kendala yang dianalisis adalah faktor jarak dari sungai, jalan, penduduk pemukiman, kemiringan lereng, arah lereng, kerentanan geologi dan tanah.
Kesemua faktor didapat berdasarkan analisis tujuan pertama yang kemudian dikembangkan lagi kedalam kriteria berikutnya. Potensi dan kendala yang
dianalisis berdasarkan faktor sosial dan budaya eksisting. Hasil dari analisis potensi dan kendala adalah kesesuaian landform terhadap wisata, pemukiman,
dan mitigasi bencana dengan karakter ukuran desakawasan penelitian.
c. Rekomendasi perencanaan lanskap yang sesuai dengan karakteristik landform
Dari hasil analisis potensi dan kendala berdasarkan kondisi sosial dan budaya eksisting, maka akan dibuat rekomendasi perencanaan yang sesuai
pada tiap kriteria landform. Rekomendasi perencanaan lanskap berdasarkan karakteristik landform dan kondisi eksisting kawasan yang dibuat kedalam bentuk
pengembangan kawasan dengan kriteria pembentuk adalah landform. Rekomendasi perencanaan akan dibuat dalam beberapa tipe perencanaan
berdasarkan faktor kerentanannya dan kesesuaiannya dari faktor analasis landform untuk wisata, pemukiman, dan mitigasi bencana.
Rekomedasi yang disusun akan berbeda pada tiap tipe landform karena terkait dengan kondisi sisial, ekonomi, dan budaya pada tiap kawasan
perencanaan. Pada tipe landform pantai hingga flat dengan kondisi masyarakat yang hidup berbasis laut akan membuat rekomendasi yang berbeda dengan
masyarakat yang berada pada tipe landform perbukitan hingga gunung. Rekomendasi juga ditujukan untuk menjabarkan kesesuaian penggunaan lahan
oleh manusia berdasarkan faktor landform.
3. Tahap III: Perencanaan
Perencanaan Berkelanjutan
dikembangkan dengan
membuat rekomendasi zonasi yang sesuai pada kawasan penelitian sebagai basis
pengembangan. Rekomendasi yang dibuat berupa kriteria kawasan dan kesesuaiannya menurut kriteria sebelumnya yang telah ditetapkan seperti SK
Mentan. Rekomendasi perencanaan juga tidak terlepas berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2008 Tentang Penataan Ruang
Kawasan
jabodetabekpunjur sebagai
acuan membuat
perencanaan. Perencanaan dikembangkan dengan berdasarkan faktor ekonomi, sosial, dan
budaya pada kawasan perencanaan. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun
2008 Tentang Penataan Ruang Kawasan jabodetabekpunjur bahwa telah dijabarkan penggunaan lahan yang disarankan pada tiap kawasan di
Jabodetabekpunjur. Dari hal ini akan dikembangkan perencanaan lanskap dengan faktor landform yang menjadi pembentuk utama kawasan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian akan dilakukan pada tiap karakteristik landform yang berbeda sepanjang Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Puncak, dan Cianjur
Jabodetabek. Masing-masing wilayah memiliki kondisi wilayah yang berbeda dari fisik, biologi, dan sosial budaya sehingga karakter lanskap akan memiliki
keunikan tersendiri. Wialyah Jabodetabekpunjur terletak pada posisi 121˚94’82” BT dan 6˚10’ hingga 6˚30’ LS Gambar 8. Batas-batas wilayahnya adalah
sebagai berikut :
• Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa
• Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Cianjur
Propinsi Jawa Barat •
Sebelah barat berbatasan dengan Kabjupaten Rangkasbitung, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang Propinsi Banten
• Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kawarang dan Kabupaten
Purwakarta Propinsi Jawa Barat Secara geopolitik, kawasan Jabodetabekpunjur merupakan potret dari
sistem negara. Keberhasilan pengelolaan pembangunan di Jabodetabekpunjur merupakan cerminan keberhasilan pembangunan di Indonesia. Dengan
demikian, kawasan Jabodetabekpunjur perlu dikelola dengan baik, karena kedua fungsi utama yang sering didikotomikan, yaitu fungsi ekonomi dan fungsi
lingkungan
berada pada
kawasan ini.
Secara ekonomi,
kawasan Jabodetabekpunjur memberikan share yang tinggi terhadap perekonomian
nasional. Sekitar 70 2006 investasi nasional berada di Jawa-Bali dan hampir sebagian besar didominasi oleh atau berada dalam lingkup Kawasan
Jabodetabekpunjur, yaitu Provinsi DKI Jakarta 22 , Banten 11 , dan Jawa Barat 27 , dengan pusat kegiatan ekonomi dan sosial berada di Jakarta. DKI
Jakarta memberikan pembagian yang tinggi terhadap PDRB wilayah seluruh Jabodetabekpunjur. PDRB total di kawasan Jabodedtabekpunjur dibandingkan
dengan kawasan metropolitan lainnya di Indonesia sangat tinggi. Perkembangan PDRB dan investasi ini didukung oleh infrastruktur ekonomi dan sosial yang
sudah maju dan terpusat di Jakarta, Bogor, Tanggerang dan Bekasi. Keunggulan infrastruktur ini juga menjadi daya tarik urbanisasi. Tingginya tingkat urbanisasi
mengakibatkan daya tampung lahan untuk permukiman dan aktivitas ekonomi wilayah menjadi terbatas.
Secara sosial, kawasan Jabodetabekpunjur memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja yang tinggi sejalan dengan perkembangan perkotaan yang pesat.
Urbanisasi di kawasan Jabodetabekpunjur sangat pesat tumbuh 5 kali lipat dari 1950 – 2005. Sekitar 22,8 juta penduduk tinggal di wilayah Jabodetabekpunjur.
Kepadatan penduduk masing-masing provinsi adalah DKI Jakarta 13.668 jiwakm², Jawa Barat 2.320 jiwakm², dan Banten 3.756 jiwakm². Pertumbuhan
penduduk Provinsi DKI Jakarta 2000 – 2005 mencapai 1,09 dengan laju pertumbuhan penduduk tertinggi di wilayah Jakarta Barat 4,3, namun pada
saat yang sama terdapat penurunan laju pertumbuhan penduduk di wilayah Kota Jakarta Pusat 0,72. Pertumbuhan penduduk di Jabodetabekpunjur dipacu
oleh laju pertumbuhan penduduk di Provinsi Banten dan Provinsi Jawa Barat sebesar rata-rata 2 per tahun semenjak tahun 2002 BPS, 2005. Selain aspek-
aspek tersebut, aspek pertahanan keamaman dan politis Jakarta sebagai Ibukota
negara dan pusat lembaga-lembaga tinggi negara menjadi prioritas utama untuk dijaga keberlanjutan lokasi ruangnya.
Secara ekologis, cakupan Jabodetabekpunjur adalah kawasan yang meliputi tiga daerah aliran sungai DAS utama, yaitu DAS Ciliwung, DAS
Cisadane, dan DAS Bekasi, yang memiliki luas area keseluruhan sekitar 2.027 km² dengan curah hujan berkisar antara 1.500-4.000 mm per tahun. Hulu Sungai
Ciliwung berada di kawasan Puncak dan mengalir sepanjang 119 km dengan debit rata-rata bulanan 882 m3 per detik di Manggarai ke arah muara Jakarta.
Daerah permukiman di hulu DAS Ciliwung, dalam kurun waktu enam tahun 1990-1996 meningkat dari 6,25 km² menjadi 19,26 km² dan 10 tahun kemudian
2004 menjadi 26,61 km².
Dalam 35 tahun terakhir, secara regional Jabodetabekpunjur telah kehilangan 27 ruang terbuka hijau termasuk hutan dan perkebunan vegetasi
tahunankeras diantaranya akibat hilanganya 46 kawasan hutan. Kawasan terbangun permukiman tumbuh lebih dari 12 kali lipat, menyebabkan daya
dukung lingkungan menjadi sangat terbatas, terutama kemampuan lahan di dalam meresapkan air ke dalam tanah terutama di Jakarta. Pertumbuhan
Permukiman dan perkotaan yang tak terkendali di sepanjang dan di sekitar daerah aliran sungai, tidak berfungsinya kanal-kanal dan tidak adanya sistem
drainase yang memadai mengakibatkan semakin terhambatnya aliran air ke laut, yang mengakibatkan Jakarta dan kawasan di sepanjang daerah aliran sungai
menjadi sangat rentan terhadap banjir. Permasalahan DAS Ciliwung lainnya adalah penurunan kualitas dan kuantitas air sungai, pemanfatan ruang di
sempadan sungai, yang menimbulkan permukiman kumuh, perubahan tata guna lahan, penurunan kualitas dan kuantitas lingkungan, kekeringan dan erosi
longsor.
Karakteristik dan ciri-ciri dari masing-masing landform
pembentuk lanskap di kawasan Jabodetabekpunjur
Karakteristik landform yang akan dipaparkan berdasarakan topografi pada tiap tipe landform berdasarkan Desaunettes 1977 bahwa terdiri dari lima sistem
dasar landform yaitu sistem alluvial, marine sistem pantai, sistem dataran, sistem perbukitan, dan plateau atau sistem pegunungan.
1. Karakter Biofisik
Topografi dan Kelerengan Dalam konsep Jabodetabekpunjur, struktur pusat pelayanannya diarahkan
pada pengembangan Jakarta sebagai kota inti dengan beberapa kota satelit yaitu Tangerang, Bogor, Depok, Bekasi, dan kota lainnya seperti Bumi Serpong
Damai BSD. Berdasarkan UU no.262007 tentang Penataan Ruang dan RTRW Jabodetabekpunjur menjadi kawasan strategis mengamanatkan bahwa Kawasan
Jabodetabekpunjur merupakan kawasan tertentu sehingga diperlukan adanya interdependensi antara kota dan kabupaten dalam lingkup Jabodetabekpunjur
yang dapat dituangkan dalam Rencana Tata Ruang yang bersifat menyeluruh. Menurut Simonds 2006, dalam lanskap dikenal dua jenis elemen, yaitu elemen
lanskap mayor dan elemen lanskap minor. Elemen lanskap mayor terdiri dari dari bentuk alam seperti topografi yang relatif sulit diubah oleh manusia. Sedangkan
elemen lanskap minor adalah elemen yang masih dapat dimodifikasi atau diubah oleh manusia, seperti bukit, anak sungai dan hutan-hutan kecil.