Respon Implementor Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi

53 berkelanjutan ini menjadi tanggung jawab pemerintah baik pusat,provinsi maupun kabupatenkota. Dijelaskan dalam pasal 31 ayat 1 bahwa sumber pembiyaan perlindungan lahan pertanian berkelanjutan berasal dari APBN, APBD provinsi , dan APBD kabupatenkota. Pembiayaan juga dapat diperoleh dari : a. dana tanggung jawab sosial dan lingkungan dari badan usaha; b. kelompok tani, gabungan kelompok tani, danatau masyarakat; c. hibah; danatau d. investasi.

4.3.4. Respon Implementor

Para implementor kebijakan perlindungan lahan pertanian berkelanjutan di Kabupaten Magelang menunjukkan sikap bahwa mereka memberikan respon yang baik terhadap kebijakan. Meskipun baru pada tahap identifikasi lokasi yang dilakukan oleh Bappeda, hal ini telah menunjukkan bahwa para pemangku kepentingan bersama instansi terkait telah berupaya melaksanakan isi kebijakan dari Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009 tentang perlindungan Lahan Pertanian pangan berkelanjutan. Respon positif terlihat dari semakin sulitnya proses perubahan penggunaan lahan. Meskipun usulan izin perubahan penggunaan lahan diterima oleh pihak BPN namun prosesnya semakin sulit, harus sesuai dengan aturan yang ada. Hasil identifikasi yang dilaukukan oleh Bappeda terhadap lahan pertanian yang akan dilindungi, dijadikan acuan dalam memproses izin perubahan penggunaan tanah yang diusulkan masyarakat. Upaya pengendalian konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian oleh pemerintah juga tertuang dalam RTRW yang ditetapkan dalam perda Nomor 5 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kabupaten Magelang Tahun 2010-2030. Kenyataannya dilapangan, kondisi ini berbenturan dengan kepentingan masyarakat yang hanya memiliki lahan pertanian yang sempit, sedangkan kebutuhan akan lahan juga mendesak untuk keperluan lainnya seperti untuk perumahan maupun sebagai tempat usaha. 54 Adanya kebijakan perlindungan lahan pertanian berkelanjutan mempersulit proses konversi lahan pertanian. Pemerintah Kabupaten Magelang telah menerapkan kebijakan perlindungan lahan pertanian ini untuk mengendalikan konversi lahan meskipun Perda yang mengatur tentang perlindungan lahan pertanian belum ada. Menurut Listyawati 2010, kunci utama untuk mengatasi masalah konversi lahan adalah penataan rencana tata ruang wilayah RTRW. Disamping juga diperlukan komitmen antara instansi terkait untuk pelaksanaannya. Optimalisasi lembaga perizinan terkait dengan konversi lahan pertanian juga sangat penting, tidak hanya dengan political will, tetapi juga political commitment dan law enforcement yang tangguh.

4.3.5. Pemahaman terhadap Kebijakan