Karakterisasi Jamu Oplosan Dengan Menggunakan Alatspektrofotometer Fourier Transform - Infra Red (Ft-Ir) Di Balai Pengujian Dan Identifikasi Barang Medan
KARAKTERISASI JAMU OPLOSAN DENGAN MENGGUNAKAN
ALATSPEKTROFOTOMETER FOURIER TRANSFORM - INFRA
RED (FT-IR) DI BALAI PENGUJIAN DAN IDENTIFIKASI
BARANG MEDAN
Karya Ilmiah
IRVIANDI WINATA
102401023
PROGRAM STUDI D3 KIMIA ANALIS
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
(2)
KARAKTERISASI JAMU OPLOSAN DENGAN MENGGUNAKAN ALAT SPEKTROFOTOMETERFOURIER TRANSFORM - INFRA RED (FT-IR) DI
BALAI PENGUJIAN DAN IDENTIFIKASI BARANG MEDAN
Karya Ilmiah
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya
IRVIANDI WINATA
102401023
PROGRAM D3 KIMIA ANALIS
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013
(3)
PERSETUJUAN
Judul : KARAKTERISASI JAMU OPLOSAN DENGAN
MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER
FOURIER TRANSFORM – INFRA RED (FT-IR) DI
BALAI PENGUJIAN DAN IDENTIFIKASI
BARANG MEDAN
Kategori : AHLI MADYA
Nama : IRVIANDI WINATA
Nomor Induk Mahasiswa : 102401023
Program Studi : D3 KIMIA
Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui di Medan, Juli 2013
Diketahui/Disetujui oleh: Program Studi D3 Kimia
Ketua Pembimbing
Dra. Emma Zaidar Nasution, M.Si Dr. Sovia Lenny, M.Si
NIP 195512181987012001 NIP 197510182000032001
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua
Dr. Rumondang Bulan, MS NIP195408301985032001
(4)
PERNYATAAN
KARAKTERISASI JAMU OPLOSAN DENGAN MENGGUNAKAN ALAT SPEKTROFOTOMETER TRANSFORM FOURIER – INFRA RED (FT-IR) DI
BALAI PENGUJIAN DAN IDENTIFIKASI BARANG MEDAN
KARYA ILMIAH
Saya mengakui bahwa Karya Ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan-ringkasan masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan,Juli 2013
IRVIANDI WINATA 102401023
(5)
PENGHARGAAN
Bismillahirrahmanirrahim.
Puji dan syukur kehadirat Allah swt. atas rahmat dan karunia-Nya, serta shalawat dan salam kepada Rasulullah saw. sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sesuai waktu yang direncanakan.
Keberhasilan dalam menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini juga tidak luput dari segala bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:
1. Ibu Dr. Sovia Lenny, M.Si yang telah banyak meluangkan waktunya dan
memberikan pemikiran serta petunjuk dan saran selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan Karya Ilmiah ini sehingga dapat selesai.
2. Ibu Dra. Emma Zaidar Nst, M.Si selaku Ketua Program Studi D3 Kimia yang telah
memberikan motivasi, arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah
3. Ibu Dr. Rumondang Bulan, M.S dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, M. Sc selaku
ketua dan sekretaris jurusan yang telah mensyahkan karya ilmiah ini.
4. Bapak dan ibu dosen serta staf administrasi Departemen Kimia FMIPA USU yang
telah membimbing dan memberikan disiplin ilmu selama penulis menjalani studi.
5. Mahyuni Harahap yang telah setia menemani dan banyak membantu serta
memberikan motivasi kepada penulis.
6. Teman–teman stambuk 2010 yang tidak penulis sebutkan satu persatu, terima kasih
atas doa dan bantuannya, sukses selalu.
7. Teman–teman PKL, buat Eshran, Renal Bernady, yang telah membuat PKL menjadi
menyenangkan.
8. Teman-Teman di Komisariat HMI FMIPA USU
9. Pak Gusti, Pak Nasrul, Pak Fajar, Pak Ridwan, Pak Azwir, Bu Yanti, serta PKD,
OB dan seluruh staff BPIB Belawan, dan semua pihak yang telah membantu terimakasih atas doanya.
Pada kesempatan ini penulis ingin memberikan penghargaan serta ucapan terimakasih yang tulus kepada Ayahanda Erianto dan Ibunda Fivi Hirjumei serta adikku Dimas Pranata dan Muhammad Naufal Aufa Abid atas kasih sayang, motivasi, dan bantuan moril dan material yang tak terhingga kepada penulis selama ini.
Akhirnya penulis menyadari kekurangan materi yang disajikan dalam karya ilmiah ini, disebabkan literatur dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Untuk itu penulis mengharapkan masukan dan saran yang membangun. Selanjutnya penulis mempersembahkan karya imiah ini kepada para pembaca semoga kiranya bermanfaat bagi peneliti selanjutnya
(6)
ABSTRAK
Telah dilakukan karakterisasi terhadap jamu oplosan dengna menggunakan spektrofotometer FT-IR, spectrum FT-IR menunjukkan adanya gugus fungsi aromatic,
para substitusi, -NH dan karbonil yang identik dengan senyawa N- acetyl-
para-aminophenol. Hal ini membuktikan bahwa adanya penambahan senyawa sintetik ke
dalam jamu oplosan, dikarenakanb, jamu oplosan tersebut mengandung senyawa yang sama dengan obat sintetik. Sehingga jamu oplosan ini tidak dapat dikategorikan sebagai jamu alami.
(7)
ABSTRACT
Characterization of mingle guest has been done by spectrofotometric FT-IR, spectrum FT-IR show that there are aromatic, para substituted,-NH, and carbonyl group which
identify by N-acetyl-para-aminophenol compound. It prove that mingle guest has been
added sintetic compound because it has the same compound with medicine. So mingle guest is not natural guest category.
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN ii
PERNYATAAN iii
PENGHARGAAN iv
ABSTRAK v
ABSTRACT vi
DAFTAR ISI vii
DAFTARTABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN x
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Permasalahan 3
1.3. Tujuan 3
1.4.Manfaat 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jamu Alami 4
2.1.1. Penggolongan Obat Bahan Alam 4
2.1.1.1. Jamu 4
2.1.1.2. Herbal Terstandar 6
2.1.1.3. Fitofarmaka 7
2.1.2. Manfaat dan Bahaya Jamu 8
2.1.3 Kelebihan dan Kekurangan Jamu 9
2.2. Obat Sintetis 10
2.2.1. Macam – Macam Obat Sintesis 13
2.3. Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red (FT-IR) 15
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1. Bahan Dan Alat 19
3.2.Prosedur kerja 20
3.2.1. Preparasi Sampel 20
3.2.2. Analisa Gugus Fungsi dengan Fourier Transform InfraRed (FT-IR) 20
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil 21
4.2. Pembahasan 24
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 26
5.2. Saran 26
DAFTAR PUSTAKA 27
(9)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Penafsiran spektrum FT-IR parasetamol 11
Tabel 4.1Bilangan gelombang pada jamu oplosan 22
Tabel 4.2Bilangan gelombang pada jamu alami 23
(10)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Tabel 2.1 Struktur molekul parasetamol 11
Tabel 2.2Diagram skematis spektrofotometer FT-IR 16
Tabel 4.1 SpektrumFT-IR jamu oplosan 21
Tabel 4.2Spektrum FT-IR jamu alami 22
(11)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
(12)
ABSTRAK
Telah dilakukan karakterisasi terhadap jamu oplosan dengna menggunakan spektrofotometer FT-IR, spectrum FT-IR menunjukkan adanya gugus fungsi aromatic,
para substitusi, -NH dan karbonil yang identik dengan senyawa N- acetyl-
para-aminophenol. Hal ini membuktikan bahwa adanya penambahan senyawa sintetik ke
dalam jamu oplosan, dikarenakanb, jamu oplosan tersebut mengandung senyawa yang sama dengan obat sintetik. Sehingga jamu oplosan ini tidak dapat dikategorikan sebagai jamu alami.
(13)
ABSTRACT
Characterization of mingle guest has been done by spectrofotometric FT-IR, spectrum FT-IR show that there are aromatic, para substituted,-NH, and carbonyl group which
identify by N-acetyl-para-aminophenol compound. It prove that mingle guest has been
added sintetic compound because it has the same compound with medicine. So mingle guest is not natural guest category.
(14)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Perkembangan tekhnologi dalam beberapa dekade ini telah membuat industri banyak
tersebar secara merata di Negara Kesatuan Repubik Indonesia. Hal ini memberikan
peluang yang besar bagi para pelaku usaha bisnis untuk menanamkan modalnya.
Industri makanan dan obat-obatan merupakan salah satu industri yang paling diminati
para pelaku usaha bisnis. Industri obat-obatan tradisional atau industri obat alami
(jamu), merupakan salah satu yang mendapat perhatian dari masyarakat Indonesia dan
tersebar ke seluruh pelosok nusantara. Tentu saja hal ini memberikan dorongan yang
besar terhadap para pelaku bisnis untuk menambah kwalitas produk yang baik. Sebagai
contoh ada berbagai inovasi serta variasi dari produk jamu seperti bentuk tablet
(pil),bubuk, dan menawarkan berbagai pilihan rasa. Tetapi hal ini tidak menutup
kemungkinan adanya tindakan kecurangan. Merebaknya jamu palsu maupun jamu yang
bercampur bahan kimia yang beredar dipasar dalam negeri beberapa waktu ini semakin
menambah keraguan masyarakat akan khasiat dan keamanan mengkonsumsi jamu
(Lestari, 2007).
Kebutuhan masyarakat akan jamu sangat tinggi, sehingga kebanyakan industri
jamu ingin memberikan kualitas produk yang terbaik. Tetapi hal ini memberikan
dorongan akan penyimpangan terhadap produk jamu tersebut. Tidak adanya aturan,
standar dan uji klinis memberikan peluang bagi industri untuk melakukan kecurangan
(15)
ekstrak jamu dengan berbagai jenis bahan kimia berbahaya.Dengan tujuan untuk
menjadikan jamu tersebut semakin berkhasiat secara instan.Bahan kimia Berbahaya
yang digunakan meliputi metampiron, antalgin, deksametason, allopurinol, CTM,
sibutramin hidroksida, furosemid, kofein,teofilin, dan parasetamol (N – acetyl – para
aminophenol).Adapun dampak yang ditimbulkan tidak berlangsung secara spontan
melainkan bersifat akumulatif dalam jangka waktu tertentu.Tentu saja sangat
berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia apabila sering mengkonsumsinya.Bisnis jamu
sangat memeberikan peluang besar bagi pelaku bisnis tetapi dapat merugikan
konsumen.
Didalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala
cara.Secara sederhana etika bisnis dapat diartikan sebagai suatu aturan main yang tidak
mengikat karena bukan hukum. Tetapi harus diingat dalam praktek bisnis sehari-hari,
etika bisnis dapat menjadi batasan bagi aktivitas bisnis yang dijalankan. Etika bisnis
sangat penting mengingat dunia usaha tidak lepas dari elemen-elemen lainnya.
Keberadaan usaha pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Bisnis tidak hanya mempunyai hubungan dengan orang-orang maupun badan hukum
sebagai pemasok, pembeli, penyalur, pemakai. Oleh karena itu saya akan membuktikan
apakah jamu opolosan dari pasar belawan ini dapat dikategorikan sebagai obat sintetis
dengan menggunakan instrumentasi Spektrofotometer Fourier Transform Infra Red
(16)
1.2.Permasalahan
Padaidentifikasi ini yang menjadi permasalahan adalah:
Ditemukannya jamu oplosan di kalangan masyarakat dengan berbagai variasi
kebutuhan kesehatan seperti jamu pereda nyeri.Hal ini sangat tidak sesuai dengan kode
etik perdagangan, seharusnya pereda nyeri tersebut hanya diperbolehkan untuk
obat-obatan bukan untuk jamu. Oleh karena itu, penulis ingin membuktikan dengan
spektrofotometer FT-IR. “Apakah jamu oplosan dapat dikatakan obat sintesis?”.
1.3.Tujuan
1. Untuk mengetahui senyawa yang terdapat dalam jamu oplosan dan obat sintetis
dengan menggunakan alat spektrofotometer FT-IR
2. Untuk mengetahui perbedaan jamu oplosan dengan jamu alami berdasarkan
spektrum FTIR terhadap senyawa yang dihasilkan
1.4.Manfaat
1.Dapat mengetahui perbedaan jamu alami dengan jamu campuran obat sintetis.
2. Dapat mengkarakterisasi jamu oplosan secara kualitatif berdasarkan spektrumFTIR
(17)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Obat Bahan Alam
Obat bahan alam merupakan obat yang menggunakan bahan baku berasal dari alam
(tumbuhan dan hewan).Obat bahan alam dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis yaitu
jamu, jamu herbal terstandar, dan fitofarmaka. Jamu (Empirical based herbal
medicine) adalah obat bahan alam yang disediakan secara tradisional, misalnya
dalambentuk serbuk seduhan, pil, dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang
menjadi penyusun jamu tersebut dan digunakan secara tradisional (Lestari, 2007).
2.1.1. Penggolongan Obat Bahan Alam
2.1.1.1. Jamu
Jamu adalah obat tradisional yang diracik dengan menggunakan bahan tanaman sebagai
penyusun jamu tersebut.Jamu disajikan secara tradisional dalam bentuk serbuk seduhan,
pil, atau cairan.Satu jenis jamu yang disusun dari berbagai tanaman obat yang
jumlahnya antara 5 – 10 macam, bahkan bisa lebih.Jamu tidak memerlukan pembuktian
ilmiah sampai uji klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris.Walaupun demikian, jamu
harus memenuhi persyaratan keamanan dan standar mutu.Jamu hanya dapat dikonsumsi
sebagai mencegah, mengurangi atau mengatasi keluhan yang dialami seseorang.Bukan
(18)
yaitu yang bertujuan untuk menjaga kesehatan dan yang dimanfaatkan untuk mengobati
keluhan penyakit.
Menurut peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 246 tahun
1992, pengertian jamu adalah obat tradisional yang bahan bakunya simplisia yang
sebagian besar belum mengalami standarisasi dan belum pernah diteliti, bentuk sediaan
masih sederhana berwujud serbuk seduhan, rajangan untuk seduhan, dan sebagainya.
Oleh karena itu, jamu merupakan bagian dari obat tradisional yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan dan hewan. Melalui proses produksi yang telah dilakukan oleh
beberapa industri kecil obat tradisional yang masih menggunakan tekhnologi yang
relatif sederhana (tradisional) karena jamu yang dihasilkan adalah berupa serbuk jamu.
Obat bahan alam termasuk jamu yang diproduksi oleh industri obat bahan alam
(IOT) maupun industri kecil obat bahan alam (IKOT) mempunyai persyaratanyang
sama yaitu aman untuk digunakan, berkhasiat atau bermanfaat dan bermutu baik (lestari,
2007).Pengembangan bahan obat diawali dengan sintesis atau isolasi dari berbagai
sumber yaitu dari tanaman, jaringan hewan, kultur mikroba, dan dengan tehnik
biotekhnologi (Sukandar, 2008).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan nomor 917/Menkes/Per/X/1993, obat
adalah sediaan atau paduan – paduan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki secara fisiologis atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan,peningkatan kesehatan dan kontrasepsi.Dalam
(19)
Dalam melangsungkan proses hidup kita harus rasional terhadap banyaknya
peredaran jamu dicampur dengan obat-obatan. Misalnya, menggunakan campuran
bahan dengan khasiat sejenis pada suatu ramuan dan menggunakan simplisia yang tidak
sesuai dengan manfaat yang diharapkan. Untuk itu, tujuan pemanfaatan jamu umumnya
tercemin dari nama umum jamu. Jamu yang diproduksi dan didistribusikan di Indonesia
dikenal dengan aturan yang ditetapkan Badan POM. Salah satunya, dalam
pengemasannya diberi label yang menjelaskan obat tersebut, termasuk tentang manfaat
atau khasiatnya. Penjelesan tentang manfaat jamu hanya boleh disampaikan dalam
bentuk mengurangi atau menghilangkan keluhan yang dialami seseorang, bukan
menyembuhkan suatu diagnosa penyakit. Secara umum, jamu dapat dibedakan menjadi
dua yaitu yang bertujuan untuk menjaga kesehatan dan yang dimanfaatkan untuk
mengobati keluhan penyakit.
2.1.1.2. Herbal Terstandar
Di dalam bentuk herbal standar ini memiliki sedikit perbedaan dengan jamu.Umumnya,
herbal standar telah mengalami pemrosessan, misalnya berupa ekstrak atau
kapsul.Ekstrak dari herbal tersebut telah diteliti khasiat dan keamanannya melalui uji
pra klinis. Uji tersebut melalui beberapa proses antara lain : uji penerapan standar
kandungan bahan, proses pembuatan ekstrak, higenitas, serta uji toksisitas.
Obat Herbal Terstandar ( Standarized based Herbal Medicine) merupakan obat
tradisional yang disajikan dari hasil ekstraksi atau penyarian bahan alam, baik tanaman
obat, binatang, maupun mineral (Lestari, 2007). Dalam proses pembuatan obat herbal
(20)
pembuatan jamu.Tenaga kerja yang dibutuhkan pun harus di dukung dengan
keterampilan dan pengetahuan membuat ekstrak.Obat herbal ini umumnya ditunjang
oleh pembuktian ilmiah berupa penelitian praklinis.Penelitian ini meliputi standarisasi
kandungan senyawa berkhasiat dalam bahan penyusun, standarisasi pembuatan ekstrak
yang higenis, serta uji toksisitas akut maupun kronis.
2.1.1.3 Fitofarmaka
Merupakan jamu dengan “ Kasta” tertinggi karena khasiat, keamanan, serta standar
proses pembuatan dan bahannya telah diuji secara klinis, jamu berstatus sebagai.
fitofarmaka juga dijual di apotek dan harus dengan resep dokter (Yuliarti, 2008).
Fitofarmaka ( Clinical Based Herbal Medicine) merupakan obat tradisional yang
dapat disejajarkan dengan obat modern. Proses pembuatannya diperlukan peralatan
berteknologi modern,tenaga ahli,dan biaya yang tidak sedikit (Lestari, 2007).
Fitofarmaka memiliki kekhasan tersendiri, hal ini disebabkan fitofarmaka merupakan
obat tradisional yang memiliki keunggulan yang hampir sama dengan obat-obatan.
Bahkan tidak jarang fitofarmaka menjadi rekomendasi dokter terhadap pasiennya.
Dengan uji klinik yang sama dengan obat-obatan serta menggunakan tekhnologi
modern, sehingga fitofarmaka dapat memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan.
Berikut ini beberapa bahan alam yang digolongkan sebagai fitofarmaka, anatara
lain : bawang putih, ginseng, cengkeh, angkak, anggur, ginkgo, dan jahe. Karena sudah
teruji secara klinis, maka bahan-bahan tersebut dapat disejajarkan dengan obat-obatan
(21)
2.1.2 Manfaat dan Bahaya Jamu
Jamu memiliki berbagai macam manfaat yang sangat menguntungkan kesehatan tubuh
manusia.
Adapun manfaat dari jamu antara lain :
- Menjaga kebugaran tubuh
- Menjaga kecantikan
- Mencegah Penyakit
- Mengobati Penyakit
Jamu dapat dikatakan juga berbahaya bagi kesehatan dan bahaya yang
ditimbulkan pada jamu bersifat akumulatif. Hal ini dapat terjadi disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain :
- Digunakan secara terus menerus atau sembarangan
- Digunakan dalam jumlah yang berlebihan / dosis berlebih
- Salah mengonsumsi jamu atau mengonsumsi jamu palsu (bercampur dengan
obat sintetik) ( Yuliarti, 2008).
Bahaya jamu bagi kesehatan tubuh bergantung pada jenis dan macamnya.
Kebanyakan jamu yang memniliki khasiat yang spontan dapat menimbulkan dampak
berbahaya bagi kesehatan diri. Seperti kita ketahui tanpa dicampur bahan berbahaya
pun, terkadang sejumlah jamu bisa mengandung bahan berbahaya secara alami. Hal ini
terjadi karena sebagian besar jamu yang beredar dimasyarakat belum teruji khasiat dan
keamannanya. Perlu diketahui, dalam suatu jenis bahan makanan termasuk bahan obat
tradisional sebagian besar mengandung dua macam zat. Di satu sisi bahan tersebut
(22)
konsumsi. Oleh karena itu, bahaya yang ditimbulkan oleh jamu sangat memungkinkan
apalagi dicampurdengan obat-obatan.
2.1.3 Kelebihan dan Kekurangan Jamu
Jamu memang memiliki kelebihan dibandingkan dengan obat – obatan kimia atau yang
kita kenal dengan obat apotik.Namun demikian jamu juga memiliki kekurangan.Karena
itu sebelum mengonsumsi jamu hendaknya kita memahami segala kelebihan dan
kekurangan jamu dengan baik. Kelebihan jamu diantaranya adalah :
- Harganya relatif murah
- Dapat terjangkau seluruh lapisan masyarakat
- Tersedia di alam sekitar kita, misalnya : kita tanam di halaman sekitar rumah
- Kandungan kimia di dalam jamu formulasinya lebih ringan dibandingkan obat
sintetis
- Dapat dikonsumsi sehari-hari karena kandungannya mengandung bahan kimia
alami.
Selain berbagai kelebihan di atas jamu juga memilki kekurangan diantaranya yaitu :
- Efek yang dirasakan tidak dapat secara spontan
- Belum ada standarisasi yang baku terhadap jamu dalam segi keamanan terhadap
produk ini
- Penelitian tentang jamu yang belum banyak dilakukan maka dosis teapat suatu
sediaan jamu belum dapat dipastikan dengan jelas.
Untuk itu, dalam mengkonsumsi jamu, obat medis modern, herbal maupun
memanfaatkan pengetahuan tradisional hendaknya tetap mempertimbangkan hal-hal
(23)
- Dosis dan frekuensi premakaian, termasuk seberapa banyak dan berapa kali
harus diminum dalam sehari
- Waktu mengkonsumsi sesudah atau sebelum makan
- Pertimbangkan kondidi kesehatan secara menyeluruh, termasuk tekanan darah
dan gangguan penmcernaan seperti maag
- Kebersihan,mutu, kualitas produk
- Perhatikan pula tanggal kadarluasa produk
- Jangan mengkonsumsi jamu, obat medis, herbal serta terapi tradisional yang lain
pada waktu, hari dan jam yang sama.
-2.2. Obat Sintetis
Obat medis (obat sintetik) adalah obat yang dibuat dari bahan sintetik dan digunakan
serta diresepkan dokter dan kalangan medis untuk mengobati penyakit tertentu. Obat
medis yang bisa diresepkan mempunyai kekuatan ilmiah karena sudah melalui uji klinis
yang dilakukan bertahun-tahun. Meskipun begitu, obat modern memiliki efek samping
karena daya tahan tubuh dan kondisi kesehatan masing – masing orang tidak sama.
Obat sintetis adalah obat modern yang dibuat dari bahan sintetik atau bahan
alam yang diolah secara modern.Biasanya obat sintetis memiliki standard dan sudah
diuji secara klinis dan ilmiah. Adapun salah satu contoh obat sintesis adalah parasetamol
atau dengan nama lain N–acetyl–para-aminophenol (Harmanto, 2007).
Parasetamol atau N–acetyl–para-aminophenol , rumus molekul C8H9NO2, Berat
Molekul 151,16. N–acetyl–para-aminophenol mengandung tidak kurang dari 98,0%
dan tidak lebih dari 101,0% C8H9NO2 dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian serbuk
(24)
natrium hidroksida 1 N; mudah larut dalam etanol.Baku pembanding parasetamol;
dilakukan pengeringan di atas silica gel P selama 18 jam sebelum digunakan.
Identifikasi spektrum serapan ingramerah zat yang telah dikeringkan di atas pengering
yang cocok dan didispersikan dalam kalium bromide P menunjukkan maksimum hanya
pada panjang gelombang yang sama seperti pada parasetamol (Farmakope, 1995).
Gambar 2.1 Gambar strukur molekul parasetamol( Farmakope,1995)
Metode penentuan pada N–acetyl–para-aminophenol dengan menggunakan
cakram KBr memiliki penaksiran spektrum infra merah (IM) yaitu:
Tabel 2.1 Penafsiran Spektrum Infra Merah Parasetamol (Watson,2005)
Bilangan
Gelombang (cm-)
Penentuan Keterangan
3360
N-H amida regang Pita ini dapat terlihat cukup jelas
meskipun berada di puncak OH regang
lebar
3000-3500
OH fenolik regang Sangat lebar karena ikatan hidrogen
yang kuat sehingga menutupi pita-pita
lain pada daerah ini.
± 3000
C-H regangan Tidak jelas karena serapan OH yang
(25)
1840 – 1940
Daerah
overtonearomatic
Sidik jari cukup jelas, tetapi tidak
merefleksikan dua pola pita yang
ditujukan untuk p-di-substitusi.
1650 C=O amida regang C=O regangan pada amida terjadi pada
bilangan gelombang yang rendah
dibandingkan dengan gugus-gugus
C=O tak terkonjugasi lainnya.
1608
C=C aromatik regang Pita ini kuat karena cincin aromatik
memiliki substituen polar yang
meningkatkan momen dipole ikatan
C=C pada cincin tersebut.
1568
N-H amida tekukan Dalam hal ini serapan kuat, tetapi tidak
selalu berlaku demikian.
1510
C-C aromatik regang Bukti suatu doblet akibat interaksi
dengan substituent-substituen cincin.
810
=C-H tekukan Kemungkinan C-H aromatik tekukan,
tetapi daerah sidik jari tersebut terlalu
rumit untuk sepenuhnya mengandalkan
penentuan tersebut.
Adapun dampak penggunaan N–acetyl–para-aminophenol dengan pencampuran pada
jamu herbal antara lain apabila dalam dosis normal, N–acetyl–para-aminophenol tidak
mengganggu aliran darah atau ginjal. Tetapi penggunaan dalam waktu lama dapat
(26)
pegal linu atau asam urat.Dikarenakan obat ini atau nama lainnyaparasetamol
merupakan obatanalgesik(penghilang nyeri) dan antipiretik (penurun panas) (Yuliarti,
2008).
Obat-obatan yang berasal dari senyawa-senyawa kimia memilki berbagai
macam khasiat yang antara lain seperti analgesik yaitu menekan atau mengurangi rasa
sakit tanpa menghilangkan rasa kesadaran bagi penderita, antipiretik yaitu menurunkan
suhu tubuh yang tinggi kembali normal, antihipertensi yaitu menurunkan tekanan
darah ysng tinggi, antihipotensi yaitu menaikkan tekanan darah yang rendah (
Sumardjo,2009)
2.2.1 Macam – macam Obat Sintetis
Selain Parasetamol (N-acetyl-para-aminophenol), terdapat juga senyawa obat-obatan
yang bersifat antipiretik dan analgesik, yaitu Deksametason, Sibutramin Hidroklorida,
Metampiron, Asam Mefenamat, Teofilin, Sildenafil Sitrat. Berikut ini penjelasan efek
samping yang ditimbulkan dari obat sintetis tersebut, yaitu :
- Deksametason
Deksametason dapat diberikan secara oral atau suntikan. Fungsi kerja utama
deksametason adalah untuk menekan proses peradangan akut (
Kee,1993).Biasanya terdapat dalam campuran jamu pegal linu dan asam
urat.Obat ini bersifat antipiretik dan analgesik.Dalam dosis normal tidak
menggangu aliran darah, tetapi apabila dikonsumsi dalam waktu lama dapat
(27)
- Sibutramin Hidroklorida
Bahan ini dicampurkan dalam jamu pelangsing.Merupakan obat keras yang
hanya boleh digunakan dalam resep dokter, dengan dosis maksimal 15 miligram
per hari.Penggunaan Sibutramin hidroklorida dosis tinggi beresiko
meningkatkan tekanan darah (hipertensi) dan denyut jantung serta sulit tidur.
Tidak boleh digunakan sembarangan oleh penderita gagal jantung, stroke, dan
denyut jantung,
- Metampiron
Bahan ini dicampurkan dalam jamu pegal linu dan asam urat.Merupakan obat
analgesik yang diresepkan oleh dokter. Menimbulkan efek samping berupa
gangguan saluran cerna seperti mual, pendarahan lambung, rasa terbakar, serta
gangguan sistem saraf seprtitinnitus (telinga berdenging) dan neuropati ,
gangguan darah, pembentukkan sel darah dihambat (anemia aplastik),
agranulositosis, gangguan ginjal, dan bahkan kematian.
- Asam Mefenamat
Bahan ini dicampurkan dalam jamu pegal linu dan asam urat.Merupakan obat
analgesik yang diresepkan oleh dokter.Menimbulkan efek samping mengantuk,
diare, ruam kulit, trombositopenia (berkurangnya trombosit dalam darah),
anemia hemolitik, dan kejang.Obat ini tidak boleh dikonsumsioleh penderita
tukak lambung atau usus, asma dan gangguan ginjal.
- Teofilin
Bahan ini biasanya dicampurkan dalam jamu sesak napas.Merupakan obat untuk
melonggarkan saluran pernapasan (bronkodilator).Obat yang dulu digunakan
untuk mengobati asma ini telah ditarik dari predaran dan menjadi obat bebas
(28)
mual, sakit kepala, insomia, dan denyut jantung yang cepat dan tidak teratur,
palpitasi, gangguan saluran cerna.
- Sildenafil Sitrat
Bahan ini dicampurkan dalam jamu kuat pria. Obat ini lebih mudah dikenal
dengan nama patennya yaitu Viagra. Merupakan obat keras yang hanya boleh
digunakan dengan resep dokter untuk mengatasi gangguan ereksi. Penggunaan
yang kurang tepat dapat mengakibatkan gangguan penglihatan, gangguan
pencernaan, sakit kepala, reaksi hipersensitif, ereksi lebih dari 4 jam, bahkan
kematian. Tidak boleh digunakan untuk seseorang yang mengalami gagal
jantung, stroke dan penderita tekanan darah 90/50 mm hg. Sildenafil sitrat
memiliki efek samping timbulnya rasa sakit kepala, pusing, dyspepsia, mual,
nyeri perut, gangguan penglihatan, rhinitis (radang hidung), myocardial infark,
nyeri dada, palpitasi (denyut jantung cepat) dan kematian ( Yuliarti,2008)
2.3.Spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FTIR)
Ada dua jenis instrumen yang biasa digunakan untuk memperoleh spektrum inframerah
yaitu: instrumen dispersive (menggunakan monokromator) dan transformasi fourier
(menggunakan interferometer). Instrumen transformasi Fourier menghasilkan sumber
radiasi tanpa memerlukan dispersi. Dalam hal infra merah instrumen ini memiliki
prinsip yang sama dengan instrumen lain, tetapi instrumen ini menggunakan
interferometer dengan cermin yang bergerak untuk memindahkan bagian radiasi yang
dihasilkan oleh suatu sumber, sehingga menghasilkan interferogram dan diubah
kedalam persamaan ‘transformasi fourier’ untuk mengekstraksi spektrum dari suatu
(29)
Gambar 2.2 Diagram Skematis Spektrofotometer FT-IR (Watson, 2005)
Instrumen yang digunakan untuk mengukur resapan radiasi infra merah pada
berbagai panjang gelombang disebut spektrometer inframerah. Pancaran
inframerahumumnya mengacu pada bagian spektrum elektromagnet yang terletak di
antara daerah tampak dan daerah gelombang mikro. Pancaran inframerah yang
kerapatannya kurang dari pada 100cm-1 (panjang gelombang lebih dari 100 µm) diserap
oleh sebuah molekul organik dan diubah menjadi energi putaran molekul. Penyerapan
itu tercatu dan demikian spektrum rotasi molekul terdiri dari garis-garis yang tersendiri
(Hartomo, 1986).
Serapan radiasi inframerah oleh suatu molekul terjadi karena interaksi vibrasi
ikatan kimia yang menyebabkan perubahan polarisabilitas dengan medan listrik
gelombang elektromagnetik (Wirjosentono, 1987). Terdapat dua macam getaran
molekul, yaitu getaran ulur dan getaran tekuk. Getaran ulur adalah suatu gerakan
berirama di sepanjang sumbu ikatan sehingga jarak antar atom bertambah atau
berkurang. Getaran tekuk dapat terjadi karena perubahan sudut-sudut ikatan antara
(30)
sisa molekul tanpa gerakan nisbi atom-atom di dalam gugusan. Contohnya liukan
(twisting), goyangan (rocking) dan getaran puntir yang menyangkut perubahan
sudut-sudut ikatan dengan acuan seperangkat koordinat yang disusun arbitter dalam molekul.
Hanya getaran yang menghasilkan perubahan momen dwikutub secara berirama saja
yang teramati di dalam inframerah (Hartomo, 1986).
Atom molekul bergerak dengan berbagai cara, tetapi selalu pada tingkat energi
tercatu. Energi getaran rentang untuk molekul organik bersesuaian dengan radiasi
inframerah dengan bilangan gelombang antara 1200 dan 4000 cm-1. Bagian tersebut
dari spektrum inframerah khususnya berguna untuk mendeteksi adanya gugus fungsi
dalam senyawa organik. Memang daerah ini sering dinyatakan sebagai daerah gugus
fungsi karena kebanyakan gugus fungsi yang dianggap penting oleh para kimiawan
organik mempunyai serapan khas dan nisbi tetap pada panjang gelombang tersebut
(Pine, 1988).
Identifikasi pita absorpsi khas yang disebabkan oleh berbagai gugus fungsi
merupakan dasar penafsiran spektrum inframerah (Creswell, 1972).Hadirnya sebuah
puncak serapan dalam daerah gugus fungsi dalam sebuah spektrum inframerah hampir
selalu merupakan petunjuk pasti bahwa beberapa gugus fungsi tertentu terdapat dalam
senyawa cuplikan. Demikian pula, tidak adanya puncak dalam bagian tertentu dari
daerah gugus fungsi sebuah spektrum inframerah biasnya berarti bahwa gugus tersebut
yang menyerap pada daerah itu tidak ada (Pine, 1980). Asam karboksilat mempunyai
dua karakteristik absorbsi IR yang membuat senyawa -CO2H dapat diidentifikasi
sengan mudah. Ikatan O-H dari golongan karboksil diabsorbsi pada daerah 2500 sampai
3300 cm-1, dan ikatan C=O yang ditunjukkan diabsorbsi di antara 1710 sampai 1750
(31)
Daerah spektrum FT-IR dibagi menjadi tiga, yaitu :
- Daerah gugus fungsi (4000 – 1300 cm-1)
- Daerah sidik jari (1300 – 910 cm-1)
- Daerah aromatik ( 910 – 650 cm-1) ( Cooper, 1980 )
Untuk identifikasi, pada spektrum bahan yang diuji dibandingkan dengan
spektrum yang diperoleh dari bahan pembanding yang dilakukan secara bersamaan,
atau dengan spektrum pembanding. Spektrometer inframerah konvensional mendispersi
radiasi inframerah melalui kisi atau prisma. Pengembangan peralatan laboratorium
dengan sistem komputerisasi memberikan pilihan tambahan yaitu dengan menggunakan
interferometer yang dipasangkan dengan komputer untuk pengurangan data dengan
membuat transformasi Fourier pada interferogram untuk memperoleh spektrum
inframerah.Instrumen ini dikenal dengan Fourier Transform Infrared Spectrometers
(FTIR).Terlepas dari perbedaan kecil pada frekuensi rendah, semua jenis instrumen
inframerah yang disebutkan di atas menghasilkan data yang sebanding dan umumnya
dapat saling menggantikan untuk analisis kualitatif. Akantetapi, tiap instrumen
memiliki karakteristik sinyal terhadap detau (signal-to-noise) dan resolusi spesifik.
Spektrofotometer yang sesuai untuk uji identifikasi biasanya berkerja pada
daerah 4000 – 600 cm-1
(2,5 –
16,7 μ
m) atau dalam beberapa kasus sampai 250 cm-1(40 μm). Jika harus digunakan teknik pemantulan total terlemahkan, instrumen harus dilengkapi dengan tambahan elemen pemantul tunggal atau ganda yang sesuai. Setiap
elemen tambahan harus sesuai dengan spektrofotometer sehingga diperoleh transmisi
(32)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1Bahan dan Alat
Bahan Merek
- Jamu Oplosan Unknown
- Obat Pereda Nyeri Unknown
- Jamu alami Unknown
- Bubuk Kalium Bromida E. Merck
Alat Merek
- Seperangkat alat FTIR Perkin Elmer
- Hand press
- Mortar
- HATR
- Pressure gauge
(33)
2.1.Prosedur Kerja 2.1.1. Preparasi Sampel
Jamu oplosan ditimbang sebanyak 0,005 gram, digerus dengan KBr bubuk 0,15
gram pada mortar kemudian dipress dengan Hand Press, hasil press diletakkan
pada holder lalu dimasukkan ke kompartemen untuk di scan. Dilakukan hal
yang sama dengan jamu alami dan obat pereda nyeri.
2.1.2. Analisa Gugus Fungsi dengan Fourier Transform Infrared(FTIR)
Dipreparasi sampel dalam bentuk bubuk dengan serbuk Kbr. Di press campuran
sampel dengan serbuk Kbr kemudian diuji.Pengujian dilakukan dengan
meletakkan sampel padakompartment. Kemudian kompartementdiletakkan pada
alat ke arah sinar infrared. Hasilnya akan di rekam kertas berkala berupa aluran
(34)
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Karakterisasi Spektrum FT-IR bertujuan untuk mengetahui perbandingan gugus fungsi
jamu oplosan dengan obat sintetik. Dengan mengetahui gugus fungsi yang terdapat
pada senyawa tersebut maka akan diperoleh informasi senyawa apakah yang terdapat
pada jamu oplosan dengan obat sintetik,
Gambar 4.1. Spektrum FT-IR Jamu Oplosan
4000.0 3000 2000 1500 1000 450.0
0.0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 96.1 cm-1 %T 3326,63 1565,67 1507,67 1442,67 1260,69 1018,66 837,77
(35)
Tabel 4.1 Bilangan Gelombang pada Jamu Oplosan
Sampel Bilangan Gelombang (cm-1) Grup
Jamu Oplosan
837,77 Aromatik (para– substituted)
1260,69 Aromatik amina ( -NH- )
1630 Karbonil ( C = O )
2966,63 Alkil ( -CH3 )
3326,63 Alkohol ( -OH )
Gambar 4.2. Spektrum FT-IR Jamu Alami
4000.0 3000 2000 1500 1000 450.0
0.0 10 20 30 40 50 60 70.9 cm-1 %T 3335,58 2926,61 1764,66 1639,62 1515,61 1457,61 1319,60 1238,60 1159,55 577,63 522,64
(36)
Tabel 4.2 Bilangan Gelombang pada Jamu Alami
Sampel Bilangan Gelombang (cm-1) Grup
Jamu Alami
1457,61 Ikatan asimetrik (scissor)
1764,66 Karbonil ( C=O )
2926,61 Alkil ( -CH3 )
3335,58 Alkohol ( -OH )
Gambar 4.3. Spektrum FT-IR Obat Pereda Nyeri
4000.0 3000 2000 1500 1000 450.0
0.0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 95.8 cm-1 %T 3325,41 3162,43 2966,63 2927,64 2794,75 2588,83 2494,87 1877,93 1611,34 1564,33 1507,31 1442,33 1370,48 1328,51 1260,39 1243,43 1227,40 1172,60 1135,63 1108,60 1016,57 969,67 857,78 837,58 808,59 796,65 769,72 714,60 687,56 649,67 625,68 604,65 561,74 518,61 503,62 465,71
(37)
Tabel 4.2 Bilangan Gelombang pada Obat Pereda Nyeri
Sampel Bilangan Gelombang (cm-1) Grup
Obat Pereda Nyeri
837,58 Aromatik (para– substituted)
1260,39 Aromatik amina ( -NH- )
1611,34 Karbonil ( C = O )
2966,63 Alkil ( -CH3 )
3325,41 Alkohol ( -OH )
4.2. Pembahasan
Hasil spektrum FT-IR pada jamu oplosan menunjukkan adanya gugus
fungsipara substitusipada bilangan gelombang 837,77 cm-1, gugus fungsiaromatik
(-NH-) pada bilangan gelombang 1260,69 cm-1, gugus fungsikarbonil
(C=O)padabilangan gelombang 1630 cm-1, gugus fungsi alkil (-CH3) pada bilangan
gelombang 2966,63 cm-1, dan gugus fungsi alkohol (-OH)pada bilangan gelombang
3326,63 cm-1. Kemudian untuk obat pereda nyeri menunjukkan adanya gugus fungsi
para substitusi pada bilangan gelombang 837,58 cm-1, gugus fungsi aromatik (-NH-)
pada bilangan gelombang 1260,39 cm-1, gugus fungsi karbonil (C=O) pada bilangan
gelombang 1611,34 cm-1, gugus fungsi alkil (-CH3) pada bilangan gelombang 2966,63
cm-1, dan gugus fungsi alkohol (-OH)pada bilangan gelombang 3325,41 cm-1.Dari hasil
spektrum FT-IR pada jamu oplosan dan obat pereda nyeri tersebut terdapat
(38)
gelombang yang hampir sama. Hal ini membuktikan adanya persamaan gugus fungsi
antara jamu oplosan dengan obat pereda nyeri.
Pada jamu alami menunjukkan adanya gugus fungsi berbentuk ikatanAsimetrik
pada bilangan gelombang 1457,61 cm-1, gugus fungsi karbonil (C=O) pada bilangan
gelombang 1764,66 cm-1, gugus fungsi alkil (-CH3) pada bilangangelombang 2926,61
cm-1 dan gugus fungsi alkohol (-OH)pada bilangan gelombang 3335,54 cm-1. Dari hasil
spektrum FT-IR pada jamu alami tersebutterdapat puncak (peak) yang berbentuk pita
lebar (broad).
Berdasarkan hasil spektrum FT-IR , diperoleh persamaan gugus fungsi antara
jamu oplosan dengan obat pereda nyeri yang identik dengan senyawa
N–acetyl–para-aminophenol. Dan adanya perbedaan gugus fungsi antara jamu oplosan dengan jamu
alami yang ditandai dengan perbedaan bentuk puncak (peak), dan bentuk ikatannya.Hal
(39)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
1.1. KESIMPULAN
Dari hasil spektrum FTIR yang telah dilakukan maka diperoleh kesimpulan bahwa :
- Spektrum FTIR dari jamu oplosan dan obat sintetik menunjukkan adanya
persamaan gugus fungsi yang identik dengan senyawaN–acetyl–para-aminophenol.
- Perbedaan gugus fungsi antara jamu oplosan dengan jamu alami menunjukkan
adanya penambahan bahan obat sintetis pada jamu oplosan.
1.2. SARAN
- Sebaiknya karakterisasijamu oplosan, jamu alami, dan obat pereda nyeri
(40)
DAFTAR PUSTAKA
Cooper, J. W. 1980. Spectroscopic Techniques for Organic Chemists. New York:
Jhon Willey & Sons Publishing.
Creswell, C. J. 1972. Analisis Spektrum Senyawa Organik. Edisi Kedua. Bandung:
Penerbit ITB.
Farmakope. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Departemen
Kesehatan.
Harmanto, N. 2007.Pilih Jamu Herbal Tanpa Efek Samping.Jakaerta : Penerbit PT.
Elex Media Koputindo.
Hartomo, J. A. 1986. Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik. Edisi Keempat.
Jakarta: Erlangga.
Kee, J. L. 1993. Farmakologi Pendidikan Proses Keperawatan.Jakarta : Penerbit
EGC
Lestari ,E.D.2007. Analisis Daya Saing, Strategi, Dan Prospek Industri jamu di
Indonesia. Bogor:Penerbit ITB
McMurry, J. 2007. Organic Chemistry. International Student Edition.
China:Thomson.
Pine, S. 1998. Kimia Organik. Bandung: Terbitan Keempat. Penerbit ITB.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 246 Tahun 1992 Peraturan Menteri Kesehatan No 917/menkes/per/X/1993
Sukandar, E.D. 2008.Tren dan ParadigmamDunia Farmasi. Bandung: Penerbit
ITB.
Sumardjo,D.2009.Pengantar Kimia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Syahputri, M.V. 2007.Pemastian Mutu Obat. Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran.
Watson, D.G.2009. Analisis Farmasi.Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Wirjosentono, B. 1995. Analisis dan Karakterisasi Polimer. Edisi
Pertama. Cetakan Pertama. Medan: USU Press.
(41)
(42)
(1)
Tabel 4.2 Bilangan Gelombang pada Obat Pereda Nyeri
Sampel Bilangan Gelombang (cm-1) Grup
Obat Pereda Nyeri
837,58 Aromatik (para– substituted)
1260,39 Aromatik amina ( -NH- )
1611,34 Karbonil ( C = O )
2966,63 Alkil ( -CH3 )
3325,41 Alkohol ( -OH )
4.2. Pembahasan
Hasil spektrum FT-IR pada jamu oplosan menunjukkan adanya gugus fungsipara substitusipada bilangan gelombang 837,77 cm-1, gugus fungsiaromatik (-NH-) pada bilangan gelombang 1260,69 cm-1, gugus fungsikarbonil (C=O)padabilangan gelombang 1630 cm-1, gugus fungsi alkil (-CH3) pada bilangan gelombang 2966,63 cm-1, dan gugus fungsi alkohol (-OH)pada bilangan gelombang 3326,63 cm-1. Kemudian untuk obat pereda nyeri menunjukkan adanya gugus fungsi para substitusi pada bilangan gelombang 837,58 cm-1, gugus fungsi aromatik (-NH-) pada bilangan gelombang 1260,39 cm-1, gugus fungsi karbonil (C=O) pada bilangan gelombang 1611,34 cm-1, gugus fungsi alkil (-CH3) pada bilangan gelombang 2966,63 cm-1, dan gugus fungsi alkohol (-OH)pada bilangan gelombang 3325,41 cm-1.Dari hasil spektrum FT-IR pada jamu oplosan dan obat pereda nyeri tersebut terdapat puncak(peak)yang berbentuk pita tajam (sharp) dalam beberapa bilangan panjang
(2)
gelombang yang hampir sama. Hal ini membuktikan adanya persamaan gugus fungsi antara jamu oplosan dengan obat pereda nyeri.
Pada jamu alami menunjukkan adanya gugus fungsi berbentuk ikatanAsimetrik pada bilangan gelombang 1457,61 cm-1, gugus fungsi karbonil (C=O) pada bilangan gelombang 1764,66 cm-1, gugus fungsi alkil (-CH3) pada bilangangelombang 2926,61 cm-1 dan gugus fungsi alkohol (-OH)pada bilangan gelombang 3335,54 cm-1. Dari hasil spektrum FT-IR pada jamu alami tersebutterdapat puncak (peak) yang berbentuk pita lebar (broad).
Berdasarkan hasil spektrum FT-IR , diperoleh persamaan gugus fungsi antara jamu oplosan dengan obat pereda nyeri yang identik dengan senyawa N–acetyl–para-aminophenol. Dan adanya perbedaan gugus fungsi antara jamu oplosan dengan jamu alami yang ditandai dengan perbedaan bentuk puncak (peak), dan bentuk ikatannya.Hal ini membuktikan adanya penambahan obat sintetik pada jamu oplosan.
(3)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
1.1. KESIMPULAN
Dari hasil spektrum FTIR yang telah dilakukan maka diperoleh kesimpulan bahwa :
- Spektrum FTIR dari jamu oplosan dan obat sintetik menunjukkan adanya persamaan gugus fungsi yang identik dengan senyawaN–acetyl–para-aminophenol. - Perbedaan gugus fungsi antara jamu oplosan dengan jamu alami menunjukkan
adanya penambahan bahan obat sintetis pada jamu oplosan.
1.2. SARAN
- Sebaiknya karakterisasijamu oplosan, jamu alami, dan obat pereda nyeri menggunakan HPLC.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Cooper, J. W. 1980. Spectroscopic Techniques for Organic Chemists. New York: Jhon Willey & Sons Publishing.
Creswell, C. J. 1972. Analisis Spektrum Senyawa Organik. Edisi Kedua. Bandung: Penerbit ITB.
Farmakope. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta: Departemen Kesehatan.
Harmanto, N. 2007.Pilih Jamu Herbal Tanpa Efek Samping.Jakaerta : Penerbit PT. Elex Media Koputindo.
Hartomo, J. A. 1986. Penyidikan Spektrometrik Senyawa Organik. Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.
Kee, J. L. 1993. Farmakologi Pendidikan Proses Keperawatan.Jakarta : Penerbit EGC
Lestari ,E.D.2007. Analisis Daya Saing, Strategi, Dan Prospek Industri jamu di Indonesia. Bogor:Penerbit ITB
McMurry, J. 2007. Organic Chemistry. International Student Edition. China:Thomson.
Pine, S. 1998. Kimia Organik. Bandung: Terbitan Keempat. Penerbit ITB. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 246 Tahun 1992
Peraturan Menteri Kesehatan No 917/menkes/per/X/1993
Sukandar, E.D. 2008.Tren dan ParadigmamDunia Farmasi. Bandung: Penerbit ITB.
Sumardjo,D.2009.Pengantar Kimia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Syahputri, M.V. 2007.Pemastian Mutu Obat. Volume 1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Watson, D.G.2009. Analisis Farmasi.Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. Wirjosentono, B. 1995. Analisis dan Karakterisasi Polimer. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Medan: USU Press.
Yuliarti. N. 2008.Tips Cerdas Mengonsumsi Jamu.Jakarta : Penerbit Andi.
(5)
(6)