Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di rumah sakit Haji Jakarta tahun 2011

(1)

i

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA SISA MAKANAN PADA PASIEN RAWAT INAP

DI RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA TAHUN 2011

SKRIPSI

Oleh:

LISA ELLIZABET AULA NIM: 107101001715

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011


(2)

ii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 27 September 2011


(3)

iii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Skripsi, 27 September 2011

Lisa Ellizabet Aula, NIM : 107101001715

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA SISA MAKANAN PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA TAHUN 2011

xxii + 157 Halaman, 31 tabel, 2 gambar, 5 lampiran ABSTRAK

Sisa Makanan adalah volume atau persentase makanan yang tidak habis termakan dan dibuang sebagai sampah dan dapat digunakan untuk mengukur efektivitas menu. Jika sisa makanan masih dibiarkan, maka dalam jangka waktu yang lama akan mempengaruhi status gizi pasien yang kemudian dapat menimbulkan terjadinya malnutrisi. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan disain cross-sectional study. Sampel penelitian ini sebanyak 58 pasien rawat inap yang diambil dengan cara purposive sampling. Analisis hubungan antar variabel dependen dengan variabel independen menggunakan uji t, uji anova, dan uji chi square.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata sisa makanan responden adalah sebanyak 20,27%. Persentase responden yang tidak menghabiskan makanannya >25% mencapai 39,7%. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara gangguan pencernaan, aroma makanan, dan makanan dari luar rumah sakit dengan terjadinya sisa makanan. Sementara itu, keadaan psikis, kebiasaan makan, penampilan makanan yang meliputi warna makanan, bentuk makanan, porsi makanan, dan penyajian makanan, dan rasa makanan yang meliputi bumbu makanan, konsistensi makanan, keempukan makanan, dan temperatur makanan tidak memiliki hubungan dengan terjadinya sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta.

Berdasarkan hasil penelitian, disarankan bagi Rumah sakit Haji Jakarta untuk memperbaiki mutu makanan, terutama aroma makanan, dengan pemberian bumbu atau cara memasak yang tepat akan menimbulkan aroma yang sedap, memberikan makanan yang sesuai dengan kondisi responden, melakukan evaluasi sisa makanan dan status kesehatan pasien secara rutin dan menyeluruh.

Kata Kunci : Sisa Makanan, pasien, rumah sakit Daftar Bacaan : 47 (1987-2011)


(4)

iv

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM

Undergraduated Thesis, 27 September 2011 Lisa Ellizabet Aula, NIM : 107101001715

FACTORS ASSOCIATED WITH THE OCCURRENCE OF PLATE WASTE AMONG PATIENTS HOSPITALIZED IN RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA IN 2011

xxii + 157 pages, 31 tables, 2 charts, 5 attachements ABSTRACT

Plate waste is the volume or the percentage of ingested food that`s not discharged and disposed as waste and can be used to measure the effectiveness of the menu. If plate wastes are still left, a period of the time, it will affect the nutritional status of patients and can lead to the occurrence of malnutrition. The purpose of this study is to determine the factors associated with the occurrence of plate waste in Rumah Sakit Haji Jakarta.

This is a quantitative research by using cross-sectional study design. Sample in this study is 58 patients hospitalized that was take with purposive sampling. Analysis of the relationship between the variable use t tes, anova test, and chi square.

The results of this study show that the average of plate waste is 20,27%. Percentage of responden who didn`t spend their food more than 25% is 39,7%. Statistical test results that there is a relationship between gastrointestinal disorders, the smeel of food, and the food from outside hospital with the occurance of plate waste. Beside that, the psychological status, eating habits, appearance of food such as food color, food shape, food size, and food presentation, and taste of food such as food seasoning, food consistency, food terderness, and food temperature doesn`t have a relationship with the occurance of plate waste in Rumah Sakit Haji Jakarta.

Based on research result, suggested for Rumah Sakit Haji Jakarta to improve the quality of food, expecially smell of food by add herbs or cook with the right way to make a good smell of food, provide food in accordance with the conditions of the respondent, evaluate the occurance of plate waste and patient health status in reoutin and comprehensive.

Keywords : Plate Waste, Patient, Hospital Refference : 47 (1987- 2011)


(5)

v

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Sidang Skripsi dengan Judul

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA SISA MAKANAN PADA PASIEN RAWAT INAP

DI RUMAH SAKIT HAJI JAKARTA TAHUN 2011

Telah disetujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi untuk mengikuti sidang skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Disusun oleh: Lisa Ellizabet Aula NIM: 107101001715

Jakarta, 27 September 2011

Mengetahui

Pembimbing I

Ir. Febrianti, MSi

Pembimbing II


(6)

vi

PANITIA SIDANG SKRIPSI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, 27 September 2011

Ir. Febrianti, M.Si. (Pembimbing 1)

dr. Yuli Prapanca Satar, MARS (Pembimbing 2)

Wilda Welis, SP. M. Kes. (Penguji)


(7)

vii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Lisa Ellizabet Aula

Tempat/Tgl Lahir : Lamongan, 21 Oktober 1988 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Belum Menikah Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jalan Ahmad Yani no.114 RT 01/ 09 Kelurahan Utan Kayu Utara, Kecamatan Matraman, Kotamadya Jakarta Timur 13120 No. Contact : 085883276579

Email : Lisa_AuliaChalerista@yahoo.com

Riwayat Pendidikan:

1. TK RA (1994-1995)

2. SD Negeri Utan Kayu Utara 05 Pagi Jakarta (1995-2001)

3. SMP Negeri 7 Jakarta (2001-2004)

4. SMA Negeri 22 Jakarta (2004-2007)

5. S-1 Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran (2007-2011) Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengalaman Organisasi

Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan Kesehatan Masyarakat (BEMJ KESMAS) Tobacco Control (TC)

Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (ISMKMI) Forum Lingkar Pena (FLP) Ciputat


(8)

viii

Lembar Persembahan

(2) Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (3) Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada

kemudahan. (QS. Al Insyiraah; 5-6)

Ketika aku mulai dengan bismillah

Aku sadar aku pasti bisa

Meski akan ada tantangan

Meski aku akan merasa terbang dan dijatuhkan

Tapi aku menyadari inilah perjuangan

Inilah jalan yang harus kutempuh

Dan inilah yang bisa aku persembahkan

Karya ini kupersembahkan untuk Kedua orang tuaku,

Adikku tercinta,

Sahabatku yang tersayang

Dan orang-orang yang sudah mendukungku dengan tulus dan ikhlas

5 6


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Segala Puji syukur senantiasa tercurahkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, yang senantiasa menganugerahkan nikmat dan rahmat serta karunianya sehingga penulis masih diberi kesempatan dan kemampuan dalam menjalankan aktifitas dan dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat dan salam senantiasa kami curahkan kepada Rasul tercinta, Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kebenaran yaitu Islam dan telah menjadi suri tauladan bagi umatnya.

Skripsi ini dapat terselesaikan dengan dukungan dan bantuan pihak-pihak terkait sehingga penulis sangat berterima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini, diantaranya :

1. Kedua orang tua saya, ayahanda Muallimin dan Ibunda Munasikah, yang senantiasa memberikan perhatian dan kasih sayang, menyumbangkan fikiran secara moral, emosional dan finansial yang tak terhingga, mau mendengarkan semua keluhan dan senantiasa memberikan doa untuk pantang menyerah dan selalu sabar dalam menyelesaikan semua tugas yang diemban oleh penulis. 2. Adikku tercinta, M. Faizal Ashar yang mendukung penulis baik mental maupun

secara finasial sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengaan baik. 3. Prof.Dr (hc). dr. M. K. Tajudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan


(10)

x

4. dr. Yuli Prapanca Satar, MARS selaku Ketua program studi Kesehatan Masyarakat dan Pembimbing II dalam pembuatan skripsi ini.

5. Ibu Ir. Febrianti, Msi selaku Pembimbing I, terimakasih atas segala bimbingan, waktu dan fikiran yang ibu berikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh Staf Pengajar Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan Ilmu Pengetahuan kepada kami.

7. Ibu Cut Kemala Handayani, AMG selaku Kepada Instalasi Gizi di Rumah Sakit Haji Jakarta yang telah membantu penulis di lapangan, beserta dengan staff dan karyawan instalasi gizi.

8. GEER TOGETHER FOREVER (Melli Wulandari, Hafifatul Auliya Rahmy, Karbella Kuantanades Hasti, dan Farida Hidayati) sahabat yang selalu bersama dalam senang maupun susah, memberi semangat, masukan, arahan, motivasi, harapan, dan doa untuk hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima untuk segala kebaikan yang telah kalian berikan.

9. Teman-teman seperjuanganku angkatan 2007 tetap semangat dan sukses selalu untuk kita semua.

10. Untuk Sahabat-sahabatku, Lisanti dan Munawaroh, terima kasih untuk setiap doa, perhatian, dan kebaikan yang sudah kalian berikan.

11. Rekan-rekan mahasiswa dan segenap pihak yang telah berperan aktif membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan dalam laporan ini.


(11)

xi

Akhir kata, kesempurnaan hanya milik Allah SWT dan kesalahannya datangnya dari penulis selaku manusia biasa. Dengan sepenuh hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun, penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Ciputat, September 2011


(12)

xii DAFTAR ISI

Lembar Pernyataan... ii

Abstrak ... iii

Lembar Persetujuan ... v

Lembar Pengesahan ... vi

Daftar Riwayat Hidup ... vii

Lembar Persembahan ... viii

Kata Pengantar ... ix

Daftar Isi... xii

Daftar Tabel ... xviii

Daftar Bagan ... xxi

Daftar Lampiran ... xxii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Rumusan Masalah ... 7

1.3.Pertanyaan Penelitian ... 9

1.4.Tujuan ... 10

1.4.1. Tujuan Umum ... 10

1.4.2. Tujuan Khusus ... 10

1.5.Manfaat ... 12

1.5.1. Bagi Mahasiswa... 12

1.5.2. Bagi Rumah Sakit Haji Jakarta ... 12

1.5.3. Bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ... 13

1.6.Ruang Lingkup ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 14

2.1.Masalah Gizi di Rumah Sakit ... 14

2.2.Asupan Makanan Pasien ... 16


(13)

xiii

2.3.1. Pengertian Sisa Makanan ... 19

2.3.2. Evaluasi Sisa Makanan ... 20

2.3.3. Metode Evaluasi Sisa Makanan ... 20

2.4.Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Sisa Makanan ... 24

2.4.1. Faktor Internal ... 24

2.4.2. Faktor Eksternal... 41

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS ... 49

3.1.Kerangka Konsep ... 49

3.2.Definisi Operasional ... 52

3.3.Hipotesis ... 57

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ... 58

4.1.Design Penelitian ... 58

4.2.Lokasi dan waktu Penelitian ... 58

4.3.Populasi dan Sampel ... 58

4.3.1. Populasi ... 58

4.3.2. Sampel ... 58

4.4.Instrumen Penelitian ... 60

4.4.1. Validitas ... 62

4.4.2. Reliabilitas ... 64

4.5.Pengumpulan data ... 64

4.5.1. Data Primer ... 64

4.5.2. Data Sekunder ... 65

4.6.Pengolahan Data ... 66

4.6.1. Data Coding ... 66

4.6.2. Data Editing ... 73

4.6.3. Data Entry ... 73

4.6.4. Data Cleaning ... 73

4.7.Analisis ... 73


(14)

xiv

4.7.2. Analisis bivariat ... 74

BAB V HASIL ... 75

5.1.Gambaran Karakteristik Responden ... 75

5.2.Analisis Univariat ... 76

5.2.1. Gambaran Sisa Makanan ... 76

5.2.2. Gambaran Keadaan Psikis ... 79

5.2.3. Gambaran Kebiasaan Makan ... 80

5.2.4. Gambaran Gangguan Pencernaan... 81

5.2.5. Gambaran Status Kehamilan ... 81

5.2.6. Gambaran Penampilan Makanan ... 82

5.2.6.1. Gambaran Warna Makanan ... 82

5.2.6.2. Gambaran Bentuk Makanan ... 83

5.2.6.3. Gambaran Porsi Makanan ... 84

5.2.6.4. Gambaran Penyajian Makanan ... 84

5.2.7. Gambaran Rasa Makanan ... 85

5.2.7.1. Gambaran Aroma Makanan ... 85

5.2.7.2. Gambaran Bumbu Makanan ... 86

5.2.7.3. Gambaran Konsistensi Makanan ... 86

5.2.7.4. Gambaran Keempukan Makanan ... 87

5.2.7.5. Gambaran Temperatur Makanan ... 88

5.2.7.6. Gambaran Makanan dari Luar Rumah Sakit ... 88

5.3.Analisis Bivariat... 89

5.3.1. Hubungan Keadaan Psikis dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 90

5.3.2. Hubungan Kebiasaan Makan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 91

5.3.3. Hubungan Gangguan Pencernaan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.... ... 92


(15)

xv

5.3.4. Hubungan Penampilan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.... ... 93 5.3.4.1. Hubungan Warna Makanan dengan Terjadinya Sisa

Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 93 5.3.4.2. Hubungan Bentuk Makanan dengan Terjadinya Sisa

Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 94 5.3.4.3. Hubungan Porsi Makanan dengan Terjadinya Sisa

Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 94 5.3.4.4. Hubungan Penyajian Makanan dengan Terjadinya Sisa

Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 95 5.3.5. Hubungan Rasa Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 96 5.3.5.1. Hubungan Aroma Makanan dengan Terjadinya Sisa

Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 96 5.3.5.2. Hubungan Bumbu Makanan dengan Terjadinya Sisa

Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 97 5.3.5.3. Hubungan Konsistensi Makanan dengan Terjadinya Sisa

Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 97 5.3.5.4. Hubungan Keempukan Makanan dengan Terjadinya Sisa

Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 97


(16)

xvi

5.3.5.5. Hubungan Temperatur Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 99 5.3.5.6. Hubungan Makanan dari Luar Rumah Sakit dengan

Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di

Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 100 BAB VI PEMBAHASAN ... 101 6.1.Keterbatasan Penelitian ... 101 6.2.Sisa Makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun

2011... .102 6.3.Faktor –Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 106 6.3.1. Hubungan Keadaan Psikis dengan Terjadinya Sisa Makanan pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 107 6.3.2. Hubungan Kebiasaan Makan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 109 6.3.3. Hubungan Gangguan Pencernaan dengan Terjadinya Sisa Makanan

pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011... .. 112 6.3.4. Hubungan Penampilan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan

pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011... 115 6.3.4.1. Hubungan Warna Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan

pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 115 6.3.4.2. Hubungan Bentuk Makanan dengan Terjadinya Sisa

Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 117 6.3.4.3. Hubungan Porsi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan

pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 119


(17)

xvii

6.3.4.4. Hubungan Penyajian Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji

Jakarta Tahun 2011 ... 122

6.3.5. Hubungan Rasa Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 125

6.3.5.1. Hubungan Aroma Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 126

6.3.5.2. Hubungan Bumbu Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 130

6.3.5.3. Hubungan Konsistensi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 133

6.3.5.4. Hubungan Keempukan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 134

6.3.5.5. Hubungan temperatur Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 136

6.3.6. Hubungan Makanan dari Luar RS dengan Terjadinya Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011... .. 138

BAB VII PENUTUP ... 144

7.1. Kesimpulan ... 144

7.2. Saran ... 148

Daftar Pustaka ... 152 Lampiran


(18)

xviii DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Halaman

Tabel 3.1. Definisi Operasional ... 52 Tabel 4.1.Hasil Uji Validitas ... 63 Tabel 5.1.Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Pada Pasien Rawat Inap di

Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 75 Tabel 5.2.Distribusi Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji

Jakarta Tahun 2011 ... 77 Tabel 5.3.Distribusi Frekuensi Sisa Makanan Berdasarkan Jenis Makanan Pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 77 Tabel 5.4.Distribusi Frekuensi Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah

Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 79 Tabel 5.5.Distribusi Frekuensi Keadaan Psikis Pada Pasien Rawat Inap di Rumah

Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 79 Tabel 5.6.Distribusi Frekuensi Kebiasaan Makan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah

Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 80 Tabel 5.7.Distribusi Frekuensi Gangguan Pencernaan Pada Pasien Rawat Inap di

Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 81 Tabel 5.8.Distribusi Frekuensi Status Kehamilan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah

Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 82 Tabel 5.9.Distribusi Frekuensi Warna Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah

Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 82 Tabel 5.10.Distribusi Frekuensi Bentuk Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah

Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 83 Tabel 5.11.Distribusi Frekuensi Porsi Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah

Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 84 Tabel 5.12.Distribusi Frekuensi Penyajian Makanan Pada Pasien Rawat Inap di


(19)

xix

Tabel 5.13.Distribusi Frekuensi Aroma Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 85 Tabel 5.14.Distribusi Frekuensi Bumbu Makanan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit

Haji Jakarta Tahun 2011 ... 86 Tabel 5.15.Distribusi Frekuensi Konsistensi Makanan Pasien Rawat Inap di Rumah

Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 87 Tabel 5.16.Distribusi Frekuensi Keempukan Makanan Pada Pasien Rawat Inap di

Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 87 Tabel 5.17.Distribusi Frekuensi Temperatur Makanan Pada Pasien Rawat Inap di

Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 88 Tabel 5.18.Distribusi Frekuensi Makanan dari Luar Rumah Sakit Pada Pasien Rawat

Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 89 Tabel 5.19.Hubungan Keadaan Psikis dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien

Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 90 Tabel 5.20.Hubungan Kebiasaan Makan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 91 Tabel 5.21.Hubungan Gangguan Pencernaan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 92 Tabel 5.22.Hubungan Warna Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien

Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 93 Tabel 5.23.Hubungan Bentuk Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 94 Tabel 5.24.Hubungan Porsi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien

Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 95 Tabel 5.25.Hubungan Penyajian Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 95 Tabel 5.26.Hubungan Aroma Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada


(20)

xx

Tabel 5.27.Hubungan Bumbu Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 97 Tabel 5.28.Hubungan Konsistensi Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 98 Tabel 5.29. Hubungan Keempukan Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 99 Tabel 5.30.Hubungan Temperatur Makanan dengan Terjadinya Sisa Makanan Pada

Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 99 Tabel 5.31.Hubungan Makanan dari Luar Rumah Sakit dengan Terjadinya Sisa

Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011 ... 100


(21)

xxi

DAFTAR BAGAN

Nomor Bagan Halaman

Bagan 2.1. Kerangka Teori ... 48 Bagan 3.1. Kerangka Konsep ... 51


(22)

xxii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Permohonan Ijin Skripsi

Lampiran 2. Surat Balasan Permohonan ijin Skripsi Lampiran 3. Kuesioner Penelitian

Lampiran 4. Sisa Makanan Berdasarkan Jenis Makanan Lampiran 5. Output Penelitian


(23)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.6.Latar Belakang

Salah satu pelayanan kesehatan dalam rantai sistem rujukan adalah rumah sakit yang didirikan dan diselenggarakan dengan tujuan utama memberikan pelayanan kesehatan dalam bentuk asuhan keperawatan, tindakan medis, asuhan nutrisi dan diagnostik serta upaya rehabilitasi untuk memenuhi kebutuhan pasien (Moehyi, 1999). Pelayanan paripurna pada pasien yang dirawat di rumah sakit pada dasarnya harus meliputi tiga hal, asuhan medis, asuhan keperawatan dan asuhan nutrisi. Ketiga hal tersebut saling berkaitan satu sama lain dan merupakan bagian dari pelayanan medis yang tidak dapat dipisahkan. Namun asuhan nutrisi seringkali diabaikan, padahal dengan asuhan nutrisi yang baik dapat mencegah seorang pasien menderita malnutrisi rumah sakit (hospital malnutrition) selama dalam perawatan (Depkes, 2007).

Berdasarkan hasil berbagai penelitian yang dilakukan di negara maju maupun berkembang, ditemukan angka prevalensi malnutrisi di rumah sakit cukup tinggi. Di Belanda, prevalensi malnutrisi di rumah sakit mencapai 40%, Swedia 17%-47%, Denmark 28%, dan di negara lain seperti Amerika dan Inggris angkanya antara 40%-50% (Lipoeto, 2006). Studi di Asia Tenggara seperti di Malaysia mengungkapkan bahwa 71,4 % pasien mengalami hipoalbuminemia selama periode rawat inap (Shahar, 2002). Di rumah sakit Vietnam periode 2002-2004, Pham et al menemukan bahwa 56% pasien prabedah elektif mengalami malnutrisi (Sauer,


(24)

2

2009). Studi di Indonesia yang dilakukan di Jakarta, menghasilkan data bahwa dari sekitar 20-60% pasien yang telah menyandang status malnutrisi dan 69%-nya mengalami penurunan status gizi selama rawat inap di rumah sakit (Lipoeto, 2006). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, terlihat bahwa masih ada masalah dengan asuhan nutrisi di yang ada di rumah sakit.

Malnutrisi merupakan suatu keadaan nutrisi yang tidak adekuat dan tidak seimbang yang terkadang sulit untuk dikenali dalam clinical setting (Sauer, 2009). Timbulnya malnutrisi disebabkan oleh asupan zat gizi makanan dan keadaan penyakit. Menurut Barker (2011), malnutrisi di rumah sakit (hospital malnutrition) merupakan gabungan dari berbagai faktor yang saling mempengaruhi secara kompleks, antara penyakit yang mendasar, penyakit yang berhubungan dengan perubahan metabolisme, dan berkurangnya persediaan nutrisi yang terjadi karena berkurangnya jumlah bahan makanan yang dimakan, melemahnya proses penyerapan, dan proses kehilangan yang semakin meningkat atau kombinasi ketiganya.

Peranan gizi dalam proses penyembuhan penyakit menjadi sangat penting pada masa sekarang ini, karena berdasarkan data-data yang ada sekitar 30% dari pasien yang dirawat di rumah sakit mengalami penurunan berat badan (Suandi, 1998). Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Sunita Almatsier di beberapa Rumah sakit di Jakarta Tahun 1991 menunjukkan 20%-60% pasien mengalami gizi kurang saat dirawat di rumah sakit, dan hal ini disebabkan karena kurangnya asupan makanan pasien.


(25)

3

Menurut Rosary (2002) dalam Ratna (2009), pasien membutuhkan asupan zat gizi sesuai dengan kondisi atau kebutuhan tubuh pasien. Tubuh manusia melakukan pemeliharaan kesehatan dengan mengganti jaringan yang rusak untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Jika asupan gizi pasien tidak seimbang atau kurang dari yang seharusnya, maka akan mempengaruhi status gizi pasien hingga menyebabkan terjadinya malnutrisi.

Untuk mengetahui asupan zat gizi pada pasien dapat dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap sisa makanan (Barker, 2011). Sisa Makanan adalah volume atau persentase makanan yang tidak habis termakan dan dibuang sebagai sampah dan dapat digunakan untuk mengukur efektivitas menu (Komalawati, 2005). Sisa makanan terjadi karena pasien tidak menghabiskan makanan yang sudah diberikan. Sisa makanan dikatakan tinggi atau banyak jika pasien meninggalkan sisa makanan > 25%. Pasien yang tidak menghabiskan makanan dalam atau memiliki sisa makanan > 25%, maka dalam waktu yang lama akan menyebabkan defisiensi zat-zat gizi karena kekurangan zat gizi (Renaningtyas, 2004).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa rata-rata sisa makanan yang ada di rumah sakit berkisar antara 17% hingga 67% (Zakyah, 2005). Di Indonesia, sisa makanan masih sering terjadi di berbagai rumah sakit. Hasil penelitian Djuriah (1986) di RS. Hasan Sadikin Bandung, sebanyak 19,5% pasien di ruang rawat inap meninggalkan sisa makanan melebihi 25%. Kemudian, hasil penelitian Iswidhani (1996) dalam penelitiannya di Rumah Sakit Cibinong Jakarta menyatakan bahwa sisa makanan di ruang rawat inap masih cukup tinggi (32%). Penelitian di Rumah


(26)

4

Sakit Dr. Kariadi Semarang (1996) menunjukkan bahwa sisa makanan di ruang rawat inap rata- rata 33,5% dan jika dilihat menurut kelas perawatan sisa makanan di kelas I masih cukup tinggi yaitu sebanyak 57% (Sukarti, 2010). Sementara itu, berdasarkan hasil penelitian Sumiyati (2008), diketahui bahwa masih terjadi sisa makanan pada pasien di Ruang Anggrek RSU RA. Kartini dalam jumlah banyak (25%) meliputi semua jenis makanan kecuali untuk jenis sayur termasuk dalam kategori sedikit. Sedangkan pada waktu makan siang dan sore terdapat sisa makanan dalam jumlah banyak (25%) kecuali untuk buah.

Ada berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan. Sisa makanan terjadi bukan hanya karena nafsu makan yang ada dalam diri seseorang, tetapi ada faktor lain yang menyebabkan terjadinya sisa makanan antara lain faktor yang berasal dari luar pasien sendiri atau faktor eksternal dan faktor yang berasal dari dalam pasien atau faktor internal. Sementara itu, Faktor eksternal lain yang berpengaruh terhadap terjadinya sisa makanan adalah sikap petugas ruangan, jadwal makan atau waktu pembagian makan, suasana lingkungan tempat perawatan, makanan dari luar RS, dan mutu makanan (Moehyi, 1992).

Berdasarkan hasil penelitian Rijadi (2002) dan Azizah (2005), menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara selera makan dengan sisa makanan. Beberapa penelitian lain menyebutkan bahwa faktor internal seperti umur, jenis kelamin, dan pendidikan tidak berhubungan dengan terjadinya sisa makanan. Hal ini terlihat dalam penelitian Djamaluddin (2005) yang menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan sisa makanan menurut kelompok umur, walaupun dijumpai sisa lauk


(27)

5

nabati dan sayur yang banyak pada kelompok umur 17-25 tahun, namun perbedaan tersebut secara statistik tidak bermakna. Hal yang sama juga terlihat dalam penelitian Saepuloh (2003), bahwa faktor individu atau karakteristik pasien seperti umur dan jenis kelamin tidak berhubungan secara bermakna dengan daya terima pasien yang rendah yang dapat menyebabkan terjadinya sisa makanan.

Berdasarkan hasil penelitian hubungan faktor eksternal terhadap terjadinya sisa makanan, terlihat ada hubungan mutu makanan yang terdiri dari penampilan makanan dan rasa makanan dengan terjadinya sisa makanan. Hasil ini terlihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Raharjo (1997) di RSU Dr. Soeselo-Slawi dan RSU Harapan Anda-Tegal yang menunjukkan bahwa berdasarkan uji chi kuadrat ternyata ada hubungan antara mutu makanan, cara penyajian, suhu hidangan, makanan dari luar Rumah Sakit dan kebiasaan makan di rumah terhadap sisa makanan yang terjadi di kedua Rumah Sakit tersebut. Namun, berdasarkan koefisien kontingensi ternyata ada hubungan yang paling erat dengan terjadinya sisa makanan adalah variable mutu makanan dan suhu hidangan. Masalah mutu makanan juga terlihat dalam penelitian Almatsir (1992) bahwa dari 10 rumah sakit di Jakarta, 43% pasien mempunyai persepsi kurang baik terhadap mutu makanan yang disajikan.

Untuk faktor eksternal lainnya, berdasarkan hasil penelitian Azizah (2005), diketahui bahwa adanya hubungan yang bermakna antara waktu penyajian makan dengan sisa makanan. Selain itu, menurut hasil penelitian Priyanto (2009), meski ada hubungan antara persepsi pasien mengenai makanan luar RS dan jadwal sisa makanan dengan terjadinya sisa makanan. Priyanto (2009) juga menyebutkan


(28)

6

bahwa tidak ada hubungan antara tata cara penyajian dari petugas dan persepsi pasien mengenai keadaan lingkungan tempat perawatan dengan terjadinya sisa makanan.

Sisa makanan merupakan salah dari berbagai hal yang ada di rumah sakit yang harus diperhatikan. Jika sisa makanan masih dibiarkan, maka dalam jangka waktu yang lama akan mempengaruhi status gizi pasien yang kemudian menimbulkan terjadinya malnutrisi. Hal ini kemudian dapat berdampak pada pada lamanya masa perawatan (length-of-stay) di rumah sakit serta meningkatnya morbiditas dan mortalitas pasien yang berarti pula meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan (Depkes, 2007).

Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Azizah (2005) di RSUD Banjarnegara yang merupakan rumah sakit tipe C menunjukkan bahwa sisa makanan pada pasien rawat inap mencapai 52%. Rumah Sakit Haji Jakarta adalah rumah sakit tipe C yang memiliki kemungkinan untuk mengalani kejadian sisa makanan yang tinggi. Hal ini juga diperkuat dengan data pengukuran sisa makanan yang dilakukan oleh rumah sakit haji pada bulan Januari tahun 2011 yang menyatakan bahwa sisa makanan di RS Haji Jakarta masih ditemukan yakni 18,1% lauk hewani, 15,9% lauk nabati, dan 18,8% sayur (Instalasi Gizi, 2011).

Sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan rumah sakit lainnya. Berdasarkan studi pendahuluan pada pasien dengan diet biasa dan diet khusus, diketahui bahwa ada 67% pasien yang memiliki sisa makanan >25 %. Sisa makanan di rumah sakit Haji Jakarta lebih


(29)

7

tinggi jika dibandingkan dengan rumah sakit lain RS Budiasih Serang. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mutyana (2010) di RS Budiasih Serang, ditemukan bahwa jumlah pasien yang memiliki sisa makanan ada sebanyak 51,2%. Selain itu, sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta juga lebih besar jika dibandingkan dengan RSUD Banjarnegara yang memiliki sisa makanan sebesar 52%. Berdasarkan kesamaan tipe rumah sakit antara Rumah Sakit Haji Jakarta dengan RSUD Banjarnegara dan besarnya jumlah sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta.

Kemungkinan penyebab terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta adalah gangguan pencernaan. Hal ini karena hampir sebagian besar pasien yang dirawat di Rumah Sakit Haji Jakarta mengalami gangguan pencernaan. Berdasarkan data rekam medis, didapatkan data bahwa hampir 74% dari 91 pasien dewasa yang dirawat memiliki keluhan gangguan pencernaan. Gangguan pencernaan merupakan salah satu penyebab terjadinya asupan makan yang rendah hingga menyebabkan sisa makanan yang tinggi. Namun, ada faktor lain yang mempengaruh terjadinya sisa makanan. Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti faktor-faktor apa yang berhubungan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011.

1.7.Rumusan Masalah

Pasien membutuhkan asupan zat gizi sesuai dengan kondisi atau kebutuhan tubuh pasien. untuk dapat menjaga, menentukan kesehatan tubuh, dan melakukan


(30)

8

pemeliharaan kesehatan dengan mengganti jaringan yang rusak untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Namun, jika pasien tidak menghabiskan makanan dalam jangka waktu tertentu, maka akan mempengaruhi status gizi pasien yang kemudian menimbulkan terjadinya malnutrisi. Hal ini juga berdampak pada lamanya masa perawatan (length-of-stay) di rumah sakit serta meningkatnya morbiditas dan mortalitas pasien yang berarti pula meningkatnya biaya yang harus dikeluarkan.

Sisa makanan adalah volume atau persentase makanan yang tidak habis termakan dan dibuang sebagai sampah dan dapat digunakan untuk mengukur efektivitas menu (Komalawati, 2005). Di Indonesia, sisa makanan masih sering terjadi di berbagai rumah sakit. Bahkan, sisa makanan di berbagai rumah sakit tersebut sudah tinggi dengan melihat banyaknya pasien yang meninggalkan sisa makanan> 25%.

Beberapa hasil penelitian sebelumnya diketahui bahwa sisa makanan masih terjadi di berbagai rumah sakit di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Ada banyak faktor yang berhubungan dengan terjadinya sisa. Berdasarkan kesamaan tipe dengan RSUD Banjarnegara yang memiliki sisa makanan dan besarnya masalah sisa makanan jika dibandingkan dengan beberapa rumah sakit lain, yang diperkuat dengan hasil studi pendahuluan, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang sisa makanan di Rumah Sakit Haji Jakarta. Oleh karena itu, penting juga untuk mengetahui secara langsung faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya sisa makanan di rumah sakit haji.


(31)

9 1.8.Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?

2. Bagaimana gambaran karakteristik responden (usia, jenis kelamin, jenis diet, dan lama rawat inap) pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?

3. Bagaimana gambaran keadaan psikis pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?

4. Bagaimana gambaran kebiasaan makan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?

5. Bagaimana gambaran gangguan pencernaan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?

6. Bagaimana gambaran status kehamilan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?

7. Bagaimana gambaran penampilan makanan, yang meliputi warna, bentuk, porsi, dan penyajian pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011? 8. Bagaimana gambaran rasa makanan, yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi,

kerenyahan, dan temperatur) pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?

9. Bagaimana gambaran makanan dari luar rumah sakit pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?


(32)

10

10. Apakah ada hubungan keadaan psikis terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?

11. Apakah ada hubungan kebiasaan makan terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?

12. Apakah ada hubungan gangguan pencernaan terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?

13. Apakah ada hubungan penampilan makanan, yang meliputi warna, bentuk, porsi, dan penyajian terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?

14. Apakah ada hubungan rasa makanan, yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi, keempukan, dan temperatur terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011?

15. Apakah ada hubungan makanan dari luar rumah sakit terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011?

1.9.Tujuan

1.9.1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di rumah sakit haji Jakarta tahun 2011.

1.9.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.


(33)

11

2. Mengetahui gambaran karakteristik responden (usia, jenis kelamin, jenis diet, dan lama rawat inap) pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.

3. Mengetahui gambaran keadaan psikis pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.

4. Mengetahui gambaran kebiasaan makan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.

5. Mengetahui gambaran gangguan pencernaan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.

6. Mengetahui gambaran status kehamilan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.

7. Mengetahui gambaran penampilan makanan, yang meliputi warna, bentuk, porsi, dan penyajian pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011. 8. Mengetahui gambaran rasa makanan, yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi,

keempukan, dan temperatur pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.

9. Mengetahui gambaran makanan dari luar rumah sakit pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.

10. Mengetahui ada hubungan keadaan psikis terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.

11. Mengetahui ada hubungan kebiasaan makan terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.


(34)

12

12. Mengetahui ada hubungan gangguan pencernaan terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.

13. Mengetahui ada hubungan penampilan makanan, yang meliputi warna, bentuk, porsi, dan penyajian terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.

14. Mengetahui ada hubungan rasa makanan, yang meliputi aroma, bumbu, konsistensi, keempukan, dan temperatur terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011.

15. Mengetahui ada hubungan makanan dari luar rumah sakit terhadap terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011. 1.10. Manfaat

1.10.1.Bagi Mahasiswa

Mahasiswa dapat mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Instalasi Gizi Rumah Sakit Haji Jakarta.

1.10.2.Bagi Rumah Sakit Haji Jakarta

Sebagai bahan masukan dan informasi untuk pihak rumah sakit dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan faktor-faktor yang berhubungan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta.


(35)

13 1.10.3.Bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dapat memberikan masukan dan referensi ilmu yang berguna dan sebagai bahan pembelajaran dan memperkaya ilmu pengetahuan dari hasil penelitian.

1.11. Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan oleh Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Semester VIII dengan tujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya sisa makanan pada pasien rawat inap di Rumah Sakit Haji Jakarta Tahun 2011. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2011 di Instalasi Gizi Rumah Sakit Haji Jakarta. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional.


(36)

14 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.5.Masalah Gizi di Rumah Sakit

Gizi adalah salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi kesehatan individu atau masyarakat, dan karenanya merupakan issue fundamental dalam kesehatan. Gizi memiliki pengaruh langsung terhadap pertumbuhan, perkembangan, reproduksi, dan kondisi fisik dan mental individu (Nasir, 2008). Gizi juga memiliki peranan penting dalam proses penyembuhan penyakit. Untuk mencapai serta memelihara kesehatan dan status gizi optimal, tubuh perlu mengkonsumsi makanan sehari-hari yang mengandung gizi seimbang. Bila tubuh dapat mencerna, mengabsorbsi, dan memetabolisme zat-zat gizi tersebut secara baik, maka akan tercapai keadaan gizi seimbang. Tetapi dalam keadaan sakit, melalui modifikasi diet diupayakan agar gizi seimbang tetap bisa dicapai (Almatsier, 2006).

Pengaturan makanan dan diit untuk penyembuhan penyakit merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keseluruhan upaya perawatan untuk penyembuhan penyakit yang diderita oleh orang sakit. Bagi seorang penderita, baik penderita kronis maupun akut, diit yang diberikan kepadanya merupakan salah satu komponen kegiatan dalam upaya penyembuhan penyakitnya. Fungsi makanan dalam upaya penyembuhan penyakit dapat berupa (Moehyi, 1999):

a. Salah satu bentuk terapi, contohnya pada penderita obesitas, pengaturan diit merupakan upaya primer bagi penyembuhan penyakit tersebut


(37)

15

b. Penunjang obat, contohnya pada penderita penyakit diabetes mellitus, pemberian suntikan insulin harus dilakukan bersamaan dengan pemberian makanan agar kadar gula dalam darah penderita tetap dalam batas-batas normal

c. Tindakan medis, contohnya pada penderita penyakit saluran pencernaan yang baru selesai di operasi, pemberian makanan cair bertujuan menunjang tindakan operasi yang telah dilakukan

Pada pelayanan kesehatan paripurna di rumah sakit, terlibat tiga jenis asuhan (care) yang pelaksanaannya dilakukan melalui berbagai kegiatan. Ketiga asuhan ini adalah asuhan medik, asuhan keperawatan, dan asuhan gizi (Almatsier, 2006). Ketiga hal tersebut saling berkaitan satu sama lain dan merupakan bagian dari pelayanan medis yang tidak dapat dipisahkan. Pemberian zat gizi optimal sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien merupakan salah satu kegiatan asuhan gizi (Almatsier, 2006). Namun asuhan nutrisi seringkali diabaikan, padahal dengan asuhan nutrisi yang baik dapat mencegah seorang pasien menderita malnutrisi rumah sakit (hospital malnutrition) selama dalam perawatan (Depkes, 2007).

Malnutrisi merupakan suatu keadaan nutrisi yang tidak adekuat dan tidak seimbang yang terkadang sulit untuk dikenali dalam clinical setting (Sauer, 2009). Timbulnya malnutrisi disebabkan oleh asupan zat gizi makanan dan keadaan penyakit. Malnutrisi di rumah sakit pada pasien biasanya merupakan kombinasi dari cachexia (yang berhubungan dengan penyakit) dan malnutrisi (konsumsi zat gizi yang tidak adekuat). Hal ini sesuai dengan pendapat Barker (2011) bahwa malnutrisi


(38)

16

di rumah sakit (hospital malnutrition) merupakan gabungan dari berbagai faktor yang saling mempengaruhi secara kompleks, antara penyakit yang mendasar, penyakit yang berhubungan dengan perubahan metabolisme, dan berkurangnya persediaan zat gizi dalam pasien tersebut.

Berkurangnya persediaan zat gizi dalam pasien merupakan salah satu penyebab terjadinya hospital malnutrition. Berkurangnya persediaan zat gizi dapat terjadi karena berkurangnya jumlah bahan makanan yang dimakan, melemahnya proses penyerapan, dan proses kehilangan yang semakin meningkat atau kombinasi ketiganya (Barker, 2011). Penelitian yang dilakukan Triyani (1999) menunjukkan bahwa 69,9% pasien hemodialisa di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) mengalami asupan makanan yang kurang dari kebutuhan. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Sunita Almatsier di beberapa Rumah sakit di Jakarta Tahun 1991 menunjukkan 20%-60% pasien mengalami gizi kurang saat dirawat di rumah sakit, dan hal ini disebabkan karena kurangnya asupan makanan pasien.

2.6.Asupan Makanan Pasien

Asupan makanan pada pasien harus disesuaikan dengan kebutuhan gizi dalam keadaan sakit. Kebutuhan zat gizi dalam keadaan sakit tergantung jenis dan berat penyakit serta faktor-faktor yang mempengaruhi dalam keadaan sehat seperti umur, gender (jenis kelamin), aktivitas fisik, serta kondisi khusus, yaitu ibu hamil dan menyusui (Almatsier, 2006). Pasien rawat inap membutuhkan asupan makan yang adekuat agar kebutuhan dan kecukupan gizi terpenuhi dan terhindar dari malnutrisi.


(39)

17

Karyadi dan Muhilal (1988) membedakan pengertian istilah kebutuhan gizi dan kecukupan gizi. Kebutuhan gizi (nutrient requirements) adalah banyaknya zat gizi minimal yang diperlukan oleh seseorang agar hidup sehat. Kecukupan gizi (recommended dietary allowences) adalah jumlah masing-masing zat gizi yang sebaiknya dipenuhi seseorang atau rata-rata kelomok agar hampir semua orang (97,5% populasi) hidup sehat. Jika dalam tubuh terjadi ketidakcukupan gizi, maka dapat menyebabkan terjadinya malnutrisi.

Menurut Solon F.S dan Rodolfo (1977) dalam Supariasa (2001), patogenesis penyakit gizi kurang (malnutrisi) melalui 5 tahapan, yaitu: pertama ketidakcukupan zat gizi. Jika ketidakcukupan zat gizi ini berlangsung lama, maka persediaan/ cadangan jaringan akan digunakan untuk memenuhi ketidakcukupan itu. Kedua, apabila ini berlangsung lama, maka akan terjadi kemerosotan jaringan, yang ditandai dengan penurunan berat badan. Ketiga, terjadi perubahan biokimia yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan laboratorium. Keempat, terjadi perubahan fungsi yang ditandai dengan tanda yang khas. Kelima, terjadi perubahan anatomi yang dapat dilihat dari munculnya tanda yang klasik.

Di rumah sakit, banyak pasien yang mengalami ketidakcukupan zat gizi sebagai akibat dari rendahnya asupan zat gizi pasien. Hal ini sesuai dengan Berman (2003) bahwa kekurangan nutrisi adalah insufisien asupan nutrient dalam memenuhi kebutuhan energi harian karena asupan makanan yang tidak adekuat atau pencernaan dan absorpsi makanan yang tidak benar. Asupan makanan yang tidak adekuat dapat disebabkan oleh kemampuan mendapatkan dan mempersiapkan makanan,


(40)

18

pengetahuan yang tidak adekuat mengenai nutrisi essensial dan diet seimbang, ketidaknyamanan selama atau setelah makan, disfagia (kesulitan menelan), anoreksia (kehilangan selera makan), mual atau muntah dan lain-lain.

Pada pasien rawat inap, beberapa faktor yang secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan asupan makan yang kurang selama rawat inap antara lain pasien terlalu lama dipuasakan, tidak diperhitungkan penambahan zat gizi, obat-obatan yang diberikan, gejala gastrointestinal, serta penyakit yang menyertai (Soegih, 2004). Selain itu, selera makan juga berperan dalam menyebabkan asupan makan yang kurang. Ketika seseorang terserang penyakit, penurunan pada selera makanan biasanya sering terjadi. Dengan menurunnya selera makan menyebabkan berkurangnya asupan zat gizi sehingga kebutuhan zat gizi tidak dapat dipenuhi, dan pada gilirannya akan mempengaruhi status gizi pasien (Santoso, 1995).

Pasien yang memiliki asupan makan yang rendah akan meninggalkan sisa makanan dalam piringnya. Semakin rendah asupan makan, maka sisa makanan semakin tinggi. Padahal, pasien seharusnya menghabiskan seluruh makanan yang sudah disajikan. Jika pasien tidak menghabiskan makanannya, berarti asupan makan pasien tidak adekuat. Hal ini karena makanan yang disediakan oleh instalasi gizi sudah diperhitungkan jumlah dan mutu gizinya, dan harus dihabiskan pasien agar penyembuhannya dapat berjalan sesuai dengan program yang ditetapkan. (Renaningtyas, 2004).

Dengan demikian, salah satu cara untuk menilai asupan makan pasien dapat dilakukan dengan penilaian sisa makanan. Sisa makanan digunakan untuk menilai


(41)

19

konsumsi makan aktual seseorang. Penilaian atau evaluasi sisa makanan secara umum digunakan dalam pada fasilitas pemeliharaan kesehatan secara jangka panjang dan merupakan salah satu teknik yang valid untuk menilai asupan makanan dan daya terima menu (Huang, 2008).

2.7.Sisa Makanan

2.3.1. Pengertian Sisa Makanan

Menurut Hirch (1979) dalam Carr (2001), sisa makanan adalah jumlah makanan yang tidak habis dikonsumsi setelah makanan disajikan. Menurut Asosiasi Dietisien Indonesia (2005), sisa makanan adalah jumlah makanan yang tidak dimakan oleh pasien dari yang disajikan oleh rumah sakit menurut jenis makanannya. Menurut JADA (1979) dalam Muhir (1998), secara khusus, istilah sisa makanan dibagi menjadi dua yaitu:

1. Waste, yaitu bahan makanan yang rusak karena tidak dapat diolah atau hilang karena tercecer

2. Plate Waste, yaitu makanan yang terbuang karena setelah disajikan tidak habis dikonsumsi.

Sisa makanan dikatakan tinggi atau banyak jika pasien meninggalkan sisa makanan > 25%. Pasien yang tidak menghabiskan makanan dalam atau memiliki sisa makanan > 25%, maka dalam waktu yang lama akan menyebabkan defisiensi zat-zat gizi karena kekurangan zat gizi (Renaningtyas, 2004). Sisa makanan selain dapat menyebabkan kebutuhan gizi pasien tidak terpenuhi juga akan menyebabkan biaya yang terbuang pada sisa makanan (Djamaluddin, 2005). Sisa makanan


(42)

20

merupakan suatu dampak dari sistem pelayanan gizi di rumah sakit sehingga masalah terdapatnya sisa makanan tidak dapat diabaikan karena bila masalah tersebut diperhitungkan ke menjadi rupiah maka akan menjadi suatu pemborosan anggaran makanan (Sumiyati, 2008).

2.3.2. Evaluasi Sisa Makanan

Evaluasi sisa makanan secara umum didefinisikan sebagai suatu proses menilai jumlah kuantitas dari porsi makanan yang sudah disediakan oleh penyelenggara makanan yang tidak dihabiskan. Ketika sisa makanan tidak dapat dihindari, maka kelebihan sisa makanan merupakan tanda tidak efisiensinya pelaksanaan kegiatan dan tidak responnya sistem distribusi (Buzby, 2002).

Evaluasi sisa makanan digunakan untuk menilai biaya, daya terima makanan, asupan makan, dan untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan makanan, seperti (Carr, 2001). Evaluasi sisa makanan juga merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi mutu pelayanan gizi yang dapat dilakukan dengan mencatat banyaknya makanan yang tersisa. Oleh karena itu, sisa makanan adalah salah satu indikator keberhasilan pelayanan gizi di ruang rawat inap (Djamaluddin, dkk, 2005).

2.3.3. Metode Evaluasi Sisa Makanan

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengetahui nilai sisa makanan. Metode evaluasi sisa makanan yang digunakan harus disesuaikan dengan tujuan dilakukannya menilai sisa makanan. Ada tiga jenis metode yang dapat digunakan sisa makanan, yaitu:


(43)

21 a. Weight method/ weighed Plate waste

Weight method/ weighed Plate waste digunakan dengan tujuan untuk mengetahui dengan akurat bagaimana intake zat gizi dari seseorang. Metode ini yang digunakan untuk mengukur/ menimbang sisa makanan setiap jenis hidangan atau untuk mengukur total sisa makanan pada individual atau kelompok (Carr, 2001).

Prinsip dari metode penimbangan makanan adalah mengukur secara langsung berat dari tiap jenis makanan yang dikonsumsi selanjutnya dihitung presentase (%) sisa makanannya (Nuryati, 2008). Menurut Komalawati (2005) dalam Priyanto (2009), data sisa makanan dapat diperoleh dengan cara menimbang makanan yang tidak dihabiskan oleh pasien, kemudian dirata-rata menurut jenis makanan. Prosentase sisa makanan dihitung dengan cara membandingkan sisa makanan dengan standar porsi makanan rumah sakit kali 100% atau dengan rumus:

Sisa makanan (%) = � � �� ��� � �� � �ℎ � ���� (�)

(� ) x 100%

Kelebihan dari metode ini adalah dapat memberikan informasi lebih akurat/ teliti. Sedangkan kelemahannya adalah karena menggunakan cara penimbangan maka memerlukan waktu, cukup mahal, karena perlu peralatan dan tenaga pengumpul data harus terlatih dan terampil (Nuryati, 2008).


(44)

22 b. Recall

Recall atau Self Reported Consumption adalah metode yang digunakan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi dalam 24 jam tentang makanan yang dikonsumsi oleh seseorang (Carr, 2001). Pengukuran sisa makanan ini dengan cara menanyakan kepada responden tentang banyaknya sisa makanan. Pada metode ini responden yang menaksir sisa makan dengan menggunakan skala taksiran visual (Nuryati, 2008).

c. Visual method

Visual method atau observasional method adalah metode yang digunakan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana intake makanan untuk menilai daya terima makanan, maka dapat menggunakan metode visual method (Carr, 2001). Pada metode ini, sisa makanan diukur dengan cara menaksir secara visual banyaknya sisa makanan untuk setiap jenis hidangan. Hasil taksiran ini bisa dalam bentuk berat makanan yang dinyatakan dalam gram atau dalam bentuk skor bila menggunakan skala pengukuran (Nuryati, 2008).

Evaluasi sisa makanan menggunakan metode melihat makanan tersisa di piring dan menilai jumlah yang tersisa. Pengamat yang sudah terlatih menggunakan skala rating untuk menunjukkan konsumsi. Cornstock, et al. (1981) menggambarkan metode menggunakan skala 5-point. Skala Enam dan tujuh-titik juga telah dikembangkan, menunjukkan jika "hampir tidak ada" atau "hampir semua" makanan tetap (Carr, 2001). Cara taksiran visual yaitu dengan


(45)

23

menggunakan skala pengukuran yang dikembangkan oleh Comstock dengan dapat dilakukan dengan kriteria sebagai berikut (Ratnaningrum, 2005):

1. Skala 0 : dikonsumsi seluruhnya oleh pasien (habis dimakan) 2. Skala 1 : tersisa ¼ porsi

3. Skala 2 : tersisa ½ porsi 4. Skala 3 : tersisa ¾ porsi

5. Skala 4 : hanya dikonsumsi sedikit (1/9 porsi) 6. Skala 5 : utuh atau tidak dikonsumsi

Penilaian dengan skor di atas berlaku untuk setiap porsi masing-masing jenis makanan (contoh: makanan pokok, sayuran, lauk, dll). Setelah menetapkan skor, kemudian skor tersebut dikonversikan ke bentuk persen dengan cut off.

1. Skor 0 (0% )  Semua makanan dihabiskan 2. Skor 1 (25%)  75% makanan dihabiskan 3. Skor 2 (50%)  50 % makanan dihabiskan 4. Skor 3 (75%)  25% makanan dihabiskan 5. Skor 4 (95%)  5 % makanan dihabiskan

6. Skor 5 (100%)  tidak ada yang dikonsumsi pasien

Menurut Comstock (1991) dalam Murwani, (2001), metode taksiran visual mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari metode taksiran visual antara lain yaitu memerlukan waktu yang singkat, tidak memerlukan alat yang banyak dan rumit, menghemat biaya, dapat mengetahui sisa makanan menurut jenisnya. Sedangkan kekurangan dari metode taksiran visual antara lain yaitu


(46)

24

diperlukan penaksir (estimator) yang terlatih, teliti, terampil, memerlukan kemampuan dalam menaksir (over estimate), atau kekurangan dalam menaksir (under estimate).

Setelah itu hasilnya diasumsikan berdasarkan taksiran visual comstock dengan kategori (Sumiyati, 2008):

a) Bersisa, jika sisa makanan banyak (>25%) b) Tidak bersisa, jika sisa makanan sedikit (≤ 25%)

Keberhasila suatu penyelenggaraan makanan antara lain dikaitkan dengan adanya sisa makanan, karena sisa makanan yang melebihi 25% menunjukkan kegagalan suatu penyelenggaraan makanan di rumah sakit, sehingga kegiatan pencatatan sisa makanan merupakan indikator yang sederhana yang dapat dipakai untuk mengevaluas keberhasilan pelayanan gizi di rumah sakit (Depkes, 1991).

2.4. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Sisa Makanan

Menurut Moehyi (1992) sisa makanan terjadi karena makanan yang disajikan tidak habis dimakan atau dikonsumsi. Faktor utamanya adalah nafsu makan, tetapi ada faktor lain yang menyebabkan terjadinya sisa makanan antara lain faktor yang berasal dari luar pasien sendiri atau faktor eksternal dan faktor yang berasal dari dalam pasien atau faktor internal.

2.4.3. Faktor Internal

Faktor internal atau faktor individu adalah faktor yang berasal dalam diri pasien. Seperti yang sudah sebelumnya dijelaskan bahwa faktor utama terjadinya


(47)

25

sisa makanan adalah nafsu makan (Moehyi, 1992). Selera makan adalah keinginan seseorang untuk makan dan ketertarikan pada suatu makanan karena suatu respon terhadap rangsangan. Menurut Zulfah (2002), selera makan adalah suatu rangkaian isyarat yang mendorong inisiatif untuk makan. Faktor-faktor yang mempengaruhi selera makan antara lain (Utari, 2009):

1) Rasa sua dan enggan, beberapa orang memiliki rasa enggan terhadap makanan baru atau kerinduan pada suatu makanan.

2) Pengaruh lingkungan orang yang lebih suka makan makanan hangat di musim dingin atau sebaliknya.

3) Pengaruh sosial, budaya, agama, menentukan makanan yang dapat diterima oleh seseorang.

4) Pengaruh metabolik, kebutuhan akan energi menimbulkan asupan yang cukup dan syarat serta hormon ikut mengatur pengiriman ketika selera untuk makan.

5) Pengaruh obat-obatan, beberapa obat dapat menekan atau merangsang selera makan.

6) Selera bawaan, rasa haus akan menimbulkan keinginan untuk minum, suka asin akan menimbulkan untuk makan makanan asin.

7) Pengaruh penyakit, beberapa penyakit akan menimbulkan pengaruh selera makan atau sensifitas selera makan.

8) Bentuk makanan, rasa, aroma, dan tekstur makanan dapat menekan atau merangsang selera makan.


(48)

26

Selera makan biasanya dipengaruhi oleh keadaan dan kondisi seseorang. Pada umumnya, nafsu makan akan menurun pada orang sakit atau dalam keadaan susah. Begitu pula sebaliknya, nafsu makan akan baik atau bahkan meningkat pada orang sehat atau dalam keadaan senang (Prakoso, 1982 dalam Andhika, 2010).

Faktor internal juga berkaitan dengan kebutuhan tubuh akan zat gizi yang mempengaruhi asupan makan. Menurut Soegih (2004), beberapa faktor yang secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan asupan makan yang kurang selama rawat inap antara lain pasien terlalu lama dipuasakan, tidak diperhitungkan penambahan zat gizi, obat-obatan yang diberikan, gejala gastrointestinal, serta penyakit yang menyertai.

Menurut Almatsier (2006), kebutuhan zat gizi dalam keadaan sakit tergantung jenis dan berat penyakit serta faktor-faktor yang mempengaruhi dalam keadaan sehat seperti umur, gender (jenis kelamin), aktivitas fisik, serta kondisi khusus, yaitu ibu hamil dan menyusui. Seperti yang sebelumnya dijelaskan, kebutuhan gizi akan mempengaruhi asupan makan. Jika asupan makan yang diberikan tidak adekuat, dalam hal ini asupan makan yang rendah, maka pasien akan meninggalkan sisa makanan.

Dengan demikian, selain faktor nafsu makan atau selera makan, faktor internal lain yang berasal dari dalam diri pasien sendiri meliputi:


(49)

27 a. Keadaan Psikis

Faktor keadaan psikis adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan kejiwaan. Biasanya, perawatan di rumah sakit menyebabkan orang sakit harus menjalani kehidupan yang berbeda dengan apa yang dialami sehari – hari di rumah. Apa yang dimakan, dimana orang tersebut makan, bagaimana makanan disajikan, dengan siapa orang tersebut makan, sangat berbeda dengan yang telah menjadi kebiasan hidupnya. Hal ini ditambah dengan hadirnya orang-orang yang masih asing baginya yang mengelilinginya setiap waktu, seperti dokter, perawat, atau petugas paramedis lainnya. Kesemuanya itu dapat membuat orang sakit mengalami tekanan psikologis, yang dapat pula membawa perubahan perangan pada orang sakit (Moehyi, 1999).

Pasien yang menjalani pengobatan di rumah sakit dapat menunjukkan beragam masalah atau persoalan yang berkaitan dengan kondisi psikologis mereka. Hal yang paling umum dialami oleh pasien adalah kecemasan dan depresi. Kegugupan mereka setelah menjalani tes kesehatan dan menantikan hasilnya membuat pasien seringkali tidak dapat tidur (mengalami insomnia), mimpi buruk di malam hari dan sulit berkonsentrasi dalam melakukan aktivitas (Banoliel dalam Caninsti, 2007).

Orang yang sedang menderita penyakit berat akan mempunyai persepsi yang berbeda terhadap suatu stressor dibandingkan dengan orang yang sehat (Humris-Pleyte, 2001). Pada umumnya penyakit kronis mempengaruhi semua aspek kehidupan pasien. Pada pasien penderit kronis, terjadi


(50)

28

perubahan sementara dari segi fisik, pekerjaan, dan aktivitas sosial. Secara psikologis, seseorang yang menderita penyakit kronis juga harus mengintegrasikan perannya sebagai pasien dalam kehidupan jika ia ingin beadaptasi dengan penyakitnya (Caninsti, 2007).

Setelah didiagnosis menderita penyakit kronis, pasien sering kali berada dalam tahap krisis yang identik dengan keseimbangan fisik, sosial dan psikologis (Moos dalam Caninsti, 2007). Pasien merasa bahwa cara mereka dalam melakukan coping terhadap masalah ternyata tidak lagi efektif. Lambat laun pasien akan merasa cemas, takut dan mengalami perubahan emosi lainnya (Taylor & Aspinwall dalam Caninsti 2007). Keadaan ini dapat berdampak pada terjadinya sisa makanan. Hal ini karena kondisi psikis yang terjadi pada pasien dalam bentuk depresi dapat mengurangi asupan makan (Isselbacher, 1999).

Ricec (1992) dalam Caninsti (2007) mengungkapkan bahwa depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional berkepanjangan yang mewarnai seluruh proses mental (berpikit, berperasaan, dan berperilaku) seseorang. Depresi adalah gangguan mood dengan karakteristik utamanya adalah adanya perasaan tertekan, rasa sedih dankosong, hilangnya minat atau aktivitas yang menyenangkan, perubahan yang besar dalam selera makan, baik selera makan bertambah ataupun berkurang, insomnia atau hiperinsomnia, berkurangnya aktivitas fisik atau terjadinya agitasi motorik, kelelahan dan kehilangan energi, perasaan tidak berharha atau perasaan bersalah berlebihan,


(51)

29

berkurangnya kemampuan untuk berpikir rasionak, berkurangnya kemampuan konsentrasi dalam mengambil keputusa, serta muncul pemikiran untuk mati atau bunuh diri (Neale (1996), dalam Caninsti (2007)).

Depresi berat secara signifikan mempengaruhi seseorang dan hubungan orang tersebut baik terhadap dirinya sendiri, keluarga, pekerjaan atau kehidupan sekolah, tidur dan kebiasaan makan, dan kesehatan umum (National Institute of Mental Health, 2008). Depresi sering disertai dengan gangguan fisik umum di kalangan dewasa dan orang tua, seperti stroke, penyakit kardiovaskular, penyakit Parkinson, dan penyakit paru obstruktif kronik (Yohannes, 2008).

Seseorang yang berada dalam keadaan depresi biasanya menunjukkan suasana hati yang rendah atau tidak berminat, yang melingkupi semua aspek kehidupan, dan ketidakmampuan untuk mengalami kenikmatan dalam kegiatan yang sebelumnya dinikmati. Orang yang depresi mungkin sibuk dengan, atau memamah biak di atas, pikiran dan perasaan tidak berharga, rasa bersalah atau penyesalan yang tidak tepat, tidak berdaya, putus asa, dan kebencian pada diri sendiri (National Institute of Mental Health, 2008).

Menurut Ekawati (2009), seseorang cenderung lupa akan pemenuhan kebutuhan dasar, seperti kebutuhan akan makanan, kebersihan diri dan istirahat. Apabila asupan makanan rendah dan berlangsung dalam jangka waktu yang relatif panjang, seseorang akan mengalami defisiensi zat gizi yang berakibat pada penurunan status gizi.


(52)

30

Hal ini juga dikemukakan oleh American Psychiatric Asosiation (2000) bahwa seorang orang yang depresi mungkin melaporkan gejala fisik beberapa seperti kelelahan, sakit kepala, atau masalah pencernaan; Keluhan fisik adalah masalah yang diajukan yang paling umum di negara berkembang, sesuai dengan kriteria Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk depresi, appetite atau nafsu makan yang sering berkurang dengan berat badan sehingga menurun, meskipun kadang-kadang juga terlihat nafsu makan meningkat dan berat badan kadang-kadang naik, dan terkadang keluarga dan teman-teman dapat memperhatikan bahwa perilaku seseorang baik gelisah atau lesu.

Untuk data meneliti kondisi psikis pasien dapat menggunakan hospital anxiety and depression scale (HADS). HADS didesain dan digunakan untuk melihat kondisi psikologis terutama kecemasan dan depresi pada individu yang menderita sakit dan menjadi pasien di rumah sakit. HADS dapat digunakan pada pasien rumah sakit yang berusia 16-65 tahun.

Kuesioner HADS berisi 2 subskala yaitu, subskala kecemasan, dan subskala depresi. Pertanyaan pada subskala kecemasan difokuskan pada aspek emosi dan kognisi dari anxiety, sedangkan pada subskala depresi difokuskan pada konsep anhedonia, yaitu kehilangan minat untuk melakukan aktifitas yang menyenangkan. Intepretasi HADS dilakukan dengan menjumlahkan semua respon subjek dan kemudian mengelompokkannya


(53)

31

menjadi normal (skor 0-7), borderline abnormal (skor 8-10), dan abnormal (skor 11-21) (Caninsti, 2007).

b. Kebiasaan Makan

Menurut Suhardjo (1989) dalam Andhika (2010), kebiasaan makan adalah suatu istilah untuk menggambarkan kebiasaan dan perilaku yang berhubungan dengan makanan dan makan, seperti tata karma makan, frekuensi makan seseorang, pola makan yang dimakan, kepercayaan tentang makanan (pantangan), distribusi makanan di antara angota keluarga, penerimaan terhadap makanan (timbulnya suka atau tidak suka) dan cara pemilihan bahan makanan yang hendak dimakan. Kebiasaan makan adalah ekspresi setiap individu dalam memilih makanan yang akan membentuk pola perilaku makan. Oleh karena itu, ekspresi setiap individu dalam memilih makanan akan berbeda satu dengan yang lain (Khomsan, 2004).

Pola makan sehari-hari merupakan pola makan seseorang yang berhubungan dengan kebiasaan makan setiap harinya. Suatu kebiasaan di suatu wilayah dapat mempengaruhi tingkat konsumsi seseorang. Menurut Suhardjo (1986) dalam pola makan adalah cara yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang untuk memilih, menggunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan, dan frekuensi makan sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologi, psikologi, budaya dan sosial.


(54)

32

Dengan pola makan yang baik dan jenis hidangan yang beraneka ragam dapat menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur bagi kebutuhan gizi seseorang. Sehingga status gizi seseorang akan lebih baik dan memperkuat daya tahan tubuh terhadap serangan dari penyakit (Baliwati, 2004).

Menurut Baliwati (2004), pola makan adalah susunan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang dalam waktu tertentu. Menurut Sediaoetama (1991), susunan menu atau susunan hidangan Indonesia meliputi bahan makanan pokok, lauk pauk (hewani dan nabati), sayur, dan buah. Susunan makanan mengacu pada Pola Menu Seimbang dan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan bagi orang dewasa sehat (Ratna, 2009). Silitonga (2008) membagi susunan makanan menjadi 4 kategori yaitu:

1. Sangat lengkap : Jika mengkonsumsi makanan pokok, lauk pauk, sayuran, buah, dan susu

2. Lengkap : Jika mengkonsumsi makanan pokok, lauk pauk, sayuran, dan buah

3. Kurang lengkap: Jika mengkonsumsi makanan pokok, lauk pauk, dan sayuran

4. Tidak lengkap : Jika hanya mengkonsumsi makanan pokok dengan lauk pauk saja, atau makanan pokok dengan sayuran saja.


(55)

33

Pola makan yang baik mengandung makanan pokok, lauk-pauk, buah-buahan dan sayur-sayuran serta dimakan dalam jumlah cukup sesuai dengan kebutuhan (Baliwati, 2004). Menurut Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS), untuk orang dewasa dianjurkan untuk mengkonsumsi nasi sebanyak 5 piring, lauk hewani sebanyak 2 sampai 3 potong, lauk nabati 3 potong, sayur 1 ½ mangkok, dan buah 2 sampai 3 potong (Almatsier, 2006). Selain itu, frekuensi makan orang indonesia untuk makanan utama juga sebagian besar sebanyak 3x dalam sehari (Februanti, 2008).

Berdasarkan hasil penelitian Priyanto (2009), perbedaan pola makan di rumah dan pada saat di RS akan mempengaruhi daya terima pasien terhadap makanan. Bila pola makan pasien tidak sesuai dengan makanan yang disajikan RS, akan mempengaruhi habis tidaknya makanan yang disajikan. Hal ini terlihat dari penelitian Adlisman (1996) yang menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan pada pasien adalah pola makan pasien terutama untuk susunan menu hidangan dan frekuensi makan.

Dengan pola makan yang baik dan jenis hidangan yang beraneka ragam dapat menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur bagi kebutuhan gizi seseorang. Sehingga status gizi seseorang akan lebih baik dan memperkuat daya tahan tubuh terhadap serangan dari penyakit (Baliwati, 2004).


(56)

34 c. Umur

Semakin tua umur manusia maka kebutuhan energi dan zat – zat gizi semakin sedikit. Bagi orang yang dalam periode pertumbuhan yang cepat (yaitu, pada masa bayi dan masa remaja) memiliki peningkatan kebutuhan nutrisi (Berman, 2003). Pada anak terdapat faktor kesulitan makan yang dapat mempengaruhi anak untuk tidak menghabiskan makanan yang disediakan oleh rumah sakit. Faktor kesulitan makan pada anak sering dialami oleh sekitar 25% pada usia anak, jumlah akan meningkat sekitar 40-70% pada anak yang lahir prematur atau dengan penyakit kronik.

Pada usia dewasa, zat gizi diperlukan untuk penggantian jaringan tubuh yang rusak, meliputi perombakan dan pembentukan sel. Pada masa ini aktivitas fisik mulai meningkat, yaitu untuk melakukan pekerjaan atau bekerja. Bekerja memerlukan pengeluaran energi cukup besar sehingga harus diimbangi dengan masukan energi makanan (Ratna, 2009). Seseorang dikatakan sampai pada tahap usia dewasa jika orang tersebut memasuki usia 18 tahun hingga 60 tahun. Hal ini sesuai dengan Hurlock (1980) bahwa usia dewasa dibagi menjadi 2, yaitu:

- Early Adulthood: 18 tahun sampai 40 tahun. - Middle Adulthood: 40 tahun sampai 60 tahun

Pada usia tua (manula) kebutuhan energy dan zat – zat gizi hanya digunakan untuk pemeliharaan. Setelah usia 20 tahun, proses metabolisme


(57)

35

berangsur – angsur turun secara teratur. Pada usia 65 tahun, kebutuhan energi berkurang 20% dari kebutuhan pada usia 25 tahun (Ratna, 2009).

Asupan makan juga tergantung dari citarasa yang ditimbulkan oleh makanan yang meliuti bau, rasa, dan rangsangan mulut. Kepekaan indera seseorang terhadap bau dan rasa akan berkurang seiring dengan bertambahnya umur. Dalam Winarno (1992), kepekaan indera penghidung diperkirakan setia bertambahnya umur satu tahun dan papilla mulai mengalami atropi bila usia mencapai 45 tahun. Menurunnya kemampuan dalam merasakan citarasa ini akan mengganggu selera makan sehingga dapat mempengaruhi rendahnya asupan makan seseorang dan menimbulkan makanan yang tersisa.

d. Jenis kelamin

Jenis kelamin kemungkinan dapat menjadi faktor penyebab terjadinya sisa makanan. Hal ini disebabkan perbedaan kebutuhan energi antara perempuan dan laki-laki, dimana kalori basal perempuan lebih rendah sekitar 5-10% dari kebutuhan kalori basal laki-laki. Perbedaan ini terlihat pada susunan tubuh, aktivitas, dimana laki-laki lebih banyak menggunakan kerja otot daripada perempuan, sehingga dalam mengkonsumsi makanan maupun pemilihan jenis makanan, perempuan dan laki-laki mempunyai selera yang berbeda (Priyanto, 2009).

Menurut Suhardjo (1989) dalam Zulfah (2002), Semakin aktif kegiatan fisik seseorang semakin banyak energi yang digunakan. Tubuh yang besar


(58)

36

memerlukan energi yang lebih banyak dibandingkan dengan tubuh yang kecil untuk melakukan kegiatan fisik yang sama. Dapat dikatakan wanita dengan ukuran tubuh yang lebih kecil umumnya memerlukan energi yang lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki pada tingkat kegiatan fisik yang sama.

Menurut hasil penelitian Djamaluddin (2005), pasien perempuan mengkonsumsi nasi lebih sedikit dariada asien laki-laki. Sisa makanan lainnya yaitu lauk hewani, lauk nabati, sayur, buah, minuman, dan snack ada asien dan laki-laki sisanya sedikit. Sisa nasi lebih sedikit ada laki-laki diduga karena angka kecukuan gizi yang dianjurkan (AKG) ada laki-laki lebih besar daripada perempuan, sehingga laki-laki memang mampu menghabiskan makanannya dibanding perempuan.

e. Aktifitas fisik

Aktifitas fisik berpengaruh terhadap kebutuhan gizi bagi pasien. Aktifitas fisik pada orang normal berbeda antara tiap individu ada yang pekerjaan ringan, sedang ataupu berat, di samping itu berbeda pula dalam jangka waktunya (Suhardjo, 1992). Tidak hanya ada orang normal, pada orang sakit, aktivitas fisik juga memiliki peranan dalam menetapkan kebutuhan energi. Dalam perhitungan kebutuhan zat gizi, nilai faktor aktivitas pada orang sakit dibedakan menjadi dua yaitu istirahat di tempat tidur dan tidak terikat di tempat tidur (Almatsier, 2006).

Selain dalam kaitannya dengan kebutuhan gizi, aktivitas fisik ini juga mempengaruhi faktor psikis pasien. Pada pasien terjadi penurunan aktivitas


(59)

37

fisik selama dirawat, rasa tidak senang, rasa takut karena sakit, ketidakbebasan bergerak adanya adanya penyakit yang menimbulkan rasa putus asa. Manifestasi rasa putus asa ini berupa hilangnya nafsu makan dan rasa mual. Faktor ini membuat pasien terkadang tidak menghabiskan porsi makanan yang telah disajikan (Nuryati, 2008).

f. Keadaan Khusus

Keadaan khusus yang dimaksud di sini adalah keadaan di mana pasien sedang hamil atau sedang dalam masa menyusui. Bagi pasien yang mengalami kehamilan atau sedang dalam masa menyusui, membutuhkan asupan makan yang lebih banyak dibandingkan dengan pasien biasa lainnnya. Hal ini karena pada ibu hamil, asupan zat gizi tidak hanya dibutuhkan oleh si ibu saja, tetapi juga untuk pertumbuhan dan perkembangan janin. Pada ibu menyusui, asupan zat gizi dibutuhkan untuk dirinya sendiri dan untuk produksi ASI (Poedjiadi, 2006).

Pada pasien dengan kondisi khusus dalam hal ini sedang dalam masa kehamilan, biasanya mengalami hiperemesis gravidarum. Hiperemesis

gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan sehingga pekerjaan

sehari-hari terganggu dan keadaan umum menjadi buruk. Mual dan muntah merupakan gangguan yang paling sering dijumpai pada kehamilan trimester I. kurang lebih 6 minggu setelah haid terakhir selama 10 minggu (Arisman, 2002).


(1)

cxcix

Crosstabs

Cas e Proces s ing Sum m ary

58 100,0% 0 ,0% 58 100,0%

jenis_penyakit * Keadaan_psikis

N Percent N Percent N Percent

Valid Mis sing Total

Cases

jenis_pe nyak it * Ke adaan_ps ik is Cross tabulation

2 2 15 19

10,5% 10,5% 78,9% 100,0%

1 12 26 39

2,6% 30,8% 66,7% 100,0%

3 14 41 58

5,2% 24,1% 70,7% 100,0%

Count

% w ithin jenis_penyakit Count

% w ithin jenis_penyakit Count

% w ithin jenis_penyakit kronis

non-kronis jenis_

penyakit

Total

abnormal

borderline

abnormal normal Keadaan_psikis

Total

Chi-Square Te s ts

4,007a 2 ,135

4,212 2 ,122

,071 1 ,790

58 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Linear-by -Linear A ss ociation N of V alid Cases

V alue df

A sy mp. Sig. (2-s ided)

3 cells (50,0%) hav e ex pec ted count less than 5. The minimum ex pec ted count is ,98.

a.

Ris k Estim ate

a Odds Ratio f or

jenis_penyakit (kronis / non-kronis)

Value

Risk Estimate s tatistic s cannot be computed. They are only computed f or a 2*2 table w ithout empty cells. a.


(2)

cc

Crosstabs

Cas e Proce ss ing Sum m ary

58 100,0% 0 ,0% 58 100,0%

umur_kat * rasa_aroma

N Percent N Percent N Percent

Valid Mis sing Total

Cases

um ur_k at * ras a_arom a Cros stabulation

14 7 21

66,7% 33,3% 100,0%

16 21 37

43,2% 56,8% 100,0%

30 28 58

51,7% 48,3% 100,0% Count

% w ithin umur_kat Count

% w ithin umur_kat Count

% w ithin umur_kat >45

<45 umur_kat

Total

tidak enak enak ras a_aroma

Total

Chi-Square Te s ts

2,944b 1 ,086

2,080 1 ,149

2,987 1 ,084

,107 ,074

2,893 1 ,089

58 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Ass ociation N of Valid Cas es

Value df

Asy mp. Sig. (2-s ided)

Ex ac t Sig. (2-s ided)

Ex ac t Sig. (1-s ided)

Computed only f or a 2x 2 table a.

0 cells (,0%) hav e ex pec ted count less than 5. The minimum expected c ount is 10,14.

b.

Ris k Estim ate

2,625 ,860 8,016

1,542 ,957 2,485

,587 ,301 1,144

58 Odds Ratio f or

umur_kat (>45 / <45) For c ohort ras a_ aroma = tidak enak For c ohort ras a_ aroma = enak N of Valid Cas es

Value Low er Upper

95% Conf idence Interval


(3)

cci

Frequencies

Frequency Table

Statistics

58 58 58

0 0 0

Valid Mis sing N

susunan makanan

f rekuensi makan

jumlah_ makanan

s us unan m akanan

7 12,1 12,1 12,1

16 27,6 27,6 39,7

22 37,9 37,9 77,6

13 22,4 22,4 100,0

58 100,0 100,0

tidak lengkap kurang lengkap lengkap sangat lengkap Total

V alid

Frequenc y Percent V alid Percent

Cumulativ e Percent

fre kuens i m ak an

22 37,9 37,9 37,9

36 62,1 62,1 100,0

58 100,0 100,0

tidak ses uai sesuai Total V alid

Frequenc y Percent V alid Percent

Cumulativ e Percent

jum lah_m akanan

49 84,5 84,5 84,5

9 15,5 15,5 100,0

58 100,0 100,0

tidak ses uai sesuai Total V alid

Frequenc y Percent V alid Percent

Cumulativ e Percent


(4)

ccii

Crosstabs

Cas e Proces s ing Sum m ary

58 100,0% 0 ,0% 58 100,0%

gangguan pencernaan * ras a_bumbu

N Percent N Percent N Percent

V alid Mis sing Total

Cases

gangguan pence rnaan * r as a_bum bu Cross tabulation

13 11 24

54,2% 45,8% 100,0%

21 13 34

61,8% 38,2% 100,0%

34 24 58

58,6% 41,4% 100,0%

Count

% w ithin gangguan penc ernaan Count

% w ithin gangguan penc ernaan Count

% w ithin gangguan penc ernaan ada

tidak ada gangguan pencernaan

Total

tidak teras a teras a ras a_bumbu

Total

Chi-Square Te s ts

,335b 1 ,563

,095 1 ,758

,334 1 ,563

,598 ,378

,329 1 ,566

58 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear A ss ociation N of V alid Cas es

V alue df

A sy mp. Sig. (2-s ided)

Ex ac t Sig. (2-s ided)

Ex ac t Sig. (1-s ided)

Computed only f or a 2x 2 table a.

0 cells (,0%) hav e ex pec ted count less than 5. The minimum expected c ount is 9,93.


(5)

cciii

Crosstabs

Ris k Estim ate

,732 ,254 2,111

,877 ,557 1,380

1,199 ,652 2,205

58 Odds Ratio f or

gangguan pencernaan (ada / tidak ada) For c ohort ras a_bumbu = tidak teras a

For c ohort ras a_bumbu = teras a

N of V alid Cas es

V alue Low er Upper 95% Conf idence

Interval

Cas e Proces s ing Sum m ary

58 100,0% 0 ,0% 58 100,0%

jenis_kelamin * penampilan_pors i

N Percent N Percent N Percent

Valid Mis sing Total

Cases

jenis_ke lam in * penam pilan_por si Cr os stabulation

15 9 24

62,5% 37,5% 100,0%

14 20 34

41,2% 58,8% 100,0%

29 29 58

50,0% 50,0% 100,0% Count

% w ithin jenis_kelamin Count

% w ithin jenis_kelamin Count

% w ithin jenis_kelamin laki-laki

perempuan jenis_

kelamin

Total

tidak sesuai sesuai penampilan_pors i

Total

Chi-Square Te s ts

2,559b 1 ,110

1,777 1 ,183

2,580 1 ,108

,182 ,091

2,515 1 ,113

58 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by -Linear Ass ociation N of Valid Cas es

Value df

Asy mp. Sig. (2-s ided)

Ex ac t Sig. (2-s ided)

Ex ac t Sig. (1-s ided)

Computed only f or a 2x 2 table a.

0 cells (,0%) hav e ex pec ted count less than 5. The minimum expected c ount is 12,00.


(6)

cciv

Frequencies

Frequency Table

Ris k Estim ate

2,381 ,815 6,956

1,518 ,914 2,521

,638 ,354 1,148

58 Odds Ratio f or jenis _

kelamin (laki-laki / perempuan)

For c ohort penampilan_ porsi = tidak sesuai For c ohort penampilan_ porsi = s esuai

N of V alid Cas es

V alue Low er Upper 95% Conf idence

Interval

Statistics

58 58

0 0

Valid Mis sing N

jenis_ makanan_

Luar

Alasan_ makanan_

luar

jenis_m ak anan_Luar

20 34,5 34,5 34,5

21 36,2 36,2 70,7

7 12,1 12,1 82,8

10 17,2 17,2 100,0

58 100,0 100,0

buah cemilan cemilan, buah tidak makan Total V alid

Frequenc y Percent V alid Percent

Cumulativ e Percent

Alas an_m ak anan_luar

25 43,1 43,1 43,1

12 20,7 20,7 63,8

10 17,2 17,2 81,0

11 19,0 19,0 100,0

58 100,0 100,0

ras a makanan tidak enak tidak terbiasa

penampilan makanan tidak menarik ingin makan ses uatu Total

V alid

Frequenc y Percent V alid Percent

Cumulativ e Percent


Dokumen yang terkait

Faktor-faktor yang berhubungan dengan adanya sisa makanan biasa pada pasien rawat inap di kelas III RSUD Pirngadi Medan

20 222 99

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SISA MAKANAN PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT DJATIROTO LUMAJANG

7 30 154

FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN SISA MAKANAN BIASA PASIEN BANGSAL RAWAT INAP RSUD SALATIGA Faktor-Faktor Eksternal Yang Berhubungan Dengan Sisa Makanan Biasa Pasien Bangsal Rawat Inap RSUD Salatiga.

0 1 18

PENDAHULUAN Faktor-Faktor Eksternal Yang Berhubungan Dengan Sisa Makanan Biasa Pasien Bangsal Rawat Inap RSUD Salatiga.

1 2 5

FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN SISA MAKANAN BIASA PASIEN BANGSAL RAWAT INAP Faktor-Faktor Eksternal Yang Berhubungan Dengan Sisa Makanan Biasa Pasien Bangsal Rawat Inap RSUD Salatiga.

0 2 16

FAKTOR – FAKTOR INTERNAL PASIEN YANG Faktor – Faktor Internal Pasien Yang Berhubungan Dengan Sisa Makanan Di Ruang Rawat Inap Kelas Iii Rsud Kajen Kabupaten Pekalongan.

0 0 18

(ABSTRAK) FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA SISA MAKANAN PADA PASIEN RAWAT INAP KELAS III DI RSUD KOTA SEMARANG.

0 0 3

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA SISA MAKANAN PADA PASIEN RAWAT INAP KELAS III DI RSUD KOTA SEMARANG.

0 4 97

KUESIONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ADANYA SISA MAKANAN BIASA PADA PASIEN RAWAT INAP DI KELAS III RUMAH SAKIT PIRNGADI MEDAN

0 1 25

Faktor-faktor yang berhubungan dengan adanya sisa makanan biasa pada pasien rawat inap di kelas III RSUD Pirngadi Medan

0 0 14