Sejarah dan Perkembangan Demokrasi

diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat. Dari sudut organisasi, demokrasi berarti pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada di tangan rakyat.

B. Sejarah dan Perkembangan Demokrasi

1. Sejarah dan Perkembangan Demokrasi di Barat Demokrasi dalam sejarah, mengalami pertumbuhan da perkembangan melalui proses-proses historis yang sangat panjang dan komplek. Ide demokrasi bukanlah ide yang mudah dipahami, sebab ia memilih konotasi makna, variatif, evolutif, dan dinamis. Oleh karena itu, praktik di setiap negara tidak akan selalu sama. 19 Pada masa Yunani Kuno, abad ke-6 SM sampai abad ke-4 M. Demokrasi diterapkan secara langsung direct democracy, artinya rakyat membuat keputusan- keputusan politik dan dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara. Warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama di depan hukum, merumuskan undang-undang, dan tidak didiskriminasi dalam proses perumusan kebijakan negara. 20 19 Abdul Latif, Fungsi Mahkamah Konstitusi dalam Upaya Mewujudkan Negara Hukum Demokrasi, Yogyakarta: Total Media, 2007, h. 38. 20 Moh. Mahfud M.D., Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Jakarta: Univ. Atmajaya, 2000, cet. Ke-2, h. 58. Praktek demokrasi langsung untuk pertama kalinya diterapkan di negara kota city state Athena, Yunani Kuno. Praktek demokrasi inilah yang menjadi salah satu faktor bagi munculnya gagasan, ide, dan lembaga demokrasi pasca kekalahan negara- kota Athena dari Sparta. Yaitu, terbentuknya negara kesejahteraan walfare state, yang digagas oleh filsuf Yunani Kuno, seperti Plato 427-437 SM, Aristoteles 384- 323 SM, M. Tullius Cicero 106-43 SM, dan lainnya. 21 Selain itu, di dunia Barat modern, terutama pada Abad Pertengahan 600-1400 M, masa ini ditandai oleh pola kehidupan negara yang bersifat feodalistik dan mengagung-agungkan bangsawan gereja sebagai lembaga agama di bawah kepimpinan Paus yang memainkan peran sangat besar, bahkan gereja membawahi negara. Pada masa ini pula, banyak terjadi perebutan kekuasaan untuk mempengaruhi raja yang dilakukan oleh para bangsawan. Maka munculnya konsep demokrasi melalui Magna Charta Piagam Besar di akhir abad pertengahan sebagai tonggak perkembangan gagasan demokrasi. Piagam ini berintikan perjanjian antara kaum bangsawan dan raja John di Inggris, untuk mengakui dan menjamin hak-hak preveleges rakyat sebagai imbalan bagi penyerahan dana bagi keperluan perang dan sebagainya. Selain itu, piagam tersbut memuat dua prinsip yang sangat mendasar: 21 Moh. Mahfud, M. D., Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Jakarta: Univ. Atmajaya, 2000, cet. Ke-2, h. 58. pertama, adanya pembatasan kekuasaan raja; kedua, hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan negara. 22 Sedangkan pada abad Renaissance 23 1350-1600 M dan Reformasi 1500- 1650 M. Eropa masuk ke dalam Aufklarung abad pemikiran dan rasionalisme yang ditandai oleh merebaknya gagasan-gagasan demokrasi yang menjadi perhatian khusus banyak pemeikir seperti Nicollo Machiavelli 1469-1527 M, Thomas Hobbes 1588- 679 M, John Locke 1632-1704 M, Montesquieu 1689-1755 M, dan Jean Jacques Rousseau 1712-1778 M. 24 Mereka inilah para kampiun gagasan demokrasi Barat dan telah mendorong bagi lahirnya Revolusi Amerika 1774-1783 M dan Revolusi Perancis 1786 M. Di abad modern, mulai pada abad ke-19, muncul pola pikir dan inspirasi baru bagi gerakan politik yaitu, demokrasi menjadi model yang diakui secara luas untuk pengorganisasian secara mandiri. Demokrasi muncul untuk mengatasi masalah- masalah terutama terkait dengan: bagaimana masyarakat dapat mencapai kesepakatan untuk mengatur kehidupan bersama meski sistem nilai dan agamanya berbeda? 22 Moh. Mahfud, M.D., Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, h. 65. 23 Renaissance adalah ajaran yang ingin menghidupkan kembali minat pada kesusastraan dan kebudayaan Yunani Kuno yang selama abad pertengahan disisihkan. Sedangkan Reformasi adalah revolusi agama yang terjadi di Eropa Barat yang berkembang menjadi asas-asas protestanisme, seperti perjuangan menentang kekuasaan sewenang-wenang atas nama agama, desakralisasi kekuasaan gereja, memperjuangkan kebebasan beragama, kebebasan berfikir, kebebasan mengemukakan pendapat, dan pemisahan secara tegas antara wilayah agama gereja dan negara. 24 Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat: Kajian Sejarah Perkembangan Pemikiran Negara, Masyarakat, Dan Kekuasaan,, Jakarta: Gramedia, 2001, h. 299-300. Bagaimana cara menata kekuasaan politik agar selaras dengan kepentingan, nilai dan aspirasi rakyat, serta bertindak atas nama mereka? Demokrasi akhirnya menemukan jati dirinya dalam kehidupan modern, yaitu membangun pemerintah melalui proses pemilihan bebas, adanya pengawasan, serta pemisahan pusat-pusat kekuasaan. 25 Demokrasi sebagai suatu sistem telah dijadikan alternatif dalam berbagai tatanan aktivitas masyarakat dan bernegara di beberapa negara. Ada dua alasan dipilihnya demokrasi sebagai sistem bermasyarakat dan bernegara. Pertama, hampir semua negara di dunia ini telah menjadikan demokrasi sebagai asas yang fundamental; kedua, demokrasi sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peranan masyarakat untuk menyelenggarakan organisasi Negara tertinggi. 26 2. Sejarah dan Perkembangan Demokrasi di Indonesia a. Demokrasi periode 1945-1959 Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan Demokrasi Parlementer. Sistem Demokrasi Parlementer yang mulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan diproklamirkan dan kemudian diperkuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan 1950, ternyata kurang cocok untuk Indonesia, meskipun dapat berjalan secara memuaskan pada beberapa negara Asia lain. Persatuan yang dapat digalang selama 25 Thomas Meyer, Demokrasi Sebuah Pengantar untuk Penerapan, Jakarta: Friedrich Ebert Stiftung, 2003, cet. ke-2, h. 2. 26 Moh. Mahfud, M.D., Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, h. 60. menghadapi musuh bersama menjadi koridor dan tidak dapat dibina menjadi keuatan- kekuatan konstruktif sesudah kemerdekaan tercapai. Karena lemahnya banih-benih demokrasi sistem parlementaer memberi peluang untuk dominasi partai-partai politik dan Dewan Perwakilan Rakyat. Undang-Undang Dasar 1950 menetapkan berlakunya sistem parlementer dimana badan eksekutif terdiri dari presiden sebagai kepala Negara Konstitusional constitutional head beserta menteri-menterinya yang mempunyai tanggung jawab politik. Karena fragmentasi partai-partai politik setiap kabinet berdasarkan kondisi yang berkisar pada astu atau dua partai besar dan beberapa partai kecil. Umumnya kabinet dalam masa pra pemilihan umum yang diadakan dalam tahun 1955 tidak dpat bertahan lebih lama dari rata-rata delapan bulan, dan hal ini menghambat perkembangan ekonomi dan politik oleh karena pemerintah tidak memperoleh kesempatan untk melaksanakan programnya. Pada periode ini kedudukan parlemen sangat kuat dan pada gilirannya menguat pula kedudukan partai politik. Salah satu hal yang penting dalam periode ini adalah adanya perdebatan yang tidak berkesudahan yang dilakukan oleh anggota parlemen dari partai yang berbeda. Karena seperti diketahui bahwa pada periode ini tumbuh multipartai. Era multi partai diikuti oleh adanya alam kebebasan tumbuhnya paham liberalisme yang tumbuh pada periode ini. Faktor-faktor semacam ini, ditambah dengan tidak mampunya anggota- anggota partai yang tergabung dalam konstitusional untuk memcapai konsensus mengenai dasar negara ketika membahas undang-udang dasar baru, mendorong Ir. Soekarno sebagai presiden untuk mengeluarkan dekrit presiden 5 juli 1959 yang menentukan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945. Keluarnya dekrit presiden tersebut merupakan intervensi presiden terhadap parlemen. Dengan demikian sejak derit presiden keluar masa demokrasi berdasarkan sistem parlementer berakhir. b. Demokrasi periode 1959-1965 Ciri sistem politik pada periode ini adalah dominasi peranan Presiden, terbatasnya peranan partai politik, berkembangnya pengaruh komunis dan meluasnya perana ABRI sebagai unsur sosial politik. Dalam praktik pemerintahan, pada periode ini telah banyak melakukan distorsi terhadap praktik demokrasi. Dekrit presiden 5 juli yang dipandang sebagai suatu usaha untuk mencari jalan keluar dari kemacetan politik yang terjadi dalam sidang konstituante merupakan salah satu bentuk penyimpangan praktik demokrasi. Begitu pula, dalam Undang-Undang Dasar 1945 telah ditegaskan bahwa bagi seorang presiden dapat bertahan sekurang-kurangnya selama lima tahun. Akan tetapi ketetapan MPRS no. III1963 yang mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup telah membatalkan pembatasan waktu lima tahun sebagaimana yang ditentukan oleh Undang-Undang Dasar. Setelah DPR hasil pemilu 1955 yang demokratis dibubarkan, presiden membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong yang mengganti Dewan Perwakilan Rakyat hasil pemilihan umum. Dalam DPR gotong royong sangat ditonjolkan peranannya sebagai pembantu pemerintah sedangkan fungsi kontrol sebagai sesuatu yang melekat pada DPR ditiadakan. Selain itu pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong dijadikan sebagai salah seorang menteri. Dengan demikian dalam posisi itu pimpinan dewan hanya difungsikan sebagai pembantu presiden disamping fungsi sebagai wakil rakyat. Peristiwa tersebut mencerminkan telah dtinggalkannya doktrin trias politika yang intinya adalah adanya pembagian dan pemisahan kekuasaan atara legislatif, eksekutif dan yudikatif. Satu pertanyaan yang patut dikedepankan adalah bagaimana rumusan demokrasi terpimpin dan apakah butir-butir pokok demokrasi terpimpin tersebut? Demokrasi terpimpin menurut Soekarno presiden RI seperti dikutip oleh Ahmad Syafi’i Ma’arif adalah demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratanperwakilan. Dalam kesempatan lain Soekarno mengatakan bahwa Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi kekeluargaan tanpa anarkisme, liberalisme dan otokrasi diktator. Demokrasi kekeluargaan adalah demokrasi yang mendasarkan sistem pemerintahannya kepada musyawarah dan mufakat dengan pimpinan satu kekuasaan sentral yang sepuh, seorang ketua dan mengayomi. Selanjutnya dalam pidatonya pada tanggal 17 Agustus 1959 dengan judul “penemuan kembali revolusi kita”, Presiden Soekarno mengatakan bahwa prinsip- prinsip dasar demokrasi terpimpin adalah: 1. Tiap-tiap orang diwajibkan untuk berbakti kepada kepentingan umum, masyarakat, bangsa dan negara; 2. Tiap-tiap orang berhak mendapat penghidupan yang layak dalam masyarakat, bangsa dan negara. Dalam pandangan Ahmad Syafi’i Ma’arif demokrasi terpimpin sebenarnya ingin menempatkan Soekarno sebagai ayah dalam famili besar yang bernama Indonesia dengan kekuaaan terpusat berada di tangannya. Dalam penjelasan tersebut tergambar bahwa kekeliruan yang sangat besar dalam demokrasi terpimpin Soekarno adalah adanya pengingkaran terhadap nilai- nilai demokrasi. Demokrasi terpimpin Soekarno sebenarnya bukan sistem demokrasi yang sebenarnya, melainkan sebagai suatu bentuk otoritarian. Karena itu pada periode ini sebenarnya alam dan iklim demokrasi tidak muncul, karena yang sebenarnya terjadi dalam praktik pemerintahan adalah rezim pemerintahan sentralistik otoriter Soekarno. Demokrasi terpimpin ala Soekarno berakhir dengan lahirnya gerakan 30 September 1965 yang di dalangi oleh PKI Partai Komunis Indonesia. c. Demokrasi periode 1965-1998 Periode pemerintahan ini muncul setelah gagalnya gerakan 30 september 1965 yang dilakukan oleh PKI. Landasan formil periode ini adalah Pancasila. Undang- Undang Dasar 1945 serta ketetapan-ketetapan MPRS. Semangat yang mendasari kelahiran periode ini adalah ingin mengembalikan dan memurnikan pelaksanaan pemerintahan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Karena sebelum periode ini telah terjadi penyelewengan dan pngingkaran terhadap kedua landasan formal dan yuridis dalam kehidupan kenegaraan. Pada periode ini praktik demokrasi di Indonesia senantiasa mengacu pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Karena itu demokrasi pada masa ini disebut dengan demokrasi Pancasila. Beberapa perumusan tentang demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut: a. Demokrasi dalam bidang politik pada hakekatnya adalah menegakkan kembali azas-azas negara hukum dan kepastian hukum. b. Demokrasi dalam bidang ekonomi pada hakekatnya adalah kehidupan yang layak bagi semua warga negara. c. Demokrasi dalam bidang hukum pada hakekatnya bahwa pengakuan dan perlindungan HAM, peradilan yang bebas yang tidak memihak. Karena dalam demokrasi Pancasila, kedaulatan rakyat dipandang sebagai inti dari sistem demokrasi. Karenanya rakyat mempunyai hak yang sama untuk menentukan dirinya sendiri. Namun demikian “Demokrasi Pancasila” dalam rezim Orde Baru hanya sebagai retorika dan gagasan belum sampai pada tataran praksis atau penerapan. Karena dalam praktik kenegaraan dan pemerintahan, rezim ini sangat tidak memberikan ruang bagi kehidupan berdemokrasi. 27

C. Prinsip-prinsip Demokrasi