Arahan Pengembangan Integrasi Sawit Sapi Dalam Peningkatan Ekonomi Wilayah Di Kabupaten Langkat

ARAHAN PENGEMBANGAN INTEGRASI SAWIT-SAPI DALAM
PENINGKATAN EKONOMI WILAYAH DI KABUPATEN LANGKAT

LISMAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Arahan Pengembangan
Integrasi Sawit-Sapi dalam Peningkatan Ekonomi Wilayah di Kabupaten Langkat
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2016
Lismawati
NRP A156140144

RINGKASAN
LISMAWATI. Arahan Pengembangan Integrasi Sawit-Sapi dalam Peningkatan
Ekonomi Wilayah di Kabupaten Langkat. Dibimbing oleh KUKUH
MURTILAKSONO dan KHURSATUL MUNIBAH.
Kabupaten Langkat memiliki potensi yang besar di bidang pertanian
khususnya sub sektor perkebunan dan peternakan. Besarmya kontribusi sektor
pertanian terhadap PDRB Kabupaten Langkat adalah sebesar 54,04 %, yaitu sub
sektor perkebunan (30,90%) dan peternakan (5,75%). Komoditas perkebunan
yang paling dominan di Kabupaten Langkat adalah kelapa sawit dengan luas
perkebunan sebesar 112 323.9 Ha pada tahun 2013. Luas perkebunan kelapa sawit
rakyatnya mencapai 45.407 Ha (40%) dari total luas perkebunan sawit dan
termasuk 3 terbesar di Provinsi Sumatera Utara. Adapun komoditas peternakan
utama di Kabupaten Langkat adalah peternakan sapi potong yang menyumbang
sekitar 25 – 30 % dari populasi ternak sapi potong di Provinsi Sumatera Utara.
Kedua kondisi sub sektor tersebut memberikan peluang untuk melaksanakan
integrasi sawit-sapi di Kabupaten langkat. Integrasi sawit-sapi diharapkan dapat

berperan untuk meningkatkan populasi ternak sapi potong dalam mendukung
program swasembada daging sapi.
Tujuan dari penelitian ini adalah : 1) menentukan potensi lahan perkebunan
kelapa sawit eksisting sebagai sumber pakan ternak sapi potong, 2) menganalisis
keuntungan ekonomi program integrasi sawit-sapi, 3) mengidentifikasi faktorfaktor yang mempengaruhi pendapatan petani-peternak, 4) menentukan tingkat
preferensi anggota terhadap kelompok tani dan 5) menentukan prioritas, strategi
dan arahan pengembangan integrasi sawit-sapi dalam peningkatan ekonomi
wilayah di Kabupaten Langkat.
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara/kuesioner di lapangan,
sedangkan data sekunder diperoleh dari beberapa instansi pemerintah. Penentuan
responden petani, para pakar, dan stakeholders lainnya menggunakan metode
purposive sampling. Adapun metode analisis yang digunakan diantaranya analisis
deskriptif, analisis Location Quotient (LQ), Shift Share Analyzed (SSA), analisis
usaha tani, analisis regresi, analisis Multiple Criteria Decision Making (MCDM)
dengan pendekatan Technidue For Others Reference by Similarity to Ideal
Solution (TOPSIS), Analytical Hierarchy Process (AHP) dan analisis Strengths,
Weaknesses, Opportunities dan Threats (SWOT).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemeliharaan secara ekstensif ternak
sapi potong hanya pada lahan perkebunan kelapa sawit rakyat di empat kecamatan

penelitian mampu menampung 22 402 ekor, sedangkan pemeliharaan secara
intensif menampung 17 068 ekor. Nilai tersebut hampir mendekati nilai populasi
ternak sapi potong pada tahun 2013 di 4 kecamatan, yaitu sebesar 27 956 ekor,
yang menggunakan semua lahan baik lahan sawit maupun non sawit. Keempat
kecamatan memiliki nilai LQ > 1 sehingga berpeluang untuk menjadi pusat
peternakan sapi potong dan nilai SSA positif yang menunjukan tren pertumbuhan
yang baik. Nilai R/C rata-rata keuntungan usaha tani dari para peternak sapi
potong sebesar 1.284. Nilai tersebut menunjukkan bahwa usaha ternak sapi
potong layak untuk dikembangkan dengan pendapatan usaha tani rata-rata Rp. 14

829 570,- per tahun dengan pendapatan per ST sebesar Rp. 3 707 392. Faktor
yang berpengaruh signifikan terhadap pendapatan petani peternak adalah biaya
pakan dan skala pemeliharaan. Adapun nilai respon positif rata-rata dari tingkat
preferensi anggota terhadap keberadaan kelompok tani sebesar 64.4% yang
menunjukkan bahwa perlu adanya pembenahan manajemen kelompok tani.
Prioritas daerah pengembangan integrasi sawit-sapi berturut-turut adalah
Kecamatan Secanggang, Wampu, Babalan dan Kuala. Strategi utama yang
dilakukan untuk pengembangan integrasi sawit sapi melalui peningkatan efisiensi
model pemeliharaan dari ekstensif menjadi intensif dengan dukungan akademisi
dan kebijakan pemerintah. Arahan pengembangan berdasarkan strategi yang telah

disusun untuk diimplementasikan pada empat kecamatan penelitian.
Pengembangan integrasi sawit-sapi memberikan dampak positif terhadap
peningkatan ekonomi wilayah di Kabupaten Langkat karena dapat menciptakan
lapangan kerja sebanyak 114 447 orang atau 22.66% (12.16% menjadi 34.82%)
dari total angkatan kerja dan meningkatkan kontribusi sub sektor peternakan
sebesar 177.81 milyar atau 3.85% (5.75% menjadi 9.60%) terhadap PDRB sektor
pertanian.
Kata Kunci : ekonomi wilayah, integrasi sawit-sapi, intensif, swasembada daging
sapi

SUMMARY
LISMAWATI. Direction of Oil Palm-Cattle Integrated Based Culture
Development in Uplifting Regional Economic of Langkat District. Supervised by
KUKUH MURTILAKSONO and KHURSATUL MUNIBAH.
Langkat has a great potency in the agriculture field, especially plantation
and livestock sub-sector. The amount of agricultural sector's contribution to
Langkat’s GDP about 54.04%, with plantations (30.90%) and livestock sub-sector
(5.75%). The most dominant commodities in Langkat is palm oil with 112 323.9
hectares of palm plantations in 2013. Oil palm plantations of smalholders estate
reached 45 407 hectares (40%) of the total area of oil palm plantations and

includes the 3rd largest in the province of North Sumatra. While the main
commodities of the livestock sub-sector in Langkat is beef cattle farms accounts
for about 25-30% of the population of cattle in the province of North Sumatra.
Both of sub-sector condition provides the opportunity to implement the oil palmcattle integrated in Langkat. Oil palm-cattle integrated was expected to increase
the cattle population in favor of beef self-sufficiency program.
The purpose of this study were: 1) to determine the potential of oil palm
plantations existing as feed for cattle, 2) to analyze the economic benefits of oil
palm cattle integrated based culture, 3) to identified the factors that affect the
income of farmers 4) to determine the members level preference of farmer groups
and 5) to determine the priority, strategy and direction of oil palm-cattle integrated
based culture development in uplifting regional economic of Langkat District.
This study uses primary data obtained through interviews / questionnaires in
the field. Secondary data were obtained from several government agencies.
Respondent farmers, experts, and other stakeholders using purposive sampling
method. The analytical method used analysis of descriptive, analysis of Location
Quotient (LQ), analysis of the Shift Share (SSA), analysis of farming, analysis of
regression, analysis of Multiple Criteria Decision Making (MCDM) approach
Technidue For Others Reference by Similarity to ideal Solution (TOPSIS),
analysis of Hierarchy Process (AHP) and analysis of Strengths, Weaknesses,
Opportunities and Threats (SWOT).

The results showed that the extensive maintenance only in oil palm
plantations of the people in the four sub-districts of this research could
accommodate cattle population amounted to 22 402 tail, whereas intensive
maintenance could accommodate about 17 068 tail. This values almost approaches
the cattle population of four districts in 2013, which amounted to 27 956 tail , that
uses all of the available land either palm oil or non-palm oil plantations. Four of
sub-district had a value of LQ> 1 so that having opportunity to be the center of
beef cattle farms and had SSA positive value that showed a good growth trend.
The R/C average values of farming profit from cattle farmers was 1.284. This
values showed a decent effort to be developed with an average income of Rp.
14.82957 million, - per year and income per ST Rp. 3,707,392, -. Significantly
factors that influence the income of cattle farmers is feed costs and scale
maintenance. Then the average positive response from members level preference

of farmer groups was about 64.4% that indicated the need for a management
improvement of farmer groups.
The priority of development areas are respectively Secanggang, Wampu,
Babalan and Kuala sub-districs. The strategies for developing oil palm-cattle
integrated based culture was done by changing the integration model from
extensive into intensive model to increase its efficiency with academic and

government policies supports. The direction of development based on a strategy
that has been conceived to be implemented in four sub-districts of the study.The
development of oil palm-cattle integrated based culture provided positive impact
on the uplifting regional economic in Langkat district because could create job as
many as 114 447 people or 22.66% ( from 12.16% to 34.82%) from the total
economically active and contributed to the GDP esspecially on the livestock subsector amounted to 177.81 billion or 3.85% (from 5.75% to 9.6%) of the
agricultural sector.
Keywords: economic regions, intensive, oil palm-cattle integrated, selfsufficiency in beef

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ARAHAN PENGEMBANGAN INTEGRASI SAWIT-SAPI DALAM

PENINGKATAN EKONOMI WILAYAH DI KABUPATEN LANGKAT

LISMAWATI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr Ir Santun. R.P. Sitorus

Judul Tesis : Arahan Pengembangan Integrasi Sawit-Sapi dalam Peningkatan
Ekonomi Wilayah di Kabupaten Langkat
Nama

: Lismawati
NRP
: A156140144

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Dra Khursatul Munibah, MSc
Anggota

Prof Dr Ir Kukuh Murtilaksono, MS
Ketua

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah

Dekan Sekolah Pascasarjana


Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 06 Januari 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas
rahmat dan karunia-Nya jualah sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis
ilmiah ini yang berjudul Arahan Pengembangan Integrasi Sawit-Sapi dalam
Peningkatan Ekonomi Wilayah di Kabupaten Langkat. Pada kesempatan ini,
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Bapak Prof Dr Ir Kukuh Murtilaksono, MS sebagai ketua komisi pembimbing
dan Ibu Dr Ir Khursatul Munibah. M.Sc sebagai anggota komisi pembimbing
dengan kesabaran dan keikhlasannya telah meluangkan waktu untuk
mengarahkan dan membuka wawasan penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
2. Bapak Prof Dr Ir Santun R.P. Sitorus selaku Ketua Program Studi Ilmu

Perencanaan Wilayah sekaligus dosen penguji luar komisi yang banyak
memberi wawasan dalam menyelesaikan tesis ini.
3. Segenap dosen dan staf manajemen Program Studi PWL IPB yang telah
mengajar dan membantu penulis selama mengikuti studi.
4. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang
diberikan kepada penulis.
5. Bapak Gubernur, Sekretaris Daerah, Kepala Badan Kepegawaian Daerah,
serta Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara yang telah
memberikan izin serta dukungan baik moril maupun materiil unuk mengikuti
tugas belajar pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB.
6. Bapak Direktur PPKS Medan, BPTP Provinsi Sumatera Utara, Dinas
Peternakan Kabupaten Langkat dan Akademisi Fakultas Pertanian Jurusan
Peternakan USU Medan atas kerjasamanya dalam penulisan tesis ini.
7. Ayah dan Ibunda yang tersayang semoga tenang di sisi-Nya serta Suami dan
Anak tercinta yang telah memberikan ridho, izin serta dorongan semangat
sehingga memberikan kekuatan yang besar kepada penulis.
8. Rekan-rekan PWL IPB baik kelas khusus Bappenas maupun reguler yang
banyak memberikan bantuan moral selama masa pendidikan.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan baik
moril maupun materiil selama studi dan penulisan tesis ini
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan
dan ketidaksempurnaan. Kritik dan saran yang bermanfaat sangat diharapkan
penulis untuk lebih menyempurnakan karya tulis ini. Semoga memberikan
manfaat.
Bogor, Januari 2016
Lismawati
NRP A156140144

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pemikiran
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
3
3
3
6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pengembangan Wilayah
Perkebunan Kelapa Sawit dan Pemanfaatan Limbah
Sapi Potong
Konsep Integrasi Sawit-Sapi
Usaha Tani/Ternak
Kelompok Tani

6
6
8
12
16
21
24

3 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Bahan dan Alat
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data

25
25
25
25
26
26

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
Kondisi Wilayah
Kondisi Karakter Responden
Integrasi Sawit, Sapi dan Energi (ISSE) di PPKS

40
40
44
49

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
50
Potensi Lahan Perkebunan Kelapa Sawit Sebagai Sumber Pakan
50
Analisis Usaha Tani
53
Preferensi Anggota terhadap Kelompok Tani
64
Prioritas Pengembangan Integrasi Sawit-Sapi Menurut Kecamatan
65
Strategi Pengembangan Integrasi Sawit-Sapi di Kabupaten Langkat
68
Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal
68
Penyusunan Strategi SWOT
77
Arahan Pengembangan Integrasi Sawit-Sapi dalam Peningkatan Ekonomi
Wilayah di Kabupaten Langkat
80

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

83
83
84

DAFTAR PUSTAKA

85

LAMPIRAN

90

RIWAYAT HIDUP

126

DAFTAR TABEL
1 Luas Tanam dan Produksi Tanaman Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat
di Kabupaten Langkat Tahun 2013
2 Kandungan Nutrisi Hasil Samping dan Limbah Industri Kelapa Sawit
(% Bahan Kering)
3 Produksi Daging Sapi Nasional Tahun 2008-2012
4 Jumlah Populasi Sapi Potong dan Produksi Daging Sapi di Kabupaten
Langkat Tahun 2013
5 Daya Tampung Ternak Sapi Potong/hektar Lahan Sawit
6 Jenis dan Jumlah Responden Penelitian
7 Matriks Tujuan, Jenis dan Sumber Data, Teknik Analisis dan Output
8 Skala Dasar Ranking AHP
9 Alokasi Penggunaan Lahan di Kabupaten Langkat
10 Statistik Ketenagakerjaan Kabupaten Langkat
11 Statistik Pendidikan Kabupaten Langkat
12 Statistik Kesehatan dan Kemiskinan Kabupaten Langkat
13 Statistik Peternakan Kabupaten Langkat
14 Perkembangan PDRB Kabupaten Langkat
15 Luas Kecamatan dan Jumlah Penduduk di Kecamatan Penelitian
16 Luas Tanam dan Produksi Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat di
Kecamatan Penelitian
17 Potensi Lahan Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat di Kecamatankecamatan Penelitian untuk Menampung Populasi Ternak Sapi Potong
18 Jumlah Pendapatan dan Nilai R/C di Kecamatan-kecamatan Penelitian
19 Analisis Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Potong Secara Ekstensif di
Kecamatan-kecamatan Penelitian (rataan)
20 Analisis Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Potong di Kecamatankecamatan Penelitian Asumsikan Pemeliharaan Secara Intensif (rataan)
21 Hasil Uji Asumsi Multikolinieritas Model Regresi Faktor yang
Berpengaruh Terhadap Pendapatan Peternak di Kecamatan Penelitian
22 Analisis Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petani Peternak
23 Perbandingan Kentungan Penggunaan Pakan Konsentrat Konvensional
dan Silase di Kecamatan Penelitian
24 Rata-rata Preferensi Responden Terhadap Kelompok Tani/Ternak di
Kecamatan-kecamatan Penelitian
25 Preferensi Responden Terhadap Kelompok Tani/Ternak di Masingmasing Kecamatan Penelitian Tahun 2015
26 Hasil Pembobotan Kriteria dan Nilai CR Berdasarkan Analisis AHP
27 Urutan Kriteria dan Alternatif Pada Metode TOPSIS
28 Urutan Prioritas Alternatif Kecamatan Pengembangan Integrasi SawitSapi di Kabupaten Langkat
29 Prioritas Pengembangan Integrasi Sawit-Sapi Menurut Kecamatan di
Kabupaten Langkat
30 Faktor Internal dan Eksternal Pengembangan Integrasi Sawit-Sapi di
Kabupaten Langkat
31 Strategi Pengembangan Integrasi Sawit-Sapi
32 Hasil Pembobotan Komponen SWOT

9
10
13
15
18
26
27
36
41
41
42
42
43
44
45
51
52
54
54
57
59
60
61
64
64
65
66
67
67
69
78
79

33 Ranking Arahan Strategi Pengembangan Integrasi Sawit-Sapi
34 Arahan Pengembangan Integrasi Sawit-Sapi di Kabupaten Langkat
35 Perbandingan Model Pemeliharaan Ternak Sapi Potong Secara
Ekstensif dan Intensif
36 Perbandingan Integrasi di Masyarakat dan Peluang Pengembangannya

80
81
82
83

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Diagram Alir Kerangka Pemikiran
Produk dan Hasil Samping Kelapa Sawit
Perkembangan Populasi Sapi Potong di Indonesia Tahun 2008-2012
Bagan Alir Tahapan Penelitian
Proses Pemilihan Arahan Prioritas Pengembangan Integrasi Sawit-Sapi
dengan AHP-TOPSIS
Hirarki Analisis AHP-SWOT Pengembangan Integrasi Sawit-Sapi di
Kabupaten Langkat
Peta Lokasi Penelitian
Karakteristik Responden Berdasarkan Umur di Kecamatan-kecamatan
Penelitian
Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan di Kecamatankecamatan penelitian
Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Beternak di
Kecamatan-kecamatan penelitian
Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Ternak
Penggunaan Tenaga Kerja dalam Keluarga di Kecamatan-kecamatan
Penelitian
Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan di Kecamatankecamatan Penelitian
Keikutsertaan Petani Peternak Dalam Kelompok Tani/Ternak di
Kecamatan-kecamatan Penelitian
Peta Lahan Perkebunan di Lokasi Penelitian
Grafik Normal P-Plot Regresi untuk Uji Normalitas
Grafik Scatterplots Regresi Uji Heteroskedastisitas
Grafik Ranking dari Alternatif Kecamatan Prioritas Pengembangan
Integrasi Sawit-Sapi Berdasarkan Analisis TOPSIS

5
10
12
28
38
39
40
45
45
45
45
46
46
46
51
58
59
67

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Target Swasembada Daging Tahun 2015-2019
Konsumsi dan Defisit Daging Sapi Nasional Tahun 2008-2012
Nilai LQ dan SSA Komoditas Sapi Potong di Kabupaten Langkat
Data Petani Peternak Integrasi Sawit-Sapi di Kecamatan Penelitian
Tahun 2015
5 Kuisioner Untuk Pakar/Stakeholders Berdasarkan Metode AHPTOPSIS

90
90
91
92
94

6 Kuisioner Untuk Petani Peternak Integrasi Sawit-Sapi di Kecamatan
Penelitian
7 Hasil Analisis SWOT Strategi Pengembangan Integrasi Sawit-Sapi di
Kabupaten Langkat
8 Hasil Regresi Faktor-faktor yang Mempengaruhi PendapatanPetani
Peternak
9 Pemilihan Prioritas Kecamatan Untuk Pengembangan Integrasi SawitSapi Berdasarkan Metode TOPSIS

103
110
113
123

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daging sapi merupakan komoditas prioritas dalam peningkatan kedaulatan
pangan selain padi, jagung, kedelai, gula, dan ikan. Berdasarkan rincian dari
Sembilan Agenda Prioritas (Nawa Cita), maka agenda prioritas di bidang
pertanian terdiri dari dua hal, yaitu peningkatan agroindustri dan peningkatan
kedaulatan pangan. Pembangunan pertanian dalam lima tahun kedepan
berlandaskan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
ketiga (2015-2019). Visi yang ingin dicapai dalam Renstra Direktorat Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) tahun 2015-2019 adalah
terwujudnya kedaulatan dan keamanan pangan asal ternak dengan tujuan antara
lain mengembangkan usaha peternakan yang terintegrasi dan meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan petani peternak.
Pemerintah Indonesia merumuskan program swasembada daging sapi untuk
mewujudkan kedaulatan pangan asal ternak. Program swasembada daging sapi
telah dicanangkan beberapa kali, terakhir diubah menjadi Program Swasembada
Daging Sapi dan Kerbau (PSDSK) 2014, kemudian dilanjutkan kembali pada
tahun 2015-2019. Sulitnya mencapai swasembada daging sapi antara lain
disebabkan karena jumlah populasi ternak sapi potong belum mencukupi. Tingkat
konsumsi daging perkapita Indonesia menurut Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan tahun 2015 yaitu 1.77 kg/kapita/tahun termasuk rendah
dibandingkan negara lain seperti Filipina sebesar 7.5 kg, Singapura dan Malaysia
15 kg. Proporsi penyediaan daging sapi untuk target 2016 sebesar 90.10% dari
lokal dan 9.90% dari impor. Oleh sebab itu perlu dilakukan upaya untuk
meningkatkan populasi sapi potong agar terjadi peningkatan konsumsi daging sapi
perkapita. Salah satu program untuk meningkatkan populasi ternak sapi potong
adalah dengan integrasi sawit-sapi.
Program integrasi sawit-sapi di Kabupaten Langkat merupakan komitmen
pemerintah dengan mandat RPJMN dan Renstra 2015-2019 yaitu: 1) Keputusan
Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 43/Kpts/ PD.410/1/2015 Tanggal
16 Januari 2015 Tentang Pengembangan Kawasan Komoditas Peternakan di
Provinsi Sumatera Utara yang dikembangkan di Kabupaten Deli Serdang dan
Langkat. 2) Peraturan Menteri Pertanian No 05/permentan/PD.300/8/2014
Tanggal 14 Agustus 2014 Tentang Integrasi Usaha Perkebunan Kelapa Sawit
dengan Usaha Budidaya Sapi Potong. 3) Surat Edaran Bupati Langkat Nomor :
188.3-1032/ Disnak/2015 Tanggal 26 Mei 2015 tentang integrasi sawit-sapi yang
ditujukan kepada Stakeholders Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Langkat.
Kabupaten Langkat merupakan salah satu kabupaten di Sumatera Utara
dengan kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Langkat cukup
besar. Menurut data BPS Provinsi Sumatera Utara (2013) dalam Analisis Hasil
Pendataan Lengkap Sensus Pertanian 2013 kontribusi sektor pertanian terhadap
jumlah PDRB sebesar 54,04%, artinya sektor pertanian merupakan sektor yang
sangat berpengaruh dalam perekonomian Kabupaten Langkat. Sub sektor
perkebunan sebagai sub sektor yang terbesar dalam pembentukan PDRB pada
sektor pertanian. Data yang diperoleh dari BPS Kabupaten Langkat (2014), PDRB

2

Kabupaten Langkat atas dasar harga konstan sektor pertanian menyumbang
sebesar Rp 4 608.280 milyar, Sub Sektor Tanaman Perkebunan Rp 1 423.874
milyar (30.89%), dan Sub Sektor Peternakan dan Hasil-hasilnya Rp 265.264
milyar (5.75%).
Sub sektor Perkebunan Kabupaten Langkat memiliki luas areal kelapa sawit
perkebunan rakyat terbesar ke-3 pada tahun 2013 yaitu sebesar 45 407 hektar
dengan produksi TBS 708 809.40 ton sementara luas areal kelapa sawit
perkebunan rakyat di Provinsi Sumatera Utara 393 990 (sekitar 11.53% luas areal
kelapa sawit perkebunan rakyat Sumatera Utara). Pada urutan pertama dan kedua
adalah Kabupaten Asahan (72 337 ha dengan produksi 1 275 juta ton) dan
Kabupaten Labuhan Batu Utara (68 161 ha dengan produksi 1 071 juta ton). Luas
perkebunan kelapa sawit rakyat pada tahun 2010 hanya sebesar 41 542 hektar dan
mampu memproduksi kelapa sawit sebanyak 611 391.60 ton, terjadi peningkatan
luas lahan dan juga produksi kelapa sawit dari tahun 2010 sampai tahun 2013
(BPS Kabupaten Langkat 2014).
Kabupaten Langkat juga merupakan sentra peternakan terutama sapi potong.
Jumlah populasi sapi potong di Kabupaten Langkat Tahun 2013 sebesar 160 821
ekor (BPS Kabupaten Langkat 2014b), sementara populasi ternak sapi potong di
Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 sebesar 523 277 ekor. Kabupaten Langkat
berkontribusi sebesar 30.73% terhadap populasi ternak sapi potong Provinsi.
Potensi perkebunan kelapa sawit dan sebaran populasi ternak sapi potong ini
menjadi peluang untuk melaksanakan integrasi sawit-sapi di Kabupaten Langkat.
Perumusan Masalah
Jumlah penduduk Indonesia saat ini mencapai lebih dari 250 juta, dengan
tingkat pertumbuhan sekitar 1.5 % per tahun dan elastisitas permintaan daging
yang tinggi maka peningkatan pendapatan dan pertambahan penduduk akan
meningkatkan jumlah peningkatan akan daging sapi setiap tahunnya, akhir-akhir
ini terdapat kecenderungan kenaikan impor daging sapi dan ternak sapi hidup.
Kondisi seperti ini dimanfaatkan negara lain untuk mengincar Indonesia sebagai
tempat memasarkan produksi dagingnya terutama apabila Indonesia masih belum
juga dapat menghasilkan produk sejenis dengan harga lebih bersaing.
Direktorat Pangan dan Pertanian, Bappenas (2013) melaporkan bahwa
Indonesia mengalami defisit daging sapi nasional sebesar 28.06% dari kebutuhan
konsumsi sebesar 544 896 ton sementara produksi hanya sebesar 425 495 ton.
Kondisi kekurangan daging sapi menjadi tantangan bagi pemerintah untuk dapat
mewujudkan swasembada daging sapi salah satunya melalui integrasi sawit-sapi.
Integrasi sawit-sapi merupakan multiplier effects dari perkebunan kelapa
sawit, potensi lahan perkebunan belum dimanfaatkan dengan baik sebagai sumber
pakan dan tempat penggembalaan bagi ternak sapi potong. Pada umumnya
peternak mengembalakan ternaknya di lahan perkebunan, ternak sapi yang
digembalakan secara bebas di areal kelapa sawit umumnya menimbulkan dampak
negatif bagi pertumbuhan dan produksi kelapa sawit. Usaha pertama yang
dikembangkan di perkebunan kelapa sawit adalah kelapa sawitnya, usaha ternak
sapi potong adalah usaha untuk memanfaatkan lahan ataupun hasil samping dan
limbah kelapa sawit sehingga tidak boleh dirugikan oleh ternak sapi potong.

3

Pelaksanaan Integrasi sawit-sapi harus saling menguntungkan (Rahutomo et al.
2012).
Adanya laju permintaan produk peternakan yang terus meningkat, belum
optimalnya pemanfaatan potensi sumber daya lokal dan sosial-ekonomi
masyarakat dan model pemeliharaan diduga merupakan penyebab terjadinya
perkembangan produksi sapi potong yang tidak sesuai dengan harapan dan
menjadikan tantangan dan peluang untuk pengembangan sapi potong di
Kabupaten Langkat. Pendekatan integrasi ini memposisikan sapi sebagai mesin
pengolah limbah pertanian menjadi kompos (bahan organik), sedangkan pedet
adalah bonus akibat pemeliharaan sapi secara benar, dan pada akhirnya akan
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani. Berdasarkan uraian di atas
dapat dirumuskan permasalahan pokok dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Belum diketahui potensi lahan perkebunan kelapa sawit eksisting sebagai
sumber pakan ternak sapi potong.
2. Belum diketahui pemusatan ternak sapi potong dan tren pertumbuhannya.
3. Belum diketahui keuntungan ekonomi dan faktor-faktor yang mempengaruhi
pendapatan petani peternak.
4. Belum diketahui tingkat preferensi anggota terhadap keberadaan kelompok tani.
5. Belum diketahui prioritas dan strategi serta arahan pengembangan integrasi
sawit-sapi dalam peningkatan ekonomi wilayah di Kabupaten Langkat.
Tujuan Penelitian
1.
2.
3.
4.
5.

Menentukan potensi perkebunan kelapa sawit sebagai sumber pakan.
Menganalisis keuntungan ekonomi program integrasi sawit-sapi.
Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani peternak.
Menentukan tingkat preferensi anggota terhadap keberadaan kelompok tani.
Menentukan prioritas dan strategi serta merumuskan arahan pengembangan
integrasi sawit-sapi dalam peningkatan ekonomi wilayah di Kabupaten Langkat.
Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Daerah untuk membuat perencanaan
pembangunan, khususnya pengembangan sapi potong berbasis perkebunan
kelapa sawit di Kabupaten Langkat.
2. Sebagai bahan masukan kepada masyarakat/swasta yang bergerak dalam usaha
ternak sapi potong/perkebunan dalam berinvestasi sehingga diharapkan dapat
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani peternak.
Kerangka Pemikiran Penelitian
Menurut Yuhanria et al. (2013) bertambahnya jumlah penduduk setiap
tahun merupakan pemacu tingkat kebutuhan protein asal hewan, hal ini
merupakan tantangan tersendiri pada sektor peternakan. Usaha peternakan
memiliki prospek cukup baik karena selain berkontribusi dalam mendukung
kebutuhan protein hewani juga turut berperan dalam meningkatkan pendapatan,
memperluas lapangan kerja maupun menopang sektor industri. Saat ini pasokan
sapi potong berasal dari Nusa Tenggara, Bali dan Jawa. Harapan ke depan

4

pengembangan sapi harus memanfaatkan wilayah yang berlimpah pakan di
kawasan kebun sawit terutama di kawasan Sumatera dan Kalimantan.
Indonesia saat ini sedang menghadapi tantangan untuk mencukupi
kebutuhan daging sapi di dalam negeri yang ke depan akan terus bertumbuh.
Pemerintah Indonesia merumuskan program swasembada daging sapi untuk
mendukung kedaulatan pangan. Swasembada menurut Hasnudi (2009) adalah
kemampuan penyediaan daging dalam negeri sebesar 90-95% sisanya dapat
dipenuhi dari impor. Susanti et al. (2012) menambahkan hasil yang diharapkan
dari swasembada daging sapi adalah 10% kebutuhan nasional dipenuhi dari impor
dan sisanya dipenuhi dari daging sapi lokal. Saat ini pasokan sapi potong berasal
dari Nusa Tenggara, Bali dan Jawa.
Ketergantungan akan komponen impor bahan penyusun ransum yang
semakin mahal dan ketersediaan pakan lokal yang tidak tersedia secara
berkelanjutan menyebabkan kendala dalam industri peternakan dewasa ini. Selain
itu dampak negatif sebagai akibat pergeseran fungsi lahan pertanian menjadi non
pertanian yang semakin meningkat sangat dirasakan oleh usaha ternak ruminansia.
Sumber dan ketersediaan hijauan yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak
menjadi terbatas. Konsekuensinya adalah tingkat produktivitas ternak yang
bersangkutan menjadi rendah. Oleh karena itu dalam upaya meningkatkan
produktivitas ternak perlu dilakukan upaya mencari, menggunakan dan
meningkatkan nilai nutrien sumber pakan alternatif, seperti produk samping
industri pertanian. Salah satu sumber pakan alternatif yang cukup potensial adalah
produk samping tanaman dan hasil ikutan pengolahan buah kelapa sawit yang
tersedia sepanjang tahun dalam jumlah yang banyak (Mathius 2005). Pemanfaatan
produk samping tersebut dilaksanakan melalui integrasi sawit-sapi.
Integrasi sawit-sapi di Kabupaten Langkat memiliki berbagai model
pemeliharaan, secara umum model pemeliharaan adalah digembalakan (ekstensif)
dan dikandangkan (intensif). Masing-masing pola pemeliharaan memiliki
kelebihan dan kekurangan. Salah satu pola integrasi yang sudah berhasil
dilaksanakan yaitu di Bukit Sentang Kecamatan Babalan Kabupaten Langkat
dengan model dikandangkan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS). PPKS
berhasil mengembangkan integrasi sawit-sapi dengan pola perbanyakan dan
penggemukan sapi. Konsep teknologi ISSE yang diterapkan dengan loop tertutup,
dimana tidak ada biomassa yang keluar dari kebun, dengan adopsi pola integrasi
ini dapat dikembangkan di kecamatan lain.
Integrasi ternak di perkebunan kelapa sawit menurut Adinata et al. (2014)
memberi keuntungan antara lain penghematan tenaga kerja sampai 50%/ha/tahun,
penurunan biaya weeding 30-50%, peningkatan berat per janjang sawit 6-30% dan
penurunan pupuk kimia. Lakiu (2014) menjelaskan bahwa integrasi sawit-sapi
dengan perkebunan kelapa sawit relatif mudah dilaksanakan bila kedua usaha
dikendalikan dalam satu wadah karena yang dihadapi terutama nasalah perpaduan
teknis dari kedua komoditas yang berbeda. Potensi pengembangan integrasi sawitsapi sangatlah tinggi. Lahan perkebunan kelapa sawit dapat menjadi sumber pakan
bagi sapi potong. Pasokan pakan untuk sapi potong biasanya tergantung oleh
musim apabila musim hujan maka pakan tersedia mencukupi tapi apabila musim
kemarau maka pakan kurang tersedia. Oleh karena itu butuh pakan yang dapat
tersedia setiap waktu tanpa dipengaruhi oleh musim. Pemanfaatan limbah kelapa
sawit adalah solusi bagi keterbatasan pakan karena faktor musim, bahkan daunnya

5

dapat dibuat menjadi silase dengan proses fermentasi sehingga waktu simpannya
lebih lama.
Pemerintah Indonesia berusaha untuk mencapai swasembada daging sapi
pada tahun 2015-2019. Kendala pencapaian swasembada daging sapi antara lain
karena belum tercapai target populasi ternak sapi potong. Program integrasi sawitsapi membantu pemerintah untuk meningkatkan populasi ternak sapi potong
untuk pencapaian swasembada daging. Apabila program ini dapat berjalan baik
maka akan memberi dampak yaitu peningkatan konsumsi daging sapi perkapita
dan peningkatan pendapatan petani peternak yang akan mempengaruhi ekonomi
wilayah. Diagram alir kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.

Kebutuhan Daging Semakin Meningkat

Kenyataan :
Defisit daging 2012 sebesar 28.06%, Konsumsi
daging/kapita rendah (1.778 kg/thn)

Daging Komoditas Prioritas Meningkatkan Kedaulatan Pangan

Swasembada Daging
Adopsi dari PPKS

Meningkatkan Populasi Sapot

Kepmentan,
Permentan dan
Surat Edaran Bupati

Konsep integrasi sawit-sapi

Perkebunan Kelapa Sawit
1. Luas Sawit no 3 di Sumut
2. Pemanfaatan hsl samping
dan limbah sbg pakan

Tahun 2001-2005
Tahun 2008-2010
Tahun2010-2014
Tahun 2015-2019

Peternakan Sapot
1. Sentra Peternakan Sapot
2. Populasi Sapot Langkat 30.72%
Populasi Sapot Provinsi

Meningkatkan Pendapatan Petani
Meningkatkan Ekonomi Wilayah

Gambar 1. Diagram Alir Kerangka Pemikiran

6

Ruang Lingkup Penelitian
Integrasi sawit-sapi melibatkan sub-sektor perkebunan dan peternakan.
Kedua sub-sektor hendaknya mendapatkan manfaat dari program integrasi sawitsapi karena merupakan hubungan yang saling menguntungkan (simbiosis
mutualisme).
Kajian penelitian ini dibatasi oleh pembahasan mengenai
peternakan sapi potong yang memanfaatkan perkebunan kelapa sawit milik rakyat.

2.

TINJAUAN PUSTAKA
Pengembangan Wilayah

Secara filosofis suatu proses pembangunan dapat diartikan sebagai “upaya
yang sistematis dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat
menyediakan beberapa alternative yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga
yang paling humanistik “. Pembangunan dapat dikatakan merupakan proses
memanusiakan manusia. Komponen dasar yang harus dimiliki dan dijadikan
sebagai basis konseptual dan pedoman praktis dalam memahami pembangunan
yang paling hakiki yaitu kecukupan (sustainance) memenuhi kebutuhan pokok,
meningkatkan rasa harga diri atau jati diri (self-estreem), serta kebebasan
(freedom) untuk memilih. Pembangunan dipandang sebagai proses
multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur
sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap
mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan keimpangan pendapatan
serta pengentasan kemiskinan (Todaro 2000 dalam Rustiadi et al. 2011). Pada
hakikatnya pembangunan harus mencerminkan perubahan jumlah suatu
masyarakat atau penyesuaian sistem sosial secara keseluruhan tanpa mengabaikan
keragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompokkelompok sosial yang ada didalamnya untuk bergerak maju menuju suatu kondisi
kehidupan yang serba lebih baik secara material maupun spiritual ( Rustiadi et al.
2011)
Menurut Riyadi dan Bratakusumah (2004), dalam merencanakan suatu
pembangunan wilayah/daerah ada beberapa aspek yang perlu mendapatkan
perhatian agar perencanaan pembangunan dapat menghasilkan rencana
pembangunan yang baik serta dapat diimplementasikan di lapangan. Aspek-aspek
tersebut adalah :
1. Aspek lingkungan, pembangunan yang kurang memperhatikan masalah
lingkungan akan memiliki nilai relevansi yang rendah terhadap perubahan.
2. Aspek potensi dan masalah, merupakan fakta yang ada di lapangan dan sangat
berpengaruh terhadap proses pembangunan, bahkan hal tersebut dapat menjadi
suatu pijakan awal dalam proses penyusunan perencanaan yang dapat menjadi
dasar analisis berikutnya.
3. Aspek institusi perencanaan, merupakan organisasi pemerintah yang
bertanggung jawab melakukan perencanaan pembangunan daerah.
Pembangunan pada dasarnya merupakan tugas pemerintah dalam rangka
memenuhi kewajiban-kewajibannya kepada masyarakat.

7

4. Aspek ruang dan waktu, harus jelas menggambarkan suatu kebutuhan dalam
timing yang tepat tentang kapan perencanaan pembangunan daerah mulai
disusun, kapan mulai diberlakukan, untuk berapa lama masa pemberlakuannya,
serta kapan dilakukan evaluasi atau perencanaan ulang (replanning)
5. Aspek legalisasi kebijakan, aspek ini menjadi penting ketika hasil perencanaan
pembangunan daerah dipandang sebagai suatu keputusan dari suatu kebijakan
yang harus dilaksanakan. Pelanggaran terhadap hasil suatu perencanaan dapat
dipandang sebagai suatu tindakan penyelewengan yang dapat mengakibatkan
implikasi hokum terhadap para pelanggarnya.
Pembangunan wilayah menurut Anwar (2005), dilakukan untuk mencapai
tujuan pembangunan wilayah yang mencakup aspek-aspek pertumbuhan,
pemerataan dan keberlanjutan yang berdimensi lokasi dalam ruang dan berkaitan
dengan aspek sosial ekonomi wilayah. Pengertian pembangunan dalam sejarah
dan strateginya telah mengalami evolusi perubahan, mulai dari strategi
pembangunan yang menekankan kepada pertumbuhan ekonomi, kemudian
pertumbuhan dan kesempatan kerja, pertumbuhan dan pemerataan, penekanan
kepada kebutuhan dasar (basic need approach), pertumbuhan dan lingkungan
hidup, dan pembangunan yang berkelanjutan (suistainable development).
Menurut Direktorat Pengembangan Kawasan Strategis, Ditjen Penataan
Ruang, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002) prinsip-prinsip
dasar dalam pengembangan wilayah adalah :
1. Sebagai growth center. Pengembangan wilayah tidak hanya bersifat internal
wilayah, namun harus diperhatikan sebaran atau pengaruh (spred effect)
pertumbuhan yang dapat ditimbulkan bagi wilayah dan secara nasional.
2. Pengembangan wilayah memerlukan upaya kerjasama antar daerah dan
menjadi persyaratan utama bagi keberhasilan pengembangan wilayah.
3. Pola pengembangan wilayah bersifat integral yang merupakan integrasi dari
daerah-daerah yang tercakup dalam wilayah melalui pendekatan kesetaraan.
4. Dalam pengembangan wilayah, mekanisme pasar harus juga menjadi prasyarat
bagi perencanaan pengembangan kawasan.
Perencanaan pembangunan wilayah pada dasarnya adalah merancang
keseluruhan proses perencanaan yang akan dilaksanakan dalam rangka
melaksanakan pembangunan wilayah. Oleh karena itu mengenal dan memahami
dengan baik tentang wilayah perencanaan sudah menjadi suatu keharusan bagi
seorang perencana. Mengenali potensi dan masalah, mengetahui profil wilayah,
memahami berbagai kebijakan pembangunan yang ada sampai dengan masalah
kultur/budaya masyarakat, dan sebagainya dapat membantu perencana daerah
untuk menghasilkan rencana pembangunan yang baik dan relevan. (Riyadi dan
Bratakusumah 2004).
Pembangunan ekonomi lokal (daerah) tidak hanya merupakan retorika baru
(Adisasmita 2005) tetapi mencerminkan suatu pergeseran fundamental peranan
pelaku-pelaku pembangunan, demikian pula sebagai aktivitas yang berkaitan dengan
pembangunan ekonomi masyarakat. Secara esensial, peranan pemerintah lokal atau
kelompok-kelompok berbasis masyarakat (community based group) dalam mengelola
sumber daya berupaya untuk mengembangkan usaha kemitraan baru dengan pihak
swasta, atau dengan pihak lain untuk menciptakana pekerjaan baru dan mendorong
berkembangnya berbagai kegiatan ekonomi dalam suatu daerah (wilayah) ekonomi.
Ciri atau sifat utama suatu pembangunan yang berorientasi atau berbasis ekonomi
lokal adalah menekankan pada kebijaksanaan pembangunan pribumi (“endogenous

8

development” policies) yang memanfaatkan potensi sumber daya manusia lokal,
sumber daya institusional lokal dan sumber daya fisik lokal. Orientasi ini
menekankan pada pemberian prakarsa lokal (lokal initiatives) dalam prses
pembangunan untuk menciptakan lapangan kerja baru dan mendorong peningkatan
kegiatan ekonomi secara luas.
Pertumbuhan Ekonomi wilayah adalah peningkatan volume variabel
ekonomi dari suatu wilayah atau dapat dikatakan sebagai peningkatan sejumlah
komoditas yang dapat digunakan atau diperoleh di suatu wilayah. Rustiadi et al.
(2011) menyatakan bahwa mengingat keterbatasan/kelangkaaan (scarcity) dan
sumber daya yang tidak merata, maka setiap potensi sumber daya yang ada harus
dimanfaatkan sebaik-baiknya. Hal ini berarti bahwa setiap sumber daya harus
dimanfaatkan seefesien dan seefektif mungkin. Dalam proses perencanaan dan
pengembangan wilayah aspek ekonomi berperan penting untuk mengalokasikan
sumber daya secara lebih efektif dan efisien dalam perspektif jangka pendek
maupun jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi wilayah ditandai dengan
pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah
tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (value added).

Perkebunan Kelapa Sawit dan Pemanfaatan Limbah
Kelapa sawit menjadi komoditi yang penting bagi bangsa Indonesia, tanpa
disadari bahwa setiap hari kita tidak lepas dari produk kelapa sawit, dari minyak
goreng, sabun, hingga berbagai produk oleokimia dan pangan yang setiap hari kita
perlukan. Industri kelapa sawit juga member alternatif saat timbul kekhawatiran
semakin menipisnya minyak bumi, karena minyak sawit dapat diproses menjadi
biodiesel, bahan bakar terbarukan yang tidak pernah habis. Belakangan pada saat
isu krisis daging sapi melanda Indonesia, karena setiap tahun kita mengimpor sapi
dari Australia, maka kelapa sawit memberikan alternatif solusi yang menarik
melalui integrasi sawit, sapi dan energi/ISSE (Sutarta 2012).
Agribisnis kelapa sawit merupakan salah satu sektor yang sangat potensial.
Pasokan bahan pakan ternak pada perkebunan kelapa sawit yang tersedia
sepanjang tahun menjadi jaminan kuantitas, kualitas dan kontinuitas pakan yang
dihasilkan. Pada pola integrasi ini, tanaman kelapa sawit sebagai komponen utama
sedangkan ternak sebagai komponen pelengkap. Melalui pola integrasi sawit-sapi
dan energi (ISSE) ini, pelepah kelapa sawit akan menjadi komponen hijauan
sementara bungkil dan lumpur sawit sebagai pengganti konsentrat yang biasa
diperoleh dari bungkil kedelai, rapeseed meal, dan corn gluten meal yang selama
ini diimpor 100% dari luar negeri (Purba et al. 2013)
Kontribusi sektor pertanian di Kabupaten Langkat sampai dengan tahun
2013 dalam pembentukan PDRB sangat didominasi dari hasil perkebunan seperti
kelapa sawit dan karet. Apabila ditinjau dari sisi luas areal penanaman dan
produksi tanaman kelapa sawit menjadi penghasil terbesar di Kabupaten Langkat,
luas areal perkebunan kelapa sawit rakyat mencapai 45 407 ha terbesar ketiga
setelah Kabupaten Asahan dan Labuhan Batu Utara di Provinsi Sumatera Utara
(BPS Provsu 2013). Luas areal secara keseluruhan terdapat pada Tabel 1.

9

Tabel 1. Luas Tanam dan Produksi Tanaman Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat di
Kabupaten Langkat Tahun 2013
Luas Tanam / Area (Ha)

Kecamatan
-1

1.
2.
3.
4.
5.

Bahorok
Serapit
Salapian
Kutambaru
Sei Bingai

6.
7.
8.
9.

Kuala
Selesai
Binjai
Stabat

Produksi

TBM

TM

TTM

Jumlah

(Ton)

-2

-3

-4

-5

-6

722
179
121
110

2706
1 211
3 422
790

5
5

3433
1390
3543
905

52747,50
22 403,50
61 596,00
14 615,00

191
475
570
237

2 615
887
3 409
267

26
5
-

2832
1362
3984
504

48 377,50
16 853,00
63 066,50
4 969,50

79
165

116
3 466

-

195
3631

2 146,00
62 388,00

406
35
175
275
250
203
397
69
543
40
642
105
125

3 966
210
595
453
816
1 866
823
165
2 510
759
6 804
446
905

5
20
20
-

4372
245
775
728
1066
2089
1220
234
3053
799
7466
551
1030

69 405,00
3 675,00
10 412,50
8 154,00
14 688,00
13 655,00
14 402,50
2 887,50
44 678,00
13 054,80
122 472,00
7 626,60
15 566,00

Langkat

6 114

39 207

86

45407

708 809,40

Tahun 2012

6 664

38 375

65

45.104

633 047,00

Tahun 2011

3 802

38 121

346

42.269

598 073,30

Tahun 2010

3 575

37 621

346

41.542

611 391,60

10. Wampu
11. Batang Serangan
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.

Sawit Seberang
Padang Tualang
Hinai
Secanggang
Tanjung Pura
Gebang
Babalan
Sei Lepan
Brandan Barat
Besitang
Pangkalan Susu
Pematang Jaya

Sumber : .BPS Kabupaten Langkat (2014a)

Selain menghasilkan CPO sebagai komoditas utama, industri kelapa sawit
juga menghasilkan beberapa jenis hasil samping yang potensial untuk digunakan
sebagai bahan pakan ternak, yakni serabut mesokarp (palm press fibr/ PPF),
lumpur sawit (palm oil sludge/ POS), dan bungkil inti sawit (palm kernel cake/
PKC) yang diperoleh dari pabrik pengolahan kelapa sawit, serta pelepah sawit (oil
palm frond/OPF) dan batang pohon sawit (oil palm trunk/OPT) yang diperoleh
dari kebun kelapa sawit.
Pada Gambar 2 digambarkan tentang komposisi produk dan hasil samping
dari sebuah pabrik kelapa sawit, sebagai gambaran tentang potensi pemanfaatan
hasil samping pabrik kelapa sawit tersebut sebagai bahan pakan ternak. Penelitian
penggunaan hasil samping industri kelapa sawit ini sebagai bahan baku pakan

10

ternak sebenarnya telah lama dan cukup banyak dilakukan (Elisabeth dan Ginting
2003 ).
Tandan Buah Segar ( TBS )

Tandan
Kososng Sawit
/TKS ( 23%)

Serat Mesokarp
(13%)

Minyak Sawit
( 20-22%)

Inti Sawit
( 5%)

Cangkang ( 7%)

Lumpur Sawit
/POS ( 2% BK)

Minyak Inti
Sawit/ PKO
( 45-46%)

Bungkil Inti
Sawit
/PKM( 45-46%)

Gambar 2. Produk dan Hasil Samping Kelapa Sawit
Kandungan nutrisi dari beberapa jenis hasil samping industri kelapa sawit
menurut Idris et al. (1998) disajikan pada Tabel 2 (% bahan kering).
Tabel 2. Kandungan Nutrisi Hasil Samping dan Limbah Industri Kelapa Sawit (%
Bahan Kering)
Pelepah sawit
Lumpur
Bungkil Inti
No Komponen
Sawit
sawit
1. Bahan kering
86.2
91.1
91.8
2. Protein kasar
5.8
11.1
15.3
3. Serat Kasar
48.6
17.0
15.0
4. Ekstrak eter
5.8
12.0
8.9
5. Ekstrak bebas N
36.5
50.4
55.8
6. Abu
3.3
9.0
5.0
7. Kalsium
0.32
0.7
0.2
8. Fospor
0.27
0.5
0.52
9. TDN
29.8
45.0
65.4
10. Energi Kasar ( MJ/kg)
4.02
6.52
9.8
Sumber : Idris et al. ( 1998) dalam Elisabeth dan Ginting (2003)

Elisabeth dan Ginting (2003) menyatakan bahwa untuk ternak ruminansia
pelepah sawit dapat digunakan sebagai bahan pengganti rumput, sedangkan
lumpur sawit dan bungkil inti sawit dapat digunakan sebagai bahan sumber
protein dengan kandungan protein masing-masing 14.5% dan 16.3%. Hasil
samping dari limbah perkebunan kelapa sawit adalah :
Pelepah dan Daun Sawit
Pelepah dan daun sawit merupakan hasil ikutan yang diperoleh pada saat
dilakukan pemanenan tandan buah segar. Jumlah pelepah dan daun segar yang
dapat diperoleh untuk setiap ha kelapa sawit mencapai lebih 2.3 ton bahan kering.
Dengan asumsi satu hektar terdiri dari 130 pohon, setiap pohon dapat

11

menghasilkan 22–26 pelepah/tahun dengan rataan berat pelepah dan daun sawit
4–6 kg/pelepah, bahkan produksi pelepah dapat mencapai 40–50
pelepah/pohon/tahun dengan berat sebesar 4.5 kg/pelepah (Hutagalung dan
Jalaluddin 1982 dalam Harfiah 2009).
Pelepah dan daun sawit dapat dimanfaatkan sepenuhnya sebagai bahan
pengganti hijauan dan sumber serat. Pemanfaatannya maksimal 30 % dari
konsumsi bahan kering. Pencacahan yang dilanjutkan dengan pengeringan dan
digiling, dapat diberikan dalam bentuk pellet (Wan Zahari et al. 2003). Untuk
meningkatkan nilai nutrien dan biologis pelepah melalui pembuatan silase dengan
memanfaatkan urea atau molasses belum memberikan hasil yang signifikan, tetapi
nilai nutrient cenderung meningkat. Untuk meningkatkan konsumsi dan kecernaan
pelepah dapat dilakukan dengan menambah produk ikutan pengolahan buah
kelapa sawit. Pelepah kelapa sawit dapat mengganti rumput sampai 80% tanpa
mengurangi laju pertambahan bobot badan ternak yang sedang tumbuh.
Tingkat kecernaan bahan kering pelepah dan daun kelapa sawit pada sapi
mencapai 45%. Daun kelapa sawit dapat digunakan sebagai sumber atau
pengganti pakan hijauan. Adanya lidi pada pelepah daun kelapa sawit akan
menyulitkan ternak dalam mengkonsumsinya. Masalah tersebut dapat diatasi
dengan perancangan alat pencacah yang tepat sehingga dapat diperoleh cacahan
pelepah dan daun beserta lidi dengan ukuran 0.5–1 cm. Pusat Penelitian Kelapa
Sawit (PPKS) telah berhasil memproduksi alat tersebut sehingga pemanfaatan
pelepah daun kelapa sawit sebagai bahan pakan sapi dapat mencapai 70%.
Pemberian pelepah kelapa sawit sebagai bahan pakan sapi dalam jangka panjang
menghasilkan kualitas karkas yang baik 50% dari jumlah pakan menghasilkan
pertambahan bobot badan harian berkisar antara 0.62–0.75 kg (Balai Penelitian
Ternak 2003).
Lumpur Sawit ( Palm Sludge / Solid )
Limbah yang dihasilkan pada produksi minyak kelapa sawit (crude palm oil/
CPO) ada dua macam yaitu limbah padat dan limbah cair. Lumpur minyak sawit
merupakan larutan buangan yang diperoleh setelah proses ekstraksi minyak kelapa
sawit, terdiri dari 4–5% padatan, sisanya minyak 0.5– 1% dan air sebanyak 95%
(Hutagalung dan Jalaluddin 1982 dalam Harfiah 2009). Lumpur minyak sawit
adalah salah satu limbah padat dari hasil pengolahan minyak sawit, biasanya
sudah dipisahkan dengan cairannya sehingga merupakan limbah padat. Lumpur
sawit umumnya digunakan sebagai sumber energi dan mineral dalam ransum
karena kandungan lemak yang relatif tinggi, sedangkan proteinnya sekitar 12 15%. Kendala penggunaan lumpur sawit sebagai pakan ternak adalah tingginya
kandungan air dan abu sehingga tidak dapat digunakan sebagai pakan tunggal dan
harus disertai dengan pakan yang bersumber dari produk samping lainnya.
Bungkil Inti Sawit (Palm Kernel Cake)
Bungkil inti sawit biasanya dapat diberikan sebesar 30% dalam pakan
ternak. Menurut Batubara et al. (1993) bungkil inti sawit juga dapat digunakan
sampai sebesar 40% dalam konsentrat untuk penggemukan ternak yang ditambah
dengan 20% molases. Pakan yang hanya terdiri atas 75% bungkil inti sawit dan
25% molases dapat diberikan untuk pakan ternak dan akan menghasilkan daya
cerna sebesar 82.6%, hal tersebut tidak berbeda nyata dengan daya cerna pakan

12

konsentrat kualitas tinggi yaitu sebesar 84.3%, sedangkan tanpa molases hanya
77.8%. Pakan tambahan untuk ternak mengandung bungkil inti sawit sampai
55.5%, molases digunakan sampai 7.50% dan menghasilkan pertambahan bobot
hidup yang sama dengan konsentrat komersial. Berdasarkan penelitian Batubara et
al. (1992) yang menggunakan bungkil inti sawit sebanyak 30% ditambah molases
3.25% dan bahan lainnya pada ternak, hasilnya dapat menyamai bila ternak
tersebut diberikan