Latar Belakang Masalah Takhrij hadis-hadis kitab tafsir al-mishbah (studi kasus Sanad dan Matan Hadis pada Surah Al-Rahman)

11 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hadis adalah segala perkataan, perbuatan, taqrir, dan hal ihwal yang disandarkan kepada Nabi saw. 1 Hadis menduduki tempat tertinggi dihati umat Islam dan mendapat legitimasi dari al-Qur’ân sebagai sumber hukum Islam setelah al-Qur’ân. Hadis merupakan penjelasan yang nyata terhadap ayat-ayat al-Qur’ân yang masih global dan merupakan keterangan yang nyata bagi keumuman ayatnya. 2 juga merupakan sebagai sumber ketentuan agama Islam sebagaimana ditentukan dalam agama Islam. 3 Mengingat hadis adalah penjelas terhadap al-Qur’ân, Allah swt. telah menerangkan di dalam al-Qur’ân seperti peran Nabi Muhammad saw. sebagai mufassir al-Qur’ân Allah swt. berfirman dalam surat al-Nahl 16: 44 َﺮْﻛﱢﺬﻟا َﻚْﯿَﻟِإ ﺎَﻨْﻟَﺰْﻧَأَو َنوُﺮﱠﻜَﻔَﺘَﯾ ْﻢُﮭﱠﻠَﻌَﻟَو ْﻢِﮭْﯿَﻟِإ َلﱢﺰُﻧ ﺎَﻣ ِسﺎﱠﻨﻠِﻟ َﻦﱢﯿَﺒُﺘِﻟ Artinya: “Dan kami turunkan kepada kamu al-Qur’ â n agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan ”. 4 Ayat diatas, menjelaskan tugas Rasulullah saw. ialah menjelaskan baik dengan lisan maupun perbuatan, hal-hal yang masih gelobal dan sebagainya 1 Mudasir, Ilmu Hadis, Bandung: Pustaka Abadi, 2005, h. 13-14 2 Fugsi hadis dalam penjelas al-Qur’ â n itu bermacam-macam. Malik bin Anas menyebutkan lima macam Fungsi; bayan al Taqri, bayan al Tafsir, baying al Tafsil, bayan al Bast, bayan al Tasyri . Ranuwijaya, Utang. Ilmu Hadis, Jakarta: gaya media Pratama, 1996, cet, ke-1, h. 26-27 3 Assa’id, Sadullah, Hadis-hadis Sekte, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996, cet, ke1, h. 6 4 Departemen Agama R.I, al-Qur’ â n dan Terjemahan , Semarang: Toha Putra, 1989, h. 408 12 yang terdapat dalam al-Qur’ân. 5 Tugas ini berdasarkan perintah Allah swt., tentu saja penjelasan terhadap al-Qur’ân bukanlah sekedar membaca al-Qur’ân. Banyak ayat yang mebutuhkan penjelasan praktis dan hal itu sudah dilakukan oleh Rasulallah saw. Menolak penjelasan Rasulullah saw. sama saja dengan menolak al-Qur’ân. 6 Dari segi dalalahnya al-Qur’ân sama dengan hadis, masing-masing ada yang Qath’i al Dilalah dan ada yang Zhanni al Dilalah. Hanya saja al-Qura’ân bersifat global dan hadis bersifat terperinci. Namun dari sisi periwayatanya jelas antara keduanya terdapat perbedaan. al-Qur’ân secara keseluruhan ayat- ayatnya diriwayatkan secara mutawatir. 7 sedangkan hadis tidaklah demikian. Sebagian diriwayatkan secara mutawatir sebagian diriwayatkan secara ahad. 8 Pada bentuk periwayatan mutawatir tentunya tidak termasuk dalam bentuk penelitian karena telah diriwayatkan oleh banyak orang. Sebab, menurut kebiasaan mustahil mereka akan sepakat berdusta dan kesalehannya tidak diragukan lagi. 9 Hadis semacam ini jelas akan ditetapkan setarap dengan al-Qur’ân dari segi kehujahan dan pengamalannya 5 Menjelaskan tentang lafaz dan peraturan peraturannya, artinya menyampaikan ayat al- Qur’ â n tampa menyembunyikan satu ayat pun, sedemikian rupa, persis sebagaiman Allah swt. telah menurunkan wahyu tersebut kepada Nabi saw. Kemudian, menjelaskan arti kata, kalimat atau ayat yang memerlukan ketrangan, atau ayat-ayat yang bersifat mutlak. Nashiruddin, Muhammad al Bani, Kedudukan Sunnah Dalam Islam, Jkarta: PT Gagasan Indonesia, h. 9-10 6 M.M Azami, Hadis Nabi, Sejarah dan Modifikasinya, Jakarta: Pustaka Pirdaus, 1994, h. 27 7 Mutawatir dalam Ilmu Hadis yaitu: Hadis yang diriwayatkan oleh sejumlah rawi yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta dari sejumlah rawi yang semisal mereka dan seterusnya sampai akhir sanad. Sedangkan untuk Al Qur’ â n antara lain maksudnya yaitu ayat-ayat-Nya diturunkan oleh Allah swt kepada Nabi Muhammad saw. melalui Malaikat Jibril secara langsung DR. Nuruddin ‘ITR, Pengantar Ilmu Hadis, Jakarta, Pustaka Bandung 1991, h. 196. Para ulama membaginya menjadi dua : Mutawatir lafadznya dan Mutawatir Maknanya, Hasbi, As Siddieqy , Muhammad. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, Jakarta: PT Pustaka Rizki putra, 1997, cet, ke- 1, h. 177 8 Muhammad Ajjaj al Khatibi, Usul al Hadis Ulumuhu Wa Mustalahuhu, Beirut: Dar el Fikr, 199 M , h. 302 9 M. Syuhudi Ismail. Kaidah Keshahihan Hadis, Jakarta: Bulan Bintang,1995, h. 4 13 Sedangkan yang menjadi objek penelitian adalah hadis-hadis yang diriwayatkan secara ahad, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh sedikit orang atau beberapa orang akan tetapi tidak sampai pada derajat mutawatir, 10 sehingga pemberitaannya pun masih menjadi perbincangan. Dalam konteks seperti ini jelas sekali akan muncul kesahalan-kesalahan baik dari segi periwayatan maupun dari segi penulisan dan ini dinamakan Zanni al Wurud. Walaupun demikian tidak serta merta hadis ahad ditolak, sebab yang membedakan hanyalah dari segi jumlah kuantitas periwayatannya saja. Sedangkan benar dan salahnya suatu berita, bukanlah ditentukan dari aspek tersebut, melainkan juga oleh tingkat kualitasnya, yaitu sejauh mana kredebilitas ‘adil dan dhabit yang dimiliki oleh periwayat. 11 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian terhadap sejumlah hadis ahad merupakan upaya para ilmuan untuk menilai apakah hadis-hadis tersebut dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya atau tidak. Selanjutnya, kesahihan suatu hadis sangat diperlukan ketika hadis itu disampaikan kepada masyarakat. Karena masyarakat, ketika mereka menerima sebuah hadis, baik dalam ceramah agama di Majlis-Majlis ta’lim maupun yang mereka baca dari kitab-kitab atau buku-buku, Mereka hanya menerima dan memahami isi yang terkandung didalam hadis tersebut tanpa mereka mengetahui secara detail teks hadis dan bahkan status dari hadis tersebut. Salah satu contoh dari sekian banyak kitab atau buku yang beredar dimasyarakat adalah kitab Tafsir al-Misbah karya M. Quraish Shihab. Sebuah kitab tafsir yang menggunakan bahasa Indonesia baik dalam menafsirkan al- 10 Drs. Fatchur Rahman, Ikhtishar Musthalah Hadis, Bandung: Al Ma’arif, 1995, h. 67 11 M.Syuhudi Ismail. Kaidah Keshahihan Hadis, Jakarta: Bulan Bintang,1995, h. 4 14 Qur’ân maupun dalam mencantumkan hadis beliau. Selain menggunakan bahasa Indonesia dalam setiap hadis yang digunakannya beliau juga tidak mencantumkan status hadis tersebut, yang padahal penggunaan hadis-hadis tersebut erat kaitannya dalam proses pemahaman ayat-ayat Allah swt., sehingga menurut hemat penulis sangat diperlukan pejelasan tentang kondisi hadis tersebut, terutama dari segi sanadnya. Bertolak dari hal tersebut di atas, penulis akan mencoba menelaah hadis- hadis yang terdapat di dalam Tafsir al-Misbah surah ar-Rahmân dan menjadi alasan penulis memilih judul “Takhrij Hadis-Hadis Kitab Tafsir al-Misbah” Study Kritik Sanad dan Matan Hadis pada Surat ar-Rahmân

A. Pembatasan dan Perumusan Masalah