Planning A Sustainable Landscape Area Of Agro Tourism In The Region Of Gunung Leutik, Bogor

(1)

BOGOR

BUDIARJONO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Perencanaan Lanskap Agrowisata Berkelanjutan Kawasan Wisata Gunung Leutik Bogor, adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Adapun sumber informasi yang berasal atau yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebut dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juni,2011

Budiarjono

NRP A352050041


(3)

Region Of Gunung Leutik, Bogor. Under supervision of NIZAR NASRULLAH and ARIS MUNANDAR

Indonesia as an archipelagic country has a natural potential to be developed as a tourism attraction development. One of the tourism potential that can be developed is agro- tourism. Bogor region has an agricultural land managed by the unit of society and agriculture corporate. One of the farming community center is area of Gunung Leutik, Benteng Village, Ciampea, Bogor. Gunung Leutik Area Tourism has 41.4 hectares which is divided into three units, including education area of Pesantren Darul Fallah agriculture land bussiness area, and Gunung Leutik region. The existence of cultivation areas with interesting scenery, residential area and Islamic education area are potential landscape to develop as tourism object and attractions. General aim is to planning a sustainable landscape area of agro-tourism in Gunung Leutik region, that support agriculture tourism activities and environmental education. This research uses descriptive quantitative method. Quantification was performed to assess the suitability of agricultural land use for certain types of physical plant and the suitability of agricultural tourism using the land evaluation guidelines of Soil and Agro-climate Research Center of Bogor (2008). The planning approach is sustainable tourism. Stakeholder approach is carried out through stakeholder analysis derived from previous research. The main concept is to create sustainable landscape by developing agro-tourism based on physical environment to maintain its quality and increasing local communities welfare. Gunung Leutik potentially be developed as a sustainable agro-tourism area. Development of sustainable landscapes agriculture requires the integration of tourism, cultivation and education activity space. The sustainability of tourism in the region through the development of low external input sustainable agriculture (LEISA). Development of sustainable agriculture tourism is divided into tourism activities integrative zones based on the type of utilization. The zone includes : active, passive and buffer zone. Through tourism activities that involve all stakeholders make landscape ecologically and economically sustainable.


(4)

RINGKASAN

BUDIARJONO. Perencanaan Lanskap Agrowisata Berkelanjutan Kawasan Wisata Gunung Leutik Bogor. Di bawah Bimbingan NIZAR NASRULLAH dan ARIS MUNANDAR.

Obyek wisata merupakan salah satu sumber devisa potensial selain sektor migas. Indonesia sebagai suatu negara kepulauan memiliki potensi alam yang dapat dikembangkan sebagai daya tarik potensial untuk pengembangan pariwisata. Salah satu potensi wisata yang dapat dikembangkan di Indonesia adalah wisata berbasis pertanian. Rangkaian kegiatan pertanian dari budidaya sampai pasca panen dapat dijadikan daya tarik tersendiri bagi kegiatan pariwisata.

Kabupaten Bogor memiliki sentra-sentra pertanian mandiri yang dikelola oleh unit masyarakat maupun korporasi pertanian. Salah satu sentra pertanian masyarakat di kabupaten Bogor adalah kawasan Gunung Leutik, Desa Benteng, Ciampea, Bogor. Kawasan Wisata Gunung Leutik memiliki luasan 41,4 Ha yang terbagi menjadi tiga unit, antara lain a) Unit I seluas 11,8 ha yang merupakan area pendidikan dan permukiman pesantren; b) Unit II seluas 15,1 ha merupakan lahan usaha Pesantren; dan c) Unit III seluas 14,5 ha yang merupakan kawasan perkampungan masyarakat Gunung Leutik. Keberadaan kawasan budidaya pertanian (tanaman, peternakan, dan perikanan darat) yang ditunjang dengan kondisi lingkungan menarik (panorama alam), kawasan permukiman yang erat dengan pertanian, serta kawasan pendidikan islam yang berorientasi pertanian, merupakan potensi yang dapat dikembangkan sebagai obyek dan atraksi wisata berbasis pedidikan lingkungan, pertanian dan bernuansa islami.

Tujuan umum dari penelitian ini adalah merencanakan lanskap kawasan agrowisata yang berkelanjutan di kawasan Gunung Leutik, Bogor, Jawa Barat.

Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain: Menyusun rencana lanskap kawasan agrowisata berkelanjutan di kawasan Gunung Leutik yang mendukung aktifitas wisata berbasis pertanian dan pendidikan lingkungan bernuansa islami. Pengembangan lanskap kawasan wisata Gunung Leutik seharusnya direncanakan secara integral dengan lingkungan disekitar kawasan.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yaitu penilaian (skoring), kuantifikasi (pembobotan) dan penentuan peringkat pada tiap faktor dan kategori yang dinilai. Kuantifikasi terutama dilakukan untuk menilai kesesuaian peruntukan lahan secara fisik (kesesuaian peruntukan lahan pertanian untuk jenis tanaman tertentu) dan kesesuaian wisata berbasis pertanian. Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumberdaya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Pendekatan perencanaan utama yaitu wisata berkelanjutan (sustainable tourism), yang meliputi aspek kesesuaian kawasan pertanian, kesesuaian agrowisata dan stakeholder. Pendekatan ini dilakukan dengan memperhatikan kesesuaian kawasan untuk dikembangkan sebagai kawasan agrowisata yang berkelanjutan. Sedangkan, pendekatan masyarakat (stakeholder) dilakukan melalui analisis stakeholder yang bersumber dari penelitian sebelumnya.

Berdasarkan analisis pengembangan wisata, Gunung Leutik merupakan zona sangat potensial sebagai wisata pertanian berkelanjutan. Selain memenuhi persyaratan ekologis, memiliki ketersediaan obyek dan atraksi wisata serta alam yang indah, masyarakat disekitar desa ini juga bersedia untuk menerima pengembangan wisata di daerahnya. Area Unit I dan Unit II serta perkampungan gunung Leutik merupakan daerah potensial sebagai penyangga dan pendukung wisata pertanian berkelanjutan. Konsep utama adalah untuk menciptakan lanskap kawasan wisata pertanian yang berkelanjutan ,


(5)

dengan mengembangkan agrowisata berdasarkan potensi lingkungan, obyek dan atraksi wisata potensial untuk menjaga kualitas lingkungan serta kesejahteraan masyarakat lokal. Kawasan Gunung Leutik Kabupaten Bogor berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan Agrowisata Berkelanjutan. Kawasan Gunung Leutik memiliki potensi ekologis yang ditunjang dengan kondisi fisik kawasan. Potensi utama pengembangan kawasan berupa lahan pertanian dan kondisi masyarakat di sekitar kawasan yang memang berorientasi pada kegiatan pertanian. Kegiatan pendidikan dan pertanian tetap menjadi kegiatan utama di dalamnya.

Untuk mengembangkan kawasan wisata pertanian (agrowisata) yang berkelanjutan di Gunung Leutik diperlukan suatu organisasi ruang yang terintegrasi antara kegiatan wisata, budidaya dan pendidikan. Pengusahaan wisata harus menyesuaikan dengan daya dukung, baik fisik maupun sosial guna mempertahankan kondisi dan keberlanjutan aktifitas wisata pada kawasan. Salah satu upaya untuk menjaga keberlanjutan wisata pada kawasan adalah melalui pengusahaan pertanian secara terpadu (LEISA) yang meminimalkan input eksternal dan pemenuhan kebutuhan organik secara mandiri dengan ditunnjang oleh aktivitas wisata berupa interpretasi kawasan pertanian. Pertanian terpadu meliputi pengusahaan pertanian / agribisnis antara lain, area produksi, pengolahan panen dan pasca panen. Wisata sebagai kegiatan pendukung yang menguatkan kedua kegiatan utama tersebut.

Pengembangan wisata pertanian berkelanjutan di kawasan Gunung Leutik dibagi dalam zona integratif aktifitas wisata berdasarkan tipe aktifitas/pemanfaatan. Zona tersebut meliputi zona aktif, pasif dan penyangga. Kawasan wisata Gunung Leutik memiliki tiga ekosistem yang berbeda, kawasan pertanian, eduekosistem dan agroesociety yang merupakan stakeholder pada kawasan. Melalui kegiatan wisata yang menggandeng keterlibatan semua pihak menjadikan kawasan ini berkelanjutan secara ekologis dan ekonomis.


(6)

PERENCANAAN LANSKAP AGROWISATA

BERKELANJUTAN KAWASAN WISATA GUNUNG LEUTIK

BOGOR

BUDIARJONO

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat Melalukan Penelitian Untuk Memperoleh Gelar Magister Sain Pada Departemen Arsitektur Lanskap

SEKOLAH PASCASARJANA

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(7)

(8)

Nama : Budiarjono NIM : A352050041

Disetujui Komisi Pembimbing

Diketahui Ketua Program Studi

Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian: 18 Juli 2011 Tanggal Lulus : Dr. Ir. Nizar Nasrullah, MAgr.

Ketua

Dr. Ir. Aris Munandar, MS. Anggota


(9)

Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya yang telah diberikan hingga thesis ini dapat terselesaikan dengan baik. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah perencanaan agrowisata, dengan judul “ Perencanaan Lanskap Agrowisata Berkelanjutan Kawasan Wisata Gunung Leutik Bogor”. Tesis ini sebagai salah satu syarat melalukan penelitian untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Arsitektur Lanskap Sekolah Pascasarjana, Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap semoga laporan ini dapat berguna dan bermanfaat kepada semua pihak yang membacanya.

Bogor, Juli 2011


(10)

Penulis lahir di Malang Jawa Timur pada tanggal 3 April 1956 dari ayah alm Didi Suwardi dan ibu almh Wiratini. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.

Tahun 1975 penulis menyelesaikan sekolah di SMA Negeri I Madiun dan melanjutkan studi ke Institut Teknologi Bandung, Fakultas Teknik, Jurusan Arsitektur. Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan Strata-1 pada tahun 1982, dan pada tahun 2005 penulis memperoleh kesempatan melanjutkan pendidikan Strata-2 di Sekolah Pascasarjana IPB dengan program studi Arsitektur Lanskap dan mendapat bantuan biaya studi (BPPS) dari Dikti.

Penulis bekerja sebagai pengajar pada Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur Universitas Borobudur di Jakarta sejak tahun 1999. Disamping itu, penulis juga bekerja sebagai konsultan arsitektur sejak tahun 1983 sampai sekarang.


(11)

D A F T A R I S I

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan masalah ... 3

1.3.Tujuan Penelitian ... 4

1.4.Manfaat Penelitian ... 5

1.5.Kerangka Pemikiran ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1.Perencanaan Kawasan Wisata ... 7

2.1.1. Pariwisata ... 8

2.1.2. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata ... 9

2.2.Pembangunan Pariwisata Berwawasan Lingkungan ... 11

2.3.Agrowisata ... 12

2.4.Perencanaan Agrowisata Berwawasan Lingkungan ... 13

2.5.Berwawasan Lingkungan / Berkelanjutan ... 15

III. METODE PENELITIAN ... 18

3.1.Tempat dan Waktu ... 18

3.2.Bahan dan Alat Penelitian ... 18

3.3.Pendekatan Penelitian ... 20

3.4. Prosedur Pelaksanaan ... 23

3.4.1. Analisis dan Sintesis ... 25

3.4.1.1.Analisis Potensi Pengembangan Lahan Pertanian ... 25

3.4.1.2.Analisis Obyek dan Atraksi Wisata ... 27

3.4.1.3.Anallisis Potensi Masyarakat ... 29

3.4.2. Konsep dan Perencanaan ... 29

3.5.Batasan Penelitian ... 30

3.6.Definisi Operasional ... 31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32


(12)

4.1.1. Kawasan Gunung Leutik ... 32

4.1.2. Sejarah Pesantern Pertanian Darul Fallah ... 33

4.1.3. Kondisi Umum masyarakat Sekitar Desa Benteng ... 34

4.2.Aspek Fisik/Biofisik ... 37

4.2.1. Iklim ... 37

4.2.2. Topografi... 40

4.2.3. Kemiringan Lahan ... 40

4.2.4. Geologi Tanah ... 43

4.2.5. Hidrologi dan Kualitas Air ... 43

4.2.6. Vegetasi Pohon ... 44

4.3.Objek Wisata Pertanian ... 46

4.3.1. Budidaya Pertanian di Lokasi Perencanaan ... 46

4.3.2. View ... 49

4.3.3. Sirkulasi dalam Tapak ... 50

4.3.4. Fasilitas penunjang ... 50

4.4.Potensi Masyarakat ... 52

4.4.1. Preferensi Masyarakat Kawasan Gunung Leutik ... 52

4.4.2. Kompetitor Wisata di Sekitar Kawasan Wisata GL ... 53

4.5.Analisis Kondisi Ekologis ... 54

4.5.1. Analisis Biofisik Tapak ... 54

4.5.2. Aspek kesesuaian Fisik lahan Pertanian ... 56

4.5.2.1.Sifat Fisika ... 56

4.5.2.2.Sifat Kimia ... 57

4.5.3. Pilihan Tanaman Pertanian ... 58

4.5.4. Komoditas Peternakan dan Perikanan ... 60

4.6.Analisis Objek Wisata ... 61

4.7.Analisis Potensi Masyarakat ... 66

4.8. Zona Integratif ... 68

4.9.Perencanaan Lanskap ... 70

4.9.1. Konsep Dasar ... 70

4.9.2. Konsep Ruang ... 76


(13)

4.9.4. Konsep Objek Wisata Pertanian ... 82

4.9.5. Konsep Aktivitas Wisata... 85

4.9.6. Konsep Fasilitas dan Utilitas Wisata ... 88

4.9.7. Perencanaan lanskap Wisata Pertanian Berkelanjutan ... 91

4.9.8. Program Wisata ... 98

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan ... 99

5.2.Saran... 99


(14)

D A F T A R T A B E L

Teks

No. Halaman

1. Alat Penelitian ... 19

2. Data Penelitian ... 19

3. Faktor Kwalitas Dan Karakteristik Lahan ... 22

4. Penilaian Kelayakan Potensi Kawasan Agrowisata ... 28

5. Jumlah Penduduk, Angkatan Kerja Dan Angka Kerja... 35

6. Kualitas Angkatan Kerja ... 35

7. Mata Pencaharian Penduduk Desa Benteng ... 35

8. Proporsi Agama Penduduk Desa Benteng ... 36

9. Rata-Rata Unsur Iklim Lokasi ... 37

10. Persentase Kemiringan Lahan ... 40

11. Kelas Kemiringan Beserta Deskripsi Peruntukan Lahan ... 43

12. Keragaman Vegetasi ... 45

13. Jenis Tanaman Pangan Yang Diusahakan Masyarakat Gn.Leutik... 46

14. Jenis dan Panjang Jalan dalam Tapak Perencanaan ... 50

15. Penggunaan Lahan pada Tiap Unit dalam Tapak ... 51

16. Bangunan dalam Tapak ... 51

17. Kesesuaian Lahan Aktual untuk Tanaman Padi sawah ... 58

18. Kesuaian Lahan u/ T. Pangan Lahan... 59

19. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Perkebunan/Kehutanan ... 60

20. Lokasi, Kelompok, dan Jenis Objek Wisata ... 63

21. Aspek Kelayakan Kawasan Agrowisata ... 65

22. Jenis Usaha Pertanian pada Lahan Unit II dan Lahan Unit III ... 66

23. Rencana Aktifitas dan Fasilitas yang dikembangkan K.G.Leutik ... 86

24. Rencana Aktifitas dan Fasilitas di Kawasan Gunung Leutik ... 88

25. Konsep dan Dimensi Bangunan Fasilitas dan Utilitas Wisata ... 89


(15)

D A F T A R G A M B A R

T e k s

N o

Halaman

1. Kerangka Pikir Penelitian ... 6

2. Komponen Fungsi dari Sisi Persediaan (Gunn,1993) ... 8

3. Lokasi Penelitian ... 18

4. Peta Contoh Tanah ... 24

5.Tahapan Penelitian ... 25

6. Batas Wilayah ... 32

7. Peta Kondisi Awal Tapak ... 36

8. Suhu Maksimum Rata-Rata (Tahun 20005-2009) ... 37

9. Suhu Minimum Rata-Rata (Tahun 20005-2009) ... 38

10. Kelembaban Rata-Rata (Tahun 20005-2009) ... 38

11. Penguapan Rata-Rata (Tahun 20005-2009) ... 38

12.Kecepatan Angin Rata-Rata (Tahun 20005-2009) ... 39

13.Curah Hujan Rata-Rata (Tahun 20005-2009) ... 39

14. Peta Topografi ... 41

15. Peta Kemiringan Lahan ... 42

16. Sungai yang Melintasi Kawasan Gunung Leutik ... 44

17.Berbagai komoditi di Kawasan Gunung Leutik, Bogor. ... 48

18.Viewdari Arah Kawasan ... 50

19. Analisis Potensi Objek Wisata ... 66

20.Pengembangan Agrowisata ... 69

21. Bagan Konsep Pengembangan Pertanian Berkelanjutan ... 70

22. Model Daur Energi Pertanian Terpadu ... 73

23. Ilustrasi Ruang Pelayanan Wisata ... 76

24. Zona Ruang Wisata ... 78

25. Konsep Sirkulasi Primer ... 80

26. Konsep Sirkulasi Sekunder ... 80

27. Konsep Sirkulasi ... 81

28. Konsep Daerah Tujuan Objek ... 84


(16)

30. Diagram Konsep Berkelanjutan Kawasan Agrowisata ... 93 31. Site Plan ... 96 32. Ilustrasi Fasilitas Pelayanan Wisata ... 97


(17)

I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber penghasil devisa potensial selain sektor migas. Indonesia sebagai suatu negara kepulauan memiliki potensi alam dan budaya yang dapat dikembangkan sebagai daya tarik potensial untuk pengembangan pariwisata. Salah satu potensi wisata yang dapat dikembangkan di Indonesia adalah wisata berbasis pertanian. Rangkaian kegiatan pertanian dari budidaya sampai pasca panen dapat dijadikan daya tarik tersendiri bagi kegiatan pariwisata.

Berdasarkan hasil rekapitulasi kunjungan wisatawan nusantara (wisnus) di Indonesia menunjukan data bahwa pertumbuhan rata-rata perjalanan per tahun meningkat 1,5% (Dinas Pariwisata Indonesia, 2009). Peningkatan dari perjalanan wisnus di setiap provinsi, kabupaten dan kota di Indonesia sebesar 226,3 juta (Departemen Pariwisata Republik Indonesia, 2009). Peningkatan jumlah kunjungan tersebut terfokus pada segmen pasar wisata minat khusus dengan destinasi yang tersebar di luar pulau Jawa dan Bali. Salah satu unit pengembangan wisata di Indonesia yang mengalami peningkatan trend kunjungan adalah sub unit ekowisata (termasuk agrowisata). Pertumbuhan dari ekowisata (termasuk agrowisata) berkisar antara 10-30% (Ariyanto,2003).

Agrowisata secara terminologi didefinisikan sebagai perpaduan antara pariwisata dan pertanian dimana pengunjung dapat mengunjungi kebun, peternakan atau kilang anggur untuk membeli produk, menikmati pertunjukan, mengambil bagian aktivitas, makan suatu makanan atau melewatkan malam bersama di suatu areal perkebunan (www.farmstop.com). Di Indonesia, agrowisata didefinisikan sebagai sebuah bentuk kegiatan pariwisata yang memanfaatkan agribisnis sebagai objek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman, rekreasi dan hubungan usaha di bidang pertanian. Pengembangan agrowisata dikemas sebagai suatu perjalanan wisata yang menonjolkan budaya lokal dalam memanfaatkan lahan dan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani, memelihara budaya maupun teknologi lokal


(18)

(indigenous knowledge) yang umumnya telah sesuai dengan kondisi lingkungan alaminya, serta sebagai sarana pendidikan (Deptan, 2005).

Kabupaten Bogor memiliki sentra-sentra pertanian mandiri yang dikelola oleh unit masyarakat maupun korporasi pertanian. Salah satu sentra pertanian masyarakat di kabupaten Bogor adalah kawasan Gunung Leutik, Desa Benteng, Ciampea, Bogor. Kawasan Wisata Gunung Leutik memiliki luasan 41,4 Ha yang terbagi menjadi tiga unit, antara lain; a) Unit I seluas 11,8 ha yang merupakan area pendidikan dan permukiman pesantren; b) Unit II seluas 15,1 ha merupakan lahan usaha Pesantren; dan c) Unit III seluas 14,5 ha yang merupakan perkampungan masyarakat Gunung Leutik. Keberadaan kawasan budidaya pertanian (tanaman, peternakan, dan perikanan darat) ditunjang dengan kondisi lingkungan (panorama alam) yang menarik, kawasan permukiman yang memiliki keterkaitan erat dengan pertanian, serta kawasan pendidikan islam merupakan potensi yang menarik untuk dikembangkan sebagai obyek dan atraksi wisata.

Pendekatan pengembangan lanskap agrowisata kawasan wisata Gunung Leutik adalah wisata berkelanjutan (sustainable tourism). Menurut Pitana (2002), pengembangan ecotourism dan agritourism mengacu pada prinsip yang sama. Prinsip pengembangan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Menekankan serendah-rendahnya dampak negatif terhadap alam dan kebudayaan yang dapat merusak daerah tujuan wisata.

2. Memberikan pembelajaran kepada wisatawan mengenai pentingnya suatu pelestarian.

3. Menekankan pentingnya bisnis yang bertanggung jawab dan bekerjasama dengan unsur pemerintah serta masyarakat untuk memenuhi kebutuhan penduduk lokal dan memberikan manfaat pada usaha pelestarian.

4. Mengarahkan keuntungan ekonomi secara langsung untuk tujuan pelestarian, pengelolaan sumberdaya alam dan kawasan yang dilindungi. 5. Memberi penekanan pada kebutuhan zona pariwisata regional dan

penataan serta pengelolaan tanaman untuk tujuan wisata di kawasan-kawasan yang ditetapkan untuk tujuan wisata tersebut.


(19)

6. Memberikan penekanan pada kegunaan studi-studi berbasiskan lingkungan dan sosial, dan program-program jangka panjang, untuk mengevaluasi dan menekan serendah-rendahnya dampak pariwisata terhadap lingkungan. 7. Mendorong usaha peningkatan manfaat ekonomi untuk negara, pebisnis,

dan masyarakat lokal, terutama penduduk yang tinggal di wilayah sekitar kawasan yang dilindungi.

8. Berusaha untuk meyakinkan bahwa perkembangan pariwisata tidak melampui batas-batas sosial dan lingkungan yang dapat diterima seperti yang ditetapkan para peneliti yang telah bekerjasama dengan penduduk lokal.

9. Mempercayakan pemanfaatan sumber energi, melindungi tumbuh-tumbuhan dan binatang liar, dan menyesuaikannya dengan lingkungan alam dan budaya.

Pengembangan lanskap wisata berkelanjutan perlu mempertimbangan faktor keterlibatan sumber daya lokal (masyarakat sekitar kawasan) guna meningkatkan kepedulian dan kepekaan dalam pelestarian nilai ekologis kawasan.

1.2.Perumusan Masalah

Agrowisata merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan usaha pertanian (agro) sebagai objek wisata. Menurut Afandhi (2005), Kebijakan umum Departemen Pertanian dalam membangun pertanian bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan tarap hidup petani, peternak, dan nelayan, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, menunjang pembangunan industri serta meningkatkan ekspor. Kebijakan tersebut perlu ditindaklanjuti melalui pengembangan diversifikasi usaha disertai dengan rehabilitasi yang harus dilaksanakan secara terpadu, serasi, dan merata disesuaikan dengan kondisi tanah, air dan iklim, dengan tetap memelihara kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup serta memperhatikan pola kehidupan masyarakat setempat.

Kesesuaian lanskap kawasan Gunung Leutik harus dikembangkan sesuai dengan kondisi lahan dan lingkungan sehingga tercapai pengembangan agrowisata berkelanjutan. Berdasarkan latar belakang dan permasalahan dasar tersebut maka solusi permasalahan diakomodasikan melalui rumusan permasalahan penelitian yang disusun dalam pertanyaan sebagai berikut:


(20)

1. Bagaimana memanfaatkan keberadaan sumberdaya lahan pertanian sebagai potensi wisata di kawasan?

2. Bagaimana mengatasi permasalahan kawasan terkait dengan pemanfaatan produksi pertanian dan peruntukan wisata?

3. Bagaimana perencanaan fisik yang sesuai untuk kawasan agrowisata guna mewujudkan lanskap kawasan pendidikan islam berbasis pertanian yang berkelanjutan?

1.3.Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah merencanakan lanskap kawasan agrowisata yang berkelanjutan di kawasan Gunung Leutik, Bogor, Jawa Barat. Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu : menyusun rencana lanskap kawasan agrowisata berkelanjutan di kawasan Gunung Leutik yang mendukung aktifitas wisata berbasis pertanian. Pengembangan lanskap kawasan wisata Gunung Leutik seharusnya direncanakan secara integral dengan lingkungan disekitar kawasan. Kriteria pengembangan meliputi:

1. Berorientasi pada keberlanjutan ekosistem pertanian pada kawasan 2. Berorientasi pada keberlanjutan usaha wisata pertanian

Sasaran Penelitian

Sasaran dari penelitian ini adalah untuk mewujudkan suatu kawasan agrowisata yang berkelanjutan di Gunung Leutik, Bogor. Konsep tersebut diharapkan dapat terbentuk melalaui suatu perencanaan yang dapat meningkatkan potensi, daya tarik dan kualitas dari kawasan tersebut. Hal ini dilakukan sebagai upaya menjaga dan mempertahankan karakter serta kualitas lanskap perdesaan di Kawasan Gunung Leutik dari kerusakan lingkungan dan penurunan kualitas lingkungan akibat peruntukan wisata.

Selain itu, menjadi acuan bagi semua pihak (stakeholder) dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan fisik di kawasan perdesaan dan Pesantren, serta memanfaatkan berbagai potensi yang ada dengan memperhatikan keberlangsungan lanskap alaminya.


(21)

1.4.Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

1. Sumbangan pemikiran kepada Pemerintah Daerah maupun Pengelola Kawasan wisata pertanian (agrowisata) Gunung Leutik dalam merencanakan secara fisik kawasan agrowisata yang berkelanjutan dengan memperhatikan keindahan bentang alam atau lanskapnya.

2. Sebagai dasar untuk menerapkan sistem perencanaan lanskap agrowisata yang berkelanjutan.

3. Menjadi bahan kajian ilmiah lanjutan dalam penelitian, perencanaan dan penataan lanskap kawasan agrowisata.

1.5. Kerangka Pikir Penelitian

Karakteristik lanskap perdesaan yang ditunjang dengan kondisi sosial budaya masyarakat pertanian di Kawasan Wisata Gunung Leutik merupakan suatu potensi pengembangan kawasan sebagai daerah tujuan wisata berbasis pertanian. Kondisi fisik, keindahan panorama, keberadaan kegiatan pertanian dan pendidikan serta keberadaan masyarakat berbasis pertanian dapat dijadikan sebagai daya tarik yang potensial di Kawasan Gunung Leutik.

Permasalahan yang ditemukenali pada kawasan sehubungan dengan pengembangan kawasan sebagai agrowisata adalah suboptimal nya penataan kawasan pertanian yang menunjang kegiatan wisata. Permasalahan tersebut dianalisis untuk mendapatkan zona integratif pengembangan kawasan. Diperlukan perencanaan berdasarkan kesesuaian kawasan yang merupakan dasar pengembangan dan perencanaan fisik kawasan sebagai aktivitas wisata pertanian (agrowisata). Perencanaan fisik tersebut meliputi program wisata, pengembangan objek dan atraksi, pengembangan fasilitas dan sirkulasi serta pengembangan zona konservasi sebagai penunjang kawasan. Integrasi perencanaan fisik tersebut diharapkan dapat menghasilkan lanskap wisata pertanian yang berkelanjutan. Alur pikir penelitian tersaji pada Gambar 1.


(22)

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

Kawasan Gunung Leutik

Rencana Fisik Pengembangan Aktifitas Agrowisata

Lanskap Kawasan Agrowisata Berkelanjutan

Aspek Potensi Lahan Pertanian

Potensi Objek dan Atraksi

Zona Integratif Pengembangan Lanskap Kawasan Agrowisata

Aspek Masyarakat Aspek

Potensi Wisata Pertanian

Peruntukan Agrowisata

Potensi lahan untuk pengembangan

pertanian

•Keberagaman objek

•Potensi panorama

Akseptibilitas Masyarakat

Kendala / Masalah

Zona Kesesuaian Lahan Pertanian

Zona Kesesuaian Wisata Pertanian

Zona Akseptibilitas Masyarakat


(23)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perencanaan Kawasan Wisata

Perencanaan merupakan suatu bentuk alat yang sistematis yang diarahkan untuk mendapatkan tujuan dan maksud tertentu melalui pengaturan, pengarahan atau pengendalian terhadap proses pengembangan dan pembangunan. Perencanaan berorientasi kepada kepentingan masa depan terutama untuk mendapatkan suatu bentuk social good, dan umumnya dikategorikan sebagai pengelolaan (Nurisjah, 2001). Perencanaan bukanlah sekedar persiapan akan tetapi merupakan proses kegiatan yang secara terus menerus mewarnai dan mengikuti kegiatan sampai pada pencapaian tujuan. Knudson (1980) mengemukakan perencanaan adalah mengumpulkan dan menginterpretasikan data, memproyeksikannya ke masa depan, mengidentifikasi masalah, dan memberi pendekatan yang beralasan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut. Perencanaan merupakan proses yang rasional untuk mencapai tujuan dan sasaran di masa mendatang berdasarkan kemampuan sumberdaya alam yang ada serta pemanfaatannya secara efektif dan efisien. Yoeti (2008) mengemukakan, dalam perkembangan industri sebuah kawasan wisata, sebuah perencanaan yang baik sangat penting dibutuhkan agar pengembangan wisata tersebut sesuai dengan apa yang telah dirumuskan dan berhasil mencapai sasaran yang dikehendaki, baik itu ditinjau dari segi ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan hidup.

Kegiatan wisata alam selain memberikan dampak positif juga dapat membawa dampak negatif terhadap lingkungan di sekitarnya, baik dampak negatif terhadap lingkungan objek wisata alam itu sendiri maupun terhadap lingkungan sosial budaya setempat. Dampak negatif terhadap alam umumnya terjadi sebagai akibat dari perencanaan dan pengelolaan yang kurang baik, misalnya perencanaan pengembangan kegiatan wisata yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan dan kurangnya pengetahuan kesadaran serta pendidikan masyarakat dan wisatawan terhadap kelestarian lingkungan (Soeriaatmaja, 2000). Perkembangan pariwisata tanpa perencanaan dan pengelolaan yang baik akan mengakibatkan kehilangan dan penurunan mutu kawasan yang tidak diharapkan, sebagai akibatnya adalah hilangnya kawasan yang menarik bagi wisatawan. Gunn


(24)

(1994) mengemukakan bahwa suatu kawasan wisata yang baik dan berhasil bila secara optimal didasarkan kepada empat aspek yaitu :

1) Mempertahankan kelestarian lingkungannya

2) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut 3) Menjamin kepuasan pengunjung

4) Meningkatkan keterpaduan dan unity pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zone pengembangannya.

Oleh karena itu sumberdaya pertanian untuk agrowisata dapat dikembangkan menjadi suatu pariwisata yang marketable jika memenuhi persyaratan seperti pada Gambar 2.

Gambar 2. Komponen Fungsi dari Sisi Persediaan (Gunn, 1994)

2.2.1 Pariwisata

Pariwisata adalah kegiatan perjalanan rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Pariwisata semakin berkembang sejalan perubahan-perubahan sosial, budaya, ekonomi, teknologi dan politik. Sebagai suatu aktifitas manusia, pariwisata adalah fenomena pergerakan manusia, barang dan jasa yang sangat kompleks. Yoeti (2008) menyatakan bahwa pariwisata merupakan sebuah perjalanan untuk bersenang-senang. Perjalanan tersebut baru dapat dikatakan sebagai perjalan wisata jika telah memenuhi empat kriteria di bawah ini, yaitu:

1. Perjalanan dilakukan dari suatu tempat ke tempat yang lain, dan dilakukan di luar tempat kediaman dimana orang itu biasanya tinggal.

Atraksi

Service

Promosi Informasi


(25)

2. Perjalanan dilakukan minimal 24 jam atau lebih kecuali bagi excursionist

(kurang dari 24 jam).

3. Tujuan perjalanan hanya untuk bersenang-senang (to pleasure) tanpa mencari nafkah di negara, kota atau DTW (Daerah Tujuan Wisata) yang dikunjungi.

4. Uang yang dibelanjakan wisatawan tersebut dibawa dari negara asalnya dimana dia tinggal atau berdiam dan bukan diperoleh karena hasil usaha selama dalam perjalanan wisata yang dilakukan.

Pariwisata di daerah pariwisata dan rekreasi dapat menimbulkan masalah ekologis yang khusus dibandingkan dengan kegiatan ekonomi lain mengingat bahwa keindahan dan keaslian alam merupakan modal utama. Sebagai kegiatan rekreatif, pariwisata merupakan sarana pemenuhan hasrat manusia untuk bereksplorasi guna mengalami berbagai perbedaan. Perbedaan tersebut mencakup perbedaan fisik, seperti bangunan, lingkungan alam, benda-benda, hewan, tumbuhan dan manusia. Perbedaan non-fisik yang membuat sensasi beda, seperti perbedaan suhu dan kelembaban udara, suara, rasa makanan dan minuman serta suasana, dan juga perbedaan-perbedaan lain yang mengarah pada perilaku manusia termasuk adat-istiadat, kesenian, cara berpakaian dan lain sebagainya. 2.2.2 Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata

Menurut Simonds (1983), proses perencanaan lanskap secara umum dibagi menjadi commision, riset, analisis, sintesis, konstruksi dan pelaksanaan. Sedangkan konsep perencanaan wisata dibagi menjadi tiga skala yaitu, perencanaan tapak (siteplan), perencanaan daerah tujuan (destination plan) dan perencaaan regional (regional plan) (Gunn 1994). Dalam perencanaan pengembangan pariwisata dikenal berbagai konsep, salah satunya adalah konsep

market driven dan product driven. Konsep market driven lebih menitikberatkan pada keinginan wisatawan dan perilaku pasar sebagai landasan pengembangan. Sedangkan konsep product driven lebih menitikberatkan pada pengembangan produk wisata. Kondisi dan keunggulan produk atau obyek dan daya tarik wisata (ODTW) sebagai landasan utama dalam pengembangan (Chafid Fandeli, 2000


(26)

dalam Khopsun 2007). Adapun aspek-aspek yang perlu diketahui dalam perencanaan pariwisata menurut Yoeti (2005) adalah sebagai berikut:

1) Wisatawan

Hal yang perlu diketahui dari aspek ini adalah mengenai wisatawan yang diharapkan datang ke lokasi obyek wisata.

2) Transportasi

Aspek ini berkaitan dengan ketersediaan fasilitas transportasi yang dapat digunakan untuk membawa wisatawan ke daerah tujuan wisata. Atraksi dan fasilitas pariwisata tidak dapat dinikmati oleh wisatawan secara penuh apabila infrastruktur tidak dibangun.

3) Atraksi/Obyek Wisata

Seluruh komponen yang ada dalam suatu ODTW diharapkan dapat menjadi atraksi. Dalam suatu daerah tujuan wisata, terdapat beberapa atraksi dari kekayaan alam dan sebagian atraksi buatan. Atraksi buatan ini daya tariknya sengaja dibuat untuk memenuhi keinginan wisatawan. Menurut Yoeti (2005), obyek/atraksi wisata yang akan dijual kepada wisatawan setidaknya memenuhi tiga syarat berikut:

a) Apa yang dapat dilihat (Something to See),

b) Apa yang dapat dilakukan (Something to Do),

c) Apa yang dapat dibeli (Something to Buy). 4) Fasilitas Pelayanan

Fandeli (2001) menyebutkan ada tiga macam fasilitas yang dibutuhkan oleh wisatawan. Ketiga fasilitas tersebut adalah tempat penginapan, makan dan minum, dan pelayanan terhadap keinginan wisatawan berkait dengan cinderamata atau souvenir.

5) Informasi dan Promosi

Hal ini berkaitan dengan bagaimana cara-cara memberikan informasi, publikasi atau promosi yang dilakukan untuk menarik wisatawan agar datang kesuatu lokasi obyek wisata.


(27)

2.2 Pembangunan Pariwisata Berwawasan Lingkungan

Perencanaan pembangunan pariwisata berwawasan lingkungan selain harus menjamin keberlanjutannya juga harus terkait dengan aspek pendidikan dan partisipasi masyarakat lokal. Jaminan keberlanjutan ini tidak hanya sustainable

dari aspek lingkungan saja namun juga sosial, budaya dan ekonomi. Dalam melakukan pembangunan pariwisata perlu adanya pengembangan produk dalam suatu kawasan wisata untuk mewujudkan pariwisata berawasan lingkungan. Mengutip pendapat Fandeli (2000) dapat dirinci terdiri atas:

1.Atraksi.

Atraksi-atraksi yang dikembangkan dipilih yang memiliki nilai jual tinggi baik atraksi alam, heritage, budaya dan buatan.

2.Infrastruktur (fasilitas, utilitas).

Pembangunan fasilitas dan utilitas dibangun sesuai dengan budaya dan tradisi lokal serta terpadu dengan lingkungannya.

3.Kelembagaan.

Kelembagaan lokal diperkuat dan diberikan peranan yang lebih besar. 4.SDM (Sumberdaya Manusia)

Pariwisata pada dasarnya menjual keindahan maka kualitas SDM sangat menentukan keberhasilan sesuai dengan sasarannya.

5.Aspek ekonomi.

Ekonomi yang dikembangkan adalah ekonomi kerakyatan. Penghasilan kawasan dimaksud untuk dapat mempertahankan atau mengkonservasi kawasan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal.

6.Lingkungan.

Kawasan dikaji kelayakannya utamanya dampak positif dan dampak negatif yang akan muncul. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan merupakan instrumen untuk mengkaji dampak lingkungan dan bagaimana menanganinya. Sementara daya dukung dipergunakan untuk mempertahankan kualitas atraksinya.

2.3 Agrowisata

Sebagai negara agraris, Indonesia memiliki kekayaan alam dan hayati yang sangat beragam yang, jika dikelola dengan tepat, kekayaan tersebut mampu


(28)

menjadi andalan perekonomian nasional. Kondisi agroklimat di wilayah Indonesia sangat sesuai untuk pengembangan komoditas tropis dan sebagian sub tropis pada ketinggian antara nol sampai ribuan meter di atas permukaan laut. Komoditas pertanian, tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan (hutan alami dan budidaya), peternakan dan perikanan dengan keragaman dan keunikannya yang bernilai tinggi serta diperkuat oleh kekayaan kultural yang sangat beragam, mempunyai daya tarik kuat sebagai agrowisata. Keseluruhannya sangat berpeluang besar menjadi andalan dalam perekonomian Indonesia.

Pada dekade terakhir, pembangunan pariwisata di Indonesia maupun di manca negara menunjukkan kecenderungan terus meningkat. Konsumsi jasa dalam bentuk komoditas wisata bagi sebagian masyarakat negara maju dan masyarakat Indonesia telah menjadi salah satu kebutuhan sebagai akibat meningkatnya pendapatan, aspirasi dan kesejahteraannya. Preferensi dan motivasi wisatawan berkembang secara dinamis. Kecenderungan pemenuhan kebutuhan dalam bentuk menikmati obyek-obyek spesifik seperti udara yang segar, pemandangan yang indah, pengolahan produk secara tradisional, maupun produk-produk pertanian modern dan spesifik menunjukkan peningkatan yang pesat. Kecenderungan ini merupakan sinyal tingginya permintaan akan agrowisata dan sekaligus membuka peluang bagi pengembangan produk-produk agrobisnis baik dalam bentuk kawasan ataupun produk pertanian yang mempunyai daya tarik spesifik.

Agrowisata merupakan salah satu usaha bisnis dibidang pertanian dengan menekankan kepada penjualan jasa kepada konsumen. Bentuk jasa tersebut dapat berupa keindahan, kenyamanan, ketentraman dan pendidikan. Pengembangan usaha agrowisata membutuhkan manajemen yang prima diantara sub sistem, yaitu antara ketersediaan sarana dan prasarana wisata, obyek yang dijual promosi dan pelayanannya (http://www.panduan-bisnis-internet.com/bisnis/agro_bisnis.html). Agrowisata merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan usaha pertanian (agro) sebagai objek wisata. Agrowisata merupakan kegiatan kepariwisataan yang pada akhir-akhir ini telah dimanfaatkan oleh kalangan usaha perjalanan untuk meningkatkan kunjungan wisata pada beberapa daerah tujuan wisata agro. Agrowisata, dalam kamus bahasa Indonesia, Purwodarminto (1999),


(29)

diartikan sebagai wisata yang sasarannya adalah pertanian (perkebunan, kehutanan, dsb).

Agrowisata Perkotaan

Secara umum, agrowisata terletak di pedesaan atau tempat-tempat yang jauh dari keramaian kota. Hal ini disebabkan karena sebagian besar wilayah pertanian berada di luar kota, sedangkan di dalam kota pada umumnya sudah tidak memungkinkan untuk usaha-usaha bidang pertanian.

Sulistiyantara (1990) mengemukakan, pengembangan pengelolaan agrowisata di perkotaan memerlukan kerjasama yang erat antar berbagai sektor, yaitu sektor perhubungan, sektor pariwisata, sektor pertanian, sektor perdagangan, sektor pembangunan daerah dan sebagainya. Pada dasarnya hubungan antara peminta jasa agrowisata dan penyedia agrowisata memerlukan kerjasama yang erat, yang mampu mendatangkan keuntungan bagi kedua belah pihak.

Upaya mewujudkan agrowisata di perkotaan menjadi khas, karena pendapat masyarakat tentang pertanian selalu dihubungkan dengan suasana pedesaan. Dalam pengembangan agro ini perlu perumusan yang seksama, yang sesuai dengan wajah dan karakter perkotaan. Dengan demikian karakter pertanian yang dicari adalah pertanian perkotaan. Oleh karena itu sejak awal proses perwujudan agrowisata perkotaan sampai pengelolaan di lapangan memerlukan kerjasama yang erat dan terpadu antar sektor-sektor tersebut di atas. 2.4 Perencanaan Agrowisata Berwawasan Lingkungan

Perencanaan merupakan terjemahan dari kata planning yaitu pengorganisasian masa depan untuk mencapai tujuan tertentu (Inskeep1991). Perencanaan merupakan aktifitas moral. Melalui interaksi dan komunikasi, perencanaan bersama dengan masyarakat membantu merumuskan masalah, menetapkan tujuan, analisis kondisi, mencari alternatif solusi, memilih alternatif terbaik, mengkaji alternatif terbaik dan mengimplementasikan, Sedang pengertian perencanaan mempunyai rentang pengertian yang sangat luas dan beragam.

Perencanaan merupakan suatu perencanaan menyeluruh mencakup bidang yang sangat luas, kompleks dan berbagai komponennya saling kait-mengkait. Produk perencanaan adalah rencana. Rencana adalah suatu pedoman atau alat


(30)

yang terorganisasi secara teratur dan sistematis untuk mencapai suatu keinginan, cita-cita atau maksud yang sasarannya dan jangkauannya telah digariskan terlebih dahulu dimasa mendatang. Rencana pengelolaan agrowisata merupakan alat untuk menetapkan dan pengkaji keseluruhan kebijakan yang akan diambil untuk mewujudkan agrowisata.

Perencanaan agrowisata mencakup berbagai subyek, seperti bagaimana pariwisata harus dikelola dengan baik, meminimalisasi dampak, meyusun pola dan arah pengembangannya. Untuk mewujudkan rencana agrowisata berwawasan lingkungan ini diperlukan integrasi dengan rencana lain (perencanaan pengolahan tanah, perencanaan jenis tanaman yang pada saat ini telah ada namun belum dikelola sebagai tanaman berdaya tarik wisata, perencanaan budidaya tanaman, yaitu usaha jenis-jenis tanaman tertentu, dan beberapa perencanaan lainnya) dalam kaitannya dengan pembangunan agrowisata. Mengingat kompleksitas proses perencanaan yang mengintegrasikan berbagai kepentingan dan kebijakan, terdapat beberapa pedoman yang dapat digunakan untuk pengembangan agrowisata berwawasan lingkungan. Dalam Fandeli (2001), terdapat arah pengembangan dasar kebijakan ekowisata yang dapat diterapkan dalam kebijakan agrowisata, antara lain:

1. Lingkungan alam dan sosial budaya harus menjadi dasar pengembangan pariwisata dengan tidak membahayakan kelestariannya.

2. Agrowisata bergantung pada kualitas lingkungan alam dan sosial budaya yang baik. Keduanya menjadi fondasi untuk meningkatkan ekonomi lokal dan kualitas kehidupan masyarakat yang timbul dari industri pariwisata.

3. Keberadaan organisasi yang mengelola agar tetap terjaga kelestariannya, berkaitan dengan pengelolaan yang baik dari dan untuk wisatawan; saling memberikan informasi dan pengelolaan dengan operator wisata, masyarakat lokal dan mengembangkan potensi ekonomi yang sesuai.

4. Di kawasan agrowisata, wisatawan menikmati seluruh fasilitas yang ada, dan aktifitas kegiatan yang dapat memberikan pengetahuan baru dalam berwisata hanya saja tidak semua kebutuhan wisatawan tersebut dapat dipenuhi karena dalam beberapa hal mungkin terdapat harapan yang tidak sesuai dengan kondisi agrowisata yang bersangkutan.


(31)

5. Wisatawan cenderung mengharapkan kualitas pelayanan yang baik, sesuai dengan biaya yang dikeluarkan dan mereka tidak selalu tertarik pada pelayanan yang murah harganya.

6. Keinginan wisatawan cenderung bermacam-macam tergantung karakteristik wisatawan, tidak semuanya dapat dipenuhi.

7. Perencanaan harus lebih cepat dilakukan dan disempurnakan terus-menerus seiring dengan perkembangan pariwisata, termasuk juga menginventarisir komponen-komponen yang ada di sekitar agrowisata terutama yang berpengaruh terhadap kebutuhan wisatawan. Berdasarkan arah pengembangan dasar kebijakan tersebut diatas, untuk mewujudkan pembangunan agrowisata berwawasan lingkungan perlu adanya perencanaan dan perancangan yang baik, sehingga akan meminimalisasi kemungkinan dampak yang akan timbul dikemudian hari.

2.5 Berwawasan Lingkungan

Berwawasan lingkungan berasal dari kata wawasan dan lingkungan. Wawasan oleh Poerwodarminta (1999) diartikan sebagai cara pandang, sedangkan lingkungan hidup dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Berwawasan lingkungan dapat diartikan sebagai cara pandang terhadap lingkungan hidup, kemampuan untuk memahami cara-cara penyesuaian diri atau penempatan diri dalam lingkungan hidupnya. Daya dukung merupakan konsep dasar yang dikembangkan untuk kegiatan pengelolaan suatu sumber daya alam dan lingkungan, melalui ukuran kemampuannya. Konsep ini dikembangkan terutama untuk mencegah kerusakan atau degradasi dari suatu tempat sumber daya alam dan lingkungan, sehingga kelestarian keberadaan dan fungsinya dapat terwujud, dan pada saat dan ruang yang sama, juga pengguna atau masyarakat pemakai sumber daya tersebut tetap berada dalam kondisi sejahtera dan atau tidak dirugikan.


(32)

Batasan daya dukung untuk jumlah wisatawan merupakan jumlah individu yang dapat didukung oleh satuan luas sumber daya dan lingkungan dalam keadaan sejahtera. Jadi daya dukung ini mempunyai dua komponen yang harus diperhatikan:

1) Besarnya atau jumlah wisatawan yang akan menggunakan sumber daya tersebut pada tingkat kesejahteraan yang baik.

2) Ukuran atau luas sumber daya alam dan lingkungan yang dapat memberikan kesejahteraan kepada populasi manusia pada tingkat yang lestari.

Daya dukung tidak saja melakukan penilaian terhadap segi ekologis dan fisik tetapi juga dapat memperkirakan nilai daya dukung dari segi sosial. Menurut Nurisyah et al (2003), terdapat beberapa ragam daya dukung yaitu:

1. Daya dukung ekologis

Daya dukung ekologis kawasan, dapat dinyatakan sebagai tingkat maksimum penggunaan suatu kawasan atau suatu ekosistem, baik berupa jumlah maupun kegiatan yang diakomodasikan di dalamnya, sebelum terjadi suatu penurunan dalam kualitas ekologis kawasan atau ekosistem tersebut, termasuk estetika lingkungan/alami yang dimilikinya. Penilaian daya dukung ekologis ini menggunakan dasar dari pengertian ekosistem, yang dinyatakan sebagai suatu sistem (tatanan) kesatuan yang utuh antara semua unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Pendekatan ekologis, atau pendekatan terhadap ekosistem ini, selain dapat digunakan untuk mendapatkan gambaran daya dukungnya juga dapat digunakan untuk menentukan indikator kerusakan ekosistem atau lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan manusia terutama pada tingkat jumlah pemakaian yang berlebihan (eksploitatif). Sebagai contoh, indikator kerusakan ekosistem atau lingkungan yang diakibatkan kegiatan rekreasi pengunjung pada suatu kawasan wisata antara lain dapat digambarkan oleh adanya berbagai kerusakan seperti pada vegetasi (rusak, hilang,) habitat satwa (menurun atau hilangnya populasi), degradasi tanah (erosi, pemadatan ground akibat banyaknya pengunjung dan intensifnya kunjungan), kualitas air (pencemaran limbah, sampah), bertumpuknya sampah, kerusakan visual dari obyek wisata alam yang potensial, serta berbagai bentuk vandalisme lainnya.


(33)

Konsep daya dukung sosial pada suatu kawasan merupakan gambaran dari persepsi seseorang dalam menggunakan ruang dan waktu yang bersamaan, atau persepsi pemakai kawasan terhadap kehadiran orang lain secara bersama dalam memanfaatkan suatu areal tertentu. Konsep ini berkenaan dengan tingkat

comfortability atau kenyamanan dan apresiasi pemakai kawasan karena terjadinya atau pengaruh over-crowding pada suatu kawasan. Daya dukung sosial suatu kawasan dinyatakan sebagai batas tingkat maksimum, dalam jumlah dan tingkat penggunaan dalam suatu kawasan di mana dalam kondisi yang telah melampaui batas daya dukung ini akan menimbulkan penurunan dalam tingkat dan kualitas pengalaman atau kepuasan pemakai pada kawasan tersebut. Terganggunya pola, tatanan atau sistem kehidupan dan sosial budaya manusia pemakai ruang tersebut, yang dapat dinyatakan sebagai ruang sosialnya juga merupakan gambaran telah terlampauinya batas daya dukung sosial ruang tersebut. Dampak negatif akibat terganggunya daya dukung sosial dapat dilihat dari pertengkaran ”perebutan teritorial” dari kelompok tertentu. Ketidaknyamanan sosial dalam bermain atau berekreasi karena adanya gangguan soaial, ketakutan dan kecurigaan.

Setiap kawasan mempunyai kemampuan tertentu didalam menerima wisatawan, yang disebut daya dukung lingkungan. Daya dukung lingkungan dinyatakan dalam jumlah wisatawan per satuan luas per satuan waktu.. Perencanaan wisata yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan akan menurunkan kualitas lingkungan dan rusaknya ekosistem yang dipakai untuk kegiatan wisata, sehingga akhirnya akan menghambat bahkan menghentikan perkembangan wisata itu.


(34)

III. METODE PENELITIAN

3.1Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian perencanaan lanskap agrowisata berkelanjutan ini dilakukan di Kawasan Gunung Leutik, Desa Benteng, Kecamatan Ciampea, Bogor, Jawa Barat. Secara administratif, kawasan perencanaan masuk ke dalam wilayah administratif Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Gambar 3). Adapun deliniasi wilayah yang ditentukan dalam kegiatan ini mempunyai batas-batas sebagai berikut :

- Sebelah Utara : Kampung Lebak Gunung

- Sebelah Selatan : Kampung Gong

- Sebelah Barat : Desa Benteng

- Sebelah Timur : Kampung Gunung Leutik

Gambar 3. Lokasi Penelitian

3.2Bahan dan Alat

Penelitian ini menggunakan peralatan baik perangkat keras (hardware)

maupun perangkat lunak (software). Perangkat yang digunakan dan data yang

dikumpulkan dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.


(35)

Tabel 1. Alat Penelitian

Hardware dan Software Fungsi

Hardware

1. Kamera Digital 2. Notebook

3. GPS

Survei

Pengolahan data

Global Position (koordinat tapak)

Software

1. Microsoft Office (Word, Excel, Powerpoint)

2. Golden Software Surfer 3. AutoCad 2008

4. Adobe Photoshop CS3

Analisis data tabular, pelaporan, presentasi

Pengolahan data topografi Pengolahan peta tematik Pengolahan peta tematik Pengolahan peta tematik

Tabel 2. Data Penelitian

NO JENIS DATA SUMBER METODE

PENGAMBILAN I ASPEK BIOFISIK

1 Lokasi dan Aksesibilitas Tapak Survei lapangan 2 Iklim

a. Suhu Udara BMG Dramaga Studi Literatur b. Curah Hujan BMG Dramaga Studi Literatur c. Kelembaban Udara BMG Dramaga Studi Literatur d. Lama Penyinaran BMG Dramaga Studi Literatur e. Kecepatan Angin BMG Dramaga Studi Literatur Tanah dan Geologi

a. Jenis Tanah Puslitanah Studi Literatur b. Sifat Tanah Literatur Studi Literatur c. Geologi Puslitanah Studi Literatur 3 Topografi dan kemiringan

Lahan

a. Kontur Tapak survey dan pemetaan

b. Kemiringan Lahan Tapak survey dan pemetaan Hidrologi dan Drainase

a. Pola aliran air Tapak Survey

b. Jaringan drainase Tapak Survey vegetasi dan Satwa

a. Jenis vegetasi Tapak Survey

b. Jenis satwa Tapak Survey

4 visual dan pemandangan Tapak Survey 5 Sensori Lingkungan

Bunyi Tapak Survey

Aroma / Bau tapak Survey

Sentuhan tapak Survey

II ASPEK SOSIAL

1 Rencana Pengembangan pengelola Literatur


(36)

Tabel 2. lanjutan

NO JENIS DATA SUMBER METODE

PENGAMBILAN 3 Karakteristik Pengguna pengguna Literatur 4 Keadaan Sosial dan Ekonomi

disekitar PPDF

Literatur studi literatur 5 Persepsi dan Preferensi pengguna Kuisioner

III ASPEK TEKNIK

1 Obyek dan Atraksi Wisata

a. Lingkungan / lanskap tapak Survey

b. Area Produktif tapak Survey

c. Area Pesantren tapak Survey

IV STAKEHOLDER

1 Pesantren Darul Fallah Yayasan Pesantren Wawancara 2 Masyarakat sekitar demografi desa wawancara dan

literatur

3.3Pendekatan Penelitian

Perencanaan lanskap agrowisata berkelanjutan menggunakan pendekatan

wisata berkelanjutan (sustainable tourism), yang meliputi aspek kesesuaian

kawasan pertanian, kesesuaian agrowisata dan stakeholder. Pendekatan ini

memperhatikan kesesuaian pengembangan kawasan sebagai agrowisata yang berkelanjutan. Pendekatan masyarakat (stakeholder) dilakukan melalui analisis

stakeholder yang bersumber dari penelitian sebelumnya. Perencanaan lanskap kawasan agrowisata Gunung Leutik ini dilakukan untuk :

1. Mengidentifikasi dan Menganalisis potensi lanskap perdesaan dan

kesesuaian lanskap kawasan Gunung Leutik untuk pengembangan pertanian dan agrowisata berkelanjutan. Analisis tapak meliputi;

a. Kondisi ekologis kawasan Gunung Leutik.

b. Potensi obyek, atraksi wisata dan visual kawasan.

2. Menentukan kesesuaian kawasan peruntukan pertanian untuk komoditi

tertentu dan peruntukan wisata.

3. Menentukan zona integratif yang potensial untuk pengembangan

agrowisata berkelanjutan.

Pendekatan perencanaan lanskap kawasan agrowisata berkelanjutan di kawasan wisata Gunung Leutik berdasarkan kerangka dasar dari prinsip-prinsip pembangunan pariwisata berkelanjutan (Inskeep, 1991) sebagai berikut: (a) sumberdaya alam, sejarah dan budaya serta sumberdaya-sumberdaya lainnya bagi


(37)

kepariwisataan dilestarikan dengan tetap memberikan keuntungan bagi masyarakat pada saat ini; (b) pembangunan kepariwisataan direncanakan dan dikelola sehingga tidak menimbulkan masalah-masalah sosial budaya atau lingkungan di daerah wisata tersebut; (c) kualitas lingkungan secara keseluruhan di daerah tujuan wisata tetap terjaga dan bahkan diperbaiki; (d) tingkat kepuasan wisatawan tetap terjaga, sehingga daerah tujuan wisata tersebut dapat mempertahankan popularitasnya dan pasar wisatawan yang dimiliki; (e) keuntungan dari kepariwisataan dapat disebarkan secara luas dalam masyarakat.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yaitu penilaian (skoring), kuantifikasi (pembobotan) dan penentuan peringkat pada tiap faktor dan kategori yang dinilai. Kuantifikasi terutama dilakukan untuk menilai kesesuaian peruntukan lahan secara fisik (kesesuaian peruntukan lahan pertanian untuk jenis tanaman tertentu) dan kesesuaian wisata berbasis pertanian. Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumberdaya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Panduan evaluasi lahan ini menggunakan pedoman evaluasi lahan Tim Peneliti Tanah Daerah

JABOTABEK 1980.

Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan. Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan yang digunakan pada penelitian ini adalah kesesuaian lahan untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual) yang disusun berdasarkan data sifat biofisik tanah atau sumberdaya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala.

Data biofisik tersebut berupa karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Struktur klasifikasi kesesuaian lahan dapat dibedakan menurut tingkatannya, yaitu tingkat Ordo, Kelas, Sub kelas dan Unit. Ordo adalah keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S=Suitable) dan lahan yang tidak sesuai (N=NotSuitable). Sub kelas adalah keadaan tingkatan dalam kelas kesesuaian lahan.


(38)

Kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi sub kelas berdasarkan kualitas dan karakteristik lahan (sifat-sifat tanah dan lingkungan fisik lainnya) yang menjadi faktor pembatas terberat sesuai marginal dengan pembatas kondisi perakaran(rc=rootingcondition). Unit adalah keadaan tingkatan dalam sub kelas kesesuaian lahan,yang didasarkan pada sifat tambahan yang berpengaruh dalam pengelolaannya. Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal (attribute) atau yang bersifat kompleks dari sebidanglahan. Setiap kualitas lahan mempunyai

keragaan(performance) yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi

penggunaan tertentu dan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan (land characteristics). Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan berdasarkan karakteristik lahan (FAO,1976),seperti yang disajikan pada Tabel 3.

Berbagai sistem evaluasi lahan dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang berbeda seperti sistem perkalian parameter, sistem penjumlahan

parameter dan sistem pencocokan (matching) antara kualitas lahan dan

karakteristik lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman.

Tabel 3. Faktor Kualitas dan karakteristik lahan sebagai kriteria penilaian evaluasi lahan

Dengan mengetahui kesesuaian lahan secara fisik maka kita mengetahui potensi peruntukan komoditas pertanian yang diusahakan pada tapak. Potensi lain yang perlu dipetakan / dianalisis adalah potensi wisata.

Penilaian potensi wisata dilakukan berdasarkan metode Smith (1990) yang dimodifikasi sesuai kebutuhan penelitian. Potensi masyarakat dilakukan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya pada kawasan tersebut. Dengan


(39)

mengetahui potensi dan kapasitas lingkungan dan masyarakat pada kawasan maka memudahkan penyusunan konsep perencanaan agrowisata di kawasan Gunung Leutik, Bogor.

Zona integratif merupakan hasil komposit dari peta tematik yang memudahkan penentuaan bentukan dan program perencanaan yang akan dikembangkan dan diusulkan nantinya. Implementasi dari pendekatan pengembangan pariwisata berkelanjutan tersebut diterapkan melalui penyusunan program pengembangan agrowisata, perencanaan infrastruktur (fasilitas, utilitas dan sirkulasi) wisata, perencanaan objek dan atraksi wisata (aktifitas) serta pengembangan area konservasi sebagai penyangga aktivitas wisata di kawasan.

3.4Prosedur Pelaksanaan

Proses pelaksanaan penelitian terdiri dari tiga tahap yaitu tahap pengumpulan dan klasifikasi data, analisis dan sintesis serta tahap konsep dan perencanaan (Gambar 5). Tahap pengumpulan dan klasifikasi data ini dilakukan melalui pengumpulan data primer maupun data sekunder di lapangan yang berkaitan dengan penelitian. Pengambilan data primer dilakukan dengan pengambilan data kawasan yang akan dianalisis. Pengambilan titik sampel disesuaikan dengan kondisi dan karakter tapak. Titik penilaian ini tergantung pada maksud dan tujuan pengambilan data. Untuk aspek visual dan sensori, pengumpulan data primer dilakukan dengan mengambil foto dan pengamatan pada lokasi tertentu di dalam kawasan Gunung Leutik.

Kondisi topografi pada kawasan dilakukan melalui pemetaan dengan menggunakan GPS (geographic positional system). Data tanah diperoleh melalui pengambilan sample tanah yang terdiri atas 6 titik sampel di area kawasan Gunung Leutik DF I, DF II,DF III, DF IV, GL I dan GL II (Gambar 4). Sampling dilakukan pada titik berbeda sesuai dengan karakteristik lahan, digunakan sebagai dasar penetapan kesesuaian lahan. Uji analisis tanah digunakan untuk mengetahui sifat fisika tanah, sifat kimia tanah dan kesesuaian tumbuh komoditas tertentu. Tahapan analisis di bahas lebih lanjut pada analisis kesesuian lahan pertanian.

Pengambilan titik foto dilakukan pada titik-titik view potensial (good view) untuk mengetahui potensi view dan viesta kawasan. Pengumpulan data persepsi dan karakteristik pengguna maupun pengelola kawasan dilakukan melalui survey


(40)

24

persepsi pengunjung tentang wisata di

berdasarkan hasil riset sebelum

nya

.

bilan data terkait objek wisata

dilakukan m

elalui sampling pada m

asing-0 50 100 200m Judul Penelitian 

PERENCANAAN LANSKAP  AGROWISATA BERKELANJUTAN 

KAWASAN WISATA GUNUNG  LEUTIK BOGOR  Pembimbing : 

Dr.Ir.Nizar Nasrullah, MAgr  Dr.Ir. Aris Munandar, MS

Judul Gambar : 

PETA LOKASI CONTOH TANAH  Oleh : 

BUDIARJONO  DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP 

FAKULTAS PERTANIAN  INSTITUTE PERTANIAN BOGOR 

2011     

DF I ketinggian 182 m  DF I ketinggian 180 m  DF I ketinggian 178 m  DF I ketinggian 178 m  GL I ketinggian 176 m  GL II ketinggian 160 m 

0 50 100 200m

Gambar 4: Peta Lokasi Contoh Tanah

DF I

DF III DF IV

GL I GL II

IUNIT II UNIT III

UNIT DF II


(41)

masing area permukiman, pertanian dan pesantren. Sedangkan untuk data sekunder berupa data dari studi pustaka.

Gambar 5. Tahapan Penelitian

3.4.1 Analisis dan Sintesis

3.4.1.1 Analisis Potensi Pengembangan Pertanian

Analisis potensi pengembangan pertanian dilakukan melalui evaluasi lahan terhadap komoditas pertanian yang sesuai dikembangkan di kawasan Gunung Leutik. Evaluasi lahan ini dilakukan melalui analisis kuantitatif dan analisis spasial. Analisis kuantitatif yaitu mengkaitkan kondisi aktual dengan karakter dan persyaratan tanam beberapa komoditas pertanian seperti tanaman pangan,

Tahapan pengumpulan dan klasifikasi data

Tahapan analisis dan Sintesis

Tahapan Konsep dan Perencanaan Lanskap

Analisis kesesuaian ekosistem pertanian

Zona Kesesuaian Ekologis

Analisis Obyek dan Atraksi Wisata

Pembobotan dan Skoring

Zona Potensi Pengembangan Wisata

Analisis Kondisi, Penerimaan dan Karakter masyarakat

Zona Akseptibilitas Masyarakat

Fasilitas Agrowisata

Perencanaan Lanskap Agrowisata Berkelanjutan Pengembangan Aktifitas Agrowisata

Program Agrowisata Pembobotan dan Skoring

Zona Integratif Untuk Pengembangan Agrowisata Pembobotan dan Skoring

Kawasan Gunung Leutik

Potensi ekologis kawasan

Potensi Pengembangan Pariwisata

Masyarakat Lokal (Stakeholder) Identifikasi

Survey Lapangan Studi Pustaka


(42)

perkebunan, hortikultura, peternakan, perikanan dan pengolahan hasil pertanian.

Kondisi aktual yang dianalisis adalah iklim, jenis tanah, kualitas tanah, ketinggian tempat dan kemiringan lahan.

Analisis spasial dikerjakan dengan melakukan overlay peta kesesuaian

lahan tiap-tiap komoditas pertanian berdasarkan jenis tanah, kemiringan lahan dan ketinggian tempat. Penilaian kesesuaian dilakukan berdasarkan faktor penghambat utama untuk pengembangan komoditas pertanian nantinya. Faktor penghambat tersebut harus disesuaikan dengan jenis komoditi nya. Masing – masing komoditi memiliki faktor penghambat utama yang berbeda. Dengan mengetahui masing-masing faktor penghambat nya kita dapat menganalisis dan menentukan tingkatan kesesuaian lahan.

Analisis kesesuaian peruntukan pertanian dilakukan sesuai dengan skema evaluasi lahan FAO (1976). Analisis ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu tahap I adalah identifikasi karakteristik lahan, tahap II adalah pencocokan antara karakteristik lahan dengan persyaratan tanaman/usulan penggunaan lahan, tahap III adalah kesesuaian lahan untuk komoditas prioritas yang disesuaikan dengan penggunaan lahan aktual sebagai dasar penyusunan arahan penggunaan lahan. Struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO(1976) dapat dibedakan menurut tingkatannya, yaitu tingkat Ordo, Kelas, Subkelas dan Unit. Ordo adalah keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo Kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S=Suitable) dan Lahan yang tidak sesuai (N=NotSuitable). Kelas adalah keadaan tingkat kesesuaian dalam tingkat ordo.

Kriteria penilaian kesesuaian lahan dibedakan berdasarkan kondisi aktual dan karakteristik lahan yang dicocokan dengan syarat tumbuh komoditas tertentu. Parameter penilaian kesesuaian tersebut terbagi sebagai berikut :

1) KelasS1: Lahan sangat sesuai tidak mempunyai faktor pembatas yang

Berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan,atau faktor pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas lahan secaranyata.

2) Kelas S2: Lahan cukup sesuai mempunyai faktor pembatas, dan faktor


(43)

tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri.

3) Kelas S3: Lahan sesuai marginal, mempunyai faktor pembatas yang berat,

faktor pembatas ini sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak dari pada lahan yang tergolong S2.

4) Kelas N : Lahan yang tidak sesuai karena mempunyai faktor pembatas

yang sangat berat dan/atau sulitdiatasi.

Penilaian kesesuaian lahan ini dilakukan melalui interpretasi data hasil survei tanah dan lahan. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tabel kriteria kesesuaian lahan. Tiap-tiap komoditas tanaman memiliki tabel kesesuaian lahan yang berbeda. Dengan mengetahui tabel kesesuaian untuk komoditas tertentu maka kita dapat menetapkan kelas kesesuian lahan berdasarkan faktor pembatas. Pada penelitian kesesuaian lahan yang digunakan adalah tanaman padi, palawija, dan perkebunan. Untuk menentukan dan menetapkan kesesuaian lahan nya dibutuhkan tabel persyaratan tumbuh untuk komoditas yang disebutkan di atas.

3.4.1.2 Analisis Obyek dan Atraksi Wisata

Analisis potensi pengembangan agrowisata dilakukan melalui analisis

deskriptif dan pembobotan atau scoring. Penilaian potensi pengembangan

kawasan dilakukan terhadap zona yang berada di kawasan Gunung Leutik. Hal ini dilakukan untuk menemukan zona/area yang paling berpotensi untuk dikembangkan. Penilaian ini dilakukan untuk mengetahui potensi tapak dalam kawasan untuk dikembangkan sebagai unit agrowisata berkelanjutan. Untuk penilaian potensi obyek dan atraksi wisata menggunakan beberapa kriteria Smith (1989) modifikasi, yang terbagi menjadi beberapa kelas penilaian. Penilaian kelayakan seperti disajikan pada Tabel 4.


(44)

Tabel 4. Penilaian Kelayakan Potensi Kawasan Agrowisata

Sumber : Smith (1990). Modifikasi

Perhitungan penilaian obyek dan atraksi wisata menggunakan formula sebagai berikut ;

Keterangan :

KKA=Kelayakan Kawasan Agrowisata, Sij=kriteria agrowisata tiap kawasan, Aij=bobot kriteria agrowisata

Penentuan klasifikasi tingkat potensi obyek dan atraksi sebagai berikut :

Dari penghitungan skor masing-masing parameter, maka dilakukan pembobotan dan dikategorikan dalam kelas kesesuaian, sehingga hasil Penilaian kawasan wisata di klasifikasikan menjadi :

SP (Sangat potensial). Artinya, bahwa obyek dan atraksi wisata sangat potensial untuk dilakukan pengembangan dan penataan kawasan wisata. Perlakukan yang dilakukan hanya untuk menjaga kualitas obyek dan atraksi agar tetap terjaga

CP (Potensial). Artinya, bahwa obyek dan atraksi wisata cukup potensial untuk dilakukan pengembangan dan penataan kawasan wisata. Perlu perlakuan untuk meningkatkan kualitas menjadi sangat potensial

Faktor Bobot (%)

Nilai

4 3 2 1

(sangat baik) (Baik) (Buruk) (Sangat Buruk) Kondisi Atraksi dan

keberadaan lahan

Pertanian

40 Beragam aktivitas pertanian disertai keindahan pemandangan pertanian sekitarnya Cukup beragam aktivitas pertanian disertai keindahan pemandangan sekitarnya kurang beragam aktivitas pertanian dan kurang keindahan pemandangan sekitarnya

Kurang beragam dan tak indah

Pemandangan alami

(scenary)

30 alami dengan keindahan

dan kenyamanan alami

Cukup alami

dengan keindahan dan kenyamanan alami alami dengan keindahan dan kenyamanan buatan (rekayasa)

Kurang alami

dengan keindahan dan kenyamanan buatan (rekayasa)

Ketersediaan Sumberdaya Wisata

20 Tersedia, kualitas baik dan

terawat

Ada beberapa, cukup terawat

Ada beberapa, kurang terawat

Tidak tersedia

Kondisi Akses 10 Kondisi sangat baik Kondisi baik Kondisi sedang Buruk

Klasifikasi Tingkat Potensi = N Skor maksimal – N Skor minimal

N Tingkat Klasifikasi


(45)

KP (Kurang Potensial). Artinya, bahwa bahwa obyek dan atraksi wisata kurang potensial untuk dilakukan pengembangan dan penataan kawasan wisata. Perlu perlakuan lebih banyak untuk meningkatkan kualitas menjadi sangat potensial

3.4.1.3 Analisis Potensi Masyarakat

Analisis potensi masyarakat di kawasan perencanaan wisata Gunung Leutik dilakukan melalui analisis deskriptif yang disusun berdasarkan preferensi

stakeholder. Preferensi stakeholder diketahui melalui data literatur hasil penelitian sebelumnya pada kawasan Gunung Leutik.

Analisis ini dilakukan melalui pengamatan lapang dan interview terhadap kesiapan masyarakat untuk menerima kegiatan wisata. Potensi yang dimaksut dapat ditinjau berdasarkan keberadaan infrastruktur wisata di masyarakat, dan akseptibilitas (daya terima/kesiapan) masyarakat sebagai host kegiatan wisata. Analisis ini dilakukan dengan melihat keadaan masyarakat di tapak dan keterkaitan nya dengan pengembangan pertanian dan agrowisata berkelanjutan. Analisis potensi masyarakat ini dapat dilakukan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya.

3.4.2 Konsep dan Perencanaan

Tahap konsep dan perencanaan ini merupakan hasil dari perencanaan wisata yang dikembangkan dari zona integratif. Dari zona tersebut kemudian ditentukan akfititas, fasilitas dan sirkulasi wisata. Dari hasil perencanaan wisata tersebut maka dilakukan pembuatan konsep yang sesuai dengan analisis dan sintesis yang telah dilakukan. Sehingga diperoleh rencana lanskap kawasan agrowisata berkelanjutan untuk mendapatkan tatanan lanskap pendukung kawasan wisata. Rencana ini disusun berdasarkan metode Simonds (1983) berkaitan tentang tapak, ruang, aspek visual, sirkulasi dan struktur dalam lanskap. Rencana lanskap kawasan wisata berdasarkan zona kesesuaian wisata yang merupakan hasil analisis, yaitu dalam bentuk :

a. Konsep pengembangan dan penataan yang akan dilaksanakan adalah kawasan

wisata yang berkelanjutan sustainable tourism. Konsep ini diilustrasikan dalam bentuk model pengembangan dan penataan ruang wisata yang


(46)

mempertimbangkan karakter lanskap dan potensi obyek atraksi wisata yang ada.

b. Program pengembangan dan penataan kawasan sesuai dengan konsep

pengembangan kawasan. Perencanaan program ini dilakukan berdasarkan nilai-nilai potensi wisata kawasan, hasilnya berupa arahan pengembangan kawasan yang diilustrasikan secara grafis sebagai panduan penataan kawasan wisata berkelanjutan

c. Rencana pengembangan dan penataan infrastruktur pendukung wisata.

3.5Batasan Penelitian

Penelitian ini difokuskan pada perencanaan lanskap kawasan agrowisata. Perencanaan lanskap tersebut disusun berdasarkan potensi kawasan pertanian (ekologis), wisata dan analisis masyarakat dari kawasan Gunung Leutik. Pengembangan kawasan agrowisata ini disesuaikan dengan karakteristik yang dimilikinya dan dipengaruhi oleh kehidupan masyarakat lokal yang berfungsi sebagai area pendidikan islami, area budidaya pertanian,peternakan dan perikanan serta area masyarakat. Hasil dari zona potensial yang didapatkan dari penelitian ini dibatasi pada perencanaan lanskap kawasan wisata pertanian berkelanjutan.

3.6Definisi Operasional

a. Agrowisata, dalam kamus bahasa Indonesia, Purwodarminto (1999), diartikan

sebagai wisata yang sasarannya adalah pertanian (perkebunan dan kehutanan). Kegiatan agro sendiri mempunyai pengertian sebagai usaha pertanian dalam arti luas, yaitu komoditas pertanian, mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan. Sehingga pengertian agrowisata merupakan wisata yang memanfaatkan obyek-obyek pertanian

b. Atraksi wisata adalah semua semua perwujudan dan sajian alam serta

kebudayaan yang secara nyata dapat dikunjungi, disaksikan dan dinikmati wisatawan di suatu kawasan wisata atau daerah tujuan wisata melalui suatu bentuk pertunjukan yang khusus diselenggarakan untuk para wisatawan yang mengunjungi kawasan tersebut (Yoeti, 2008)

c. Daya Dukung Wisata adalah tingkat keberadaan pengunjung yg menimbulkan


(47)

diterima baik oleh pengunjung, masyarakat maupun lingkungan serta aktivitas wisatanya dapat berkelanjutan (UU No. 23 tahun 1997)

d. Pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) adalah suatu industri wisata yang mempertimbangkan aspek-aspek penting dalam pengelolaan seluruh sumber daya yang ada guna mendukung wisata tersebut baik secara ekonomi, sosial dan estetika yang dibutuhkan dalam memelihara keutuhan budaya, proses penting ekologis, keragaman biologi dan dukungan dalam sistem kehidupan (Inskeep, 1991).


(48)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Kondisi Umum

4.1.1 Kawasan Gunung Leutik

Kegiatan perencanaan lanskap kawasan agrowisata berkelanjutan dilaksanakan di kawasan wisata Gunung Leutik, Desa Benteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Area perencanaan ini memiliki luasan 41,4 Ha yang terbagi menjadi tiga unit, antara lain a) Unit I seluas 11,8 ha yang merupakan area pendidikan dan permukiman pesantren; b) Unit II seluas 15,1 ha merupakan lahan usaha Pesantren; dan c) Unit III seluas 14,5 ha yang merupakan lahan perkampungan Gunung Leutik.

Kawasan Perencanaan memiliki akses yang dapat dicapai dari Jalan Raya Bogor-Ciampea KM 12 dengan jarak tempuh berkisar 15 kilometer dengan waktu tempuh 1 jam dari Terminal Baranangsiang Bogor. Lokasi perencanaan berada di axis jalan raya utama Ciampea yang merupakan jalur lintas provinsi Gambar 6-7.

Gambar 6 : Batas Wilayah

Judul Gambar :  BATAS WILAYAH 

UNIT  I

UNIT  II 

UNIT  III 

Judul Penelitian  PERENCANAAN LANSKAP  AGROWISATA BERKELANJUTAN 

KAWASAN WISATA GUNUNG  LEUTIK BOGOR DEPARTEMEN ARSITEKTUR 

LANSKAP  FAKULTAS PERTANIAN  INSTITUTE PERTANIAN BOGOR 

2011 

Pembimbing :  Dr.Ir.Nizar Nasrullah, MAgr 

Dr.Ir. Aris Munandar, MS 

Oleh :  BUDIARJONO 

 

0  50  100 

LEGENDA : 

UNIT I  

PESANTREN 

UNIT II 

LAHAN USAHAPESANTREN UNIT II 


(49)

4.1.2 Sejarah Pesantren Pertaniaan Darul Fallah

Yayasan Pesantren Pertanian Darul Fallah didirikan berdasarkan Akta Notaris J.L.L Wenas di Bogor pada tanggal 09 April 1960, dengan nomor 12. Yayasan Pesantren Pertanian Darul Fallah terdaftar dalam buku regristrasi di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Bogor pada tanggal 16 Maret 1969 di bawah no. 25/1969 AN. Darul Fallah secara harfiah dapat diartikan sebagai “rumah petani” atau ”kampung pertanian”.

Pesantren Pertanian Darul Fallah merupakan lembaga Islam yang diperuntukan bagi semua lapisan masyarakat agar dapat menambah pengetahuan dan keterampilan dalam bidang pertanian dan kewirausahaan. Perkampungan Pesantren dibangun mulai bulan Juni 1960 di atas lahan tanah wakaf dari R.H.O. Djunaedi seluas 26,6 Ha. Pengesahan terhadap pengwakafan areal lahan itu disyahkan oleh Kepala Pengawas Agraria Keresidenan Bogor pada tanggal 20 Juni 1961, dengan piagam No. 114/1961. Areal tersebut terletak di dua blok yaitu blok Lemahduhur dan Blok Gunung Leutik, (sekarang disebut Bukit Darul Fallah) Desa Benteng. Pesantren Pertanian Darul Fallah memiliki beberapa unit kegiatan yang meliputi kegiatan pendidikan dan pertanian. Beragam kegiatan PP Darul Fallah antara lain:

a. Pendidikan dan Dakwah : terdiri dari beberapa jenjang pendidikan yaitu :

1)TK/Radhatul Athfal

2)Madrasah Diniyah (untuk tingkat SD/MI)

3)Madrasah Tsanawiyah (Terakreditasi ”A” Unggul) 4)Madrasah Aliyah Terpadu (Terakreditasi ”A” Unggul)

5)Pendidikan Program kesetaraan (Program Paket A dan Program Keterampilan Paket B)

6)Politeknik

b. Pusat pelatihan (Diklat), mencakup : 1) Konsultan

2) Pelayanan Kegiatan Pelatihan c. Agribisnis, mencakup :


(50)

1) PT. Dafa Tekno Agro Mandiri (perbanyakan bibit tanaman/kultur jaringan)

2) Peternakan Terpadu (sapi perah, kambing perah, Penggemukan Sapi Potong dan Domba).

3) Pabrik Pakan Ternak Kapasitas Produksi 100 ton/hari.

4) Koperasi Pondok Pesantren (simpan pinjam, warung, wartel dan pupuk organik)

5) Perikanan (Air Tawar) 6) Organik Farming

7) Biogas dan Pengolahan Pupuk Organik

8) Pengolahan hasil Peternakan (Susu pasteurisasi, Yoghurt, Kefir) 9) Pengolahan Hasil Pertanian (Nata de coco, aloe vera/lidah buaya) 10)Perbengkelan & Keterampilan (besi dan kayu)

11)Agrowisata Rohani d. Pengembangan Masyarakat

1) Penelitian oleh Mahasiswa untuk Menyusun Skripsi di berbagai 2) Bidang Ilmu

Pesantren Kilat

Santunan terhadap Anak Yatim dan Duafa 3) Penyuluhan Pertanian oleh Santri

4) Menyediakan Fasilitas lapangan Olah Raga 5) Memberikan Konsultasi Agribisnis

6) Pembinaan Masyarakat Desa Hutan

7) Pelayanan Pengajaran pada Majelis Taklim

8) Fosmatren (Forum Silaturahmi Pondok Pesantren)

9) Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (P4S, BDS, LM3,Fosmatren) 4.1.3 Masyarakat sekitar Desa Benteng

Desa Benteng terletak di kecamatan Ciampea, kabupaten Bogor. Desa Benteng berbatasan dengan Desa Rancabungur (kecamatan Rancabungur) di sebelah Utara, desa Cibanteng di sebelah Selatan, Desa Bojong Rangkas di sebelah Timur, dan Desa Ciampea di sebelah Barat. Jarak desa Benteng ke


(51)

ibukota kecamatan adalah sekitar 1 km, jarak ke ibukota kabupaten 40 km, jarak ke ibukota propinsi 133 km. Desa Benteng memiliki luas 248,5 ha dengan pemanfaatan lahan sebagai berikut:

• penggunaan lahan basah seluas 82 ha

• permukiman 91,5 ha

• pekarangan 48 ha

• taman 10,5 ha

• perkantoran 4 ha

• kuburan 2,5 ha

• prasarana umum lainnya 10 ha.

Desa Benteng memiliki jumlah penduduk sebanyak 12.104 orang. Potensi sumberdaya manusia Desa Benteng berupa angkatan kerja, tingkat pendidikan dan agama dapat dilihat dalam Tabel 5 – 8. Desa Benteng memiliki suatu perangkat pemerintahan yang terdiri atas, lembaga kepemerintahan (pemerintah desa dan permusyawaratan desa) dan lembaga kemasyarakatan (lembaga kemasyarakatan desa, PKK, rukun warga, rukun tetangga,karang taruna dan kelembagaan sosial masyarakat lainya).

Tabel 5 Jumlah Penduduk, Angkatan kerja dan Angka kerja

Uraian Penduduk Jumlah

Laki-laki Perempuan

Jumlah Penduduk 6.275 5.829

Usia Angkatan Kerja 1566 1044

Angka kerja 939 624

Sumber: Nasrullah 2010

Tabel 6 Kualitas Angkatan Kerja

Pendidikan Jumlah

Buta Aksara 110

Tidak Tamat SD 257

Tamat SD 2208

Tamat SLTP 1461

Tamat SLTA 1371

Tamat Perguruan Tinggi 344

Sumber: Nasrullah 2010

Tabel 7 Mata Pencaharian Penduduk Desa Benteng

Mata Pencaharian Jumlah

Buruh Tani 286

Buruh Migran 1372

Pns

Perajin Industri Rumah Tangga

838 10


(52)

Tabel 7 lanjutan

Mata Pencaharian Jumlah

Pedagang Keliling 79

Peternak 12

Tni 49

Polri 8 orang

Pesiunan PNS/TNI/Polri 227 orang

Pembantu Rumah Tangga 39 orang

Sumber: Nasrullah 2010

Tabel 8 Proporsi Agama Penduduk Desa Benteng Agama Persentase

Islam 83,7%

Kristen 5,3%

Katholik 5,2%

Hindu 1,2%

Budha 2,1%

Khonghucu 2,7%

Sumber: Nasrullah 2010


(1)

96

Gambar 31. Site Plan


(2)

(3)

4.9.8 Program Wisata

Program wisata ini merupakan suatu rangkaian kegiatan/ wisata berbasis pertanian, pendidikan dan budaya lokal. Program tersebut disusun sebagai panduan beraktivitas wisata pada kawasan wisata Gunung Leutik, Bogor. Program wisata meliputi, agro-eco tourism, agro-edu tourism, dan agro-ecoculture tourism

(Tabel 26). Program wisata ini merupakan paket kegiatan wisata yang memudahkan pengunjung untuk melakukan dan memilih aktivitas wisata, baik secara utuh atau berdasarkan minat pengunjung.

Tabel 26. Program Wisata Pertanian Berkelanjutan

Atraksi Wisata Program Wisata Aktivitas Wisata

wisata pertanian agro-eco tourism Eco-griculture Adventure

Photo hunting

      Wisata satwa (bird watching,insect and

butterfly catching, crab and eel catching)

      Menikmati keindahan alam

   Menyusuri bukit

   Rekreasi sungai

      Olahraga Pertanian (ski lumpur, tarik tambang,

Bercocok tanam)

      outbond pertanian

      Lintas sungai

      Memancing

wisata pendidikan agro-edu tourism Bertani dan Berkebun

Pembibitan

wisata keliling kampung agro-ecoculture tourism Membuat kerajinan/handycraft

keliling kampung

      Melakukan ritual adat

      Melakukan pertunjukan seni budaya

Program wisata pertanian di Kawasan Gunung Leutik dapat diterjemahkan juga menjadi paket-paket wisata antara lain;

1. Paket Wisata Keluarga: ayah/ibu melakukan rekreasi; anak-anak akan diasuh – dididik sambil bermain dengan kegiatan pertanian (bertanam – memanen, kombinasi outbound game)

2. Paket Wisata Sekolah (TK – PT): program keterikatan kunjungan dari masa persiapan produksi (misal waktu tanam) s.d. pemanenan.

3. Paket Wisata Harian: Jadikan sebagai obyek wajib dikunjungi bagi wisatawan yang berkunjung ke Bogor


(4)

V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

Kawasan, Gunung Leutik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan Agrowisata Berkelanjutan. Potensi utama pengembangan kawasan berupa lahan pertanian dan kondisi masyarakat di sekitar kawasan yang memang berorientasi pada kegiatan pertanian. Kegiatan pendidikan dan pertanian tetap menjadi kegiatan utama di dalamnya.

Pengembangan lanskap agrowisata berkelanjutan di kawasan Gunung Leutik memadukan antara kegiatan wisata, budidaya dan pendidikan. Keberlanjutan wisata pada kawasan dilakukan melalui pengusahaan pertanian secara terpadu sistem LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture) diikuti oleh aktivitas interpretasi wisata pada kawasan pertanian. Kegiatan wisata merupakan fungsi pendukung yang menguatkan fungsi kawasan sebagai area pertanian dan pendidikan.

Pengembangan lanskap wisata pertanian berkelanjutan di kawasan Gunung Leutik dibagi dalam zona integratif aktifitas wisata berdasarkan tipe aktifitas/pemanfaatan. Zona tersebut meliputi zona aktif, pasif dan penyangga. Kawasan wisata Gunung Leutik memiliki tiga ekosistem yang berbeda, kawasan pertanian, lingkungan pendidikan dan masyarakat. Kegiatan wisata yang melibatkan semua pihak menjadikan kawasan ini berkelanjutan secara ekologis dan ekonomis.

5.2.Saran

Perencanaan kawasan Gunung Leutik Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor perlu mendapatkan dukungan dari semua pihak serta melibatkan masyarakat setempat. Mengupaya untuk menjaga keberlanjutan wisata pada kawasan adalah melalui pengusahaan pertanian secara terpadu (LEISA). Perlunya melibatkan masyarakat setempat dalam pengembangan dan penataan kawasan wisata, berharap agar masyarakat dapat berperan sebagai pengawas dan pengontrol lingkungan untuk menjaga keberlanjutan kawasan wisata tetap terjaga. Program pengembangan, pengelolaan dan promosi yang baik akan menambah keberlanjutan kegiatan ini. Pembangunan infrastruktur perlu dilakukan untuk menunjang kegiatan wisata


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Planning for Local Level: Sustainable Tourism Development, Canadian Universities Consortium: Urban Environmental Management Project Training & Technology Transfer Program, Canadian International Development Agency (CIDA).

______.2010.About Agritourism. http://www.farmstop.com/aboutagritourism.asp (2 Januari 2011)

Ariyanto. 2003. Ekonomi Pariwisata Jakarta: Http://www.geocities.com/ariyanto eks79/home.html (11 November 2010)

Aryanto, Rudy. 2003. Environmental Marketing Pada Ekowisata Pesisir: Menggerakan Ekonomi Rakyat Daerah Otonom. P062024264 / S3 / PSL / IPB

Bater, J. et al. 2001. Planning for Local Level: Sustainable Tourism Development, Canadian Universities Consortium: Urban Environmental Management

Project Training & Technology Transfer Program, Canadian International Development Agency (CIDA).

Baldwin P. and Brodess D. 1993. Asia’s New Age Travelers. Asia Travel Trade. Deptan, 2005. “Agrowisata Meningkatkan Pendapatan Petani” pada

http://database.deptan.go.id (15 Januari 2011)

Fennel, David. 1999. Ecotourism. Second edition. Rouledge, New York.

Fandeli, Chafid dan Mukhlison, 2000. Pengusahaan Ekowisata, Penerbit Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada bekerjasama dengan Unit Konservasi Sumber Daya Alam DIY, dan Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Fandeli, Chafid. 2001. Dasar-dasar Manajemen Kepariwisataan Alam. (Editorial) Yogyakarta: Liberty

Faulkner B. 1997. Tourism development in Indonesia: The “Big Picture” Perspective. Planning Sustainable Tourism. ITB. Bandung

Gunn, CA. 1994. Tourism Planning : Basis, concept, case. Third Edition. Taylor and Francis. Washington DC.

Inskeep, E. 1991. Tourism Planning : An integrated and sustainable development

approach van nosttrand reinhold. New York.USA.

Knudson, DM. 1980. Outdoor Recreation. London: Mac Millan Publishing Co.,Inc

Nasrullah, N. 2010. Laporan Final :Kajian Struktur Lanskap Kampung Wisata Pertanian Terpadu di Bogor. 2010.

Nurisyah, S. 2001. Pengembangan Kawasan Wisata Agro (Agrotourism). Buletin Taman dan Lanskap Indonesia. 2001.


(6)

Nurisyah S, Pramukanto Q dan Wibowo S. 2003. Daya Dukung dalam Perencanaan Tapak. Bogor: PS Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Poerbo, Hasan, 1999. Lingkungan Binaan Untuk Rakyat, Penerbit Yayasan Akatiga, Bandung.

Purwodarminta, 1999. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.

Simonds, JO. 1983. Landscape Architecture. New York: McGraw-Hill Book Co.

Smith, Robert leo. 1990. Ecology and field biology. New York:haper Collins.

Soeriaatmadja, R.E. 2000. Pembangunan Berkelanjutan yang Berwawasan Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Nasional. Jakarta.

Sulistyantara, Bambang, 1990. Pengembangan Agrowisata di Perkotaan,

Proseding Simposisum dan Seminar Nasional Hortikultura Indonesia 1990, Bogor, 13-14 Oktober 1990.

Spillane, James.1994. Ekonomi Pariwisata, Sejarah dan prospeknya.Yogyakarta: Kanisius.

Sutjipta, I Nyoman. 2001. Agrowisata.Magister Manajemn Agribisnis:Universitas Udayana.(Diktat)

Tim Peneliti Tanah Daerah JABOTABEK 1980. Laporan Akhir:

DaerahParung-Depok-Bogor-Ciawi. Bogor: Lembaga Penelitian Tanah

Tirtawinata, Moh. Reza Fakhruddin, Lisdiana, 1996. Daya Tarik dan Pengelolaan Agrowisata, Deskripsi Fisik, Jakarta.

USDA. 1968. Soil Interpretation for Recreation: Soil memorandum 69. Washington: SCS-USDA

Yoeti, Oka A. 2005. Perencanaan Strategis Pemasaran Daerah Tujuan Wisata. Cetakan kedua. Jakarta: Pradnya Paramita

Yoeti, Oka A. 2008. Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Cetakan kedua. Jakarta: Pradnya Paramita