a. Dalam memperoleh rekaman CCTV harus memenuhi persyaratan
minimum sistem elektronik yang ditentukan dalam Pasal 16 ayat 1, dan b.
Bukan merupakan hasil tindakan intersepsi atau penyadapan. Kecuali intersepsi tersebut dilakukan dengan tata cara yang sah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
C. Beberapa Kasus Tindak Pidana Korupsi yang Menggunakan Rekaman CCTV sebagai Alat Bukti
Setelah lebih dari 15 tahun sejak berlakunya pasal 26A UU Tipikor, pengadilan tindak pidana korupsi sudah banyak menangani kasus-kasus korupsi
dengan menggunakan alat bukti elektronik, termasuk rekaman kamera pengintai atau rekaman CCTV. Berikut adalah beberapa kasus korupsi yang menggunakan
rekaman CCTV dalam proses pembuktiannya. Dalam kasus di bawah ini dapat dilihat bagaimana peranan rekaman CCTV dalam tindak pidana korupsi.
1. Kasus Tindak Pidana Korupsi Atas Nama Rahmat Syahputra
Perkara ini telah diputus oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Pekanbaru dengan nomor putusan 29Pid.Sus2012PN.PBR
dengan nama terdakwa Rahmat Syahputra. Rahmat Syahputra adalah seorang karyawan PT. Pembangunan Perumahan Persero Tbk cabang XI. Rahmat
Syahputra berposisi sebagai Site Administrasi Manajer dalam Kerja Sama Operasional KSO antara PT. Pembangunan Perumahan Persero Tbk PT. PP -
PT. Adhi Karya Persero Tbk PT. ADHI – PT. Wijaya Karya Persero Tbk PT. WIKA yang bertugas mencatat biaya-biaya, penghitungan pajak dan
melakukan penagihan termin.
Universitas Sumatera Utara
Oleh pengadilan Tipikor PN Pekanbaru, Rahmat Syahputra dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana
Korupsi Secara Bersama-sama serta dijatuhi pidana penjara selama 2 tahun dan 6 bulan dan denda sebesar Rp. 50.000.000,- dengan ketentuan apabila denda tidak
dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan. Oleh Majelis Hakim, Rahmat dinyatakan melakukan perbuatan sesuai
dakwaan alternatif pertama yaitu Pasal 5 ayat 1 huruf a UU No.31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang perubahan atas
UU No.31 Tahun 1999 jo. Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP yang bunyinya, Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 satu tahun dan paling lama 5 lima
tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,- lima puluh juta rupiah dan paling banyak Rp. 250.000.000,- dua ratus lima puluh juta rupiah.
“Setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara dengan maksud Penyelenggara Negara tersebut
berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bersangkutan dengan kewajibannya.” Karena perbuatan tersebut dilakukan oleh beberapa orang, maka
majelis hakim mengkaitkannya dengan pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP yang bunyinya adalah, “dipidana sebagai pelaku tindak pidana mereka yang melakukan,
yang meyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan.” Pembuktian dalam perkara korupsi ini menggunakan rekaman CCTV
dalam pembuktiannya, yaitu BB No. 179 satu buah flashdisk bertuliskan “Lifestyle Scheoffel” warna silver dengan bungkus kulit warna hitam bertuliskan
Mandiri Prioritas yang berisi rekaman CCTV kegiatan nasabah an. Satria Hendri
Universitas Sumatera Utara
pada tanggal 3 April 2012. Rekaman tersebut menunjukkan 2 orang yang duduk di sofa yang diketahui orang pertama adalah terdakwa dan yang satunya lagi
adalah Satria Hendri yang merupakan perwakilan dari PT Adhi Karya. Rekaman CCTV memperlihatkan bahwa Satria Hendri menyerahkan kantong plastik hitam
yang diakui oleh Satria Hendri adalah uang senilai Rp. 319.000.000,-. Uang tersebut yang bila digabungkan dengan uang yang telah dipegang Rahmat
Syahputra menjadi berjumlah Rp. 900.000.000,- yang diserahkan kepada Faisal Aswan, seorang anggota DPRD Provinsi Riau.
Rekaman CCTV tidak menunjukkan secara langsung tindakan korupsi yang dilakukan oleh para pelaku. Namun berdasarkan rekaman CCTV itu, hakim
dapat membangun sebuah alur dengan melihat keterkaitannya dengan alat bukti lain yaitu keterangan saksi satria hendri yang mengakui isinya adalah uang.
Rekaman CCTV tersebut menunjukkan salah satu orang yang memberikan aliran dana untuk kemudian diberikan kepada DPRD Provinsi Riau sebagai “uang lelah”
dalam melakukan revisi peraturan daerah.
2. Kasus Tindak Pidana Korupsi Atas Nama Musandrian A.Md Bin Mustar