Analisis Semiotika Tentang Foto Tragis Anak Kecil Dalam Konflik Di Sudan Tahun 1993

(1)

iv

ABSTRAK

ANALISIS SEMIOTIKA TENTANG FOTO TRAGIS ANAK

KECIL DALAM KONFLIK DI SUDAN TAHUN 1993

Oleh: Didin Rohendi NIM. 41806095

Pembimbing: Melly Maulin P.Sos.,M.Si

NIP.4127.35.30.004

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana analisis semiotika tentang foto tragis anak kecil dalam konflik di Sudan tahun 1993, dengan cara melihat tanda-tanda yang terdapat pada foto. Sehingga makna dan arti dari tanda, objek, dan interpretant dalam foto tragis anak kecil dalam konflik di Sudan tahun 1993 tersebut dapat diketahui berdasarkan analisis semiotika.

Tipe penelitian ini adalah Pendekatan kualitatif, dengan menggunakan analisis semiotika (semiotic analysis) Charles Sander Pierce. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan wawancara mendalam, dokumentasi, studi pustaka dan internet searching. Subjek penelitian dari penelitian ini terdiri dari orang-orang yang memahami dan mengerti tentang ilmu semiotika foto. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling lalu dilanjutkan dengan triangulasi data, lalu hasil wawancara dideskripsikan berdasarkan interprestasi peneliti yang didasarkan oleh teori-teori yang ada.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tanda dalam foto tragis anak kecil dalam konflik di Sudan tahun 1993 adalah “seekor burung pemakan bangkai” dan

”latar tempat”. Berdasarkan Objek adalah ”sosok anak kecil kurus kering. Dan berdasarkan interpretant adalah adanya peristiwa kelaparan yang sedang melanda Sudan yang menyebabkan banyaknya kematian.

Kesimpulan dari penelitian yang dilaksankan oleh peneliti dalam menganalisis foto tragis anak kecil dalam konflik di Sudan tahun 1993, berdasarkan Semiotika makna tanda (sign), obyek (object) dan interpretan (interpretant). Telah mampu menguraikan makna tanda dasar dan terkecil, sehingga makna atau maksud yang tersembunyi dan sebenarnya dari foto tragis tersebut dapat diketahui

Saran peneliti setelah melaksanakan penelitian ini sebaiknya terus memperdalam ilmu semiotika khususnya pada kajian bidang foto supaya kita lebih dapat mengetahui makna dan arti yang terkandung dibalik foto.


(2)

v

ABSTRACT

SEMIOTICS ANALYSIS TRAGIC CHILDREN PHOTO IN

SUDAN CONFLICT IN 1993

By: Didin Rohendi NIM. 41806095

This Essay Guided under: Melly Maulin P. Sos., M. Si

NIP.4127.35.30.004

This study aimed to find out how the semiotic analysis of the photos tragically young children in the conflict in Sudan in 1993, by seeing the signs contained in the image. So that the meaning and significance of the sign, object and interpretant in the photos tragically young children in the conflict in Sudan in 1993 it could be found based on semiotic analysis.

Type of research is a qualitative approach, using semiotic analysis (semiotic analysis) Charles Sander Pierce. Data was collected using in-depth interviews, documentationt, library research and internet searching. Research subjects of this study consisted of people who understand and know about the science of semiotics photos. The sampling technique used was purposive sampling method followed by a triangulation of data, then the interview has been described by researchers based interpretation by existing theories.

The results of this study show that the signs in the photos tragically young children in the conflict in Sudan in 1993 was "a bird of prey" and "setting the place." Based on the Object is "emaciated figure of a child. And based on the interpretant is the events that overwhelmed the Sudan famine that caused many deaths.

Conclusions from the research that was conducted by researchers in analyzing the photos tragically young children in the conflict in Sudan in 1993, based on the meaning of signs semiotics (sign), object (object) and interpretan (interpretant). Have been able to decipher the meaning of basic signs and the smallest, so that the hidden meaning or intent and actual tragic images can be described .

Suggestions researchers after conducting this research should continue to deepen the study of science in the field of semiotics specialy photos so we can better know the meaning by meaning behind the photos contained.


(3)

1 1.1. Latar Belakang Penelitian

Bagi kebanyakan orang, foto mungkin dianggap tidak penting dan tidak perlu dipersoalkan lagi. Bahkan ketika diajukan kepada para peminat fotografi, jawaban yang biasanya mengemuka adalah definisi yang diberikan oleh kamus, yaitu gambar yang dihasilkan dengan menangkap cahaya pada medium yang telah dilapisi bahan kimia peka cahaya atau sensor digital (kombinasi dari photo yang berarti cahaya, dan graph yang berarti catatan, tulisan, atau lukisan). Tidak banyak yang sadar bahwa di balik kesederhanaan artefak yang benama foto tersimpan kerumitan yang membuat definisi foto tidak sesederhana yang dibayangkan.1

Pada level wujud, foto memang sebuah gambar, sebuah penyerupaan yang dihasilkan lewat proses yang dinamakan fotografi. Namun pada definisi paling dasar ini pun, tersimpan persoalan. Ada banyak jenis gambar yang dapat digolongkan sebagai foto. Pada abad ke-19, ada daguerrotype, heliotype, cetak albumen, cetak gelatin perak, photogravure, dan lukisan fotogenik. Di abad ke-20, ada polaroid, pindai elektronik (electronic scanner), foto digital, dan sebagainya.

1


(4)

Perbedaan-perbedaan wujud seperti itu mengingatkan kepada kita akan kerumitan yang inheren pada sifat foto itu sendiri: Definisi foto sebagai objek selalu terkait dengan (dan bergantung pada) konteks sejarah, konteks sosial, konteks budaya, dan konteks teknologi. Dengan kata lain, konteks-konteks itulah yang sebenarnya menjadi salah satu penentu definisi, makna, dan nilai foto. Dari situlah sebuah foto bisa dilihat menarik tidaknya, bermakna tidaknya, maupun bernilai tidaknya suatu foto yang dihasilkan.

Sebuah foto, terkadang memuat sebuah arti yang maha besar. Bahkan terkadang si potografer sendiri tak berpikir bagaimana gambar yang mereka jepret akan mengubah nasib seseorang. Yang lebih luar biasa adalah bagaimana foto mampu mengungkap hal yang tersembunyi, menggelitik nurani semua orang, bahkan tak jarang menjadi picu ledak persatuan dan perlawanan.

Salah satu foto yang menarik banyak perhatian pada tahun 1993 salah satunya foto dari hasil karya Kevin Carter. Di foto tersebut mengisahkan foto tragis seorang anak kecil korban konflik di Sudan sekitar tahun 1993, ia sedang merangkak menuju ke Tempat penampungan pengungsi milik PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa), yang masih berjarak 1 km, dengan diikuti oleh burung pemakan bangkai di belakangnya menunggu untuk memangsa bangkai anak tersebut.


(5)

Negara Afrika Selatan dari tahun 1948- 1994 negara tersebut pernah dikuasai oleh ideologi yang disebut apartheid, yang berusaha memisahkan orang kulit hitam dari kulit putih agar orang kulit hitam memberikan keuntungan sosial dan ekonomi. Berbagai undang-undang apartheid diabadikan sebagai cara hidup. Orang kulit hitam punya hak dibeberapa luar daerah yang dikenal sebagai 'tanah air' dan 'kota-kota', yang didirikan bagi mereka untuk tinggal dan bekerja, transportasi, pendidikan, kesehatan dan bahkan pantai yang sangat terpisah. Orang kulit hitam dipindahkan secara paksa ke daerah asal melalui 1960, 70 dan 80-an, dan sebagian besar daerah-daerah menjadi otonom. Tentu saja, dalam bidang-bidang tanah itu selalu miskin, dan ada sedikit atau tidak ada infrastruktur.

Kevin Carter, adalah seorang Jurnalis, awal tahun 1993 berangkat ke Sudan dengan niatan untuk mengambil foto pemberontakan yang terjadi. Namun sesampainya disana, justru korban kelaparan-lah yang menarik minatnya. Dijalan dia mendapati seorang bocah perempuan kelaparan merangkak lemah susah payah menuju pusat pembagian makan, berhenti ditengah jalan dan mengumpulkan tenaga. Ditengah kejadian itu, seekor burung bangkai datang dan menunggu bocah tersebut. Carter-pun mengabadikan kejadian tersebut. Foto ini selalu mengingatkan akan tragedi kemanusiaan di Afrika dan tragedi dalam dunia fotografi itu sendiri, keduanya memang tidak bisa dipisahkan. Seperti yang terlihat dalam gambar berikut :


(6)

Gambar 1

Foto Tragis Anak Kecil Pada Konflik Di sudan Tahun 1993 Karya Kevin Carter yang Mendapatkan Penghargaan Pulithzer Feature

Photography

S

Sumber: http://zhevanya.multiply.com/journal/item/57

Tragisnya, di tengah kejadian itu, datang seekor burung bangkai, seolah-olah memperhatikan dan menunggu bocah tersebut hingga benar-benar jatuh dan mati. Carter-pun mengabadikan kejadian tersebut. Alhasil, fotonya yang menyentuh hati nurani siapapun yang melihatnya itu mendapatkan hadiah Pulitzer pada 23 Mei 1994.

Penghargaan Pulitzher adalah sebuah penghargaan untuk prestasi di Amerika Serikat jurnalisme koran, sastra, dan komposisi musik. Kantor ini didirikan oleh Hungaria dan Amerika. Penerbitnya yaitu Joseph Pulitzerand, dan dikelola oleh Universitas Columbia di Newyork City.


(7)

Gambar 2

Bentuk Penghargaan Pulitzher r

Sumber : http://www.pulitzer.org/

Foto yang dihasilkan Kevin Carter sangat kuat menggambarkan penderitaan yang mengerikan dari mereka yang diakibatkan oleh kemiskinan dan putus asa Bahkan individu-hati yang paling keras mungkin akan terpengaruh oleh foto karya Kevin Carter. Dalam foto tersebut menunjukan seorang anak kecil yang sedang merangkak ke tempat pembagian makanan

Sementara itu, New York Times, mencari foto-foto dari Konflik kelaparan yang terjadi Sudan, dan akhirnya foto karya Kevin Carter

Diberikan untuk :Keunggulan dalam jurnalisme koran, prestasi sastra, dan komposisi musik Disampaikan oleh : Columbia University

Negara : Amerika Serikat Pertama diberikan : 1917

Situs resmi : http://www.pulitzer.org/

Penghargaan Pulitzher


(8)

dibeli dan New York Times pun menerbitkannya pada tanggal 23 Maret. Koran ini dibanjiri surat dan panggilan telepon, banyak bertanya apa yang terjadi pada anak tersebut. Dalam beberapa hari, foto itu adalah ikon global Sindikasi di seluruh dunia, foto itu menjadi terkenal dan membantu untuk meningkatkan kesadaran kemiskinan global itu adalah gambar yang bernilai ribuan telethons.

The New York Times adalah koran harian yang diterbitkan di New York oleh Arthur Ochs Sulzberger Jr. dan didistribusikan secara internasional. Koran ini dimiliki oleh perusahaan The New York Times Company, yang juga menerbitkan 15 koran lainnya, antara lain International Herald Tribune dan Boston Globe. Koran ini dijuluki "Gray Lady" karena gaya dan penampilannya, dan dianggap sebagai koran yang bisa diandalkan sebagai sumber referensi resmi untuk kejadian-kejadian terkini.

Contoh lain foto yang mendapatkan penghargaan pulitzher dari sebuah foto yang menggambarkan pemandangan yang memilukan dan tragis adalah hasil foto seorang fotogarfer Associated Press Eddie Adams dalam foto nya ini terlihat Eksekusi Gerilyawan Vietkong tahuh1968

Saat Jenderal Nguyen Ngoc Loan, kepala kepolisian Vietnam Selatan mulai menarik pelatuk pistol kearah seorang komandan gerilyawan vietkong, fotografer Associated Press Eddie Adams mulai


(9)

menekan tombol shutter kameranya. Eddie Adams memperoleh penghargaan jurnalisme tertinggi, Pulitzer, lewat foto yang diambilnya ini. Namun lebih dari itu, foto ini mengubah opini masyarakat Amerika terhadap Perang Vietnam, memicu gerakan anti perang dan menginspirasi lahirnya generasi bunga di Amerika waktu itu. Bagi sang jenderal, foto ini membuatnya menjadi ikon kekejaman dan ejekan serta penolakan selalu menyertainya kemanapun dia pergi sampai akhir hayatnya.

Dalam Penelitian ini Foto kisah tragis anak kecil dalam konflik di Sudan menurut peneliti merupakan foto jurnalistik. Hal ini ditinjau dari salah satu pengertian bahwa foto jurnalistik adalah foto yang mengandung nilai berita yang sudah dipublikasikan ataupun disiarkan melalui media tertentu kepada seluas-luasnya khalayak baru, dan tentang foto Kevin Carter ini merupakan foto yang telah banyak diketahui publik karena telah dimuat diberbagai media.

”Foto jurnalistik adalah suatu peristiwa nyata yang penting, dan berharga untuk diketahui umum, tersaji dalam bentuk foto, yang kemudian disiarkan atau dipublikasikan dalam media cetak. Pemahaman dalam foto terjadi lewat penglihatan dan dapat menimbulkan respon emosional lebih cepat dari pada tulisan. (Sugiarto, 2006)”.


(10)

Tanda-tanda dalam foto tragis seorang anak kecil korban konflik di Sudan sekitar tahun 1993 menjadi bahan pengamatan yang menarik. Untuk menganalisis sebuah makna yang terkandung dalam sebuah Foto dapat diteliti melalui sebuah studi analisis data kualitatif, berupa Analisis Semiotika. Dalam hal ini peneliti foto tragis seorang anak kecil korban konflik di Sudan sekitar tahun 1993 akan dianalisis dengan menggunakan analisis semiotika C.S.Pierce

Semiotika atau semiologi merupakan terminologi yang merujuk pada ilmu yang sama. Istilah semiologi lebih banyak digunakan di Eropa sedangkan semiotik lazim dipakai oleh ilmuwan Amerika. Istilah yang berasal dari kata Yunani semeion yang berarti „tanda‟ atau „sign’ dalam bahasa Inggris itu adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda seperti: bahasa, kode, sinyal, dan sebagainya. Secara umum, semiotik didefinisikan sebagai berikut.

Semiotics is usually defined as a general philosophical theory dealing with the production of signs and symbols as part of code systems which are used to communicate information. Semiotics includes visual and verbal as well as tactile and olfactory signs (all signs or signals which are accessible to and can be perceived by all our senses) as they form code systems which systematically communicate information or massages in literary every field of human behaviour and enterprise.

(Semiotik biasanya didefinisikan sebagai teori filsafat umum yang berkenaan dengan produksi tanda-tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari sistem kode yang digunakan untuk mengomunikasikan informasi. Semiotik meliputi tanda visual dan verbal tanda-tanda merupakan merupakan perangkat yang kita pakai dalam


(11)

upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama dengan manusia2. [semua tanda atau sinyal yang bisa diakses dan bisa diterima oleh seluruh indera yang kita miliki] ketika tanda-tanda tersebut membentuk sistem kode yang secara sistematis menyampaikan informasi atau pesan secara tertulis di setiap kegiatan dan perilaku manusia).2

Semiotika atau semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana manusia (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampur adukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek-objek-objek itu hendak dikomunikasikan, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Barthes, 1988:197; Kurniawan, 2001:53)

Seperti halnya dalam foto Kevin Carter dalam foto ini banyak mengandung makna, dan isi pesan yang dapat dianalisis dengan menggunakan metode analisis semiotika. Salah satunya menurut pakar semiotika yaitu C.S.Pierce. Meskipun nilai aktualitas foto Kevin Carter sudah tidak lagi mempunyai nilai aktualitas karena diambil pada tahun 1993. Tetapi foto tersbut masih memiliki banyak pesan jika dianalisis dengan analisis semiotika, dengan melihat tanda-tanda yang terdapat dalam foto.

Tanda adalah sesuatu yang dikaitkan pada seseorang untuk sesuatu dalam beberapa hal atau kapasitas. Tanda menunjuk pada seseorang,

2


(12)

yakni menciptakan di benak orang tersebut suatu tanda yang setara, atau barang kali suatu tanda yang lebih berkembang. Tanda yang diciptakannya saya namakan interpretant dari tanda yang pertama. Tanda itu menunjukan sesuatu, yakni objeknya

Bedasarkan latar belakang masalah diatas maka peneliti mengambil rumusan masalah yaitu ; ” Bagaimana Analisis Semiotika Tentang Foto Tragis Anak Kecil Dalam Konflik Di Sudan Tahun 1993?”

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan dari latar belakang diatas peneliti mengambil identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Tanda, dalam foto tragis anak kecil dalam konflik di Sudan tahun 1993?

2. Bagaimana Objek, dalam foto tragis anak kecil dalam konflik di Sudan tahun 1993?

3. Bagaimana Interpretan, dalam foto tragis anak kecil dalam konflik di Sudan tahun 1993?

4. Bagaimana Analisis Semiotika, tentang foto tragis anak kecil dalm konflik si Sudan tahun 1993?


(13)

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1. Maksud penelitian

Maksud dari penelitian ini untuk mengetahui dan menelaah lebih jauh mengenai Bagaimana Tanda, Objek dan Interpretan yang terdapat dalam foto tragis anak kecil dalam konflik di Sudan tahun 1993.

1.3.2. Tujuan Penelitian

Sementara, untuk tujuan dari penelitian ini didasarkan pada rincian identifikasi masalah yang telah dikemukakan, yaitu:

1. Untuk mengetahui Tanda, foto tragis anak kecil dalam konflik di Sudan tahun 1993 .

2. Untuk mengetahui Objek, foto tragis anak kecil dalam konflik di Sudan tahun 1993.

3. Untuk mengetahui Interpretan, foto tragis anak kecil dalam konflik di Sudan tahun 1993.

4. Untuk mengetahui Analisis Semiotika, tentang foto tragis anak kecil dalm konflik si Sudan tahun 1993?

1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih yang dapat dijadikan sebagai praktik bagi perkembangan Ilmu Komunikasi, khususnya kajian Komunikasi dalam bidang Fotografi


(14)

dengan spesifikasi ilmu semiologi atau semiotika sebagai kajian tersendiri dalam bidang Komunikasi.

1.4.2. Kegunaan Praktis a. Bagi Universitas

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan dijadikan literatur dalam mendukung materi-materi perkuliahan bagi Universitas, Program Studi, dan mahasiswa-mahasiswi Ilmu Komunikasi, khususnya bidang fotografi kajian Ilmu Jurnalistik untuk melakukan penelitian selanjutnya.

b. Bagi Peneliti

Dengan dilakukannya penelitian ini dapat memberikan tambahan ilmu serta pengetahuan baik dari segi teoritis ataupun praktisnya bagi peneliti, untuk mengetahui lebih jauh mengenai materi dari penelitian itu sendiri serta hal-hal yang berkaitan dengan kajian ilmu yang sesuai dengan bidang ilmu yang peneliti dapatkan selama perkuliahan. Dengan penelitian ini juga memberikan wawasan kepada peneliti, bahwa dalam kehidupan ini dipenuhi oleh tanda-yang tidak hanya cukup melihat maknanya dari apa yang terlihat, namun perlu diperhatikan pula makna lain yang terkandung dibalik tanda itu.

c. Bagi Masyarakat

Penelitian yang dilakukan ini diharapkan bukan hanya bermanfaat bagi Pihak Universitas dan Peneliti, melainkan agar


(15)

bisa bermanfaat juga bagi masyarakat sebagai suatu pemahaman tentang suatu foto melalui pemahaman makna, isi atau pesan dan nilai-nilai apa saja yang terdapat dalam suatu foto.

1.5. Kerangka Pemikiran 1.5.1. Kerangka Teoritis

Foto jurnalistik merupakan salah satu produk jurnalistik yang dihasilkan oleh wartawan selain tulisan yang berbau berita (straight news/ hard news, berita bertafsir, berita berkedalaman/deep reports) maupun non berita (artikel, feature, tajuk rencana, pojok, karikatur dan surat pembaca). Dan sebagai produk dalam pemberitaan, tentunya foto jurnalistik memiliki peran penting dalam media cetak maupun cyber media (internet). Jadi karya foto jurnalistik sudah mendapat pengakuan sebagai karya jurnalistik dalam bentuk visual untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat.

”Foto sebagai salah satu medium bahasa verbal memiliki pesan yang serupa dengan kata-kata didalam berita. Efektifitas penyampaian pesan dalam suatu foto tersebut sangat tinggi, foto mencetuskan pandangan dunia kedalam benak manusia. Bahkan hasil bidikan foto lebih jauh ampuh dari gambar atau lukisan.(Cahyadi:22:16)”.

Teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori segitiga makna (triangel meaning) Charles Sander Pierce yang terdiri atas sign (tanda), object (objek) dan Interpretant (Interpretan) sebagai acuan.


(16)

”Menurut Pierce salah satu bentuk adalah kata. Sedangkan objek adalah tanda yang ada dalam benak seseorang, maka munculah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. (Sobur, 2002:115)”.

Pierce juga mengatakan bahwa tanda itu sendiri merupakan contoh dari kepertamaan, objeknya adalah kedua, dan penafsiran unsur pengantara adalah contoh dari ketigaan. Ketigaan yang ada dalam konteks pembentukan tanda juga membangkitkan semiotika yang tidak terbatas, selama satu penafsiran (gagasan) yang membaca tanda sebagai tanda bagi lain (yaitu dari suatu makna dan penanda) bisa ditangkap oleh penafsiran lainnya. Penafsiran ini adalah unsur yang harus ada untuk mengaitkan tanda dengan objeknya (induksi, deduksi, penangkap) membentuk tiga jenis penafsiran yang penting. Agar bisa ada sebagai suatu tanda, makna tersebut harus ditafriskan yang dikupas teori segitiga makna adalah persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi. Hubungan segitiga makna Pierce lazimnya ditampilkan seperti gambar berikut :


(17)

Gambar Bab 1.3 Segi tiga Semiotik C.S.Pierce

Sign

Sumber : (Sumbo Tinarbuko, 2008, dalam buku semiotika komunikasi

visual)

Menurut Pierce tanda ialah sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain dalam batas-batas tertentu.tanda akan selalu mengacu kepada suatu yang lain, oleh Pierce disebut objek. Mengacu berarti mewakili atau menggantikan, tanda baru dapat berfungsi bila diinterpretasikan dalam benak penerima tanda melaui interpretant. Jadi interpretant ialah pemahaman makna yang muncul dalam diri penerima tanda, artinya tanda baru dapat berfungsi sebagai tanda bila dapat ditangkap dan pemahaman terjadi berkat ground yaitu pengetahuan tentang system tanda dalam suatu masyarakat. Hubungan ketiga unsur yang dikemukan oleh Pierce terkenal dengan nama segitiga semiotik

Bagi Pierce Tanda merupakan sesuatu yang digunakan agar tanda bisa befungsi, oleh Pierce disebut ground. Konsekuensinya, tanda selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, object,

Object Interpretant


(18)

dan interpretant. Atas dasar hubungan ini, Pierce mengadakan klasifikasi tanda (Pateda, 2001:44), menjadi qualisign, sinsign, dan legisign.

1. Qualisgn adalah kualitas yang ada pada tanda.Kata keras menunjukan suatu tanda. Misalnya, suaranya keras yang menandakan orang itu marah atau ada sesuatu yang diinginkan.

2. Sinsign adalah Tanda yang merupakan tanda atas dasar tampilan dalam kenyataan. Semua pernyataan individual yang tidak dilembagakan dapat merupakan sinsigns. Misal jerit kesakitan, heran atau ketawa riang. Kita dapat mengenal orang dan cara jalan, ketawanya, nada suara yang semuanya itu merupakan sinsigns.

3. Legisign Tanda-tanda yang merupakan tanda atas dasar suatu aturan yang berlaku umum atau konvensi. Tanda-tanda lalu-lintas merupakan legisigns. Hal itu juga dapat dikatakan dari gerakan isyarat tradisional, seperti mengangguk yang berarti ”ya”, mengerutkan alis, cara berjabatan tangan.

4. Berdasarkan Objeknya, Pierce membagi tanda atas icon (ikon), index (indek), dan symbol (simbol).


(19)

1. Ikon, adalah tanda yang dicirikan oleh persamaannya (resembles) dengan objek yang digambarkan. Tanda visual seperti fotografi adalah ikon, karena tanda yang ditampilkan mengacu pada persamaannya dengan objek.

2. Indeks, adalah hubungan langsung antara sebuah tanda dan objek yang kedua-duanya dihubungkan. Indeks, merupakan tanda yang hubungan eksistensialnya langsung dengan objeknya. Runtuhnya rumah-rumah adalah indeks dari gempa. Terendamnya bangunan adalah indeks dari banjir. Sebuah indeks dapat dikenali bukan hanya dengan melihat seperti halnya dalam ikon, tetapi juga perlu dipikirkan hubungan antara dua objek tersebut.

3. Simbol, adalah tanda yang memiliki hubungan dengan

objeknya berdasarkan konvensi, kesepakatan, atau aturan. Makna dari suatu simbol ditentukan oleh suatu persetujuan bersama, atau diterima oleh umum sebagai suatu kebenaran tanda.

Sedangkan Berdasarkan Interpretant Tanda dibagi atas tiga bagian yaitu, rheme, dicent sign atau dicisign dan argument.

1. Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan. Tanda merupakan rheme bila dapat diinterpretasikan sebagai representasi dari


(20)

kemungkinan denotatum. Misal, orang yang matanaya merah dapat saja menandakan bahwa orang itu baru menangis, atau menderita penyakit mata, atau mata dimasuki insekta, atau baru bangun atau ingin tidur.

2. Dicentsign adalah tanda sesuai kenyataan. Tanda

merupakan dicisign bila ia menawarkan kepada interpretan-nya suatu hubungan yang benar. Artiinterpretan-nya, ada kebenaran antara tanda yang ditunjuk dengan kenyataan yang dirujuk oleh tanda itu, terlepas dari cara eksistensinya.

3. Argument adalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu. Bila hubungan interpretatif tanda itu tidak dianggap sebagai bagian dan suatu kelas. Contohnya adalah silogisme tradisional. Silogisme tradisional selalu terdiri dari tiga proposisi yang secara bersama-sama membentuk suatu argumen; setiap rangkaian kalimat dalam kumpulan proposisi ini merupakan argumen dengan tidak melihat panjang pendeknya kalimat-kalimat tersebut (Ratmanto, dalam Mediator: Jurnal komunikasi, Vol. 5 No.1, 2004:33). 1.5.2. Kerangka Konseptual

Dari teori diatas diungkapkan bahwa pengalaman akan membentuk seseorang untuk memberikan persepsi terhadap simbol atau tanda yang


(21)

pernah ia lihat, dengar, atau diperoleh nya dalam hal ini dalam bentuk foto

Gambar Bab 1. 4

Aplikasi Teori Segi tiga Semiotik C.S.Pierce

Sumber : Analisis Peneliti, 2010

Pada penelitian ini Analisis semiotika foto tragis anak kecil dalam konflik di Sudan tahun 1993. Tanda, Objek, dan Interpretan yang terdapat dalam teori segi tiga semiotik C.S.Pierce diaplikasikan pada foto yang akan dianalisi yaitu foto tragis anak kecil dalam konflik di Sudan tahun 1993.

1. Dalam penerapan teori segi tiga semiotik C.S.Pierce diatas menunjukan bahwa burung pemakan bangkai menunjukan suatu tanda yang berhubungan langsung dengan objeknya. 2. Objek dalam teori C.S.Pierce yaitu sosok seorang anak

kecil perempuan yang sedang kelaparan dan merangkak lemah susah payah, yang akhirnya berhenti ditengah jalan dan mengumpulkan tenaga. untuk menuju ke kamp PBB

Burung Pemakan Bangkai

Sosok Anak Kecil Tragis dan Memilukan


(22)

yang jaraknya +/- 1 km dan di belakangnya burung pemakan bangkai sedang menunggu anak tersebut mati 3. Dari Seekor burung pemakan bangkai yang dijadikan

sebagai tanda yang berhubungan langsung dengan objeknya yaitu sosok seorang anak kecil perempuan yang sedang kelaparan dan merangkak lemah. Memunculkan Intepretasi atau Pemahaman makna dari tanda dan objek foto tersebut sebagai suatu pemandangan yang sangat Tragis dan Memilukan, karena dilihat dari fenomena latar atau tempat kejadian yang terdapat dalam foto tersebut menandakan bahwa negara Sudan sedang dilanda kekeringan dan kejadian yang sedang terjadi pada waktu itu adalah peristiwa konflik, terjadi peperangan yang menyebabkan anak-anak menjadi korban kelaparan salah satunya pada karya foto Kevin Carter ini yang menunjukan seorang anak kecil yang sedang kelaparan dan merangkak menuju ke tempat Camp PBB yang dibelakang nya ada seekor burung bangkai yang sedang menunggu kematian anak kecil tersebut.

Dari mulai latar atau tempat, burung pemangkai bangkai, hingga pada sosok anak kecil dalam foto ini sudah dapat menggambarkan kondisi yang terjadi dikonflik Sudan. oleh sebab itu foto ini mendapatkan penghargaan Pulitzher Feature Photography.


(23)

Foto ini yang awalnya dipublish oleh New York Times mengagetkan banyak pihak, mereka menyatakan, mengapa Kevin tidak menolong anak kecil itu dengan mengusir burung itu, namun malah mengabadikan foto tersebut. Tetapi Kevin berdalih dengan mengatakan bahwa ia mengusir burung tersebut setelah mengambil fotonya, meskipun ia tidak memastikan anak tersebut selamat sampai tujuan, Perasaan bersalah Kevin bertambah setelah fotonya memenangkan pulitzer prize, ia menganggap dirinya menang di atas penderitaan orang lain (anak kecil). hal ini menunjukan bahwa suatu tanda dan objek yang terdapat dalam suatu foto dapat menimbulkan interpretant yang sangat kuat juga bagi khalayak yang mempersepsikan nya.

Pada akhirnya, tiga elemen dari teori Segi-tiga Semantik tersebut, tentu saja akan sangat mempengaruhi terhadap persepsi dari makna yang diperlihatkan dalam bentuk foto yang diperlihatkan sebagai pemandangan yang tragis dan memilukan.

Untuk mengetahui makna sebenarnya yang terkandung dalam foto Kevin Carter tersebut, terlebih dahulu dikupas makna terdalam dari foto tersebut melaui tanda yang diperlihatkan

Untuk itu dalam penelitian, diuraikan makna yang terdapat dalam foto Kevin Carter tersebut melaui pembagian suatu tanda yang terdapat dalam foto kedalam tiga bagian berdasarkan Signnya, Objeknya dan Interpretantnya.


(24)

1.6. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana Tanda, tentang foto tragis anak kecil dalam konflik di Sudan tahun 1993?

a. Apa Makna Qualisgn dalam foto tragis anak kecil dalam konflik di Sudan tahun 1993?

b. Apa Makna Sinsign dari foto tragis anak kecil dalam konflik di Sudan tahun 1993?

c. Apa Legisign dari foto tragis anak kecil dalam konflik di Sudan tahun 1993?

2. Bagaimana Objek, tentang foto tragis anak kecil dalam konflik di Sudan tahun 1993 ?

a. Apa Ikon dari foto tragis anak kecil dalam konflik di Sudan tahun 1993 ?

b. Apa Indeks dari foto tragis anak kecil dalam konflik di Sudan tahun 1993?

c. Apa Simbol dari foto tragis anak kecil dalam konflik di Sudan tahun 1993?

3. Bagaimana Interpretan, tentang foto tragis anak kecil dalam konflik di Sudan tahun 1993?

a. Bagaimana Rheme yang terdapat dalam foto tragis anak kecil dalam konflik di Sudan tahun 1993?

b. Bagaimana Dicent Sign yang terdapat dalam foto tragis anak kecil dalam konflik di Sudan tahun 1993?


(25)

c. Bagaimana Argument yang terdapat dalam foto tragis anak kecil dalam konflik di Sudan tahun 1993?

1.7. Subjek Penelitian dan Informan 1.7.1. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah sesuatu, baik orang, benda ataupun lembaga (organisasi), yang sifat-keadaannya akan diteliti. Dengan kata lain subjek penelitian adalah sesuatu yang di dalam dirinya melekat atau terkandung. Dalam penelitian ini yang dijadikan subjek penelitian adalah foto tragis anak kecil dalam konflik di Sudan tahun 1993. dengan penelitian menggunakan analisis semiotika C.S.Pierce yaitu menganalisis tanda yang berhubungan langsung dengan objek foto tersebut untuk bisa memunculkan interpretasi atau pemahaman makna yang muncul dari penerima tanda

1.7.2. Informan

Dalam Penelitian ini peneliti menggunakan informan Untuk lebih memperoleh informasi dan pandangan mengenai permasalahan Analisis Semiotika foto, apa benar dalam sebuah foto yaitu dalam penelitian ini seorang anak kecil dalam konflik Disudan dapat dianalisis melalui tanda yang terdapat dalam Foto tersebut, yang akhirnya dapat memunculkan interpretasi atau pemahaman makna dari sipenerima tanda.


(26)

“Menurut Webster‟s New Collegiate Directionary, seorang Informan adalah seorang pembicara asli yang berbicara dengan mengulang kata-kata, farsa, dan kalimat dalam bahasa atau daleknya sebagai imitasi dan sumber informasi (Spradley, 2006 : 36)”.

“Moleong mengungkapkan bahwa seorang Informan adalah sumber data yang dibutuhkan oleh peneliti dalam sebuah penelitian. Subjek dari penelitian ini adalah informan yang memahami tentang Analisis Semiotika”. Foto, Dipilih guna mendapatkan informasi yang sesuai dengan permasalahan penelitian, dimana terlebih dahulu peneliti menetapkan siapa saja informannya dan kemudian mendelegasikan tugas dibidangnya yang sesuai dengan tema penelitian, berbicara atau membandingkan suatu kejadian yang ditemukan oleh subjek lain (Moleong, 2001; 90)

Informan kunci yang peneliti gunakan dalam penelitian ini terdiri dari ahli fotografi dan ahli semiotika yaitu Bpk. Drs. Odji Kurniadi, M.Si dan Bpk. Ferry Darmawan, S.Sos., M.Ds. Pemilihan informan dilakukan dengan teknik purposive sampling dimana dijadikan informan dengan pertimbangan bahwa merekalah yang paling mengetahui informasi yang akan diteliti.

Selanjutnya, guna mengatasi kemelencengan dalam pengumpulan data maka dilakukan triangulasi informasi baik dari segi sumber data maupun triangulasi data. Data yang dikumpulkan diperiksa kembali bersama-sama dengan informan. Langkah ini memungkinkan dilihat


(27)

kembali akan kebenaran informasi yang dikumpulkan. Selain itu, juga dilakukan cross check data kepada narasumber lain yang dianggap paham terhadap masalah yang diteliti. Sedangkan triangulasi metode dilakukan untuk mencocokkan informasi yang diperoleh dari satu teknik pengumpulan data (wawancara mendalam) dengan teknik yang lainnya (pengamatan partisipatif).

1.8. Metode penelitian

Metode penelitian merupakan prosedur yang dipergunakan dalam upaya mendapatkan data ataupun informasi guna memperoleh jawaban atas pertanyaan penelitian. Penentuan dan teknik yang diggunakan haruslah dapat mencerminkan relevansi dengan fenomena penelitian yang telah diuraikan dalam konteks penelitian

Pendekatan yang dianggap sesuai dengan penelitian ini adalah Pe pendekatan kualitatif dengan menggunakan analisis semiotika (semiotic analysis) Charles Sander Pierce. yang merupakan bagian dari salah satu kelompok metode analisis Foto.

Judistira K.Garna (1999:32)menyebutkan bahwa

”Pendekatan kualitatif dicirikan oleh tujuan peneliti yang berupaya memahami gejala-gejala yang sedemikian ruapa yang tidak memrlukan kuantifikasi, atau karena gejala-gejala tersebut tidak dimungkinkan diukur secara tepat.”


(28)

”Penelitian kualitattif harus fokus pada makna-makna subjektif, definisi, kiasan,simbol dan gambaran dari kasus tertentu, hingga mampu menangkap aspek-aspek sosial.”

Sedangkan Menurut Bodgan dan Taylor (Moleong, 2002:3) menyatakan bahwa

”Pendekatan kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dan orang-orang dan prilaku yang dapat diamati. Pendekatan kualitatif yang dipakai dalam penelitian ini adalah studi kasus. Fokus dari studi kasus adalah pengembangan suatu analisis mendalam dari sebuah kasus atau beberapa kasus. Studi kasus adalah suatu eksplorasi dari sebuah system terbatas atau suatu kasus secara mendetail, pengumpulan data secara mendalam dari informasi-informasi (Creswell, 1998 : 61)”.

Hal seperti ini juga dipertegas oleh Creswell (1998:14) yang mengatakan bahwa:

”Penelitian kualitatif adalah penelitian yang latar tempat dan waktunya alamiah. Paradigma ini juga memungkinkan untuk dilakukan interprestasi secara kualitatif atas data-data penelitian yang telah diperoleh. Disamping itu, jenis penelitian ini memberi peluang yang besar bagi dibuatnya interpretasi-interprestasi altenatif (Littlejohn, 1996:16).

Penelitian kualitatif dalam ilmu komuniasi adalah sebagai perspektif subjektif. Asumsi-asumsi dan pendekatan serta teknik penelitian yang digunakan dalam penelitian ini sangat relevan dengan ciri-ciri dari penelitian yang berperspektif subjektif seperti : (1) sifat realitas yang bersifat ganda, rumit, semu, dinamis (mudah berubah-ubah), dikonstruksikan, dan holistic : pembenaran realitas bersifat relative, (2) actor (subyek) bersifat aktif, kreatif dan memiliki kemauan bebas, dimana prilaku komunikai secara internal ikendalikan oleh individu, (3) sifat hubungan dalam dan mengenai realitas , (4) hubungan peneliti dengan


(29)

subjek penelitian juga bersifat strata, empati, akrab, interraktif, timbal balik, saling mempengaruhi dan berjangka lama, (5) tujuan penelitian terkait dengan hal-hal yeng bersifat khusus, (6) metode penelitian yang deskriptif, (7) analisis bersifat induktif, (8) otentisitas adalah kriteria kualitas penelitian subyektif, dan (9) nilai, etika, dan pilihan moral penelitian melekat dalam proses penelitian. (Mulyana, 2002:147-148)

1.9. Teknik Pengumpulan Data a. Dokumentasi

Metode atau teknik pengumpulan data melalui dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian sosial. Dokumen merupakan catatan yang didalamnya terdapat sebuah peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen tersebut bisa dalam bentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental seseorang. Dokumen yang peneliti kumpulkan untuk melakukan penelitian ini yaitu tentang foto tragis anak kecil pada konflik disudan tahun 1993 b. Wawancara Mendalam (Indepth Interview)

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Maksud dari mengadakan wawancara itu sendiri, seperti yang ditegaskan oleh Lincoln dan Guba (1985), dikutip dalam Moleong yakni, “untuk


(30)

mengkonstruksikan mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain” (Moleong, 2007, p. 186).3

Pada penelitian ini, untuk memperdalam lagi data yang akan diperoleh maka dalam penelitian ini akan menggunakan wawancara mendalam (Indepth interview). Jenis wawancara ini dimaksudkan untuk kepentingan wawancara yang lebih mendalam dengan lebih memfokuskan pada persoalan yang menjadi pokok dari minat penelitian. Pedoman wawancara mengancar- ancarkan peneliti mengenai data mana yang akan lebih dipentingkan. Pedoman wawancara biasanya tidak berisi pertanyaan-pertanyaan yang mendetail, tetapi sekadar garis besar tentang data atau mendetail, tetapi sekadar garis besar tentang data atau informasi apa yang ingin didapatkan dari informan yang nanti akan dikembangkan dengan memperhatikan perkembangan, konteks, dan situasi wawancara (Pawito, 2007, 133). Supaya hasil wawancara yang didapat, terekam dengan baik, peneliti akan melakukan wawancara kepada informan yang telah ditentukan, maka dibutuhkan alat-alat sebagai berikut:

a. Buku catatan, yang berfungsi untuk mencatat semua hasil dari interview dengan informan,

b. Tape recorder, berfungsi untuk merekam semua percakapan atau pembicaraan pada saat interview berlangsung,

3


(31)

c. Hasil wawancara yang berisikan pertanyaan dan jawaban dari informansecara lengkap

Narasumber yang akan diwanwancara untuk memperoleh data adalah ahli fotografi dan ahli semiotika yaitu Bpk. Drs. Odji Kurniadi, M.Si dan Bpk. Ferry Darmawan, S.Sos., M.Ds.

c. Studi Kepustakaan

Dalam suatu penelitian tidak terlepas dari perolehan data melalui referensi buku-buku atau literatur. Studi kepustakaan ini dilakukan untuk memenuhi atau mempelajari serta mengutip pendapat-pendapat para ahli yang ada hubungannya dengan permasalahan yang diteliti.

d. Internet Searching atau Penelusuran Data Online

Untuk menghasilkan data yang lebih maskimal, peneliti juga memanfatkan dunia maya (internet) dalam mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk penelitian ini.

Metode penelusuran data online adalah tata cara melakukan penelusuran data melalui media online seperti internet atau media jaringan lainnya yang menyediakan fasilitas online, sehingga memungkinkan peneliti dapat memanfaatkan data-informasi online yang berupa data maupun informasi teori, secepat atau semudah mungkin, dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. (Bungin, 2007:125)


(32)

Untuk memperoleh data secara online ini dilakukan dengan cara browsing atau megunduh data yang diperlukan dari internet melalui web site tertentu.

1.10. Teknik Analisis Data

Menurut Bogdan, analisis data adalah, “Proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain” (Sugiyono, 2008:244)”.

Terdapat beberapa tahap dalam analisa data yang umum dilakukan dalam penelitian kualitatif, yaitu (Huberman dan Miles dalam Bungin, 2003:69)

1. Kategorisasi dan reduksi data, peneliti mengumpulkan informasi-informasi yang penting yang terkait dengan masalah penelitian, dan selanjutnya mengelompokan data tersebut sesuai dengan topik masalahnya.

2. Sajian data. Data yang telah terkumpul dan dikelompokan itu kemudian disusun sistematis sehingga peneliti dapat melihat dan menelaah komponen-komponen penting dari sajian data. 3. Penarikan kesimpulan. Pada tahap ini, peneliti melakukan

interpretasi data sesuai dengan konteks permasalahan dan tujuan penelitian. Dari interpretasi yang dilakukan akan diperoleh kesimpulan dalam menjawab masalah penelitian.


(33)

Dalam penelitian ini, analisis data yang digunakan yaitu jenis analisis data deskriptif-kualitatif. Menurut Burhan Bungin dalam bukunya “Penelitian Kualitatif”:

“Strategi analisis data deskriptif-kualitatif pada dasarnya memiliki kesamaan dengan desain deskriptif-kuantitatif. Desain deskriptif-kualitatif biasa disebut pula dengan kuasi kualitatif atau kualitatif semu. Karena itu, desain strategi ini belum benar-benar kualitatif karena konstruksinya masih dipengaruhi oleh tradisi kuantitatif, terutama dalam menempatkan teori pada data yang diperolehnya” (Bungin, 2007:146)”.

1.11.Lokasi dan Waktu Peneliian 1.11.1. Lokasi penelitian

Dalam penelitian kali ini peneliti melakukan penelitian yang bertempat di Kota Bandung.

1.11.2. Waktu Penelitian

Penelitian dengan analisis semiotika ini dilakukan selama 6 bulan, terhitung mulai dari bulan Februari 2010 hingga Juli 2010 Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 1. Jadwal Penelitian berikut :


(34)

Tabel 1 Jadwal Penelitian

No Uraian

Febuari 2010 Maret 2010 April 2010 Mei 2010 Juni 2010 Juli 2010

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Persiapan

- Pengajuan judul

- ACC Judul

- Bertemu

pembimbing

- Penulisan BAB I -Bimbingan

- Seminar UP - Penulisan BAB II

- Bimbingan

- Penulisan BAB III

- Bimbingan

2 Pengumpulan data

- Instansi

- Wawancara

- Bimbingan

3 Pengolahan data - Penulisan BAB IV

- Bimbingan

4 Penulisan BAB V

Bimbingan

5 Penyusunan skripsi

Bimbingan


(35)

1.12 Sitematika Penulisan

Hasil dari penelitian ini, dituangkan dalam skripsi yang disusun berdasarkan sistematika penulisan berikut ini:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, maksud dan tujuan penelitian, kegunaan penelitian secara teoritis dan praktis, kerangka pemikiran secara teoritis dan konseptual, teknik pengumpulan dan analisis data, populasi dan sampel, lokasi dan waktu penelitian, serta sistematika penulisannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini diuraikan dan dijelaskan mengenai teori-teori berdasarkan studi kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan atau kasus yang diteliti dalam penelitian ini. BAB III OBJEK PENELITIAN

Sementara pada bab ini berisikan uraian mengenai objek atau tempat peneliti melakukan penelitian, yaitu Foto Kavin Carter Dalam Bab ini akan dibahas dan dijelaskan tentang gambaran umum Foto tragis anak kecil dalam konflik di Sudan tahun 1993 karya Kavin Carter meliputi: Bografi Kehidupan kavin carter, Foto Kavin Carter, dan Konflik Di Sudan


(36)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini berisikan tentang uraian dari hasil penelitian berdasarkan analisis data yang dilakukan oleh peneliti. Uraian dari hasil penelitian berdasarkan data yang terkumpul dari lapangan, mencakup tentang Analisis Semiotika foto tragis anak kecil dalam konlik di Sudan tahun 1993. Yang peneliti peroleh melalui metode wawancara, dokumentasi, studi kepustakaan, dan internet searching atau penelusuran data online. Kemudian dalam Bab ini akan dilakukan pula penganalisisan terhadap data-data tersebut. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini berisikan kesimpulan dari hasil pembahasan guna menjawab identifikasi masalah yang menjadi acuan dalam penelitian ini serta di cantumkan pula saran-saran untuk kampus Universitas Komputer Indonesia (Unikom) Bandung, serta para peneliti selanjutnya.


(37)

35 2.1. Tinjauan Tentang Ilmu Komunikasi

2.1.1. Perkembangan dan Definisi Ilmu Komunikasi

Ilmu Komunikasi merupakan ilmu yang mempunyai kontinuitas tinggi, tidak bersifat absolut atau berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman, hal tersebut dikarenakan objek materi dari Ilmu Komunikasi adalah perbuatan, perilaku atau tingkah laku manusia yang selalu dipengaruhi oleh lingkungan.

Menurut para ahli, Imu Komunikasi dianggap bagian dari ilmu sosial dan merupakan ilmu terapan (applied science), dan karena termasuk ke dalam ilmu sosial dan ilmu terapan, maka Ilmu Komunikasi sifatnya interdisipliner atau multidisipliner. Hal itu disebabkan oleh objek materialnya sama dengan ilmu-ilmu lainnya, terutama yang termasuk ke dalam ilmu sosial/ilmu kemasyarakatan.

Bierstedt, dalam menyusun urutan ilmu, menganggap jurnalistik (istilah lain komunikasi) sebagai bagian dari ilmu, dalam hal ini ilmu terapan. Hal ini wajar karena pada tahun 1457, ketika ia menulis bukunya, journalism di Amerika Serikat sudah berkembang menjadi ilmu (science), bukan sekedar pengetahuan (knowledge).

Joseph Pulitzer, seorang tokoh pers kenamaan Amerika Serikat yang pada tahun 1903 mendambakan didirikannya “School of Journalism” sebagai lembaga pendidikan untuk meningkatkan penegtahuan para wartawan. Gagasan


(38)

itu mendapat tanggapan positif dari Charles Eliot (Rektor Universitas Harvard) dan Nicolas Murray Butler (Rektor Universitas Columbia), karena ternyata journalism tidak hanya mempelajari dan meneliti hal-hal yang bersangkutan dengan persuratkabaran semata, tapi juga media masssa lainnya, antara lain radio dan televisi. Selain itu, radio dan televisi juga menyiarkan produk-produk siaran lainnya, Maka journalism berkembang menjadi masss communication. (Effendy, 2005 : 3-4)

Effendy menjelaskan lebih jauh, bahwa dalam perkembangan selanjutnya, mass communication dianggap tidak tepat lagi karena tidak merupakan proses komunikasi yang menyeluruh. Penelitian yang dilakukan oleh Paul Lazarsfeld, Bernald Berelson, Hazel Gaudet, Elihu Katz, Robert Merton, Frank Stanton, Wilbur Schramm, Everett M. Rogers, dan para cendekiawan lainnya menunjukkan bahwa:

”Gejala sosial yang diakibatkan oleh media massa tidak hanya berlangsung satu tahap, tetapi banyak tahap. Ini dikenal dengan two-step flow communication dan multistep flow communication. Pengambilan keputusan banyak dilakukan atas dasar hasil komunikasi antarpersona (interpersonal communication) dan komunikasi kelompok (group communication) sebagai kelanjutan dari komunikasi massa (mass communication)” (Effendy, 2005 : 4).

Karena itu, di Amerika serikat muncul communication science atau kadang juga dinamakan communicology, yaitu ilmu yang mempelajari gejala-gejala sosial sebagai akibat dari proses komunikasi massa, komunikasi kelompok, dan komunikasi antarpersona.


(39)

Kebutuhan orang-orang Amerika akan science of communication, sudah tampak sejak 1940-an, ketika seorang sarjana bernama Carl I. Hovland menampilkan definisi mengenai ilmu komunikasi.

Hovland mendefinisikan science of communication sebagai: A systemic attempt to formulate in rigorous fashion the principles by which information is transmitted and opinions and attitude are formed” (Effendy, 2005:4).

(Upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap) (Effendy, 2005:10).

Sedangkan prosesnya sendiri dari komunikasi itu oleh Hovland didefinisikan sebagai:“The process by which an individual (the communicator) transmits stimuli (usually verbal symbols) to modify the behaviour and attitude are forme.” (Effendy, 2005 : 4).

(Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikate))” (Mulyana, 2003:62).

Selain itu, Joseph A Devito menegaskan bahwa komunikologi adalah ilmu komunikasi, terutama komunikasi oleh dan di antara manusia. Seorang komunikologi adalah ahli ilmu komunikasi. Istilah komunikasi dipergunakan untuk menunjukkan tiga bidang studi yang berbeda: proses komunikasi, pesan yang dikomunikasikan, dan studi mengenai proses komunikasi.

Luasnya komunikasi ini didefinisikan oleh Devito sebagai: “Kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih, yakni kegiatan menyampaikan dan menerima pesan, yang mendapat distorsi dari ganggua-ngangguan, dalam suatu konteks, yang menimbulkan efek dan kesempatan arus balik. Oleh karena itu, kegiatan komunikasi meliputi komponen-komponen sebagai berikut: konteks, sumber, penerima, pesan, saluran, gangguan, proses penyampaian atau proses encoding, penerimaan atau proses decoding, arus balik dan efek. Unsur-unsur tersebut agaknya paling esensial dalam setiap pertimbangan mengenai kegiatan komunikasi. Ini dapat kita namakan kesemestaan komunikasi; Unsur-unsur yang terdapat pada setiap kegiatan


(40)

komunikasi, apakah itu intra-persona, antarpersona, kelompok kecil, pidato, komunikasi massa atau komunikasi antarbudaya.” (Effendy, 2005 : 5)

Itulah perkembangan singkat mengenai Ilmu Komunikasi yang mulainya di Amerika Serikat pada awal tahun 1900-an. Apabila kita ingin melihat lebih luas lagi mengenai komunikasi, kita dapat merujuk pada asal kata dari istilah komunikasi atau dalam bahasa Ingris communication, yang berasal dari kata Latin communication, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini maksudnya adalah sama makna.

Dari asal kata komunikasi diatas jelas, bahwa komunikasi merupakan suatu proses yang mempunyai tujuan yaitu tercapainya suatu kesamaan makna atau arti, diantara individu yang terlibat dalam interaksi dalam suatu komunikasi. Untuk lebih jelas lagi mengenai pengertian komunikasi, dapat dilihat beberapa definisi komunikasi menurut para ahli.

Menurut Roger dan D Lawrence (1981), mengatakan bahwa komunikasi adalah:

“Suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam” (Cangara, 2004 :19)

Sementara Raymond S Ross, melihat komunikasi yang berawal dari proses penyampaian suatu lambang:

A transactional process involving cognitive sorting, selecting, and sharing of symbol in such a way as to help another elicit from his own experiences a meaning or responses similar to that intended by the source.”

(Proses transaksional yang meliputi pemisahan, dan pemilihan bersama lambang secara kognitif, begitu rupa sehingga membantu orang lain untuk mengeluarkan dari pengalamannya


(41)

sendiri arti atau respon yang sama dengan yang dimaksud oleh sumber.) (Rakhmat, 2007:3).

Lain halnya dengan definisi komunikasi yang diberikan oleh Onong Uchjana Effendy. Menurutnya komunikasi yaitu: “Proses pernyataan antara manusia yang dinyatakan adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya.” (Effendy, 1993 :28)

Dari beberapa pengertian mengenai komunikasi di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan suatu proses pertukaran pesan atau informasi antara dua orang atau lebih, untuk memperoleh kesamaan arti atau makna diantara mereka.

2.1.2. Komponen-komponen Komunikasi

Berdasarkan beberapa pengertian komunikasi diatas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi terdiri dari proses yang di dalamnya terdapat unsur atau komponen. Menurut Effendy (2005:6), Ruang Lingkup Ilmu Komunikasi berdasarkan komponennya terdiri dari : 1. Komunikator (communicator)

2. Pesan (message) 3. Media (media)

4. Komunikan (communicant) 5. Efek (effect)

Untuk itu, Lasswell memberikan paradigma bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.


(42)

2.1.2.1. Komunikator dan Komunikan

Komunikator dan komunikan merupakan salah satu unsur terpenting dalam proses komunikasi. Komunikator sering juga disebut sebagai sumber atau dalam bahasa Inggrisnya disebut source, sender, atau encoder.

Hafied Cangara dalam bukunya ”Pengantar Ilmu Komunikasi” mengatakan bahwa:

”Semua peristiwa komunikasi akan melibatkan sumber sebagai pembuat atau pengirim informasi. Dalam komunikasi antar manusia, sumber bisa terdiri dari satu orang, tetapi bisa juga dalam bentuk kelompok misalnya partai, organisasi atau lembaga” (Cangara, 2004:23).

Begitu pula dengan komunikator atau penerima, atau dalam bahasa Inggris disebut audience atau receiver.

Cangara menjelaskan, ”Penerima bisa terdiri dari satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai, atau negara”. Selain itu, ”dalam proses komunikasi telah dipahami bahwa keberadaan penerima adalah akibat karena adanya sumber. Tidak ada penerima jika tidak ada sumber”. Cangara pun menekankan:

”Kenallah khalayakmu adalah prinsip dasar dalam berkomunikasi. Karena mengetahui dan memahami karakteristik penerima (khalayak), berarti suatu peluang untuk mencapai keberhasilan komunikasi” (Cangara, 2004:25).


(43)

2.1.2.2. Pesan

Pesan yang dalam bahasa Inggris disebut message, content, atau information, salah unsur dalam komunikasi yang teramat penting, karena salah satu tujuan dari komunikasi yaitu menyampaikan atau mengkomunikasikan pesan itu sendiri. Cangara menjelaskan bahwa:

”Pesan yang dimaksud dalam proses komunikasi adalah sesuatu yang disampaikan pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan cara tatap muka atau melalui media komunikasi. Isinya bisa berupa ilmu pengetahuan, hiburan, informasi, nasihat, atau propaganda” (Cangara, 2004:23).

2.1.2.3. Media

Media dalam proses komunikasi yaitu, ”Alat yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima” (Cangara, 2004:23).

Media yang digunakan dalam proses komunikasi bermacam-macam, tergantung dari konteks komunikasi yang berlaku dalam proses komunikasi tersebut. Komunikasi antarpribadi misalnya, dalam hal ini media yang digunakan yaitu pancaindera.

Selain itu, ”Ada juga saluran komunikasi seperti telepon, surat, telegram yang digolongkan sebagai media komunikasi antarpribadi” (Cangara, 2004:24).

Lebih jelas lagi Cangara menjelaskan, dalam konteks komunikasi massa media, yaitu:

”Alat yang dapat menghubungkan antara sumber dan penerima yang sifatnya terbuka, di mana setiap orang dapat melihat, membaca, dan mendengarnya. Media dalam komunikasi massa dapat dibedakan atas dua macam, yakni media cetak dan media elektronik. Media cetak seperti halnya surata kabar, majalah, buku, leaflet, brosur, stiker, buletin, hand out, poster, spanduk, dan sebagainya. Sedangkan media


(44)

elektronik antara lain: radio, film, televisi, video recording, komputer, electronic board, audio casette, dan semacamnya” (Cangara, 2004:24). 2.1.2.4. Efek

Efek atau dapat disebut pengaruh, juga merupakan bagian dari proses komunikasi. Namun, efek ini dapat dikatakan sebagai akibat dari proses komunikasi yang telah dilakukan. Seperti yang dijelaskan Cangara, masih dalam bukunya ”Pengantar Ilmu Komunikasi”, pengaruh atau efek adalah:

”Perbedaaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini bisa terjadi pada pengetahuan, sikap, dan tingkah laku seseorang” (De Fleur, 1982, dalam Cangara, 2004:25).

Oleh sebab itu, Cangara mengatakan, ”Pengaruh bisa juga diartikan perubahan atau penguatan keyakinan pada pengetahuan, sikap, dan tindakan seseorang sebagai akibat penerimaan pesan” (Cangara, 2004:25).

2.2.Tinjauan Tentang Komunikasi Massa 2.2.1.Definisi Komunikasi Massa

Para ahli komunikasi berpendapat bahwa yang dimaksud dengan komunikasi massa adalah kegiatan komunikasi yang mengharuskan unsur-unsur yang terlibat didalamnya saling mendukung dan bekerja sama, untuk terlaksananya kegiatan komunikasi massa ataupun komunikasi melalui media massa, jelasnya merupakan singkatan dari komunikasi media massa. Kemudian para ahli komunikasi membatasi pengertian media massa pada


(45)

komunikasi dengan menggunakan media massa, seperti surat kabar, majalah, radio, televisi, atau film.

Bagaimana peliknya komunikasi massa, seperti yang dikatakan oleh Onong Uchjana Effendy dalam bukunya Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, yaitu:

“Yang dimaksud dengan komunikasi massa adalah komunikasi dengan menggunakan media massa, yang meliputi surat kabar, yang mempunyai sirkulasi yang luas, radio dan televisi yang siarannya ditujukan kepada umum dan film-film yang dipetunjukan di gedung-gedung bioskop” (Effendy, 1990:11).

Sedangkan menurut Oemi Abdurrahman, Massa Commnunication (komunikasi massa) adalah komunikasi yang menggunakan media massa, yaitu pers radio dan televisi dengan nama “Message” dapat diterima oleh komunikannya yang anonim dari heterogen secara “Timely” (tepat), masal dan simultaneously (bersamaan). (Abdurrahman, 1989:75). Sementara itu Astrid S. Susanto mengemukakan pendapatnya dengan orang banyak yang heterogen dengan latar belakang sosial pendidikan dan ekonomi” (Susanto, 1982:79).

Begitu banyaknya definisi tentang komunikasi massa, akan tetapi sebetulnya tujuan komunikasi massa adalah sama, yaitu menyampaikan pesan melalui media yang mampu menjangkau khlayak yang banyak. Seperti yang disimpulkan oleh Meletzke (1983), yang dikutip Jalludin Rakhmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi:

1. Komunikasi kita artikan setiap bentuk komunikasi massa yang menyampaikan pernyataan secara terbuka melalui media penyebaran teknis secara tidak langsung dan satu arah pada publik yang tersebar.


(46)

2. Komunikasi massa dibedakan dengan komunikasi lainnya dengan suatu kenyataan bahwa komunikasi massa dialamatkan kepada sejumlah populasi dari berbagai kelompok dan bukan hanya satu atau beberapa individu atau sebagai khusus populasi. Komunikasi massa juga mempunyai anggapan tersirat akan adanya alat-alat khusus untuk menyampaikan komunikasi agar komunikasi dapat sampai pada saat yang sama. Semua orang mewakili berbagai masyarakat.

3. Bentuk komunikasi massa dapat dibedakan dari corak-corak yang lama karena memiliki karakteristik utama, sebagai berikut: diarahkan kepada khalayak yang relatif besar heterogen anonim, pesan disampaikan secara terbuka seringkali dapat mencapai banyak khalayak, secara serentak, bersifat sekilas, komunikator cenderung berada atau bergerak dalam organisasi yang kompleks yang melibatkan biaya yang besar (Rakhmat,1983:212-213).

Komunikasi massa terbatas pada proses penyebaran pesan melalui media massa yakni surat kabar, radio, televisi, film, majalah, dan buku, tidak mencakup proses komunikasi tatap muka (face to face communication) yang juga tidak kurang pentingnya, terutama dalam kehidupan organisasi.

2.2.2.Ciri-ciri Komunikasi Massa

Seperti dikatakan oleh Severin dan Tankard, Jr, komunikasi massa adalah keterampilan, seni, dan ilmu, dikaitkan dengan pendapat Devito bahwa komunikasi massa ditujukan kepada massa melalui media massa jika


(47)

dibandingkan dengan jenis-jenis komunikasi lainnya, maka komunikasi massa memiliki ciri-ciri khusus antara lain :

1. Komunikasi massa berlangsung satu arah yaitu berbeda dengan komunikasi antar persona yang berlangsung dua arah, komunikasi massa berlangsung satu arah. Berarti bahwa tidak terdapat arus balik dari komunikan kepada komunikator.

2. Komunikator pada komunikasi massa melembaga, artinya media massa sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga, yakni suatu institusi atau organisasi. Oleh karena itu, komunikatornya melembaga atau dalam bahasa asing disebut Institusionalized Communicator atau Organized communicator.

3. Pesan pada komunikasi massa bersifat umum (public) karena ditujukan pada perseorangan atau pada sekelompok orang tertentu. Media komunikasi massa menimbulkan keserempakan artinya media massa memiliki kemampuannya untuk menimbulkan keserempakan pada pihak khalayak dalam menerima pesan-pesan yang disebarkan.

4. Komunikan komunikasi massa bersifat heterogen artinya bahwa komunikan atau khalayak merupakan kumpulan anggota masyarakat yang terlibat dalam proses komunikasi massa sebagai sasaran yang dituju komunikator bersifat heterogen. Dalam keberadaan secara terpencar-pencar, dimana satu sama lainnya tidak saling mengenal dan tidak memiliki kontak pribadi, masing-masing berbeda dalam segala hal, jenis kelamin, usia, agama, ideologi, pekerjaan, pendidikan,


(48)

pengalaman, kebudayaan, pandangan hidup, keinginan, cita-cita, dan sebagainya.

2.2.3.Fungsi Komunikasi Massa

Harold D. Lasswell, pakar komunikasi terkenal, juga telah menampilkan pendapatnya mengenai fungsi komunikasi itu. Dikatakan bahwa proses komunikasi di masyarakat menunjukan tiga fungsi:

1. Pengamatan terhadap lingkungan, penyingkapan ancaman dan kesempatan yang mempengaruhi nilai masyarakat dan bagian-bagian unsur didalamnya.

2. Korelasi unsur-unsur masyarakat ketika menanggapi lingkungan. 3. Penyebaran warisan sosial. Disini berperan para pendidik, baik dalam

kehidupan rumah tangganya maupun di sekolah, yang mewariskan kehidupan sosial pada keturunan berikutnya (Effendy, 1984 : 27). Sedangkan fungsi komunikasi massa menurut Sean McBride dan kawan-kawan dalam buku Aneka Suara, Satu Dunia (Many Voices one World) adalah sebagai berikut :

1. Informasi merupakan suatu proses pengumpulan, penyampaian, pemrosesan, penyebaran berita, data, gambar, fakta, dan pesan, opini dan komentar yang dibutuhkan agar orang dapat mengerti dan bereaksi secara jelas terhadap kondisi internasional, lingkungan, dan orang lain, agar dapat mengambil keputusan yang tepat.

2. Sosialisasi (pemasyarakatan) merupakan penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang memungkinkan orang bersikap dan bertindak


(49)

sebagai anggota masyarakat yang efektif, yang menyebabkan ia sadar akan fungsi sosialnya sehingga ia dapat aktif didalam masyarakat. 3. Motivasi merupakan penjelasan setiap tujuan masyarakat jangka

pendek maupun jangka panjang, mendorong orang menentukan pilihannya dan keinginannya, mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan bersama yang akan dikejar.

4. Perdebatan dan diskusi yaitu menyediakan dan saling menukar fakta yang diperlukan untuk memungkinkan persetujuan atau menyelesaikan perbedaan pendapat mengenai masalah publik, meyediakan bukti-bukti yang relevan yang diperlukan untuk kepentingan umum dan agar masyarakat lebih melibatkan diri dalam masalah yang menyangkut kegiatan bersama di tingkat internasional, nasional, dan lokal.

5. Pendidikan merupakan pengalihan ilmu pengetahuan sehingga mendorong perkembangan intelektual, pembentukan watak, dan pendidikan keterampilan, serta kemahiran yang diperlukan pada semua bidang kehidupan.

6. Memajukan kebudayaan yaitu penyebarluasan hasil kebudayaan dan seni dengan maksud melestarikan warisan masa lalu, perkembangan kebudayaan dengan memperluas horizon seseorang, membangunkan imajinasi dan mendorong kreativitas serta kebutuhan estetiknya.

7. Hiburan merupakan penyebarluasan sinyal, simbol, suara, dan citra dari drama, tari, kesenian, kesusastraan, musik, komedi, olah raga,


(50)

permainan, dan sebaigainya untuk rekreasi dan kesenangan kelompok dan individu.

8. Intergrasi merupakan penyedia bagi bangsa, kelompok, dan individu, kesempatan memperoleh berbagai pesan yang diperlukan mereka agar mereka dapat saling kenal, mengerti, dan menghargai kondisi, pandangan, dan keinginan orang lain.

2.2.4 Karakteristik Komunikasi Massa

Karakteristik komunikasi massa meliputi lima hal berikut di bawah ini: 1. Komunikasi massa bersifat umum

Pesan komunikasi yang disampaikan melalui media massa adalah terbuka untuk semua orang. Meskipun pesan komunikasi masa bersifat umum dan terbuka, sama sekali terbuka juga jarang diperoleh, disebabkan faktor yang bersifat paksaan yang timbul karena struktur social

2. Komunikan bersifat heterogen

Massa dalam komunikasi massa terjadi dari orang yang heterogen yang meliputi penduduk yang bertenpat tinggal dalam kondisi yang sangat berbeda, dengan kebudayaan yang beragam, berasal dari berbagai lapisan masyarakat.

Komunikan dalam komunikasi massa adalah orang yang disatukan oleh suatu minat yang sama yang mempunyai bentuk tingkah laku yang sama dan terbuka bagi pengaktifan tujuan yang sama; meskipun demikian orang-orang yang tersnagkut tadi tidak saling mengenal,


(51)

berinteraksi secara terbatas, dan tidak terorganisasi. Komposisi komunikan tersebut tergeser-geser terus-menerus, serta tidak mempunyai kepemimpinan atau perasaan identitas.

3. Media Massa menimbulkan keserempakan

Yang dimaksudkan dengan keserempakan alah keserempakan dengan sejumlah besar penduduk dalam jarak yang jauh dari komunikator, dan penduduk tersebut satu sama lainnya berada dalam keadaan terpisah. Keserempakan juga adalah penting untuk keseragaman dalam seleksi dan interpretasi pesan. Tanpa komunikasi massa hanya pesan-pesan yang sangat sederhana saja yang disiarkan tanpa perubahan dari orang yang satu ke orang yang lain.

4. Hubungan komunikator – komunikan bersifat non-pribadi.

Dalam komunikasi massa, hubungan antara komunukator dan komunikan bersifat non-pribadi, karena komunikan yang anonim dicapai oleh orang-orang yang dikenal hanya dalam peranannya yang bersifat umum sebagai komunikator.

5. Berlangsung satu arah (one way communication)

Yaitu komunikator kepada komunikan. Tanggapan atau reaksi muncul belakangan (Romly, 2002:4).


(52)

2.3.Tinjauan Tentang Jurnalistik 2.3.1.Definisi Jurnalistik

Menurut Asep Syamsul M Romli melalui bukunya ”Jurnalistik Terapan, Pedoman Kewartawanan dan Penulisan”, pengertian jurnalistik dapat dilihat dari tiga sudut pandang, yaitu pengertian jurnalistik secara harfiyah, konseptual, dan praktis.

Secara harfiyah, jurnalistik (journalsitic) yaitu:

”Kewartawanan atau hal-ihwal pemberitaan. Kata dasarnya ‟jurnal‟ (journal), artinya laporan atau catatan, atau ‟jour‟ dalam bahasa Prancis yang berarti ‟hari‟ (day) atau ‟catatan harian‟ (diary). Dalam bahasa Belanda, journalistiek artinya penyiaran catatan harian” (Romli, 2005:1).

Sementara secara konseptual, jurnalistik dapat dipahami dari tiga sudut pandang, yaitu:

1. Sebagai proses, jurnalistik adalah ”aktivitas” mencari, mengolah, menulis, dan menyebarluaskan informasi kepada publik melaui media massa. Aktivitas ini dilakukan oleh wartawan (jurnalis).

2. Sebagai teknik, jurnalistik adalah ”keahlian” (expertise) atau ”keterampilan” (skill) menulis karya jurnalistik (berita, artikel, feature) termasuk keahlian dalam pengumpulan bahan penulisan seperti peliputan peristiwa (reportase) dan wawancara.

3. Sebagai ilmu, jurnalistik adalah ”bidang kajian” mengenai pembuatan dan menyebarluaskan informasi (peristiwa, opini, pemikiran, dan ide) melalui media massa. Jurnalistik termasuk ilmu terapan (applied science) yang dinamis dan terus berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi


(53)

informasi dan komunikasi dan dinamika masyarakat sendiri (Romli, 2005:2).

2.3.2.Komponen Jurnalistik

Namun, secara praktis, jurnalistik adalah proses pembuatan informasi atau berita (news processing) dan penyebarluasannya melalui media massa. Dari pengertian kedua ini, kita dapat melihat adanya empat komponen dalam dunia jurnalistik:

1. Informasi

2. Penyusunan Informasi 3. Penyebarluasan Informasi 4. Media massa (Romli, 2005:3)

2.4.Tinjauan Tentang Foto

2.4.1.Tinjauan Tentang Fotografi dan Foto Jurnalistik

”Fotografi menurut Amir Hamzah Sulaeman mengatakan bahwa fotografi berasal dari kata foto dan grafi yang masing-masing kata tersebut mempunyai arti sebagai berikut: foto artinya cahaya dan grafi artinya menulis jadi arti fotografi secara keseluruhan adalah menulis dengan bantuan cahaya, atau lebih dikenal dengan menggambar dengan bantuan cahaya atau merekam gambar melalui media kamera dengan bantuan cahaya (1981;94)”.

Fotografi juga merupakan gambar, fotopun merupakan alat visual efektif yang dapat menvisualkan sesuatu lebih kongkrit dan akurat, dapat mengatasi ruang dan waktu. Sesuatu yang terjadi di tempat lain dapat dilihat oleh orang jauh melalui foto setelah kejadian itu berlalu.


(54)

Pada dasarnya tujuan dan hakekat fotografi adalah komunikasi. Komunikasi yang dimaksud adalah komunikasi antara fotografer dengan penikmatnya, yaitu fotografer sebagai pengatar atau perekam peristiwa untuk disajikan kehadapan khalayak ramai melalui media foto.

Fotografi kewartawanan mempunyai daya jangkau yang sangat luas. Dia menyusupi seluruh fase intelektual hidup kita, membawa pengaruh besar atas pemikiran dan pembentukan pendapat publik. Kerja seorang wartawan foto adalah titipan mata dari masyarakat di mana foto yang tersaji adalah benar-benar bersifat jujur dan adil. Fotografi kewartawanan atau jurnalis adalah profesi pekerjaan untuk memperoleh bahan gambar bagi pemakaian editorial dalam surat kabar, majalah serta penerbitan lain. Sedangkan pekerjaannya sendiri memperoleh gambar-gambar yang akan melukiskan berita, memperkuat berita yang ditulis oleh reporter dan menyajikan berita secara visual.

Photo-Journalism menurut Norman, dipahami sebagai mencakup kombinasi gambar-gambar(ilustrasi) dan cerita (story). (1981; 183) fotografi pers merupakan pekerjaan memperoleh bahan gambar-gambar bagi pemakai editorial dalam surat kabar, majalah dan penerbitan lainnya, sudah ada pada pers Indonesia. Pekerjaan press fotographer adalah memperoleh gambar-gambar yang akan melukiskan berita, memperkuat cerita yang ditulis oleh reporter dan menyajikan berita secara visual.


(55)

Sesuai dengan sasaran yang esensial dari pekerjaan jurnalistik atau kewartawanan, yaitu membantu khalayak ramai mengembangkan sikap untuk menghargai apa yang dianggap baik, di samping merangsang kemauan untuk merubah apa yang dianggap kurang baik. Salah satu ciri yang dimiliki para juru foto koran adalah secepatnya disampaikan kehadapan sidang pembaca. Secepatnya berarti sesuai dengan sajian kehangatan peristiwa itu sendiri, sehingga betapa baiknya sebuah photo belumlah punya arti sebagai berita jika hanya disimpan dalam laci atau album.

Fotojurnalisik adalah suatu media sajian informasi berupa bukti visual (gambar) atas berbagai peristiwa yang disampaikan kepada masyarakat seluas-luasnya dengan tempo dan waktu yang cepat.

Foto jurnalistik secara umum memiliki ciri-ciri sebagai berikut; Memiliki nilai berita atau menjadi berita itu sendiri --berita yang mandiri; menjadi pelengkap (ilustrasi) suatu berita/artikel; Dimuat dalam suatu media, media cetak atau online.

Foto jurnalistik juga merupakan media penyampai. Untuk jenis fotojurnalistik biasanya alat penyampai melalui media massa, surat kabar (koran), majalah, tabloid dsb. Dan dalam perkembangan, kini foto-foto peristiwa juga bisa diakses melalui media internet.

Pada awalnya fotojurnalistik ini hanya sebagai foto pendukung sebuah penerbitan saja. Namun dalam perkembangannya fotojurnalistik tak lagi


(56)

sebagai foto pelengkap. Tetapi kini foto jurnalistik berkembang pesat dan mampu menjadi sebuah foto berita yang mandiri di dalam sebuah penerbitan.

Foto ini adalah kelompok foto yang digolongkan sebagai foto yang tujuan permotretannya karena keinginan “bercerita” pada orang lain. Jadi foto -foto di jenis ini kepentingan utamanya ingin menyampaikan pesan (massage) pada orang lain dengan maksud agar orang lain tersebut melakukan sesuatu tindakan psikis maupun psikologis terhadap suatu peristiwa yang disajikan.

2.4.2.Karakteristik Foto Jurnalistik

1. Pada dasarnya foto jurnalistik adalah merupakan gabungan antara foto dan berita. Sehingga keduanya antara foto dan berita (teks foto) memiliki keterikatan yang tak bisa dipisahkan. Sebuah foto mampu memberikan informasi yang lengkap apabila dilengkapi keterangan foto (caption). Berdasarkan standar internasional press keterangan foto (teks foto) selalu melekat di dalam foto itu sendiri dengan melilihat keterangan foto di dalam file info buka photoshop.

2. Foto jurnalistik disajikan dengan sejujur-jujurnya, bagaimana adanya tanpa ada rekayasa dalam penyajiannya. Fotojurnalistik biasanya memiliki media berupa media cetak, koran, majalah, tabloid dll, tanpa melihat berapa jumlah tiras yang diterbitkan. Namun dalam perkembangannya kini fotojurnalitik bisa dilihat melalui internet. 3. Lingkup foto jurnalistik adalah manusia. Itu sebabnya seorang jurnalis


(1)

Jawaban: Untuk Ikon harus dijelaskan keseluruhan dari foto. Ada anak kecil, burung bangkai, kemudian latar tempat, dan peristiwa konflik semua itu menandakan sedang terjadinya apa. Ya kalo menurut saya semua keseluruhan foto adalah Ikon foto tersebut. Ikon anak kecil tersebut menandakan sedang kelaparan dan ikon dari burung bangkai sebagai ikon adanya kematian, sementara latar tempat dan konflik sebagai ikon bahwa di Sudan benar-benar sednag terjadi kekeringan, dan konflik di Sudan mengakibatkan kelapran dan kematian.

e. Indeks dari foto tragis anak kecil dalam konflik di Sudan tahun 1993dari hasil analisis yang peneliti lakukan adalah menandakan sedang terjadinya peristiwa kekeringan dan kelaparan karena dilihat dari latar tempatnya yang menunjukan kegersangan dan kekeringan, dan dari seekor burung pemakan bangkai dan sosok anak kecil yang tubuhnya sangat kurus kering tinggal tulang dan kelihatan seperti memiliki penyakit kekurangan gizi sudah jelas menandakan bahwa didaerah tersebut sedang terjadi peristiwa kekeringan dan kelaparan

Apakah Menurut Bapak itu benar?

Jawaban: Pada Indeks harus ada perbedaan dengan Ikon, Indeks itu harus lebih pada eksistensi peristiwa misalnya ada rumah-rumah runtuh berarti menandakan adanya gempa. Berarti pada foto ini adanya burung bangkai, adanya sosok anak kecil berarti sedang terjadi apa? Ya kalo menurut saya harus lebih menjelaskan pada peristiwa konfliknya karena semuanya pasti berawal dari konflik yang terjadi. f. Berdasarkan analisis yang peneliti lakukan Simbol dari foto tragis anak kecil dalam

konflik di Sudan tahun 1993 . Simbol pada foto tragis tersebut menurut peneliti adalah terjadinya peristiwa kekeringan dan kelaparan yang sedang terjadi didaerah


(2)

sudan yang menyebabkan anak-anak menderita kelaparan dan mengidap penyakit kekurangan gizi seperti pada sosok anak kecil kurus kering tinggal tulang tersebut Apakah Menurut Bapak itu benar?

Jawaban: Kalo pada Simbol itu kan berupa konvensi, aturan yang harus disepakati, nah pada foto menurut saya ya benar sedang terjadi bencana kelaparan dan kekeringan, tapi harus dijelaskan kenapa terjadi bencana kelaparan apakah karena konflik yang terjadi?. kalo karena konflik jelaskan secara jelas peristiwa konflik tersebut seperti apa, bagaimana proses kemanusiaan yang terjadi disana sehingga mengakibatkan bencana kelapran dan kematian. Menurut saya bisa juga pada foto ini menandakan Simbol Kemiskinan yang dialami masyarakat Sudan, nah harus lebih dijelaskan juga tentang kemiskinan yang terjadi di Sudan

6. Klasifikasi Interpretant ( Rheme, Dicent Sign,Argument)

d. Dari hasil analisis yang peneliti lakukan Rheme yang terdapat dalam foto tragis anak kecil dalam konflik di Sudan tahun 1993 Rheme yang ada pada foto tragis menurut peneliti adalah menandakan terjadinya peristiwa kekeringan dan kelaparan yang sedang terjadi didaerah Sudan yang menyebabkan anak-anak kecil disudan menjadi korban kelaparan yang akhirnya menimbulkan penyakit kekurangan gizi karena dilihat dari konteks suasana latar atau tempatnya dan dari objeknya yaitu seorang anak kecil kurus kering tinggal tulang sudah jelas menandakan bahwa ditempat tersebut sedang terjadi kekeringan dan kelaparan

Apakah Menurut Bapak Benar?

Jawaban: ya kalo untuk Rheme kan berdasarkan pilihan, kalo menurut saya utnuk makna rheme itu adalah kesuluruhan dari foto tersebut, misalnya ada anak kecil


(3)

kurus kering, adanya burung pemakan bangkai, dan adanya kematian semua itu adalah potret banyaknya kematian yang terjadi di Sudan, jadi harus dijelaskan tentang potret banyaknya kematian di Sudan terutama pada anak-anak Sudan. e. Dari hasil analsisis yang peneliti lakukan Dicent Sign yang terdapat dalam foto

tragis anak kecil dalam konflik di Sudan tahun 1993 Decintsign pada foto tragis anak kecil tersebut menurut peneliti adalah terjadinya peristiwa kelaparan yang sedang melanda daerah Sudan dilihat dari sosok seorang anak kecil kurus kering hanya tinggal tulang sudah jelas menandakan bahwa anak tersebut sedang menderita kelaparan, dan dilihat dari suasana latar tempatnya yang menunjukan pohon-pohon yang kekeringan menandakan bahwa daerah Sudan juga mengalami kekeringan. Apakah Menurut Bapak Itu Benar?

Jawaban: kalo untuk Dicent Sign itu kenyataan yang sedang terjadi di Sudan itu seperti apa, ya kalo menurut saya lebih kepada kehidupan masyarakat Sudan, apakah kelaparan dan kekeringan itu di sebabkan karena pertanian di Sudan gagal panen sehingga perekonomian pun terpuruk dan akhirnya masyarakat Sudan pun kelaparan karena kekurangan bahan makanan, sehingga akibat kelaparan tersebut timbul banyak kematian, kenyataannya yang sedang terjadi di Sudan itu seperti apa, pada foto tragis anak kecil tersbut bisa dilihat dari anak kecil kurus kering itu sudah pasti kenyataanya anak itu sedang kelaparan, dari latar tempatnya sednag terjadi kekeringan tapi harus dikaitkan dengan peristiwa konfliknya

f. Dari hasil analisis yang peneliti lakukan Argument yang terdapat dalam foto tragis anak kecil dalam konflik di Sudan tahun 1993 Argument pada foto tragis tersebut menurut peneliti adalah suatu fenomena yang tragis dan memilukan karena dapat


(4)

dilihat dari sosok seorang anak kecil yang kurus kering dan tinggal tulang tersebut dan di belakangnya sudah berdiri burung pemakan bangkai yang menunggu anak tersebut mati kemudian siap untuk memakan mayatnya pastinya kita sebagai manusia akan melihat dan menilai bahwa peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang memilukan dan tragis. Apakah Menurut Bapak Itu Benar?

Jawaban: Argument itu adalah tanda yang memberikan alasan, menurut bapak misalnya kalo Rheme nya adalah seornag president dan Dicent sign adalah presiden marcos mengundurkan diri karena melakukan korupsi. pasti Argument nya adalah setiap presiden yang melakukan korupsi pasti harus mengundurkan diri, nah kalo pada foto tragis anak kecil dalam dkonflik di Sudan tahun 1993 argument bapak kalo melihat keseluruhan foto adalah peristiwa tragis dan memilukan, dilihat dari anak kecil kurus kering, terus burung pemakan bangkai yang akan memakan anak kecil itu ditambah suasana latar tempatnya yang menunjukan kekeringan.


(5)

Bandung, 5 Juli 2010

Kepada YTH. Informan Penelitian Di tempat

Dengan Hormat,

Peneliti Mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik Fakultas ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indoneia (UNIKOM) Bandung :

Nama : Didin Rohendi NIM : 41806095 Semester : Delapan (8)

Sedang melakukan penelitian skripsi dalam rangka memenuhi ujian sarjana yang berjudul “Analisis Semiotika Tentang Foto Tragis Anak Kecil Dalam Konflik Di Sudan Tahun 1993”.

Sehubung dengan hal diatas, saya berharap Bapak bersedia membantu kelancaran penelitian ini dengan menjawab wawancara mendalam yang akan saya lakukan. Jawaban Bapak merupakan informasi yang sangat berarti. Oleh karena itu, kelengkapan dalam wawancara mendalam dan kejujuran dalam menjawab pertanyaan sangat peneliti harapkan.

Adapun hasil dari wawancara yang dilakukan hanya untuk digunakan sebagai bahan penelitian dan tidak digunakan untuk kepentingan lainnya. Demikian surat ini disampaikan atas perhatian, dukungan dan kerjasama Bapak saya ucapkan terima kasih banyak.

Hormat Saya


(6)

ii

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Karya tulis ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (Ahli Madya, Sarjana, Master dan Doktor) baik di Universitas Komputer Indonesia maupun Perguruan Tinggi lainnya.

2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan penelitian saya sendiri tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan tim pembimbing.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah dan dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dan jelas ditentukan sebagai acuan dalam naskah yang telah disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila kemudian hari

terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini maka saya bersedia menerima sangsi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya tulis ini serta lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di Perguruan Tinggi ini.

Bandung, Juli 2010

( Didin Rohendi )