Jekson Turnip : Pengujian Dan Analisa Performansi Motor Bakar Diesel Menggunakan Biodisel Dimethil Ester B-01 Dan B-02, 2010.
2.3 Bahan Bakar Diesel
Penggolongan bahan bakar mesin diesel berdasarkan jenis putaran mesinnya, dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
1. Automotive Diesel Oil, yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin dengan
kecepatan putaran mesin diatas 1000 rpm rotation per minute. Bahan bakar jenis ini yang biasa disebut sebagai bahan bakar diesel yang biasanya digunakan untuk
kendaraan bermotor.
2. Industrial Diesel Oil, yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin-mesin
yang mempunyai putaran mesin kurang atau sama dengan 1000 rpm, biasanya digunakan untuk mesin-mesin industri. Bahan bakar jenis ini disebut minyak
diesel. Di Indonesia, bahan bakar untuk kendaraan motor jenis diesel umumnya
menggunakan solar yang diproduksi oleh PT. PERTAMINA dengan karakteristik seperti pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Karakteristik mutu solar
NO P R O P E R T I E S
L I M I T S TEST METHODS
Min Max
I P A S T M
1. Specific Grafity 6060
C 0.82
0.87 D-1298
2. Color astm
- 3.0
D-1500 3.
Centane Number or Alternatively calculated Centane Index
45 48
- -
D-613 4.
Viscosity Kinematic at 100 C cST
or Viscosity SSU at 100 C secs
1.6 35
5.8 45
D-88 5.
Pour Point C
- 65
D-97 6.
Sulphur strip wt -
0.5 D-15511552
7. Copper strip 3 hr100
C -
No.1 D-130
8. Condradson Carbon Residue wt
- 0.1
D-189 9.
Water Content wt -
0.01 D-482
10. Sediment wt
- No.0.01
D-473 11.
Ash Content wt -
0.01 D-482
12. Neutralization Value :
- Strong Acid Number mgKOHgr -Total Acid Number mgKOHgr
- -
Nil 0.6
Jekson Turnip : Pengujian Dan Analisa Performansi Motor Bakar Diesel Menggunakan Biodisel Dimethil Ester B-01 Dan B-02, 2010.
13. Flash Point P.M.c.c
F 150
- D-93
14. Distillation :
- Recovery at 300 C vol
40 -
D-86 Sumber :
www.Pertamina.com
2.4 Biodiesel
Biodiesel adalah bahan bakar yang terbuat dari minyak tumbuh-tumbuhan atau lemak hewan. Komposisi biodiesel umumnya terdiri dari berbagai jenis asam
lemak tabel 2.2 yang melalui proses kimiawi ditransformasi menjadi ”Metil Ester Asam Lemak” Fatty Acid Methil Esters = FAME.
Tabel 2.2 Struktur Kimia Asam Lemak Pada Biodiesel Nama
Asam Lemak
Jumlah Atom
Karbon dan Ikatan
Rangkap Struktur Kimia
Capriylic C 8
CH
3
CH
2 6
COOH Capric
C 10 CH
3
CH
2 8
COOH Lauric
C 12 CH
3
CH
2 10
COOH Myristic
C 14 CH
3
CH
2 12
COOH Palmitic
C 16 : 0 CH
3
CH
2 14
COOH Palmitoleic
C 16 : 1 CH
3
CH
2 5
CH=CHCH
2 7
COOH Stearic
C 18 : 0 CH
3
CH
2 16
COOH Oleic
C 18 : 1 CH
3
CH
2 7
CH=CHCH
2 7
COOH Linoleic
C 18 : 2 CH
3
CH
2 4
CH=CHCH
2
CH=CHCH
2 7
COOH Linolenic
C 18 : 3 CH
3
CH
2 2
CH=CHCH
2
CH=CHCH2CH=CHCH
2
7CCOOH Arachidic
C 20 : 0 CH
3
CH
2 18
COOH Eicosenic
C 20 : 1 CH
3
CH
2 7
CH=CHCH
2 9
COOH Behenic
C 22 : 0 CH
3
CH
2 20
COOH Eurcic
C 22 : 1 CH
3
CH
2 7
CH=CHCH
2 11
COOH
Sumber : Biodisel Handling and Use Guedelines, National Renewable Energy Laboratory-A national Laboratory of the U.S. Departement of Energys
Jekson Turnip : Pengujian Dan Analisa Performansi Motor Bakar Diesel Menggunakan Biodisel Dimethil Ester B-01 Dan B-02, 2010.
Cara memproduksi biodiesel dapat dilakukan melalui proses transesterfikasi minyak nabati dengan metanol atau esterfikasi langsung asam
lemak hasil hidrolisis dengan metanol. Namun, transesterfikasi lebih intensif
dikembangkan karena proses ini lebih efisien dan ekonomis.
Pemanfaatan minyak nabati sebagai pengganti bahan bakar yang berasal dari minyak bumi khususnya solar telah lama dikenal namun pengembangan
produk biodiesel ternyata lebih menggembirakan dibandingkan dengan pemanfaatan minyak nabati yang langsung digunakan sebagai bahan bakar karena
proses termal panas di dalam mesin akan teroksidasi atau terbakar secara relatif sempurna, tetapi dari gliserin akan terbentuk senyawa akrolein dan terpolimerisasi
menjadi senyawa plastis yang agak padat. Senyawa ini menyebabkan kerusakan pada mesin, karena membentuk deposit pada pompa injektor. Karena itu perlu
dilakukan modifikasi pada mesin-mesin kendaraan bermotor komersial apabila menggunakan minyak nabati langsung sebagai pengganti bahan bakar solar.
Selain dapat digunakan langsung, biodiesel juga dapat dicampur dengan solar atau minyak diesel lainnya dengan tujuan untuk mengubah karakteristiknya
agar sesuai dengan kebutuhan. Bahan bakar yang mengandung biodiesel kerap dikenal sebagai ”BXX” yang merujuk pada suatu jenis bahan bakar dengan
komposisi XX biodiesel dan 1-XX minyak diesel. Sebagai contoh, B01 merupakan campuran 50 biodiesel B20 dengan 50 minyak diesel sedangkan
B02 merupakan campuran dari 20 biodiesel B10 dan 80 minyak diesel.
2.4.1 Karakteristik Biodiesel
Biodiesel tidak mengandung nitrogen atau senyawa aromatik dan hanya mengandung kurang dari 15 ppm part per million sulfur. Biodiesel mengandung
kira-kira 11 oksigen dalam persen berat yang keberadaannya mengakibatkan berkurangnya kandungan energi LHV menjadi lebih rendah bila dibandingkan
dengan solar namun menurunkan kadar emisi gas buang yang berupa karbon monoksida CO, hidrokarbon HC, partikulat dan jelaga. Kandungan energi
biodiesel kira-kira 10 lebih rendah bila dibandingkan dengan solar. Efisiensi bahan bakar dari biodiesel kurang lebih sama dengan solar, yang berarti daya dan
Jekson Turnip : Pengujian Dan Analisa Performansi Motor Bakar Diesel Menggunakan Biodisel Dimethil Ester B-01 Dan B-02, 2010.
torsi yang dihasilkan proporsional dengan kandungan nilai kalor pembakarannya LHV.
Kandungan asam lemak dalam minyak nabati yang merupakan bahan baku biodiesel menyebabkan biodiesel sedikit kurang stabil bila dibandingkan solar
khususnya dalam hal terjadinya oksidasi. Perbedaan bahan baku menyebabkan kestabilan antara biodiesel yang satu berbeda dari biodiesel yang lainnya
tergantung dari jumlah ikatan rangkap dari rantai karbon yang dikandungnya C=C. Semakin besar jumlah ikatan rangkap rantai karbonnya maka
kecenderungan untuk mengalami oksidasi semakain besar. Sebagai contoh, C 18 : 3 yang mempunyai tiga ikatan rangkap mempunyai sifat tiga kali lebih reaktif
untuk mengalami oksidasi dibandingkan C 18 : 0 yang tidak memiliki tiga ikatan rangkap. Kestabilan suatu biodiesel dapat diprediksi dengan mengetahui jenis
bahan bakunya. Kestabilan yang rendah dari suatu jenis biodiesel dapat meningkatkan
kandungan asam lemak bebas, menaikkan viskositas dan terbentuknya gums dan sedimen yang dapat menyumbat saringan bahan bakar. Oleh karena itu, biodiesel
dan bahan bakar yang mengandung campurannya sebaiknya tidak disimpan lebih dari 6 bulan karena lamanya penyimpanan mempengaruhi terjadinya oksidasi.
Salah satu cara yang dapat diupayakan bila biodiesel harus disimpan lebih dari 6 bulan adalah dengan menambahkan anti oksidan. Jenis anti oksidan yang dapat
bekerja dengan baik pada biodiesel antara lain TBHQ t-butyl hydroquinone, Tenox 21 dan Tocopherol Vitamin E.
Biodiesel mempunyai sifat melarutkan Solvency. Hal ini dapat menimbulkan permasalahan, dimana bila digunakan pada mesin diesel yang
sebelumnya telah lama menggunakan solar dan didalam tangki bahan bakarnya telah terbentuk sedimen dan kerak, maka biodiesel akan melarutkan sedimen dan
kerak tersebut sehingga dapat menyumbat saluran dan saringan bahan bakar. Oleh karena itu, bila kandungan sedimen dan kerak pada tangki bahan bakar cukup
tinggi, sebaiknya diganti sebelum menggunakan biodiesel. Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan tidak menggunakan biodiesel murni melainkan
campurannya. Sifat pelarut dari bahan bakar yang mengandung campuran biodiesel akan semakin berkurang seiring dengan berkurangnya kadar biodiesel
Jekson Turnip : Pengujian Dan Analisa Performansi Motor Bakar Diesel Menggunakan Biodisel Dimethil Ester B-01 Dan B-02, 2010.
didalamnya. Penelitian menunjukkan bahwa campuran antara biodiesel dan solar dengan komposisi 20 : 80 B02 mempunyai sifat pelarut yang cukup kecil
sehingga dapat ditoleransi. Beberapa material seperti kuningan, tembaga, timah, dan seng dapat
mengoksidasi biodiesel dan menghasilkan sedimen. Untuk mencegah hal ini, peralatan yang bersentuhan langsung dengan biodiesel sebaiknya terbuat dari
stainless steel atau aluminium. Selain bereakasi terhadap sejumlah meterial logam, biodiesel juga cenderung menyebabkan peralatan yang terbuat dari karet
alam mengembang sehingga sebaiknya diganti dengan karet sintetis. Biodiesel murni mempunyai sifat pelumas yang baik, bahkan campuran
bahan bakar yang mengandung biodiesel dalam komposisi yang rendah masih memiliki sifat pelumas yang jauh lebih baik dibanding solar.
Seperti halnya bahan bakar diesel lainnya, biodiesel dapat berubah fasa menjadi ”gel” pada temperatur yang rendah. Biodiesel memiliki tempertur titik
tuang pour point yang lebih tinggi yaitu sekitar -15 sampai 10 C dibandingkan
solar, -35 sampai -15 C sehingga pemakaian biodiesel murni pada daerah rendah
kurang dianjurkan. Untuk menurunkan temperatur titik tuang biodiesel dapat dilakukan dengan mencampurkan solar, semakin besar komposisi solar dalam
campuran, maka semakin rendah temperatur titik tuangnya.
Tabel 2.3 Perbandingan Biodiesel dan Solar Petrodiesel Fisika Kimia
Biodiesel Solar
Kelembaman 0.1
0.3 Energi Power
Energi yang dihasilkan 128.000 BTU
Energi yang dihasilkan 130.000 BTU
Komposisi Metil Ester atau asam lemak
Hidrokarbon Modifikasi Engine
Tidak diperlukan -
Konsumsi Bahan Bakar
Sama Sama
Lubrikasi Lebih tinggi
Lebih rendah Emisi
CO rendah, total hidrokarbon, sulfur dioksida,
dan nitroksida CO tinggi, total hidrokarbon,
sulfur dioksida, dan nitroksida
Penanganan Flamable lebih rendah
Flamable lebih tinggi Lingkungan
Toxisitas rendah Toxisitas 10 kali lebih tinggi
Keberadaan Terbarukan renewable
Tidak terbarukan
Sumber : CRE-ITB, NOV. 2001
Jekson Turnip : Pengujian Dan Analisa Performansi Motor Bakar Diesel Menggunakan Biodisel Dimethil Ester B-01 Dan B-02, 2010.
2.4.2 Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit
Proses pembuatan biodiesel dari kelapa sawit adalah melalui proses transesterifikasi, dilanjutkan dengan pencucian, pengeringan dan terakhir filtrasi,
tetapi jika bahan baku dari CPO maka sebelumnya perlu dilakukan esterfikasi.
1. Transesterifikasi
Transesterifikasi meliputi dua tahap. Transesterifikasi I yaitu pencampuran antara kalium hidroksida KOH dan metanol CH
3
OH dengan minyak sawit. Reaksi transesterifikasi I berlangsung sekitar 2 jam pada suhu 58 – 65
C. Bahan yang pertama kali dimasukkan ke dalam reaktor adalah asam lemak yang
selanjutnya dipanaskan hingga suhu yang telah ditentukan. Reaktor transesterifikasi dilengkapai dengan pemanas dan pengaduk. Selama proses
pemanasan pengaduk dijalankan. Tepat pada suhu reaktor 63 C, campuran
metanol dan KOH dimasukkan ke dalam reaktor. Pada akhir reaksi akan terbentuk metil ester dengan konversi sekitar 94 . Selanjutnya produk ini diendapkan
untuk memisahkan gliserol dan metil ester. Gliserol kemudian dikeluarkan dari reaktor agar tidak menggangu proses transesterifikasi II. Selanjutnya dilakukan
transesterifikasi II pada metil ester dan setelah selesai dilakukan pengendapan dalam waktu yang lebih lama agar gliserol yang masih tersisa bisa terpisah.
Trigliserida Metanol Metil-Ester Gliserol
Gambar 2.1 Reaksi Transesterifikasi
2. Pencucian
Pencucian hasil pengendapan pada transesterifikasi II bertujuan untuk menghilangkan senyawa yang tidak diperlukan seperti sisa gliserol dan metanol.
Jekson Turnip : Pengujian Dan Analisa Performansi Motor Bakar Diesel Menggunakan Biodisel Dimethil Ester B-01 Dan B-02, 2010.
Pencucian dilakukan pada suhu sekitar 55 C. pencucian dilakukan tiga kali sampai
pH menjadi normal pH 6,8 – 7,2.
3. Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan air yang tercampur dalam metil ester. Pengeringan dilakukan dengan cara memberikan panas pada produk
dengan suhu sekitar 95 C secara sirkulasi. Ujung pipa sirkulasi ditempatkan di
tengah permukaan cairan pada alat pengering.
4. Filtrasi
Tahap akhir dari proses pembuatan biodiesel adalah filtrasi. Filtrasi bertujuan untuk menghilangkan partikel-partikel pengotor biodiesel yang
terbentuk selama proses berlangsung, seperti kerak kerak besi yang berasal dari dinding reaktor atau dinding pipa atau kotoran dari bahan baku.
Tabel : 2.4 Karakteristik Mutu Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit Parameter
Palm Biodiesel ASTM PS 121
Viskositas pada 40 C
csst 5,0 – 5,6
1,6 – 6,0
Flash Point 172
100 Cetane Indeks
47 -49 40
Contradson Carbon Residu
0,03 – 0,04 0,05
Spesific Grafity 0,8624
-
Sumber : Pusat Penelitian Kelapa Sawit PPKS Medan
2.5 Emisi Gas Buang
Bahan pencemar polutan yang berasal dari kendaraan bermotor dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori sebagai berikut :
1. Sumber
Polutan dibedakan menjadi polutan primer atau sekunder. Polutan primer seperti nitrogen oksida NOx dan hidrokarbon HC langsung dibuangkan ke
udara bebas dan mempertahankan bentuknya seperti pada saat pembuangan.
Jekson Turnip : Pengujian Dan Analisa Performansi Motor Bakar Diesel Menggunakan Biodisel Dimethil Ester B-01 Dan B-02, 2010.
Polutan sekunder seperti ozon O
3
dan peroksiasetil nitrat PAN adalah polutan yang terbentuk di atmosfer melalui reaksi fotokimia, hidrolisis atau oksidasi.
2. Komposisi Kimia
Polutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Polutan organik mengandung karbon dan hidrogen, juga beberapa elemen seperti oksigen,
nitrogen, sulfur atau fosfor, contohnya : hidrokarbon, keton, alkohol, ester dan lain-lain. Polutan inorganik seperti : karbon monoksida CO, karbonat, nitrogen
oksida, ozon dan lainnya.
3. Bahan Penyusun
Polutan dibedakan menjadi partikulat atau gas. Partikulat dibagi menjadi padatan dan cairan seperti : debu, asap, abu, kabut dan spray, partikulat dapat