16
penanggulangan gelombang kedatangan pencari suaka akan semakin efektif dan
efisien, serta mengantisipasi ancaman yang akan di timbulkan.
1.5 Landasan Konseptual
Untuk menjawab rumusan permasalahan di atas peneliti akan mencoba menggambarkan serta menjelaskan dengan menggunakan beberapa landasan
konseptual :
1.5.1 Cooperative Security
Politik luar negeri merupakan sebuah instrumen atau strategi yang digunakan suatu Negara, untuk mendapatkan kepentingan nasionalnya dalam
berhubungan dengan dunia internasional, dengan cara apapun sebuah Negara akan akan berusaha untuk mendapatkan kepentingan nasionalnya.
17
Menurut Allan Gyngel kepentingan nasional merupakan tujuan suatu Negara yang berorientasi
pada kesejahteraan masyarakat serta kebutuhan masyarakat akan keamanan yang di interpretasikan melalui kebijakan luar negerinya.
18
Setiap Negara tentunya memiliki kepentingan-kepentingan yang berbeda di kancah internasional, namun
kepentingan dasar suatu Negara antara lain adalah keamanan wilayah, warga, serta kedaulatannya. Negara sebagai aktor yang melakukan politik luar negeri,
tetap menjadi unit politik utama dalam sistem hubungan internasional, meskipun
17
Dalam Artikel, Yanyan Mochammad Yani, Drs. MAIR. Ph.D, “Politik Luar Negeri”, Di unduh
dari http:pustaka.unpad.ac.idwp-contentuploads201006politik_luar_negeri.pdf diakses pada 25-10-2013
18
Allan Gyngel and M Wesley, Making Australian Foreign Policy, Oxford, 2007. Hal 23 di unduh dari http:en.bookfi.orgbook1127186 pada tanggal 28-03-2014
17
terdapat aktor-aktor non-Negara yang juga berkecimpung dalam kancah internasional.
19
Keamanan berkaitan dengan isu-isu yang mengancam kelangsungan hidup di dalam sebuah Negara dan Negara bukanlah satu-satunya yang menjadi
ancaman dalam agenda perluasan keamanan, Barry Buzan membagi keamanan kedalam lima dimensi yang kiranya membutuhkan penanganan yang lebih baik :
20
a. Military security: berfokus pada aspek militer antar Negara.
b. Political security: fokus pada pengorganisasian stabilitas negara, sistem
pemerintahan serta idiologi dan legitimasi terhadap pemerintah. c.
Economic security: fokus pada akses sumber daya, keuangan dan pasar yang berguna dalam upaya menjaga tingkat kemakmuran, karena ekonomi juga
bentuk dari power suatu Negara. d.
Societal security: memfokuskan pada upaya untuk tetap memelihara tradisi budaya baik dalam konteks bahasa, kultur, kebiasaan, agama dan identitas
nasional. e.
Environmental security: fokus pada menjaga lingkungan secara luas yang memiliki fungsi sebagai penopang bagi keberlangsungan mahluk hidup.
Buzan disini memperlihatkan bahwa permasalahan tentang isu keamanan era ini tidak hanya berada pada sektor militer saja. Buzan mengklasifikasikannya
menjadi beberapa sector, seperti aspek-aspek yang telah di sebutkan sebelumnya. Aspek-aspek yang diklasifikasikan oleh Barry Buzan dinilai pula memerlukan
perhatian, agar dapat terhindar dari sesuatu yang berpotensi mengancam. Perlunya
19
Ibid
20
Barry Buzan, dalam Dr. Anak agung banyu perwita, Hal 128, Op.cit
18
memperhatikan aspek aspek tersebut dikarenakan, ketika salah satu sektor tersebut terganggu atau terancam, maka akan menyebabkan instabilitas sebuah Negara
sehingga sangat perlu untuk menjaga stabilitas sector-sector tersebut. Peneliti disini melihat adanya potensi ancaman yang dapat ditimbulkan
oleh kedatangan para pencari suaka. Dalam kasus pencari suaka ini terlihat tidak mengancam pada sector militer, namun mengancam sector-sektor lain di luar
militer. Dengan demikian permasalahan isu pencari suaka ini dapat di kategorikan dalam isu keamanan non-tradisional. Coopertive Security terbentuk karena realita
semakin meluasnya pemahaman konsep keamanan yang tidak mungkin mampu di selesaikan per-negara, artinya untuk menghadapi berbagai tantangan keamanan
internasional yang bersifat non-tradisional diperlukan respon yang kolektif dimana saling membangun kepercayaan perlu untuk diwujudkan. Cooperative
security memberikan sebuah penekanan terhadap upaya kerjasama antar aktor yang di lakukan dalam menciptakan keamanan melalui sebuah dialog, konsultasi,
serta saling berbagi informasi satu sama lain.
21
Australia merupakan salah satu dari beberapa Negara destinasi para pencari suaka yang ingin mendapatkan perlindungan. Sebagian dari para pencari
suaka ini, datang dengan menggunakan cara yang tidak di anjurkan oleh pemerintah australia karena dianggap telah melanggar peraturan imigrasi
Australia. Hal tersebut memberikan dampak pula terhadap Negara tetangga, yaitu Indonesia yang merupakan jalur bagi para pencari suaka yang ingin mendapatkan
suaka di Australia. Indonesia tentunya juga dirugikan dengan keadaan tersebut
21
Ibid hal: 129
19
salah satunya adalah meningkatnya tingkat kejahatan Trans National. Menurut mantan
Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Komisaris Jenderal Ito Sumardi, para pelintas batas secara illegal yang sedang mencari suaka akan rawan
dimanfaatkan untuk digunakan sebagai kurir, atau bahkan kepentingan untuk merakit bom dalam aksi terorisme.
22
Kerjasama yang dilakukan oleh Australia dengan Indonesia melalui Australia Federal Police dengan kepolisian Republik Indonesia dengan dasar
adanya saling kebutuhan akan rasa aman dari aspek ancaman yang sama, serta mengancam keamanan nasional kedua Negara. Australia dan Indonesia sadar
bahwa pencari suaka yang datang tidak dengan mematuhi prosedur perlu ditangani dengan serius dengan melakukan kerjasama yang di wakili oleh institusi
penegak hokum masing-masing Negara.
23
Kerjasama yang dilakukan antar instansi penegak hukum diaplikasikan dengan saling bertukar informasi yang di
perlukan, melakukan operasi bersama, serta kerjasama pengembangan sumberdaya manusia dan peralatan sesuai dengan kesepakatan tertulis kedua belah
fihak.
24
Australia Federal Police sepakat untuk melakukan kerjasama dengan Kepolisian Republik Indonesia untuk mengatasi para pencari suaka dalam sebuah
perjanjian yang telah di sepakati oleh kedua fihak. Indonesia memiliki peran
22
Wayan Agus Purnomo, “Pelintas batas rawan rawan jadi kurir transnasional” dalam http:www.tempo.coreadnews20110329063323718Pelintas-Batas-Rawan-Jadi-Kurir-
Transnasional di akses pada tanggal 01-09-2014
23
Dalam “NOTA KESEPAHAMAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH COMMONWEALTH OF AUSTRALIA TENTANG PENANGGULANGAN
KEJAHATAN LINTAS NEGARA DAN PEN GEMBANGAN KERJASAMA KEPOLISIAN” di
akses dari http:treaty.kemlu.go.iduploads-pub4245_AUS-2008-0174.pdf pada tanggal 12-11- 2013
24
Ibid
20
penting dalam penanganan pencari suaka ini, karena mengingat Indonesia merupakan jalur yang banyak dilalui oleh para pencari suaka dan juga tersedianya
fasilitas yang akan mempermudah para pencari suaka menuju Australia. Upaya Pemerintah Indonesia dalam penanganan pengungsi tidak terlepas dari peran
pemerintah Australia yang memberi sokongan atau bantuan logistik dan materil kepada pemerintah Indonesia. Bantuan-bantuan tersebut tentunya sangat
membantu Indonesia untuk menghadang para pengungsi yang datang mengingat Indonesia bukanlah anggota konvensi pengungsi 1951 dan Protokol 1967.
1.5.2 National Security