13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori yang Berkenaan Dengan Variabel yang Diambil
Dalam sebuah penelitian, tentunya ada teori-teori yang menunjang penelitian tersebut. Tujuanya adalah untuk menguatkan penelitian
tersebut dan untuk mengindikasikan penelitian tersebut adalah asli. Dalam penelitian ini akan dibahas beberapa teori yang berkenaan dengan
variabel yang di teliti yaitu teori keagenan, skema bonus direksi, jenis usaha, profitabilitas perusahaan, ukuran perusahaan, dan earning
management atau manajemen laba. Berikut ini akan dijelaskan beberapa teori yang berkaitan dengan penelitian ini.
1. Teori Keagenan Agency Theory Menurut Dermawan Sjahrial 2006:6 teori keagenan adalah
suatu teori yang menyebutkan bahwa ada perbedaan kepentingan antara pemilik pemegang saham, direksi profesional perusahaan,
dan karyawan perusahaan. Disini akan timbul pertentangan antara kepentingan individu dengan kepentingan perusahaan.
Hubungan keagenan Agency Relationship terjadi ketika satu atau lebih individu yang disebut sebagai principal menyewa individu atau
organisasi lain, yang disebut sebagai agen, untuk melakukan sejumlah jasa dan mendelegasikan kewenangan untuk membuat keputusan
kepada agen tersebut. Dalam manajemen keuangan, hubungan keagenan utama terjadi diantara 1 pemegang saham dan manajer dan
13
14 2 manajer dan pemilik utang” Brigham, 2009
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa teori keagenan Agency Theory adalah suatu teori yang menyebutkan
tentang adanya perbedaan kepentingan diantara pihak-pihak yang ada dalam struktur manajemen suatu perusahaan, sehingga dengan adanya
perbedaan tersebut akan terjadi berbagai pertentangan antara kepentingan individu dan kepentingan perusahaan.
Para direksi dimungkinkan memiliki kepentingan pribadi yang bersaing dengan tujuan perusahaan yaitu memaksimalkan laba dengan
tujuan yang lain seperti memaksimalkan kekayaan para pemegang saham. Para direksi diberi kekuasaan oleh para pemilik perusahaan,
yaitu para pemegang saham untuk membuat keputusan, dimana hal ini akan menciptakan potensi konflik kepentingan yang dikenal dengan
teori keagenan atau agency theory. Konsep agency theory merupakan hubungan antara prinsipal dan
agen. Prinsipal mempekerjakan agen untuk melakukan tugas dengan tujuan kepentingan prinsipal, termasuk pendelegasian otorisasi
pengambilan keputusan dari prinsipal kepada agen. Pada perusahaan yang modalnya terdiri atas saham, pemegang saham bertindak
sebagai prinsipal, dan direksi sebagai agen mereka. Pemegang saham mempekerjakan direksi untuk bertindak sesuai dengan
kepentingan prinsipal. Tapi pada kenyataanya para agen dalam hal ini direksi perusahaan yang diberikan kekuasaan oleh pemilik
15 perusahaan dalam hal ini pemegang saham tidak selalu melakukan
keputusan yang dikehendaki oleh pemegang saham. Teori agensi mendasarkan hubungan kontrak antar anggota
dalam perusahaan, dimana prinsipal dan agen sebagai pelaku utama. Prinsipal merupakan pihak yang memberikan mandat kepada agen
untuk bertindak atas nama prinsipal, sedangkan agen merupakan pihak yang diberi amanat oleh prinsipal untuk menjalankan
perusahaan. Dengan demikian, kontrak kerja yang baik antara prinsipal dan agen adalah kontrak kerja yang menjelaskan apa saja
yang harus dilakukan agen atau direksi dalam menjalankan pengelolaan dana yang di investasikan dan mekanisme bagi hasil
berupa keuntungan, return dan risiko-risiko yang telah disetujui oleh kedua belah pihak.
Teori keagenan mengasumsikan bahwa masing-masing individu termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga dapat
menimbulkan konflik antara prinsipal dan agen. Pihak prinsipal termotivasi mengadakan kontrak untuk mensejahterakan dirinya
dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Sedangkan agen termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi
dan psikologinya.
16 Menurut Brigham 2009 Teori keagenan dilandasi oleh tiga
buah asumsi, yaitu: a. Asumsi tentang sifat manusia.
Menekankan bahwa
manusia memiliki
sifat untuk
mementingkan diri sendiri self interest, memiliki keterbatasan rasionalitas bounded rationality dan tidak menyukai risiko risk
aversion. b. Asumsi tentang keorganisasian.
Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria produktivitas, dan adanya
asimetri informasi antara prinsipal dan agen. c. Asumsi tentang informasi.
Asumsi tentang
informasi adalah
bahwa informasi
dipandang sebagai barang komoditi yang bisa diperjualbelikan. Sehingga untuk mendapatkan informasi dibutuhkan pengorbanan
biaya yang harus dikeluarkan. 2. Skema Bonus Direksi
Menurut Neneng Suryatiningsih dan Sylvia Veronika Siregar 2009:4 skema bonus direksi adalah komponen penghitungan
besarnya jumlah bonus yang diberikan oleh pemilik perusahaan atau para pemegang saham melalui RUPS kepada anggota direksi yang
dainggap mempunyai kinerja baik setiap tahun serta apabila perusahaan memperoleh laba.
17 Menurut Ade Gunawan 2008:4 Skema bonus direksi dapat
diartikan sebagai pemberian imbalan diluar gaji kepada direksi perusahaan atas hasil kerja yang dilakukan dengan melihat prestasi
kerja direksi itu sendiri. Prestasi kerja yang dilakukan dapat dinilai dan diukur berdasarkan suatu penilaian yang telah ditentukan
perusahaan secara objektif Menurut Blocher 2007:581 skema bonus direksi adalah
kebijakan dan prosedur untuk memberikan kompensasi bonus bagi direksi yang mencakup berupa bonus atas pencapaian tujuan-tujuan
kinerja untuk suatu periode. Berdasarkan definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa
skema bonus direksi adalah salah satu motif perhitungan akuntansi yang tujuanya untuk menentukan besarnya bonus yang diterima oleh
direksi perusahaan. Dalam melakukan perhitungan ini tentunya didasari oleh keuntungan atau laba yang dihasilkan oleh perusahaan.
Menurut Brigham 2009:324 menyebutkan bahwa beragam bentuk program pemberian bonus dapat dikelompokan menurut tiga aspek
penting, yaitu dasar kompensasi, Sumber kompensasi, dan cara pembayaran.
a. Dasar Kompensasi Ada tiga dasar yang paling umum dalam menentukan dasar
kompensasi, yaitu: 1 Harga saham
18 2 Kinerja berbasis laba SBU biaya, pendapatan, laba, dan
investasi 3 Balance score card
b. Sumber Kompensasi Ada dua sumber pendanaan bonus yang paling umum yaitu
laba SBU direksi dan sumber perusahaan secara keseluruhan yang berdasarkan total laba perusahaan. Dengan demikian rata-rata
pemberian kompensasi bonus di lihat dari kinerja manajemen perusahaan yang diukur melalui laba bersih perusahaan, semakin
tinggi laba yang dihasilkan maka semakin baik pula kinerja manajemen sebuah perusahaa tersebut sehingga semakin besar
pula bonus yang diberikan kepada manajemen perusahaan khususnya dewan direksi.
c. Cara Pembayaran Menurut Blocher 2007:587 menyebutkan bahwa dalam
membayarkan bonus, ada dua cara umum yang sering dipakai oleh perusahaan yaitu pemberian secara tunai dan pemberian
saham yang berupa saham biasa. Secara tunai biasanya diberikan melalui remunerasi maupun pemberian harta lain seperi fasilitas
rumah, kendraan, dan lain-lain. Sedangkan apabila tidak secara tunai dapat diberikan melalui saham bonus, saham biasa, dan lain-
lain.
19 Dalam mengukur besarnya bonus bagi eksekutif perusahaan dalam
hal ini dewan direksi, yang menjadi tolak ukur besarnya bonus yang diberikan biasanya melihat laba yang dihasilkan oleh perusahaan
tersebut. Semakin besar laba yang dihasilkan, maka semakin besar pula
bonus yang diberikan. Mengingat bahwa skema bonus berdasarkan laba merupakan cara yang paling populer dalam memberikan
penghargaan kepada eksekutif perusahaan, maka adalah logis bila manajer yang remunerasinya didasarkan pada tingkat laba akan
memanipulasi laba tersebut untuk memaksimalkan penerimaan remunerasinya. Karena besaran bonus bagi direksi perusahaan
tergantung pada jumlah laba dibagi, maka direksi yang oportunis akan berusaha mencapai jumlah laba dibagi tertentu untuk dapat
memaksimalkan penerimaan bonus mereka dengan melakukan manajemen laba.
Besaran maksimum bonus ditetapkan berdasarkan persentase tertentu dari laba dibagi. Dalam hal ini, laba dibagi adalah laba bersih
setelah pajak dikurangi dengan laba penjualan aktiva, laba penjualan saham anak perusahaan, dan pendapatan lain-lain dari restitusi pajak
tahun buku sebelumnya. Selain itu, jumlah maksimum bonus yang dibayarkan juga sangat tergantung dari persentase pencapaian laba
usaha sebelum biaya bunga dan penyusutan, laba usaha sebelum biaya bunga dan laba bersih baik terhadap realisasi tahun lalu maupun
anggaranya.
20 Skema bonus bagi dewan direksi memasukkan budget standard
dan period year standard, dimana skema bonus didasarkan pada ukuran kinerja yang dibandingkan dengan budget tahunan dan
pencapaian atas realisasi laba tahun sebelumnya. Sistem budget didasarkan pada premis bahwa direksi seharusnya diberikan
penghargaan karena dapat mencapai target yang ditetapkan untuk periode tersebut dan memberi hukuman jika tidak mencapai target.
Namun, sistem semacam ini mengandung insentif bagi direksi untuk menyusun target yang mudah dicapai dan ketika target telah
ditetapkan, mereka akan melakukan apapun untuk memastikan bahwa target tersebut tercapai meskipun akan merugikan perusahaan. Direksi
melalui Manajer akan memainkan realisasi anggaran atau pencapaian target, yang biasanya dilakukan melalui aktivitas manajemen laba.
Mengingat ukuran kinerja utama yang dijadikan dasar perhitungan bonus direksi perusahaan adalah pencapaian laba, baik terhadap tahun
lalu maupun anggarannya, maka dengan demikian dapat diduga bahwa insentif direksi untuk mencapai anggaran laba dan realiasi laba tahun
sebelumnya tersebut berpengaruh terhadap aktivitas manajemen laba. Mendasarkan standar kinerja terhadap budget atau kinerja tahun
lalu memiliki implikasi yang hampir sama karena budget saat ini tentunya akan sangat tergantung pada sebagian besar kinerja tahun
sebelumnya. Sebagai badan usaha yang berbadan hukum, perusahaan mempunyai target-target tertentu yang terkait dengan pemenuhan
21 keuangan seperti dividen dan pajak. Untuk kepentingan itu, biasanya
pemegang saham akan menetapkan tingkat pertumbuhan laba tertentu yang harus dicapai oleh perusahaan pada tahun yang akan datang.
Target pertumbuhan laba tersebut akan diakomodasi pada saat penetapan anggaran perusahaan, sehingga angka anggaran laba
biasanya akan ditetapkan lebih tinggi dari prognosa atau realisasi laba tahun sebelumnya.
Dengan angka anggaran laba yang lebih tinggi dari laba tahun lalu, maka akan lebih realistis bagi manajemen untuk mencapai realisasi
laba tahun lalu daripada mencapai anggaran laba. Disamping itu, skema bonus direksi dan komisaris yang memberikan bobot lebih besar
terhadap pencapaian laba tahun lalu dibandingkan pencapaian anggaran laba diduga akan mendorong direksi untuk lebih
memfokuskan effort guna mencapai realisasi laba tahun lalu. Berdasarkan hal tersebut, dihipotesiskan bahwa tindakan manajemen
laba yang dilakukan oleh direksi lebih dipengaruhi oleh motivasi untuk mencapai laba tahun sebelumnya daripada untuk mencapai anggaran
laba. Mengingat bahwa skema bonus berdasarkan laba merupakan cara
yang paling populer dalam memberikan penghargaan kepada eksekutif perusahaan, maka adalah logis bila direksi yang remunerasinya
didasarkan pada tingkat laba akan memanipulasi laba tersebut untuk memaksimalkan penerimaan bonus dan remunerasinya.
22 3. Jenis Usaha
Menurut Recue 2008:3 jenis usaha adalah perbedaan jenis usaha yang dilakukan oleh masing-masing perusahaan dalam
melakukan usahanya. Secara garis besar perusahaan dapat dibagi menjadi perusahaan manufaktur dan keuangan. Ada tiga jenis usaha
yang dioperasikan untuk mendapatkan keuntungan yaitu jasa, merchandising, dan bisnis manufaktur.
Sedangkan menurut Anne Ahira 2009:34 yang dimaksud dengan jenis usaha adalah segala macam usaha meliputi bidang perindustrian,
perdagangan, jasa dan keuangan pembiayaan. Pengertian usaha sendiri adalah segala bentuk tindakan, perbuatan atau kegiatan
ekonomi yang dilakukan untuk memperoleh laba. Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa jenis usaha adalah perbedaan konsentrasi dan bidang usaha yang dilakukan oleh perusahaan dalam melakukan bisnisnya.
Setiap jenis usaha memiliki karakteristik yang unik. Bisnis jasa menyediakan layanan yang dibutuhkan oleh konsumen dalam bidang
jasa atau pelayanan. Bisnis merchandising menjual produk yang mereka beli dari bisnis lain untuk konsumen, dalam hal ini
merchandiser membawa suatu produk bersama pelanggan. Bisnis manufaktur menjalankan usaha dengan memproduksi serta merakit
barang-barang yang dibutuhkan oleh konsumen.
23 4. Profitabilitas Perusahaan
Menurut Moeljadi 2006:6 profitabilitas perusahaan adalah ukuran kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba, baik dengan
menggunakan seluruh aktiva yang ada maupun dengan menggunakan modal sendiri. Sehingga dapat diketahui tingkat profitabilitas
perusahaan untuk mengambil keputusan maupun untuk kepentingan lainya.
Menurut Darsono 2009:58 profitabilitas perusahaan adalah kemampuan manajemen untuk memperoleh laba baik yang berupa laba
kotor, laba operasi, dan laba bersih. Untuk memperoleh laba diatas rata-rata, manajemen harus mampu meningkatkan pendapatan
revenue dan mengurangi semua beban expenses atas pendapatan itu berarti manajemen harus memperluas pangsa pasar dengan tingkat
harga yang menguntungkan dan menghapuskan aktifitas yang tidak bernilai tambah.
Sedangkan menurut Brigham 2009:35 profitabilitas perusahaan adalah hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan yang
dilkukan oleh manajemen perusahaan. Rasio-rasio yang telah dibahas sejauh ini dapat memberikan petunjuk-petunjuk yang berguna dalam
menilai ke efektifan dari operasi sebuah perusahaan, tapi rasio profitabilitas akan menunjukan kombinasi efek dari likuiditas.
24 Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa
profitabilitas adalah suatu ukuran kemampuan perusahaan melalui manajemen perusahaan tersebut untuk menghasilkan laba.
Menurut Moeljadi 2006:37 menyebutkan bahwa dalam mengukur tingkat profitabilitas ada beberapa rasio yang bisa dipakai
yaitu gross profit margin, net profit margin, rate of return on total asset, rate of return on investment, dan return on equity.
a. Gross Profit Margin
Yaitu rasio yang menunjukan kemampuan penjualan dalam menghasilkan laba kotor. Sehingga bisa diketahui tingkat penjualan
yang berhasil dilakukan akan memberikan tingkat pendapatan yang berupa laba kotor. Rasio ini ditentukan dengan ketentuan laba
kotor dibagi dengan penjualan bersih. b.
Net Profit Margin Yaitu Rasio yang menunjukan kemampuan penjualan dalam
menghasilkan laba bersih. Rasio ini ditentukan dengan ketentuan laba sebelum pajak earnings after tax dibagi dengan penjualan
bersih. c.
Rate Of Return on Total Asset Yaitu rasio yang menunjukan kemampuan total aktiva
menghasilkan laba bersih. Rasio ini ditentukan dengan ketentuan laba bersih dibagi dengan total aktiva.
25 d.
Rate Of Return on Investment Yaitu rasio yang menunjukan kemampuan aktiva rata-rata
dalam menghasilkan laba setelah pajak. Rasio ini ditentukan dengan ketentuan laba setelah dipotong pajak dibagi dengan total
aktiva rata-rata. e.
Return On Equity Yaitu rasio yang menunjukan kemampuan modal sendiri dalam
menghasilkan keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham. Rasio ini diukur dengan ketentuan laba setelah dipotong pajak
dibagi dengan modal sendiri rata-rata. Tingkat profitabilitas suatu perusahaan dapat juga menjadi tolak
ukur dalam menentukan kondisi perusahaan sehingga perusahaan dapat mengetahui
kondisinya. Tingkat
profitabilitas yang
tinggi menunjukkan bahwa kinerja perusahaan baik dan pengawasan berjalan
dengan baik, sedangkan dengan tingkat profitabilitas yang rendah menunjukkan bahwa kinerja perusahaan kurang baik, dan kinerja
manajemen tampak buruk di mata principal. Dalam mengukur profitabilitas, para pemakai laporan keuangan atau pihak-pihak yang
berkepentingan biasanya menemui berbagai permasalahan seperti data didalam laporan keuangan yang telah dimodifikasi, dan lain-lain.
Dalam mengukur tingkat profitabilitas, ada beberapa tolak ukur yang sangat penting karena banyak digunakan dalam menghitung
rasio-rasio yang menghitung tingkat profitabilitas, yaitu aktiva dan
26 laba. Profitabilitas bisa menjadi acuan untuk melihat kondisi suatu
perusahaan. Sehingga apabila tingkat profitabilitas tinggi maka para investor atau pihak-pihak lain yang berkepentingan terhadap
perusahaan tersebut akan menilai bahwa perusahaan itu baik. Dengan demikian, perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi
akan lebih disukai para investor untuk melakukan investasi dan pihak lain dengan berbagai kepentingan masing-masing.
5. Ukuran Perusahaan Menurut Dominick 2005:8 ukuran perusahaan adalah skala
ukuran yang dilihat dari total aktiva suatu perusahaan atau organisasi yang menggabungkan dan mengorganisasikan berbagai sumber daya
dengan tujuan untuk memproduksi barang atau jasa untuk di jual. Menurut Edy Suwito dan Arleen Herawaty 2005:138 ukuran
perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecil perusahaan menurut berbagai cara, antara lain total aktiva, log
size, nilai pasar saham, dan lain-lain. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam 3 kategori yaitu perusahaan besar
large firm, perusahaan menengah medium-size dan perusahaan kecil small firm.
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar
kecilnya perusahaan. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi dalam tiga kategori, yaitu perusahaan besar, perusahaan
27 menengah, dan perusahaan kecil.
Ukuran perusahaan merupakan proksi volatilitas operasional dan inventory controlability yang seharusnya dalam skala ekonomis
besarnya perusahaan menunjukkan pencapaian operasi lancar dan pengendalian persediaan. Ukuran perusahaan diproksikan dari
penjualan bersih net sales, total penjualan dalam mengukur besarnya perusahaan. Karena biaya politik cenderung lebih besar,
maka perusahaan dengan tingkat penjualan yang tinggi cenderung memilih kebijakan akuntansi yang mengurangi laba. Jika
perusahaan sensitif terhadap variasi ukuran perusahaan, perusahaan yang lebih besar akan lebih menyukai prosedur metode akuntansi
yang dapat menunda pelaporan laba. 6. Manajemen laba Earning Management
Menurut Belkoui 2007:201 definisi dari manajemen laba adalah potensi penggunaan manajemen akrual dengan tujuan untuk
memperoleh keuntungan
pribadi yang
dalam praktiknya
menggunakan laporan keuangan sebagai saran untuk melakukan tindakan tersebut.
Menurut Widjaja 2007:3 manajemen laba adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh pihak manajemen untuk menaikan atau
menurunkan laba yang dilaporkan dari unit yang menjadi tanggung jawabnya, yang tidak mempunyai hubungan dengan kenaikan atau
penurunan profitabilitas perusahaan untuk jangka panjang.
28 Menurut Sri Sulystianto 2008:6 manajemen laba didefinisikan
sebagai uapaya manajer perusahaan untuk mengintervensi atau mempengaruhi informasi-informasi dalam laporan keuangan dengan
tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan.
Istilah mengelabui dan intervensi inilah yang dipakai sebagai dasar sebagian pihak untuk menilai manajemen laba sebagai kecurangan.
Sementara pihak lain tetap mengagap aktivitas manajerial ini bukan sebagai kecurangan alasanya intervensi itu dilakukan manajer
perusahaan masih dalam kerangka standar akuntansi yaitu masih menggunakan metode akuntansi dan prosedur yang diterima dan diakui
secara umum. Berdasarkan penjelasan diatas maka manajemen laba dapat
diartikan sebagai suatu tindakan manajemen yang mempengaruhi laba yang dilaporkan dan memberikan manfaat ekonomi yang keliru kepada
perusahaan, sehingga dalam jangka panjang hal tersebut akan sangat mengganggu bahkan membahayakan perusahaan.
Definisi manajemen laba mengandung beberapa aspek. Pertama intervensi manajemen laba terhadap laporan keuangan dapat dilakukan
dengan penggunaan judgment, misalnya judgment yang dibutuhkan dalam mengestimasi sejumlah peristiwa ekonomi di masa depan untuk
ditunjukan dalam laporan keuangan, seperti perkiraan umur ekonomis dan nilai residu aktiva tetap, tanggung jawab untuk pensiun, pajak
29 yang ditangguhkan, kerugian piutang dan penurunan nilai asset.
Kedua, tujuan manajemen laba untuk menyesatkan stakeholder mengenai kinerja ekonomi perusahaan. Hal ini muncul ketika
manajemen memiliki akses terhadap informasi yang tidak dapat diakses oleh pihak luar.
Banyak alasan
melakukan manajemen
laba, termasuk
meningkatkan kompensasi direksi yang terkait dengan laba yang dilaporkan, meningkatkan harga saham, dan usaha mendapatkan
subsidi dari pemerintah. Ada sejumlah insentif utama untuk melakukan manajemen laba yaitu insentif perjanjian, dampak harga saham, dan
insentif lainya Belkoui:2006 a. Insentif perjanjian
Banyak perjanjian yang menggunakan angka akuntansi. Misalnya perjanjian kompensasi direksi biasanya mencakup bonus
berdasarkan laba. Perjanjian bonus biasanya memiliki batas atas dan bawah, artinya direksi tidak mendapat bonus jika laba lebih
rendah dari batas bawah dan tidak mendapatkan bonus saat laba lebih tinggi dari batas atas. Hal ini berarti direksi memiliki insentif
untuk meningkatkan atau mengurangi laba berdasarkan tingkat laba yang belum diubah terkait dengan batas atas dan bawah.
b. Dampak Harga Saham Potensi dampak harga saham misalnya direksi dapat
meningkatkan laba untuk menaikkan harga saham perusahaan
30 sementara sepanjang satu kejadian tertentu seperti merger yang
akan dilakukan atau penawaran surat berharga, atau rencana menjual saham atau melaksanakan opsi. Direksi juga melakukan
manajemen laba untuk menurunkan persepsi pasar akan risiko dan menurunkan biaya modal.
c. Insentif Lain Terdapat beberapa alasan melakukan tindakan earning
management lainnya.
Laba seringkali
diturunkan untuk
menghindari biaya politik dan penelitian yang dilakukan badan pemerintah. Selain itu, perusahaan dapat menurunkan laba untuk
memperoleh keuntungan dari pemerintah, misalnya subsidi atau proteksi dari persaingan asing. Perusahaan juga menurunkan laba
untuk mengelakkan permintaan serikat buruh. Salah satu insentif lain adalah perubahan manajemen yang sering menyebabkan big
bath karena beberapa alasan. Pertama, melemparkan kesalahan pada direksi yang berwenang. Kedua, sebagai tanda bahwa direksi
baru harus membuat keputusan tegas untuk memperbaiki perusahaan. Ketiga, dan yang terpenting, yaitu memberikan
kemungkinan dilakukannya peningkatan laba di masa depan. Dalam melakukan praktik manajemen laba, manajemen memiliki
beberapa strategi dalam melaksanakan praktik ini yaitu meningkatkan laba, taking big bath, dan perataan laba.
31 a. Meningkatkan laba increasing income
Cara ini dilakukan dengan meningkatkan laba yang dilaporkan pada periode kini untuk membuat perusahaan dipandang lebih baik.
Peningkatan laba juga dimungkinkan selama beberapa periode. Pada skenario pertumbuhan, akrual pembalik lebih kecil
dibandingkan akrual kini sehingga dapat meningkatkan laba. Kasus yang terjadi adalah perusahaan dapat melaporkan laba yang lebih
tinggi berdasarkan manajemen laba yang agresif sepanjang periode waktu yang panjang. Selain itu, perusahaan dapat melakukan
manajemen laba untuk meningkatkan laba selama beberapa tahun dan kemudian membalik akrual sekaligus pada satu saat
pembebanan. Pembebanan satu saat ini sering kali dilaporkan “di bawah laba
bersih” below the line sehingga dipandang tidak terlalu relevan.
b. Taking Big Bath Strategi big bath dilakukan melalui penghapusan sebanyak
mungkin pada satu periode. Periode yang dipilih biasanya periode dengan kinerja yang buruk seringkali pada masa resesi dimana
perusahaan lain juga melaporkan laba yang buruk atau peristiwa saat terjadi satu kejadian yang tidak biasa seperti perubahan
manajemen, merger, atau restrukturisasi. Strategi ini juga seringkali dilakukan setelah strategi peningkatan laba pada periode
sebelumnya. Karena sifat big bath yang tidak biasa dan tidak
32 berulang, pemakai cenderung tidak memperhatikan dampak
keuangannya. c. Perataan laba Income smoothing
Menurut Beidelman perataan laba adalah pengurangan atau fluktuasi yang disengaja terhadap beberapa tingkatan laba yang saat
ini dianggap normal oleh perusahaan Belkoui:2007. Perataan laba merupakan bentuk umum manajemen laba. Pada
strategi ini, manajer meningkatkan atau menurunkan laba yang dilaporkan untuk mengurangi fluktuasinya. Perataan laba juga
mencakup tidak melaporkan bagian laba pada periode baik dengan menciptakan cadangan atau bank laba dan kemudian melaporkan
laba ini saat periode buruk. Manajemen laba merupakan masalah keagenan yang seringkali
dipicu oleh adanya pemisahan peran atau perbedaan kepentingan antara pemegang saham dengan manajemen perusahaan. Kedua
pihak tersebut berupaya untuk lebih mengutamakan kepentingannya masing-masing daripada kepentingan perusahaan.
33
B. Penelitian Terdahulu