Vokal Latar Belakang Masalah

ix

B. Lain-lain

- Transliterasi syaddah atau tasydid ۜ dilakukan dengan menggandakan huruf yang sama - Transliterasi ta’ marbutah ة adalah “h”, termasuk ketika ia diikuti oleh kata sandang “al” ل , kecuali transliterasi ayat al-Qur‟ān. - Kata sandang “ل ” ditransliterasikan dengan “al” diikuti dengan kata penghubung “-“, baik ketika bertemu dengan huruf qamariyyah maupun huruf syamsiyyah, kecuali dalam transliterasi ayat al- Qur‟ān. - Transliterasi ayat al-Qur‟ān dilakukan sesuai dengan bacaan aslinya dengan mengabaikan pemisahan antar kata. Contoh: مي ل ط ل ه dibaca Ihdinās-siratal-mustaqīm, bukan Ihdinā al-sirat al-mustaqīm - Transliterasi kata “ه” dilakukan sesuai dengan bacaan aslinya dengan mengabaikan pemisahan antar kata. Contoh: ه ك dibaca Kitābullah, bukan Kitab Allah - Nama-nama dan kata-kata yang telah ada versi populernya dalam tulisan latin, secara umum dituliskan berdasarkan versi populrenya, kecuali tidak ada keseragamannya, seperti macam-macam bacaan dalam tajwid tetap ditulis berdasarkan transliterasi, contoh mad, izhar, dan lainnya. x - Terjemahan al-Qur‟ān mengutip dari al-Qur’ān dan terjemah Departemen Agama, sedangkan penulisan al- Qur’ān di atas merupakan terjemahan dari Qira’at ‘Asim. 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap ilmu, konsep atau teori, pasti merupakan produk dari masyarakat, atau bangsa yang memiliki peradaban dan pandangan hidup worldview. Pandangan hidup suatu masyarakat adalah cara pandang mereka terhadap alam dan kehidupan. 1 Ada beberapa faktor penyang membuat pandangan hidup manusia, dan yang terpenting adalah faktor kepercayaan terhadap Tuhan. Faktor ini penting karena mempunyai implikasi konseptual. Masyarakat atau bangsa yang percaya pada wujud Tuhan akan memiliki pandangan hidup berbeda dari yang tidak percaya pada Tuhan. Bagi masyarakat atau bangsa yang tidak percaya pada Tuhan menganggap bahwa nilai moralitas adalah kesepakatan manusia human convention, yang standarnya adalah kebiasaan, adat, norma atau sekedar kepantasan. Demikian pula realitas hanyalah fakta-fakta yang bersifat empiris yang dapat diindera atau difahami oleh akal sebagai kebenaran. Kekuatan disebalik realitas empiris, bagi mereka, tidak riil dan tidak dapat difahami dan dibuktikan kebenarannya meskipun sejatinya akal dapat memahaminya. Pandangan hidup dalam Islam tidak hanya sebatas pandangan terhadap alam dan kehidupan nyata, tapi keseluruhan realitas wujud. Karena wujud Tuhan adalah wujud yang mutlak dan tertinggi sedangkan alam semesta seisinya adalah bagian 1 Para pengkaji peradaban, filsafat, sains, dan agama telah banyak menggunakan worldview sebagai matrik atau framework. Ninian Smart menggunakannya untuk mengkaji agama. Syed Muhammad Naquib al-Attas, al-Mawdudi, Sayyid Qutb, memakainya untuk menjelaskan bangunan konsep dalam islam. Alparslan Acikgence memakainya untuk mengkaji sains.Atif Zayn memakainya untuk perbandingan ideologi.Thomas F. Wall untuk kajian filsafat.Dan, Thomas S. Khun dengan konsep paradigma sejatinya menggunakan worldview bagi kajian sains.Lihat, Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi, Membangun Peradaban Dengan Ilmu. Jakarta: Kalam Indonesia, 2010 h. 142-144. dari wujud itu, maka konsep Tuhan sangat sentral dalam pandangan hidup Islam dan sudah tentu memiliki konsekuensi konseptualnya. Namun tidak semua masyarakat yang percaya pada Tuhan memiliki worldview yang sama. Sebab konsep dan pengertian Tuhan berbeda antara satu agama dengan agama lain. 2 Jadi pihak yang mengakui adanya Sang Pencipta yang menciptakan serta mengatur kehidupan, pasti berbeda dengan pihak yang tidak mengakuinya, yaitu dalam memahami konsep asal-muasal penciptaan alam semesta, namun tidak berarti berbeda dalam hal proses penciptaannya. Seperti dalam islam, tidak ada dikotomi antara al- Qur‟ān dan Sains. Keduanya berhubungan erat dan saling bersinergi. Kalaupun terjadi perbedaan bukan al- Qur‟ānnya yang salah, namun penemuan sains itulah yang keliru. Karna al- Qur‟ān bersifat mutlak kebenarannya, berasal dari Sang Pencipta. Penulis membandingkan dua konsep tentang penciptaan alam semesta yang berangkat dari worldview yang berbeda. Yaitu konsep yang ditawarkan al- Qur‟ān dengan konsep salah satu Ilmuwan Barat. Al- Qur‟ān yang dimaksud di sini adalah kitab suci umat islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. dengan perantaraan Malaikat Jibril. 3 Di mana penulis mengkonsentrasikan pembahasan pada Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI. Dan ilmuan Barat yaitu Stephen Hawking 4 adalah seorang ahli fisika teoritis yang menawarkan teori-M. 5 2 Dr. Hamid Fahmi Zarkasyi. Menguak Nilai Dibalik Hermeneutika. Jurnal ISLAMIA, thn 1 No. 1Muharram 125. Hlm. 17. 3 Lihat: QS. al-Najm53: 4-5; al- A‟raf7: 52 dan al-Ra‟d13: 37. 4 Stephen William Hawking, CH, CBE, FRS lahir di Oxford, Britania Raya, 8 Januari1942; umur 71 tahun, adalah seorang ahli fisika teoretis. Ia adalah seorang profesor Lucasian dalam bidang matematika di Universitas Cambridge dan anggota dari Gonville and Caius College, Cambridge. Ia dikenal akan sumbangannya di bidang fisika kuantum, terutama karena teori-teorinya mengenai teori kosmologi, gravitasi kuantum, lubang hitam, dan radiasi Hawking. Penafsiran ayat-ayat al- Qur‟ān tentang penciptaan alam raya masih belum memberikan titik temu. Perbedaan itu, ada yang berkisar pada prosesnya, 6 sebagaimana terjadinya perbedaan pada asal-usulnya. Lalu disempurnakan dengan membahas tentang keduanya, yakni proses dan asal-usul alam raya berdasarkan metode tafsir ayat-ayat sains al- manhaj fit tafsīr al-‘ilmi al-kaunī yang memperhatikan hubungan dua sudut pandang, yaitu paradigma ilmu dengan paradigma tafsir al- Qur‟ān, selanjutnya mengemukakan tentang sintesa kosmologis atas tema tersebut. 7 Sedangkan dalam Tafsir „Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI, berkisar pada proses. Dalam Ilmu pengetahuan kosmologi yang bersifat empiris, 8 ditemukan konsep penciptaan alam semesta yang berubah-ubah. Perubahan ini tergantung Salah satu tulisannya adalah A Brief History of Time, yang tercantum dalam daftar bestseller di Sunday Times London selama 237 minggu berturut-turut Pada tahun 2010 Hawking bersama Leonard Mladinow menyusun buku The Grand Design.http:id.wikipedia.orgwikiStephen_Hawking, diakses pada tanggal 28 November 2012. 5 Teori-M M-theory yang dianggap sebagai calon teori segalanya. Maksud teori segalanya adalah teori yang mampu mengungkap awal-mula penciptaan banyak alam semesta yang kompleks. Teori ini bukan merupakan teori tunggal, melainkan kumpulan aneka teori yang masing-masing menjabarkan pengamatan dalam kisaran situasi fisik tertentu. Meskipun masing- masing teori tersebut berbeda satu dengan yang lain, bisa jadi semuanya memiliki aspek-aspek teori dasar yang sama. Mengenai huruf M pada Teori-M, belum ada yang tahu apa kepanjangannya. Ada yang menganggapnya sebagai master majikan, miracle mukjizat, dan mysterymisteri. http:erlanggaad.blogspot.com201103teori-stephen-hawking-tuhan- bukanlah.html. diakses pada tanggal 28 November 2012. 6 Sirajuddin Zar misalnya, ia menyususn proses penciptaan alam semesta menurut Al- Qur‟ān dengan susunan ayat-ayat berikut: proses penciptaan alam semesta yang pertama dengan berdasarkan kepada analisis ayat-ayat al- Qur‟ān yang memuat lafal khalaqa, bada‟a atau fathara, kemudian berturut-turut Surah al- Anbiya‟ 21: 31, Fussilat 41: 9-12, Adz-Dzariyāt 51: 47, Hūd 11: 7, As-Sajdah 32: 4. Lihat Sirajuddin Zar, Konsep Penciptaan Alam dalam Pemikiran Islam, Sains, dan Alqur’an, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994, Cet.1, hlm. 134-139. Sedangkan menurut Abu Abdullah Zanjani, sebagaimana dinukil oleh Sirajuddin Zar, bahwa proses penciptaan alam adalah sesuai dengan susunan ayat berikut: Hūd 11: 7, Al-Anbiya‟ 21: 30, As- Sajdah 32: 4, Adz- Dzāriyāt 51: 47, Fussilat 41: 9-12, dan Surah At-Talāq 65: 12. Abu Abdillah Al-Zanjani, Tarikh Al- Qur’ān, Mizan, Bandung, 1986, terj. Oleh: Marzuki Anwar, hlm. 70-78. 7 Andi Rosadisastra, Metode Tafsir Ayat-ayat Sains dan Sosial. Jakarta: Amzah, Cet. 1, 2007 hlm. 196-221. 8 Sirajuddin Zar. Konsep Penciptaan Alam dalam Pemikiran Islam, Sains dan Al- Qur’ān. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994 h. 7-8 pada tingkat kecanggihan alat-alat atau sarana observasinya dan kemajuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Pergeseran konsep tersebut dapat disarikan menjadi dua: 1. Konsep Kosmologi pra abad ke-20 cenderung berkesimpulan bahwa alam semesta ini kadim dan langgeng, tidak diciptakan steady state universe. Menurut pandangan mereka, jagat raya selain tak terbatas dan besarnya tak terhingga, juga tidak berubah keadaannya semenjak waktu tak terhingga lamanya yang telah lampau sampai waktu tak terhingga lamanya yang akan datang. Ketetapan ini didasarkan atas pengamatan mereka di laboraturium bahwa materi kekal adanya. Konsep ini berasal dari Newton, kemudian dipertegas oleh Lavoisier dengan kekekalan massa dan selanjutnya diperluas oleh Einstein, pakar kawakan Yahudi, menjadi kekekalan massa dan energy atau secara singkat kekekalan materi. 2. Konsep kosmologi abad ke-20 cenderung berkesimpulan bahwa alam semesta diciptakan. Perubahan konsep secara radikal ini dilahirkan oleh observasi Hubble pada tahun 1929 dengan teropong raksasanya melihat bahwa galaksi- galaksi di sekitar Bima Sakti berada dalam keadaan menjauhi kita dengan kelajuan yang sebanding dengan jauhnya dari bumi; yang lebih jauh kecepatannya lebih besar. Keseluruhan alam semesta berekspansi expanding universe. Observasi inilah yang mengharuskan para kosmolog berkesimpulan bahwa jagat raya bertambah setiap saat. Dari perhitungan perbandingan jarak dan kelajuan gerak masing-masing galaksi mati para pakar sains menarik kesimpulan bahwa alam semesta ini semula teremas terkerut menjadi sangat kecil, yang disebut dengan singularitas. Karena goncangan kevakuman dan tekanan gravitasi negative menimbulkan suatu dorongan eksplosif keluar dari singularitas, yang mengakibatkan terjadinya ledakan yang maha dahsyat sekitar 15 milyar tahun yang lalu; peristiwa ini terkenal sebagai “dentuman besar” Big Bang. Kesimpulan ini diperkuat oleh hasil observasi radio astronomi Arno Penzias dan Robert Wilson pemenang hadiah nobel 1978 pada tahun 1964 mengungkapkan keberadaan gelombang mikro yang mendatangi bumi dari segala penjuru alam secara uniform sebagai kilatan alam semesta yang tersisa dari peristiwa Big Bang. Peninggalan era Big Bang ini pada dasarnya dapat diamati melalui radiasi gelombang mikro bersuhu 3 K -270 C yang sampai sekarang membanjiri kosmos. Fisika yang berkembang sampai ahir abad ke-19 dikenal sebagai fisika klasik dan mempunyai dua cabang utama yaitu mekanika klasik Newtonian dan teori medan elektromagnetik Maxwellian. Ciri utama fisika klasik adalah sifatnya yang common sense dan deterministik. 9 Fisika klasik terdiri atas bidang-bidang teori mekanika Newton dan gejala-gejala yang dapat dijelaskan dengan teori tersebut, teori Maxwell tentang elektromagnetik dan penggunaannya, termodinamika, dan teori kinetik gas. 10 Fisika quantum, yang muncul setelahnya. Tepatnya lahir pada seperempat pertama abad ini, mendominasi fisika modern dewasa ini. Ia berasal dari suatu upaya untuk menjelaskan sejumlah besar fakta yang diamati secara experimental mengenai atom-atom dan radiasi, fakta-fakta yang tidak sanggup dijelaskan oleh 9 Agus Purwanto, DSc. Fisika Kuantum. Jogjakarta: Gava Media, Cet. 1, 2006 h. 1 10 Prof. Drs. Kusminarto, Ph. D. Esensi Fisika Modern. Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2011 h. 2 fisika Newtonian. Tetapi keberhasilan ini dibarengi implikasi-implikasi konseptual revolusioner atas persepsi kita mengenai dunia fisik. 11 Jadi, fisika klasik dan fisika modern bukan terkait dengan masalah zaman. Kapanpun zaman berjalan, fisika klasik akan tetap fisika klasik dan fisika modern tetap fisika modern. Fisika klasik dan fisika modern terkait dengan objek yang kita pelajari. Objek yang dipelajari dalam fisika klasik adalah objek yang ukurannya sedang-sedang saja dan kecepatannya juga sedang-sedang saja. Sedangkan objek yang dipelajari dalam fisika modern, ukurannya sangat-sangat kecil dan kecepatannya sangat-sangat cepat mungkin mendekati kecepatan cahaya 300.000 km per detik. 12 Inti dari perdebatan di kalangan Ilmuwan Barat yaitu apakah alam ini diciptakan atau ada dengan sendirinya. Sampai muncullah teori dentuman besar, sehingga mereka berkesimpulan bahwa alam semesta ini diciptakan. Jika diciptakan, lalu siapa yang menciptakan? Ilmuan kondang Abad ini, Stephen Hawking melontarkan teori yang kontroversial dalam buku terbarunya yang diselesa ikan bersama dengan Leonard Mlodinow, berjudul “The Grand Design”. Ia menganggap hukum alam sebagai penyebab alam semesta terbentuk, bukan Tuhan. Di sini Hawking menjabarkan proses penciptaan alam dengan menggunakan fisika quantum. Pemaparan Hawking ini terbilang mencengangkan dan tampak bertolak belakang dengan karya sebelumnya maupun berdasarkan pemaparan ilmuwan lain. Dalam buku sebelumnya, “A Brief History of Time.” 11 Pervez Hoodbhoy, Islam dan Sains; Pertarungan Menegakkan Rasionalitas, terj. Islam and Science Religion Orthodoxy and the Battle for Rationality, oleh Luqman, Bandung: Pustaka, 1997 H. 21 12 Agus Mulyono dan Ahmad Abtokhi. Fisika dan Al- Qur‟an. Malang: UIN Malang Press h. 14 Hawking pun tidak mengesampingkan kemungkinan itu. Para Ilmuan seperti Newton, yang menciptakan teori gravitasi, pernah mengatakan bahwa penjelasan ilmiahnya itu hanya bisa menerangkan perilaku jagat raya, bukan pada penciptanya.“Gravitasi menjelaskan pergerakan planet-planet, namun tidak bisa menjelaskan siapa yang menggerakkan planet-planet itu,” tulis Newton. 13 Berdasarkan pemikirannya ini, sudah bisa dipastikan bahwa rancangan agung yang dimaksud Hawking adalah suatu rancang yang terlepas dari kuasa Tuhan. Maka dari itu, teori-Mnya ini bisa saja mempengaruhi pemikiran seseorang supaya tidak yakin lagi bahwa alam semesta ini bukan diciptakan oleh Tuhan, melainkan terbentuk karena adanya hukum fisika yang sejak awal sudah ada. Kalau pun tetap meyakini Tuhan, bisa jadi yang dimaksud adalah Tuhan sains. Di sini penulis tertarik membandingkan teori Stephen Hawking dengan Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI. Berkaitan dengan hal itu, penulis menganggap perlu melakukan penelitian untuk membandingkan antara konsep penciptaan alam semesta menurut Tafsir „Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI dan menurut Stephen Hawking. Karena itu, pada skripsi ini penulis mengambil judul: “KONSEP PENCIPTAAN ALAM SEMESTA Study Komparatif Antara Teori-M Stephen Hawking dengan Tafsir „Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI. ” 13 http:erlanggaad.blogspot.com201103teori-stephen-hawking-tuhan-bukanlah.html . Diakses pada tanggal 28 November 2012.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Untuk lebih memperjelas dan memberi arah yang tepat dalam pembahasan skripsi ini, maka penulis membatasi masalah dengan pembahasan yang hanya akan difokuskan pada konsep penciptaan alam semesta menurut seorang scientis fisikawan dan salah satu tafsir al- Qur‟ān serta kajian studi komparatif terhadap pandangan keduanya. Judul penelitian ini didukung oleh dua pembahasan yang perlu dibatasi sebagai pegangan dalam kajian lebih lanjut. Kedua pembahasan tersebut adalah penciptaan alam semesta menurut Teori-M Stephen Hawking dan Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI. Penelitian Ilmiah yang khusus mengkaji masalah penciptaan alam semesta sudah banyak dilakukan baik dalam al- Qur‟ān maupun yang dilakukan para ilmuan-ilmuan, atau membandingkan antara keduanya. Namun penulis belum menemukan penelitian yang membandingkan antara Ilmuan modern abad ini yaitu Stephen Hawking, penulis memfokuskan pada karyanya yang berjudul “The Grand Design” dengan teori-Mnya. Dengan Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI. Maka dirumuskan persoalan sebagai berikut: Bagaimana Perbandingan Konsep Penciptaan Alam Semesta Menurut Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI dengan Teori-M Stephen Hawking?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan utama yang diharapkan dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk menjelaskan awal terjadinya semesta menurut Tafsir Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI 2. Untuk menjelaskan awal terjadinya semesta menurut Stephen Hawking. 3. Untuk menganalisis perbandingan tentang konsep penciptaan alam semesta menurut Stephen Hawking dan Tafsir „Ilmi Penciptaan Jagat Raya Kementrian Agama RI.

D. Manfaat Penenlitian

Berdasarkan rumusanpembatasan masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat diketahui manfaat dari penulisan skripsi ini antara lain: 1. Menambah keyakinan kita kepada Sang Pencipta atas keagungan ciptaan-Nya. 2. Menambah wawasan mengenai proses terjadinya alam semesta. 3. Menambah informasi kepada pembaca tentang sebagain kecil ilmu pengetahuan dalam al- Qur‟ān.

E. Kajian PustakaStudy Review

Dalam lingkup akademisi kampus, kajian dan penelitian terkait konsep dasar penciptaan alam semesta yang membandingkan konsep islam dan konsep barat cukup banyak diangkat sebagai sebuah tematopic utama. Dari UIN Syarif Hidayatullah sendiri, khususnya dari fakultas Ushuludin, Tafsir Hadis, penulis dapat menghimpun dua skripsi terdahulu yang sejalan dengan yang diteliti penulis pada skripsi ini dan satu skripsi penulis temukan dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Skripsi terdahul tersebut dijadikan sebagai referensi bagi penulis agar dapat membedakan masalah yang diangkat, objek, dan tujuan penelitian. Berikut ini table skripsi yang berhubungan dengan topic yang penulis angkat dalam skripsi ini: