Analisa Sistem Dinamik. Solusi Periodik Eliptik Jacobi Persamaan Modus Tergandeng Sistem Kisi Bragg

Berawal dari apa yang telah disampaikan sebelumnya, pada skripsi kali ini akan dipelajari bagaimana perilaku trayektori solusi soliton sistem optik periodik melalui pendekatan analisis sistem dinamik yang nantinya akan dipadu dengan fungsi Jacobian Eliptik, sehingga nantinya bisa dianalisa perilaku disekitar aliran trayektori. 1 2 3 4 5 6

2. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui perilaku solusi soliton periodik dengan cara menggunakan analisis sistem dianamik, dimana dengan mengetahui pola perilakunya, maka nantinya akan bisa diketahui perilaku disekitar trayektori yang ditunjukan oleh ketiga buah fungsi Jacobian Eliptik untuk persamaan soliton periodik. TINJAUAN PUSTAKA

1. Soliton Dalam Fisika

Untuk mengetahui soliton secara fisis ada beberapa pertanyaan yang mungkin sampai sekarang menggelayuti pikiran banyak orang yaitu bagaimana cara mengetahui sifat soliton secara analitik? Mengapa soliton dapat berkelakuan stabil layaknya sebuah partikel? Dan apakah soliton hanya sebuah fenomena spesifik dari persamaan Kdv saja?. Untuk menjawab ketiga pertanyaan tersebut akan dipaparkan secara bertahap beberapa langkah tambahan setelah Zabusky dan Kruskal melakukan perhitungan numeriknya. Tinjau persamaan Kdv yang telah mengalami penskalaan pada variabel bebas dan variabel terikatnya: 6 t x xxx u u u u − + = dari teori gelombang dapat diketahui bahwa suku kedua dan ketiga masing-masing menyatakan efek nonlinier dan dispersi. Suku nonlinier menyebabkan sebuah perubahan kecuraman pada bentuk gelombangnya, sementara suku dispersi menyebabkan gelombang dapat menyebar. “Kompetisi” antara kedua suku tersebut menghasilkan bentuk gelombang stasioner yang dikenal sebagai gelombang soliter. Alasan lain mengapa setiap gelombang soliter bersifat stabil yaitu sifat persamaan Kdv yang memilki besaran konservatif. Sifat dinamis dari sistem dibatasi oleh hukum kekekalan dari besaran tersebut. Besaran yang konservatif dapat menjamin parameter yang mengkarakterisasi soliton untuk tidak bergantung pada waktu sehingga soliton dapat bersifat stabil. Berdasarkan pada tak hingga banyaknya besaran konservatif variabel medan memiliki derajat kebebasan tak hingga, maka soliton dapat eksis dalam jumlah yang sembarang. Sifat-sifat dasar soliton dapat diinvestigasi dengan metode hamburan balik inverse Scattering method . Secara ringkas solusi persamaan Kdv yang diselesaikan dengan metode hamburan balik yaitu: , 2 , ; u x t K x x t ∂ x = ∂ , ; ; , ; ; x K x y t F x y t K x z t F z y t dz −∞ dengan nilai fungsi dari: + + + + = ∫ 2 1 , 1 ; 2 , 0 N n x ikx n n b k t x t c t e e a k π ∞ − = −∞ = + ∫ ∫ F dimana persamaan 3 merupakan persamaan Gelvan-Levitan. Secara khusus ketika koefisien refleksi , 0 , 0 , 0 b k a k = r k bernilai nol potensial tanpa refleksi, maka barulah dapat dipecahkan persamaan Gelvan Levitan dan nantinya dapat diperoleh solusi N-soliton yang terkait dengan N keadaan terikat. Dari pernyataan eksak solusi N- soliton, dapat dibuktikan bahwa soliton stabil melawan tumbukan sesamanya. Tumbukan tersebut akan selalu dalam keadaan berpasangan dan hanya menginduksi proses pergeseran posisi dari soliton[4]. Permasalahan nilai awal dari persamaan Kdv akhirnya telah dapat diselesaikan pada masa itu. Dan lima tahun berikutnya 1972 dengan jalan mengembangkan metode hamburan balik, Zakharov dan Shabat [5] berhasil memecahkan persamaan nonlinier Schroedinger NLS yang berbentuk: 2 2 t xx i ψ ψ ψ ψ + + = 2 6 t x xxx u u u u dan kemudian seorang ilmuwan bernama Wadati memecahkan persamaan Kdv yang termodifikasi [6,7], berikut persamaannya: + + = dan akhirnya sampai sekarang lebih dari seratus persamaan soliton yang telah dikenal.

2. Analisa Sistem Dinamik.

Dalam membahas dinamika suatu sistem fisis dapat digambarkan oleh suatu set persamaan diferensial biasa yang merupakan fungsi satu buah variabel, dan dalam hal ini persamaan diferensial biasa yang digunakan bersifat autonomous[3], yakni suatu set persamaan yang di dalamnya tidak terdapat hubungan ketergantungan terhadap variabel secara eksplisit. Berikut PDB orde satu yang dimaksud: 8 10 n n n n n dx x f x x dt = → ≡ Kemudian dalam membahas soal dinamika sistem akan dikenal istilah ruang- fasa, untuk bisa memberikan gambaran tersebut, maka tinjau kembali persamaan untuk kasus bandul sederhana yang terlinierisasi yang dituliskan: Kemudian dalam membahas soal dinamika sistem akan dikenal istilah ruang- fasa, untuk bisa memberikan gambaran tersebut, maka tinjau kembali persamaan untuk kasus bandul sederhana yang terlinierisasi yang dituliskan: x x + = 0 x x + = 11 12 13 14 15 9 Dengan mendefinisikan Dengan mendefinisikan 1 1 x x = dan 2 x x = , maka persamaan 8 dapat dituliskan kembali dalam bentuk: 1 2 x x = 2 1 x x = − jelas terlihat bahwa melalui definisi ulang, persamaan 8 di atas berubah menjadi PDB orde satu seperti pada persamaan 7 dengan . Dan perlu diingat bahwa solusi dari persamaan 8 adalah sebuah solusi harmonik yang berdasarkan pada superposisi linier dari fungsi sinus dan kosinus, sehingga dengan demikian solusi bagi persamaan 9: 2 N = 1 sin x c t = 2 cos x c t = dengan c adalah sebuah konstanta sembarang, dan selanjutnya atas dasar kenyataan berikut: 2 2 2 2 1 2 sin cos x x c t t c + = + = maka jelaslah bahwa dalam bidang 1 2 , , x x x x ≡ kurva yang terbentuk adalah sebuah lingkaran dengan jari jari c . Sebagaimana yang akan diberikan pada gambar 2. Gambar 2 Kurva aliran Trayektori untuk Persamaan 11 dan nantinya ada hal yang penting untuk perlu diingat bahwa trayektori-trayektori dalam sebuah ruang atau bidang fasa tidak pernah berpotongan, sebagaimana akan dicontohkan pada gambar 3, untuk dua keadaan awal yang berbeda, trayektori solusi yang arah alirannya ditunjukan melalui kepala panah, tidak pernah akan berpotongan. Hal ini berlaku umum untuk semua jenis PDB 9. 7 Gambar 3 Trayektori tidak akan pernah berpotongan untuk dua keadaan berbeda Berikut akan ditinjau kembali persamaan 7 yang akan dituliskan dalam bentuk yang lebih eksplisit sebagai berikut: 1 1 1,......... 1,......... N N x N N x x f x x f x = = misalkan terdapat titik-titik { } ,0 n n x x = yang nantinya akan mengakibatkan nilai dari fungsi 1,0 ,0 ,0 ,..., ,..., n n N f x x x = secara menyeluruh, maka set titik titik tersebut dinamakan sebagai set titik kritis yang terkait dengan { } n x = . Berdasarkan kenyataan ini, sebuah titik kritis dalam ruang-fasa terkait dengan solusi stasioner dimana nilai x t c = n untuk semua waktu dengan nilai c merupakan sebuah konstanta. Untuk mengetahui karakteristik dari titik-titik tersebut, dapat dilakukan dengan melakukan linierisasi sistem persamaan terkait, yakni dengan melakukan ekspansi Taylor terhadap fungsi f di sekitar ,0 n n x x = hingga orde pertama saja: ,0 ,0 1 .... n N n n n n x x n n f x x x x = = ∂ = − + ∂ ∑ 1 2 , ,.. T N X AX X X X X = → ≡ . Kemudian, dengan memanfaatkan secara lebih mendalam linierisasi persamaan 12 dalam hal menentukan karakter dari suatu titik kritis secara lebih umum, berikut akan dituliskan kembali persamaan 13 ke dalam bentuk persamaan matriks berikut: 1 1 1 1 N N N N f f X X A f f X X ∂ ∂ ⎛ ⎞ ⎜ ⎟ ∂ ∂ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ≡ ⎜ ⎟ ∂ ∂ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ∂ ∂ ⎝ ⎠ ,0 n n n X x x di sini = − yang menunjukan bahwa titik kritis ditranslasikan ke titik asal 0,0, dan 16 A adalah matriks yang diasumsikan sebagai matriks non-singular yakni: N N × det A ≠ Untuk menganalisa karakteristik dari titik kritis terkait, maka tentukan terlebih dahulu persoalan harga eigen bagi matriks : A 17 18 AX X λ = dengan λ merupakan harga eigen terkait yang dapat diperoleh dengan cara memecahkan persamaan karakteristik berikut ini: A I λ − = det Dengan demikian, dapat diperoleh empat buah jenis titik kritis berdasarkan harga eigennya yaitu Titik Node, Titik Sadel, Titik Center dan Titik Fokus. Untuk titik Node nilai eigennya berharga riil. Pada kasus 1 2 , λ λ akan diperlihatkan pada gambar 4 dimana titik Node tersebut beratraktor negatif yang artinya aliran trayektori menjauhi titik kritis. Namun ketika 1 2 , λ λ titik Node tersebut akan beratraktor positif, yang artinya aliran trayektori akan menuju ke arah titik kritis sebagaimana ditunjukan pada gambar 5. Gambar 4 Titik Node atraktor negatif Gambar 5 Titik Node atraktor positif dan diagram harga eigen untuk kasus titik Node ini diberikan oleh gambar 6a dan 6b masing-masing untuk kasus atraktor negatif dan positif berturut-turut. Gambar 6 Diagram harga Eigen untuk kasus titik Node Kemudian untuk titik kritis jenis yang kedua yaitu titik Sadel memilki harga eigen yang bernilai riil pula, bedanya dengan titik Node, titik Sadel nilai eigennya berkondisikan nilai eigen yang berlawanan tanda 1 2 0, λ λ atau sebaliknya. Berikut ini adalah bentuk trayektorinya. Gambar 7 Aliran Trayektori titik Sadel dan diagram harga eigen yang terkait pada gambar 7 akan diberikan pada gambar 8. Gambar 8 Diagram harga Eigen untuk kasus titik Sadel untuk jenis titik kritis yang ketiga yaitu titik Center ternyata memilki nilai eigen yang berbeda dari dua titik kritis sebelumnya yaitu nilai eigen yang imajiner. Dengan begitu, trayektori yang terkait titik Center ini bisa diilustrasikan pada gambar 9. Gambar 9 Aliran Trayektori titik Center sedangkan untuk diagram harga eigennya diberikan dalam gambar 10. Gambar 10 Diagram harga Eigen untuk kasus titik Center Berikutnya, untuk jenis titik kritis yang terakhir yaitu titik Fokus ternyata memiliki nilai eigen yang merupakan bilangan kompleks, yaitu bilangan yang terdiri atas fungsi riil dan imajiner. Untuk kasus μ titik Fokus tersebut memilki atraktor negatif, sedangkan untuk kasus μ titik Fokus tersebut memilki atraktor positif, untuk memahaminya perhatikan ilustrasi gambar 11 dan gambar 12 berikut. Gambar 11 Titik Fokus atraktor negatif Gambar 12 Titik Fokus atraktor positif Setelah membahas mengenai titik kritis, dalam pembahasan dinamik sistem juga dikenal istilah bifurkasi. Bifurkasi adalah proses perubahan jumlah titik kritis serta jenisnya akibat perubahan parameter yang terkandung di dalam suatu sistem persamaan. Secara umum bifurkasi pada dinamik sistem ada banyak jenisnya, namun untuk kali ini akan dibahas empat buah kasus bifurkasi yang paling sering ditemui dan tergolong dalam kasus bifurkasi lokal. Bifurkasi yang pertama disebut bifurkasi Sadel-Node. Bifurkasi jenis ini dicirikan oleh munculnya dua atau lebih titik kritis. Berikut ilustrasi dari diagram bifurkasinya untuk kasus satu dimensi. Gambar 13 Diagram Bifurkasi Sadel-Node untuk bifurkasi jenis kedua yaitu bifurkasi Trans-Kritikal. Pada bifurkasi ini jumlah titik kritis yang terlibat dalam proses tetap namun hanya mengakibatkan pertukaran karakteristik kestabilannya saja. Untuk memahaminya perhatikan ilustrasi pada gambar 14. Gambar 14 Diagram Bifurkasi untuk kasus Bifurkasi Trans-Kritikal dan untuk bifurkasi jenis berikutnya disebut bifurkasi Pitch-Fork. Bifurkasi ini dicirikan lewat bertambahnya titik kritis dari satu menjadi tiga buah, dimana untuk titik kritis yang telah ada sebelumnya berubah karakteristik kestabilannya dari stabil menjadi tidak stabil, sedangkan untuk titik kritis yang baru bersifat stabil. Untuk memahaminya perhatikan ilustrasi pada gambar 15. Gambar 15 Diagram Bifurkasi Pitch-Fork Kemudian untuk bifurkasi jenis terkahir disebut bifurkasi Poincare-Andronov-Hopf. Pada bifurkasi ini persamaan PDB yang ditinjau merupakan persamaan PDB dua dimensi, namun karena cukup kompleks persamaan tersebut jika direpresentasikan dalam koordinat cartesian, maka dilakukan transformasi koordinat dari cartesian menuju polar agar PDB yang nanti akan diselesaikan jauh lebih sederhana dari sebelumnya. Pada bifurkasi ini dasarnya melibatkan trayektori yang bersifat periodik dimana terjadi perubahan jenis titik kritis dari titik Fokus dengan atraktor positif menjadi atraktor negatif disertai dengan kemunculan Limit Cycle. Limit Cycle merupakan sebuah trayektori berbentuk lingkaran yang bersifat periodik yang muncul akibat perubahan kestabilan titik Fokus. Untuk memahami lebih lanjut perhatikan ilustrasi gambar 16 berikut. 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Gambar 16 Pola Trayektori Bifurkasi Poincare Andronov Hopf Bifurkasi Hopf dapat dilihat pada gambar ketika kasus μ muncul sebuah Limit Cycle disana. Hal ini terjadi karena perubahan kestabilan titik Fokus saat μ yang beratraktor positif menjadi beratraktor negatif pada μ Perlu ditekankan disini bahwa keempat bifurkasi yang dibahas sebelumnya merupakan bifurkasi lokal, yakni bifurkasi yang dapat dilihat hanya dengan meninjau perubahan kelakuan aliran trayektori di sekitar titik kritis.

3. Solusi Satu Soliton Persamaan NLS