Penampilan makanan Rasa Makanan

Makanan merupakan suatu bentuk terapi yang bertujuan untuk memelihara status gizi secara normal atau optimal walaupun terjadi peningkatan kebutuhan gizi akibat penyakit yang dideritanya. Disamping itu untuk memperbaiki terjadinya defisiensi zat gizi serta kelebihan atau kekurangan berat badan pasien. Makanan yang diberikan kepada orang sakit disesuaikan dengan keadaan penyakitnya. Oleh karena itu, banyak sekali kemungkinan modifikasi yang dapat dilakukan. Modifikasi dapat dilakukan melalui perubahan konsistensi makanan, kandungan kalori makanan, maupun kandungan unsur gizi tertentu. Perubahan konsistensi makanan yaitu dari makanan biasa menjadi makanan lunak, makanan saring, atau makanan cair. Kandungan kalori dalam makanan, terutama terkait dengan jumlah hidrat arang, protein dan lemak. Modifikasi pada kandungan unsur gizi tertentu yaitu modifikasi baik mengenai jenis ataupun jumlah unsur gizi tertentu dalam makanan yang disajikan. Apapun modifikasi yang dilakukan, hal yang perlu diperhatikan adalah orang sakit harus memperoleh zat gizi sesuai dengan kebutuhannya Moehyi 1999. Cita Rasa Makanan Cita rasa makanan ditimbulkan oleh terjadinya rangsangan terhadap berbagai indera dalam tubuh manusia terutama indera penglihatan, indera pencium, dan indera pengecap. Makanan yang memiliki cita rasa yang tinggi adalah makanan yang disajukan dengan menarik, menyebarkan bau yang sedap dan memberikan rasa yang lezat Moehyi 1992. Cita rasa makanan mencakup dua aspek utama, yaitu penampilan makanan sewaktu dihidangkan dan rasa makanan waktu di makan. Kedua aspek itu sama pentingnya untuk diperhatikan agar betul-betul dapat menghasilkan makanan yang memuaskan Moehyi 1992. Dua aspek yang berkaitan dengan cita rasa adalah sebagai berikut:

a. Penampilan makanan

Penampilan yang ditimbulkan oleh makanan yang disajikan. Beberapa faktor berikut ini yang berkaitan dengan penampilan makanan yaitu: 1. Warna Makanan Warna makanan adalah rupa hidangan yang disajikan dan dapat memberikan penampilan lebih menarik terhadap makanan yang disajikan West dan Wood 1998. Kombinasi warna adalah hal yang sangat diperlukan dan membantu dalam penerimaan suatu makanan dan secara tidak langsung dapat merangsang selera makan, dimana makanan yang penuh warna mempunyai daya tarik untuk dilihat, karena warna juga mempunyai dampak psikologis pada konsumen. Makanan yang bergizi, enak dimakan dan aromanya juga enak, tidak akan dimakan apabila warnanya memberikan kesan menyimpang dari warna yang seharusnya Winarno 2002. 2. Bentuk Makanan Bentuk makanan dapat juga digunakan untuk menimbulkan ketertarikan dalam menu karena dari bermacam-macam bentuk makanan yang disajikan. Bentuk makanan yang serasi akan memberikan daya tarik tersendiri bagi setiap makanan yang disajikan Moehyi 1992 3. Besar Porsi Besar porsi makanan adalah banyaknya makanan yang disajikan, porsi untuk setiap individu berbeda sesuai kebutuhan makan. Porsi yang terlalu besar atau terlalu kecil akan mempengaruhi penampilan makanan. Posi makanan juga berkaitan dengan perencanaan dan perhitungan penampilan hidangan yang disajikan Muchatab1991, diacu dalam Nida 2011 4. Penyajian Makanan Penyajian makanan adalah perlakuan terakhir dalam penyelenggaraan makanan sebelum dikonsumsi, penyajian makanan meliputi pemilihan alat, cara penyusunan makanan, dan penghiasan hidangan. Penyajian makanan juga merupakan faktor penentu dalam penampilan hidangan yang disajikan Moehyi, 1992. Cara penyajian makanan merupakan faktor yang perlu mendapat perhatian dalam mempertahankan penampilan dari makanan yang disajikan Depkes 2003 menunjukkan penampilan yang menarik akan meningkatkan selera makan pasien dalam mengkonsumsi makanan yang dihidangkan di rumah sakit.

b. Rasa Makanan

Rasa makanan lebih banyak melibatkan indera pengecap lidah, penginderaan cecapan dapat dibagi menjadi cecapan utama yaitu asin, manis asam dan pahit Winarno 2002. Mengombinasikan berbagai rasa sangat diperlukan dalam mencipatakan keunikan sebuah menu. Dominasi satu macam rasa sangat tidak disukai. Menurut Moehyi 1992, Rasa makanan adalah rasa yang ditimbulkan dari makanan yang disajikan dan merupukan faktor kedua yang menentukan cita rasa makanan setelah penampilan makanan itu sendiri, adapun beberapa komponen yang berperan dalam penentuan rasa makanan yaitu : 1. Aroma Makanan Aroma Makanan adalah aroma yang disebarkan oleh makanan yang mempunyai daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga mampu membangkitkan selera. Aroma yang dikeluarkan oleh makanan berbeda-beda. Demikian pula cara memasak makanan yang berbeda akan memberikan aroma yang berbeda pula Moehyi 1992 2. Bumbu Masakan Bumbu masakan adalah bahan yang ditambahkan dengan maksud untuk mendapatkan rasa yang enak dan khas dalam setiap pemasakan. 3. Tekstur Makanan Tekstur adalah hal yang berkaitan dengan struktur makanan yang dirasakan dalam mulut. Gambaran dari tekstur makanan meliputi kerenyahan, empuk, berserat, halus, keras dan kenyal. Keempukan dan kerenyahan ditentukan oleh mutu bahan makanan yang digunakan dan cara memasaknya Moehyi 1992. Bermacam-macam tekstur dalam makanan lebih menyenangkan daripada satu macam tekstur. 4. Suhu Makanan Suhu makanan waktu disajkan memegang peranan dalam penentuan cita rasa makanan. Namun makanan yang terlalu panas atau terlalu dingan sangat mempengaruhi sensitifitas saraf pengecap terhadap rasa makanan sehingga dapat menguranggi selera untuk memakannya Moehyi 1992. Sisa Makanan Pasien Keberhasilan suatu pelayanan gizi di ruang rawat inap di evaluasi dengan pengamatan sisa makanan yang tidak di konsumsi setelah makanan disajikan. Sisa makanan merupakan suatu dampak dari sistem pelayanan gizi di rumah sakit. Hal ini merupakan suatu implementasi dari pelayanan gizi dan aspek perilaku pasien. Banyaknya sisa makanan dalam piring pasien mengakibatkan masukan gizi kurang selama pasien dirawat. Kebutuhan gizi merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan atau dipertimbangkan dalam menyusun menú pasien karena untuk orang sakit kebutuhan gizinya akan meningkat. Pemberian makanan sehat yang terdiri dari makanan pokok, lauk, sayur-sayuran dan buah dalam jumlah yang cukup, dan dapat dihabiskan oleh pasien Moehyi 1992. Menurut Soegianto 2008, sisa makanan pasien di rumah sakit ditimbulkan oleh sedikitnya konsumsi makanan oleh pasien. Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi perilaku konsumsi pasien, sehingga menimbulkan sisa makanan, yaitu anoreksia, input di luar diet, motivasi rendah, makanan yang kurang enak, atau makanan yang terlalu banyak. Pemberian makanan di rumah sakit dipengaruhi oleh beberapa faktor terkait bagaimana seseorang memilih makanannya. Faktor-faktor tersebut adalah kesenangan serta ketidaksenangan, kebiasaan, daya beli serta ketersediaan makanan, kepercayaan serta ketahayulan, aktualisasi diri, faktor agama serta psikologis, dan pertimbangan gizi serta kesehatan Hartono 2000. Menurut Almatsier 1992, sisa makanan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis kelamin, tingkat pendidikan, kelompok umur, cita rasa makanan, kelas perawatan, lama perawatan dan penyakit mempengaruhi sisa makanan pasien. Jika faktor-faktor ini baik, maka persepsi pasien terhadap makanan yang disajikan akan baik sehingga makanan yang disajikan dikonsumsi habis. Jika persepsi pasien terhadap makanan yang disajikan kurang, maka makanan yang disajikan tidak dikonsumsi habis dan akan meninggalkan sisa. Sisa makanan adalah jumlah makanan yang tidak habis dikonsumsi setelah makanan disajikan. Analisa sisa makanan merupakan salah satu cara untuk melakukan evaluasi pelayanan gizi yang diberikan, terutama pelayanan makanan. Penyelenggaraan makanan di rumah sakit lebih banyak dihadapkan pada beberapa masalah yang tidak ditemui pada instansi lain. Perhitungan sisa makanan pasien dilakukan dengan penimbangan atau weighing Williams Walton 2011. Sisa makanan pasien merupakan salah satu indikator proses dalam pelayanan gizi rawat inap. Target yang dicapai agar indikator pelayanan gizi rawat inap dapat dikatakan baik, salah satunya yaitu besarnya sisa makanan pasien tidak melebihi 20 dari makanan yang disajikan Depkes 2010. Kepuasan Pasien Mutu makanan merupakan prediktor terbaik terhadap tingkat kepuasan pasien. Kepuasan pasien salah satunya dapat dilihat dari indikator sisa makanan oleh pasien Heryawanti 2004. Hasil penelitian Nareswara 2011 menunjukkan bahwa ada hubungan antara sisa makanan pasien dengan kepuasan pasien terhadap penampilan makanan. Kotler 2005 mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai berikut : “ kepuasan adalah tingkat keadaan yang dirasakan seseorang yang merupakan hasil dari membandingkan penampilan atau outcome produk yang dirasakan dalam hubungannya dengan harapan seseorang”. Oleh karena itu, kepuasan pasien terhadap penyajian makanan di rumah sakit sangat dipengaruhi oleh persepsi pasien terhadap bagaimana kinerja manajemen rumah sakit dalam menyajikan makanan kepada pasien. Kepuasan konsumen menurut Umar 2002 terbagi menjadi 2, yaitu: a. Kepuasan fungsional, merupakan kepuasan yang diperoleh dari fungsi atau pemakaian suatu produk. Misal: karena makan membuat perut kita kenyang. b. Kepuasan psikologikal, merupakan kepuasan yang diperoleh dari atribut yang bersifat tidak berwujud. Misal: perasaan bangga karena mendapat pelayanan yang sangat istimewa dari sebuah rumah makan yang mewah. Sumarwan 2004 menyatakan, teori yang menjelaskan bagaimana kepuasan atau ketidakpuasan konsumen terbentuk adalah the expectancy disconfirmation model, yang mengemukakan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan konsumen merupakan dampak perbandingan antara harapan konsumen sebelum pembelian dengan yang sesungguhnya diperoleh oleh konsumen dari produk yang dibeli tersebut. Menurut Tjiptono 2008, metode yang paling banyak digunakan dalam pengukuran kepuasan konsumen adalah metode survei. Metode tersebut dapat menggunakan pengukuran dengan berbagai cara sebagai berikut: 1. Pengukuran dapat dilakukan secara langsung dengan pertanyaan seperti “Ungkapkan seberapa puas Saudara terhadap pelayanan PT.Chandra pada skala berikut: sangat tidak puas, tidak puas, netral, puas, sangat puas” directly reported satisfaction. 2. Responden diberi pertanyaan mengenai seberapa besar mereka mengharapkan suatu atribut tertentu dan seberapa besar yang mereka rasakan derived dissatisfaction. 3. Responden diminta untuk menuliskan masalah-masalah yang mereka hadapi berkaitan dengan penawaran dari perusahaan dan juga diminta untuk menuliskan perbaikan-perbaikan yang mereka sarankan problem analysis. 4. Responden dapat diminta untuk meranking berbagai elemen atribut dari penawaran berdasarkan derajat pentingnya setiap elemen dan seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-masing elemen importanceperformance ratings. Teknik ini dikenal pula dengan istilah importance-performance analysis. Importance-Performance Analysis IPA Importance-Performance Analysis IPA adalah suatu metode statistik deskriptif. Berdasarkan John AM dan John CJ 1977, hasil analisis IPA disampaikan dalam bentuk kuadran 2 dimensi yang bersifat grafis dan mudah diinterpretasi. Gambar pembagian kuadran dalam diagram analisis IPA adalah sebagai berikut : Gambar 1 Diagram Importance-Performance Analysis IPA Dalam menginterpretasi kuadran, keduanya merinci sebagai berikut:

A. Concentrate Here konsentrasi di sini. Faktor-faktor yang terletak dalam