Floating Drug Delivery Systems (Sistem Penyampaian Obat Mengapung)

(1)

FLOATING DRUG DELIVERY

SYSTEMS

(Sistem Penyampaian Obat Mengapung)

Oleh :

T. Ismanelly Hanum, S.Si., M.Si., Apt.

Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

2011


(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya sehingga penulis mampu menyelesaikan karya tulis yang berjudul “Floating Drug Delivery Systems”.

Terima kasih kepada Ayahanda Drs. H.T. Ismara dan kakanda-kakanda tersayang, yang telah banyak memberikan dukungan. Terima kasih kepada suami tercinta OK. Hazrul Azmi, SE serta kedua putraku OK. M. Indralana Chalid dan OK. M. Fauzan Ramadhan. Tidak lupa ucapan terima kasih kepada Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. selaku dekan beserta dosen-dosen di Fakultas Farmasi USU yang telah mendukung selesainya karya tulis ini.

Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Medan, 14 Juli 2011


(3)

 

n... DAFTAR PUSTAKA...   

DAFTAR ISI 

(a m

KATA PENG

la an 

ANTAR...  i 

DAFTAR ISI...  ii 

DAFTAR GAMBAR...  iii 

DAFTAR TABEL...  iv 

DAFTAR SINGKATAN... v  

Bab I  Pendahuluan...    Bab II  Sistem Mengapung (Floating Systems)...        .    Definisi Floating Systems...    .     .   Formulasi Sediaan FDDS ...        . .   Bentuk Sediaan Tunggal  ...    ...     . .   Bentuk Sediaan Jamak ... ...    ………...      . .   Bahan Tambahan Untuk Formulasi FDDS       . .   Pengaruh Beragam Formulasi Pada Sifat Floating………    Bab III  Klasifikasi FDDS ... 

      .   System Non Effervescent Floating...  9 

    .   System Effervescent  Gas Generating System ...    Bab IV Evaluasi Floating Drug Delivery System...       14  

BAB V Aplikasi FDDS ... 21 

    5.1 Keuntungan FDDS………. 22 

5.2 Kelemahan FDDS ………. 22   

  5.3 Sediaan FDDS ………... 23


(4)

DAFTAR GAMBAR

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(alaman 

Gambar 3.1 Pelepasan dengan sistem hidrokoloid…...… 9

Gambar 3.2 Gas filled floatation chamber……….. 10 

Gambar 3.3 Pembuatan floating microspheres……… 11

Gambar 3.4 Sistem Effervescent ……… 12

Gambar 4.1 Desain alat disolusi untuk floating……….... 15

Gambar 4.2 Uji floating tablet lepas lambat propanolol HCl jam ke-0.. 16

Gambar 4.4 Uji floating tablet lepas lambat propanolol HCl jam ke-5.. 16

Gambar 4.3 Uji floating tablet lepas lambat propanolol HCl jam ke-3.. 16

 

 

 

           


(5)

 

DAFTAR TABEL 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(alaman  Tabel 5.1 Obat yang digunakan pada formulasi sediaan FDDS

berdasarkan tipe bentuk sediaan... 23

Tabel 5.2 Sediaan FDDS yang ada di pasaran ... 24   

                         

 

 


(6)

DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Nama

AUC BP FDDS GIT GRDDS GRT HBS HPMC MC PC rpm SR USP

Area Under Curve British Pharmacopeia

Floating Drug Delivery Systems Gastrointestinal Tract

Gastro Retentive Drug Delivery Systems Gastro Retentive Time

Hydrodynamically Balance Systems Hydroxy Propyl Methyl Cellulose Methyl Cellulose

Personal Computer rotation per minute Sustained Release

United States of Pharmacope

             


(7)

 

Bab I

Pendahuluan

 

Salah satu sediaan dengan pelepasan obat yang dimodifikasi adalah sediaan dengan pelepasan diperlambat. Sediaan lepas lambat merupakan sediaan yang dirancang untuk melepaskan obat ke dalam tubuh secara perlahan-lahan atau bertahap supaya pelepasannya lebih lama dan memperpanjang aksi obat (Ansel, 1989). Sediaan lepas lambat mempunyai beberapa keuntungan dibanding dengan sediaan konvensional antara lain efek terapi lama, efek obat lebih seragam, efek samping dapat dikurangi dan mengurangi frekuensi pemberian obat dalam sehari.

Banyak metode yang dapat digunakan untuk membuat sediaan lepas lambat, salah satunya adalah sediaan yang dirancang untuk tetap tinggal di dalam lambung. Bentuk sediaan yang dapat dipertahankan di dalam lambung disebut Gastro Retentive Drug Delivery System (GRDDS).

Keuntungan GRDDS diantaranya adalah mampu meningkatkan bioavailabilitas, mengurangi obat yang terbuang dengan sia-sia, meningkatkan kelarutan obat-obatan yang kurang larut pada lingkungan pH yang tinggi. GRDDS dapat memperbaiki pengontrolan penghantaran obat yang memiliki jendela terapeutik sempit, dan absorbsinya baik di lambung

GRDDS juga memiliki kemampuan untuk menghantarkan obat-obatan secara lokal di dalam lambung (contoh: antasid dan anti Helicobacter pylori) dan usus kecil bagian atas.

Hal-hal yang dapat meningkatkan waktu tinggal di lambung meliputi: sistem penghantaran bioadhesive yang melekat pada permukaan mukosa, sistem penghantaran yang dapat meningkatkan ukuran obat sehingga tertahan karena tidak dapat melewati pylorus dan sistem penghantaran dengan mengontrol densitas termasuk floating system dalam cairan lambung (Gohel et al., 2004).

Floating system merupakan sistem dengan densitas yang kecil, yang memiliki kemampuan mengembang kemudian mengapung dan tinggal di lambung untuk beberapa waktu. Pada saat sediaan mengapung di lambung, obat dilepaskan perlahan pada kecepatan yang dapat ditentukan, hasil yang diperoleh adalah peningkatan gastric residence time (GRT) dan pengurangan fluktuasi konsentrasi obat dalam plasma.


(8)

BAB II SISTEM MENGAPUNG (FLOATING SYSTEM)

2.1 Definisi Floating System

Sistem ini pertama kali diperkenalkan oleh Davis pada tahun 1968, merupakan suatu sistem dengan densitas yang kecil, memiliki kemampuan mengambang kemudian mengapung dan tinggal di dalam lambung, obat dilepaskan perlahan pada kecepatan yang dapat ditentukan. Hasil yang diperoleh adalah peningkatan GRT dan pengurangan fluktuasi konsentrasi obat di dalam plasma (Chawla, et.al).

Sistem mengapung pada lambung berisi obat yang pelepasannya perlahan-lahan dari sediaan yang memiliki densitas yang rendah/Floating Drug Delivery System (FDDS) juga biasa disebut Hydrodynamically Balanced System (HBS). FDDS/ HBS memiliki densitas bulk yang lebih rendah daripada cairan lambung. FDDS tetap mengapung di dalam lambung tanpa mempengaruhi motilitas dan keadaan dari lambung. Sehingga obat dapat dilepaskan pada kecepatan yang diinginkan dari suatu sistem

Bentuk floating system banyak diformulasi dengan menggunakan matriks matriks hidrofilik dan dikenal dengan sebutan hydrodynamically balanced system

(HBS), karena saat polimer berhidrasi intensitasnya menurun akibat matriknya mengembang, dan dapat menjadi gel penghalang di permukaan luar. Bentuk-bentuk ini diharapkan tetap dalam keadaan mengapung selama tiga atau empat jam dalam lambung tanpa dipengaruhi oleh laju pengosongan lambung karena densitasnya lebih rendah dari kandungan gastrik. Hidrokoloid yang direkomendasikan untuk formulasi bentuk floating adalah cellulose ether polymer, khususnya hydroxypropyl methylcellulose (Moes, 2003).

Isi lambung minimal diperlukan untuk mencapai prinsip retensi pengapungan, tingkat minimal gaya apung (F) juga dibutuhkan untuk menjaga bentuk sediaan mengapung pada permukaan makanan.

Formulasi bentuk sediaan ini harus memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Harus memiliki struktur yang cukup untuk membentuk sebuah penghalang


(9)

 

2. Harus menjaga berat jenis keseluruhan lebih rendah dari isi lambung (1,004-1,010).

3. Harus larut perlahan sehingga sesuai sebagai reservoir obat. 2.2 Formulasi Sediaan FDDS

Untuk merancang sediaan mengapung ada dua pendekatan yang dapat digunakan. Yang pertama adalah pendekatan sistem bentuk sediaan tunggal (seperti tablet atau kapsul), sedangkan yang kedua adalah pendekatan sistem bentuk sediaan jamak (seperti granul atau mikrosfer).

2.2.1 Bentuk Sediaan Tunggal

Sistem yang seimbang secara hidrodinamis (Hydrodynamically Balance Systems = HBS) yang dapat berupa tablet atau kapsul, dirancang untuk memperpanjang waktu tinggal sediaan di dalam saluran cerna (dalam hal ini di lambung) dan meningkatkan absorpsi. Sistem dibuat dengan menambahkan 20-75% b/b hidrokoloid tunggal atau campuran ke dalam formula tablet atau kapsul. Pada sistem ini akan dicampurkan bahan aktif obat, hidrokoloid (20-75% dari bobot tablet) dan bahan bahan pembantu lain yang diperlukan (pada umumnya proses pencampuran ini diikuti dengan proses granulasi), selanjutnya granul dicetak menjadi tablet atau diisikan ke dalam kapsul.

Setelah dikonsumsi, di dalam lambung, hidrokoloid dalam tablet atau kapsul berkontak dengan cairan lambung dan menjadi mengembang. Karena jumlahnya hidrokoloidnya banyak (sampai 75%) dan mengembang maka berat jenisnya akan lebih kecil dari berat jenis cairan lambung. Akibatnya sistem tersebut menjadi mengapung di dalam lambung. Karena mengapung sistem tersebut akan bertahan di dalam lambung, tidak mudah masuk ke dalam pylorus dan terus ke usus. Hidrokoloid yang mengembang akan menjadi gel penghalang yang akan membatasi masuknya cairan lambung ke dalam sistem dan berkontak dengan bahan aktif obat, sekaligus akan mengatur pelepasan bahan aktif obat dari system terapung itu ke dalam cairan lambung.

Sistem HBS paling baik diterapkan pada obat yang memiliki kelarutan yang lebih baik dalam lingkungan asam dan obat yang memiliki tempat absorpsi


(10)

khusus di daerah usus bagian atas. Untuk dapat bertahan dalam lambung untuk waktu yang lebih lama maka bentuk sediaan harus memiliki bobot jenis kurang dari satu. Sediaan tersebut harus bertahan dalam lambung, integritas strukturnya terjaga dan melepaskan obat secara konstan dari bentuk sediaan.

Sistem HBS ini telah berhasil dikembangkan pada klordiazepoksid hidroklorida. Obat ini merupakan contoh klasik obat yang memiliki masalah kelarutan. Pada pH 3 kelarutannya 4000 kali lebih besar dibandingkan pada pH 6. Kapsul klordiazepoksid hidroklorida yang dibuat dengan sistem HBS memiliki kadar dalam darah yang setara dengan kadar dalam darah dari 3x10 mg kapsul klordiazepoksid hidroklorida komersial biasa.

Beberapa polimer dan kombinasi polimer dengan teknik pembuatan granulasi basah telah digunakan untuk menghasilkan tablet yang dapat mengapung. Pada HBS dapat ditambahkan komponen pembentuk gas, seperti golongan garam karbonat. Garam karbonat bila berkontak dengan cairan lambung yang asam akan melepaskan gas karbondioksida yang akan terperangkap dalam hidrokoloid yang mengembang. Hal ini akan mempercepat waktu mulai mengapung. Pada HBS yang ditambahkan komponen pembentuk gas maka komposisi hidrokoloidnya dapat dikurangi hingga tinggal 10-20%.

Sistem HBS ini dapat dikembangkan dalam bentuk tablet lapis tunggal , tablet lapis dua atau tiga. Yang et. al., telah mengembangkan tablet tiga lapis tidak simetris yang memiliki kemampuan mengapung untuk memperpanjang waktu tinggal di dalam lambung dari tiga jenis obat yaitu tetrasiklin, metronidazol dan garam bismut untuk menangani tukak lambung yang disebabkan oleh Helicobacter pylori. Sebagai polimer yang mengatur kecepatan pelepasan obat digunakan HPMC dan polietilenoksid.

Rancangan sistem pelepasannya berdasarkan kemampuan mengembang dari tablet tiga lapis itu. Sistem ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Tablet dibuat menjadi 3 lapis (seperti tablet Decolgen yang ada di pasaran). Lapis pertama berisi garam bismut yang diformulasikan untuk pelepasan segera. Tetrasiklin dan metronidazol berada di lapis kedua, dimasukkan sebagai komponen tablet inti


(11)

 

yang pelepasannya dikendalikan oleh matriks. Lapis ketiga berisi komponen pembentuk gas. Efek mengapung disebabkan oleh lapisan pembentuk gas yang terdiri dari natrium bikarbonat : kalsium karbonat (1:2). Saat berkontak dengan cairan lambung, karbonat pada komponen pembentuk gas bereaksi dengan asam lambung membentuk karbondioksida. Karena diformulasikan untuk pelepasan segera, lapis pertama akan segera terdiintegrasi dan garam bismut akan segera terlepas dari sediaan tablet itu. Sedangkan lapis kedua, hidrokoloidnya akan mengembang. Adanya karbondioksida yang terperangkap dalam hidrokoloid yang mengembang menyebabkan sistem menjadi mengapung. Dan hidrokoloid yang mengembang itu akan menjadi gel penghalang pelepasan tetrasiklin dan metronidazol ke dalam cairan lambung, sehingga pelepasannya dikatakan diperlambat.

Hasil pengujian in vitro menunjukkan pelepasan diperlambat dari tetrasiklin dan metronidazol dapat dicapai dalam 6-8 jam dan selama itu tablet tetap berada dalam keadaan terapung. Kemampuan memperpanjang waktu tinggal di dalam lambung ini meningkatkan efektivitas tetrasiklin dan metronidazol.    Formulasi sediaan tunggal mengalami masalah seperti saling menempel atau terhambat dalam saluran cerna yang mungkin memiliki potensi bahaya yang dapat mengiritasi saluran cerna. Sistem ini tidak layak dan irreproducible dan memperlambat waktu tinggal dalam lambung jika diberikan secara oral.  

2.2.2 Bentuk Sediaan Jamak

Adapun tujuan merancang bentuk sediaan jamak adalah untuk mengembangkan suatu formulasi yang handal yang memiliki semua keuntungan dan mengurangi kerugian dari bentuk sediaan tunggal

Sediaan jamak ini dapat berupa granul atau mikrosfer yang mengandung komponen polimer yang dapat mengembang saat berkontak dengan cairan lambung sehingga membentuk koloid penghalang yang mengendalikan kecepatan penetrasi cairan ke dalam sistem dan kecepatan pelepasan obat dari sistem sediaan. Adanya udara yang terperangkap dalam polimer yang mengembang akan menurunkan bobot jenis sehingga mikrosfer dapat mengapung.


(12)

Bentuk sediaan jamak yang sudah dikembangkan saat ini adalah mikrosfer yang menggunakan resin akrilat, Eudragit, polietilenoksid, dan selulosa asetat. Selain itu juga sudah dikembangkan cangkang polistiren, balon polikarbonat dan granul menggunakan Gelucire

Sistem ini prospektif diterapkan, tetapi belum adanya industri yang membuatnya (bahkan di luar negeri). Salah satu kemungkinan yang besar adalah karena penelitian ini pada umumnya dipatenkan. Dan masa paten itu umumnya 15-20 tahun. Jadi sebelum masa paten itu kadaluarsa, sistem yang dipatentkan itu tidak boleh ditiru.

Sistem ini merupakan pilihan yang baik karena dapat mengurangi variabilitas pada absorbsi dan mengurangi kemungkinan dosis dumping (konsentrasi obat meningkat sehingga menghasilkan toksisitas obat).

2.2.3 Bahan tambahan yang digunakan untuk formulasi FDDS

Polimer dan bahan tambahan lain yang digunakan untuk formulasi FDDS adalah sebagai berikut:

1. Hidrokoloid (20% - 75%) : dapat berupa sintetik, anionik atau non-ionik seperti gom hidrofilik, modifikasi derivat selulosa.

Misalnya : Akasia, pektin, kitosan, agar, kasein, bentonit, veegum, HPMC (K4M, K100M dan K15M), gom gellan(Gelrite®), Na CMC, MC, HPC Bahan matriks yang sering digunakan adalah hydroxypropyl methylcellulose

(HPMC) adalah turunan selulosa yang bersifat hidrofilik yang dapat mengendalikan pelepasan kandungan obat didalamnya ke dalam medium pelarut. HPMC dapat membentuk lapisan hidrogel yang kental di sekeliling sediaan setelah kontak dengan cairan medium pelarut. Gel ini merupakan penghalang fisik lepasnya obat dari matriks. Proses pelepasan obat dari matriks penghalang dapat terjadi dengan mekanisme erosi dan difusi.


(13)

 

2. Bahan Lemak inert (5% - 75%): Edible, bahan lemak inert memiliki berat jenis kurang dari 1 dapat digunakan untuk mengurangi sifat hidrofilik dari formulasi dan sebaliknya dapat meningkatkan keterapungan.

Misalnya : Beeswax (Cera), asam lemak, lemak alkohol rantai panjang, Gelucires® 39/01 dan 43/01.

3. Bahan effervescent : NaHCO3, asam sitrat, asam tartrat, diNatrium Glisin Karbonat, Sitroglisin.

4. Meningkatkan kecepatan pelepasan (5% - 60%) : laktosa, manitol 5. Memperlambat kecepatan pelepasan (5% - 60%)

Misalnya : Dikalsium phospat, talk, magnesium stearat

6. Bahan meningkatkan keterapungan (di atas 80%), misalnya etil selulosa 7. Bahan densitas rendah : serbuk busa polypropilen (Accurel MP 1000®)

2.2.4 Pengaruh Beragam Formulasi Pada Sifat Floating

Banyak hal yang mempengaruhi sifat mengapungnya sediaan FDDS karena adanya variasi bahan tambahan yang digunakan. Variasi rasio HPMC / carbopol dan penambahan Mg Stearat menentukan sifat floating. Penambahan Mg Stearat dapat meningkatkan sifat floating secara signfikan. Namun jumlah hidroksi propil metilselulosa yang tinggi tidak mempengaruhi kemampuan mengapung secara signifikan. Rasio HPMC : Carbopol lebih tinggi menunjukkan sifat floating lebih baik.

Formulasi floating menggunakan polimer yang mengembang seperti HPMC dan HPC tidak menunjukkan reprodusibiltas pada pelepasan dan waktu tinggal karena pembengkakan sangat bergantung pada isi lambung dan osmolaritas medium dan formulasi tertentu diamati akan tenggelam pada medium disolusi setelah waktu tertentu. Lag time floating pada formulasi tersebut = 9 – 30 menit. Kemampuan pembentukan gel dan kekuatan gel polisakarida bervariasi dari batch ke batch karena variasi pada panjang rantai dan tingkat substitusi dan situasi ini diperburuk pada formulasi effervescent dengan gangguan dari struktur gel melalui evolusi CO2. Pembentuk gel bereaksi sangat sensitif terhadap perbedaan osmolaritas media pelepasan, dengan peningkatan pelepasan.


(14)

Suatu studi menjelaskan pengaruh tiga bahan pengisi yaitu Mikrokristalin selulosa (MCC), dikalsium pospat dan laktosa pada sifat floating dari tablet bersalut. Tablet yang mengandung laktosa mengapung lebih cepat daripada tablet yang mengandung kalsium pospat (pengisi anorganik). Hal ini dapat dijelaskan karena tablet yang mengandung laktosa memiliki densitas lebih rendah (1 g/cm3 pada kekerasan 30 N), sedangkan tablet yang mengandung dikalsium pospat memiliki densitas lebih tinggi (1,9 g/cm3 pada kekerasan 30 N)

Laktosa memiliki kelarutan dalam air lebih tinggi dan menunjukkan aktivitas osmotik dan uptake dari medium lebih cepat pada inti tablet selama penyalutan. MCC, pengisi yang tidak larut dengan uptake air yang lebih tinggi dan kemampuan desintegrasi, mengakibatkan robeknya penyalutan dan desintegrasi tablet, CO2 tidak berakumulasi pada penyalutan dan lepas melalui lapisan film yang robek, sehingga floating tidak terjadi.


(15)

BAB III Klasifikasi Floating Drug Delivery System

Klasifikasi floating drug delivery system dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu system Non-effervescent Floating dan system effervescent (gas generating system).

3.1System Non-effervescent Floating

System ini menggunakan pembentuk gel atau selulosa yang mengembang tipe hidrokoloid, polisakarida dan polimer pembentuk matrik seperti: polikarbonat, poliakrilat, polimetakrilat dan polistiren.

Metode formulasi yaitu pencampuran obat dengan hidrokoloid pembentuk gel. Setelah pemberian oral bentuk sediaan ini mengembang saat kontak dengan cairan lambung dan mempertahankan bentuk integritas relatif dan densitas tetap < 1 dalam permukaan luar barier gelatin. Udara yang terperangkap dalam polimer yang mengembang menyebabkan bentuk sediaan mengapung.

Selain itu, struktur gel bertindak sebagai reservoir untuk pelepasan obat berkelanjutan (Sustained release) karena obat secara perlahan dilepaskan oleh difusi terkontrol melalui penghalang (barier) gelatin.

Gambar 3.1 Pelepasan dengan sistem hidrokoloid  


(16)

Sistem Non-effervescent ini dapat dibagi dalam 4 sub-type 1. Sistem Barier Gel Koloid

Sistem mengandung obat dengan hidrokoloid pembentuk gel yang dimaksudkan untuk mempertahankan keterapungan sediaan dalam isi lambung. Sistem ini memperpanjang GRT dan memaksimalkan jumlah obat yang mencapai tapak absorbsinya dalam bentuk larutan yang siap diabsorbsi.

Sistem ini menggabungkan satu atau lebih selulosa tipe hidrokoloid pembentuk gel yg sangat larut seperti hidroksipropil selulosa, hidroksietil selulosa, hidroksipropilmetilselulosa (HPMC), polisakarida dan polimer pembentuk matriks seperti policarbofil, poliakrilat dan polistiren. Saat kontak dengan cairan lambung, hidrokoloid pada sistem berhidrasi dan membentuk barier gel koloid disekitar permukaannya.

2. Sistem Kompartment Mikropori

Gambar 3.2 Gas filled floatation chamber

Teknologi ini berdasarkan pada enkapsulasi reservoir obat di dalam kompartment mikropori dengan pori disepanjang dinding atas dan bawah. Dinding disekeliling kompartment reservoir obat sepenuhnya ditutup untuk mencegah adanya kontak langsung permukaan lambung dengan obat yang tak terlarut.


(17)

Pada lambung, floatation chamber mengandung udara yang terperangkap menyebabkan sistem mengapung di atas isi lambung. Cairan lambung masuk melalui celah, melarutkan obat dan membawa obat yang larut untuk melanjutkan transport obat di usus untuk diabsorbsi.

3. Butiran Alginat (Alginate Beads)

Bentuk sediaan floating unit ganda telah dikembangkan dari kalsium alginat beku kering. Tetesan bulat dengan diameter 2,5 mm dapat dibuat dengan cara meneteskan larutan Natrium Alginat ke dalam larutan encer Kalsium Klorida, menyebabkan pengendapan Kalsium Alginat.

Tetesan kemudian dipisahkan, membeku cepat pada nitrogen cair dan dibekukeringkan pa -40oC selama 24 jam, menyebabkan pembentukan sistem pori, yang dapat mempertahankan kekuatan mengapung selama 12 jam. Tetesan floating ini memberikan waktu tinggal yg lebih panjang lebih dari 5,5 jam. Dibandingkan dengan Non-floating beads memiliki waktu tinggal dalam lambung lebih singkat dengan onset waktu pengosongan lambung sekitar 1 jam.

4. Mikrosfer Berongga (Microbaloons)

Gambar 3.3 Pembuatan floating microspheres

Mikrosfer berongga diisi dengan obat pada bagian polimer luar dibuat dengan cara metode baru difusi pelarut emulsi. Larutan obat dengan etanol/ diklorometan


(18)

dan polimer akrilik enterik dituangkan ke dalam larutan agitasi (teraduk konstan) Polivinilalkohol (PVA), dimana suhunya diatur 40oC.

Fase gas dihasilkan pada tetesan/ droplet polimer yang terdispersi oleh evaporasi dari pembentukan diklorometan dan rongga dalam pada mikrosfer polimer dengan obat. Mikrobaloon mengapung secara kontinyu pada permukaan media disolusi asam yang mengandung surfaktan selama lebih dari 12 jam.

3.2Sistem Effervescent (gas generating systems)

Gambar 3.4 Sistem Effervescent

A = sediaan oral dari FDDS

B = prinsip kerja dari FDDS secara effervescent

Sistem ini menggunakan matrik dari polimer yang mengembang seperti metilselulosa dan polisakarida seperti kitosan. Bahan effervescent yaitu: NaHCO3, asam tartrat dan asam sitrat.

Matriks yang mengandung air yang berubah menjadi gas pada suhu tubuh. Diformulasikan sedemikian rupa sehingga ketika matriks kontak dengan isi asam lambung, CO2 dilepaskan dan gas diperangkap dalam hidrokoloid gel yang mengembang yang menyebabkan bentuk sediaan akan terapung.

Komponen CO2 yang dihasilkan bercampur sangat baik dengan matrix tablet menghasilkan tablet 1 lapis atau tablet 2 lapis yang dapat dikempa yang


(19)

 

mengandung mekanisme menghasilkan gas pada 1 hidrokoloid berlapis dan obat pada lapisan lainnya diformulasikan untuk mendapatkan efek SR.

Tipe sediaan jamak pil yang mengapung dan menghasilkan gas telah dikembangkan. Sistem terdiri dari pil sustained release sebagai inti yang dikelilingi oleh 2 lapisan. Lapisan terdalam merupakan lapisan effervescent mengandung NaHCO3 dan asam tartrat. Sedangkan lapisan terluar adalah lapisan membrane yang mengembang.

Lapisan effervescent dibagi dalam 2 lapisan untuk mencegah kontak langsung antara NaHCO3 (lapisan dalam) dan asam tartrat (lapisan luar). Saat sistem dimasukkan dalam larutan buffer pada suhu 37oC, mulanya akan tenggelam dalam larutan kemudian membentuk pil yang mengembang seperti balon (densitas, 1 g/ml).

Beberapa pendekatan yang telah dilaporkan antara lain :

- Pil floating unit ganda yang mengandung campuran Na-alginat dan NaHCO3 menghasilkan CO2 saat dicerna,

- Floating minikapsul dengan inti NaHCO3, lactosa dan polivinilpirolidon disalut dengan HPMC


(20)

BAB IV

Evaluasi Floating Drug Delivery System

Berbagai parameter yang perlu dievaluasi pengaruhnya terhadap formulasi gastroretensive floating terutama dapat dikategorikan ke dalam kelas yang berbeda sebagai berikut :

1. Parameter fisik : ukuran diameter, flexibilitas dan BJ

2. Parameter kontrol : Waktu floating, dissolusi, specific gravity, keseragaman kandungan dan kekerasan dan friabilitas (jika tablet).

3. Parameter geometrik : Bentuk

4. Parameter fisiologi : Usia, jenis kelamin, postur tubuh dan makanan

5. Tes keterapungan dan pelepasan obat secara invitro dilakukan pada cairan lambung dan usus buatan, suhu konstan pada 37oC. Pada prakteknya waktu floating ditentukan oleh alat disentrigator USP mengandung 900 ml 0,1 N HCl sebagai medium percobaan dipertahankan suhu pada 37oC. Waktu yang dibutuhkan sediaan HBS untuk mengapung disebut floatation time.

6. Uji disolusi dilakukan dengan menggunakan alat disolusi USP. Sampel diambil secara periodik dari medium disolusi, diisi ulang dengan medium baru volume yang sama setiap kali, dan dianalisa isi obatnya setelah pengenceran yang tepat.

6.1 Uji disolusi modifikasi menurut BP (1993) / USP (1990)

Dayung diletakkan pada permukaan medium disolusi. Hasil yang diperoleh menunjukkan profil pelepasan disolusi biphasic reproducible saat kecepatan dayung ditingkatkan dari 70 menjadi 100 rpm dan pH medium disolusi bervariasi dari 6,0 – 8,0.

6.2 Uji Disolusi modifikasi menurut Gohel (2004)

Uji disolusi yang dilakukan untuk evaluasi bentuk sediaan floating system

berbeda dengan sediaan konvensional, baik dari segi alat maupun lamanya proses disolusi. Salah satu metode disolusi untuk sediaan floating yang sangat baik, seperti yang dipublikasikan oleh Gohel et al., 2004. Dalam uji disolusi floating


(21)

tempat sampling yang menempel pada dasar bekerglass. Medium yang digunakan disesuaikan dengan keadaan dilambung baik pH, jumlah cairan maupun kecepatan motilitas lambung (Gohel et al., 2004).

Gambar 4.1 Desain alat disolusi untuk floating (Gohel et al., 2004). Cara kerja uji disolusi menurut Gohel adalah sebagai berikut :

 Tablet dimasukkan ke dalam Bekerglass (dimodifikasi untuk disolusi seperti pada Gambar 4.1), yang berisi media disolusi larutan HCl pH 3,0 sebanyak 100 mL suhu diatur pada 37±0,5.ºC.

 Stirrer dijalankan dengan kecepatan pengadukan 50 rpm selama 5 jam.  Larutan disampling sebanyak 5,0 mL pada waktu tertentu.

 Kadar ditetapkan dengan metode spektrofotometri. 7. Uji Floating

Pengamatan sifat mengembang dan mengapung dilakukan secara visual, dengan cara tablet dimasukkan dalam beker gelas 100 mL yang berisi larutan HCl pH 3,0 kemudian diamati sifat pengembangan dan pengapungannya selama 5 jam.


(22)

Gambar 4.2 Uji floating tablet lepas lambatpropanolol HCl jam ke-0

Gambar 4.3 Uji floating tablet lepas lambatpropanolol HCl jam ke-3

Gambar 4.4 Uji floating tablet lepas lambat propanolol HCl jam ke-5

Pada awal pengujian, tablet ke empat formula belum mengapung (tenggelam) karena baru terjadi proses penetrasi air ke dalam tablet,yang selanjutnya matriks akan mengembang. Bersamaan dengan pengembangan matriks, juga terjadi gas yang dihasilkan dari reaksi asam sitrat dan natrium karbonat yang akan membantu proses pengapungan tablet.

Pada jam ke tiga terlihat tablet pada semua mengembang dan mengapung. Sampai jam ke 5 (5 jam pengamatan), tablet dari formula I dan II kembali


(23)

 

tenggelam, hal ini kemungkinan karena jumlah matriksnya kurang sehingga proses pengapungan tidak dapat berlangsung lebih lama.

8. Sistem untuk memeriksa berlanjutnya sifat floating

Sistem untuk memeriksa berlanjutnya sifat floating digunakan keranjang stainless steel dihubungkan dengan tali logam dan digantungkan pada neraca elektronik asartorius. Benda yang mengapung dimasukkan pada affixed penangas air yang ditutup untuk mencegah penguapan air. Gaya mengapung ke atas diukur dengan neraca dan data ditransmisikan pada PC melalui interfase RS232C menggunakan program sarto wedge.

Medium uji untuk mengukur kinetika floating menggunakan cairan lambung buatan (pH 1,2) 900 ml suhu dipertahankan pada 37oC, data diambil pada interval waktu 30 detik; baseline dicatat dan dibagi dari tiap pengukuran. Keranjang disolusi memiliki penyangga pada bagian dasarnya untuk mengukur gaya ke bawah.

9. Berat jenis FDDS

Berat jenis FDDS dapat ditentukan dengan metode pemindahan menggunakan benzen analitik sebagai media pengganti. BJ awal (Bentuk kering) dari sediaan dan perubahan kekuatan floating dengan waktu harus ditandai sebelum perbandingan in vivo antara Unit Floating (F) dan unit non floating (NF). Selanjutnya optimalisasi formulasi floating harus segera direalisasi dalam hal stabilitas dan daya tahan kekuatan floating yang dihasilkan, sehingga menghindari variasi dalam kemampuan floating yang mungkin terjadi selama studi in vivo.

10. Uji berat resultan

Alat ukur in vitro telah disusun untuk menentukan kemampuan floating yang sebenarnya dari sediaan yg mengapung sebagai fungsi dari waktu. Uji ini mengukur gaya ekivalen dengan gaya F yang dibutuhkan untuk menjaga objek benar-benar tenggelam dalam cairan.

Gaya ini menentukan berat resultan dari objek ketika tenggelam dan dapat digunakan untuk mengukur kemampuan mengapungnya atau tak-mengapung.


(24)

Besar dan arah gaya dan berat resultan sesuai dengan jumlah vektorial dari keterapungan (F apung) dan gaya gravitasi (F grav) yang bekerja pada objek seperti pada persamaan :

F = F apung – F grav

F = d f g V – d s g V = ( d f – d s ) gV F = (d f – M / V) gV

Dimana

F = gaya vertikal total (berat resultan objek) g = percepatan gravitasi

d f = densitas fluida

d s = densitas objek

M = massa objek V = Volume objek

Gambar 4.5 Pengaruh berat resultan selama proses pengapungan pada sediaan FDDS.


(25)

 

Berat resultan (+) menandakan bahwa gaya F diberikan ke atas dan objek itu mampu mengambang. Sedangkan berat resultan (-) berarti bahwa gaya F ke bawah dan benda tenggelam.

Persimpangan dari garis dasar nol oleh kurva berat resultan dari (+) terhadap nilai-nilai (-) menunjukkan transisi dari bentuk sediaan dari kondisi floating ke non floating. Perpotongan garis pada sumbu waktu sesuai dengan waktu floating bentuk sediaan.

11. Metode γ- Scintigraphy

Pada studi invivo sediaan floating yang tertahan di lambung biasanya ditentukan dengan gamma scntigraphy atau roentgenography. Penelitian dilakukan pada subjek manusia muda dan sehat, baik dilakukan pada kondisi berpuasa atau tidak menggunakan sediaan floating dan non-floating (kontrol).

γ- Scintigraphy merupakan metode evaluasi FDDS yang modern untuk mengevaluasi formulasi gastroretentive pada sukarelawan sehat. Emisi γ radioisotop dicampurkan ke dalam CR-DFs (Cathoda Ray direction Finder). Sejumlah isotop stabil mis. 152 Sm dicampurkan ke dalam DF selama pembuatan.

Metode ini digunakan untuk membantu memantau lokasi bentuk sediaan dalam GIT dan dapat memprediksi dan menghubungkan waktu pengosongan lambung dan lintasan bentuk sediaan pada GIT.

Kelemahan dari metode ini dapat berupa pasien terkena radiasi pengion, terbatasnya informasi topografi, teknik resolusi rendah, pemakaiannya sulit dan persiapan radiofarmasinya mahal.

12. Radiology

Metode ini sebagai evaluasi preklinis dari gastroretentivity. Lebih unggul dibandingkan γ- Scintigraphy karena lebih sederhana dan lebih murah. Bahan pengkontras biasanya digunakan Barium sulfat.


(26)

13. Gastroscopy

Endoskopi oral menggunakan fiberoptic dan video. Digunakan untuk memeriksa secara visual efek memperlambat waktu tinggal FDDS dalam lambung.

14. Ultrasonography (USG)

Gelombang ultrasonik merefleksikan secara substansial perbedaan suara melalui permukaan dan menampilkan organ perut. Karakterisasi meliputi penilaian lokasi intragastrik dari hidrogel, penetrasi pelarut ke dalam gel dan interaksi antara dinding lambung dan FDDS selama peristalsis.

15. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Peralatan yang bernilai pada penelitian GIT untuk menganalisis pengosongan lambung, motilitas dan distribusi intragastrik bahan makanan dan model obat. Keuntungan alat ini dapat berupa kontras jaringan lunak tinggi, resolusi spasial dan temporal yang tinggi, dan tidak menimbulkan radiasi.


(27)

 

BAB V APLIKASI FDDS

FDDS menawarkan aplikasi untuk obat yang memiliki bioavalabilitas rendah karena sempitnya daerah absorbsi pada bagian atas GIT. FDDS mempertahankan bentuk sediaan pada tapak absorbsi dan juga meningkatkan bioavailabilitas. Dapat diringkas sebagai berikut :

1. Sustained drug delivery

Sistem HBS tetap berada di lambung dalam periode yang lama dan karenanya dapat melepaskan obat dalam jangka waktu lama. Masalah waktu tinggal di lambung yang singkat dihadapi dengan formulasi CR oral maka dapat diatasi dengan sistem ini. Sistem ini memiliki bulk density < 1 , sehingga sistem ini dapat mengapung pada isi lambung. Sistem ini ukurannya relatif besar sehingga tidak dapat melewati pilorus.

Misalnya kapsul floating SR nikardipin hidroklorida dikembangkan dan dievaluasi secara in vivo. Formulasi dibandingkan dengan sediaan kapsul MICARD yg tersedia di pasaran dengan menggunakan kelinci. Kurva konsentrasi plasma dengan waktu pada pemberian kapsul floating SR menunjukkan durasi yang lebh lama (16 Jam) dibandingkan dengan kapsul MICARD konvensional (8 Jam).

2. Penyampaian Obat Pada Tapak Khusus

Sistem ini sangat menguntungkan untuk obat yang khusus diabsorbsi dari lambung atau bagian proksimal usus halus, seperti Riboflavin dan furosemid.

Misalnya furosemid terutama diabsorbsi dari lambung diikuti oleh duodenum. Telah dilaporkan bahwa sediaan floating monolitik dengan waktu tinggal di lambung yg lama dikembangkan dan bioavailabilitas meningkat. Pada sediaan tablet floating AUC diperoleh sekitar 1,8 x daripada tablet furosemid konvensional.


(28)

4. Peningkatan Absorbsi

Obat yang memiliki bioavailablitas rendah karena tapak absorbsi khusus dari bagian atas GIT adalah kandidat potensial untuk diformulasikan sebagai FDDS sehingga memaksimalkan absorbsinya.

Misalnya pada bentuk sediaan floating dapat dicapai peningkatan bioavailabilitas yg signifikan (42,9%) dibandingkan dengan sediaan tablet LASIX yang tersedia di pasaran (33,4%) dan produk salut enterik LASIX-long (29,5%).

5.1 Keuntungan FDDS

1. Sistem Gastroretentive menguntungkan untuk obat yang diabsorbsi di lambung

Misal : Garam Fero, Antasida

2. Formulasi HBS berguna untuk zat asam seperti aspirin (obat sejenis lainnya) yang dapat menyebabkan iritasi bila kontak dengan dinding lambung.

3. Pemberian sediaan floating seperti tablet atau kapsul yang dapat memperpanjang pelepasan obat akan mengakibatkan disolusi obat pada cairan lambung. Sediaan tersebut melarut dalam cairan lambung sesuai untuk absorbsi pada usus halus setelah pengosongan isi lambung. Sehingga diharapkan obat akan sepenuhnya diabsorbsi dari sediaan floating jika tetap dalam bentuk larutan bahkan pada pH basa dari usus.

4. Ketika ada gerakan usus yang kuat dan waktu tinggal obat yang singkat seperti keadaan diare, absorbsi obat yang sedikit diharapkan. Pada keadaan seperti ini mungkin menguntungkan untuk menjaga obat dalam kondisi mengapung pada lambung untuk mendapatkan respon yang lebih baik.

5.2 Kelemahan FDDS :

1. Sistem Floating tidak layak untuk obat-obatan yang memiliki masalah dalam kelarutan atau stabilitas pada GIT


(29)

 

2. Sistem ini membutuhkan cairan level tinggi pada lambung untuk penyampaian obat mengapung dan tersalut dengan baik.

3. Obat yang diserap secara signifikan di seluruh GIT, hanya yang mengalami metabolisme lintas pertama kandidat yang diinginkan.

4. Beberapa obat yang termasuk pada sistem floating menyebabkan iritasi pada mukosa lambung.

5.3 Sediaan FDDS

Tabel 5.1 Obat yang digunakan pada formulasi sediaan FDDS berdasarkan tipe bentuk sediaan

Tipe Bentuk Sediaan

Obat Yang Digunakan Pada Formulasi Sediaan FDDS

Tablet Chlorpheniramine maleate, Theophylline, Furosemide, Ciprofloxacin, Captopril, Acetylsalicylic acid, Nimodipine, Amoxycillin trihydrate, Verapamil HCI, Isosorbide di nitrate, Sotalol, Isosorbide mononitrate, Acetaminophen, Ampicillin, Cinnarazine, Diltiazem, Florouracil, Piretanide, Prednisolone,Riboflavin- 5`Phosphate.

Kapsul Nicardipine, L-Dopa dan benserazide, chlordizepoxide HCI, Furosemide, Misoprostol, Diazepam, Propanolol, Asam Urodeoksikolat

Mikrosfer Verapamil, Aspirin, Griseofulvin, and p-nitroanilline, Ketoprofen, Tranilast, Ibuprofen, Terfenadine

Granul Indomethacin, Diclofenac sodium, Prednisolone Film Cinnarizine


(30)

Tabel 5.2 Sediaan FDDS yang ada di pasaran  

Nama Obat Tipe Bentuk Sediaan / Isi Keterangan MadoparHBS®

(PropalHBS)

Floating capsule / Levodopa dan benserazid

Floating CR capsules

Valrelease® Floating capsule, Diazepam Floating Capsules Topalkan® Floating Antacid, aluminum

dan

magnesium mixture

Effervescent floating liquid alginate

preparation

Amalgate Float Coat®

Floating antacid Floating gel

Floating dosage form

Conviron Ferrous Sulphate Colloidal gel forming FDDS

Cifran OD® Ciprofloxacine (1 gm) Gas generating floating form Cytotech® Misoprostol (100 mcg/200

mcg)

Misoprostol (100 mcg/200 mcg)

Liquid Gaviscone®

Campuran alginat Menekan gastro esophageal reflux dan

meringankan hati terbakar

   


(31)

 

BAB VI KESIMPULAN

Dari uraian mengenai Floating Drug Delivery System maka dapat disimpulkan bahwa FDDS merupakan sediaan yang potensial untuk menahan retensi lambung, hal ini disebabkan karena floating system merupakan sistem dengan densitas yang kecil, yang memiliki kemampuan mengembang kemudian mengapung dan tinggal di lambung untuk beberapa waktu sehingga menyebabkan antara lain:

1. Sistem ini tetap berada di lambung dalam periode yang lama dan karenanya dapat melepaskan obat dalam jangka waktu lama

2. Dapat memaksimalkan absorbsi obat yang memiliki bioavailabilitas yang rendah

3. Menguntungkan untuk obat yang dimaksudkan untuk aksi lokal ataupun obat yang diabsorbsi di lambung seperti antasida

4. Menguntungkan untuk zat asam seperti aspirin (obat sejenis lainnya) yang dapat menyebabkan iritasi bila kontak dengan dinding lambung.


(32)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, hal.1085.

Ansel, C.H, 1998, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV, Jakarta, hal. 784-785

Arora S, Ali J, Aluja, Khar RK, Baboota S, 2005, Floating Drug Delivery Systems, Review, AAPS, Pharm Scitech, 2005 : 06 (03), E372. DOI. 10.1208 Chawla, G., Gupta, P., Koradadia,V., Bansal, A. K., 2003, Gastroretention: A

Means to Address Regional Variability in Intestinal Drug Absorption,

Pharmaceutical Technology, 50-60, http://www.pharmtech.com (diakses 11 September 2005).

Garg, S., and Sharma, S., 2003, Gastroretentive Drug Delivery Systems, Business Briefing pharmatech,160-164, http://www.touchbriefings.com (diakses 30 November 2005)

R Garg*, GD Gupta, 2008, Progress in Controlled Gastroretentive Delivery

Systems, http://www.tjpr.org (diakses 6 Agustus 2010) J.Pharmaceutical Research 7 (3): 1055-1066

Gennaro, A. R., 2000, Remington: The Science and Practice of Pharmacy, 20th ed, Vol. II, Mack Publsihing Company, Pennsylvania, 1016.

Gohel, M. C., Mehta, P. R., Dave, R. K., Bariya, N. H., 2004, A More Relevant Dissolution Method For Evaluation of Floating Drug Delivery System,

Dissolution Technologies, Vol. 11, Issue 4, 22-26

Kavitha K, Sudhir, K, Yadav ,2008, The Need of Floating Drug Delivery System: A Review, J. Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences, Bharathi College of Pharmacy, Bharathi Nagar, India

Moes, A. J., 2003, Gastric Retention System for Oral Drug Delivery System,

Business Briefing pharmatech, 157-159, http://www.touchbriefings.com (diakses 21 September 2005).

Patil, et.al, 2005, Trends in Floating Drug Delivery Systems. J.Sci.Ind.Res 65 (1), 11-21


(1)

BAB V APLIKASI FDDS

FDDS menawarkan aplikasi untuk obat yang memiliki bioavalabilitas rendah karena sempitnya daerah absorbsi pada bagian atas GIT. FDDS mempertahankan bentuk sediaan pada tapak absorbsi dan juga meningkatkan bioavailabilitas. Dapat diringkas sebagai berikut :

1. Sustained drug delivery

Sistem HBS tetap berada di lambung dalam periode yang lama dan karenanya dapat melepaskan obat dalam jangka waktu lama. Masalah waktu tinggal di lambung yang singkat dihadapi dengan formulasi CR oral maka dapat diatasi dengan sistem ini. Sistem ini memiliki bulk density < 1 , sehingga sistem ini dapat mengapung pada isi lambung. Sistem ini ukurannya relatif besar sehingga tidak dapat melewati pilorus.

Misalnya kapsul floating SR nikardipin hidroklorida dikembangkan dan dievaluasi secara in vivo. Formulasi dibandingkan dengan sediaan kapsul MICARD yg tersedia di pasaran dengan menggunakan kelinci. Kurva konsentrasi plasma dengan waktu pada pemberian kapsul floating SR menunjukkan durasi yang lebh lama (16 Jam) dibandingkan dengan kapsul MICARD konvensional (8 Jam).

2. Penyampaian Obat Pada Tapak Khusus

Sistem ini sangat menguntungkan untuk obat yang khusus diabsorbsi dari lambung atau bagian proksimal usus halus, seperti Riboflavin dan furosemid.

Misalnya furosemid terutama diabsorbsi dari lambung diikuti oleh duodenum. Telah dilaporkan bahwa sediaan floating monolitik dengan waktu tinggal di lambung yg lama dikembangkan dan bioavailabilitas meningkat. Pada sediaan tablet floating AUC diperoleh sekitar 1,8 x daripada tablet furosemid konvensional.


(2)

4. Peningkatan Absorbsi

Obat yang memiliki bioavailablitas rendah karena tapak absorbsi khusus dari bagian atas GIT adalah kandidat potensial untuk diformulasikan sebagai FDDS sehingga memaksimalkan absorbsinya.

Misalnya pada bentuk sediaan floating dapat dicapai peningkatan bioavailabilitas yg signifikan (42,9%) dibandingkan dengan sediaan tablet LASIX yang tersedia di pasaran (33,4%) dan produk salut enterik LASIX-long (29,5%).

5.1 Keuntungan FDDS

1. Sistem Gastroretentive menguntungkan untuk obat yang diabsorbsi di lambung

Misal : Garam Fero, Antasida

2. Formulasi HBS berguna untuk zat asam seperti aspirin (obat sejenis lainnya) yang dapat menyebabkan iritasi bila kontak dengan dinding lambung.

3. Pemberian sediaan floating seperti tablet atau kapsul yang dapat memperpanjang pelepasan obat akan mengakibatkan disolusi obat pada cairan lambung. Sediaan tersebut melarut dalam cairan lambung sesuai untuk absorbsi pada usus halus setelah pengosongan isi lambung. Sehingga diharapkan obat akan sepenuhnya diabsorbsi dari sediaan floating jika tetap dalam bentuk larutan bahkan pada pH basa dari usus.

4. Ketika ada gerakan usus yang kuat dan waktu tinggal obat yang singkat seperti keadaan diare, absorbsi obat yang sedikit diharapkan. Pada keadaan seperti ini mungkin menguntungkan untuk menjaga obat dalam kondisi mengapung pada lambung untuk mendapatkan respon yang lebih baik.


(3)

2. Sistem ini membutuhkan cairan level tinggi pada lambung untuk penyampaian obat mengapung dan tersalut dengan baik.

3. Obat yang diserap secara signifikan di seluruh GIT, hanya yang mengalami metabolisme lintas pertama kandidat yang diinginkan.

4. Beberapa obat yang termasuk pada sistem floating menyebabkan iritasi pada mukosa lambung.

5.3 Sediaan FDDS

Tabel 5.1 Obat yang digunakan pada formulasi sediaan FDDS berdasarkan tipe bentuk sediaan

Tipe Bentuk Sediaan

Obat Yang Digunakan Pada Formulasi Sediaan FDDS

Tablet Chlorpheniramine maleate, Theophylline, Furosemide, Ciprofloxacin, Captopril, Acetylsalicylic acid, Nimodipine, Amoxycillin trihydrate, Verapamil HCI, Isosorbide di nitrate, Sotalol, Isosorbide mononitrate, Acetaminophen, Ampicillin, Cinnarazine, Diltiazem, Florouracil, Piretanide, Prednisolone,Riboflavin- 5`Phosphate.

Kapsul Nicardipine, L-Dopa dan benserazide, chlordizepoxide HCI, Furosemide, Misoprostol, Diazepam, Propanolol, Asam Urodeoksikolat

Mikrosfer Verapamil, Aspirin, Griseofulvin, and p-nitroanilline, Ketoprofen, Tranilast, Ibuprofen, Terfenadine

Granul Indomethacin, Diclofenac sodium, Prednisolone


(4)

Tabel 5.2 Sediaan FDDS yang ada di pasaran  

Nama Obat Tipe Bentuk Sediaan / Isi Keterangan

MadoparHBS® (PropalHBS)

Floating capsule / Levodopa dan benserazid

Floating CR capsules

Valrelease® Floating capsule, Diazepam Floating Capsules Topalkan® Floating Antacid, aluminum

dan

magnesium mixture

Effervescent floating liquid alginate

preparation

Amalgate Float Coat®

Floating antacid Floating gel

Floating dosage form

Conviron Ferrous Sulphate Colloidal gel forming FDDS

Cifran OD® Ciprofloxacine (1 gm) Gas generating floating form Cytotech® Misoprostol (100 mcg/200

mcg)

Misoprostol (100 mcg/200 mcg)

Liquid Gaviscone®

Campuran alginat Menekan gastro esophageal reflux dan


(5)

BAB VI KESIMPULAN

Dari uraian mengenai Floating Drug Delivery System maka dapat disimpulkan bahwa FDDS merupakan sediaan yang potensial untuk menahan retensi lambung, hal ini disebabkan karena floating system merupakan sistem dengan densitas yang kecil, yang memiliki kemampuan mengembang kemudian mengapung dan tinggal di lambung untuk beberapa waktu sehingga menyebabkan antara lain:

1. Sistem ini tetap berada di lambung dalam periode yang lama dan karenanya dapat melepaskan obat dalam jangka waktu lama

2. Dapat memaksimalkan absorbsi obat yang memiliki bioavailabilitas yang rendah

3. Menguntungkan untuk obat yang dimaksudkan untuk aksi lokal ataupun obat yang diabsorbsi di lambung seperti antasida

4. Menguntungkan untuk zat asam seperti aspirin (obat sejenis lainnya) yang dapat menyebabkan iritasi bila kontak dengan dinding lambung.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, hal.1085.

Ansel, C.H, 1998, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi IV, Jakarta, hal. 784-785

Arora S, Ali J, Aluja, Khar RK, Baboota S, 2005, Floating Drug Delivery Systems, Review, AAPS, Pharm Scitech, 2005 : 06 (03), E372. DOI. 10.1208 Chawla, G., Gupta, P., Koradadia,V., Bansal, A. K., 2003, Gastroretention: A

Means to Address Regional Variability in Intestinal Drug Absorption,

Pharmaceutical Technology, 50-60, http://www.pharmtech.com (diakses 11 September 2005).

Garg, S., and Sharma, S., 2003, Gastroretentive Drug Delivery Systems, Business Briefing pharmatech,160-164, http://www.touchbriefings.com (diakses 30 November 2005)

R Garg*, GD Gupta, 2008, Progress in Controlled Gastroretentive Delivery

Systems, http://www.tjpr.org (diakses 6 Agustus 2010) J.Pharmaceutical Research 7 (3): 1055-1066

Gennaro, A. R., 2000, Remington: The Science and Practice of Pharmacy, 20th ed, Vol. II, Mack Publsihing Company, Pennsylvania, 1016.

Gohel, M. C., Mehta, P. R., Dave, R. K., Bariya, N. H., 2004, A More Relevant Dissolution Method For Evaluation of Floating Drug Delivery System,

Dissolution Technologies, Vol. 11, Issue 4, 22-26

Kavitha K, Sudhir, K, Yadav ,2008, The Need of Floating Drug Delivery System: A Review, J. Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences, Bharathi College of Pharmacy, Bharathi Nagar, India

Moes, A. J., 2003, Gastric Retention System for Oral Drug Delivery System,

Business Briefing pharmatech, 157-159, http://www.touchbriefings.com (diakses 21 September 2005).