada tahun 2009, Menteri Kesehatan Republik Indonesia telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor : HK.07.06/III/2043/09 tentang Pemberian Izin Penyelenggaraan Rumah Sakit Umum Daerah dengan nama ”Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh” Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Pemerintah Aceh.

RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh yang merupakan perpanjangan tangan Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Barat dalam Bidang Kesehatan termasuk ke dalam Subsistem Upaya Kesehatan dari Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yaitu Upaya Kesehatan Perorangan (UKP). Dalam melaksanakan UKP, RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh bertugas untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan.Upaya-upaya yang dapat dilakukan mencakup promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan rawat jalan, pengobatan rawat inap, pembatasa dan pemulihan kecacatan yang ditujukan terhadap perorangan.

Sebagai suatu institusi yang melaksanakan kegiatan upaya kesehatan perorangan (UKP) maka Visi RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh harus dapat mengakomodir upaya-upaya kesehatan yang termasuk dalam UKP. Dengan tetap


(59)

memperhatikan visi-visi skala nasional, provinsi, maupun kabupaten maka ditetapkanlah Visi RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh sebagai berikut :

” Menjadi Rumah Sakit Terbaik di Propinsi Aceh Tahun 2013”

Untuk mewujudkan visi tersebut maka disusunlah misi yang merupakan serangkaian kewajiban dan harus dipedomani dalam setiap kegiatan :

1. Memberikan Pelayanan yang berkualitas dan terjangkau oleh semua

lapisan masyarakat

2. Mengembangkan, memotivasi dan menghargai karyawan berdasarkan

keadilan serta menyediakan kondisi lingkungan kerja yang bersahabat.

3. Melakukan pengelolaan limbah rumah saki yang ramah lingkungan.

Sumber daya manusia kesehatan pada RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh tahun 2012 secara keseluruhan berjumlah 556 orang yang terdiri dari 171 laki-laki dan 385 perempuan. Jenis spesifikasi petugas kesehatan terdiri dari 9 orang Dokter Spesialis, 12 orang Dokter Umum, 3 orang Dokter Gigi, 5 orang Apoteker, 252 orang perawat, 33 orang bidan, 4 orang tenaga Kesmas, 2 orang tenaga anestesi, 10 orang ahli gizi, 16 orang fisioterapi, 49 orang tenaga kesehatan lainya.dan 63 orang tenaga non kesehatan.

4.2 Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil penelitian analisis univariat diperoleh data bahwa seluruh responden (100%) berlatar belakang pendidikan Diploma III Keperawatan dan hampir setengahnya (49,5%) memiliki masa kerja antara 5-10 tahun (49,5%). Berdasarkan masa interaksi kepala ruangan dengan perawat pelaksana dijumpai


(60)

lebih dari dua pertiga responden (70,3%) memiliki masa interaksi 2 tahun dengan kepala ruangan dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Responden di RSUD CND Meulaboh Tahun 2013 (N= 101).

Karakteristik Responden Frekuensi Persentase Pendidikan

S-I/D-IV 0 0.0

D-III 101 100.0

SPK 0 0.0

Masa Kerja

< 5 tahun 38 37.6

5-10 tahun 50 49.5

> 10 tahun 13 12.9

Masa Interaksi

2 tahun 71 70.3

3 tahun 27 26.7

4 tahun 3 3.3

4.3 Karakteristik Kepala Ruangan

Hasil pendataan tentang karakteristik kepala ruangan di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Nyak Dhien Meulaboh Kabupaten Aceh Barat, diperoleh lebih setengahnya berusia antara 41-50 tahun (54.2%) dan lebih dari dua pertiga


(61)

memiliki masa kerja lebih dari 10 tahun (83.3%), dan latar belakang pendidikan lebih dari setengah diploma tiga keperawatan maupun kebidanan (58.3%) diikuti dengan pendidikan Sarjana keperawatan /Diploma empat kebidanan (37.5%). Secara lebih rinci mengenai karakteristik kepala ruangan dapat dilihat pada tabel 4.3 :

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Responden di RSUD CND Meulaboh Tahun 2013.

No Karakteristik Responden Frekuensi Persentase Umur

1 21-40 7 29.1

2 41-50 13 54.2

3 51-60 4 16.7

Pendidikan

1 S-I/D-IV 9 37.5

2 D-III 14 58.3

3 SPK 1 4.2

Masa Kerja

1 < 5 tahun 0 0.0

2 5-10 tahun 4 16.7


(62)

4.4 Perilaku Caring

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir setengah (49,5%) perilaku caring kepala ruangan berada pada tingkat moderat diikuti dengan perilaku caring tinggi (41,6%), perilaku caring kepala ruangan dapat dilihat pada tabel 4.4

Tabel 4.4. Distribusi Perilaku Caring Kepala Ruangan

No Kategori Perilaku Caring Frekuensi Persentase

1 Tinggi 42 41,6

2 Moderat 50 49,5

3 Rendah 9 8,9

Jumlah 101 100,0

Secara lebih rinci, jawaban responden untuk tiap-tiap ítem pertanyaan tentang perilaku caring dapat dilihat pada tabel 4.5:

Tabel 4.5. Skor Item perilaku Caring

No

Item Pernyataan Skor Mean SD

30 Kontak mata ketika bicara 469 4.64 0.687 27 Menerima bawahan apa adanya 467 4.62 0.719 36 Merespon dengan jujur setiap pertanyaan 460 4.55 0.591 29 Memperhatikan bawahan ketika berbicara 457 4.52 0.657 31 Merespon pertanyaan 457 4.52 0.844 34 Menyebutkan nama bawahan ketika dia bicara pada

bawahan

453 4.49 0.820

32 Mau mendengarkan 449 4.45 1.153 24 Memperlakukan bawahan dengan baik 447 4.43 0.920

8 Mengajari tentang keperawatan dan/ atau perawatan kesehatan

447 4.43 0.574

38 Menghormati privasi bawahan 436 4.32 0.799 35 Memberi perhatian 427 4.23 0.786 11 Membantu mengatasi situasi yang sulit 422 4.18 0.792 26 Menghormati bawahan 407 4.03 0.780 16 Membantu menemukan solusi 399 3.95 1.033

1 Membantu menemukan solusi alternatif atas masalah pekerjaan.

395 3.91 1.517


(63)

Berdasarkan jawaban dari masing-masing responden terhadap pertanyaan perilaku caring di atas, dapat dilihat bahwa skor tertinggi yang diperoleh adalah kepala ruang melakukan kontak mata dengan perawat pelaksana saat berbicara (skor=469) nilai rata-rata=4,64 dan standar deviasi=0,687, diikuti oleh menerima bawahan apa adanya (skor=467) nilai rata-rata=4,62 dan standar deviasi=0,719, dan yang ketiga adalah kepala ruangan merespon dengan jujur setiap pertanyaan perawat pelaksana (skor=460) nilai rata-rata=4.55 dan standar deviasi=0.591.

Sedangkan skor yang terendah adalah kepala ruangan tidak ingin bicara pada perawat pelaksana (skor=145) nilai rata-rata=1,44 dan standar deviasi=0,818, diikuti oleh melemahkan semangat untuk berinteraksi dengan orang lain (skor=161) nilai rata-rata=1,59 dan standar deviasi=0,929, dan yang

pekerjaan

5 Membantu mengatasi stress dalam pekerjaan 384 3.80 1.393 14 Membantu mengatasi perasaan negative 378 3.74 1.461 19 Peduli dengan pendapat terhadap sesuatu 375 3.71 1.023 17 Membantu merancang tujuan karir 368 3.64 1.054 4 Mengenal perasaan batin 357 3.53 1.119 3 Membantu memahami perasaan 353 3.50 1.082 13 Membantu menyelesaikan semua masalah 352 3.49 1.238 37 Selalu menyediakan waktu untuk bawahan 330 3.27 0.786 7 Mengetahui apa yang penting bagi bawahan 321 3.18 1.220 22 Sering melakukan supervise 317 3.14 1.265 9 Menghabiskan waktu bersama bawahan 295 2.92 1.046 25 Tidak peduli jika bawahan sering istirahat 295 2.92 0.880 10 Membantu dalam menyelesaikan pekerjaan bawahan 279 2.76 1.001 28 Menggunakan istilah managemen yang tidak dipahami 267 2.64 1.180 20 Bertindak seolah-olah dia tidak menyenangi bawahan 256 2.53 1.128 18 Lama dalam memberi bantuan 243 2.41 0.908 2 Melemahkan semangat untuk mengajukan pertanyaan 241 2.39 1.530 33 Tidak memenuhi janji 230 2.28 1.087 23 Kelihatan jengkel jika bawahan mengungkapkan perasaan 216 2.14 1.225 15 Menolak memberitahu aspek-aspek pekerjaan ketika ada

pertanyaan

170 1.68 1.009

6 Melemahkan semangat untuk berinteraksi dengan orang lain

161 1.59 0.929


(64)

ketiga adalah kepala ruangan menolak memberitahu aspek-aspek pekerjaan ketika ada pertanyaan (skor=170) nilai rata-rata=1.68 dan standar deviasi=1.009.

4.5 Gaya Kepemimpinan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua pertiga gaya kepemimpinan kepala ruangan adalah transformasional yaitu sebanyak 72 orang atau 71,3%, Sebagaimana ditunjukkan pada tabel 4.2 berikut:

Tabel 4.6. Distribusi Gaya Kepemimpinan Kepala Ruangan

No Kategori Gaya Kepemimpinan Jumlah Persen

1 Transformasional 72 71,3

2 Transaksional 29 28,7

Jumlah 101 100,0

Secara lebih rinci jawaban responden terhadap pertanyaan yang berkaitan dengan gaya kepemimpinan dapat dilihat pada tabel 4.7 :

Tabel 4.7. Frekuensi Jawaban Responden tentang Gaya Kepemimpinan

No Item

Pernyataan Skor Mea

n SD

Transformasional

34 Mengutamakan pentingnya memiliki rasa pencapaian tujuan yang sama

280 2.05 0.952

15 Menghabiskan waktu mengajar dan melatih 271 3.10 1.019 36 Mengungkapkan keyakinan bahwa tujuan akan tercapai 271 2.05 0.668 23 Mempertimbangkan konsekwensi moral dan etik dari

keputusannya

266 2.45 1.073

8 Mencari perspektif yang berbeda ketika menyelesaikan masalah 261 2.70 1.058 9 Berbicara optimis tentang masa depan 257 2.95 1.125


(65)

13 Berbicara dengan antusias tentang apa yang harus dituntaskan 256 2.20 0.954 14 Menetapkan pentingnya memiliki semangat pencapaian tujuan

yang kuat

254 2.70 1.137

30 Memintaku untuk melihat masalah dari sudut pandang yang beragam

253 3.00 0.978

21 Bertindak dengan cara yang bisa membuat bawahan menghormatinya

252 2.65 1.128

2 Mengkaji kembali asumsi-asumsi penting untuk mempertanyakan apakah asumsi itu sesuai

249 2.45 0.770

29 Menganggapku sebagai individu yang memiliki kebutuhan, kemampuan, dan tujuan yang berbeda dengan yang lain

239 2.90 1.108

10 Menanamkan kebanggaan pada bawahan karena bekerjasama dengannya

235 1.95 1.046

32 Menyarankan cara baru bagaimana menyelesaikan tugas 233 1.60 0.867 18 Lebih mengutamakan kepentingan kelompok ketimbang

kepentingan pribadi

228 2.20 0.985

6 Suka membicarakan nilai nilai dan keyakinan mereka yang paling penting

222 2.30 0.934

26 Menyampaikan dengan jelas visi yang menarik tentang masa depan

216 2.90 1.111

31 Membantu bawahan untuk mengembangkan kelebihan kepala ruang

216 1.60 0.888

19 Memperlakukan bawahan sebagai pribadi yang istimewa 203 2.35 1.197 25 Mempertontonkan perasaan berkuasa dan kepercayaan diri 191 2.55 1.077

Transaksional

35 Mengungkapkan kepuasan ketika bawahan memenuhi harapan 294 2.50 0.868 17 Menunjukkan bahwa dia benar- benar percaya dengan pernyataan

“ Jika sesuatu sudah berjalan dengan baik, tidak ada alasan merubahnya.”

278 2.31 0.939

4 Memfokuskan perhatian pada ketidakteraturan, kesalahan, pengecualian, dan penyimpangan dari standard

273 2.94 1.152

24 Memperhatikan semua kesalahan 249 2.31 1.091 16 Menjelaskan apa yang seseorang terima ketika tujuan pekerjaan

tercapai

248 2.63 1.128

27 Mengarahkan perhatianku pada kegagalan memenuhi ketentuan yang berlaku

243 2.38 0.890

11 Mendiskusikan dengan terperinci siapa yang bertanggung jawab mencapai target pekerjaan

241 2.06 1.028

22 Memfokuskan perhatiannya untuk mengatasi kesalahan, keluhan dan kegagalan

239 2.31 1.102

1 Memberi bantuan sebagai balas budi atas upaya bawahan 232 1.94 0.794 33 Suka menunda merespon pertanyaan yang sangat penting 208 2.75 1.120 28 Selalu menghindari membuat keputusan 207 2.81 0.987 12 Menunggu segala sesuatunya memburuk sebelum mengambil

tindakan

203 2.13 1.153

20 Selalu menunjukkan bahwa tanpa keterlibatannya, masalah akan menjadi rumit

199 2.06 0.911

3 Gagal menyelesaikan masalah sehingga masalahnya menjadi serius

180 2.31 0.942

7 Tidak ada ketika dibutuhkan 171 2.25 1.203 5 Selalu menghindar untuk terlibat aktif ketika masalah penting 164 2.50 1.043


(66)

Dari tabel 4.7 di atas dapat dilihat bahwa untuk gaya kepemimpinan transformasional skor tertinggi diperoleh pada pernyataan mengutamakan pentingnya memiliki rasa pencapaian tujuan yang sama (skor=280), nilai rata-rata=2,05 dan standar deviasi=0,952, diikuti oleh kepala ruangan menghabiskan waktu mengajar dan melatih (skor=271), nilai rata-rata=3,10 dan standar deviasi=1,019, dan yang ketiga adalah mengungkapkan keyakinan bahwa tujuan akan tercapai (skor=271), nilai rata-rata=2,05 dan standar deviasi=0,66.

Skor yang terendah diperoleh pada pernyataan mempertontonkan perasaan berkuasa dan kepercayaan diri (skor=191) nilai rata-rata=2,55 dan standar deviasi=1,077, diikuti oleh memperlakukan bawahan sebagai pribadi yang istimewa (skor=203) nilai rata-rata=2,35 dan standar deviasi=1,19.

Untuk gaya kepemimpinan transaksional skor tertinggi diperoleh pada pernyataan mengungkapkan kepuasan ketika bawahan memenuhi harapan (skor=294), nilai rata-rata=2,50 dan standar deviasi=0,93, diikuti oleh kepala ruangan kepala ruangan menunjukkan bahwa dia benar- benar percaya dengan pernyataan “ Jika sesuatu sudah berjalan dengan baik, tidak ada alasan merubahnya.” (skor=278), nilai rata-rata=2,31 dan standar deviasi=0,939, dan yang ketiga adalah memfokuskan perhatian pada ketidakteraturan, kesalahan, pengecualian, dan penyimpangan dari standard (skor=273), nilai rata-rata=2,94 dan standar deviasi=1,152.

Skor yang terendah diperoleh pada pernyataan selalu menghindar untuk terlibat aktif ketika masalah penting muncul (skor=164) nilai rata-rata=2,50 dan standar deviasi=1,043, diikuti oleh tidak ada ketika dibutuhkan (skor=171) nilai


(67)

rata-rata=2,25 dan standar deviasi=1,203, dan yang ketiga adalah pernyataan tentang kepala ruangan gagal menyelesaikan masalah sehingga masalahnya menjadi serius (skor=180) nilai rata-rata=2,31 dan standar deviasi=0,94

4.6 Analisis Bivariat

Sebelum dilakukan uji analisis statistik pearson moment product corelation

terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data menggunakan uji

Kolmogorov-Smirnov, didapatkan bahwa data variabel perilaku caring berdistribusi normal dengan nilai Asymp.Sign (2-tailed) = 0,156, gaya kepemimpinan tranformasional berdistribusi normal Asymp.Sign (2-tailed) = 0,348 dan gaya kepemimpinan transaksional berdistribusi normal Asymp.Sign (2-tailed) = 0,585, namun gaya kepemimpinan total tidak berdistribusi normal dengan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) = 0,027.

Oleh karena itu dilakukan transformasi data untuk gaya kepemimpinan total

melalui menu Transform Compute Variabel dengan metode Square root

4.7 Hubungan Perilaku Caring dengan Gaya Kepemimpinan

transformation (SQRT). Kemudian dilakukan uji normalitas data kembali dengan

menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov,dengan dan selanjutnya diperoleh data

variabel gaya kepemimpinan total berdistribusi normal dengan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) = 0,079.

Pengukuran hubungan gaya kepemimpinan dengan perilaku caring kepala

ruangan dengan menggunakan uji analisis statistik pearson moment product


(68)

Hasil uji statistik yang ditunjukkan pada Tabel 4.7 berikut:

Tabel 4. 7. Hasil Uji Korelasi Pearson-Product Moment

Variabel Korelasi

Perilaku Caring

Gaya

Kepemimpina n

Tranformasion al

Transaksiona l

Perilaku Caring 1

Gaya Kepemimpinan .663** 1

Transformasional .563** .902** 1

Transaksional .599** .828** .514** 1

** (p < .01

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa ada hubungan yang signifikan antara gaya kepemimpinan dengan perilaku caring dengan nilai rhitung sebesar 0,663

(rtabel = 0,1937), dan nilai p sebesar 0,001 (p<0,05). Ada hubungan yang

signifikan antara perilaku caring denga gaya kepemimpinan transformasional

dengan nilai rhitung sebesar 0,563 (rtabel = 0,1937), dan nilai p sebesar 0,001

(p<0,05), dan Ada hubungan yang signifikan antara perilaku caring denga gaya kepemimpinan transaksional dengan nilai rhitung sebesar 0,599 (rtabel = 0,1937),


(69)

Gaya kepemimpinan total juga berhubungan dengan gaya kepemimpinan tranformasional dengan nilai rhitung sebesar 0,902 (rtabel = 0,1937), dan nilai p

sebesar 0,001 (p<0,05), dan juga ada hubungan yang signifikan antara gaya kepemimpinan dengan gaya kepemimpinan trasaksional dengan dengan nilai rhitung sebesar 0,828(rtabel = 0,1937), dan nilai p sebesar 0,001 (p<0,05)


(1)

LAMPIRAN 3

IZIN PENELITIAN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)