MENGAPA SAYA MENYUSUI EKSKLUSIF? STUDI EKSPLORASI TERHADAP FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Masalah pemberian Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi patut menjadi perhatian
serius pemerintah dan masyarakat, mengingat bahwa ASI sangat penting bagi bayi. Bayi
usia 0-6 bulan mutlak memerlukan ASI, yang mampu memenuhi 100 persen kebutuhan
bayi usia 0-6 bulan terhadap zat gizi. ASI Eksklusif (ASIE), yaitu ASI yang diberikan
sebagai sumber asupan satu-satunya bagi bayi usia 0-6 bulan, diperkirakan dapat
menekan angka kematian bayi sampai sebesar 22% (Tabloid Ibu dan Anak, 2005).
WHO (World Health Organization) juga merekomendasikan semua bayi perlu
mendapatkan kolostrum (ASI hari pertama sampai kelima) untuk melawan infeksi dan
mendapat ASI Eksklusif 6 bulan untuk menjamin kecukupan gizi bayi. Rekomendasi ini
dikeluarkan mengingat bahwa data WHO menunjukkan ada 170 juta anak mengalami
gizi kurang di seluruh dunia dan sebanyak 3 juta di antaranya meninggal setiap tahun
(Moedjiono, 2007).
Dewasa ini kesadaran untuk kembali memberikan ASI muncul di seluruh dunia.
Dibandingkan dengan negara-negara lain Indonesia termasuk terlambat. Bila ibu-ibu di
Indonesia tetap mengesampingkan ASI dan lebih memilih susu formula untuk anakanaknya, maka mungkin suatu saat kecerdasan anak-anak Indonesia akan tertinggal
dibanding anak-anak dari negara lain. Padahal, mau tidak mau Indonesia harus
bersandar pada anak-anak penerus generasi itu untuk dapat bersaing di era global.

Beberapa negara yang secara nyata mendukung pemberian ASI Eksklusif bagi anak-

15

anak di negaranya adalah Australia, Finlandia, Swiss, Swedia, dan Kanada (Harian
Republika, 22 Juli 2007).
Salah satu alasan utama pentingnya ASI adalah karena manfaatnya untuk bayi
pada awal kehidupannya. ASI diciptakan sebagai makanan yang mengandung zat gizi
dan non-gizi paling lengkap dan cukup untuk bayi usia 0-6 bulan. Bayi 0-6 bulan
dengan ASI saja, pertumbuhannya jauh lebih baik dibanding bayi yang tidak disusui.
Pada usia tersebut bayi tidak dianjurkan diberi makanan apapun selain ASI.
Beberapa manfaat ASI yang cukup penting bagi bayi dikemukakan oleh United
States Breastfeeding Committee’s (USBC), yaitu: memberikan skor lebih tinggi pada
hasil tes kecerdasan (Bowes, 2002), menurunkan kejadian bayi meninggal tiba-tiba,
menurunkan kemungkinan terkena infeksi telinga, saluran pencernaan, saluran
pernafasan, dan meningitis (Pearce et.al., 2005; Hoppu, et.al., 2005), menurunkan risiko
kanker dan asma bagi bayi dengan riwayat kanker dan asma dalam keluarganya,
mengurangi risiko obesitas pada anak dan remaja, dan mencegah kerusakan gigi
(Yadav, et al., 2000). ASI juga bermanfaat bagi bayi lahir berat rendah (BLBR) dan
bayi prematur. ASI bagi mereka dapat mengurangi waktu perawatan di rumah sakit dan

meningkatkan daya hidup mereka. ASI, khususnya kolostrum yang keluar di hari-hari
pertama setelah melahirkan, juga memberikan kekebalan tubuh kepada bayi karena
mengandung zat yang mengandung imunitas sangat tinggi (Goldman, 1993).
Selain bermanfaat bagi bayi, ASI juga bermanfaat bagi ibu dan masyarakat.
Beberapa manfaat pemberian ASI bagi ibu adalah: mengurangi risiko ibu menyusui
terkena kanker ovarium dan payudara, mencegah osteoporosis, mempercepat
kesembuhan setelah melahirkan dan menurunkan risiko pendarahan, mempercepat
turunnya berat badan setelah melahirkan dan mencegah obesitas. Pemberian ASI

16

Eksklusif mengurangi risiko anemia dengan menunda haid dan dapat menjadi metode
kontrasepsi yang efektif.

Ibu yang menyusui juga dapat merasa lebih kuat ikatan

batinnya dengan bayinya (Montgomery, 2001).
Menurut USBC, pemberian ASI dapat bermanfaat bagi komunitas sosial dalam
hal: pemberian ASI mengurangi biaya perawatan kesehatan, mengurangi biaya
pembelian susu formula yang memerlukan 4 kali lipat biaya pemberian ASI. Belum lagi

penggunaan energi listrik/gas/minyak dan air yang diperlukan untuk proses penyiapan
susu formula. ASI juga tidak memerlukan kemasan khusus yang menimbulkan limbah
dan mengotori lingkungan seperti susu formula.
Banyaknya manfaat yang terdapat pada ASI tersebut juga terkait dengan
lengkapnya kandungan dan komposisi zat gizi pada ASI, yang sangat sesuai dengan
kebutuhan bayi.

Seiring dengan perkembangan penelitian tentang ASI yang terus

dilakukan, maka selalu ditemukan zat-zat gizi baru dalam ASI yang tidak dapat
ditandingi oleh susu formula yang diklaim paling lengkap sekalipun. Buku Panduan
Manajemen Laktasi dari Direktorat Gizi Masyarakat-Depkes RI (2001) memaparkan
beberapa kandungan gizi dalam ASI yang sudah terbukti secara ilmiah, diantaranya: 1)
kolostrum, yang mengandung zat kekebalan tubuh terutama IgA untuk melindungi bayi
dari berbagai penyakit infeksi terutama diare; 2) protein tinggi dengan perbandingan
whei dan casein yang ideal (65:35) sehingga mudah dicerna

dan diserap bayi,

sementara perbandingan whei dan casein susu formula 20:80 sehingga tidak mudah

diserap bayi; 3) komposisi taurin, DHA (decosahexanoic acid), dan AA (arachidonic
acid) yang seimbang dan cukup jumlahnya pada ASI, yang berperan penting dalam
proses pembentukan dan kematangan sel-sel otak bayi sehingga menjamin pertumbuhan
dan kecerdasannya; 4) laktoferin, yaitu sejenis protein sebagai komponen zat kekebalan

17

tubuh yang mengikat zat besi dalam saluran pencernaan; 5) lysosim, enzim yang
melindungi bayi dari bakteri dan virus di mana jumlah lysosim dalam ASI 300 kali lebih
banyak daripada dalam susu sapi; 6) faktor bifidus, sejenis karbohidrat yang
mengandung nitrogen yang bekerja menunjang pertumbuhan bakteri lactobacillus
bifidus yang menjaga keasaman flora usus bayi dan berguna menghambat pertumbuhan
bakteri yang merugikan; dan 7) sel darah putih, antibodi bagi bayi terutama terkait
dengan fungsi pernafasan.
Secara psikologis, proses menyusui juga memberikan keuntungan yang sangat
nyata. Menyusui dikatakan mendorong munculnya ikatan emosional yang sangat kuat
antara ibu dan bayi (maternal bonding) pada awal proses kelahiran. Ikatan emosi ini
muncul melalui sentuhan, respon bayi dan ibu, dan saling menatap secara lekat selama
proses menyusui. Selanjutnya ikatan emosional ini akan meningkatkan sensitivitas dan
respon ibu terhadap kebutuhan bayi, meningkatkan kualitas hubungan bayi-ibu, dan

secara signifikan akan memengaruhi perkembangan bayi selanjutnya untuk menjadi
individu yang lebih sehat (http://en.wikipedia.org/wiki/maternal bond#mother.E2.80.
93Infant bond_ and_breastfeeding).
Sebuah penelitian tentang kaitan antara menyusui, sensitivitas, dan ikatan ibuanak oleh Britton, et. al. di Amerika Serikat juga menunjukkan bahwa menyusui dapat
meningkatkan kemampuan kognitif dan prestasi akademik anak melalui perkembangan
yang sehat pada bayi sehingga mendorong perkembangan intelektual yang baik.
Perkembangan yang sehat ini didukung oleh sensitivitas yang lebih tinggi pada ibu yang
menyusui daripada yang tidak menyusui dan kuatnya interaksi ibu-anak selama proses
menyusui (Britton, J.R, et. al., 2006).

18

Proses menyusui juga memungkinkan terjalin ikatan yang kuat antara ibu dan
anak melalui sentuhan dan interaksi selama proses menyusui. Sentuhan pada bayi akan
memberikan beberapa keuntungan, yaitu a) memancing produksi hormon oksitosin pada
ibu yang membuat ibu merasa lebih santai dan membantu meningkatkan ikatan ibuanak, b) menumbuhkan rasa percaya bayi; sentuhan yang sering dilakukan pada bayi
akan membuat bayi mengembangkan rasa percaya kepada lingkungannya dan merasa
dicintai, dan c) komunikasi; melalui sentuhan akan terjalin komunikasi non verbal yang
kuat antara ibu dan anak. Komunikasi yang terjalin melalui kontak mata dan sentuhan
ini


akan

membantu

bayi

belajar

dan

menyerap

banyak

informasi

(http://www.dummies.com/wileyCDA/Dummiesarticle/id2906, subcat-MIND.html).
Mengingat begitu pentingnya ASI dan ASIE bagi kesehatan bayi khususnya, dan
kesejahteraan umat manusia pada umumnya maka para ahli sedunia membuat

kesepakatan yang tertuang dalam Deklarasi Innocenti 1990 yang membicarakan tentang
kesehatan anak dan hubungannya dengan ASI. Di dalam deklarasi tersebut disepakati
perlunya kampanye ASI melalui pekan ASI sedunia yang dilakukan pada setiap minggu
pertama bulan Agustus (World Breast-Feeding Week). Tujuannya untuk menyadarkan
kembali masyarakat betapa pentingnya ASI dan supaya para ibu mau menyusui bayinya
(Walker, 1996).
World Health Organization (WHO) bersama UNICEF juga mencanangkan
gerakan Rumah Sakit Sayang Bayi (RSSB) yang bertujuan untuk meningkatkan
penggunaan ASI dengan 10 langkah terpadu menuju perubahan yang komprehensif.
Salah satu perubahan yang menjadi target adalah perubahan institusional dari institusiinstitusi kesehatan yang memberikan layanan kepada ibu dan anak agar mendukung
pemberian ASI dan ASI Eksklusif (Walker, 1996).

19

Besarnya manfaat ASI, baik bagi bayi, ibu, maupun lingkungan masyarakat,
beserta berbagai usaha untuk meningkatkan penggunaannya, ternyata tidak cukup
membuat banyak ibu memutuskan untuk memberikan ASI kepada bayinya. Faktanya
justru terjadi penurunan jumlah bayi yang menerima ASI dari tahun ke tahun. Data
Demographic & Health Survey yang dilakukan WHO di Indonesia menunjukkan bahwa
pada rentang tahun 1986-1989 bayi yang mendapat ASI 96% dan ASIE 36%; tahun

1992 yang menerima ASIE tinggal 30%, tahun 1997 bayi yang mendapat ASI tinggal
52% dengan rata-rata waktu menyusui 19 bulan. Sementara UNICEF melaporkan tahun
1997 bayi yang menerima ASIE di seluruh dunia diperkirakan hanya 3% (Tabloid Ibu &
Anak, 2005).
Riset terbaru King (UNICEF) menunjukkan hanya 10-15% bayi Indonesia yang
mendapatkan ASI Eksklusif. Hasil ini dipaparkan dalam lokakarya ”Akibat
Meremehkan ASI” yang digelar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan UNICEF,
di Jakarta (Harian Republika, 9 Maret 2006).
Wawancara awal yang peneliti lakukan terhadap beberapa ibu di daerah Ngalas,
Klaten juga menemukan data yang sama. Mereka mengaku memberikan susu formula
dan makanan tambahan kepada bayi pada usia sekitar 1 atau 2 bulan (rata-rata pisang
dan nasi dihaluskan) dengan beberapa alasan: merasa ASI-nya tidak mencukupi
kebutuhan bayi, malas memberikan ASI, khawatir bayinya tidak cukup gizi jika tanpa
susu formula, dan kebiasaan orang-orang disekitarnya.
Hasil riset WHO pada 2005 juga menunjukkan bahwa tingkat kematian bayi
sangat terkait dengan pemberian ASI. Hasil riset ini menunjukkan bahwa 42%
penyebab kematian balita di dunia akibat penyakit. Penyakit yang terbesar adalah
pneumonia (20%). Penyebab yang lain (58%) terkait dengan malnutrisi, yang seringkali

20


terkait dengan pemberian ASI. Riset ini juga menunjukkan bahwa jika tingkat
pemberian ASI Eksklusif dinaikkan dari 39% menjadi 78%, maka risiko tingkat
kematian dapat diturunkan menjadi setengahnya. Hal ini menunjukkan bukti betapa
pentingnya ASI Eksklusif (Harian Republika, 9 Maret 2006).
Keberhasilan pemberian ASI Eksklusif ini ternyata dipengaruhi oleh banyak
faktor. Beberapa penelitian sudah dilakukan oleh para ahli di beberapa negara. Hasil
penelitian Mann, et.al. di Amerika (2003) yang dimuat dalam Journal of Multicultural
Nursing & Health menunjukkan bahwa proses menyusui eksklusif dipengaruhi oleh
beberapa hal, yaitu: faktor internal dari ibu dan faktor eksternal. Beberapa faktor dari
ibu diantaranya:

tingkat pengetahuan ibu tentang ASI, kepercayaan diri ibu, dan

pekerjaan ibu. Faktor yang memengaruhi dari luar dapat berasal dari institusi kesehatan,
masyarakat secara umum, dan lingkungan keluarga terdekat.
Black, et. al. (1998) mengemukakan beberapa faktor dari ibu yang secara positif
mendukung pemberian ASI, yaitu:

kematangan ego ibu, persiapan menyambut


kelahiran bayi, pengalaman menyusui anak sebelumnya, partisipasi dalam kelas-kelas
hamil, dan tinggal di daerah rural.
Peneliti Indonesia juga sudah ada yang meneliti tentang pemberian ASI namun
belum secara spesifik tentang ASI Eksklusif, diantaranya penelitian Briawan (2004)
yang hasilnya menunjukkan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pemberian ASI,
yaitu: pengetahuan ibu tentang menyusui, dukungan keluarga, perubahan gaya hidup,
kondisi sosial budaya masyarakat, dan tingkat ekonomi keluarga.
Beberapa pendapat dan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa proses
pemberian ASI eksklusif dipengaruhi oleh banyak faktor. Sayangnya, meskipun sudah
banyak penelitian yang dilakukan tentang proses penyusuan namun belum secara

21

spesifik menggali lebih dalam tentang ASI Eksklusif, padahal saat ini pemberian ASI
Eksklusif menjadi program yang sangat gencar disosialisasikan oleh pemerintah. ASI
Eksklusif juga terbukti dapat menekan tingkat kematian bayi dan mengurangi biaya
kesehatan keluarga.
ASI Eksklusif adalah air susu ibu yang diberikan sebagai satu-satunya sumber
asupan bagi bayi selama 6 bulan pertama kehidupannya, tanpa di campur dengan asupan

lainnya termasuk susu formula. Mengingat bahwa selama enam bulan hanya ASI yang
diberikan kepada bayi maka ketergantungan bayi terhadap ketersediaan susu dari ibunya
menjadi hal mutlak, dan hal ini menuntut ibu untuk selalu berada di dekat bayi dan
memberikan perhatian penuh kepada bayinya. Kondisi ini seringkali menimbulkan
banyak kesulitan dan faktanya, lebih banyak bayi di dunia yang tidak mendapatkan ASI
eksklusif. Seperti sudah dikemukakan di bagian sebelumnya, data menunjukkan bahwa
hanya sedikit bayi di Indonesia dan secara umum juga di seluruh dunia, yang menerima
ASI Eksklusif.

Kondisi ini, menurut hasil beberapa penelitian di negara lain,

dipengaruhi beberapa faktor. Mengingat bahwa pemerinta Indonesia saat ini sedang
berusaha meningkatkan persentase jumlah bayi yang menerima ASI Eksklusif di
Indonesia, maka mengetahui faktor-faktor apa saja yang turut berperan aktif dalam
proses pemberian ASI Eksklusif menjadi hal penting. Penelitian ini akan berusaha
memetakan faktor-faktor apa saja yang memengaruhi pemberian ASI Eksklusif pada
bayi-bayi di Indonesia yang saat ini jumlahnya masih sangat kecil, sehingga dapat
menjadi dasar dibuatnya program intervensi untuk meningkatkannya.

22

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang ada dapat dirumuskan
sebagai berikut:

apakah faktor-faktor yang memengaruhi proses pemberian ASI

Eksklusif?
Agar masalah dalam penelitian ini dapat terjawab dengan baik, maka dilakukan
pembatasan-pembatasan dalam penelitian ini, yaitu: ASI Eksklusif dalam penelitian ini
merujuk pada Air Susu Ibu sebagai satu-satunya sumber asupan bagi bayi selama enam
bulan pertama kehidupannya tanpa dicampur dengan sumber asupan lain kecuali sirup
obat dan imunisasi yang diperlukan.

23

DAFTAR PUSTAKA

Arora, S., McJunkin, C., Wehrer, J., and Kuhn, P. 2000. Major factors influencing
Breastfeeding rates: Mother‟s Perception of Father‟s Attitude and Milk Supply.
Pediatrics. 2000, November; 106 (5): E67
Aussant, J. & Raine, K. 2003. Enhancing capacity by Understanding the Breastfeeding
Experiences of Women with Low Income. Canadian Journal of Dietetic
Practice & Research. Summer 2003 Edition
Barría, RM, Santander, G, & Victoriano, T. 2008. Factors Associated With Exclusive
Breastfeeding at 3 Months Postpartum in Valdivia, Chile. Journal of Human
Lactation 24(4):439-445.
Black, R. F., Jarman, L., & Simpson, J. 1998. Lactation Specialist Self-Study Series
Module 1: The Support of Breastfeeding. Sudbury, MA: Jones & Bartlett.
Bowes, W. 2002. The association between duration of breastfeeding and adult
intelligence. Obstetrical & Gynecological Survey, 57(10), 659-661.
Briawan, D. 2004. Pengaruh Promosi Susu Formula terhadap Pergeseran Penggunaan
Air Susu Ibu (ASI). Makalah. Diakses tanggal 20 Oktober 2005.
http://www.depkes.go.id/index.php
Britton, John R., Britton, Helen L., and Gronwaldt, V. 2006. Breastfeeding, Sensitivity,
and Attachment. Pediatrics. Vol. 118 No. 5 November 2006, pp. e1436-e1443
Damayanti, N. 2006. Pengaruh faktor-faktor Motivasi terhadap Kinerja Pegawai.
Skripsi. Tidak diterbitkan. Malang: Universitas Brawijaya
Departemen Kesehatan RI. 2001. Buku Kader Posyandu. Jakarta: Depkes RI
Direktorat Gizi Masyarakat-Depkes RI. 2001. Buku Panduan Manajemen Laktasi.
Dikunjungi tanggal 20 Juni 2007. http://www.gizi.net/asi/download
/MANAJEMEN%20LAKTASI.doc
Dirjen BINKESMAS-Depkes-RI. 1997. Petunjuk Pelaksanaan Peningkatan ASI
Eksklusif bagi Petugas Puskesmas. Dikunjungi tanggal 20 Juni 2007.
http://www.gizi.net/pedoman-gizi/download/BKM-11.doc
Eviriyanti. 2007. Motivasi. Diakses tanggal
http://www.sabda.org/lead/_pdf/motivs1.pdf

23

September

2007

dari

Feldman, R. S. 1999. Understanding Psychology. 5th edition, Boston: McGraw-Hill
Companies

47

Goldman, A. S. 1993. The Immune System of Human Milk: Antimicrobial,
Antiinflammatory and immunomodulating properties. Pediatric Infectious
Disease Journal, Vol. 12, No. 8, pages 664-671; August 1993
Hoppu, U., Minna, R., Anna-Maija, L., & Erika, I. 2005. Breast Milk Fatty Acid
Composition Is Associated with Development of Atopic Dermatitis in the Infant.
Journal of Pediatric Gastroenterology & Nutrition. 41(3):335-338, September
2005.
Huitt, W. 2001. Motivation to Learn: An Overview. Educational Psychology Interactive.
Diakses tanggal 15 Desember
2007 dari http://chiron.valdosta.
edu/whuitt/col/motivation/motivate.html
Kantor Meneg UPW, Depkes, dan YASIA/BK PP-ASI. 1994. Strategi nasional
peningkatan penggunaan ASI. Diakses tanggal 1 September 2007.
http://www.gizi.net/kebijakan-gizi/download/stranas%20final.doc
Katherine R. S., Ruowei Li, Benton-Davis, S., & Grummer-Strawn, L. M. 2005. The
CDC Guide to Breastfeeding Intervention. U.S. Departement of Health &
Human Services. Centers for Disease Control and Prevention National Center
for Chronic Disease Prevention and Health Promotion Division of Nutrition and
Physical
Activity.
Diakses
pada
tanggal
20
Oktober
2005.
http://www.cdc.gov/breastfeeding/resources/guide.htm
Kessler, L.A., Gielen, A.C., Diener-West, M., & Paige, D.M. 1995. The Effect of a
Woman‟s Significant Other on Her Breastfeeding Decision. Journal of Human
Lactation, Vol 11, 103 1995. Diakses pada 1 Desember 2007 dari
Http://jhl.sagepub.com/cgi/content/abstract/11/2/103
Klinger, E. dan Miles Cox, W. (editors). 2004. Handbook of Motivational Counseling.
USA: John Wiley & Sons, Ltd.
Kompas Cyber Media. Selasa, 02 Oktober 2007. Hindari Lubang Gigi dengan Memberi
ASI. Diakses tanggal 1 Desember 2007 dari http://kompas.com
/ver1/Kesehatan/0710/02/114313.htm
Mann, A. R., Reifsnider, E., Gill, S. L., Ritsema, M. 2003. Health Disparities in
Breastfeeding Among Low-income and Hispanic Women. Journal of
Multicultural Nursing & Health. Fall 2003 edition
Ministry of Health Republic of Indonesia. 2007. Indonesia Health Profile 2005. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI
Moedjiono, A,W. 2007. Terbaik untuk Bayi. Harian Kompas. 3 Agustus 2007
Montgomery, A. M. 2001. Breast Health in Lactating Women. Breastfeeding
Abstracts. May 2001, Volume 20, Number 4, pp. 27-28.

48

Narciso, V Zenaida, V., Nieves, A. I., & Josefina, T. G. 2007. Motivating Factors to
Breastfeeding Decision-making after Maternity Leave among Urban Working
Mothers in Government Workplaces. Dikunjungi tanggal 20 Juni 2007.
Http://www1.fnri.dost.gov.ph/htm/motivating.htm
NN. 2005. Air Sakti dari Payudara Ibu. Tabloid Ibu dan Anak. 22 September 2005
NN. 2006. Akibat Remehkan ASI. Harian Republika. 9 Maret 2006
NN. 2007. Bonding with Your Baby. Diakses tanggal 15 Desember 2007 dari
http://www.dummies.com/wileyCDA/Dummiesarticle/id2906,subcatMIND.html
Nuryanti, L. 2008. Efektivitas Program „Breastfeeding Education‟ pada Ibu Hamil
untuk Meningkatkan Motivasi Memberikan ASI Eksklusif. Tesis (tidak
diterbitkan). Yogyakarta: Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada

Otoo, GE. Lartey, AA. & Pérez-Escamilla, R. 2009. Perceived Incentives and Barriers
to Exclusive Breastfeeding Among Periurban GhanaianWomen. Journal of
Human Lactation. 25(1):34-41.
Pearce, M. S., Thomas, J. E., Campbell, D. I., & Parker, L. 2005. Does Increased
Duration of Exclusive Breastfeeding Protect Against Helicobacter pylori
Infection? The Newcastle Thousand Families Cohort Study at Age 49-51 Years.
Journal of Pediatric Gastroenterology & Nutrition. 41(5):617-620, November
2005.
Poerwodarminta. 1986. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Roesli, U. 2001. Mitos menyusui. Makalah pada “Seminar Telaah Mutakhir tentang
ASI”, Bali 19 Oktober 2001.
Sciacca, J.P., David, A., Brenda, L., and Ratliff, M. 1995. A Breast-feeding education
and promotion program: Effects on knowledge, attitudes, and support for breast
feeding. Journal of Community Health. New York: December 1995. Vol. 20. Iss.
6; p. 473
Sharon, RN Perkins, and Carol, RN Vannais. 2004. Breastfeeding for Dummies.
Diakses tanggal 1 Desember 2007 dari http://www.amazon.com/breastfeedingdummies-Sharon-RN-Perkins/dpl0764544810
Shi, L. Zhang, J. Wang, Y. & Guyer, B. 2008. Breastfeeding in Rural China:
Association Between Knowledge, Attitudes, and Practices. Journal of Human
Lacationt. 24(4):377-385.

49

Siregar, A. M. 2004. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemberian ASI oleh Ibu
Melahirkan. Diakses tanggal 1 Desember 2007 dari http://library.usu.ac.
id/download/fkm/fkm-arifin.pdf
Stoner, James AF., Freeman, RE., and Gilbert JR, DR. 1996. Manajemen jilid II.
Jakarta: PT. Indeks, Gramedia Group
Tim. 2005. Laporan Kerja Praktek. Akademi Kebidanan Surakarta, Surakarta: tidak
diterbitkan
United States Breastfeeding Committee‟s. Benefits of Breastfeeding. Diakses tanggal
20 Oktober 2005 dari Web site USBC: http://www.usbreastfeeding.org
/Publications.html
Venancio, SI. Regina DS. Saldiva, Mondini, L. Levy, RB,& Mercedes, M, Escuder.
2008. Early Interruption of Exclusive Breastfeeding and Associated Factors,
State of São Paulo, Brazil. Journal of Human Lactation 2008; 24; 168
Walker, M. 1996. Resources for Breastfeeding Advocacy. Diakses tanggal 16
September 2007 dari http://www.lalecheleague.org/LawMain.html
Ward, G. E. 2006. The Secrets of Breastfeeding Success. Dikunjungi tanggal 20 Juni
2007 dari http://www.storknet.com/cubbies/breast/successsecrets.htm
Wikipedia. Maternal Bond. Diakses tanggal 20 Nopember 2007 dari
http://en.wikipedia.org/maternal_bond#mother.E2.80.93Infant_bond_and_breast
feeding
Yadav, M., Akobeng, A. K., & Thomas, A. G. 2000. Breast-Feeding and Childhood
Obesity. Journal of Pediatric Gastroenterology and Nutrition: Volume 30(3)
March 2000 p. 345

50

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA

MENGAPA SAYA MENYUSUI EKSKLUSIF?
STUDI EKSPLORASI TERHADAP FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMENGARUHI PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF

Oleh :
1. Lusi Nuryanti, M.Si. Psikolog
2. Setia Asyanti, M.Si. Psikolog

Dibiayai oleh Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta Wilayah VI Semarang
Sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Dosen Muda dan Kajian Wanita
Nomor: 019/O06.2/PP/KT/2009, Tertanggal 16 Maret 2009

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2009

ii

ABSTRAK

Pentingnya pemberian ASI dan ASI Eksklusif (ASIE) sudah diketahui oleh
masyarakat luas, namun kesadaran untuk melakukannya masih perlu ditingkatkan. Hal
ini ditunjukkan oleh masih rendahnya tingkat pemberian ASIE di Indonesia, yang masih
lebih rendah dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN yang lain. Mengingat
bahwa begitu kompleksnya permasalahan dalam pemberian ASIE ini maka salah satu
usaha penting untuk meningkatkan jumlah ibu yang memberikan ASIE di Indonesia
adalah mengenali faktor apa saja yang memengaruhi mereka untuk memberikan ASIE
atau tidak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi ibu
dalam memutuskan untuk memberikan ASIE atau tidak. Subjek adalah ibu yang
memiliki anak usia 0-12 bulan yang tinggal di wilayah kabupaten Klaten. Subjek
sebanyak 44 orang. Mereka diminta mengisi kuisenair dan diwawancara untuk
memberikan data kemudian dianalisis secara kualitatif.
Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang secara
signifikan memengaruhi pemberian ASIE, yaitu: pengetahuan ibu tentang ASIE,
dukungan suami dan anggota keluarga lain, dan status pekerjaan ibu. Sumber utama
yang dijadikan rujukan oleh para ibu adalah bidan dan ibu kandung. Sementara pada
faktor dukungan, bentuk dukungan yang dinilai subjek memengaruhi proses pemberian
ASIE adalah: kemauan suami untuk berbagi pekerjaan rumah tangga saat ibu perlu
menyusui atau istirahat, kepedulian suami akan asupan nutrisi ibu menyusui, kesediaan
suami untuk menjadi tempat berbagi dan berkeluh kesah selama proses penyusuan, dan
kesediaan suami untuk menemani saat ibu harus menyusui di malam hari. Sumber
dukungan yang lain, seperti ibu, ayah, bidan, dokter, dan saudara dipersepsikan sebagai
sumber informasi dan nasihat untuk menguatkan motivasi ibu memberikan ASIE.
kata kunci : faktor yang memengaruhi ASIE

iv

ABSTRACT
Breastfeeding and exclusive breastfeeding become important topics in our
community in many recent years. The fact, the percentage of Indonesian mother who
give their baby with exclusive breastfeeding is lower than others country’s mother, even
in ASEAN. Many factors influence in how this decision take by mother and knowledge
about these factors will be so important in the effort to enhance the number of
Indonesian mother who give exclusive breastfeeding to their baby.
The aim of this research is to find many factors which influence mother in their
decision about exclusive breastfeeding. Subjects are 44 mothers with 0-12 months baby
and live in Klaten. Subjects asked to answer many questions in questionnaire and
interview process. The data analized qualitatively.
The result of this research shown, there are many factors that influence in how
this decision about excluisve breastfeeding take by mothers: mother’s knowledge about
breastfeeding, support from husband and many family members, and employment status
of mothers. If barriers come mothers tends to ask to medical helper and mother to help
them. Mothers perceive that support from husband is so important in many ways: how
husband available to share many housework, to be a partner in sharing ideas, and
accompany mother in breastfeeding process. Many social support sources needed by
mothers are mother, sibling, mother inlaw, doctor, and friend.
Keyword: factors influence exclusive breastfeeding

v

RINGKASAN

Masalah pemberian Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi patut menjadi perhatian
serius pemerintah dan masyarakat, mengingat bahwa ASI sangat penting bagi bayi. Bayi
usia 0-6 bulan mutlak memerlukan ASI, yang mampu memenuhi 100 persen kebutuhan
bayi usia 0-6 bulan terhadap zat gizi. ASI Eksklusif (ASIE), yaitu ASI yang diberikan
sebagai sumber asupan satu-satunya bagi bayi usia 0-6 bulan.
Beberapa manfaat ASI bagi bayi menurut United States Breastfeeding
Committee’s (USBC), yaitu: skor lebih tinggi pada hasil tes kecerdasan, menurunkan
kejadian bayi meninggal tiba-tiba, menurunkan kemungkinan infeksi telinga, saluran
pencernaan, saluran pernafasan, dan meningitis, menurunkan risiko kanker dan asma
bagi bayi dengan riwayat kanker dan asma dalam keluarganya, mengurangi risiko
obesitas pada anak dan remaja, dan mencegah kerusakan gigi (Yadav, et al., 2000).
ASI juga bermanfaat bagi ibu dan masyarakat: mengurangi risiko ibu menyusui
terkena kanker ovarium dan payudara, mencegah osteoporosis, mempercepat
kesembuhan setelah melahirkan dan menurunkan risiko pendarahan, mempercepat
turunnya berat badan setelah melahirkan dan mencegah obesitas. Pemberian ASI dapat
bermanfaat bagi komunitas sosial dalam hal: pemberian ASI mengurangi biaya
perawatan kesehatan, mengurangi biaya pembelian susu formula, dan mengurangi
penggunaan energi listrik/gas/minyak dan air yang diperlukan untuk proses penyiapan
susu formula (Montgomery, 2001).
Mengingat begitu pentingnya ASI dan ASIE bagi bayi dan kesejahteraan umat
manusia maka muncullah Deklarasi Innocenti 1990 tentang kesehatan anak dan
hubungannya dengan ASI. Deklarasi tersebut menyepakati perlunya kampanye ASI
melalui pekan ASI sedunia yang dilakukan pada setiap minggu I bulan Agustus (World

vi

Breast-Feeding Week). Tujuannya untuk menyadarkan kembali masyarakat tentanng
pentingnya ASI dan supaya ibu mau menyusui bayinya (Walker, 1996).
Besarnya manfaat ASI, baik bagi bayi, ibu, maupun lingkungan masyarakat,
beserta berbagai usaha untuk meningkatkan penggunaannya, ternyata tidak cukup
membuat banyak ibu memutuskan untuk memberikan ASI kepada bayinya.
Riset terbaru King (UNICEF) menunjukkan hanya 10-15% bayi Indonesia yang
mendapatkan ASI Eksklusif (Harian Republika, 9 Maret 2006).
Keberhasilan pemberian ASI Eksklusif ini ternyata dipengaruhi oleh banyak
faktor. Penelitian Briawan (2004) menunjukkan beberapa faktor yang berpengaruh
terhadap pemberian ASI, yaitu: pengetahuan ibu tentang menyusui, dukungan keluarga,
perubahan gaya hidup, kondisi sosial budaya masyarakat, dan tingkat ekonomi keluarga.
Beberapa pendapat dan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa proses
pemberian ASI eksklusif dipengaruhi oleh banyak faktor. Sayangnya, belum banyak
penelitian yang secara spesifik menggali lebih dalam tentang ASI Eksklusif, padahal
saat ini pemberian ASI Eksklusif menjadi program penting pemerintah.
Mengingat bahwa pemerinta Indonesia saat ini sedang berusaha meningkatkan
persentase jumlah bayi yang menerima ASI Eksklusif di Indonesia, maka mengetahui
faktor-faktor apa saja yang turut berperan aktif dalam proses pemberian ASI Eksklusif
menjadi hal penting. Penelitian ini akan berusaha memetakan faktor-faktor apa saja
yang memengaruhi pemberian ASI Eksklusif pada bayi-bayi di Indonesia yang saat ini
jumlahnya masih sangat kecil, sehingga dapat menjadi dasar dibuatnya program
intervensi untuk meningkatkannya.
Melalui proses pengumpulan data dengan kuisenair dan wawancara diketahui
bahwa dari 44 subjek, terdapat 32 orang ibu yang memberikan ASIE dan 12 orang yang

vii

tidak memberikan ASIE. Subjek penelitian ini paling banyak berpendidikan SLTA
keatas (84%), dan hanya 16% yang berpendidikan SLTP kebawah. Komposisi subjek
yang tidak seimbang membuat analisis terhadap kontribusi tingkat pendidikan terhadap
keputusan memberikan ASIE pada penelitian ini perlu ditindaklanjuti pada penelitian
selanjutnya. Perbedaan yang tidak menonjol memunculkan kesimpulkan bahwa tingkat
pendidikan tidak begitu berpengaruh terhadap subjek dalam memberikan ASIE. Hasil
ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Barra, Santander, & Victoriano (2008) yang
menemukan bahwa di Chili, tingkat pendidikan memengaruhi pemberian ASIE.
Pendidikan lanjut ibu terkait dengan makin panjangnya waktu pemberian ASIE.
Pengetahuan memiliki peranan yang cukup signifikan dalam keputusan
memberikan ASIE pada ibu menyusui. Hasil ini mendukung penelitian Otoo, Lartey,
dan Perez-Escamilla (2009) di Ghana, yang menyatakan bahwa status pekerjaan ibu dan
persepsi bahwa jumlah ASI tidak mencukupi menghambat pemberian ASIE, disamping
faktor-faktor lain, yaitu: masalah payudara dan puting dan tekanan dari keluarga. Data
juga menunjukkan bahwa ketika subjek memiliki pertanyaan atau menghadapi masalah
dalam penyusuan maka pihak yang didatangi untuk membantu adalah: bidan, ibu,
dokter, kakak, suami, tukang pijat, perawat, teman, dan posyandu masing-masing.
Hampir semua subjek menyatakan bahwa suami adalah sumber dukungan yang
utama. Posisi kedua ibu kandung, diikuti oleh tenaga kesehatan yaitu bidan dan dokter,
saudara dan ibu mertua, dan terakhir ayah mertua. Hasil ini mendukung hasil penelitian
Barra, Santander, & Victoriano (2008)

yang mengemukakan bahwa di Chili,

perempuan yang tidak memiliki suami memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
menghentikan lebih awal pemberian ASIE daripada perempuan yang bersuami. Hal ini
menunjukkan bahwa peran suami sebagai pemberi dukungan sangatlah penting.

viii

Diketahui juga bahwa peran sumber dukungan lain dalam keluarga juga penting.
Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Shi, et. al (2008) yang menyatakan bahwa
dukungan sosial dari orang-orang terdekat sangat memengaruhi pemberian ASI secara
penuh pada para perempuan di China.
Hal yang penting dalam temuan penelitian ini adalah adanya variasi bentuk
dukungan yang diterima oleh ibu, yang belum terungkap di penelitian yang lain. Bentuk
dukungan yang paling banyak disebutkan subjek adalah nasihat, pemberian informasi,
dan kemauan keluarga untuk mengingatkan subjek dalam proses menyusui. Bentuk
dukungan yang spesifik dilakukan suami, yang secara signifikan dinilai subjek sangat
mendukung pemberian ASIE adalah: ikut bangun dan menemani saat malam ibu harus
menyusui, membantu mengerjakan tugas rumah tangga lain saat ibu menyusui,
menyediakan susu dan jamu ibu menyusui yang mendukung tersedianya ASI dalam
jumlah cukup, dan menyediakan diri untuk berbagi dan mendengarkan saat ibu
memerlukan dukungan. Sementara dukungan dari ibu dan ibu mertua adalah
membelikan jamu, menyediakan masakan dan sayuran yang mendukung ketersediaan
ASI, mengingatkan saat harus menyusui, dan menyiapkan baju ibu menyusui. Sumber
dukungan yang berasal dari petugas kesehatan lebih banyak memberikan dukungan
dalam bentuk informasi dan nasihat, sementara sumber lain yaitu ayah dan saudara
hampir semua disebutkan membantu dalam bentuk memberikan nasihat tentang
pentingnya memberikan ASIE.
Data menunjukkan bahwa untuk masing-masing kelompok, persentase ibu rumah
tangga yang memberikan ASIE menempati posisi tertinggi dibandingkan pada
kelompok wiraswastawati, buruh, dan guru. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian
Otoo, Lartey, dan Perez-Escamilla (2009) di Ghana, yang menyatakan bahwa status

ix

pekerjaan ibu memengaruhi pemberian ASIE, disamping faktor-faktor lain, yaitu:
persepsi tentang jumlah ASI, masalah payudara dan puting dan tekanan dari keluarga.
Dipandang dari aspek ekonomi, pemberian ASIE dinilai lebih hemat oleh hampir
semua subjek (98%).
Beberapa faktor yang oleh subjek dianggap mendukung pemberian ASIE, yaitu:
dukungan keluarga besar, keyakinan bahwa menyusui adalah kewajiban dan kodrat ibu,
kebanggaan ibu ketika melihat anaknya sehat karena mendapatkan ASIE, kepercayaan
ibu bahwa ASI adalah makanan terbaik bayi, dan kebiasaan dan tradisi pada masyarakat
desa untuk menyusui bayi sehingga semua ibu harus menyusui bayinya.
Sementara faktor-faktor yang dianggap menghambat pemberian ASIE adalah
kurangnya informasi dimiliki tentang ASI dan menyusui, jumlah ASI dianggap tidak
mencukupi, puting lecet, kelelahan bekerja, pembagian waktu, nyeri, rasa malu dan
risih menyusui di tempat umum, dan kebiasaan dan tradisi masyarakat desa untuk
memberikan makanan pendamping ASI secara dini.

x

PRAKATA

Pentingnya pemberian ASI dan ASI eksklusif sudah disadari secara umum
hampir di semua negara sehingga banyak dilakukan penelitian dan program intervensi
yang bertujuan untuk meningkatkan tingkat pemberian ASI dan ASI eksklusif, baik
secara kuantitas maupun kualitas.

Mengenali faktor-faktor yang memengaruhi

pemberian ASI eksklusif di Indonesia menjadi bagian penting dari usaha ini sehingga
dapat dilakukan usaha yang tepat untuk memasyarakatkan pemberian ASIE di
Indonesia.
Penelitian ini tidak akan terlaksana tanpa bantuan banyak pihak dan untuk itu
penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada :
1. DP2M yang telah membiayai penelitian ini melalui Koordinasi Perguruan
Tinggi Swasta Wilayah VI Semarang.
2. Ketua LPPM Universitas Muhammadiyah Surakarta, Dr. Harun Joko Prayitno.
3. Para ibu yang telah bersedia menjadi subjek dalam penelitian ini di tengah
perjuangan mereka untuk memberikan yang terbaik bagi putra putri mereka.
4. Teman-teman asisten Ayu, Rois, Arifah, dan Mbak Sri yang membantu
pengumpulan data dengan kegigihan mereka untuk menemui para ibu di
tengah kesibukan mereka masing-masing.
5. Temen-temen sejawat di psikologi, yang telah berbagi informasi dan
memberikan waktu untuk diskusi selama proses penelitian.
6. Suami dan anak-anakku, Shafa dan Rahni yang telah merelakan waktu
bersama ibunya terkurangi selama proses penelitian ini berlangsung. Mereka
jugalah alasan penting mengapa penelitian tentang ASI eksklusif ini dilakukan.
I love you kids.

xi

Semoga Allah Swt memberikan kebaikan, balasan yang berlipat-lipat kepada
semua pihak yang membantu penelitian ini. Akhirnya, meski karya ini begitu sederhana
dan banyak kekurangan, namun penulis berharap karya ini dapat memberikan manfaat
yang optimal bagi pengembangan ilmu psikologi khususnya tentang perilaku menyusui.

Surakarta, 1 Oktober 2009

Penulis

xii

DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN SAMPUL DEPAN …………………………………………………...
HALAMAN JUDUL …................………………….…………………..….……...
HALAMAN PENGESAHAN …….………………………………..……………..
ABSTRAK ………..……………………………….…...........................……..
ABSTRACT ……………………………………………….....………………….…

i
ii
iii
iv
v
vi

RINGKASAN ...........................................................................................................
PRAKATA ………………………………………..……………………......….....
DAFTAR ISI ………………………………………………..………..…......….…
DAFTAR TABEL …………………………………………………...……...…..…
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………..….……....…

xi
xii
xiv
xv

I.

PENDAHULUAN .................................................................................

1

II

TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................

10

III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ........................................

19

IV

METODE PENELITIAN ............................................................. ........

20

V

HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................

22

VI

KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................

31

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................

33

LAMPIRAN .............................................................................................................

37

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pengelompokan Subjek Berdasarkan Tingkat Pendidikan

22

Tabel 2. Pengelompokan Subjek Berdasarkan Tingkat Pengetahuan

23

Tabel 3 Pengelompokan Subjek Berdasarkan Sumber Dukungan Sosial

25

Tabel 4 Pengelompokan Subjek Berdasarkan Status Pekerjaan

27

xiv

DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A. CV Peneliti

38

LAMPIRAN B. Kuisenair

42

LAMPIRAN C. Rekap Data Penelitian

45

xv

RINGKASAN

Masalah pemberian Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi patut menjadi perhatian
serius pemerintah dan masyarakat, mengingat bahwa ASI sangat penting bagi bayi. Bayi
usia 0-6 bulan mutlak memerlukan ASI, yang mampu memenuhi 100 persen kebutuhan
bayi usia 0-6 bulan terhadap zat gizi. ASI Eksklusif (ASIE), yaitu ASI yang diberikan
sebagai sumber asupan satu-satunya bagi bayi usia 0-6 bulan.
Beberapa manfaat ASI bagi bayi menurut United States Breastfeeding
Committee’s (USBC), yaitu: skor lebih tinggi pada hasil tes kecerdasan, menurunkan
kejadian bayi meninggal tiba-tiba, menurunkan kemungkinan infeksi telinga, saluran
pencernaan, saluran pernafasan, dan meningitis, menurunkan risiko kanker dan asma bagi
bayi dengan riwayat kanker dan asma dalam keluarganya, mengurangi risiko obesitas
pada anak dan remaja, dan mencegah kerusakan gigi (Yadav, et al., 2000).
ASI juga bermanfaat bagi ibu dan masyarakat: mengurangi risiko ibu menyusui
terkena kanker

ovarium dan payudara,

mencegah osteoporosis,

mempercepat

kesembuhan setelah melahirkan dan menurunkan risiko pendarahan, mempercepat
turunnya berat badan setelah melahirkan dan mencegah obesitas. Pemberian ASI dapat
bermanfaat bagi komunitas sosial dalam hal: pemberian ASI mengurangi biaya perawatan
kesehatan, mengurangi biaya pembelian susu formula, dan mengurangi penggunaan
energi listrik/gas/minyak dan air yang diperlukan untuk proses penyiapan susu formula
(Montgomery, 2001).
Mengingat begitu pentingnya ASI dan ASIE bagi bayi dan kesejahteraan umat
manusia maka muncullah Deklarasi Innocenti 1990 tentang kesehatan anak dan
hubungannya dengan ASI. Deklarasi tersebut menyepakati perlunya kampanye ASI

melalui pekan ASI sedunia yang dilakukan pada setiap minggu I bulan Agustus (World
Breast-Feeding Week). Tujuannya untuk menyadarkan kembali masyarakat tentanng
pentingnya ASI dan supaya ibu mau menyusui bayinya (Walker, 1996).
Besarnya manfaat ASI, baik bagi bayi, ibu, maupun lingkungan masyarakat,
beserta berbagai usaha untuk meningkatkan penggunaannya, ternyata tidak cukup
membuat banyak ibu memutuskan untuk memberikan ASI kepada bayinya.
Riset terbaru King (UNICEF) menunjukkan hanya 10-15% bayi Indonesia yang
mendapatkan ASI Eksklusif (Harian Republika, 9 Maret 2006).
Keberhasilan pemberian ASI Eksklusif ini ternyata dipengaruhi oleh banyak faktor.
Penelitian Briawan (2004) menunjukkan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap
pemberian ASI, yaitu: pengetahuan ibu tentang menyusui, dukungan keluarga, perubahan
gaya hidup, kondisi sosial budaya masyarakat, dan tingkat ekonomi keluarga.
Beberapa pendapat dan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa proses
pemberian ASI eksklusif dipengaruhi oleh banyak faktor. Sayangnya, belum banyak
penelitian yang secara spesifik menggali lebih dalam tentang ASI Eksklusif, padahal saat
ini pemberian ASI Eksklusif menjadi program penting pemerintah.
Mengingat bahwa pemerinta Indonesia saat ini sedang berusaha meningkatkan
persentase jumlah bayi yang menerima ASI Eksklusif di Indonesia, maka mengetahui
faktor-faktor apa saja yang turut berperan aktif dalam proses pemberian ASI Eksklusif
menjadi hal penting. Penelitian ini akan berusaha memetakan faktor-faktor apa saja yang
memengaruhi pemberian ASI Eksklusif pada bayi-bayi di Indonesia yang saat ini
jumlahnya masih sangat kecil, sehingga dapat menjadi dasar dibuatnya program
intervensi untuk meningkatkannya.

Melalui proses pengumpulan data dengan kuisenair dan wawancara diketahui
bahwa dari 44 subjek, terdapat 32 orang ibu yang memberikan ASIE dan 12 orang yang
tidak memberikan ASIE. Subjek penelitian ini paling banyak berpendidikan SLTA keatas
(84%), dan hanya 16% yang berpendidikan SLTP kebawah. Komposisi subjek yang tidak
seimbang membuat analisis terhadap kontribusi tingkat pendidikan terhadap keputusan
memberikan ASIE pada penelitian ini perlu ditindaklanjuti pada penelitian selanjutnya.
Perbedaan yang tidak menonjol memunculkan kesimpulkan bahwa tingkat pendidikan
tidak begitu berpengaruh terhadap subjek dalam memberikan ASIE. Hasil ini tidak sesuai
dengan hasil penelitian Barra, Santander, & Victoriano (2008) yang menemukan bahwa
di Chili, tingkat pendidikan memengaruhi pemberian ASIE. Pendidikan lanjut ibu terkait
dengan makin panjangnya waktu pemberian ASIE.
Pengetahuan memiliki peranan yang cukup

signifikan dalam keputusan

memberikan ASIE pada ibu menyusui. Hasil ini mendukung penelitian Otoo, Lartey, dan
Perez-Escamilla (2009) di Ghana, yang menyatakan bahwa status pekerjaan ibu dan
persepsi bahwa jumlah ASI tidak mencukupi menghambat pemberian ASIE, disamping
faktor-faktor lain, yaitu: masalah payudara dan puting dan tekanan dari keluarga. Data
juga menunjukkan bahwa ketika subjek memiliki pertanyaan atau menghadapi masalah
dalam penyusuan maka pihak yang didatangi untuk membantu adalah: bidan, ibu, dokter,
kakak, suami, tukang pijat, perawat, teman, dan posyandu masing-masing.
Hampir semua subjek menyatakan bahwa suami adalah sumber dukungan yang
utama. Posisi kedua ibu kandung, diikuti oleh tenaga kesehatan yaitu bidan dan dokter,
saudara dan ibu mertua, dan terakhir ayah mertua. Hasil ini mendukung hasil penelitian
Barra, Santander, & Victoriano (2008) yang mengemukakan bahwa di Chili, perempuan

yang tidak memiliki suami memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menghentikan lebih
awal pemberian ASIE daripada perempuan yang bersuami. Hal ini menunjukkan bahwa
peran suami sebagai pemberi dukungan sangatlah penting.
Diketahui juga bahwa peran sumber dukungan lain dalam keluarga juga penting.
Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Shi, et. al (2008) yang menyatakan bahwa
dukungan sosial dari orang-orang terdekat sangat memengaruhi pemberian ASI secara
penuh pada para perempuan di China.
Hal yang penting dalam temuan penelitian ini adalah adanya variasi bentuk
dukungan yang diterima oleh ibu, yang belum terungkap di penelitian yang lain. Bentuk
dukungan yang paling banyak disebutkan subjek adalah nasihat, pemberian informasi,
dan kemauan keluarga untuk mengingatkan subjek dalam proses menyusui. Bentuk
dukungan yang spesifik dilakukan suami, yang secara signifikan dinilai subjek sangat
mendukung pemberian ASIE adalah: ikut bangun dan menemani saat malam ibu harus
menyusui, membantu mengerjakan tugas rumah tangga lain saat ibu menyusui,
menyediakan susu dan jamu ibu menyusui yang mendukung tersedianya ASI dalam
jumlah cukup, dan menyediakan diri untuk berbagi dan mendengarkan saat ibu
memerlukan dukungan. Sementara dukungan dari ibu dan ibu mertua adalah membelikan
jamu, menyediakan masakan dan sayuran yang mendukung ketersediaan ASI,
mengingatkan saat harus menyusui, dan menyiapkan baju ibu menyusui. Sumber
dukungan yang berasal dari petugas kesehatan lebih banyak memberikan dukungan
dalam bentuk informasi dan nasihat, sementara sumber lain yaitu ayah dan saudara
hampir semua disebutkan membantu dalam bentuk memberikan nasihat tentang
pentingnya memberikan ASIE.

Data menunjukkan bahwa untuk masing-masing kelompok, persentase ibu rumah
tangga yang memberikan ASIE menempati posisi tertinggi dibandingkan pada kelompok
wiraswastawati, buruh, dan guru. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Otoo, Lartey,
dan Perez-Escamilla (2009) di Ghana, yang menyatakan bahwa status pekerjaan ibu
memengaruhi pemberian ASIE, disamping faktor-faktor lain, yaitu: persepsi tentang
jumlah ASI, masalah payudara dan puting dan tekanan dari keluarga.
Dipandang dari aspek ekonomi, pemberian ASIE dinilai lebih hemat oleh hampir
semua subjek (98%).
Beberapa faktor yang oleh subjek dianggap mendukung pemberian ASIE, yaitu:
dukungan keluarga besar, keyakinan bahwa menyusui adalah kewajiban dan kodrat ibu,
kebanggaan ibu ketika melihat anaknya sehat karena mendapatkan ASIE, kepercayaan
ibu bahwa ASI adalah makanan terbaik bayi, dan kebiasaan dan tradisi pada masyarakat
desa untuk menyusui bayi sehingga semua ibu harus menyusui bayinya.
Sementara faktor-faktor yang dianggap menghambat pemberian ASIE adalah
kurangnya informasi dimiliki tentang ASI dan menyusui, jumlah ASI dianggap tidak
mencukupi, puting lecet, kelelahan bekerja, pembagian waktu, nyeri, rasa malu dan risih
menyusui di tempat umum, dan kebiasaan dan tradisi masyarakat desa untuk
memberikan makanan pendamping ASI secara dini.