Pengemasan dan penyimpanan pH

merupakan larutan dengan konsentrasi 10 -1 dan pemupukan dilakukan sampai 10 -3 . Metode yang digunakan adalah metode cawan tuang, yakni agar steril dituangkan ke dalam cawan yang telah berisi sampel pada pengenceran tertentu sebanyak 15-20 ml. Selanjutnya cawan yang telah diinokulasi, diinkubasi dalam inkubator bersuhu 37 C selama 48 jam, diletakkkan dalam posisi terbalik, dan dipilih cawan yang menunjukkan jumlah koloni antara 25-250 BAM 2001. Total Koliform Uji koliform dengan metode MPN menggunakan tiga seri tabung pada empat tingkat pengenceran 10 -1 - 10 -4 . Sebanyak 10 gram sampel tempe bacem dimasukkan ke dalam plastik steril yang berisi buffer fosfat sebanyak 90 ml dan dihomogenisasi. Pengenceran dilakukan dengan mengambil 1 ml contoh dari masing-masing tingkat pengenceran ke tiga seri tabung LSTB untuk analisis MPN. Tabung diinkubasi pada suhu 37 C selama 24+2 jam atau 48+3 jam jika belum ada pembentukan gas. Jika terjadi kekeruhan dan ada gas, dilanjutkan pertumbuhan ke media BGLBB. Tabung yang telah berisi BGLBB selanjutnya diinkubasi pada suhu 35 C selama 48+3 jam. Tabung positif koliform ditandai dengan kekeruhan dan adanya gelembung gas pada tabung durham BAM 2002. Kemudian hasil pengamatan dicocokkan dengan tabel MPN 3 seri tabung serta dinyatakan dalam MPN. Rancangan Percobaan Penelitian Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap RAL dengan masing-masing dua ulangan. Model matematik RAL tersebut adalah sebagai berikut: Yijk = μ + Ai + Σ ij Di mana: Yij = Nilai pengamatan μ = Nilai rata-rata umum Ai = Pengaruh taraf perlakuan ke-i Σ ij = Galat percobaan Analisis keragaman Analysis of Variance dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS Seri 20 pada p= 0,05. Uji lanjut dilakukan dengan menggunakan Uji Duncan. HASIL DAN PEMBAHASAN Formulasi dan seleksi bumbu tempe bacem Formulasi bumbu yang dilakukan dengan metode trial and error menghasilkan tiga jenis formula pembuatan tempe bacem seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1 Tiga jenis formula tempe bacem per 1000 gram tempe Formula A Formula B Formula C Bahan: Tempe g 1000 1000 1000 Air ml 1000 1000 1000 Daun salam g 5 5 5 Lengkuas g 5 5 5 Gula merah g 410 410 410 Asam jawa g Bumbu Halus: - - 37 Bawang merah g 90 90 90 Bawang putih g 30 30 30 Kemiri g 15 15 15 Ketumbar g 7 7 7 Garam g 12 12 12 Keterangan: Formula A : Perlakuan bumbu direbus tanpa asam jawa Formula B : Perlakuan bumbu digoreng tanpa asam jawa Formula C : Perlakuan bumbu direbus ditambah asam jawa Tiga jenis formula pembuatan tempe bacem yang diperoleh pada tahap formulasi, diseleksi untuk diambil satu jenis formula terbaik melalui uji rating hedonik yang melibatkan 67 panelis dengan skala hedonik 1-7. Parameter yang digunakan meliputi rasa, warna, aroma, tekstur, dan penilaian secara keseluruhan overall. Nilai uji rating hedonik terhadap tiga jenis formula tempe bacem sebelum dan setelah digoreng, ditunjukkan pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2 Nilai uji sensori formula tempe bacem sebelum digoreng dengan metode rating hedonik Formula Parameter yang dinilai Aroma Warna Rasa Tekstur Overall A 4.10 a 3.54 a 4.91 a 4.66 a 4.49 a B 5.03 b 5.19 b 5.10 a 4.76 a 5.17 b C 5.33 b 5.48 b 5.45 a 5.03 a 5.51 b Angka-angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan sangat berbeda nyata p0.01 Tabel 3 Nilai uji sensori formula tempe bacem setelah digoreng dengan metode rating hedonik Formula Parameter yang dinilai Aroma Warna Rasa Tekstur Overall A 4.73 a 4.87 a 4.99 b 5.22 b 4.90 b B 4.69 a 4.88 a 3.48 a 4.31 a 3.96 a C 5.12 a 5.19 a 5.49 b 4.76 ab 5.52 c Angka-angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan sangat berbeda nyata p0.01 Analisis ragam Lampiran 1 menunjukkan bahwa perlakuan formula pada tempe bacem sebelum digoreng, berpengaruh sangat nyata p0.01 terhadap atribut sensori aroma. Analisis lanjut dengan uji beda Duncan Lampiran 1a dan ditunjukkan pada Tabel 2, formula A memiliki aroma sangat nyata lebih rendah dibandingkan formula B dan C, sedangkan formula B dan C tidak berbeda nyata. Pada uji sensori seleksi formula tempe bacem setelah digoreng, analisis ragam Lampiran 1b menunjukkan bahwa perlakuan formula tidak berpengaruh nyata terhadap atribut sensori aroma. Analisis ragam Lampiran 2 menunjukkan bahwa perlakuan formula pada tempe bacem sebelum digoreng berpengaruh sangat nyata p0.01 terhadap atribut sensori warna. Analisis lanjut dengan uji beda Duncan Lampiran 2a dan ditunjukkan pada Tabel 2, formula A memiliki warna sangat nyata lebih rendah dibandingkan formula B dan C, sedangkan formula B dan C tidak berbeda nyata. Pada uji sensori seleksi formula tempe bacem setelah digoreng, analisis ragam Lampiran 2b menunjukkan bahwa perlakuan formula tidak berpengaruh terhadap atribut sensori warna. Analisis ragam Lampiran 3 menunjukkan bahwa perlakuan formula tempe bacem sebelum digoreng tidak berpengaruh terhadap atribut sensori rasa. Pada uji sensori seleksi formula tempe bacem setelah digoreng, analisis ragam Lampiran 3a menunjukkan bahwa perlakuan formula berpengaruh sangat nyata p0.01 terhadap atribut sensori rasa. Analisis lanjut dengan uji beda Duncan Lampiran 3b dan ditunjukkan pada Tabel 3, formula B sangat nyata lebih rendah dibandingkan formula A dan C, sedangkan formula A dan C tidak berbeda nyata. Analisis ragam Lampiran 4 menunjukkan bahwa perlakuan formula tempe bacem sebelum digoreng tidak berpengaruh terhadap atribut sensori tekstur. Pada uji sensori seleksi formula tempe bacem setelah digoreng, analisis ragam Lampiran 4a menunjukkan bahwa perlakuan formula berpengaruh sangat nyata p0.01 terhadap atribut sensori tekstur. Analisis lanjut dengan uji beda Duncan Lampiran 4b dan ditunjukkan pada Tabel 3, formula A dan B sangat berbeda nyata. Analisis ragam Lampiran 5 menunjukkan bahwa perlakuan formula tempe bacem sebelum digoreng, berpengaruh sangat nyata p0.01 terhadap atribut sensori secara keseluruhan overall. Analisis lanjut dengan uji beda Duncan Lampiran 5a dan ditunjukkan pada Tabel 2, secara overall formula A sangat nyata lebih rendah dibandingkan formula B dan C, sedangkan formula B dan C tidak berbeda nyata. Pada uji sensori seleksi formula tempe bacem setelah digoreng, analisis ragam Lampiran 6 menunjukkan bahwa perlakuan formula tempe bacam setelah goreng berpengaruh sangat nyata p0.01 terhadap atribut sensori overall. Analisis lanjut dengan uji beda Duncan Lampiran 6a dan ditunjukkan pada Tabel 3, formula A, B, dan C saling sangat berbeda nyata. Formula B sangat nyata lebih rendah dibandingkan formula A dan C. Sedangkan formula A sangat nyata lebih rendah dibandingkan formula C, dengan skor tempe bacem formula C adalah 5.52. Formula yang terpilih berdasarkan hasil seleksi uji rating hedonik adalah formula C dengan perlakuan penambahan asam jawa dalam perebusan bumbu. Formula pembuatan tempe bacem yang telah terpilih, akan digunakan untuk proses pembuatan tempe bacem yang selanjutnya akan dianalisis. Komposisi kimia tempe bacem segar Komposisi kimia dan kapasitas antioksdan tempe bacem segar ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4 Analisis proksimat dan kapasitas antioksidan tempe bacem Kadar Protein bk Kadar Lemak bk Kadar Abu bk Kadar Karbohidrat bk Kapasitas Antioksidan mgAEAC 100 g tempe 33.7+1.4 0.9+0.0 3.0+0.5 66+6.0 194.6+1.4 Tempe bacem sebagai salah satu produk olahan dari tempe kedelai, dibuat melalui tahap proses perebusan pada suhu 90-95 C bersama-sama dengan gula merah dan bumbu yang telah tercampur. Berdasarkan analisis proksimat yang terlihat pada Tabel 4, kadar protein yang terkandung dalam tempe bacem sebesar 33.7 bk dan nilainya lebih rendah dibandingkan kadar protein yang terkandung dalam tempe mentah dari kedelai Grobogan yakni 50.1 bk Astawan et al. 2013. Penambahan garam dalam formula bumbu akan mempengaruhi kekuatan ion dalam larutan, yang berpengaruh terhadap kelarutan protein. Kelarutan protein merupakan persen total protein yang terdapat di dalam bahan pangan, yang dapat terekstrak ataupun larut dalam air pada kondisi tertentu Kusnandar 2010. Sifat kelarutan protein tergantung pada pH, struktur protein, konsentrasi garam, jenis pelarut dan suhu Ghelichpour dan Shabanpour 2011. Pada kekuatan ion rendah, gugus protein yang terionisasi dikelilingi oleh ion lawan sehingga terjadi penurunan interaksi antar protein dan kelarutan protein akan meningkat. Pengukuran kadar lemak dilakukan dengan metode Soxhlet menggunakan pelarut non-polar untuk mengekstrak lemak yang terdapat dalam bahan pangan. Berdasarkan hasil pengukuran Tabel 4, kadar lemak yang terkandung dalam tempe bacem sebesar 0.9 bk. Menurut Kusnandar 2010, proses ekstraksi lemak dapat dilakukan dengan cara pengepresan dan pemanasan. Proses perebusan tempe dalam larutan bumbu pada suhu tinggi 90-95 C dan waktu yang cukup lama yakni 30 menit, berdampak terhadap terekstraknya lemak yang selanjutnya akan bercampur dengan larutan bumbu. Pada akhir pengolahan, masih banyak bumbu yang tertinggal dan tidak dapat meresap secara sempurna ke dalam tempe. Hal inilah yang akan mempengaruhi rendahnya nilai kadar lemak yang terukur pada tempe bacem. Kadar abu menunjukkan kandungan mineral yang terkandung dalam suatu bahan pangan. Tempe kedelai memiliki kandungan mineral mikro dan mineral makro dalam jumlah yang cukup. Proses fermentasi dalam pembuatan tempe, bahkan dapat meningkatkan ketersediaan mineral-mineral tertentu seperti kalsium, besi Fe dan seng Zn Indriani 2006. Kadar abu tempe mentah dari kedelai Grobogan yaitu 2.1 bk Astawan et al. 2013. Berdasarkan hasil analisis seperti yang terlihat pada Tabel 4, tempe bacem mengandung kadar abu sebesar 3.0 bk. Adanya kenaikan kadar abu tempe bacem jika dibandingkan dengan kadar abu yang terkandung dalam tempe mentah disebabkan penambahan bahan-bahan lain pada bumbu tempe bacem seperti bawang merah, bawang putih, kemiri, ketumbar, gula merah dan garam. Kadar karbohidrat ditentukan secara by difference sebagai hasil selisih dengan nilai kadar air, protein, lemak dan abu suatu bahan pangan. Tempe bacem sebagai salah satu produk olahan tempe yang identik dengan rasa manis, memiliki kadar karbohidrat yang cukup tinggi yakni 66 bk. Salah satu bahan utama yang berperan dalam memberikan rasa manis pada tempe bacem adalah gula merah. Penambahan gula merah sebanyak 40 dalam formula tempe bacem per 1000 g bahan, berperan cukup besar terhadap kadar karbohidrat yang terkandung dalam tempe bacem. Tempe mengandung antioksidan berupa isoflavon dalam bentuk aglikon dan glikosida. Senyawa aglikon diantaranya adalah ganistein, daidzein, glisitein dan isoflavon faktor II 6,7,4-trihidroksi isoflavon yang mempunyai sifat antioksidan paling kuat dibandingkan dengan isoflavon dalam kedelai. Menurut Astawan et al. 2013, tempe mentah dari kedelai Grobogan memiliki kapasitas antioksidan sebesar 188.7 mg AEAC100 gram tempe. Berdasarkan hasil analisis kapasitas antioksidan dengan metode DPPH, tempe bacem memiliki kapasitas antioksidan sebesar 194.6 mgAEAC100 gram bahan. Penambahan gula merah dan proses perebusan pada suhu yang tinggi mengakibatkan terjadinya reaksi pencoklatan non enzimatis Maillard reaction pada produk, yang dapat berperan dalam meningkatkan kapasitas antioksidan tempe bacem. Reaksi Maillard merupakan reaksi yang terjadi antara gugus amino dari suatu asam amino bebas, residu rantai peptide atau protein dengan gugus karbonil dari karbohidrat selama proses pemanasan atau penyimpanan dalam waktu yang relatif lama. Antioksidan dalam reaksi Maillard dibentuk pada beberapa level selama pemanasan karbonil- amina, termasuk degradasi senyawa amadori menjadi amino redukton Dedin et al. 2006. Beberapa komponen bumbu pada tempe bacem, seperti bawang merah, bawang putih dan lengkuas juga mengandung senyawa antioksidan. Bawang merah dan bawang putih mengandung senyawa flavonoid kuersetin Anna et al. 2004, serta ekstrak rimpang lengkuas memiliki senyawa 1’-acetoxychaviol acetate yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan Al-snafi 2014. Analisis Umur Simpan Umur simpan adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan dalam kondisi penyimpanan untuk dapat mencapai penurunan mutu tertentu. Penentuan umur simpan tempe bacem dilakukan dengan metode konvensional yakni menyimpan produk pada kondisi penyimpanan yang berbeda ruang dan refrigerator 10 C sambil dilakukan pemantauan terhadap penurunan mutu setiap waktu hingga mencapai mutu kadaluwarsa. Pada umumnya metode ini diterapkan untuk produk yang memiliki masa kadaluarsa kurang dari tiga bulan. Metode ini sangat akurat dan tepat, namun pelaksanaannya memerlukan waktu yang cukup lama Arpah 2001. Selama penyimpanan tempe bacem kemas vakum dan non- vakum, dilakukan analisis sensori dengan uji rating hedonik, analisis pH, warna, tekstur, total mikroba TPC, dan total koliform. 1. Analisis Sensori Analisis sensori pada tempe bacem selama masa penyimpanan dilakukan dengan uji rating hedonik. Tempe bacem yang dikemas non-vakum dan disimpan pada suhu ruang 26-30 o C, dianalisis sensori setiap hari. Tempe bacem yang dikemas non-vakum dan disimpan dalam suhu refrigerator 10 o C, dianalisis sensori setiap dua hari. Tempe bacem dengan perlakuan pengemasan vakum yang disimpan dalam kondisi suhu ruang 26-30 o C dan refrigerator 10 o C, dianalisis sensori setiap tiga hari selama masa penyimpanan. Pengujian akan dihentikan ketika panelis memberikan nilai di bawah 4, yang berarti panelis tidak dapat lagi menerima produk tempe bacem yang disimpan. Hasil analisis sensori tempe bacem yang dikemas non-vakum selama penyimpanan ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5 Analisis sensori tempe bacem kemasan non-vakum selama penyimpanan suhu ruang dan refrigerator Hari ke-penyimpanan Atribut Non-vakum Ruang Refrigerator Warna 6.0 6.0 Aroma 6.6 6.6 Tekstur 5.7 5.7 Rasa 6.3 6.3 Overall 6.2 6.2 2 Warna 4.7 5.6 Aroma 6.1 5.6 Tekstur 5.2 5.4 Rasa 5.7 5.7 Overall 5.5 5.5 6 Warna - 5.1 Aroma - 5.5 Tekstur - 5.2 Rasa - 5.0 Overall - 5.3 Keterangan : - tidak dilakukan pengujian Berdasarkan Tabel 5, tempe bacem yang dikemas non-vakum pada penyimpanan suhu ruang hanya bertahan sampai hari ke-2 penyimpanan. Pada hari ke-3, panelis memberikan nilai di bawah 4 untuk semua parameter, yang berarti tidak dapat lagi menerima penurunan mutu tempe bacem. Sehingga uji lanjut uji pH, analisis warna, tekstur dan mikrobiologi dihentikan. Pada produk tempe bacem yang dikemas secara non-vakum dan disimpan dalam refrigerator, panelis masih dapat menerima mutu sensori produk pada hari ke-6. Akan tetapi pada hari ke-8 penyimpanan, panelis tidak dapat lagi menerima penurunan mutu sensori pada produk dengan memberikan nilai di bawah 4 dan uji lanjut uji pH, analisis warna, tekstur, dan mikrobiologi dihentikan. Penurunan mutu utama yang terdeteksi pada tempe bacem yang dikemas secara non-vakum pada penyimpanan suhu ruang adalah timbulnya aroma asam pada produk. Aroma asam dapat terjadi karena adanya gas dan asam pada produk sebagai akibat aktifitas mikroba,seperti bakteri koliform yang bersifat aerobik dengan suhu optimal pertumbuhannya adalah suhu ruang 30-37 C BPOM 2008. Hasil analisis sensori tempe bacem yang dikemas vakum selama penyimpanan ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6 Analisis sensori tempe bacem kemasan vakum selama penyimpanan suhu ruang dan refrigerator Hari ke-penyimpanan Atribut Vakum Ruang Refrigerator Warna 6.0 6.0 Aroma 6.6 6.6 Tekstur 5.7 5.7 Rasa 6.3 6.3 Overall 6.2 6.2 3 Warna 5.4 5.5 Aroma 4.9 5.1 Tekstur 5.2 5.5 Rasa 4.2 5.2 Overall 4.1 5.5 18 Warna - 4.8 Aroma - 4.9 Tekstur - 4.9 Rasa - 4.5 Overall - 4.8 Keterangan : - tidak dilakukan pengujian Hasil analisis sensori seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6, tempe bacem yang dikemas vakum dengan penyimpanan suhu ruang, bertahan sampai hari ke-3 penyimpanan. Pada hari ke-6, mutu tempe bacem tidak dapat lagi diterima panelis dengan memberikan nilai di bawah 4 untuk semua parameter pengujian. Sehingga uji lanjut uji pH, analisis warna, tekstur dan mikrobiologi dihentikan. Tempe bacem yang dikemas vakum dan disimpan pada refrigerator, panelis masih dapat menerima produk hingga hari ke-18. Pada hari ke-21 penyimpanan, terjadi penurunan mutu pada produk sehingga panelis memberikan nilai di bawah 4 yang menandakan bahwa produk tidak dapat lagi diterima oleh panelis dan uji lanjut uji pH, analisis warna, tekstur dan mikrobiologi dihentikan . Kombinasi pengemasan vakum dan penyimpanan pada suhu dingin refrigerator, terbukti mampu mempertahankan mutu tempe bacem sehingga dapat memperpanjang umur simpan produk selama masa penyimpanan. Penampakan tempe bacem kemas yang dikemas vakum dengan kondisi masih baik terlihat pada Gambar 1, dan penampakan tempe bacem yang dikemas non- vakum dengan kondisi telah rusak terlihat pada Gambar 2.

2. pH

Analisis pH dilakukan pada empat jenis perlakuan produk tempe bacem, di antaranya: a Tempe bacem yang dikemas non-vakum penyimpanan suhu ruang 26-30 C; b Tempe bacem yang dikemas non-vakum penyimpanan suhu refrigerator 10 C; c Tempe bacem yang dikemas vakum penyimpanan suhu ruang 26-30 C; dan d Tempe bacem yang dikemas vakum penyimpanan suhu refrigerator 10 C. Analisis pH tempe bacem kemas dimulai pada saat H-0 sebelum tempe bacem diberikan perlakuan dan dihentikan ketika panelis tidak dapat lagi menerima penurunan mutu produk berdasarkan uji sensori. Hasil analisis pH tempe bacem kemas selama penyimpanan, dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Perubahan pH tempe bacem selama penyimpanan pH hari ke Non-vakum Vakum pH tempe mentah Ruang Refrigerator Ruang Refrigerator 5.7+0.1 a 5.7+0.1 a 5.7+0.1 a 5.7+0.1 a 6.5+ 0.1 1 5.6+0.0 a - - - 2 5.5+0.1 a 5.6+0.0 a - - 3 - - 5.6+0.0 a 5.7+0.1 a 4 - 5.6+0.0 a - - 6 - 5.7+0.1 a - 5.8+0.1 a 8 - - - - 9 - - - 5.8+0.1 a 12 - - - 5.7+0.0 a 15 - - - 5.8+0.1 a 18 - - - 5.8+0.1 a Keterangan : - tidak dilakukan analisis pH Angka-angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata p0.05 Dari Tabel 7 terlihat bahwa nilai pH yang terukur pada semua perlakuan produk tempe bacem kemas relatif stabil, yang berkisar antara 5.5-5.8 dan tidak Gambar 1 Tempe bacem kemas vakum kondisi baik Gambar 2 Tempe bacem kemas non-vakum kondisi rusak terjadi kenaikan pH yang signifikan selama masa penyimpanan. Berdasarkan analisis ragam Lampiran 7 dan ditunjukkan pada Tabel 7, perlakuan pengemasan dan kondisi penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pH tempe bacem. Nilai pH tempe bacem tidak nyata secara statistik seiring dengan lamanya penyimpanan. Tempe bacem yang dikemas non-vakum dalam penyimpanan suhu ruang, memiliki nilai pH yang berkisar antara 5.5-5.7 selama dua hari penyimpanan. Tempe bacem yang juga dikemas secara non-vakum tetapi disimpan dalam suhu refrigerator 10 C, memiliki nilai pH yang berkisar antara 5.6-5.7 selama 6 hari penyimpanan. Pada perlakuan tempe bacem yang dikemas vakum dengan pengukuran setiap 3 hari selama penyimpanan, nilai pH yang terukur dalam penyimpanan suhu ruang adalah 5.7 H-0 dan 5.6 H-3. Sedangkan tempe bacem yang dikemas vakum dalam penyimpanan suhu refrigerator, nilai pH pada produk berkisar antara 5.7-5.8 selama 18 hari penyimpanan. Nilai pH tempe bacem yang berkisar antara 5.5-5.8 juga lebih rendah dibandingkan nilai pH tempe mentah yakni 6.5. Penambahan bumbu yang di antaranya adalah asam jawa pada formula tempe bacem, diduga berperan terhadap cukup rendahnya nilai pH produk yang terukur. Selain itu faktor pengemasan dan kondisi penyimpanan produk selama penyimpanan berperan dalam menjaga kualitas tempe bacem kemas sehingga tidak terjadi perubahan pH yang signifikan selama masa penyimpanan. Fungsi utama pengemasan adalah untuk melindungi dan menjaga produk dari kontaminasi. Termasuk didalamnya memperlambat terjadinya kerusakan produk, memperpanjang umur simpan, menjaga kualitas dan keamanan produk yang dikemas Aaron et al. 2008.

3. Warna

Pengukuran warna dilakukan dengan chromameter skala Hunter L, a, b. Pengukuran dimulai pada H-0 tempe bacem sebelum diberikan perlakuan dengan parameter yang diamati adalah kecerahan warna L dan dihentikan ketika panelis tidak dapat menerima penurunan mutu yang terjadi pada produk. Semakin tinggi nilai L, menunjukkan bahwa warna tempe bacem semakin cerah. Hasil pengukuran warna tempe bacem yang diperoleh selama masa penyimpanan, ditunjukkan pada Tabel 8. Tabel 8 Perubahan kecerahan warna L tempe bacem selama penyimpanan Kecerahan warna pada hari ke Non-vakum Vakum Ruang Refrigerator Ruang Refrigerator 35.9+4.8 a 35.9+4.8 a 35.9+4.8 a 35.9+4.8 a 1 32.4+4.1 a - - - 2 31.7+3.7 a 33.7+6.0 a - - 3 - - 34.0+4.7 a 35.4+4.6 a 4 - 31.4+5.0 a - - 6 - 32.8+6.2 a - 34.2+4.0 a 8 - - - - 9 - - - 32.7+5.3 a 12 - - - 31.8+3.7 a 15 - - - 36.9+3.1 a 18 - - - 37.2+2.9 a Keterangan : - tidak dilakukan pengukuran warna Angka-angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata p0.05 Tempe bacem memiliki warna kecoklatan, sebagai akibat dari terjadinya reaksi Maillard selama proses pengolahan. Reaksi Maillard merupakan reaksi pencoklatan non enzimatis antara gugus aldehid dari gula pereduksi dengan gugus amina dari asam amino. Reaksi Maillard terjadi akibat penggunaan suhu tinggi selama proses pengolahan bahan pangan Kusnandar 2010. Berdasarkan Tabel 8, terlihat bahwa kecerahan warna yang terukur pada semua perlakuan produk tempe bacem berkisar antara 31.4-37.2 dan tingkat kecerahan warna tempe bacem pada semua jenis perlakuan tidak nyata secara statistik seiring dengan lamanya penyimpanan. Pengemasan yang dilakukan terhadap produk tempe bacem berperan dalam menjaga kualitas warna tempe bacem kemas selama masa penyimpanan.

4. Tekstur

Pengukuran tekstur tempe bacem selama masa penyimpanan menggunakan texture analyzer dengan parameter yang diamati adalah kekerasan tempe. Pengukuran dimulai pada H-0 tempe bacem sebelum diberikan perlakuan dan dihentikan saat panelis tidak dapat lagi menerima penurunan mutu produk. Hasil pengukuran tekstur tempe bacem selama masa penyimpanan ditunjukkan pada Tabel 9. Tabel 9 Perubahan tekstur tempe bacem gram force selama penyimpanan Tekstur pada hari ke Non-vakum Vakum Ruang Refrigerator Ruang Refrigerator 2848.5+37.5 b 2848.5+37.5 c 2848.5+37.5 b 2848.5+37.5 c 1 2716.9+2.7 ab - - - 2 2498.5+137.8 a 2622+12.4 b - - 3 - - 2649+24.0 a 2722.9+76.2 bc 4 - 2522.6+7.6 b - - 6 - 2318.5+91.2 a - 2670.9+29.8 ab 8 - - - - 9 - - - 2651.4+47.2 a 12 - - - 2614+29.6 a 15 - - - 2569+69.3 a 18 - - - 2563.8+33.7 a Keterangan : - tidak dilakukan pengukuran tekstur Angka-angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata p0.05 Analisis ragam Lampiran 9 dan 9b menunjukkan bahwa perlakuan pengemasan non-vakum pada tempe bacem, berpengaruh nyata p0.05 terhadap perubahan tekstur tempe bacem selama penyimpanan suhu ruang dan refrigerator. Analisis lanjut dengan uji beda Duncan Lampiran 9a dan 9c dan ditunjukkan pada Tabel 9, tingkat kekerasan tekstur tempe bacem pada perlakuan kemas non- vakum berbeda nyata secara statistik seiring dengan lamanya penyimpanan pada suhu ruang dan refrigerator. Analisis ragam Lampiran 10 dan 10b menunjukkan bahwa perlakuan pengemasan vakum pada tempe bacem, berpengaruh nyata p0.05 terhadap perubahan tekstur tempe bacem selama penyimpanan suhu ruang dan refrigerator. Analisis lanjut dengan uji beda Duncan Lampiran 10a dan 10c dan ditunjukkan pada Tabel 9, tingkat kekerasan tekstur tempe bacem pada perlakuan kemas vakum berbeda nyata secara statistik seiring dengan lamanya penyimpanan pada suhu ruang dan refrigerator. Berdasarkan hasil pengukuran tekstur tempe bacem seperti yang terlihat pada Tabel 9, penurunan nilai tekstur tempe bacem kemas terjadi pada semua perlakuan selama masa penyimpanan. Nilai tekstur yang semakin rendah selama masa penyimpanan menunjukkan bahwa tempe bacem mengalami pelunakan. Tempe bacem pada hari ke-0 sebelum mengalami perlakuan memiliki nilai kekerasan tekstur sebesar 2848.5 gram force. Produk pangan yang mengalami penyimpanan dapat mengalami kerusakan secara fisik, kimia, biologis dan mikrobiologi. Kerusakan secara mikrobiologi yang terjadi pada tempe bacem, diduga menyebabkan terjadinya pelunakan tekstur seiring dengan lamanya penyimpanan. Beberapa faktor yang mendukung pertumbuhan dan aktivitas mikroba di antaranya adalah tersedianya substrat yang cukup dan kondisi lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhannya. Sebagai salah satu produk pangan basah dengan kadar karbohidrat yang tinggi 66 bk, mikroba yang terdapat pada produk seperti bakteri dapat mendegradasi makromolekul-makromolekul seperti karbohidrat menjadi gula sederhana dan pemecahan lebih lanjut dari gula menjadi asam. Terpecahnya salah satu komponen makromolekul seperti karbohidrat, dapat berpengaruh terhadap pelunakan tekstur produk Muchtadi dan Ayustaningwarno 2010.

5. Mikrobiologi

Analisis mikrobiologi dilakukan untuk mengetahui mutu dan keamanan pangan produk tempe bacem. Pemeriksaan TPC dan total koliform produk tempe bacem dimulai pada hari ke-0 sebelum tempe bacem diberikan perlakuan dan pengujian dihentikan ketika panelis tidak dapat menerima penurunan mutu produk berdasarkan hasil uji sensori. Hasil pengujian total mikroba TPC pada tempe bacem selama masa penyimpanan, ditunjukkan pada Tabel 10 dan Tabel 11. Tabel 10 Total mikroba TPC CFUg tempe bacem kemasan non-vakum selama penyimpanan suhu ruang dan refrigerator Total mikroba pada hari ke Non-vakum Ruang Refrigerator 1.8x10 3 +0.1 x10 3 a 1.8x10 3 +0.1x10 3 a 1 2.4x10 3 +0.1 x10 3 b - 2 4.1x10 3 +0.1 x10 3 c 1.6 x10 3 +0.4x10 3a 3 - - 4 - 3.2x10 3 +1.6x10 3 a 6 - 2.4x10 3 +0.4 x10 3 a 8 - - Keterangan : - tidak dilakukan pengujian Angka-angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata p0.05 Tabel 11 Total mikroba TPC CFUg tempe bacem kemasan vakum selama penyimpanan suhu ruang dan refrigerator Total mikroba pada hari ke Vakum Ruang Refrigerator 1.8x10 3 +0.1x10 3 a 1.8x10 3 +0.1 x10 3 a 3 2.0x10 3 +0.2 x10 3 a 1.8x10 3 +0.1 x10 3 a 6 - 1.8x10 3 +0.2 x10 3 a 9 - 2.6x10 3 +1.4 x10 3 a 12 - 2.0x10 3 +0.4 x10 3 a 15 - 2.2x10 3 +0.4 x10 3 a 18 - 2.2 x10 3 +0.1 x10 3 a Keterangan : - tidak dilakukan pengujian Angka-angka sekolom yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata p0.05 Analisis ragam Lampiran 11 menunjukkan bahwa perlakuan pengemasan non-vakum pada tempe bacem, berpengaruh nyata p0.05 terhadap total mikroba tempe bacem selama penyimpanan suhu ruang. Analisis lanjut dengan uji beda Duncan Lampiran 11a dan ditunjukkan pada Tabel 10, total mikroba tempe bacem pada perlakuan kemas non-vakum berbeda nyata secara statistik seiring