Analisis Sifat Fisik Tepung Tapioka di Balai Pengujian dan Identifikasi Barang Medan

(1)

(2)

(3)

PERSETUJUAN

Judul : ANALISIS SIFAT FISIK TEPUNG TAPIOKA DI

BALAI PENGUJIAN DAN IDENTIFIKASI BARANG MEDAN

Kategori : KARYA ILMIAH

Nama : AGUNG RAMADHAN

Nomor Induk Mahasiswa : 112401032

Program Studi : DIPLOMA 3 KIMIA

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di : Medan, Juni 2014

Diketahui

Program Studi Diploma 3 Kimia FMIPA USU

Ketua, Dosen Pembimbing,

Dra. Emma Zainar Nasution, M.Si Helmina Br. Sembiring, S.Si, M.Si

NIP.195512181987012001 NIP.197602022000122002

Disetujui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, M.S NIP. 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

ANALISIS SIFAT FISIK TEPUNG TAPIOKA DI BALAI PENGUJIAN DAN IDENTIFIKASI BARANG

MEDAN

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2014

AGUNG RAMADHAN NIM. 112401032


(5)

PENGHARGAAN

Bismillahirrohmanirrohiim

Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji dan syukur atas kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan pertolonganNya dan rahmatNya kepada penulis sehingga pengerjaan karya ilmiah ini dapat selesai dengan baik dan tepat waktu dengan judul Analisis Sifat Fisik Tepung Tapioka Di Balai Pengujian dan Identifikasi Barang Medan.

Penulisan karya ilmiah ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Program Studi D3 Kimia di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara untuk mendapatkan gelar Ahli Madya.

Penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari doa, inspirasi, bimbingan, partisipasi semua pihak dan bantuan materil dalam pengerjaan serta penyiapan waktu yang baik, maka pada kesempatan yang sangat berkesan ini penulis dengan rendah hati ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Helmina Br. Sembiring, S.Si, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak memberikan bantuan, bimbingan, dan panduan dalam penyelesaian tugas akhir ini.

3. Ibu Dra. Emma Zaidar, M.Si selaku Ketua Program Studi D3 Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. Rumundang Bulan, MS selaku Ketua Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Delfiendra sebagai Kepala Balai Pengujian dan Identifikasi Barang Direktorat Jendral Bea dan Cukai Medan.

6. Bapak Eka Sapta Nugraha sebagai Kepala Seksi Pelayanan Teknis di Balai Pengujian dan Identifikasi Barang Direktorat Jendral Bea dan Cukai Medan. 7. Bapak Nasrulloh, Bapak Ridwan, dan Bapak Fajar selaku pembimbing dan

staf ahli diruang analis di Balai Pengujian dan Identifikasi Barang Direktorat Jendral Bea dan Cukai yang telah banyak membantu dan memberi dukungan kepada penulis dalam melaksanakan praktek kerja lapangan.

8. Abang Arief Hadi, Abang Sahat Rinaldo, dan Abang Cahya Nugroho yang telah banyak memberikan ilmu yang bermanfaat dan juga membantu tentang cara pengerjaan setiap sampel yang masuk ke Balai Pengujian dan Identifikasi Barang untuk di analisis.

9. Buat teman seperjuangan dimasa praktek kerja lapangan yaitu Agil Antono dan Ahmad Najemi Nasution yang telah banyak membantu serta buat seluruh teman-teman mahasiswa D3 Kimia stambuk 2011, Kimia Analis dan Kimia Industri di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

10. Buat adik-adik Kimia Analis dan Kimia Industri stambuk 2012 serta adik-adik D3 Kimia stambuk 2013 atas doa dan dukungan yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah ini.


(6)

11. Orang tua yang sangat penulis cintai dan sayangi, ibunda Nun Zairani, Ayahanda Hasnansyah dan Ayahanda Edi Rohmad Saputra yang telah memberikan doa, semangat, dukungan moral, materil sekaligus inspirasi dalam bekerja keras dan hal-hal yang membangun demi terselesaikannya semua urusan perkuliahan hingga perngerjaan karya ilmiah ini.

12. Kakak Kartika Haspita Sari dan Abang Ipar Nofi Kristanto yang telah menyediakan tempat tinggal selama masa kuliah, bantuan tenaga, moral, materil dan dukungan yang sangat membangun dari seluruh keluarga besar.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membalas semua kebaikan dengan kebaikan yang lebih baik untuk semua orang. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna dan penulis berharap jika ada masukan mengenai kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua orang yang membacanya.

Medan, Juni 2014 Penulis


(7)

ANALISIS SIFAT FISIK TEPUNG TAPIOKA DI BALAI PENGUJIAN DAN IDENTIFIKASI BARANG

MEDAN

ABSTRAK

Telah dilakukan analisis sifat fisik tepung tapioka dimana dihasilkan bentuk granula tepung tapioka dengan menggunakan mikroskop pada pembesaran 40 kali yaitu berbentuk oval dan kerucut terpotong, dilihat keadaan tepung tapioka memiliki bentuk yang halus, bau yang normal dan berwarna putih, kemudian dengan menggunakan oven dihasilkan kadar air 5,43%, dengan menggunakan tanur listrik dihasilkan kadar abu 0,09% dan dengan cara Luff Schoorl dihasilkan kadar pati 78,18%. Dari hasil analisis ini maka dapat dinyatakan bahwa tepung tapioka telah memenuhi syarat mutu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai bahan makanan.


(8)

ANALYSIS OF PHYSICAL PROPERTIES OF STARCH IN THE CENTER FIELD TESTING AND

IDENTIFICATION OF THINGS MEDAN

ABSTRACT

Has done analyzed the physical properties of starch which is produced form of granules starch using microscope at 40 times magnification is oval shaped and truncated cone, seen the state of starch has a smooth shape, natural smell and white, then the resulting moisture content using the oven 5,43%, using the generated electric furnace ash content 0,09% and with the Luff Schoorl generated 78,18% starch content. From the results of this analysisit can be stated that the starch has been qualified by the quality of the Indonesian National Standard (SNI) as a food ingredient.


(9)

DAFTAR ISI Halaman PERSETUJUAN i PERNYATAAN ii PENGHARGAAN iii ABSTRAK v ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR TABEL x

DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Permasalahan 3

1.3. Pembatasan Masalah 3

1.4. Tujuan 3

1.5. Manfaat 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karbohidrat 4

2.2. Klasifikasi Karbohidrat 6

2.2.1. Monosakarida 6

2.2.1.1. Glukosa 7

2.2.1.2. Fruktosa 8

2.2.1.3. Galaktosa 8

2.2.2. Disakarida 9

2.2.2.1. Sukrosa 9

2.2.2.2. Maltosa 10

2.2.2.3. Laktosa 11

2.2.3. Polisakarida 11

2.2.3.1. Pati 12

2.2.3.2. Selulosa 14

2.3. Fungsi Karbohidrat 15

2.4. Analisis Karbohidrat 16

2.4.1. Analisis Kadar Gula 16

2.4.2. Analisis Kandungan Air 19

2.4.3. Analisis Kandungan Abu 20

BAB 3. METODE PERCOBAAN

3.1. Alat-Alat 23

3.2. Bahan-Bahan 24

3.3. Prosedur Percobaan 25


(10)

3.3.1.1. Uji Bentuk Granula 25

3.3.1.2. Uji Bentuk Tepung 25

3.3.1.3. Uji Bau Tepung 25

3.3.1.4. Uji Warna Tepung 25

3.3.1.5. Uji Kadar Air 26

3.3.1.6. Uji Kadar Abu 26

3.3.1.7. Uji Kadar Pati 27

3.3.1.7.1. Uji Sampel 27

3.3.1.7.2. Uji Blanko 28

3.3.1.7.3. Pembuatan Larutan Untuk Uji Kadar Pati 28 3.3.1.7.3.1. Pembuatan Larutan Luff

Schoorl 28

3.3.1.7.3.2. Pembuatan Larutan Asam

Klorida (HCl) 3% 29

3.3.1.7.3.3. Pembuatan Larutan Asam Sulfat (H2SO4) 25% 29 3.3.1.7.3.4. Pembuatan Larutan Natrium

Hidroksida (NaOH) 3% 29 3.3.1.7.3.5. Pembuatan Larutan Kalium

Iodida (KI) 20% 29

3.3.1.7.3.6. Pembuatan Larutan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N 30 3.3.1.7.3.7. Pembuatan Indikator

Amilum 1% 30

3.3.1.7.3.8. Pembuatan Indikator

Penolftalein 1% 30

3.3.2. Standarisasi Larutan Na2S2O3 30

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil 32

4.2. Perhitungan 33

4.2.1. Uji Kadar Air 33

4.2.2. Uji Kadar Abu 33

4.2.3. Uji Kadar Pati 33

4.2.4. Standarisasi Larutan Na2S2O3 35

4.3. Pembahasan 35

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 36

5.2. Saran 36

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar

Judul Halaman

1 Struktur Glukosa 7

2 Struktur Fruktosa 8

3 Struktur Galaktosa 8

4 Struktur Sukrosa 10

5 Struktur Maltosa 10

6 Struktur Laktosa 11

7 Struktur Amilosa 13

8 Struktur Amilopektin 14

9 Struktur Selulosa 15


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

Judul Halaman

1 Beberapa Jenis Monosakarida 6

2 Hasil Analisis Sifat Fisik Tepung Tapioka 32 3 Penentuan Gula Menurut Ketetapan Luff Schoorl 34


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lamp

Judul Halaman

1 Mutu Tepung Tapioka Menurut SNI 01-2997-1996 39

2 Mikroskop Binokuler Olympus CX 21 40

3 Larutan Luff Schoorl 41

4 Proses Refluks Pada Uji Kadar Pati 42

5 Oven dan Tanur Listrik 43


(14)

ANALISIS SIFAT FISIK TEPUNG TAPIOKA DI BALAI PENGUJIAN DAN IDENTIFIKASI BARANG

MEDAN

ABSTRAK

Telah dilakukan analisis sifat fisik tepung tapioka dimana dihasilkan bentuk granula tepung tapioka dengan menggunakan mikroskop pada pembesaran 40 kali yaitu berbentuk oval dan kerucut terpotong, dilihat keadaan tepung tapioka memiliki bentuk yang halus, bau yang normal dan berwarna putih, kemudian dengan menggunakan oven dihasilkan kadar air 5,43%, dengan menggunakan tanur listrik dihasilkan kadar abu 0,09% dan dengan cara Luff Schoorl dihasilkan kadar pati 78,18%. Dari hasil analisis ini maka dapat dinyatakan bahwa tepung tapioka telah memenuhi syarat mutu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai bahan makanan.


(15)

ANALYSIS OF PHYSICAL PROPERTIES OF STARCH IN THE CENTER FIELD TESTING AND

IDENTIFICATION OF THINGS MEDAN

ABSTRACT

Has done analyzed the physical properties of starch which is produced form of granules starch using microscope at 40 times magnification is oval shaped and truncated cone, seen the state of starch has a smooth shape, natural smell and white, then the resulting moisture content using the oven 5,43%, using the generated electric furnace ash content 0,09% and with the Luff Schoorl generated 78,18% starch content. From the results of this analysisit can be stated that the starch has been qualified by the quality of the Indonesian National Standard (SNI) as a food ingredient.


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ubi kayu (Manihot utilissima) merupakan tanaman umbi-umbian yang berasal dari Amerika Selatan (Brazilia-Paragua). Tersebar luas di negara-negara Nigeria, Zaire, Brazil, Ghana, Tanzania, India, Indonesia, dan Thailand. Di

Filipina dikenal dengan nama “balimhoy”, “camoteng moro”, atau “camoteng kahoy”. Tanaman ini adalah penghasil umbi untuk bahan tepung tapioka. oleh karena itu ubi kayu juga disebut tapioka atau maniok.

Tanaman ini tumbuh baik di daerah tropik basah dan distribusi curah hujannya merata 1.000 – 2.000 mm per tahun. Tumbuhan ini juga dapat tumbuh pada daerah dengan curah hujan 500 mm/tahun dan 5000 mm/tahun di daerah basah asal air jangan tergenang di daerah perakaran. Keistimewaan tanaman ini ialah dapat bertahan hidup pada musim kering yang panjang, akan tetapi keadaan musim kering dan hujan yang tidak teratur sangat menurunkan produksi, terutama kualitasnya.

Umbinya mengandung karbohidrat berkalori tinggi, bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan padi dan jagung dan banyak digunakan sebagai bahan makanan pencampur utama makanan pokok di berbagai daerah (Ismal, 2001).

Tapioka adalah pati yang berasal dari umbi singkong. Pati tersebut sudah mengalami pencucian, pengeringan dan penggilingan. Tapioka banyak digunakan karena mempunyai daya ikat yang cukup tinggi dan membentuk struktur yang


(17)

2

kuat. Tapioka sebagian besar terdiri dari pati yang tersusun atas dua komponen, yaitu amilosa 23% dan amilopektin 77%. Pati tersebut tidak larut dalam air, tetapi jika ditambahkan air dan dilakukan pemanasan akan menyerap air dan mengembang, proses tersebut disebut gelatinisasi.

Tepung tapioka mempunyai banyak kegunaan, salah satunya sebagai bahan baku dalam berbagai industri makanan, seperti bahan campuran pembuatan kerupuk, bahan pembuatan kue basah seperti cenil dan ongol – ongol, bahan pembuatan kue kering seperti biskuit dan kue bangkit, bahan tambahan untuk pembuatan bakso, dan lain sebagainya. Pada pengolahan kerupuk, pencampuran tepung tapioka, tepung pisang dan bumbu-bumbu sampai diperoleh adonan yang homogen dan dilakukan pencetakan, pengukusan, pengeringan dan penggorengan. Pada proses ini yang paling penting adalah proses pencampuran, pengukusan dan proses pengorengan. Pengukusan penting dalam proses gelatinisasi adonan. Proses pemasakan pada pembuatan kerupuk ini juga merupakan proses penting, karena pada proses ini akan mempengaruhi pada produk akhir yang dihasilkan.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk menganalisis sifat fisik dari tepung tapioka di Balai Pengujian dan Identifikasi Barang (BPIB) Medan.


(18)

3

1.2. Permasalahan

Bagaimanakah sifat fisik tepung tapioka dan apakah sifat fisik tepung tapioka tersebut sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai bahan makanan.

1.3. Pembatasan Masalah

Sifat fisik tepung tapioka yang akan dianalisis adalah uji bentuk granula, uji bentuk tepung, uji bau, uji warna, uji kadar air, uji kadar abu dan uji kadar pati.

1.4. Tujuan

Adapun tujuan dari analisis ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui sifat fisik tepung tapioka yang digunakan sebagai bahan makanan.

2. Untuk mengetahui apakah sifat fisik tepung tapioka sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).

1.5. Manfaat

Untuk memberikan informasi tentang sifat fisik dari tepung tapioka dan memberikan informasi kepada masyarakat apakah mutu tepung tapioka secara fisik telah memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai bahan makanan yang layak untuk dikonsumsi.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karbohidrat

Karbohidrat berasal dari pengertian atom karbon yang terhidrasi dengan rumus (CH2O)n. Tetapi pengertian ini sebenarnya sudah tidak tepat lagi karena banyak senyawa karbohidrat yang tidak mengandung atom hidrogen dan oksigen dengan perbandingan 2:1, misalnya gula deoksiribosa yang mempunyai rumus C5H10O4. Disamping itu banyak pula karbohidrat yang mengandung atom lain seperti nitrogen, sulfur dan lain-lain yang menunjukkan tidak sesuainya dengan rumus karbohidrat tersebut. Walaupun demikian, nama karbohidrat ini sampai sekarang masih terus dipergunakan (Girindra, 1990).

Karbohidrat tersebar luas di dalam tumbuhan dan hewan. Dalam tumbuhan, glukosa disintesis dari karbondioksida serta air melalui fotosintesis dan disimpan sebagai pati atau diubah menjadi selulosa yang merupakan kerangka tumbuhan. Hewan dapat mensintesis sebagian karbohidrat dari lemak dan protein, tetapi jumlah terbesar karbohidrat dalam jaringan tubuh hewan berasal dari tumbuhan (Iswari & Yuniastuti, 2006).

Bersama-sama dengan lemak dan protein, karbohidrat memegang peranan dasar bagi kehidupan di bumi ini. Bukan hanya sebagai sumber energi utama bagi makhluk hidup, tetapi juga sebagai senyawa yang menyimpan energi kimia. Pada hewan atau manusia energi disimpan sebagai glikogen dan pada tanaman sebagai pati. Di samping kedua senyawa tersebut, ada pula karbohidrat pembentuk struktur, misalnya selulosa berperanan sebagai komponen utama dinding sel


(20)

5

tumbuhan, dan peptidoglikan yang terdapat di dinding sel bakteri. Selain terdapat pada dinding sel bakteri dan tumbuhan, polisakarida juga banyak terdapat pada dinging sel binatang. Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh penduduk di dunia khususnya bagi penduduk negara yang sedang berkembang walaupun jumlah kalori yang didapat dihasilkan oleh 1 gram (g) karbohidrat hanya 4 kalori (kal) dibanding lemak. Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain-lain. Di alam, karbohidrat merupakan hasil sintesa CO2 dan H2O dengan pertolongan sinar matahari dan hijau daun (chlorophyll). Hasil fotosintesa ini kemudian mengalami polimerisasi menjadi pati dan senyawa-senyawa bermolekul besar lain yang menjadi cadangan makanan pada tanaman. Organisme yang dapat mensintesa biomolekuluntuk keperluan hidupnya dari bahan-bahan anorganik (misalnya CO2 dan H2O) disebut organisme autotroph. Sedangkan mikroorganisme pada umumnya, hewan dan manusia yang hanya dapat mempergunakan hasil sintesa organisme autotroph untuk keperluan hidupnya disebut organismeheterotroph(Sudarmadji, 1989).

Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati, pektin, selulosa, dan lignin. Polisakarida seperti pati, banyak terdapat dalam serealia dan umbi-umbian. Sumber karbohidrat utama bagi bahan makanan kita adalaah serealia dan umbi-umbian. Misalanya kandungan pati dalam beras = 78,3%, jagung = 72,4%, singkong = 34,6%, dan talas = 40% (Budianto, 2009).


(21)

6

2.2. Klasifikasi Karbohidrat

Karbohirat adalah polihidroksi aldehida atau polihidroksi keton yang mempunyai rumus molekul umum (CH2O)n. Yang pertama lebih dikenal sebagai golongan aldosa dan yang kedua adalah ketosa. Dari rumus umum dapat diketahui bahwa karbohidrat adaalah suatu polimer. Senyawa yang menyusunnya dalah monomer-monomer (Matorharsono, 1998).

Menurut Yazid dan Nursanti (2006) bahwa dari rumus umum karbohidrat, dapat diketahui bahwa senyawa ini adalah suatu polimer yang tersusun atas monomer-monomer. Berdasarkan monomer yang menyusunnya, karbohidrat dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu monosakarida, disakarida dan polisakarida.

2.2.1. Monosakarida

Karbohidrat paling sederhana yang tidak dapat dihidrolisis menjadi karbohidrat lain. Bentuk lain dibedakan kembali menurut jumlah atom C yang dimiliki dan sebagai aldosa dan ketosa. Monosakarida yang terpenting adalah glukosa, galaktosa, dan fruktosa (Yazid & nursanti, 2006).

Menurut Poedjiadi dan Supriyanti (2009), monosakarida ialah karbohidrat yang sederhana, dalam arti molekulnya hanya terdiri atas beberapa atom karbon saja dan tidak dapat diuraikan dengan cara hidrolisis menjadi karbohidrat lain. Tiga senyawa gula yang penting dalam monosakarida adalah glukosa, fruktosa dan galaktosa.

Tabel 1. Beberapa Jenis Monosakarida

Monosakrida Rumus Molekul Aldosa Ketosa

Triosa C3H6O3 Gliserosa Dihidroksi aseton

Tetrosa C4H8O4 Eritrosa Eritrulosa

Pentosa C5H10O5 Ribosa Ribulosa


(22)

2.2.1.1. Glukosa

Menurut Poedjiadi da sering disebut dekst terpolarisasi ke arah ka madu lebah.

Dalam alam g dengan bantuan sina fotosintesis dan glukosa amilum dan selulosa.

6CO2 + 6H

Amilum terbentuk da glukosa yang membe molekul air.

n C6H12O6 Dalam dunia perdagan sangat pekat, sehingg glukosa ini diperoleh d

dan Supriyanti (2009) glukosa adalah suatu a kstrosa karena mempunyai sifat dapat m h kanan. Di alam, glukosa terdapat dalam bua

glukosa dihasilkan dari reaksi antara karbondi sinar matahari dan klorofil dalam daun. Prose

lukosa yang terbentuk terus digunakan untuk osa.

6H2O Sinar matahari C6H12O6 + 6O2 klrofil

uk dari glukosa dengan jalan penggabungan m bentuk rantai lurus maupun bercabang denga

(C6H10O5)n + n H2O gangan dikenal sirup glukosa, yaitu suatu laruta

gga mempunyai viskositas atau kekentalan yan eh dari amilum melalui proses hidrolisis dengan a

Gambar 1. Struktur Glukosa

7

u aldoheksosa dan memutar cahaya buah – buahan dan

bondioksida dan air roses ini disebut untuk pembentukan

n molekul-molekul dengan melepaskan

utan glukosa yang yang tinggi. Sirup


(23)

2.2.1.2. Fruktosa

Madu lebah selain g ketohektosa yang me karenanya disebut mempunyai rasa mani yaitu gula yang biasa atau bit (Poedjiadi & S

2.2.1.3. Galaktosa

Monosakarida ini jara glukosa dalam bentuk mempunyai rasa kur Galaktosa mempunya (Poedjiadi & Supriyant

n glukosa juga mengandung fruktosa. Fruktosa mempunyai sifat memutar cahaya terpolarisa but levulosa. Pada umumnya monosakarida

anis. Fruktosa berikatan dengan glukosa mem asa digunakan sehari-hari sebagai pemanis, b & Supriyanti, 2009).

Gambar 2. Struktur Fruktosa

jarang terdapat bebas dalam alam. Umunya be ntuk laktosa, yaitu gula yang terdapat dalam susu. kurang manis daripada glukosa dan kurang l punyai sifat memutar bidang cahaya terpolar

yanti, 2009).

Gambar 3. Struktur Galaktosa

8

uktosa adalah suatu risasi ke kiri dan da dan sakarida embentuk sukrosa, s, berasal dari tebu

berikatan dengan susu. Galaktosa g larut dalam air. polarisasi ke kanan


(24)

9

2.2.2. Disakarida

Senyawa yang termasuk oligosakarida mempunyai molekul yang terdiri atas beberapa molekul monosakarida. Dua molekul monosakarida yang berikan satu dengan yang lain, membentuk satu molekul disakarida. Oligosakarida yang paling banyak terdapat dalam alam ialah disakarida (Poedjiadi & Supriyanti, 2009). Disakarida merupakan karbohidrat yang pada hidrolisis menghasilkan 2 molekul monosakarida yang sama atau berlainan, misalnya sukrosa, maltosa dan laktosa (Iswari & Yuniastuti, 2006).

Karbohidrat yang tersusun dari dua sampai sepuluh satuan monosakarida. Oligosakarida yang umum adalah disakarida, yang terdiri atas dua satuan monosakarida dan dapat dihidrolisis menjadi monosakarida. Contoh: sukrosa, maltosa, dan laktosa (Yazid & Nursanti, 2006).

2.2.2.1. Sukrosa

Sukrosa ialah gula yang kita kenal sehari – hari, baik yang berasal dari tebu maupun bit. Selain dari tebu dan bit, sukrosa terdapat pula pada tumbuhan lain, misalnya dalam buah nanas dan dalam wortel. Dengan hidrolisis sukrosa akan terpecah dan menghasilkan glukosa dan fruktosa (Poedjiadi & Supriyanti, 2009).

Sukrosa, berbeda dengan disakarida yang lain. Sukrosa tidak mempunyai daya mereduksi sama sekali, karena gugus pereduksi kedua satuan itu ikat-mengikat. Terdiri dari glukosa dan fruktosa. Ikatannya adalah 1,2-glukosidik (Iswari & Yuniastuti, 2006). Sukrosa mudah dihidrolisis menjadi D-glukosa dan D-fruktosa. Hidrolisis ini biasa disebut proses inversi dan akan diikuti oleh perubahan rotasi optik dari kanan ke kiri apabila telah tercapai campuran dalam


(25)

jumlah yang sama ant (Girindra, 1990).

2.2.2.2. Maltosa

Maltosa adalah suatu yang terjadi ialah anta maltosa masih mempuny mempunyai sifat me hidrolisis amilum deng 2009).

Pada maltosa, melalui atom karbonn keempat pada glukosa ikatan α (1,4)-glikosida molekul glukosa ialah

antara glukosa dan fruktosa. Campuran ini dis

Gambar 4. Struktur Sukrosa

tu disakarida yang terbentuk dari dua molekul ntara atom karbon nomor 1 dan atom nomor 4, mpunyai gugus –OH glikosidik dan dengan de

mereduksi. Maltosa merupakan hasil antara dengan asam maupun dengan enzim (Poedjiadi

osa, sebuah molekul glukosa dihubungkan oleh bonnya yang pertama dengan gugus hidroksi ukosa lainnya. Ikatan antara kedua unit monosaka kosida, sebab atom karbon hemiasetal yang ikut

lah atom karbon dengan konfigurasi α (Girindra

Gambar 5. Struktur Maltosa

10

disebut gula invert

kul glukosa. Ikatan 4, oleh karenanya n demikian masih ara dalam proses iadi & Supriyanti,

h ikatan glikosida oksil atom karbon onosakarida ini disebut kut mengikat kedua ndra, 1990).


(26)

2.2.2.3. Laktosa

Dengan hidrolisis lakt ini laktosa adalah sut atom karbon nomor kerenanya molekul l demikian laktosa m Supriyanti, 2009).

Laktosa yang glukosa yang berikata atom karbon hemiase 1990).

2.2.3. Polisakarida

Karbohidrat yang tersus lurus atau bercabang tertentu yang kerjany oligosakarida dan da polisakarida. Contoh: a

laktosa akan menghasilkan galaktosa dan D-sutu disakarida. Ikatan galaktosa dan glukosa or 1 pada galaktosa dan atom nomor 4 pada kul laktosa masih mempunyai gugus –OH glikosi

mempunyai sifat mereduksi dan mutarotasi

ng biasa disebut gula susu terdiri dari D-ga katan melalui ikatan α (1,4)-glikosidik. Laktosa m

asetal, maka laktosa termasuk disakarida pereduksi

Gambar 6. Struktur Laktosa

tersusun dari sepuluh satuan monosakarida dan ang. Polisakarida dapat dihidrolisis pleh asa anya spesifik. Hidrolisis sebagian polisakarida n dapat digunakan untuk menentukan str

oh: amilum, glikogen, dekstrin, dan selulosa

11

D-glukosa, kerena ukosa terjadi antara da glukosa. Oleh likosidik. Dengan otasi (Poedjiadi &

-galaktosa dan D-osa mempunyai satu reduksi (Girindra,

dan dapat berantai asam atau enzim rida menghasilkan struktur molekul


(27)

12

2.2.3.1. Pati

Pati merupakan bentuk karbohidrat yang disimpan dalam bentuk karbohidrat tanaman. Pati terdiri dari 2 fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan (-(1,4)) D-Glukosa. Sedang amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan (-(1,6)) D-Glukosa. Glukosa sebanyak 4-5% dari berat total. Sumber pati anatara lain: biji-bijian, akar-akaran, umbi-umbian, dan buah yang belum matang. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan a-glikosidik. Berbagai macam pati tidak samaa sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya (Budianto, 2009).

Pada umumnya, karbohidrat berupa serbuk putih yang mempunyai sifat sukar larut dalam pelarut nonpolar, tetapi mudah larut dalam air. Kecuali, polisakarida bersifat tidak larut dalam air. Amilum dengan air dingin akan membentuk suspensi dan bila dipanaskan akan terbentuk pembesaran berupa pasta dan bila didinginkan akan membentuk koloid yang kental semacam gel. Suspensi amilum akan memberikan warna biru dengan larutan iodium. Hal ini dapat digunakan untuk mengindetifikasikan adanya amilum dalam suatu bahan. Hidrolisis sempurna amilum oleh asam atau enzim akan menghasilkan glukosa. Glikogen mempunyai struktur empiris yang serupa dengan amilum pada tumbuhan. Pada proses hidrolisis, glikogen menghasilkan pula glukosa karena, baik amilum maupun glikogen, tersusun dari sejumlah satuan glukosa (Yazid & Nursanti, 2006).


(28)

(29)

(30)

(31)

16

2.4. Analisis Karbohidrat

Berbagai cara analisis dapat dilakukan terhadap karbohidrat untuk memenuhi berbagai keperluan. Dalam ilmu dan teknologi pangan, analisis karbohidrat yang biasa dilakukan misalnya penentuan jumlahnya secara kuantitatif dalam rangka menentukan komposisi suatu bahan makanan, penentuan sifat fisisnya atau kimiawinya dalam kaitannya dengan pembentukan kekentalan, kelekatan, stabilitas larutan dan tekstur hasil olahannya.

Karbohidrat yang berbentuk polimer memliki ukuran molekul yang sangat besar dan kompleks serta memiliki satuan monomer berbagai jenis jenis menyebabkan karbohidrat sulit ditentukan jumlah sebenarnya. Sering jumlah karbohidrat hanya dapat dinyatakan sebagai jumlah monomer penyusunnya saja misalnya sebagai heksosa atau pentosa total. Bahkan untuk senyawa yang homogen (homoglikan) misalnya pati yang terdiri dari monomer glukosa saja, masih memerlukan kurva standar yang menunjukkan hubungan antara jumlah pati murni dengan indikatornya (misalnya gula hasil hidrolisanya). Karena terdapat perbedaan ukuran molekul antara jenis pati yang satu dengan yang lain dan sulitnya mendapatkan pati yang betul-betul murni yang bebas air dan senyawa-senyawa lain, maka cara penentuan jumlah pati yang sebenarnya menjadi sangat sulit

2.4.1 Analisis Kadar Gula

Banyak cara yang dapat digunakan untuk menentukan banyaknya karbohidrat dalam suatu bahan yaitu antara lain dengan cara kimiawi, cara fisik, cara enzimatik atau biokimiawi dan cara kromatografi. Penentuan karbohidrat yang termasuk polisakarida maupun oligosakarida memerlukan perlakuan pendahuluan


(32)

17

yaitu hidrolisa lebih dahulu sehingga diperoleh monosakarida. Untuk keperluan ini maka bahan dihidrolisa dengan asam atau enzim pada suatu keadaan yang tertentu. Salah satu cara untuk menganalisis kadar pati dengan diubah menjadi gula terlebih dahulu adalah dengan cara Luff Schoorl.

Pada penetuan gula cara Luff Schoorl dimana yang ditentukan bukannya kuprooksida yang mengendap tetapi dengan menentukan kuprioksida dalam larutan sebelum direaksikan dengan gula reduksi (titrasi blanko) dan sesudah direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi sampel). Penentuannya dengan titrasi menggunakan Na-tiosulfat. Selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel ekuivalen dengan kuprooksidayang terbentuk dan juga ekuivalen dengan jumlah gula reduksi yang ada dalam bahan/larutan.

Reaksi yang terjadi selama penentuan karbohidrat cara ini mula-mula kuprioksida yang ada dalam reagen akan membebaskan iod dari garam K-iodida. Banyaknya iod yang dibebaskan ekuivalen dengan banyaknya kuprioksida. Banyaknya iod dapat diketahui dengan titrasi menggunakan Na-tiosulfat. Untuk mengetahui bahwa titrasi sudah cukup maka diperlukan indikator amilum. Apabila larutan berubah warna dari biru menjadi putih berarti titrasi sudah selesai. Agar supaya perubahan warna biru menjadi putih dapat tepat maka penambahan amilum diberikan pada saat titrasi hampir selesai. Setelah diketahui selisih banyaknya titrasi blanko dan titrasi sampel kemudian dikonsultasikan dengan tabel yang sudah tersedia yang menggambarkan hubungan antara banyaknya Na-tiosulfat dengan banyaknya gula reduksi.


(33)

18

Reaksi yang terjadi dalam penetuan gula cara Luff Schoorl dapat dituliskan sebagai berikut:

R—COH + CuO Cu2O + R—COOH

H2SO4 + CuO CuSO4 + H2O

CuSO4 + 2 KI CuI2 + K2SO4

2 CuI2 Cu2I2 + I2

I2 + 2 Na2S2O3 Na2S4O6 + 2 NaI

I2 + Amilum : Biru (Sudarmadji, 1989).

Untuk dapat dilakukan analisis ini harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Reaksinya harus berlangsung secara cepat. Kebanyakan reaksi ion memenuhi syarat ini.

2. Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi. Bahan yang diselidiki bereaksi sempurna dengan senyawa baku dengan perbandingan kesetaraan stoikiometris.

3. Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekivalen tercapai, baik secara kimia atau fisika.

4. Harus ada indikator jika syarat 3 tidak terpenuhi. Indikator juga dapat diamati dengan pengukuran daya hantar listrik (titrasi potensiometri/konduktometri)

Berikut adalah hal-hal yang diperlukan dalam analisis :

1. Alat pengukur volume seperti buret, pipet volume, dan labu takar yang ditera secara teliti (telah dikalibrasi)

2. Senyawa pembakuan harus senyawa dengan kemurnian yang tinggi 3. Indikator atau alat lain untuk mengetahui selesainya titrasi.


(34)

19

Disamping itu diperlukan juga neraca analitik untuk menimbang bahan yang akan diselidiki atau senyawa baku untuk membuat larutan baku (Rohman, 2007).

2.4.2. Analisis Kandungan Air

Analisis kandungan air dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah metode pengeringan(thermogravimetri).

Metode ini prinsipnya menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan di dalam oven dengan suhu ± 100-110 oC selama 3 jam atau sampai berat yang konstan. Untuk bahan-bahan yang tidak panas, seperti pada bahan yang berkadar gula tinggi, minyak, daging, kecap ataupun bahan-bahan yang lainnya, pemanasan dilakukan pada oven vakum dengan suhu yang lebih rendah. Suatu bahan yang telah mengalami pengeringan ternyata lebih bersifat higroskopis dari pada bahan aslinya. Oleh karena itu selama pendingan sebelum penimbangan, bahan selalu ditempatkan dalam ruang tertutup, yang kering misalnya dalam eksikator atau desikator yang telah diberi zat penyerap air. Zat penyerap ini dapat menggunakan kapur aktif, asam sulfat silika gel alumunium oksida, kalium klorida, dalium hidroksida dan lain-lain (Budianto,2009).

Menurut Sudarmadji (1989) bahwa kelemahan cara ini adalah:

1. Bahan lain disamping air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap air misalnya alkohol, asam asetat, minyak atsiri dan lain-lain.

2. Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap lain. Contoh gula mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak mengalami oksidasi dan sebagainya.


(35)

20

2.4.3. Analisis Kandungan Abu

Sebagian besar bahan makanan, yaitu 96 % terdiri dari organik dan air sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai zat anorganik atau abu. Dalam proses pembakaran bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak. Karena itulah disebut abu.

Menurut Sudarmadji (1989) bahwa penentuan abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan yaitu diantara lain:

1. Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan. Misalnya pada proses penggilingan gandum diharapkan dapat dipisahkan antara bagian endosperm dengan kulit/katul dan lembaganya. Apabila masih banyak katul atau lembaga terikut dalam endosperm maka tepung gandum yang dihasilkan akan akan mempunyai kadar abu yang relatif tinggi. Hal ini karena pada bagian katul kandungan mineralnya dapat mencapai 20 kali lebih banyak daripada dalam endosperm.

2. Untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan. Penetuan kadar abu dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan buah yang digunakan untuk membuat Jellyatau marmelade. Kandungan abu juga dapat dipakai untuk menentukan atau membedakanfruit vinegar(asli) atau sintetis.

3. Penentuan kadar abu sangat berguna sebagai parameter nilai gizi bahan makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain.

Penentuan abu total dapat dikerjakan dengan pengabuan secara kering atau cara langsung dan dapat pula secara basah atau cara tidak langsung.


(36)

21

Penentuan kadar abu dengan cara ini adalah dengan mengoksidasikan semua zat organik pada suhu tinggi. Yaitu sekitar 500-600oC yang kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran. Bahan yang mempunyai kadar tinggi sebelum pengabuan harus dikeringkan hilang. Baru kemudian dinaikkan sesuai suhunya sesuai dengan yang dikehendaki.

2. Penentuan Kadar Abu Secara Tidak Langsung (Cara Basah)

Pengabuan basah dapat digunakan untuk diganti sampel dalam usaha penentuan froce elemen dan logam-logam beracun. Pengabuan cara basah ini prinsipnya adalah memberikan reagen kimia tertentu ke dalam bahan sebelum dilakukan pengabuan. Berbagai bahan kimia yang sering digunakan adalah asam sulfat yang ditumbuhkan ke dalam sampel untuk membantu mempercepat terjadi reaksi oksidasi, campuran asam sulfat dan potasium sulfat dipergunakan untuk mempercepat dekomposisi sampel. Campuran asam sulfat, asam sitrat yang berfungsi mempercepat proses pengabuan dan masih banyak lagi zat-zat kimia yang lain yang membantu salam proses pengabuan ( Budianto, 2009).

Perbedaan pengabuan cara kering dan cara basah.

1. Cara kering biasa digunakan untuk menentukan total abu dalam suatu bahan makanan dan hasil pertanian, sedangkankan cara basah untuktrace element.

2. Cara kering untuk penentuan abu yang larut dan tidak larut dalam air serta abu yang tidak larut dalam asam memerlukan waktu yang relatif lama sedangkan cara basah memerlukan waktu yang cepat.


(37)

22

3. Cara kering memerlukan suhu yang relatif tinggi, sedang cara basah dengan suhu relatif rendah.

4. Cara kering dapat digunakan untuk sampel yang relatif banyak, sedang cara basah sebaiknya sampel sedikit dan memerlukan reagensia yang kadangkala berbahaya. Karena menggunakan reagensia maka penentuan cara basah perlu koreksi terhadap reagen yang digunakan (Sudarmadji, 1989).


(38)

BAB 3

METODE PERCOBAAN

3.1. Alat–Alat

Nama Alat Merek Ukuran

1. - Mikroskop Binokuler Olympus CX 21

-2. -Hot Plate National

-3. - Kaca Preparat -

-4. - Kaca Penutup -

-5. - Neraca Analitik Mettler 400

-6. –Desikator -

-7. - Cawan Petri -

-8. - Cawan Porselin -

-9. –Oven Naberthem

-10. - Tanur Listrik Naberthem

-11. - Tang Krus -

-12. -Beaker Glass Pyrex 500 ml

13. -Beaker Glass Pyrex 250 ml

14. -Beaker Glass Pyrex 100 ml

15. -Beaker Glass Pyrex 50 ml

16. - Labu Ukur Pyrex 500 ml

17. - Labu Ukur Pyrex 100 ml

18. - Gelas Ukur Pyrex 100 ml

19. - Gelas Ukur Pyrex 50 ml

20. - Gelas Ukur Pyrex 25 ml

21. - Botol Aquades -


(39)

24

23. - Pipet Volumetri Pyrex 10 ml

24. - Pipet Volumetri Pyrex 5 ml

25. - Pipet Matt Pyrex 25 ml

26. - Pipet Matt Pyrex 5 ml

27. –Corong Pyrex

-28. - Lempeng Porselin -

-29. - Labu Erlenmeyer Pyrex 250 ml

30. –Buret Pyrex 50 ml

31. - Bola Karet -

-3.2. BahanBahan

Nama Bahan Merek

- Tepung Tapioka(s)

-- Na2CO3(s)Anhidrat Merck

- Asam Sitrat (C7H8O7) Merck

- CuSO4.5H2O(s) Merck

- Larutan Luff Schoorl

-- Larutan Asam Klorida (HCl) 3%

-- Larutan Asam Sulfat (H2SO4) 25%

-- Larutan Natrium Hidroksida (NaOH) 3% Merck

- Larutan Kalium Iodida (KI) 20% Merck

- Larutan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N Merck

- Larutan Kalium Iodida (KI) 10% Merck

- K2Cr2O7(s) Merck

- Larutan HCl(p)

-- Indikator Amilum 1%

-- Indikator Penolftalein 1% Merck

- Indikator Universal


(40)

25

3.3. Prosedur Percobaan

3.3.1. Analisis Sifat Fisik Tepung Tapioka 3.3.1.1. Uji Bentuk Granula

- Diletakkan 1 g tepung tapioka pada lempeng porselin

- Diberikan 1-2 ml aquades kemudian diaduk hingga terbentuk suspensi - Ditempatkan 1-2 tetes suspensi tepung tapioka pada kaca preparat - Ditutup dengan kaca penutup sampai tidak ada gelembung udara - Diletakkan pada mikroskop

- Diamati dengan pembesaran objektif 40 kali - Difoto hasil pengamatan dengan kamera digital

3.3.1.2. Uji Bentuk Tepung

- Diambil tepung tapioka secukupnya

- Diamati dan diraba untuk mengetahui bentuknya - Dicatat hasil pengamatan

3.3.1.3. Uji Bau Tepung

- Diambil tepung tapioka secukupnya

- Dicium tepung tapioka untuk mengetahui baunya - Dicatat hasil pengamatan

3.3.1.4. Uji Warna Tepung

- Diambil tepung tapioka secukupnya - Diamati warna tepung tapioka tersebut - Dicacat hasil pengamatan


(41)

26

3.3.1.5. Uji Kadar Air

- Dipanaskan cawan petri dalam oven pada suhu 115oC ± 3oC selama 1 jam - Didinginkan dalam desikator selama 30 menit

- Ditimbang cawan petri dengan neraca analitik

- Ditimbang 2 - 3 gram sampel tepung dalam cawan petri - Dimasukkan ke dalam oven

- Diatur suhu oven pada suhu 115oC ± 3oC selama 1 jam (dihitung 1 jam setelah suhu oven 115oC)

- Didinginkan dalam desikator

- Ditimbang cawan petri dengan neraca analitik - Dihitung kadar air

3.3.1.6. Uji kadar Abu

- Dipanaskan cawan porselen dalam tanur listrik pada suhu 550oC ± 10oC selama 1 jam

- Didinginkan dalam desikator 30 menit

- Ditimbang 3-5 g sampel tepung dalam cawan porselin - Dimasukkan kedalam tanur listrik

- Diatur suhu tanur listrik pada suhu 550oC ± 10oC selama 2-3 jam - Didinginkan dalam desikator selama 30 menit

- Ditimbang cawan porselin dengan neraca analitik - Dihitung kadar abu


(42)

27

3.3.1.7. Uji Kadar Pati 3.3.1.7.1. Uji Sampel

- Ditimbang 1 g sampel tepung dalam labu erlenmeyer - Ditambahkan dengan 40 ml HCl 30%

- Direfluks diatashot platepada suhu 200-250oC selama 3 jam - Didinginkan dalam mangkok plastik yang berisi es batu

- Dinetralkan dengan penambahan NaOH 3% dengan bantuan indikator penolftalein 1% sampai mengalami perubahan warna menjadi merah muda - Ditambahkan HCl 3% sampai pH 6

- Dimasukkan dalam labu ukur 100 ml kemudian tambahkan aquades sampai garis batas dan dihomogenkan

- Disaring dengan menggunakan kertas saring whatman no. 42

- Diambil filtratnya 5 ml kemudian masukkan kedalam labu erlenmeyer - Ditambahkan 25 ml larutan luff schoorl

- Ditambahkan 20 ml aquades

- Direfluks kembali selama 10 menit sampai mendidih - Didinginkan dalam mangkok plastik yang berisi es batu - Ditambahkan 25 ml H2SO425%

- Ditambahkan 20 ml KI 20%

- Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 yang telah distandarisasi sampai mengalami perubahan warna menjadi kuning pucat

- Ditambahkan beberapa tetes indikator amilum 1%

- Dititrasi kembali dengan larutan Na2S2O3sampai terjadi perubahan warna dari biru kehitaman menjadi putih keruh pada titik akhir titrasi


(43)

28

3.3.1.7.2. Uji Blanko

- Dimasukkan 25 ml larutan luff schoorl dalam labu erlenmeyer - Ditambahkan 20 ml aquades

- Direfluks selama 10 menit sampai mendidih

- Didinginkan dalam mangkok plastik yang berisi es batu - Ditambahkan 25 ml H2SO425%

- Ditambahkan 20 ml KI 20%

- Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 yang telah distandarisasi sampai mengalami perubahan warna menjadi kuning pucat

- Ditambahkan beberapa tetes indikator amilum 1%

- Dititrasi kembali dengan larutan Na2S2O3sampai terjadi perubahan warna dari biru kehitaman menjadi putih keruh pada titik akhir titrasi

- Dicatat volume larutan Na2S2O3yang terpakai

3.3.1.7.3. Pembuatan Larutan Untuk Uji Kadar Pati 3.3.1.7.3.1. Pembuatan Larutan Luff Schoorl

Ditimbang 71,9 g Na2CO3 anhidrat didalam beaker glass kemudian dilarutkan dengan 300 ml aquades sambil dipanaskan diatas hot plate dan diaduk. Setelah larut, tambahkan 25 g asam sitrat yang telah dilarutkan dengan 25 ml aquades kemudian dimasukkan sedikit demi sedikit melalui dinding beaker glass. Kemudian tambahkan 8 g CuSO4.5H2O yang telah dilarutkan dengan 100 ml aquades, masukkan sedikit demi sedikit. Setelah semua larutan bercampur, kemudian matikan hot plate dan biarkan sampai larutan dingin. Setelah larutan dingin, masukkan kedalam labu ukur 500 ml dan tambahkan aquades sampat garis batas dan dihomogenkan. Kemudian biarkan selama satu malam di tempat gelap.


(44)

29

3.3.1.7.3.2. Pembuatan Larutan Asam Klorida (HCl) 3%

Dimasukkan 8,1 ml asam klorida pekat (HCl 37%) kedalam labu ukur 100 ml yang sudah berisi sedikit aquades, kemudian tambahkan aquades sedikit demi sedikit sampai garis batas kemudian dihomogenkan.

3.3.1.7.3.3. Pembuatan Larutan Asam Sulfat (H2SO4) 25 %

Dimasukkan 25,7 ml asam sulfat pekat (H2SO4 97%) kedalam labu ukur 100 ml yang sudah berisi sedikit aquades, kemudian tambahkan aquades sedikit demi sedikit sampai garis batas kemudian dihomogenkan.

3.3.1.7.3.4. Pembuatan Larutan Natrium Hidroksida (NaOH) 3%

Ditimbang 3 g natrium hidroksida dalam beaker glass, kemudian dilarutkan dengan aquades. Setelah itu masukkan kedalam labu ukur 100 ml, bilas kembali beaker glass dengan aquades sampai sisa larutan natrium hidroksida benar-benar tidak tersisa kemudian masukkan kedalam labu ukur. Tambahkan aquades sedikit demi sedikit sampai garis batas kemudian dihomogenkan.

3.3.1.7.3.5. Pembuatan Larutan Kalium Iodida (KI) 20%

Ditimbang 20 g kalium iodida dalam beaker glass, kemudian dilarutkan dengan aquades. Setelah itu masukkan kedalam labu ukur 100 ml, bilas kembali beaker glassdengan aquades sampai sisa larutan kalium iodida benar-benar tidak tersisa, setelah itu masukkan kedalam labu ukur. Kemudian tambahkan aquades sedikit demi sedikit sampai garis batas dan dihomogenkan.


(45)

30

3.3.1.7.3.6. Pembuatan Larutan Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N

Ditimbang 12,4 g Na2S2O3.5H2O dalam beaker glass, kemudian dilarutkan dengan aquades. Setelah itu masukkan kedalam labu ukur 500 ml, bilas kembali beaker glass dengan aquades sampai sisa larutan natrium tiosulfat benar-benar tidak tersisa, setelah itu masukkan kedalam labu ukur. Kemudian tambahkan aquades sedikit demi sedikit sampai garis batas dan dihomogenkan.

3.3.1.7.3.7. Pembuatan Indikator Amilum 1%

Ditimbang 1 g kanji dalam beaker glass, kemudian tambahkan 100 ml aquades. Kemudian dipanaskan diatas hot plate hingga larutan kanji mendidih dan terus diaduk, setelah itu dinginkan.

3.3.1.7.3.8. Pembuatan Indikator Penolftalein 1%

Ditimbang 1 g serbuk penolftalein dalam beaker glass, dilarutkan dengan 100 ml aquades.

3.3.2. Standarisasi Larutan Na2S2O3

- Dimasukkan 1 - 2 sendok spatula serbuk K2Cr2O7dalam cawan petri - Dikeringkan dalam oven pada suhu 115oC ± 3oC selama 30 menit - Didinginkan dalam desikator selama 15 menit

- Ditimbang 0,16–0,2 g serbuk K2Cr2O7dalam labu erlenmeyer - Dilarutkan dengan 20 ml aquades

- Ditambahkan 5 ml HCL(p) - Ditambahkan 10 ml KI 10%


(46)

31

- Ditutup dan simpan ditempat gelap selama 5 menit - Ditambah 50 ml aquades

- Dititrasi dengan larutan Na2S2O3 hingga terjadi perubahan warna dari coklat tua menjadi kuning kejijauan

- Ditambahkan beberapa tetes indikator amilum 1%

- Dititrasi kembali dengan larutan Na2S2O3 sampai terjadi perubahan warna dari biru tua menjadi biru muda pada titik akhir titrasi


(47)

4.1. Hasil

Hasil analisis sifat fisi

Tabel 2. Hasil Analis

No. Jenis Analisis T 1. Bentuk Granul 2. Bentuk Tepung 3. Bau

4. Warna 5. Kadar Air 6. Kadar Abu 7. Kadar Pati

Bentuk granula tepun binokuler olympus C gambar dibawah ini :

Gam

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

fisik tepung tapioka ditunjukkan dalam tabel diba

alisis Sifat Fisik Tepung Tapioka

sis Tepung Satuan Hasil Ana

nula - Oval, Kerucut

pung - Serbuk H

- Norm

- Puti

% 5,43

% 0,09

% 78,18

pung tapioka secara fisik dengan mengguna pus CX 21 pada pembesaran objektif 40 kali dapa

ni :

ambar 10. Bentuk Granula Tepung Tapioka

dibawah ini :

Analisis cut Terpotong buk Halus ormal utih 5,43 0,09 78,18

unakan mikroskop dapat dilihat pada


(48)

33

4.2. Perhitungan 4.2.1. Uji Kadar Air

Kadar Air =( )

× 100%

=( , , ) ,

,

× 100%

= 5,43 %

4.2.2. Uji Kadar Abu

Kadar Abu = 1

× 100%

= , ,

,

× 100%

= 0,09 % Keterangan :

Ws : Berat Sampel

Wo : Berat Wadah Sebelum Dioven W1: Berat Wadah Sesudah Dioven

4.2.3. Uji Kadar Pati

Angka Tabel = (B–A) × (Normalitas Na2S2O3terstandarisasi / 0,1) = (17,7 ml–1,2 ml) × (0,1015 / 0,1)

= 16,5 × 1,015 = 16,7475

Kadar Pati = × × ,

× 100%

= , × × ,

,

× 100%


(49)

34

Keterangan :

A : Volume Uji Sampel B : Volume Uji Blanko Fp : Faktor Pengenceran W : Berat Sampel Catatan :

Menurut ketetapan Luff Schoorl, Angka Tabel = 16,7475 terletak pada angka 16 dan 17 dan mempunyai nilai 41,3 dan 44,2 serta memiliki selisih 2,9. Angka Tabel dari 16,7475 = 41,3 + (0,7475 × 2,9) = 41,3 + 2,16775 = 43,46775. Jadi, nilai Angka Tabel yang digunakan untuk kadar pati adalah 43,46775.

Tabel 3. Penentuan Gula Menurut Ketetapan Luff Schoorl

Volume Na2S2O30,1 N (ml) Glukosa, Fruktosa, Gula Inverse (mg)

1 2,4 2 4,8 3 7,2 4 9,7 5 12,2 6 14,7 7 17,2 8 19,8 9 22,4 10 25,0 11 27,6 12 30,3 13 33,0 14 35,7 15 38,5 16 41,3 17 44,2 18 47,1 19 50,0 20 53,0 21 56,0 22 59,1 23 62,2


(50)

35

4.2.4. Standarisasi Larutan Na2S2O3

N = 2 2 7

× 2 2 7

= ,

, ×

= 0,1015 N

Keterangan :

N : Normalitas Na2S2O3

Vp : Volume Pentiter (Larutan Na2S2O3)

Bst : Berat Setara (BM / Ekivalen H+atau OH- atau BM / Valensi Biloks)

4.3. Pembahasan

Menurut Standar Nasional Indonesi (SNI) bahwa definisi tepung tapioka adalah tepung yang dibuat dari umbi ubi kayu melalui penepungan dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan keamanan pangan.

Bentuk granula yang dianalisis dengan cara mencampurkan tepung tapioka dengan air hingga membentuk suspensi dan meneteskan 1-2 tetes suspensi tepung tapioka di atas kaca preparat kemudian diamati dengan pembesaran 40 kali pada mikroskop. Hasil pengamatan bentuk granula tersebut ditunjukkan dalam gambar 4.1. Dalam gambar tersebut terlihat bahwa bentuk granula tepung tapioka memiliki bentuk oval dan bentuk kerucut terpotong. Tepung tapioka memiliki bentuk yang halus, bau yang normal dan berwarna putih, kadar air 5,43%, kadar abu 0,09% dan kadar pati 78,18%.

Dari hasil analisis yang telah dilakukan terhadap tepung tapioka berdasarkan standar mutu SNI 01-2997-1996 dapat dinyatakan bahwa tepung tapioka memilik sifat fisik yang telah sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai bahan makanan yang layak untuk dikonsumsi (Lampiran 1).


(51)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis diperoleh sifat fisik tepung tapioka adalah sebagai berikut :

1. Bentuk granula tepung tapioka memiliki bentuk oval dan kerucut terpotong, bentuk tepung yang halus, bau normal, warna putih, kadar air 5,43 %, kadar abu 0,09 % dan kadar pati 78,18 %.

2. Dari hasil analisis yang telah dilakukan pada tepung tapioka diperoleh bahwa tepung tapioka memenuhi syarat mutu Standar Nasional Indonesia (SNI).

5.2. Saran

Sebaiknya dalam melakukan analisis tepung tapioka dilakukan uji kehalusan dengan menggunakan ayakan ukuran 80 mesh, dilakukan uji mikroba dan dilakukan analisis dengan mengunakan alat polarimeter agar didapatkan data yang lebih akurat.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Budianto, A.K. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. UMM Press. Malang.

Cahyadi, W. 2009. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Edisi kedua. Bumi Aksara. Jakarta.

Girindra, A. 1990. Biokimia 1. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Ismal, G. 2001. Ekologi Tumbuhan dan Tanaman Pertanian. Angkasa Raya. Padang.

Iswari, R.T. dan Yuniastuti, A. 2006. Biokimia. Edisi Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Martoharsono, S. 1998. Biokimia. Jilid 1. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Poedjiadi, A. dan Supriyanti, T. 2009. Dasar – Dasar Biokimia. Edisi Revisi. UI Press. Jakarta.

Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Standar Nasional Indonesia, Tepung Singkong (SNI 01-2997-1996).

Sudarmadji, S. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta. Yazid, E. dan Nursanti, L. 2006. Penuntun Praktikum Biokimia untuk Mahasiswa


(53)

(54)

39

Lampiran 1. Mutu Tepung Tapioka Menurut SNI 01-2997-1996

No. Jenis Analisis Tepung Satuan Persyaratan

1. Bentuk Granula - Oval, Kerucut terpotong

2. Bentuk Tepung - Serbuk Halus

3. Bau - Normal

4. Warna - Putih

5. Kadar Air % Maks. 12

6. Kadar Abu % Maks. 1,5


(55)

Lampiran 2. Mikroskoposkop Binokuler Olympus CX 21


(56)

Lampiran 3. Larutan Ln Luff Schoorl


(57)

Lampiran 4. Proses Res Refluks Pada Uji Kadar Pati

(Untuk Sampel)

(Untuk Blanko)


(58)

Lampiran 5. Oven dan Tn dan Tanur Listrik

(Oven)

(Tanur Listrik)


(59)

Lampiran 6. Lemari Ai Asam


(1)

Lampiran 1. Mutu Tepung Tapioka Menurut SNI 01-2997-1996

No. Jenis Analisis Tepung Satuan Persyaratan

1. Bentuk Granula - Oval, Kerucut terpotong

2. Bentuk Tepung - Serbuk Halus

3. Bau - Normal

4. Warna - Putih

5. Kadar Air % Maks. 12

6. Kadar Abu % Maks. 1,5


(2)

(3)

(4)

Lampiran 4. Proses Res Refluks Pada Uji Kadar Pati

(Untuk Sampel)


(5)

Lampiran 5. Oven dan Tn dan Tanur Listrik


(6)