III. METODOLOGI PENELITIAN
A Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan baku utama dan bahan tambahan serta bahan kimia. Bahan baku utama yang digunakan dalam
penelitian ini adalah jagung varietas Pioneer 21 yang berasal dari Ponorogo, Jawa Timur. Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan mi yaitu garam dan
guar gum. Bahan kimia yang digunakan diantaranya adalah H
2
SO
4
, HCl, NaOH, heksan, amilosa standar, etanol, KOH, aseton, maltosa standar, amiloglukosidase,
termamil, pankreatin, pepsin, dan glukosa oksidase. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya adalah
peralatan penepungan dan produksi mi jagung. Peralatan untuk penepungan kering diantaranya adalah Hammer mill, disc mill, automatic siever, dan
pengering kabinet. Peralatan untuk produksi mi diantaranya adalah mixer, noodle sheeter, steamer, dan pengering kabinet. Alat untuk analisis reologi diantaranya
adalah Rapid Visco Analyzer RVA. Alat untuk analisa fisik dan kimia mi diantaranya adalah waterbath Burgwedel D-30938 Type 1008, spektrofotometer
Spectronic 20D+, pH meter Otion Model 410A, timbangan analitik Precisa XT 220A, oven Thelco Model 5, sentrifuse Hettich Universal, texture
analyzer TA-XT 2, heater Therolyne Cimarec 3, HPLC Shimadzu Model SCL-AVP, dan pompa vakum Oakton Model WP-15-1.
B Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret tahun 2008 hingga November 2008 di Laboratorium Pilot Plant Seafast Center IPB, serta
Laboratorium Pengolahan Pangan, Kimia Pangan, serta Biokimia Pangan dan Gizi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan.
C Tahapan Penelitian
Penelitian dibagi menjadi tiga tahapan penelitian, yaitu 1 Tahap penentuan suhu dan waktu modifikasi tepung jagung dengan metode Heat
Moisture Treatment HMT, 2 Tahap penentuan formulasi mi jagung kering,
3 Tahap evaluasi nilai biologis tepung jagung dan mi jagung kering perlakuan
HMT terbaik. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Diagram alir kegiatan penelitian
Tepung jagung Jagung Pioneer 21
Penepungan
Modifikasi tepung jagung dengan metode HMT kombinasi suhu dan waktu pemanasan
Tepung jagung HMT Analisis sifat fisik
Tepung jagung HMT terbaik 110:6
Tepung jagung Analisis kimia
Formulasi mi jagung kering 5, 10, 15, dan 20
Analisis sifat fisik Formulasi mi jagung kering
HMT terbaik 10 dan 20 Analisis sensori
Formulasi mi jagung kering HMT terbaik 10
Analisis nilai biologis
Analisis nilai Indeks Glikemik IG
Analisis kimia
Tahap 1 Penentuan kondisi suhu
dan waktu HMT pada tepung jagung
Tahap 2 Penentuan formulasi
mi jagung kering
Tahap 3 Evaluasi
nilai biologis
1 Penentuan suhu dan waktu modifikasi tepung jagung dengan metode Heat
Moisture Treatment HMT
Penelitian tahap 1 bertujuan untuk menentukan kombinasi suhu dan waktu pemanasan selama proses HMT. Terdapat 10 kombinasi perlakuan yang salah
satunya adalah kontrol atau tepung jagung tanpa perlakuan dengan menggunakan 3 suhu 100, 110, dan 120
o
C dan 3 waktu 3, 6, dan 9 jam. Sebelum dilakukan modifikasi terhadap tepung jagung, terlebih dahulu dilakukan proses penepungan
jagung berdasarkan Putra 2008. Proses penepungan jagung diawali dengan penggilingan jagung pipil dengan hammer mill, dari tahap penggilingan tersebut
akan terpisah grits, kulit ari, dan lembaga. Hasil penggilingan jagung pipil dicuci dan diendapkan untuk memisahkan bagian yang terapung lembaga dan kulit ari
dengan bagian yang mengendap grits. Grits dikering anginkan hingga kadar air + 17 . Grits kering digiling dengan menggunakan disc millI, kemudian
dimasukan kedalam oven suhu 65
o
C selama satu jam. Grits halus diayak dengan menggunakan ayakan bertingkat ukuran 100 mesh, sehingga dihasilkan tepung
jagung dengan ukuran lolos ayakan 100 mesh 100 mesh.
Proses perlakuan HMT Gambar 4 pada tepung jagung dilakukan
berdasarkan modifikasi Collado et al 1999. Proses HMT pada tepung jagung diawali dengan penambahan air hingga kadar air + 24 . Penambahan air
dilakukan dengan cara menyemprotkan air sedikit demi sedikit dan pengadukan. Tepung jagung yang telah diatur kadar airnya ditempatkan dalam loyang bertutup
dan dimasukan kedalam refrigerator T = 4-5
o
C selama t = 24 jam. Loyang berisi tepung jagung dimasukkan ke dalam oven sesuai perlakuan suhu 100, 110, dan
120
o
C dan waktu 3, 6, dan 9 jam, sambil dilakukan pengadukan setiap 1.5 jam sekali. Tepung jagung didinginkan pada suhu ruang selama 1 jam, kemudian
dipindahkan ke loyang tanpa tutup dan dikeringkan dengan oven T=50
o
C selama t=4 jam. Tepung jagung yang diperoleh diayak dengan ayakan bertingkat ukuran
100 mesh dan dikemas, sehingga diperoleh tepung jagung HMT lolos ayakan 100 mesh.
Penentuan kondisi HMT terbaik berdasarkan kepada beberapa parameter, yaitu pengukuran profil gelatinisasi dengan Rapid Visco Analyzer RVA,
kemampuan mengembang, dan jumlah amilosa yang lepas selama pemanasan.
Selain itu juga dilakukan analisis kimia, yaitu kadar proksimat, total pati metode hidrolisis asam, amilosa, karoten total, dan beta karoten dengan HPLC.
Gambar 4 Diagram alir proses pembuatan tepung jagung HMT Modifikasi
Collado et al 1999
2 Penentuan formulasi mi jagung kering
Penelitian tahap 2 bertujuan untuk menentukan formulasi mi kering jagung terbaik, dimana formulasi tersebut adalah persentase tepung jagung HMT yang
disubstitusikan dengan tepung jagung pada pembuatan mi jagung kering.
Perlakuan pada penelitian tahap 2 adalah 5 perlakuan formulasi Tabel 6.
Proses pembuatan mi jagung kering dilakukan berdasaran modifikasi dari
Putra 2008. Proses pembuatan mi kering jagung Gambar 5 diawali dengan
membuat adonan 1 70 tepung jagung dengan mencampurkan 70 tepung jagung dengan 50 air yang mengandung garam 1 dari berat keseluruhan
tepung dan 1 guar gam. Pencampuran dilakukan dengan hand mixer kecepatan sedang skala 2 selama 5 menit. Adonan 2 30 tepung jagung dibuat dengan
Pengaturan kadar air 24 Sampel
200 g
Pendinginan pada suhu 27
o
C selama 1 jam Pengeringan pada suhu 50
o
C selama 4 jam Penempatan dalam wadah tertutup
Penyimpanan pada suhu 4-5
o
C selama semalam
Pengemasan Tepung jagung HMT
lolos ayakan 100 mesh Pengayakan dengan automatic siever ukuran 100 mesh
Pemanasan dengan oven sesuai perlakuan
menimbang tepung jagung sebanyak 30 dari tepung jagung keseluruhan. Adonan 1 dikukus T = 90
o
C selama t = 15 menit dengan dialaskan kain batis kain untuk menyaring tahu. Adonan 1 dan 2 dicampurkan dengan bantuan sudip
plastik dimana pencampuran dilakukan dengan cara menambahkan adonan 2 sedikit demi sedikit ke dalam adonan 1. Campuran tersebut kemudian dibentuk
atau ditekan dengan cara dimasukan kedalam grinder dengan ukuran diameter 0.3 cm sebanyak 2 kali, kemudian campuran di bentuk lembaran secara betahap
dengan alat sheeting. Adonan dibagi menjadi dua bagian untuk mengurangi panjang adonan yang terbentuk, sehingga dapat lebih mudah ditangani.
Pembentukan lembaran dilakukan dari skala 1.8 hingga 0.2 penurunan per 0.2 skala, dimana pada skala 1.8 adonan dilewatkan maksimal 3 kali hingga
terbentuk lembaran dan sebelum memasuki skala 1.4 dilakukan dasting pelumuran tepung jagung sebanyak + 12 g per 1 kg tepung jagung awal.
Pemotongan dilakukan setelah lembaran melewati skala sheeting 0.2 dengan menggunakan alat cutting mi. Mi mentah dikukus T=90
o
C selama t=20 menit, kemudian dikeringkan dengan oven T=60
o
C selama t=70 menit, dimana dilakukan pembalikan setelah 45 menit pengeringan.
Tabel 6 Persentase penggunaan tepung jagung HMT dalam formulasi mi jagung
kering dengan teknologi sheeting Bahan
Persentase substitusi tepung jagung HMT 0 kontrol
5 10
15 20
Adonan I 70: Tepung jagung
Tepung jagung HMT 100
95 5
90 10
85 15
80 20
Adonan II 30 Tepung jagung
Tepung HMT 100
95 5
90 10
85 15
80 20
Air 50
Garam 1
Guar gam 1
Penentuan formulasi terbaik dilakukan secara bertahap, dimana tahap pertama akan dipilih dua formulasi terbaik berdasarkan kepada parameter waktu
optimum pemasakan, kehilangan padatan selama pemasakan, dan texture profile analysis TPA. Dua formulasi terbaik tersebut kemudian dilakukan uji
organoleptik untuk mendapatkan satu formulasi terbaik. Hal tersebut bertujuan untuk mengurangi jumlah sampel yang digunakan pada uji organoleptik karena
panelis yang digunakan adalah panelis semi terlatih. Mi jagung kering tanpa tepung HMT dan satu formulasi terbaik hasil uji organoleptik Metode skoring
dilakukan analisis kadar air metode oven, abu metode pengabuan kering, protein metode mikro kjeldahl, lemak metode soxhlet, karbohidrat by
difference, pati metode hidrolisis asam, amilosa, karoten total metode dengan spektrofotometer, dan beta karoten metode dengan HPLC.
Gambar 5 Proses pembuatan mi jagung kering dari tepung jagung yang
disubstitusi tepung jagung HMT Modifikasi Putra 2008.
Pencampuran mixer
Pembentukan lembaran, pencetakan, dan pemotongan sheeting, slitting, cutting
Pengukusan mi mentah T = 90
o
C selama t = 20 menit Pengeringan dengan oven
T=60
o
C selama t=70 menit Campuran tepung
jagung 70 Air 50 + garam 1
Guar gam 1
Pengukusan adonan T = 90
o
C selama t = 15 menit Campuran tepung
jagung atau adonan 2 30
Adonan 1
Mi jagung kering Pencampuran
Penekanan adonan menggunakan grinder Tepung jagung
Tepung jagung HMT
3 Evaluasi nilai biologis tepung jagung dan mi jagung kering
Penelitian tahap 2 bertujuan untuk melihat pengaruh HMT terhadap nilai biologis pada tepung jagung dan mi kering jagung. Tepung jagung dan mi jagung
kering yang digunakan dalam penelitian tahap 3 merupakan satu perlakuan terbaik dari penelitan tahap 1 dan 2. Parameter pengukuran nilai biologis pada tepung
jagung dan mi kering diantaranya adalah kadar pati resisten metode enzimatis, kadar serat pangan metode enzimatis, daya cerna pati in vitro, dan daya cerna
protein metode multienzim, sedangkan pengukuran nilai indeks glikemik in vivo hanya dilakukan pada mi jagung kering.
D Parameter Analisis 1 Analisis profil gelatinsasi dengan
Brabender Amylograf Faridah et al 2008
Analisis profil gelatinisasi dengan Brabender dilakukan untuk mengetahui suhu gelatinisasi tepung jagung varietas Pioneer 21 dan menentukan waktu yang
akan digunakan pada proses Heat Moisture Treatment HMT. Pengukuran diawali dengan membuat suspensi tepung jagung sebesar 10 pada volume total
450 g air. Alat di set pada suhu awal 30
o
C dengan mengatur termometer dan tuas pengatur suhu diposisikan kebawah. Sampel dimasukkan dan alat dinyalakan,
dimana kenaikan suhu adalah 1.5
o
C per menit. Pemanasan dilakukan dari suhu 30
o
C hingga 95
o
C, kemudian suhu dipertahankan 95
o
C selama 20 menit dengan cara memposisikan tuas pengatur suhu di tengah. Setelah 20 menit dilakukan
pendinginan hingga suhu 50
o
C dengan cara memposisikan tuas pengatur suhu keatas. Setelah suhu 50
o
C tercapai, posisikan kembali tuas pengatur suhu ditengah untuk mempertahankan suhu 50
o
C selama 20 mentit.
2 Analisis profil gelatinisasi dengan Rapid Visco Analyzer Collado et al 1999
Analisis profil gelatinisasi pati dan tepung jagung dilakukan pada tepung sebelum dan setelah dimodifikasi. Analisis profil gelatinisasi tepung dilakukan
dengan menggunakan alat Rapid Visco Analyzer RVA. Sampel sebanyak 3 g kadar air 14 dilarutkan dalam 25 g akuades, kemudian dilakukan siklus
pemanasan dan pendinginan dengan pengadukan konstan. Sampel dipanaskan hingga suhu 50
o
C dan suhu 50
o
C dipertahankan selama 1 menit. Sampel
dipanaskan dari 50
o
C hingga 95
o
C dengan kecepatan 6
o
Cmenit, lalu suhu 95
o
C dipertahankan selama 5 menit. Sampel didinginkan hingga suhu 50
o
C dengan kecepatan 6
o
Cmenit, lalu suhu 50
o
C dipertahankan selama 5 menit. Hasil pengukuran dengan alat ini diantaranya adalah Pasting Temperature
suhu awal gelatinisasi PT, Peak Viscosity atau viskositas maksimum PV, viskositas akhir pada saat suhu dipertahankan 95
o
C atau Hot Paste Viscosity HPV, Breakdown atau perubahan viskositas selama pemanasan, viskositas akhir
pada saat suhu dipertahankan 50
o
C atau cold paste viscosity CPV, dan Setback atau perubahan viskositas selama pendinginan. PT adalah suhu pada saat kurva
mulai naik atau awal terbentuknya viskositas yang menandakan pati mulai menyerap air. PV adalah viskositas pada puncak gelatinisasi atau menunjukkan
pati tergelatinisasi. Breakdown merupakan selisih antara PV dengan HPV atau menunjukkan kestabilan viskositas terhadap panas. Setback merupakan selisih
antara CPV dengan HPV atau menunjukkan kemampuan untuk meretrogradasi.
Gambar 6 Kurva pengukuran profil gelatinisasi dengan Rapid Visco Analyzer
RVA, dimana PT atau Pasting Temperature suhu awal gelatinisasi, PV atau Peak Viscosity viskositas puncak, HPV atau High Peak
Viscosity viskositas pada suhu 95
o
C setelah 5 menit, Breakdown penurunan viskositas karena pemanasan, CPV atau Cold Peak
Viscosity viskositas pada suhu 50
o
C, dan Setback Kenaikan viskositas selama pendinginan.
3 Analisa swelling volume Pukkahuta et al 2007
Swelling volume atau kemampuan untuk mengembang diukur dengan prinsip analisis adalah mengukur seberapa besar pengembangan tepung jagung
ml setalah dilakukan pemanasan tepung dengan jumlah tertentu, sehingga satuan dari swelling volume adalah ml per g sampel.
Sampel sebanyak 0.25 g basis kering [0.25100-kadar airx100] ditempatkan dalam tabung sentrifuse bertutup, kemudian disuspensikan dalam 7.5
ml akuades. Vorteks sampel hingga merata dan dipanaskan pada suhu 95
o
C selama 30 menit, kemudian didinginkan pada ice water selama 1 menit dan 25
o
C bath selama 5 menit. Sampel di sentrifuse dengan kecepatan 3500 rpm selama 15
menit. Pengembangan volume pasta diukur berdasarkan skala tabung sentrifuse setelah sampel dingin.
4 Analisis amylose leaching Modifikasi Gunaratne dan Hoover 2001
Amylose leaching atau jumlah amilosa yang terlarut setelah pemanasan diukur dengan prinsip analisis adalah mengukur jumlah amilosa pada supernatan
dari sejunlah tepung yang telah dilarutkan dalam air, dipanskan, dan disentrifuse. Oleh karena itu satuan dari amylose leaching adalah persentase per gram sampel
tepung. Sampel sebanyak 0.25 g basis kering [0.25100-kadar airx100]
ditempatkan dalam tabung sentrifuse bertutup, kemudian disuspensikan dalam 7.5 ml akuades. Vorteks sampel hingga merata dan dipanaskan pada suhu 95
o
C selama 30 menit, kemudian didinginkan pada ice water selama 1 menit dan 25
o
C bath selama 5 menit. Sampel di sentrifuse dengan kecepatan 3500 rpm selama 15
menit. Supernatan di pipet sebanyak 1 ml, kemudian dilakukan analisa kandungan amilosa.
5 Analisis waktu optimum pemasakan Modifikasi Juniawati 2003
Waktu optimum pemasakan yang dilakukan pada mi kering jagung dilakukan berdasarkan modifikasi Juniwati 2003. Hal tersebut berdasarkan pada
rencana pengaplikasian mi jagung kering sehingga cara pemasakan yang digunakan adalah perendaman dalam air panas. Prinsip dari analisis ini adalah
mengukur waktu hingga mi tidak membentuk garis putih ketika ditekan dengan dua potong kaca.
Mi kering ditimbang sebanyak 5 g. Air sebanyak 150 ml dididihkan pada gelas piala bertutup dan dibiarkan mendidih selama 3 menit. Sampel mi
dimasukan kedalam gelas piala dan ditutup kembali. Stop watch dinyalakan tepat pada saat sampel dimasukkan dalam air yang telah didihkan. Setiap satu menit
dilakukan pengambilan satu untaian mi dan dilakukan penekanan dengan dua buah kaca. Pemasakan dikatakan optimum bila sudah tidak terbentuk garis putih
ketika mi ditekan dengan dua potong kaca.
6 Analisis Kehilangan padatan selama pemasakan
Kehilangan padatan selama pemasakan KPAP diukur berdasarkan pada kehilangan berat mi setelah mi dimasak pada waktu pemasakan sesuai dengan
waktu optimum pemasakan, sehingga satuan dari KPAP adalah persentase berat mi yang hilang selama pemasakan. Persentase berat mi yang hilang selama
pemasakan tersebut dianggap sebagai jumlah padatan yang keluar selama pemasakan KPAP. Tingginya nilai KPAP tidak diharapkan karena menandakan
semakin tinggi jumlah padatan mi yang terlarut selama pemasakan, sehingga menyebabkan air pemasakan menjadi lebih keruh.
Mi kering sebanyak 5 g direndam dalam 150 ml air yang telah dididihkan selama 3 menit hingga mencapai waktu optimum pemasakan, kemudian mi
disiram dengan air dingin sebanyak 50 ml 2 kali untuk menghentikan pemanasan dan melarutkan padatan yang berada pada permukaan mi. Mi ditiriskan selama 5
menit, lalu ditimbang dan dikeringkan pada suhu 105
o
C sampai mencapai berat konstan.
KPAP = 1 - Berat setelah dikeringkan
x 100 Berat awal x 1
– kadar air sampel
7 Texture profile analysis TPA dengan TAXT-2 Modifikasi Faridah et al
2008
Pengukuran tekstur mi dilakukan setelah mi direhidrasi sesuai dengan waktu optimum pemasakan, sehingga data karakteristik tekstur yang dihasilkan
merupakan kondisi siap untuk dikonsumsi. Mi sekitar 10 cm sebanyak 50 g
dimasukan kedalam 700 ml air yang telah didihkan selama 3 menit. Waktu pemasakan disesuaikan dengan waktu optimum pemasakan. Mi yang telah masak
disiram dengan 100 ml air dingin 2 kali dan ditiriskan, kemudian dengan cepat dilakukan pengukuran tekstur.
Probe yang digunakan adalah berbentuk silinder dengan diameter 35 mm. TAXT-2 diset dengan pre test speed 2.0 mms, tes speed 0.1 mms, post tes speed
2.0 mms, repture test distance 75, distance 1, force 100 gf, time 5 detik, dan count 2. Sampel yang telah direhidrasi diletakan pada probe tersebut, kemudian
alat dijalankan. Hasil analisis TPA akan memproleh nilai kekerasan dengan satuan gram force gf, elastisitas dengan satuan gram second gs, dan kelengketan
dengan satuan gram force gf. Contoh kurva TPA dapat dilihat pada Gambar 7.
Hasil kurva menunjukkan hubungan antara gaya untuk untuk mendeformasi dan waktu.
Gambar 7 Kurva Texture Profile Analysis TPA
Kekerasan digambarkan sebagai gaya gf yang dibutuhkan untuk menggigit mi. Tingkat kekerasan diperoleh dari maksimum gaya nilai puncak
pada tekanan pertama Hardness 1. Elastisitas diartikan sebagai kemampuan sampel untuk dapat kembali ke kondisi semula setelah diberikan tekanan pertama
sehingga disebut juga kekenyalan. Penentuan tingkat elastisitas berdasarkan rasio
antara jarak yang ditempuh oleh sampel pada tekanan kedua sehingga tercapai nilai gaya maksimum L2 dengan jarak yang ditempuh oleh sampel pada tekanan
pertama sehingga tercapai gaya maksimum L1 atau L2L1. Kelengketan ditentukan berdasarkan nilai puncak dibawah kurva atau adhesive force -.
8 Uji organoleptik Adawiyah et al 2007
Mi untuk uji organoleptik merupakan mi yang telah mengalami rehidrasi. Pemasakan dilakukan sesuai dengan penentuan waktu optimum pemasakan,
dimana waktu pemasakan yang digunakan adalah waktu yang diperoleh dari hasil uji waktu optimum pemasakan.
Uji organoleptik dilakukan dengan metode skoring. Uji ini dilakukan untuk menentukan satu formulasi mi jagung yang paling disukai dari 2 formulasi
terpilih dari analisis fisik. Penilaian untuk tingkat kekerasan, kekenyalan, dan
kelengketan terdiri dari lima skor Lampiran 1. Contoh untuk kekerasan, skor 1
tidak keras, 2 sedikit keras, 3 keras moderat, 4 sangat keras, dan 5 amat sangat keras, sedangkan untuk tingkat kesukaan, panelis diminta untuk
memberikan skor dari 1 hingga 7. Skor 1 sangat tidak suka, 2 tidak suka, 3 agak tidak suka, 4 netral, 5 agak suka, 6 suka, 7 sangat suka.
9 Analisis proksimat AOAC 1995
Analisis proksimat terdiri dari analisis kadar air, abu, protein, lemak, sedangkan karbohidrat d
iperoleh dengan cara “by difference”. Analisis kadar air
dengan menggunakan metode oven. Analisis kadar abu dilakukan dengan menggunakan pengabuan kering. Analisis kadar lemak dilakukan dengan metode
soxlet. Analisis kadar protein dilakukan dengan metode Mikro-Kjeldahl.
10 Analisis kadar pati metode hidrolisa asam Sudarmadji 1997
Prinsip pengukuran kadar pati ini adalah dengan melakukan hidrolisis pati dalam sampel menjadi gula dengan menggunakan asam, kemudian larutan sampel
di ukur kadar gulanya. Kadar pati adalah glukosa dikalikan 0.9. Sampel ditimbang sebanyak 0.1 g dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer
250 ml, kemudian ditambahkan 50 ml akuades dan aduk selama 1 jam. Suspensi
disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan aquades hingga volume filtrat 250 ml. Filtrat tersebut mengandung karbohidrat yang larut sehinga dibuang.
Residu dicuci dengan 10 ml eter 5 kali untuk menghilangkan lemak, setelah eter menguap cuci kembali dengan 150 ml alkohol 10 untuk membebaskan lebih
lanjut karbohidrat yang larut. Residu dipindahkan secara kuantitatif ke dalam erlenmeyer dengan pencucian 200 ml aquades dan tambahkan 20 ml HCL 25,
tutup dengan pendingin balik dan panaskan di atas penangas air mendidih selama 2.5 jam. Setelah dingin dinetralakan dengan larutan NaOH 45 dan encerkan
hingga volume 500 ml, kemudian disaring. Filtrat dilakukan pengukuran kadar glukosa, dimana berat pati merupakan kadar glukosa dikalikan 0.9.
11 Analisis kadar amilosa Margareth 2006
Prinsip pengukuran amilosa adalah berdasarkan pembentukan warna biru akibat reaksi amilosa dengan iod yang diukur dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang 620 nm. Pembuatan kurva standar
Amilosa murni ditimbang sebanyak 40 mg, dimasukan kedalam labu takar 100 ml, lalu ditambahkan etanol 1 ml dan NaOH 1 N sebanyak 9 ml. Larutan
standar didiamkan selama 24 jam dan ditambahkan akuades hingga tanda tera. Larutan satandar dipipet masing-masing sebanyak 1, 2, 3, 4, dan 5 ml lalu
dimasukan kedalam labu takar 100 ml. Masing-masing larutan ditambahkan asam asetat 1 N sebanyak 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1 ml, lalu ditambahkan larutan iod
sebanyak 2 ml. Larutan ditambahakan akuades hingga tanda tera, dikocok, lalu didiamkan selama 20 menit, lalu diukur intensitas warnanya dengan
spektofotometer pada panjang gelombang 620 nm. Penetapan sampel
Sampel sebanyak 100 mg dimasukan kedalam labu takar 100 ml, dan ditambahkan 1 ml etanol dan 9 ml NaOH 1 N. Setelah itu, larutan sampel
didiamkan selama 24 jam dan ditambahkan akuades hingga tanda tera. Sampel didipet 5 ml, lalu dimasukan kedalam labu takar 100 ml, dan ditambahkan 1 ml
asam asetat 1 N dan 2 ml larutan iod. Setelah itu larutan ditambahkan akuades hingga tanda tera, dikocok, lalu didiamkan selama 20 menit, dan diukur intensitas
warnanya dengan spektofotometer pada panjang gelombang 620 nm. Kadar amilosa dihitung berdasarkan persaman garis yang diperoleh dari kurva standar.
12 Analisis kadar beta karoten dengan HPLC Modifikasi Howe et al 2006
Analisis beta karoten dilakukan dengan menggunakan HPLC, dengan
prosedur analisis pada Lampiran 2, contoh perhitungan pada Lampiran 3, dan contoh hasil HPLC beta karoten standar pada Lampiran 4.
13 Analisis kadar pati resisten secara in vitro Modifikasi Wepner et al 1999
Analisis kadar pati resisten Lampiran 5a dilakukan dengan mereaksikan
pati dalam sampel dengan enzim termamil, pankreatin, dan amiloglukosidase, kemudian residu yang diperloleh dilarutkan dengan KOH dan kadar glukosa
dalam larutan diukur dengan metode glukosa oksidase. Kadar pati resisten merupakan kadar glukosa dikalikan 0.9.
14 Analisis kadar serat pangan metode enzimatis Rahayu 2003 Analisis kadar serat pangan Lampiran 5b dilakukan dengan
mereaksikan sampel dengan enzim termamil, pepsin, dan pankreatin. Residu yang merupakan serat pangan tidak larut dicuci dengan etanol dan aseton, kemudian
dikeringkan. Filtrat yang merupakan serat larut diiendapkan dengan etanol, kemudian disaring dan dikeringkan.
15 Analisis daya cerna pati secara enzimatis Muchtadi 1989 Analisis daya cerna pati Lampiran 5c dilakukan dengan mereaksikan
sampel yang mengandung 1 gram pati dengan enzim α-amilase sehingga akan terjadi pemecahan pati menjadi maltosa, kemudian daya cerna pati diukur sebagai
jumlah maltosa pada sampel dibagi dengan jumlah maltosa dari pati standar.
16 Analisis daya cerna protein secara in vitro dengan teknik multienzim Muchtadi
et al, 1992 Analisis daya cerna protein Lampiran 5d dilakukan dengan
mereaksikan sampel dengan enzim tripsin, kimotripsin, dan peptidase. Prinsip dari pengukuran tersebut adalah sampel protein dihidrolisis oleh campuran enzim, dan
selama hidrolisis ion-ion hidrogen akan dibebaskan sehingga menyebabkan
penurunan pH.
17 Pengukuran nilai indeks glikemik
Pengukuran nilai indeks glikemik dilakukan pada mi kering jagung tanpa HMT dan mi kering jagung HMT terbaik. Terdapat dua cara penyajian yaitu tanpa
kuah sop dan dengan kuah sop. Kuah sop dibuat dari 1.5 g bawang putih, 0.1 g lada, dan 2.1 g garam dalam 200 ml air. Komposisi proksimat kuah sop yang
digunakan terdapat pada Lampiran 6a.
Mi yang disajikan merupakan mi jagung kering setelah rehidrasi. Sejumlah mi yang memiliki kandungan karbohidrat sebesar 50 g direndam dalam air yang
telah didihkan selama 3 menit. Lamanya waktu pemasakan berdasarkan data waktu optimum pemasakan. Contoh perhitungan berat sampel yang digunakan
terdapat pada Lampiran 6b.
Uji indeks glisemik dilakukan dengan menggunakan darah manusia sebagai obyek penelitian in vivo. Sukarelawan yang digunakan berjumlah 8
orang Lampiran 6c. Sukarelawan yang ikut serta dalam analisis ini adalah
sukarelawan yang telah lolos seleksi, untuk meminimalisasi variasi yang mungkin timbul antar sukarelawan. Syarat-syarat sukarelawan yang digunakan dalam
analisis ini adalah sehat, non-diabetes, dan memiliki nilai IMT Indeks Massa Tubuh dalam kisaran normal atau 18.5-25 Kgm
2
. Setiap sukarelawan diberikan sampel mi yang jumlahnya setara dengan 50
gram karbohidrat total. Kadar karbohidrat mi diperoleh melalui analisis proksimat by difference. Sampel yang dilakukan uji indeks glikemik berjumlah 2 sampel
dengan 2 cara penyajian, dimana 1 sampel adalah kontrol sehingga terdapat 4 sampel. Penyajian pertama adalah tanpa kuah dan yang kedua menggunakan kuah.
Sampel yang disajikan sebelumnya dimasak terlebih dahulu. Pengukuran sampel diberi selang waktu setiap 2 hari untuk menstabilkan kondisi pencernaan tubuh.
Standar yang digunakan adalah 50 gram glukosa bubuk yang telah dilarutkan dalam 150 ml air. Pengukuran kadar gula darah dilakukan setelah
periode puasa selama 12 jam. Pengambilan darah dilakukan dari pembuluh kapiler jari tangan, dalam selang waktu 2 jam, yaitu 0 menit kadar gula darah puasa, 30
menit, 60 menit, 90 menit, dan 120 menit setelah konsumsi sampel. Pengukuran kadar gula darah dilakukan dengan menggunakan glucometer merek one touch
ultra. Nilai kadar gula darah ini kemudian diplotkan menjadi sebuah grafik
dengan sumbu x sebagai waktu pengukuran dan sumbu y sebagai kadar gula darah. Indeks glisemik dihitung sebagai perbandingan antara luas kurva kenaikan
kadar gula darah setelah mengkonsumsi sampel dan glukosa sebagai standar Haliza et al, 2006. Nilai indeks glisemik akhir adalah nilai rata-rata dari 8 orang
sukarelawan tersebut.
E Rancangan penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan pada tahap modifikasi tepung jagung dan analisis karakteristiknya akan menggunakan rancangan acak lengkap
faktorial dengan tiga kali pengulangan dan dua faktor, yaitu suhu dan waktu pemanasan. Faktor suhu memiliki 3 level, yaitu 100, 110, dan 120
o
C, sedangkan faktor waktu memiliki 3 level, yaitu 3, 6, dan 9 jam.
Rancangan penelitian untuk menentukan kondisi proses modifikasi tepung jagung terbaik akan menggunakan rancangan faktorial acak lengkap dengan
model linier sebagai berikut: Y
ijk
= µ + A
i
+ B
j
+ AB
ij
+ έ
ijk
Keterangan: Y
ijk
= nilai pengamatan akibat faktor A suhu pemanasan level ke i, faktor B suhu pemanasan lavel ke j, dan ulangan ke k.
µ = nilai tengah
A
i
= pengaruh suhu pemanasan level ke i B
j
= pengaruh waktu pemanasan level ke j AB
ij
= pengaruh interaksi faktor A dan B έ
ijk
= galat percobaan Rancangan percobaan yang digunakan pada tahap penentuan formulasi mi
jagung kering adalah rancangan acak lengkap satu faktor, yaitu formulasi dengan
5 level Tabel 6 serta tiga kali ulangan. Model liner rancangan acak lengkap
yang digunakan adalah sebagai berikut:
Y
ij
= µ + A
i
+ έ
ij
Keterangan: Y
ijk
= nilai pengamatan akibat faktor A level ke i dan ulangan ke j. µ
= nilai tengah A
i
= pengaruh formulasi level ke i έ
ijk
= galat percobaan Analisis data pada uji organoleptik menggunakan anova satu faktor dengan
uji lajut LSD Least Significant Difference. Analisis data pada penelitian tahap 3 menggunakan uji t dengan
menggunakan program Minitab 15. Analisis yang dilakukan adalah tepung jagung tanpa HMT dengan tepung jagung perlakuan HMT dan mi kering jagung tanpa
HMT dengan mi kering jagung substitusi tepung jagung HMT.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN