kondisi tersebut antara fungsi
cn ,
x k
ζ dan
dn ,
x k
ζ memiliki hubungan
alikan, yang artinya untuk kondisi
k
berbeda maka trayektori
sinya akan saling bertukar tempat.
nantinya akan ada satu kondisi yang membuat kedua bentuk trayektori solusi
memiliki bentuk yang sama. Kondisi yang dimaksud yakni ketika
1 k
=
.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Pada penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal penting yakni, yang pertama
bifurkasi yang terjadi p
m rupakan proses bifurka itch-F
berkeb
rsamaan 74 ork, hal i
1 2
solu amun
e ni
tik N
di kriti
pad si P
a e
tandai dengan kemunculan dua buah ti s bersifat stabil ketika kondisi
0,
β β
dua ang
Kemudian yang ke did
bentuk trayektori y apat memilki syarat simultan yang artinya
nilai
1 2
1 2
, 0 dan ,
β β β β
, sebab jika kedua parameter tersebut berbeda tanda maka hanya
memilki satu buah titik kritis saja. Kemudian untuk trayektori solusi fungsi
sn ,
x k
ζ kondisi yang harus dip
tu enuhi yai
1 2
,
β β kemudian untuk fungsi
cn ,
x k
ζ kondisi yang harus dipenuhi adalah
1 2
1 2
,
β β uk fungsi
β β . dan
→
unt
dn ,
x k
ζ kondisinya sama dengan fungsi
cn ,
x k
ζ yaitu
1
,
2 1
2
β β β β
→
. Kemudian berdasarkan 40 dapat dilihat bahwa trayektori
gambar fungsi
sn ,
x k
ζ terkait dengan titik
yang berada di titik asal, sedangkan untuk Center
fungsi
cn ,
x k
ζ dan
dn ,
x k
ζ terkait dengan
titik Sadel yang berada di titik as Berdasarkan gambar trayektori solusi
gsi eliptik ada beberapa hal yang perlu diingat yaitu yang pertama ketiga
fungsi m kondisi
h
yang berbeda-beda. Dalam hal ini tidak selalu bisa dipastikan
untuk ber da di da
rayektori solusi Hamiltonian, begitu pula sebaliknya. Faktor
yang menyebabkan nilai
0 atau h
h
al. ketiga bua
h
h fun emiliki
a lam t
berasal dari pemilihan parameter
2
β yang di dalamnya terkait dengan suatu parameter bebas yakni
parameter
A
yang secara fisis dapat dipandang sebagai amplitudo persamaan. Dan
nilai
A
yang dipilih harus selalu lebih besar dari nol, andaikan
2
β bernilai negatif hal itu terjadi bukan karena pemilihan nilai
A
, melainkan faktor paramet lain di dalam
2
er β
fungsi
yang bernilai negatif. Kemudian yang kedua
cn ,
x k
ζ dan
dn ,
x k
ζ terkait dengan
kondisi
k
yang berbeda yakni untuk
1 k
ditunjukan pada gambar 41, sedangkan untuk kondisi
1 k
ditunjukan pada gambar 42.
2. Saran
Penelitian ini perlu dikembangkan leb lanjut, terutama secara kajian teoritik. Ada
beberapa hal y ng mung dilakukan yakni
menggan fungsi Eliptik Jacobi den fungsi-fungsi khusus lainnya seperti fungsi
Beta, Gamma, dan Bassel. Dan untuk lebih menarik lagi dalam proses penelusura
ih a
kin ti
gan n
cara eksak, bisa digunakan per maan se
persamaan sa
untuk solion Temporal, sehingga dalam hal ini dapat dilihat pengaruh waktu
dalam proses penjalaran gelombang soliton.
DAFTAR PUSTAKA
[1] J.S. Russel, Report on Waves, Rep. 14
th
Meet. British. Assoc. Adv. Sci. 311-390 John Murray, 1844.
[2 Y.S. Kivshar. 1998.“Bright and dark
spatial solitons in non-Kerr media”, Opt. Qua
[3] H.A Physics
Lecture”. Departemen Fisika Fakultas [4]
onal self- [6]
Phys. Soc. Jpn. 32, [7]
3. J. Phys. Soc. Jpn. 34, ] H.Alatas. 2008. “Mathematics of Physics
Lectures”. Departemen Fisika Fakultas MIPA IPB. Bogor.
] M.L. Boas. 1983. “Mathematical methods in the physical sciences”. John Wiley.
0] A. Ciattoni, C. Rizza, E. Delre, and E. lly modulated Kerr
[11] ar,
[12]
[13] ematical
] nt. Electron, 30,571-614.
latas. 2007. “Nonlinier MIPA IPB. Bogor.
M.Wadati, M.Toda. 1972. J. Phys.Soc. Jpn. 32, 1403
[5] V.E. Zakharov, A.B. Shabat. 1972. “Exact theory of two-dimensional self-
focusing and one-dimensi modulation of waves in nonlinier
media”.Sov. Phys. JETP. 34, 62-69.
M.Wadati. 1972. J. 1681.
M.Wadati. 197 1289
[8 [9
[1 Palange. 2007. “Counterpropagating
spatial solitons in reflection gratings with a longitudina
nonlinearity”. Phys.Rev.Lett.98, 043901. H.Alatas, A.A. Kandi, A.A. Iskand
and M.O. Tjia. 2008. “New class of bright spatial solitons obtained by
Hirota’s method from generelized coupled mode equations of nonlinier
optical Bragg grating”. J. Nonlin. Opt. Phys. And Mater. 17, 225-233.
H.Alatas, A.A. Iskandar, and M.O.Tjia. 2009. “Tailoring spatial solitons
characteristics and its dynamical behaviour in nonlinear refelection
gratings”. J. Opt. Soc. Of America B.
S. Hassani. 2000. “Math methods for students of physics and
related fields”. Springer.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian
Penelusuran literatur
Sudah siap
Analisa Sistem Dinamik Solusi Eksak 1 Soliton
Persamaan NLS Analisa Sistem Dinamik
Solusi Eksak 1 Soliton Persamaan Sistem Optik
Periodik
Integral Eliptik Dan Fungsi Eliptik Jacobian
Aplikasi Mapple 11
Analisa Hasil Solusi 1 Eksak Sistem Optik Periodik Secara Sistem
Dinamik dan Hasil Dari Mapple 11
Penyusunan laporan
Lampiran 2 Penurunan Eksak Solusi Soliton Nonlinear Schroedinger NLS Melalui
Pendekatan Sistem Dinamik.
Persamaan umum untuk Soliton Nonlinear Schroedinger NLS yaitu:
2 2
2
E E
i E E
z t
β σ
∂ ∂
− +
= ∂
∂ dimana E merupakan medan selubung dari pulsa listrik, sedangkan
2 2
d dk
ω β
∼
merupakan parameter yang terkait dengan dispersi dari kecepatan grup dan
3
σ χ
∼
terkait dengan suseptibilitas orde tiga dari medium yang dilalui. Berikut ini akan dicari solusi bagi persamaan NLS dalam bentuk
sebagai berikut: 1
,
i z
E z t u t e
κ
= 2
dengan
u t
meupakan sebuah fungsi riil. Berikut ini tahapan penyelesaiannya:
2 3
2
u u
u t
κ β
σ
∂ −
− +
= ∂
3
2 3
2
du d u du
du u
u dt
dt dt
dt
κ β
σ
− −
+ =
2 2
4
1 2
2 d
du u
u dt
dt
σ κ
β
⎡ ⎤
⎛ ⎞
− −
+ ⎢
⎥ ⎜
⎟ ⎝
⎠ ⎢
⎥ ⎣
⎦ =
2 2
4
2 du
u u
dt
σ κ
β
⎛ ⎞
c −
− +
⎜ ⎟
⎝ ⎠
= dimana c merupakan sebuah konstanta. Selanjutnya dengan membatasi diri pada solusi yang
memilki kondisi
du dt
→
dan
u
pada
t
sehingga mengimplikasikan
c
. Dari sini persamaan 4 dapat diatur kembali menjadi:
→ → ±∞
=
4
2 2
4
1 2
du u
u dt
σ κ
β
⎛ ⎞
⎡ =
− +
⎜ ⎟
⎤ ⎢
⎥ ⎝
⎠ ⎣
5 ⎦
2 4
2 u
u du
dt
σ κ
β
⎡ ⎤
− +
⎢ ⎥
⎣ ⎦
=
2 2
2 2
2 du
dt du
dt u
u u
u
κ β
κ
2
β σ
σ σ
= →
= −
+ −
+
∫ ∫
σ
6 Untuk menyelesaikan integral pada ruas kiri akan dimisalkan sebuah fungsi
2 sin
u
κ ψ
σ
=
dan
2 cos
du d
κ ψ ψ
σ
=
, sehingga persamaan 6 bisa dituliskan:
2 2
2 2
cos cos
2 2
2 2
2 sin
sin sin
1 sin d
d
κ κ
ψ ψ ψ ψ
σ σ
κ κ
κ κ
κ ψ
ψ ψ
σ σ
σ σ
σ
→ −
+ −
−
∫ ∫
ψ
7 2
cos 1
1 cosec
sin 2
2 2
2 2
sin cos
sin d
d d
d
κ ψ ψ
ψ ψ
σ ψ ψ
ψ κ
κ κ
κ κ
ψ ψ
ψ σ
σ σ
σ σ
→ →
→ −
− −
−
∫ ∫
∫ ∫
1 1
1 cosec
ln sin
sin 2
2 d
ψ ψ ψ
ψ ψ
κ κ
σ σ
cos ⎧
⎫ ⎡
⎤ →
− ⎨
⎬ ⎢
⎥ ⎣
⎦ ⎩
⎭ −
−
∫
Nyatakan kembali persamaan 8 dalam variabel
u
:
2
2 2
sin sin
cos 2
2 u
u u
κ κ
σ ψ
ψ ψ
σ κ
κ σ
σ
− =
→ =
↔ =
8
9
2
2 2
2 1
1 cos
1 ln
ln sin
sin 2
2 2
u
u u
κ σ
κ κ
ψ σ
σ ψ
ψ κ
κ κ
σ σ
σ
⎧ ⎫
⎡ ⎤
− ⎪
⎪ ⎢
⎥ ⎪
⎪ ⎢
⎥ ⎪
⎪ ⎢
⎥ ⎪
⎪ ⎢
⎥ ⎧
⎫ ⎡
⎤ ⎪
⎪ −
→ −
⎢ ⎥
⎨ ⎬
⎨ ⎢
⎥ ⎣
⎦ ⎬
⎢ ⎥
⎩ ⎭
⎪ ⎪
− −
⎢ ⎥
⎪ ⎪
⎢ ⎥
⎪ ⎪
⎢ ⎥
⎪ ⎪
⎢ ⎥
⎪ ⎪
⎣ ⎦
⎩ ⎭
10
2 2
2 2
2 2
1 1
ln ln
2 2
u u
u u
u
κ κ
κ κ
σ σ
σ σ
κ κ
σ σ
⎧ ⎫
⎧ ⎡
⎤ ⎡
− −
⎪ ⎪
⎪ ⎢
⎥ ⎢
⎪ ⎪
⎪ ⎢
⎥ ⎢
− →
⎨ ⎬
⎨ ⎢
⎥ ⎢
⎪ ⎪
⎪ −
− ⎢
⎥ ⎢
⎪ ⎪
⎪ ⎣
⎦ ⎣
⎩ ⎭
⎩ ⎫
⎤ −
⎪ ⎥⎪
⎥⎬ ⎥⎪
⎥⎪ ⎦⎭
11
2
1 1
1 2
2 ln
2 u
u
σ κ
κ σ
κ σ
⎧ ⎫
⎡ ⎤
⎛ ⎞
⎪ ⎪
⎢ ⎥
− −
⎜ ⎟
⎪ ⎪
⎢ ⎥
⎜ ⎟
⎨ ⎬
⎢ ⎥
⎜ ⎟
⎪ ⎪
− ⎢
⎥ ⎜
⎟ ⎪
⎪ ⎝
⎠ ⎣
⎦ ⎩
⎭ 12
Sedangkan pengintegralan untuk ruas kanan persamaan 6 didapat: 2
2 dt
t
β β
σ σ
=
∫
13 Dengan demikian persamaan yang harus dipecahkan adalah:
2
1 1
1 2
2 ln
2 2
u t
u
σ κ
κ σ
κ β
σ σ
⎧ ⎫
⎡ ⎤
⎛ ⎞
⎪ ⎪
⎢ ⎥
− −
⎜ ⎟
⎪ ⎪
⎢ ⎥
⎜ ⎟ =
⎨ ⎬
⎢ ⎥
⎜ ⎟
⎪ ⎪
− ⎢
⎥ ⎜
⎟ ⎪
⎪ ⎝
⎠ ⎣
⎦ ⎩
⎭ 14
2
1 1
2 2
ln u
t u
σ κ
κ κ
σ β
⎡ ⎤
⎛ ⎞
⎢ ⎥
− −
⎜ ⎟
⎢ ⎥
⎜ ⎟ = −
⎢ ⎥
⎜ ⎟
⎢ ⎥
⎜ ⎟
⎝ ⎠
⎣ ⎦
15 Dari persamaan 15 akan diperoleh nilai untuk u, berikut penelusurannya:
2
1 1
2 2
t
u e
u
κ β
σ κ
κ σ
−
⎡ ⎤
⎛ ⎞
⎢ ⎥
− −
⎜ ⎟
⎢ ⎥
⎜ ⎟ =
⎢ ⎥
⎜ ⎟
⎢ ⎥
⎜ ⎟
⎝ ⎠
⎣ ⎦
16
2 2
2
1 1
2 1
1 1
1 2
2 2
2
t t
u e
u e u
u u
κ κ
2
t
u e
κ β
β β
σ σ
σ κ
κ κ
κ κ
κ σ
σ σ
− −
− −
= →
= − −
→ −
= −
−
17
2 2
2 2
2 1
1 1
1 2
2 2
2 2
t t
u u e
u u e
u e
κ κ
β β
σ σ
κ κ
κ κ
κ σ
σ σ
− −
⎡ ⎤
⎡ ⎢
⎥ ⎢
⎡ ⎤
⎡ ⎤
⎢ ⎥
⎢ −
= − → −
= − +
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎣
⎦ ⎣
⎦ ⎢
⎥ ⎢
⎣ ⎦
⎣
2 t
κ β
−
⎤ ⎥
⎥ ⎥
⎥⎦ 18
2 2
2 2
2 2
2 2
2 2
2 2
t t
t
u e u
u e u e
u e
κ κ
κ t
κ β
β β
β
σ σ
κ κ
κ κ
κ κ
σ σ
σ σ
− −
− −
+ −
= → +
= 19
2 2
1 2
2 2
2 2
2 1
t t
t t
u e
e e
u e
κ β
κ κ
β β
κ β
σ κ
κ κ
κ σ
σ σ
− −
− −
⎡ ⎤
⎢ ⎥
+ ⎢
⎥ ⎣
⎦ = → =
⎡ ⎤
⎢ ⎥
+ ⎢
⎥ ⎣
⎦ 20
2 2
2 2
2 2
2 1
1
t t
t t
e e
u u
e e
κ κ
β β
κ κ
β β
κ κ
σ σ
κ σ
− −
− −
= → =
+ +
21
2 2
2 2
2 2
sech sech
1 1
t t
t t
e e
u t u t
t u t
t e
e
κ β
κ β
κ κ
κ σ
σ β
− −
⎛ ⎞
= ↔
= =
↔ =
− ⎜
⎟ ⎜
⎟ +
⎝ ⎠
+ 22
Untuk melihat makna dari solusi soliton NLS persamaan 22 dalam bahasa dinamika sistem, maka tinjau kembali persamaan 3 dalam bentuk PDB orde satu dengan memisalkan
u
dan didapatkan:
1
u =
2
u u
=
2 1
u u
β
= 23a
23b
3 2
1
u u
1
u
κ σ
= − +
Jelas terlihat bahwa titik-titik kritis untuk sistem persamaan 23 adalah:
1 2
0, u
u =
= 24a
1 2
, u
u
κ σ
= ± =
Berikut ini akan disusun konstruksi matriks Jacobian yang sesuai untuk persamaan 23, berikut penelusurannya:
24b
1 1
1 2
2 2
2 1
1 2
1 3
U U
u u
A A
U U
u u
u
β κ
σ
∂ ∂
⎛ ⎞
⎛ ⎞
⎜ ⎟
∂ ∂
⎜ ⎟
⎜ ⎟
= → = ⎜
⎟ ⎜
⎟ ∂
∂ ⎜
⎟ − +
⎜ ⎟
⎝ ⎠
∂ ∂
⎝ ⎠
25
0,0
1 1
det det
A A
I
λ β
β λ
κ κ
⎛ ⎞
⎛ ⎞
− ⎜
⎟ ⎜
⎟ =
→ −
= → ⎜
⎟ ⎜
⎟ ⎜
⎟ ⎜
⎟ −
− ⎝
⎠ ⎝
⎠
λ
= −
26
2 2
center
κ κ
κ λ
λ λ
β β
β
+ = →
= − → = ± −
,0
1 1
det det
2 2
A A
I
κ σ
λ β
β λ
κ κ
⎛ ⎞
± ⎜
⎟ ⎜
⎟ ⎝
⎠
⎛ ⎞
⎛ ⎞
− ⎜
⎟ ⎜
⎟ =
→ −
= → ⎜
⎟ ⎜
⎟ ⎜
⎟ ⎜
⎟ −
⎝ ⎠
⎝ ⎠
27
λ
= 28
2 2
2 2
2 sadel
κ κ
κ λ
λ λ
β β
β
− = →
= → = ±
Untuk kasus β
dan dapat dengan mudah disimpulkan bahwa titik kritis 24a
merupakan sebuah titik center, sedangkan titik kritis 24b merupakan titik sadel. Sedangkan untuk kasus
κ β
dan κ
berikut penelusurannya: 29
0,0
1 1
det det
A A
I
λ β
β λ
κ κ
⎛ ⎞
⎛ ⎞
− −
⎜ ⎟
⎜ ⎟
= →
− = →
⎜ ⎟
⎜ ⎟
⎜ ⎟
⎜ ⎟
− −
⎝ ⎠
⎝ ⎠
λ
− =
− 30
2 2
sadel
κ κ
κ λ
λ λ
β β
β
− = →
= → = ±
,0
1 1
det det
2 2
A A
I
κ σ
λ β
β λ
κ κ
⎛ ⎞
± ⎜
⎟ ⎜
⎟ ⎝
⎠
⎛ ⎞
⎛ ⎞
− −
⎜ ⎟
⎜ ⎟
= →
− = →
⎜ ⎟
⎜ ⎟
⎜ ⎟
⎜ ⎟
− ⎝
⎠ ⎝
⎠ 31
λ
− =
32
2 2
2 2
2 center
κ κ
κ λ
λ λ
β β
β
+ = →
= − → = ± −
33 Untuk kasus
β dan
dapat dengan mudah disimpulkan bahwa titik kritis 24a merupakan sebuah titik sadel, sedangkan titik kritis 24b merupakan titik center. Dengan
demikian untuk solusi persamaan NLS kondisi yang harus dipenuhi adalah κ
β dan
agar fungsi u merupakan fungsi riil. Dan secara teoritis kondisi perambatan dengan
κ β
terkait dengan keadaan dispersi anomali.
Lampiran 3 Penurunan Eksak Solusi Soliton Sistem Optik Periodik Melalui Pendekatan
Analisis Sistem Dinamik Dengan Untuk F Sembarang.
Persamaan umum untuk sistem optik periodik:
2 2
2 2
2 2
2
ˆ 2
2
f f
f f
b f
N b
N b
f b
N f
b N
f b
P U U
b U
U U
c U b
U U
U b U U
b U U
η
− +
+ +
+ +
+ +
=
2 2
2 2
2 2
2
ˆ 2
2
b b
b b
f b
N f
N f
b f
N b
f N
b f
PU U
b U
U U
c U b
U U
U b U U
b U U
η
− +
+ +
+ +
+ +
1
= 2
Dimana nilai
1
B
k Nk
η
= −
dan
2
B
k D
Nk =
sedangkan operator persamaan diferensial yang digunakan adalah
2 2
ˆ
f
i D
P z
x ∂
∂ =
+ ∂
∂
dan
2 2
ˆ
b
i D
P z
x ∂
∂ = −
+ ∂
∂
. Pada persamaan diatas diperkenalkan fungsi ansatz yaitu:
f
iK z f
U AF x e
=
b
iK z b
U BF x e
−
= Dimana F merupakan fungsi real, sedangkan A,B, dan K
fb
sebagai parameter konstan, dengan mengambil nilai
, akan didapatkan solusi non trivial untuk fungsi F, berikut penelusurannya:
b f
K K
= − =
3
K
2 2
ˆ
iKz f
f
i D
P U AFe
z x
−
⎡ ⎤
∂ ∂
= +
⎢ ⎥
∂ ∂
⎣ ⎦
4
2 2
2 2
iKz iKz
iKz
i D
AFe AFe
AFKe AD
z x
− −
−
∂ ∂
+ →
+ ∂
∂ d F
dx 5
2 2
ˆ
iKz b
b
i D
PU B
z x
−
⎡ ⎤
∂ ∂
= − +
⎢ ⎥
∂ ∂
⎣ ⎦
Fe
2 2
2 2
iKz iKz
iKz
i D
BFe BFe
BFKe BD
z x
− −
−
∂ ∂
− +
→ − +
∂ ∂
6 d F
dx 7
iKz iKz
f
U AFe
AF e
η η
η
− −
= =
iKz iKz
N b
N N
c U c
BFe c BFe
− −
= =
b
U BFe
BF e
η η
η
= =
iKz iKz
− −
N f
N N
c U c
AFe c AFe
= =
iKz iKz
− −
2 2
2 iKz
iKz f
U AFe
AFe A F
= →
2 2
2 iKz
iKz −
b
U BFe
BFe B F
= →
− 2
f f
U U
⎣ ⎦
2 2
3 3
iKz iKz
A F AFe
A F e
− −
⎡ ⎤
= =
2 2
2 2
iKz 3
iKz −
−
⎡ ⎤
= =
f b
U U
A F BFe
A BF e ⎣
⎦
2 2
2 2
3 iKz
iKz b
f
U U
B F AFe
AB F e
− −
⎡ ⎤
= =
⎣ ⎦
2 2
2 3
3 iKz
iKz b
b
U U
B F BFe
B F e
− −
⎡ ⎤
= =
⎣ ⎦
2 2
2 2
2 iKz
iKz f
U AFe
A F e
− −
⎡ ⎤
= =
⎣ ⎦
U
2 2
2 2
2 iKz
iKz b
BFe B F e
− −
⎡ ⎤
= =
⎣ ⎦
2 2
2 2iKz
f b
U U A F e
⎡ ⎤
⎣ ⎦
2 3
iKz iKz
BFe A BF e
− −
= =
2 2
2 2
2 3
iKz iKz
iKz b
f
U U B F e
AFe AB F e
− −
⎡ ⎤
= =
⎣ ⎦
2 2
2 2
3 3
2 3
2 2
2
iKz iKz
f b
f f
f b
f
b U
U U
b U U
b U U
b A F e b AB F e
− −
+ →
+ →
+
2 2
2 2
3 3
2 3
2 2
2
iKz iKz
N b
f b
N b
b N
f b
N N
b U
U U
b U U
b U U
b B F e b A BF e
− −
+ →
+ →
+
2 2
3 2
3 iKz
iKz N
f b
N N
b U U b
A BF e b A BF e
− −
⎡ ⎤
= =
⎣ ⎦
2 2
3 2
3 2
2 2
iKz iKz
N f
b N
N
b U U b
AB F e b
AB F e
− −
⎡ ⎤
= =
⎣ ⎦
2 2
2 2
3 3
2 3
2 2
2
iKz iKz
b f
b b
b f
b
b U
U U
b U U
b U U
b B F e b A BF e
− −
+ →
+ →
+
2 2
2 2
3 3
2 3
2 2
2
iKz iKz
N f
b f
N f
f N
b f
N N
b U
U U
b U U
b U U
b A F e b AB F e
− −
+ →
+ →
+
2 2
3 2
3 iKz
iKz N
f b
N N
b U U b
AB F e b AB F e
− −
⎡ ⎤
= =
⎣ ⎦
2 2
3 2
3 iKz
iK −
− 2
2 2
z N
f b
N N
b U U b
A BF e b
A BF e ⎡
⎤ =
= ⎣
⎦
2 2
2 2
2 3
2 2
2 3
N N
N
d F AD
K A c B F b A A
B b B
A B
b AB F
dx
η
⎡ ⎤
⎡ ⎤
− −
− +
+ +
+ +
= ⎣
⎦ ⎣
⎦
2 2
2 2
2 2
2 3
2 2
2 3
N N
N
d F BD
K B c A F b B
A B
b A A B
b BA F
dx
η
⎡ ⎤
⎡ ⎤
− +
− +
+ +
+ +
= ⎣
⎦ ⎣
⎦ 8
9 Untuk menyelesaikan 2 persamaan diferensial orde 2 diatas, maka dilakukan penyetaraan kedua
persamaan tersebut, berikut penelusurannya:
2 2
2 2
2 3
=
2 2
2
2 3
N N
N
b A A B
b B A
B b AB
F K A c B F
d F dx
AD AD
η
⎡ ⎤
+ +
+ +
⎡ ⎤
− −
⎣ ⎦
⎣ ⎦
− +
2 2
2 2
2 3
2 2
2 3
N N
N
b B A
B b A A
B b BA
F K B c A F
d F dx
BD BD
η
⎡ ⎤
+ +
+ +
⎡ ⎤
+ −
⎣ ⎦
⎣ ⎦
− +
10
2
= 11
Dari kedua persamaan tersebut setarakan berdasarkan masing-masing koefisien F dan F
3
, berikut penelusurannya untuk koefisien F:
N N
K A c B F K B c A F
AD BD
⎣ ⎦
⎣ =
η η
⎡ ⎤
⎡ ⎤
− −
+ −
⎦ 12
N N
K A c B F A
K B c A F
η η
⎡ ⎤
⎡ ⎤
− −
= +
− ⎦
⎣ ⎦
⎣
2 2
N N
AB ABK
B c AB
ABK A c
η η
− −
= +
− B
13 14
2 2
2 2
N
2 2
N
A B
c ABK
A B
c K
AB ⎡
⎤ −
⎣ ⎦
15 ⎡
⎤ =
− →
= ⎣
⎦ Berikut ini penelusuran untuk koefisien F
3
:
2 2
2 2
2 3
2 2
2 2
2 3
2 2
2 3
2 3
N N
N N
b A A B
b B A
B b AB
F b B
A B
b A A B
b BA F
AD BD
= ⎡
⎤ ⎡
⎤ +
+ +
+ +
+ +
+ ⎣
⎦ ⎣
⎦
2 2
2 2
2 3
2 2
2 2
2 3
2 2
2 3
2 3
N N
N N
b AB A B
b B A
B b
AB b AB
A B
b A A
B b BA
⎡ ⎤ ⎡
+ +
+ +
= +
+ +
+ ⎣
⎦ ⎣
3 3
2 2
4 3
3 3
2 2
4 3
2 2
2 3
2 3
N N
N N
N N
b A B b AB
b A B b B
b AB b A B b AB
b A B b A
b BA +
+ +
+ =
+ +
+ +
3 4
3 3
4 3
2 2
N N
N N
b AB b B
b AB
b A B b A b BA
+ +
= +
+ ⎤
⎦
[ ]
[ ]
3 4
3 4
2 2
N N
N N
b b
AB b B
b b
A B b A +
+ =
+ +
16
[ ]
[ ]
3 4
3 2
2 N
N N
N
b b
A B b A b
b AB
b B +
+ −
+ −
4
=
[ ]
4 4
3 3
2 N
N N
b A b B
b b
A B AB
⎡ ⎤
− +
+ −
= ⎣
⎦
[ ]
4 4
2 2
2 N
N
b A
B AB b
b A
B ⎡
⎤ ⎡
⎤ −
+ +
− ⎣
⎦ ⎣
⎦ =
[ ]
2 2
2 N
N
b A
B AB b
b ⎡
⎤ +
+ +
⎣ ⎦
=
[ ]
2 2
2 N
N
A b AB b
b B b
N
+ +
+ =
[ ]
[ ]
2 2
2 2
2
4 2
N N
N 2
N
A b b
A b b
A b B
b
±
− +
± +
− =
17
[ ]
[ ]
2 2
2 2
2
4 2
N N
N
A b b
A b
b b
B b
± N
⎡ ⎤
− +
± +
− ⎣
⎦ =
[ ]
[ ]
2 N
2 2
2
4 2
N N
N
A b b
A b
b b
B b
±
⎡ ⎤
− +
± +
− ⎣
⎦ =
18
[ ]
2
4
N N
misal b
b b
→ +
− =
⎣ ⎦
2 2
⎡ ⎤ Γ
19
[ ]
[ ]
2 2
2 2
N N
N N
A b b
A b
b B
B b
b
± ±
⎧ A
±
⎫ −
+ ±
Γ −
+ ± Γ
⎪ ⎪
= →
= ⎨ ⎬
⎪ ⎪
⎩ ⎭
20
[ ]
2
2
N N
b b
B A
b
α α
± ±
± ±
⎡ ⎤
− +
± Γ =
→ = ⎢
⎥ ⎢
⎥ ⎣
⎦ 21
Masukan persaman 21 ke persamaan untuk koefisien F
3
10, berikut penelusurannya:
2 2
2 2
2 3
2 3
b A A B
b B A
B b AB
F
2 N
N
AD ⎣
⎦ ⎡
⎤ +
+ +
+
2 2
2 2
2 3
B
2
2 3
N N
b A
B b
A B
b B F
A D
⎡ ⎤
+ +
+ +
⎢ ⎥
⎣ ⎦
22
23
2 2
2 2
2 2
2 2
3 2
A 2
3
N N
b A
A b
A A
b A
F A
D
α α
⎡ ⎤
α α
+ +
+ +
⎢ ⎥
⎣ ⎦
24
2 2
2 2
3
1 2 3
b b
b A F
2 N
N
D
α α
α α
⎡ ⎤
+ +
+ +
⎣ ⎦
25
2 3
2 2
3
1 2 3
b b
b A F
2 N
N
D
α α α
α
⎡ ⎤
+ +
+ +
⎣ ⎦
26
2 3
2 2
1 2 3
b b
b A
2 2
:
N N
misal D
α α α
α β
⎡ ⎤
+ +
+ +
⎣ ⎦
= 27
Kemudian masukan persamaan B 21 ke persamaan K 15, berikut penelusurannya:
2 2
2 2
2 2
2 2
1 1
2
N N
N N
2
2 2
2 A
B c
A A
c A
c c
α α
α α
⎡ ⎤
⎡ ⎤
⎡ ⎤
⎡ ⎤
− −
− −
⎣ ⎦
⎣ ⎦
⎣ ⎦
⎣ ⎦
K K
K K
AB A
A A
α α
= →
= →
= →
= 28
Setelah itu masukan nilai K 28 ke persamaan untuk koefisien F 10:
N N
K A c B F A
B K
c F
AD D
η
⎡
η
⎤ −
− ⎢
⎥ ⎡
⎤ −
− ⎣
⎦ ⎣
= 29
⎦
2 2
1 1
2 2
2 2
N N
N N
c c
A c
F c
A F
D D
α α
α αη
η α
α α
α
⎡ ⎤
⎡ ⎛
⎞ ⎛
⎞ ⎡
⎤ ⎡
⎤ −
− ⎣
⎦ ⎣
⎦ ⎢
⎥ ⎢
⎜ ⎟
⎜ ⎟
− −
− −
⎜ ⎟
⎜ ⎟
⎢ ⎥
⎢ ⎝
⎠ ⎝
⎠ ⎣
⎦ ⎣
= ⎤
⎥ ⎥⎦
30
2 2
2 2
2 1
2 2
2 1
2 2
N N
N N
c c
F c
c F
D D
αη α
α α
αη α
α α
⎡ ⎤
⎛ ⎞
⎡ ⎤
− − −
⎣ ⎦
⎢ ⎥
⎜ ⎟
⎡ ⎤
⎜ ⎟
⎡ ⎤
− − −
⎢ ⎥
⎣ ⎦
⎝ ⎠
⎣ ⎦
⎣ =
⎦ 31
2 2
2
2 1
2 2
2 2
N N
N N
c F
c c
c F
D D
αη α
αη α
α α
α
⎡ ⎤
⎡ ⎤
⎡ ⎤
− + −
+ −
⎣ ⎦
⎣ ⎦
⎣ =
⎦ 32
2 1
2 1
: 2
N
c misal
D
αη α
β α
⎡ ⎤
⎡ ⎤
− + ⎣
⎦ ⎣
⎦ =
33 Dengan demikian didapatkanlah set persamaan diferensial orde 2 dalam bentuk:
2 3
1 2
2
d F F
F dx
β β
− +
= 34
Setelah itu, dengan memisalkan nilai
1 2
F F dan F
F =
=
, maka didapatkan set persamaan diferensial orde 1 sebagai berikut:
1 2
F F
= 35a
3 2
1 1 2
F F
F
β β
= −
1
35b Untuk persamaan 35 didapatkan titik kritis ketika
1
F =
, dan
1 1
2
F
β β
= ±
. Dapat dengan mudah dibuktikan untuk
1 2
0 dan
β β
hanya terdapat satu buah titik kritis yaitu dengan
persamaan linear terkait diberikan oleh:
1
F =
3 2
1 1 2
1 1
2 1
1 1
3 F
F F
F F
F F
F
β β
β β
= −
→ = −
→ = ↔ =
β
1
dengan λ
β
=
. Sedangkan untuk kondisi
1 2
0 dan
β β
terdapat tiga buah titik kritis yaitu 36
1 2
F
1 1
dan F
β β
= = ±
dengan persamaan linearnya diberikan oleh:
3 2
1 1 1
2 1
1 2
1 1
1 1,2
1 2
3 2
2 F
F F
F F
F F
F
β β
β β
β β
λ β
β
= −
→ = −
→ = ±
↔ = − ↔
= − 37
Untuk
1 1
2
F
β β
= ±
dengan
1,2 1
2
λ β
= −
dan untuk
1
F =
dengan
1
λ β
=
memiliki persamaan linear yang sama dengan persamaan 36.
Berdasarkan persamaan 36, untuk
1 2
0 dan
β β
1 2
0 dan
titik kritis terkait merupakan titik sadel yang bersifat stabil. Sedangkan untuk
β β
titik sadel tersebut bersifat tidak stabil, tetapi di pihak lainnya untuk titik kritis
1 1
2
F
β β
= ±
berdasarkan persamaan 37 keduannya bersifat stabil. Bifurkasi semacam ini dikenal sebagai bifurkasi pitch-fork dengan diagram
bifurkasi sebagai berikut:
Setelah diketahui bifurkasi yang terjadi, berikut ini akan diketahui juga perilaku trayektori sistem PDB orde satu yang didapatkan pada persamaan 35, dengan memanfaatkan penyelesaian
persamaan dengan menggunakan konstruksi matriks Jacobian diperoleh hasil untuk kasus
1
β :
1 1
1 2
2 1
2 1
2 2
1 2
1 3
f f
F F
A A
F f
f F
F
β β
∂ ∂
⎛ ⎞
⎜ ⎟
∂ ∂
⎛ ⎞
⎜ ⎟
= → = ⎜
⎟ ⎜
⎟ −
∂ ∂
⎝ ⎠
⎜ ⎟
∂ ∂
⎝ ⎠
0,0 1
1
1 1
det det
A A
I
λ λ
β β
− ⎛
⎞ ⎛
⎞ =
→ −
= → ⎜
⎟ ⎜
⎟ −
⎝ ⎠
⎝ ⎠
λ
=
[ ]
2 2
1 1
1
Sadel
λ β
λ β
λ β
− = →
= → = ±
1 2
,0 1
1
1 1
det det
2 2
A A
I
β β
λ λ
β β
⎛ ⎞
± ⎜
⎟ ⎜
⎟ ⎝
⎠
− ⎛
⎞ ⎛
⎞ =
→ −
= → ⎜
⎟ ⎜
⎟ −
− ⎝
⎠ ⎝
⎠
λ
= −
[ ]
2 2
1 1
1
2 2
2 Center
λ β
λ β
λ β
+ = →
= − → = ± −
Sedangkan untuk kasus
1
β didapatkan hasil:
1 1
1 2
2 1
2 1
2 2
1 2
1 3
f f
F F
A A
F f
f F
F
β β
∂ ∂
⎛ ⎞
⎜ ⎟
∂ ∂
⎛ ⎞
⎜ ⎟
= → = ⎜
⎟ ⎜
⎟ − −
∂ ∂
⎝ ⎠
⎜ ⎟
∂ ∂
⎝ ⎠
0,0 1
1
1 1
det det
A A
I
λ λ
β
− ⎛
⎞ ⎛
⎞ =
→ −
= → ⎜
⎟ ⎜
⎟ −
⎝ ⎠
⎝ ⎠
β λ
= −
−
[ ]
2 2
1 1
1
Center
λ β
λ β
λ β
+ = →
= − → = ± −
1 2
,0 1
1
1 1
det det
2 2
A A
I
β β
λ λ
β β
⎛ ⎞
± ⎜
⎟ ⎜
⎟ ⎝
⎠
− ⎛
⎞ ⎛
⎞ =
→ −
= → ⎜
⎟ ⎜
⎟ −
⎝ ⎠
⎝ ⎠
λ
=
[ ]
2 2
1 1
1
2 2
2 Sadel
λ β
λ β
λ β
− = →
= → = ±
Dari kedua kasus diatas terdapat dua buah pola trayektori yang berbeda satu sama lainnya yang ternyata kedua persamaan diatas dipengaruhi langsung oleh koefisien
1
β yang berhubungan pecahan akar dengan
2
β ,artinya antara kedua koefisien terdapat hubungan simultan yang sama yaitu
1 2
1 2
0,
β β β β
untuk pola seperti kedua kasus di atas, soalnya andai hubungan keduanya tidak sama maka hanya menimbulkan satu buah titik kritis saja.
Gambar 1
F
β
1,
β
2
38
39 40
41 42
43
44 45
46 47
Lampiran 4 Integral Dan Fungsi Eliptik
Tinjau bentuk integral berikut ini:
2 2
, 1
sin d
F k
k
ϕ
ϕ ϕ
ϕ
= −
∫
1 yang dinamakan sebagai integral eliptik jenis pertama dan:
2 2
, 1
sin E
k k
d
ϕ
ϕ ϕ ϕ
= −
∫
sebagai integral eliptik jenis kedua. Dimana k dengan rentang
1 k
≤ ≤
dinamakan sebagai modulus dan
ϕ amplitudo dari integral eliptik 1 dan 2. Integral eliptik dinamakan integral eliptik lengkap jika amplitudonya
2
π ϕ
=
. 2
Integral 1 dan 2 merupakan bentuk integral eliptik versi legendre. Melalui transformasi:
sin x
ϕ
=
dengan
2
1 dx
d x
ϕ
= −
sehingga diperoleh bentuk lain sebagai berikut:
2 2
, 1
1
x
dx F x k
2
x k x
= −
−
∫
3
2 2
2
1 ,
1
x
k x E x k
dx x
− =
−
∫
yang dinamakan integral eliptik versi Jacobi. Bentuk integral eliptik baik dalam versi Legendre maupun Jacobi tidak dapat secara umum dievaluasi secara analitik. Nilai-nilainya untuk amplitudo
tertentu disediakan dalam bentuk tabel yang diperoleh secara numerik. Tinjau bentuk integral eliptik Jacobi 3. Jika diambil
k =
maka dapat dengan mudah diperoleh: 4
1 2
sin 1
x
dx u
x x
−
= =
−
∫
dimana
, 0 x
≡ u
F
, jika dilakukan inversi terhadap persamaan 5 maka diperoleh hasil
sin u x
=
. Dengan memperluas cara pandang di atas untuk kasus
k ≠
dan dengan mendefinisikan secara umum
, u
F x k ≡
, maka serupa dengan persamaan 5 dapat dituliskan bentuk bagi sembarang integral eliptik terkait:
5
1 2
2 2
sn 1
1
x
dx u
x x
k x
−
= =
− −
∫
dan serupa pula dengan persamaan 5, invers persamaan 6 adalah
sn sin
u x
ϕ
= =
. Dimana secara khusus
sn
dinamakan fungsi eliptik Jacobi.
u
6
Mirip dengan fungsi trigonometrik, dapat pula didefinisikan fungsi eliptik Jacobi
cn
melalui hubungan:
u
2
cn 1 sn
cos u
u
ϕ
= −
= 7
tinjau kembali integral eliptik versi Legendre pada persamaan 1, jelas terlihat:
2 2
1 1
sin du
d k
ϕ ϕ
= −
dan berdasarkan hubungan 8 dapat pula didefinisikan fungsi
dn
melalui pendefinisian berikut:
u
8
2 2
dn 1
sn d
u k
du u
ϕ
= =
− 9
dengan demikian, jelas bahwa fungsi-fungsi tersebut memenuhi hubungan:
2 2
cn sn
1 u
u +
=
2 2
2
dn sn
1 u
k u
+ =
selanjutnya, untuk mengetahui turunan bagi masing-masing fungsi terhadap variabel u, maka didapatkan hasil:
10
11 sn
sin cos
cn dn d
u d
d u
u du
du du
ϕ ϕ
ϕ
= =
= 12
cn cos
sin sn dn
d u
d d
u u
du du
du
ϕ ϕ
ϕ
= = −
= −
2 2
2 2
dn sin
cos 1
sin sn cn
1 sin
d u
d k
d k
k du
du du
k
ϕ ϕ ϕ
ϕ ϕ
= −
= − = −
− u
u 13
14
Lampiran 5 Penurunan Eksak Solusi Soliton Sistem Optik Periodik Melalui Pendekatan
Analisis Sistem Dinamik Untuk Fungsi Jacobian Eliptik.
Pada persamaan solusi soliton sistem optik periodik telah didapatkan set persamaan diferensial orde 2 yaitu:
2 3
1 2
2
d F F
F dx
β β
− +
= 1
dengan mensubstitusikan fungsi F diatas dengan fungsi Jacobian Eliptik
sn ,
, cn ,
, dn
, x k
x k dan
x
ζ ζ
ζ
k
maka bisa dilihat perilaku fungsi-fungsi tersebut dalam visualisasi berupa aliran trayektori yang nantinya akan dianalisis hasil tersebut. Berikut
penelusuran untuk fungsi Jacobian eliptik
sn ,
x k
ζ :
sn ,
sn ,
cn ,
dn ,
d x k
dF x F x
x k x k
x k dx
dx
ζ ζ
ζ
⎡ ⎤
⎣ ⎦
= →
= =
ζ ζ
2
2 2
2 2
2 2
2
sn ,
sn ,
1 2 sn
, d
x k d F x
2
x k k
x k dx
dx
ζ ζ
ζ ζ
⎡ ⎤
⎣ ⎦
k ⎡
⎤ =
= − +
− ⎣
⎦ 3
2 2
2 2
2 2
sn ,
2 sn
, x k
k x k
ζ ζ
ζ ζ
ζ
k ⎡
⎤ −
+ −
⎣ ⎦
4
3 3
sn ,
sn ,
x k x
ζ ζ
⎡ ⎤ =
⎣ ⎦
k 5
2 3
1 2
2
d F x F x
F x dx
β β
− +
=
2 2
2 2
2 2
3 1
2
sn ,
2 sn
, sn
, sn
, x k
k x k
k x k
x k
ζ ζ
ζ ζ
ζ β
ζ β
ζ
⎧ ⎫
⎡ ⎤
− +
− ⎪
⎪ ⎣
⎦ = ⎨
⎬ ⎪
⎪ −
+ ⎩
⎭ 6
7
{ }
2 2
2 2
2 2
2 1
2
sn ,
2 sn
, sn
, x k
k x k
k x k
ζ ζ
ζ ζ
ζ β β
ζ
⎡ ⎤
− +
− −
+ =
⎣ ⎦
8
2 2
2 2
2 2
2 1
2 sn
, k
x k k
ζ β
ζ ζ
ζ β
⎡ ⎤
+ −
− −
= ⎣
⎦ 9
dari persamaan tersebut akan didapatkan nilai untuk koefisien k dan ζ zeta dengan cara membuat
nol hasil persamaan kiri dan kanan, berikut penelusurannya:
2 2
2 2
2 2
2 2
2 2
2 2
2 2
2 k
k k
k
β β
ζ β
ζ β
ζ ζ
− +
= → = −
→ = −
→ = ±
2 2
2 2
2 2
2 2
2 2
2 2
1 1
1 2
2 k
k k
β
1
ζ ζ
β ζ
ζ β
ζ ζ
β ζ
ζ ζ
⎛ ⎞
− −
− = → −
− =
→ +
= − → +
− = −
⎜ ⎟
⎝ ⎠
10
β
2 1
2 2
2 2
2 2
2 1
1 1
2 1
2 4
2 2
2 2
2 2
2
β β
β β
β β
ζ β
ζ β
ζ β
β ζ
ζ
− −
− = − →
= −
→ =
− →
= → = ±
11
12 ternyata dari kedua nilai koefisien tersebut ada hubungan antara
ζ zeta dengan k, sehingga nilai k yang didapat dapat dituliskan juga menjadi:
2 2
1 2
2 2
1 2
1 2
1
2 2
4 2
2 2
2 2
4 2
2 2
pilih k pilih
k
β β
β β
β ζ
ζ
2
β β
β β
β β
− −
− −
+ = →
+ = ↔ =
= =
− −
β
− −
Setelah fungsi jacobian eleptik
sn ,
x k
ζ , berikut ini merupakan penelusuran untuk fungsi jacobian
eleptik
cn ,
x k
ζ :
13
cn ,
cn ,
sn ,
dn ,
d x k
dF x F x
x k x k
x k dx
dx
ζ ζ
ζ
⎡ ⎤
⎣ ⎦
= →
= = −
ζ ζ
14
2 2
2 2
2 2
2
cn ,
cn ,
2 sn
, 1
d x k
d F x x k
k x k
dx dx
ζ ζ
ζ ζ
⎡ ⎤
⎣ ⎦
⎡ ⎤
= =
− ⎣
⎦ 15
2 2
2 2
cn ,
2 sn
, x k
k x k
ζ ζ
ζ ζ
⎡ ⎤
− ⎣
⎦ 16
3 2
cn ,
cn ,
1 sn ,
x k x k
x
ζ ζ
ζ
k ⎡
⎤ ⎡
⎤ = − − +
⎣ ⎦
⎣ ⎦
17
2 3
1 2
2
d F x F x
F x dx
β β
− +
=
2 2
2 2
1 2
2
cn ,
2 sn
, cn
, cn
, 1 sn
, x k
k x k
x k x k
x k
ζ ζ
ζ ζ
β ζ
β ζ
ζ
⎧ ⎫
⎡ ⎤
− −
⎣ ⎦
⎪ ⎪ =
⎨ ⎬
⎡ ⎤
⎪ ⎪
+ −
− + ⎣
⎦ ⎩
⎭ 18
19
2 2
2 2
1 2
2 2
cn ,
2 sn
, cn
, cn
, cn
, sn
, x k
k x k
x k x k
x k x k
ζ ζ
ζ ζ
β ζ
β ζ
β ζ
ζ
⎧ ⎫
⎡ ⎤
− −
⎣ ⎦
⎪ ⎪ =
⎨ ⎬
⎪ ⎪
+ −
⎩ ⎭
{ }
2 2
2 2
2 1
2 2
cn ,
2 sn
, sn
, x k
k x k
x k
ζ ζ
ζ ζ
β β β
ζ
⎡ ⎤
− −
+ −
= ⎣
⎦ 20
21
2 2
2 2
2 1
2 sn
, k
x k
ζ β
ζ ζ
β β
⎡ ⎤
2
− −
− + =
⎣ ⎦
22 dari persamaan tersebut akan didapatkan nilai untuk koefisien k dan
ζ zeta dengan cara membuat nol hasil persamaan kiri dan kanan, berikut penelusurannya:
2 2
2 2
2 2
2 2
2 2
2 2
2 2
2 k
k k
k
β β
ζ β
ζ β
ζ ζ
− = →
= →
= → = ±
23
2 2
1 2
2 1
2 1
ζ β β
ζ β
β ζ
β β
− −
+ = →
= −
→ = ± −
24 ternyata dari kedua nilai koefisien tersebut ada hubungan antara
ζ zeta dengan k, sehingga nilai k yang didapat dapat dituliskan juga menjadi:
2 2
2 1
2 1
2 2
2 2
pilih k pilih
k
β β
ζ β
β ζ
β β
+ = →
+ = −
↔ = −
25 Setelah fungsi jacobian eleptik
cn ,
x k
ζ , berikut ini merupakan penelusuran untuk fungsi
jacobian eleptik
d ,
n x k
ζ :
2
dn ,
dn ,
sn ,
cn ,
d x k
dF x F x
x k k
x k x k
dx dx
ζ ζ
ζ
⎡ ⎤
⎣ ⎦
= →
= = −
ζ ζ
26
2 2
2 2
2 2
2
dn ,
dn ,
2sn ,
1 d
x k d F x
k x k
x k dx
dx
ζ ζ
ζ ζ
⎡ ⎤
⎣ ⎦
⎡ ⎤
= =
− ⎣
⎦ 27
2 2
2 2
2
dn ,
2 sn
, x k
k x k
k
ζ ζ
ζ ζ
⎡ ⎤
− ⎣
⎦ 28
3 2
2
dn ,
dn ,
1 sn
, x k
x k k
x
ζ ζ
ζ
k ⎡
⎤ ⎡
⎤ = − − +
⎣ ⎦
⎣ ⎦
29
2 3
1 2
2
d F x F x
F x dx
β β
− +
=
2 2
2 2
2 1
2 2
2
dn ,
2 sn
, dn
, dn
, 1
sn ,
x k k
x k k
x k x k
k x k
ζ ζ
ζ ζ
β ζ
β ζ
ζ
⎧ ⎫
⎡ ⎤
− −
⎣ ⎦
⎪ ⎪ =
⎨ ⎬
⎡ ⎤
⎪ ⎪
+ −
− + ⎣
⎦ ⎩
⎭ 30
31
2 2
2 2
2 1
2 2
2 2
dn ,
2 sn
, dn
, dn
, dn
, sn
, x k
k x k
k x k
x k k
x k x k
ζ ζ
ζ ζ
β ζ
β ζ
β ζ
ζ
⎧ ⎫
⎡ ⎤
− −
⎣ ⎦
⎪ ⎪
= ⎨
⎬ ⎪
⎪ +
− ⎩
⎭
{ }
2 2
2 2
2 2
2 1
2 2
dn ,
2 sn
, sn
, x k
k x k
k k
x k
ζ ζ
ζ ζ
β β β
ζ
⎡ ⎤
− −
+ −
= ⎣
⎦ 32
33
2 2
2 2
2 2
2 1
2 sn
, k
k x k
k
ζ β
ζ ζ
β β
⎡ ⎤
2
− −
− + =
⎣ ⎦
34
dari persamaan tersebut akan didapatkan nilai untuk koefisien k dan ζ zeta dengan cara membuat
nol hasil persamaan kiri dan kanan, berikut penelusurannya:
2 1
2 2
2 2
2 2
1 1
2 2
1 2
k k
k k
β β
β β
ζ β β
ζ β
β ζ
ζ
− −
− −
+ = →
= −
→ =
→ = ± 35
2 2
2 2
2 2
2 2
2 2
2 2
2
2 2
2 2
2 2
k k
k k
β β
ζ β
ζ β
ζ β
ζ ζ
− = →
= →
= →
= → = ±
36 ternyata dari kedua nilai koefisien tersebut ada hubungan antara
ζ zeta dengan k, sehingga nilai k yang didapat dapat dituliskan juga menjadi:
2 1
2 2
1 2
1 2
2
2 2
2 2
2 pilih k
pilih k
k
β β
β β
β β
β ζ
ζ β
β
− −
+ = →
+ = ↔ =
→ = −
37
Lampiran 6 Daftar Parameter Pada Keseluruhan Persamaan
1. Parameter E pada persamaan 19 terkait dengan medan selubung dari pulsa listrik.
2. Parameter β
sebanding dengan
2 2
d dk
ω pada persamaan 19 yang terkait dengan dispersi
dari kecepatan grup. 3.
Parameter σ sebanding dengan
3
χ pada persamaan 19 yang terkait dengan suseptibilitas orde tiga medium.
4. Parameter
k
pada persamaan 20 terkait dengan modulus persamaan. 5.
Parameter ϕ pada persamaan 41-42 terkait dengan amplitudo integral eliptik. 6.
Parameter
D
pada persamaan 55-56 terkait dengan kuat efek difraksi. 7.
Parameter η pada persamaan 55-56 terkait dengan frekuensi spasial. 8.
Parameter
N
c
pada persamaan 55-56 terkait dengan komponen Fourier
th N
−
fungsi suseptibilitas linier.
9. Parameter
2 N
pada persamaan 55-56 merupakan parameter nonlinier yang mempunyai nilai sebanding dengan nilai
, , dan
N
b b b
th, th, dan 2
th N
N −
− −
yang merupakan komponen Fourier gabungan dari fungsi suseptibilitas nonlinier.
10. Parameter
, , dan
f b
A B K
pada persamaan 57-58 merupakan parameter bernilai konstan. 11.
Parameter
1
1
β pada persamaan 75 terkait dengan “effective diffraction strength”.
12. Parameter
2 1
β β
pada persamaan 75 terkait dengan suseptibilitas orde ketiga medium. 13.
Parameter
k
pada persamaan 89 terkait dengan modulus persamaan yang terkontrol. 14.
Parameter ζ pada persamaan 89 terkait dengan frekuensi sudut.
Lampiran 7 Listing Program Mathematica 7
Manipulate[process[\[Beta]1, \[Beta]2, f10, f20], Style[Formulate :, Bold],
Style[\\\OverscriptBox[SubscriptBox[\F\, \1\], \.\]\ = \\ \\SubscriptBox[\F\, \2\]\ , Bold],
Style[\\\OverscriptBox[SubscriptBox[\F\, \2\], \.\]\ = \\ \\SubscriptBox[\\[Beta]\, \1\]\ \\\SubscriptBox[\F\, \
\1\]\-\\\SubscriptBox[\\[Beta]\, \2\]\ \ \
\\SuperscriptBox[SubscriptBox[\F\, \1\], \3\]\ , Bold], Delimiter,
Style[Parameters, Bold, 10], Control[{{\[Beta]1, 5,
Style[\\\SubscriptBox[\\[Beta]\, \1\]\, Italic]}, -5, 20, .01, Appearance - Labeled, ImageSize - Normal}],
Control[{{\[Beta]2, 10, Style[\\\SubscriptBox[\\[Beta]\, \2\]\, Italic]}, -5,
20, 0.01, Appearance - Labeled, ImageSize - Normal}], Delimiter,
Style[Nilai Awal, Bold, 10], Control[ {{f10, 5, Style[\\\SubscriptBox[\F1\, \0\]\]}, 0,
100, .0001, Appearance - Labeled, ImageSize - Small}], Control[{{f20, 5,
Style[\\\SubscriptBox[\F2\, \0\]\, Italic]}, 0, 100, .1,
Appearance - Labeled, ImageSize - Small}] , ControlPlacement - {Left},
Initialization : { process[\[Beta]1_, \[Beta]2_, f10_, f20_] :=
Module[{persamaan1, persamaan2, F1, F2, t, tmax = 10, sol, lableSize = 14},
persamaan1 = F2[t] == F1[t]; persamaan2 = \[Beta]1 F1[t] - \[Beta]2 F1[t]3 == F2[t];
sol = First[NDSolve[{persamaan1, persamaan2, F1[t ; t = 0] == f10,
F2[t ; t = 0] == f20}, {F1, F2}, {t, 0, tmax}]]; sol1Plot = Plot[Evaluate[F1[t] . sol], {t, 0, tmax},
PlotRange - All, FrameLabel - {
{Style[ Row[{Style[\\\SubscriptBox[\F\, \1\]\, Italic],
, Style[t, Italic], }], lableSize], None}, {Style[time, lableSize],
Style[Row[{Style[Time], versus \\\SubscriptBox[\F\, \1\]\t}],
lableSize]}}, AspectRatio - 1,
Frame - True, ImageSize - {400, 400},
ImagePadding - 40, PlotStyle - Green];
sol2Plot = Plot[Evaluate[F2[t] . sol], {t, 0, tmax}, PlotRange - All,
FrameLabel - { {Style[
Row[{Style[\\\SubscriptBox[\F\, \2\]\, Italic], , Style[t, Italic], }], lableSize], None},
{Style[time, lableSize], Style[Row[{Style[Time],
versus \\\SubscriptBox[\F\, \2\]\t}], lableSize]}},
AspectRatio - 1, Frame - True,
ImageSize - {400, 400}, ImagePadding - 40,
PlotStyle - Red]; sol3Plot = Show[sol1Plot, sol2Plot, PlotRange - All,
FrameLabel - { {Style[
Row[{Style[ \\\SubscriptBox[\F\, \1\]\t , \
\\\SubscriptBox[\F\, \2\]\t]}], lableSize], None}, {Style[time, lableSize],
Style[Row[{Style[time], versus \\\SubscriptBox[\F\, \1\]\t , \
\\\SubscriptBox[\F\, \2\]\t}], lableSize]}}]; sol4Plot =
ParametricPlot[Evaluate[{F1[t], F2[t]} . sol], {t, 0, tmax}, PlotRange - All,
FrameLabel - { {Style[Row[{Style[\\\SubscriptBox[\F\, \2\]\t]}],
lableSize], None}, {Style[\\\SubscriptBox[\F\, \1\]\t, lableSize],
Style[Row[{Style[\\\SubscriptBox[\F\, \1\]\t], versus \\\SubscriptBox[\F\, \2\]\t}],
lableSize]}}, AspectRatio - 1,
Frame - True, ImageSize - {400, 400},
ImagePadding - 40, PlotStyle - Magenta];
sol5Plot = StreamPlot[{F2, \[Beta]1 F1 - \[Beta]2 F13}, {F1, -5,
5}, {F2, -5, 5}, ImageSize - {400, 400},
AspectRatio - 1, ImagePadding - 40,
FrameLabel - { {Style[
Row[{Style[\\\SubscriptBox[\F\, \2\]\, Italic], , Style[t, Italic], }], 14], None},
{Style[ Row[{Style[\\\SubscriptBox[\F\, \1\]\, Italic],
, Style[t, Italic], }], 14], Style[Row[{Style[\nPlot Bidang Fase \n, Bold]}], 14]}},
StreamPoints - 100];
Grid[{ {sol1Plot, sol2Plot }, {sol3Plot, sol4Plot}, {sol5Plot}}, Frame - None, Spacings - 0]
]} ]
Andrial Saputra: Solusi Periodik Eliptik Jacobi Persamaan Modus Tergandeng Sistem Kisi Bragg.
Dibimbing Oleh: Husin Alatas Abstrak
Persamaan modus tergandeng dalam tugas akhir ini adalah persamaan untuk sistem optik nonlinier yang bersifat periodik. Persamaan ini merupakan set persamaan diferensial parsial yang
terkopel, dan untuk menganalisa kelakuan solusinya dilakukan melalui pendekatan analisis sistem dinamik. Berdasarkan pendekatan itu didapatkan sebuah set persamaan diferensial biasa orde satu
yang akan dipecahkan secara analitik berupa fungsi Eliptik Jacobi sn, cn, dan dn dan dianalisa pula trayektori fungsi tersebut di bidang fasa.
Kata Kunci: Eliptik Jacobi, sistem dinamik, bidang fasa.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang